Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar ipa Metode Problem Solving pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Trayu Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1.

Kajian Teori

1.1.1. Metode Problem Solving
Kegiatan pembelajaran yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi dan
lingkungannya adalah sebagai proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Guru dalam usahanya menciptakan kondisi belajar perlu melakukan rekayasa
terhadap objek maupu subjek belajar. Usaha ini salah satunya ditunjang dengan
metode sebagai salah unsur yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar
karena fungsinya sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan
sebagai alat untuk mencapai tujuan (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2010:
72).

Metode

pembelajaran

adalah


cara

yang

digunakan

guru

untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusund alam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran, atau dengan kata lain dapat diartikan
sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran.
Salah satu metode belajar yang cocok digunakan dalam pembelajaran
IPA/sains adalah Metode problem solving. Metode pemecahan masalah adalah suatu
cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan
memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Metode problem solving cocok digunakan dalam pembelajaran IPA karena
memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan objek belajarnya dalam

pengumpulan data melalui observasi maupun eksperimen. Hal ini sesuai dengan
prinsip pembelajaran IPA yang tidak hanya berupa transfer produk, melainkan juga
mencakup proses dan sikap ilmiah, dimana dengan interaksi dengan objek yang
dipelajarinya siswa telah melakukan proses belajar yang seharusnya.Metode problem
solving hakikatnya sama dengan inquiri dan discovery yang banyak mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Syaiful Bahri Djamarah Aswan Zain (2010:
72)mengatakan problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga
5

merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan
metode – metode lainnya yang dimulai dengan mengamati, megajukan hipotesis,
menggunakan

alat

dan

bahan

secara


baik

dan

benar

dengan

selalu

mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan,
menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara
lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi factual yang relevan untuk
menguji gagasan – gagasan atau memecahkan masalah.
2.1.2

Ciri-ciri Pembelajaran dengan Metode Problem Solving
Metode problem solving (pemecahan masalah) merupakan suatu metode


ilmiah yang digunakan dalam proses pembelajaran. Metode ini sesuai jika digunakan
pada siswa sekolah dasar di kelas tinggi. Cenderung pendekatan induktif yang
digunakan dalam proses pembelajaran problem solving, siswa belajar mulai dari halhal yang khusus sampai pada konsep umum. Aktivitas dalam proses belajar yang
ditempuh siswa dapat dilakukan secara kelompok maupun individu, penentuannya
tergantung pada target kemampuan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya.
Metode ini akan melibatkan banyak kegiatan siswa sendiri dengan bimbingan dari
para pengajar.

2.1.3

Prosedur Pemblejaran dengan Problem Solving
Sri Anitah W., dkk (2009) dalam La Iru dan La Ode Safiun Arihi (2012: 36-

37) menyebutkan bahwa prosedur metode problem solving dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Merumuskan dan membatasi masalah. Masalah yang diambil dari kehidupan
sehari-hari atau masalah aktual biasanya lebih kompleks. Karena itu, siswa harus
merumuskan dahulu menjadi masalah yang jelas dan membatasi masalah tersebut.
2. Merumuskan dugaan dan pertanyaan. Siswa di bawah bimbingan guru ditugaskan
untuk membuat pertanyaan atau merumuskan dugaan atas jawaban dari

6

permasalahan, artinya dugaan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan maupun pernyataan.
3. Mengumpulkan data atau mengolah data. Untuk menjawab permasalahan yang
telah diajukan. Data tersebut dapat diperoleh dari buku, dokumen atau informasi
langsung dari narasumbernya.
4. Membuktikan

atau

menjawab

pertanyaan.

Data-data

yang

diperoleh


dikelompokkan atau dianalisis atau diklarifikasi untuk menjawab pertanyaan.
Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betulbetul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan
jawaban sementara atau tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu
saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan
lain-lain.
5. Merumuskan kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan akhir
tentang jawaban dari masalah.

2.1.4

Keunggulan Metode Problem Solving
Keunggulan implementasi metode problem solving dapat dicapai apabila

kondisi pembelajaran dapat diciptakan secara efektif, di antaranya adalah :
1. Mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan berpikir kritis karena dalam
proses belajarnya siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti
permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan masalah
sehingga dapat membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara
terampil.

