KEDUDUKAN DAN PERANAN USIA LANJUT DI DAL (1)
KEDUDUKAN DAN PERANAN USIA LANJUT DI DALAM DAN
LUAR GEREJA
(Kebutuhan Dewasa Lanjut dalam Pembinaan Orang Dewasa Lanjut)
Pendahuluan
Pada dasarnya lansia sering diabaikan oleh gereja dengan alasan
bahwa mereka sudah berada dalam lanjut usia maka peran dan kedudukannya
tidak begitu diharapkan di dalam gereja. Ini adalah permasalahan yang sering
di dapatkan di dalam gereja terhadap kedudukan dan peran lansia di dalam
dan luar gereja. Peranan dan kedudukan lansia ini sebenarnya dapat
membantu merubah pola pikir dan meningkatkan kuantitas gereja. The older
adult is they are vital human beings with gifts and abilities, still growing in
their understanding of life and its responsibilities (Gangel, 1983:226). Dalam
hal ini penulis memberikan penjelasan akan kedudukan dan peran lansia di
dalam dan luar gereja.
Defenisi Usia lanjut
Usia lanjut (lansia)1 adalah tahapan menuju penuaan dengan
melemahnya kondisi dan situasi jaringan penyusun tubuh dalam segi biologis
maupun dalam segi ekonomis. Menurut ilmu gerontologia (ilmu mengenai
usia lanjut)2, umur kronologis adalah umur yang dihitung dari jumlah tahun
yang sudah dilewati seseorang. Ini adalah umur yang umum kita kenal
misalnya 50 tahun, 60 tahun. Menurut Hurlock, bahwa lansia mempunyai
sejumlah karateristik, yaitu sebagai periode kemunduran; masa menghadapi
efek penuaan yang tengah terjadi; masa menghadapi penilaian orang lain
1 Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan danya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapaiusia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya,yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya,
tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengankondisi lingkunganya. Menurut WHO Lansia dapat dibagi
atas Middle aged antara 45-59 tahun, Elderly antara 60-74 tahun, Aged 75 tahun atau lebih.
Sementara itu,menurut Pathy (1985) Lansia dapat dikelompokkan atas Young elderly antara
65-75 tahun dan Old elderly 75 tahun keatas. Dalam penelitian mengenai “Hubungan
fungsi Keluarga DenganKualitas Hidup Lansia” menyatakan pada umumnya setelah orang
memasuki lansia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lainlain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi krang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadi
an lansia
(http://www.academia.edu/8603013/BAB_I_BAB_II_BAB_III_DAFTAR_PUSTAKA)
2 Menurut ilmu gerontologia (ilmu mengenai usia lanjut), setiap orang memiliki tiga
macam umur: umur secara kronologis, biologis, dan psikologis. a. Umur kronologis. Umur
yang dihitung dari jumlah tahun yang sudah dilewati seseorang. Ini adalah umur yang umum
kita kenal misalnya 50 tahun, 60 tahun, dan sebagainya. b. Umur biologis. Umur yang
ditentukan berdasarkan kondisi tubuh. Hal ini dapat terjadi jika seseorang menjadi tua karena
ia merasa tua.c. Umur psikologis. Umur yang diukur berdasarkan sejauh mana kemampuan
seseorang merasakan dan berindak. Hal ini bisa terjadi pada seorang yang sudah berusia 80
tahun tapi merasa lebih muda dari orang yang di bawah umurnya
(http://www.sabda.org/c3i/book/export/html/4830, di akses tanggal 21 Maret 2015).
mengenai ketuaan dan penuaan diri; sering dianggap sebagai kelompok
minoritas oleh masyarakat sehingga terabaikan; sebagai masa membutuhkan
perubahan peran sesuai dengan penurunan daya pada masa tua; selalu tidak
mudah dalam menyesuaikan diri dalam keluarga dan masyarakat; memiliki
keinginan yang kuat untuk kembali muda (Sidjabat, 2014: 75).