2. Mempelajari bahan pelajaran yang aktual dan relevan dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat.
3. Jika dilaksankaan secara berkelompok dapat mengembangkan kemampuan sosial
siswa.
4. Mengoptimalkan kemampuan siswa

7

2.1.5

Kekurangan Metode Problem Solving
Beberapa kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan perlu

diantisipasi oleh guru adalah :
1. Waktu yang digunakan relatif lama.
2. Bahan pelajaran tidak bersifat logis dan matematis.
3. Memerlukan bimbingan dari guru.\Menentukan suatu masalah yang tingkat
kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa memerlukan kemampuan dan
keterampilan guru.
4. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima

informasi dari guru menjadi belajar dengna banyak berpikir memecahkan
permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai
sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

1.2.

Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Hamilton & Elizabeth (1994) dalam La Iru & La Ode Safiun Arihi (2012: 3)

mendefinisikan belajar sebagai “Learning is relatively permanent change in an
individuals knowledge or behavior that results from previous experience”. Sedangkan
Muhibbin Syah (2006: 109) mendefinisikan belajar sebagai tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Slameto (2003: 2)
mengartikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari berbagai
pengertian belajar tadi dapat ditarik pengertian bahwa belajar merupakan perubahan
mental ke arah positif yang diperoleh sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya dengan melihat, mengamati, memahami, maupun memanipulasi yang

bersifat relatif menetap.

8

Gagne dalam La Iru & La Ode Safiun Arihi (2012: 2) menyebutkan lima
kategori umum kecakapan dalam belajar sebagai hasil akhir pembelajaran yakni :

1. Kecakapan intelektual.
2. Strategi-strategi kognitif.
3. Kecakapan verbal.
4. Kecakapan motorik.
5. Kecakapan sikap.
Dewasa ini belajar sering diasosiasikan dengan kegiatan pendidikan di
sekolah, yaitu dalam proses belajar mengajar/pembelajaran di kelas. La Iru & La Ode
Safiun Arihi (2012: 1) mengatakan secara harfiah pembelajaran berarti proses, cara,
perbuatan mempelajari, dan perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam
mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara optimal, sehingga
kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan pendidik
dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanahkan proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.
Berdasarkan dua Undang-undang di atas, proses belajar mengajar merupakan
kegiatan yang mengandung interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar sehingga
merupakan kesatuan dari dua proses antara siswa yang belajar dan guru yang
membelajarkan karena inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar
anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran yang hanya akan tercapai jika

9

anak didik berusahasecara aktif untuk mencapapainya secara fisik maupun mental.
Konsep pembelajaran merujuk pada upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, kultur,
dan psikologis atau spiritual) berdasarkan kurikulum yang berlaku yang member
suasana bagi tumbuh dan berkembangnya proses belajar.
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2010: 37) guru bertugas menciptakan
kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik ke tujuan dengan

menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi semua
anak didik.Suasana belajar yang tidak menggairahkan dan menyenangkan bagi anak
didik biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang
harmonis sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Peranan guru sebagai pembimbing dalam pembelajaran bertolak dari
perbedaan individual siswa/pebelajar yang ada (aspek biologis, intelektual, dan
psikologis) sehingga butuh hadirnya seorang guru untuk mengatur strategi pengajaran
yang sesuai sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai.Tanpa adanya usaha
pembimbingan dari guru maka kemungkinan besar kondisi lingkungan belajar tidak
tertata yang memungkinkan siswa merasa tidak nyaman dan kurang terarah untuk
mencapai tujuan belajarnya.
Agar pembelajaran lebih efektif, Muijs & Rinol (La Iru & La Ode Safiun
Arihi, 2012: 2-3) menyebutkan enam elemen utama agar pembelajaran berlangsung
efektif yaitu :
1. Mempunyai struktur yang jelas.
2. Materinya dipresentasikan secara terstruktur dan jelas.
3. Pembelajaran dirancang untuk memberikan keterampilan dasar dengan kecepatan
langkah yang telah ditentukan.
4. Mendemonstrasikan model pembelajaran secara jelas dan terstruktur.
5. Menggunakan pemetaan konseptual.
6. Interaksi tanya jawab
10

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010: 39) hakikat belajar adalah
perubahan, maka hakikat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan
oleh guru. Siswa bertindak belajar yang artinya mengalami proses dan meningkatkan
kemampuan mentalnya sehingga belajar tidak bisa dilepaskan dari pendidikan dan
perkembangan.

1.3.

Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran untuk Sekolah

Dasar. Menurut struktur proses belajar mengajar, IPA sebagai ilmu tidak hanya
berdiri sendiri, melainkan ditunjang oleh raw input, faktor lingkungan fisik-budaya,
dan faktor instrumen. Salah satu faktor instrumen yang dimaksud adalah kurikulum
pendidikan.Kurikulum menjadi satu komponen penting karena kurikulum dijadikan
acuan oleh setiap satuan pendidikan baik itu oleh pengelola maupun penyelenggara
untuk melangsungkan pembelajaran.
Menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) bahwa IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara
umum terbatas pada gejala – gejala alam.Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh
adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan
sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:141) dalam bukunya Model Pembelajaran
Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
gejala – gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku
secara universal.

11

Bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami
konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati,
mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahansecara baik dan benar dengan
selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan,
menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara
lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk
menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran IPA
dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar.IPA diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.Penerapan IPA perlu dilakukan secara
bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.Di tingkat SD/MI
diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah
secara bijaksana.
Ruang lingkup kajian IPA di SD/MI menurut Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Dasar dan MI sebagai berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
Pembelajaran IPA perlu diberikan kepada siswa Sekolah Dasar (SD) agar
siswa dapat berpikir kritis, bersikap ilmiah, dan memahami alam ini. Hal ini akan

12

berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran IPA di SD lebih
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah, daripada
perolehan pengetahuan. Pembelajaran dengan keterampilan prosesmengharuskan
siswa berhadapan langsung dengan objek belajarnya. Menurut Dale (Azhar Arsyad,
2009: 10) dengan berhadapan langsung dengan objek belajar memberikan kesan
belajar paling utuh dan paling bermakna mengenai infoprmasi dan gagasan yang
terkandung dalam pengalaman itu, karena siswa melibatkan indera penglihatan,
pendengaran, perasa, penciuman, dan peraba. Pembelajaran seperti ini dikenal dengan
learning by doing yang memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan
pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Menurut Bruner (Azhar Arsyad, 2009: 7), ada tiga tingkatan utama modus
belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic),
dan pengalaman abstrak (symbolic).Pengalaman langsung adalah mengerjakan, yaitu
memberi kesempatan kepada subyek belajar untuk memanipulasi suatu obyek dalam
kegiatan belajarnya. Melalui belajar dengan obyek langsung, siswa akan belajar
dengan menggunakan lebih banyak indranya sehingga memberikan keuntungan bagi
siswa, mereka akan belajar lebih banyak daripada jika materi pelajaran disajikan
hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar.
Cullingford dalam Samatowa (2010: 9) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA
tidak hanya dengan hafalan dan pemahaman konsep, tetapi anak harus diberi
kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan logis.
Hal ini akan mendorong anak untuk mengekspresikan kreativitasnya. Anak juga
didorong untuk mengembangkan cara berpikir logis dan kemampuan untuk
membangkitkan penjelasan ilmiah untuk alasan yang bersifat hakiki dan praktis.
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:

13

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan

keterampilan

proses

untuk

menyelidiki

alam

sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Tujuan pembelajaran IPA di SD/MI menurut Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD dan MI sebagai berikut:
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberikan pemahaman
mengenai konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan rasa ingin tahu dan motivasi untuk menggali pengetahuan baru
sehingga terjadi respon positif tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

1.4.