Peranan dan Kedudukan Usia Lanjut di Dalam Gereja
Peranan dan kedudukan lansia di dalam gereja tidak dapat dipisahkan
karena kedudukan lansia di dalam gereja mempengaruhi peranannya di dalam
gereja itu sendiri. Maka ada beberapa peranan dan kedudukan lansia di dalam
gereja adalah:
1. Lansia sebagai panutan,teladan, dan penasehat (Ayub 15:10, I Raja2
12:6,8)
Peranan dan kedudukan lansia di dalam hal ini adalah memberikan teladan
sebagai orangtua yang memiliki pengalaman jika dibandingkan dengan kaum
muda. Lansia yang memiliki pengalaman tentunya ia ingin berbagi kepada
kaum muda baik dalam pengalaman iman maupun pengalaman membina
keluarga. Sikap panutan, teladan, dan pemberi nasehat kelihatan dalam
aktivitas setiap hari dari lansia untuk mendidik dan mengarahkan kehidupan
kaum muda di dalam gereja. Panutan mencakup: karakter, dan spiritual
keagamaan.
2. Lansia sebagai partisipator di dalam gereja
Untuk meningkatkan pertumbuhan gereja maka partisipasi dari lansia
menjadi penyokong dalam membina hubungan kerja sama di dalam gereja.
Partisipasi ialah suatu faktor internal dalam pengajaran yang berpusat pada
kehidupan, tetapi maknanya lebih dalam daripada yang biasa dipahami dalam
pendidikan (Cully, 2012:109). Artinya bahwa lansia melakukan tindakan
mendidik bukan hanya sebagai teori tetapi ada praktek yang dilakukan di
dalam gereja. Nasehat, keteladanan dan panutan lansia merupakan pendidikan
non-formal bukan formal. Partisipasi berarti keikutsertaan lansia secara
pribadi dalam komunitas gereja yang ada, dapat digalakkan melalui teknikteknik yang telah dikembangkan di dalam gereja. Partisipasi ini lebih condong
ke dalam kerja sama dengan kelompok yang muda di dalam gereja dan
keikutsertaan lansia pada masa tuanya tidak pernah terlepas – tidak memiliki
keterbatasan dalam mengkomunikasikan – pemahamannya di dalam
lingkungan ia berada. Sebagai partisipator lansia menstransformasikan ilmu
yang dimiliki (baik dalam bentuk pengalaman maupun tindakan). Tujuannya
untuk menyatakan yang benar, dan tepat berdasarkan pengalamannya di luar
gereja maupun di dalam gereja.
Dengan demikian lansia telah menjadi partisipator mengembangkan
gereja, dan hal ini juga mempengaruhi kebutuhan lansia untuk “selalu
didengar” dalam berbagai situasi dan kondisi. Menurut teori Erikson, orang
yang berusia lanjut lebih menonjolkan integritas atau pengalaman pribadi
yang lebih mapan. Maklumlah pengalaman hidup mereka sudah panjang.
Maka lansia sangat penting dalam hal mengembangkan gereja karena dalam
melakukan tugasnya sabar dan bijaksana.
3. Lansia sebagai pengikat kesatuan
Di dalam gereja peran lansia kadangkala tidak begitu terlihat jelas akan
peranan dan kedudukannya secara nyata disebabkan karena kurangnya
perhatian gereja tidak terlalu fokus kepada lansia. Maka perlunya gereja
memperhatikan akan kehidupan lansia khususnya dalam “perhatian” untuk
mendukung penatalayanan gereja yang komprehensif. Sebenarnya, lansia
secara tidak sadar di dalam gereja sebagai pengikat kesatuan antara warga
jemaat karena lansia lebih dominan di dalam gereja. Lansia yang dominan
inilah menjadi sumber pengajaran teladan. Pengikat kesatuan berarti pengikat
hubungan kerja sama (saling menceritakan akan masalah hidup kepada
sesama lansia, saling berbagi info seputar pengalaman hidup, dan saling
memberikan dukungan dalam penataan masa depan khususnya di dalam
pembinaan spiritual dan ekonomi). Dalam hal rajin ke gereja juga mampu
membagikan waktu untuk Tuhan, dan hal inilah yang memberikan kesatuan di
dalam gereja sebab peranan mereka satu-persatu memperlihatkan secara tidak
langsung di kalangan muda bahwa “inilah kami” agar kalangan muda dapat
belajar dari rasa kesatuan di dalam komunitas gereja. Walaupun demikian
maka tetap juga gereja terus membina iman (Maz.25:1-7, 71:1-24). Dengan
memperhatikan saran dari Pengkhotbah 12:1-14 akan pergumulan orang pada
masa tuanya (Sidjabat, 2014:165). Jadi, perlunya gereja menyadari kembali
akan peran dan tugas dari gereja. Dan gereja harus menghargai kaum lansia
sesuai dengan perintah dan tuntutan Alkitab dalam Efesus 6:1-2.
4. Peran dan kedudukan lansia sebagai subjek, bukan sebagai objek
Lansia lebih senang jika kehidupan mereka diutamakan dalam berbagai
aspek gerejawi bahkan peranan dan kedudukan mereka dapat memberikan
dampak bagi audiensnya.
Sebagian warga lansia ingin diperlakukan sebagai objek. Mereka
mendengar dan mengaminkan khotbah atau renungan pendeta atau pembina.
Sebagian lainnya mengajukan pertanyaan dan ingin berdiskusi. Mereka ingin
berperan sebagai subjek dalam kegiatan pembinaan karena mereka ingin diaktifkan,
metode dialog dan diskusi kelompok lebih tepat dikembangkan. Para lansia yang ikut
dalam kelompok pembinaan harus diberanikan atau dibantu pula untuk menyatakan
pemahaman dan perasaannya. “Maksud pertanyaan Bapa tadi adalah..”, demikian
misalnya pendeta memberikan pertolongan. Kemudian, jawaban pun diberikan
(Sidjabat, 2014 171).
Jadi, hal inilah yang sangat dinanti-nantikan oleh lansia khususnya
dalam pembinaan kebutuhan mereka, dan peningkatan terhadap pemahaman
akan Alkitab.
5. Peranan dan kedudukan lansia sebagai Manusia yang Potensial3
Lansia secara menyeluruh mereka memberi kemampuan dan pengalaman
profesional yang langka untuk didayagunakan dalam gereja. Artinya bahwa
dalam sepanjang perjalanan hidup lansia memiliki profesi yang berpotensi di
dalam setiap bidangnya. Hal inilah yang perlu diperhatikan di dalam gereja
dengan tidak mengabaikan peranan lansia untuk terus berkreatifitas dan
mengembangkan profesi yang ada. Walaupun di sisi lain bahwa penurunan
kekuatan fisik telah menurun. Solusinya adalah gereja harus menempatkan
lansia sebagai pribadi yang memiliki potensi di dalam pengalaman dan gereja
sehingga kedudukan lansia dihargai dan tempatkan sebagai teladan. Gereja4
harus menempatkan lansia sebagai sumber ilmu yang baru dalam
pengembangan kebutuhan baik secara jasmani (kreatifitas-kreatifitas, skill
dalam bidangnya yang diemban pada masa mudanya) maupun dalam rohani
(pengalaman iman). Permasalahan sering terjadi kurangnya dukungan dari
pihak gereja sehingga lansia ini mengalami tekanan dalam diri karena merasa
tidak dihargai dalam skill atau profesi yang ada di dalam dirinya.