Hasil Belajar

1.4.1. Pengertian Hasil belajar

14

Belajar sebagai suatu proses tentu memiliki tujuan atau hasil akhir yang ingin
dicapai, baik itu secara fisik maupun mental. Hasil akhir yang dicapai dalam belajar
merupakan cerminan keberhasilan suatu proses belajar dan pembelajaran yang telah
dilalui seorang anak didik apakah dia berhasildalam belajarnya atau tidak berhasil,
sehingga kedudukan hasil belajar sangat penting.
Menurut Nana Sudjana (2004: 14) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses
belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara
terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Dimyati & Moedjiono
(1994) menyatakan hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi
yaitu sisi siswa dan sisi guru.Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan

mental

yang

baik

bila

dibandingkan

pada

saat

belum

belajar.Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran. Hasil belajar digunakan salah satunya untuk menentukan apakah mata
pelajaran untuk seorang siswa bisa dilanjutkan, harus dilakukan remedial, atau bisa
dilakukan pengayaan dengan mengacu pada pendapat Syaiful Bahri Djamarah &
Aswan Zain (2010: 105) yaitu suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK)-nya dapat
tercapai.
Howard Kingsley dalam Nana Sudjana (2012: 22) membagi tiga macam hasil
belajar, yakni Keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, dan sikap
dan cita-cita. Gagne membagi lima kategori sebagai hasil belajar, yakni informasi
verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.
Benjamin Bloom secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Idealnya penilaian hasil belajar
meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar siswa. Namun karena penilaian ranah rasa sangat sulit karena
perubahan hasil belajar yang demikian bersifat tak dapat diraba sehingga yang umum
dilakukan di kelas adalah menilai perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan

15

mewakili perubahan psikologis yang lain secara keseluruhan, terutama daya serap
siswa terhadap materi pelajaran (aspek kognitif).
Usaha untuk mengetahui hasil belajar biasa disebut dengan evaluasi,
pengukuran, atau penilaian. Davies (1981) dalam Dimyati & Mudjiono (2013: 190)
mengemukakan

bahwa

evaluasi

merupakan

proses

sederhana

memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjukkerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Evaluasi adalah kegiatan
untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil sebuah keputusan (Loeloek Endah Poerwati & Sofan Amri, 2013: 221).
Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
mendefinisikan penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut terlihat bahwa evaluasi secara umum bersifat sistematis,
memiliki objek yang dikaji, memerlukan berbagai informasi atau data yang
menyangkut objek dan pemberian nilai kepada objek diarahkan sebagai pertimbangan
pengambilan keputusan.
Selain itu definisi penilaian yang lain menurut Permendiknas No 20 Tahun
2007 adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi
verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. Dari pengertian ini
dapat diambil dua fase waktu dalam penilaian yaitu waktu sekarang (saat
pengumpulan informasi) dan waktu akan datang (pemanfaatan informasi yang
didapat). Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi tidak hanya berfungsi untuk
pengukuran sebagai pemberi gambaran hasil belajar yang didapat siswa secara aktual,
tetapi juga penting bagi sistem pendidikan secara keseluruhan dalam ruang lingkup
tertentu sebagai umpan balik untuk refleksi sistem ke arah yang lebih baik,
sebagaimana termaktub dalam UU Sisdiknas No. 20/2003 Bab XVI Pasal 57 (1)
(Loeloek Endah Poerwati & Sofan Amri, 2013: 224) yang berbunyi “Evaluasi
pendidikan dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional
16

sebagai bentukakuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan”.
Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
menyebutkan penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh
dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel. Penilaian hasil
belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi,
penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.

1.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003: 56-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor
jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Faktor-faktor inilah yang
dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang
belajar.Faktor dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi.Kondisi
fisiologis adalah keadaan jasmani dari seseorang yang sedang belajar, keadaan
jasmani dapat dikatakan sebagai latar belakang aktivitas belajar. Sedangkan kondisi
psikologis yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan,
bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampaun kognitif. Faktor ekstern yaitu faktorfaktor keluarga,

sekolah dan

masyarakat.Salah satu

faktor

ekstern

yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor sekolah, yang mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru-siswa, sarana, dan sebagainya.
Clark dalam Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2001: 39) mengungkapkan
bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan
30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan menurut Sardiman (2007: 39-47),
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa
dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa,
selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap,
17

kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kopndisi fisik dan psikis.
Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup
penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan
kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa antara lain
motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi fisik, psikis
serta kemampuan yang dimiliki siswa tentang materi yang akan disampaikan.
Sedangkan faktor eksternal antara lain strategi, metode, modelpembelajaran serta
pendekatan yang digunakan guru di dalam proses belajar mengajar.
1.5.