6. Gereja ada karena Lansia
Eksistensi gereja terus berkembang. Pada dasarnya bahwa gereja berdiri
karena adanya warga gereja (muda – anak, remaja, dan dewasa) tetapi dengan
perkembangan zaman, usia lansia yang dulu masih muda tentu sekarang
sudah tua, sebab pertambahan umur. Artinya bahwa lansia adalah memiliki
peranan yang aktif dan berkesinambungan di dalam gereja. Gereja harus
3Dalam buku yang berjudul “Ajarlah mereka melakukan” kumpulan karangan seputar
Pendidikan Agama Kristen. Penyuting Dr. Andar Ismail.
4 Yesus Kristus adalah kepala gereja. Sifat organis dari gereja dapat dipahami dari suatu
pandangan kuno tentang gereja sebagai suatu tubuh yang kepalanya adalah Kristus sendiri.
Gereja tidak dapat hadir, apalagi berfungsi, tanpa Dia. Antara kepala dan tubuh tak mungkin
ada dikotomi. Kristus dan gereja adalah satu, karena Kristus hidup di dalam gereja-Nya
(Cully, 2012:29)
mengerti akan peranan besar dari lansia di dalam gereja (apalagi kalau lansia
pernah menjadi ketua majelis, penatua, atau pernah menjadi pendeta maka tiba
saat pensiunnya), mereka inilah yang terus menjadi penyokong yang kuat di
dalam gereja. Jadi, Allah yang mengaruniakan usia lanjut pada seseorang
bukanlah untuk kesia-siaan. Itulah sebabnya pemazmur mengatakan dalam
doanya: “Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai
sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib, juga masa tuaku dan
putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku
memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua
orang yang akan datang (Maz.71:17-18). Hal ini tampak lebih jelas lagi
dengan adanya istilah ‘penatua/presbyteros5’ dan ‘tua-tua’ yang dipakai dalam
Alkitab, untuk menunjuk pada kedudukan pimpinan yang wibawanya diakui
(Ismail, 2010:221-222).
Kedudukan dan Peranan Usia Lanjut di Luar Gereja
Selain kedudukan dan peranan lansia di dalam gereja, lansia juga
memiliki kedudukan dan peranan di luar gereja. Kedudukan dan peranan
inilah yang memberikan deskripsi akan kehidupan lansia di luar gereja (life
older adults out church) sehingga tercermin di luar gereja hidup dari lansia.
Ada beberapa kedudukan dan peranan lansia di luar gereja adalah:
1. Dalam Keluarga6
Menurut Thompson bahwa keluarga Kristen tempat-tempat
pembentukan yang istimewa di dalam Kristus, dan sesungguhnya para
keluarga tersebut merupakan tempat pembentukan primer bagi iman, dan
5 Paulus hanya menyebut dua kelompok pejabat yang berbeda di dalam pembukaan
suratnya kepada jemaat di Filipi: “penilik jemaat dan diaken” Lima puluh tahun setelah
Paulus menulis surat ini, Polykarpus (7-155), murid rasul Yohanes, menulis surat penting
kepada jemaat Filipi yang di dalamnya juga mengacu pada para pejabat di gereja itu (Strauch,
2008:52-53)
6 Keluarga sebagai miniatur gereja (Thompson, 2012:16)
juga merupakan konteks yang berarti bagi kesinambungan pertumbuhan
rohani dewasa (Thompson, 2012: 12). Artinya bahwa sebelum lansia
menjadi lansia tentunya terlebih dahulu “ia” dididik dalam sebuah
keluarga. Maka dalam keluarga kedudukan dan peranannya, yaitu:
a. Lansia sebagai Motivator dalam keluarga
Artinya bahwa lansia memiliki tanggungjawab dalam mengarahkan
kehidupan anak-anaknya yang sudah berkeluarga. Tujuannya agar
keluarga dapat belajar dari pengalaman lansia tentang sistem pengaturan
kehidupan berumah tangga yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka
lansia sebagai motivator dalam berbagai aspek keluarga, misalkan dalam
manajemen keuangan, pengaturan sistem kerja yang baik, ketegasan dalam
mendidik anak-anak, dan membina keluarga yang harmonis.
b. Lansia sebagai penasehat
Artinya bahwa karena lansia telah lebih dulu “tahu” akan pengalaman
hidup maka cenderung bersifat mengatur – otoriter – di dalam keluarga.