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Irmayeni (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan hasil belajar

siswa dalam pembelajaran IPA menggunakan metode problem solving di SD”
menyimpulkan bahwa hasil observasi RPP siklus I 75% menjadi 89,28% pada siklus
ke II. Hasil observasi aspek guru pada siklus I 72,9% meningkat menjadi 89,6%
untuk siklus II. Sementara aspek siswa pada siklus I 72,9% meningkat menjadi 89,6%
untuk siklus II. Aspek belajar siswa pada siklus I rata-ratanya adaah 69,95 meningkat
menjadi 83 pada siklus II. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode problem
solving meningkatkan pembelajaran sains.
I Made Suardana dan Heru Agus Triwidjaja (2012) meneliti “Penerapan
model problem solving untuk meningkatkan pembelajaran IPA di kelas VI SDN
Bangelan

04

Kecamatan

Wonosari

Kabupaten

Malang”.

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa penerapan model problem solving berturut-turut dari siklus 1
dan siklus 2 memperoleh nilai 91.5 dan 94. Aktivitas belajar siswa dalam belajar IPA
meningkat ketika diterapkan model problem solving, pada siklus 1 dan siklus 2
memperoleh nilai rata-rata 76 dan 90. Hasil belajar siswa meningkat setelah
diterapkan model problem solving nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal siklus 1
yaitu 78 meningkat menjadi 92 pada siklus 2.
18

Hendriyanti, Gusmawati, dan Gusnetti (2013) meneliti “Peningkatan Hasil
Belajar Siswa Melalui Metode problem solving pada Pembelajaran IPA di Kelas IV
Negeri 01 Bandar Buat Kota Bandar Lampung”. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa: Pada hasil belajar siswa siklus I untuk aspek afektif diperoleh rata-rata 72,5.
Pada siklus II rata-rata meningkat menjadi 79,8. Aspek psikomotor pada siklus I
memperoleh rata-rata 73,4. Pada siklus II meningkat menjadi 82,8 dan aspek kognitif
juga meningkat, pada siklus I rata-rata nilai kognitif 71,2 dengan persentase
ketuntasan 42 %, meningkat pada siklus II menjadi 80,8 dengan persentase
ketuntasan 88%. Hasil pengamatan terlihat peningkatan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran. Oleh hal itu, dapat disimpulkan bahwa metode problem solving dapat
meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran IPA di kelas IV SD.

1.6.

Kerangka Berpikir
Dalam mengajarkan pelajaran IPA terutama materi sifat-sifat cahaya

dibutuhkan konsep dasar metode yang tepat dalam menyampaikan pelajaran tersebut.
Konsep metode yang dipilih harus sesuai dan cocok serta harus disesuaikan dengan
karakteri ilmu yang akan diajarkan dan karakteristik siswa. Sebab dalam pelajaran
IPA lebih menekankan pembelajaran yang menggunakan proses sains berdasarkan
rasa ingin tahu siswa dengan mengamati, mengeksplorasi, maupun memanipulasi
dalam proses belajar sehingga rasa ingin tahu, perhatian, minat, dan motivasi siswa
dalam belajar lebih tinggi. Dalam model pembelajaran konvensional/teacher centered
learning sudah dianggap biasa dan bahkan cenderung membuat siswa merasa bosan
dan kurang aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Melalui penggunaan
metode problem solving yang digunakan dalam penelitian ini khususnya pada materi
sifat-sifat cahaya peneliti berupaya meningkatkan hasil belajar siswa.

1.7.

Hipotesis tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan metode problem solving

dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas V SD Negeri
19

Trayu Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran
2014/2015.

20

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24