Nasehat seringkali merupakan nasehat berkepanjangan jika dilihat dan
dinilai salah tindakan kedua anaknya dalam membina keluarga.
c. Cenderung mau “aktif” dan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga
Artinya bahwa lansia untuk memenuhi hasratnya dengan profesi yang
dimiliki selalu ingin diterapkan dalam keluarga. Jika profesi yang dimiliki
tidak tersalurkan maka lansia kemungkinan mengalami depresi, nafsu
makan berkurang karena tidak ada yang mau mendengarkan dia dalam
berbicara maupun menghargai pekerjaan yang dilakukannya. Akibatnya
keluarga khawatir akan kesehatan dan biaya jika megalami sakit. Keluarga
sebenarnya tidak menginginkan lansia dalam beraktivitas lebih, artinya
lansia butuh istirahat secukupnya.
2. Masyarakat
Kedudukan lansia di dalam masyarakat biasanya tergantung dalam
satu kultural masyarakat. Ada memang yang “dituakan” dan ada juga yang
dianggap memiliki peran dan kedudukannya diabaikan (lansia dipandang
lemah dalam segala segi baik dari fisik maupun dalam intelektual dalam
mengikuti globalisasi).
3. Bangsa dan Negara
Tercantum dalam UU RI NO.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia (lansia) pada pasal 6 bahwa:
1. Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
2. Selain kewajiban yang dimaksud pada ayat 1 sesuai peran dan
fungsinya. Lanjut usia juga berkewajiban: Pertama, membimbing dan
memberi nasehat secara arif berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya. Kedua, mengamalkan dan mentransformasikan ilmu
pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan pengalaman
yang dimilikinya kepada generasi penerus. Ketiga, memberikan
keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi penerus.7
Pembinaan Usia Lanjut
Sebagai lansia tentunya harus terus dilakukan pembinaan dalam
kehidupannya setiap harinya. Tujuannya pembinaan untuk memudahkan,
menolong, dan memberikan kenyamanan lansia di masa tuanya. Ada beberapa
beberapa prinsip pembinaan adalah:
1. Orang dewasa lanjut tetap membutuhkan pembinaan iman.
Gereja dapat mengembangkan bahan pengajaran Alkitab khususnya dalam
II Korintus 5:1-10. Akan tetapi, dibalik semua itu Allah telah menyediakan
“tempat kediaman kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”. Dan Titus
2:1-5 ditegaskan oleh Rasul Paulus kepada Titus bahwa laki-laki dan
7 www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp, diakses tanggal 21 Maret 2015.
perempuan tua, sebagai orang-orang berdosa yang kemudian beriman kepada
Yesus Kristus, sama-sama membutuhkan pembinaan. Teapanya ditegaskan
“Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat: lakilaki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam
iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Demikian juga perempuanperempuan tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang yang beribadah,
jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan
hal-hal baik” (Sidjabat, 2014:166-167).
2. Bahan-bahan pengajaran harus relevan
Dengan peningkatan kebutuhan lansia terhadap pengenalan akan Tuhan
lebih pribadi (owneed faith) dan termasuk jaminan hidup yang kekal;
tanggung jawab terhadap diri sendiri (menghadapi masa tua dengan kreatif);
tanggung jawab terhadap keluarga (termasuk anak dan menantu); tanggung
jawat terhadap gereja (warga jemaat) dan masyarakat.
3. Pendekatan dan pelayanan terhadap kelompok lansia perlu dikembangkan
secara kreatif dengan memperhatikan perubahan sikap mental mereka
dalam beberapa aspek, yaitu mereka belajar lebih berhati-hati (butuh
waktu lama dalam menghubungkan gagasan mereka dengan waktu dengan
pangalaman); terjadi penurunan kemampuan dalam memberikan
argumentasi karena sikap hati-hati; daya ingat terhadap hal-hal yang baru
dipelajari terus berkurang, tetapi dalam hal-hal yang lama bertahan;
4. Membina orang dewasa lansia mencakup pemenuhan layanan bagi
kebutuhan fisik dan psikologis serta kesehatan. Misalkan dalam kebutuhan
fisik, harus diperhatikan temperatur, sirkulasi udara dalam ruangan (gereja
dan rumah) di mana lansia berada, peralatan rumah tangga yang sesuai,
tingkat polusi dan kegaduhan yang dikontrol, serta fasilitas ruangan untuk
melakukan kegiatan. Kebutuhan psikologis mencakup ruangan pribadi
juga sarana rekreasi melalui TV dan sarana olahraga yang tempat, tempat
penyimpanan barang secara pribadi, kunjungan dari saudara-saudara dan
perhatian, serta sarana transportasi. Kebutuhan kesehatan mencakup
makanan sehat dan bergizi, pertolongan mengatur waktu tidur dan
olahraga dan pelaksanaan chek-up yang teratur. (Sidjabat, 2014: 172)
5. Pembinaan dan peranan dari gereja
Tugas gereja juga memperhatikan kebutuhan lansia dalam segi:
1. Kunjungan. Kunjungan merupakan tindakan aktif dari gereja untuk
memperhatikan lansia pada masa tuanya. Kunjungan membantu lansia
untuk lebih aktif dalam organisasi gereja seperti dalam persekutuan,
dan doa. Gereja harus memberikan perhatian agar pertumbuhan
imannya berkembang dan tidak mengalami stagnasi.
2. Melibatkan dalam satu organisasi. Lansia cenderung lebih menyukai
jika gereja mempercayakan satu tanggung jawab kepada lansia,
walaupun tidak sepenuhnya mampu untuk melaksanakan karena
kelemahan fisik.
3. Memperhatikan kebutuhan jasmani. Hal ini gereja ikut berpartisipasi
dalam memberikan dukungan kepada lansia. Memperhatikan
kebutuhan, gereja harus membantu dalam bagian kesehatan seperti
pemberian obat gratis, dan pakaian. Khusus bagi yang menderita
penyakit dan memerlukan obat medis.
4. Mendoakan. Gereja harus tetap mendoakan lansia agar agar lansia
merasakan perhatian gereja melalui kunjungan dan dukungan dalam
kebutuhan lansia.
5. Memberikan motivasi dalam menjaga kedamaian, mendukung panti
jompo dan memberikan dukungan dalam pembiayaan hidup lansia
yang tidak mampu.
Jadi, selain keluarga maka gereja juga harus mempehatikan kebutuhan dari
lansia pada masa tuanya. Hal ini mencerminkan pelayanan gereja dan
keikutsertaan lansia dalam organisasi sebagai pribadi yang dihargai oleh
gereja.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dari “Kedudukan Dan Peranan Usia Lanjut Di
Dalam dan Luar Gereja (kebutuhan dewasa lanjut dalam pembinaan orang
dewasa lanjut)” Maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dan peranan
lansia (lanjut usia) sangat penting di dalam gereja. Gereja harus
memperhatikan lansia sebagai satu oknum yang mampu menyokong
kekokohan gereja karena lansia tentunya memiliki saran-saran, kritikan dan
tanggapan yang mampu memberikan dukungan agar gereja lebih baik lagi.
Penulis memberikan satu masukan bahwa lansia bukan sekedar lansia
yang tua tetapi lansia adalah lansia yang tua tetapi sekaligus memberikan
dampak di dalam gereja maupun keluarga. Gereja harus memperhatikan lansia
dalam segi dan kondisi apapun karena itulah gereja mulai dari sekarang harus
memberikan support dalam mengembangkan pertumbuhan iman, kesehatan
dan keakraban dalam satu kesatuan yang utuh. Sebab lansia juga ciptaan
Tuhan.
Lansia membutuhkan pembinaan secara spiritual karena bisa saja
lansia bergumul dalam permasalahan hidup yang sedang dialami baik dari
perubahan bentuk fisik, mental dan kekuatan yang sudah melemah.
Pembinaan inilah yang terus dikembangkan oleh gereja karena membina
lansia harus memiliki kesabaran dalam beberapa hal seperti sikap yang
kembali seperti “anak”. Jadi tanggung jawab gereja harus tetap memberikan
dukungan agar lansia tetap merasakan perhatian dari gereja karena lansia
butuh perhatian.
Berbagai kebutuhan lansia harus tetap dikerjakan oleh gereja karena
gereja mempunyai tanggung jawab yang harus dijalankan dalam membina dan
mengerti akan kebutuhan dari lansia itu sendiri. Lansia tidak semestinya
diabaikan, dicuekin, dipandang tak mampu tetapi gereja harus menilai bahwa
lansia mempunyai potensi dari segi pengalaman sebagai orangtua. Demikian
juga peranan keluarga dalam membina orangtua yang lansia harus tepat, rutin,
konkret dan memberikan, mencukupkna kebutuhan lansia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Culy, Iris V.
2012
Dinamika Pendidikan Kristen. Jakarta: BPK.Gunung Mulia
Gangel, Kenneth O.
2001
Membina Pemimpin Pendidikan Kristen. Malang: Gandum
Mas
Gangel, K.O., Wilhoit. J.S.
1983
The Christian Educakator’s Handbook on Adult Education.
Canada England.
Sidjabat, B.S.
2014
Pendewasaan Manusia Dewasa. Bandung: Kalam Hidup
Strauch, Aleksander.
2008
Diaken dalam Gereja Penguasa atau Pelayan? Yogyakart: Andi
Thompson, Marjorie L.
2012
Keluarga sebagai Pusat Pembentukan. Jakarta: BPK.Gunung
Mulia
Wuwungan, O.E.Ch.
2009
Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja. . Jakarta:
BPK.Gunung Mulia
Sumber Internet:
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp, diakses tanggal 21 Maret
2015.
http://www.sabda.org/c3i/book/export/html/4830, di akses tanggal 21 Maret
2015
http://www.academia.edu/8603013/BAB_I_BAB_II_BAB_III_DAFTAR_PU
STAKA
LUAR GEREJA
(Kebutuhan Dewasa Lanjut dalam Pembinaan Orang Dewasa Lanjut)
Pendahuluan
Pada dasarnya lansia sering diabaikan oleh gereja dengan alasan
bahwa mereka sudah berada dalam lanjut usia maka peran dan kedudukannya
tidak begitu diharapkan di dalam gereja. Ini adalah permasalahan yang sering
di dapatkan di dalam gereja terhadap kedudukan dan peran lansia di dalam
dan luar gereja. Peranan dan kedudukan lansia ini sebenarnya dapat
membantu merubah pola pikir dan meningkatkan kuantitas gereja. The older
adult is they are vital human beings with gifts and abilities, still growing in
their understanding of life and its responsibilities (Gangel, 1983:226). Dalam
hal ini penulis memberikan penjelasan akan kedudukan dan peran lansia di
dalam dan luar gereja.
Defenisi Usia lanjut
Usia lanjut (lansia)1 adalah tahapan menuju penuaan dengan
melemahnya kondisi dan situasi jaringan penyusun tubuh dalam segi biologis
maupun dalam segi ekonomis. Menurut ilmu gerontologia (ilmu mengenai
usia lanjut)2, umur kronologis adalah umur yang dihitung dari jumlah tahun
yang sudah dilewati seseorang. Ini adalah umur yang umum kita kenal
misalnya 50 tahun, 60 tahun. Menurut Hurlock, bahwa lansia mempunyai
sejumlah karateristik, yaitu sebagai periode kemunduran; masa menghadapi
efek penuaan yang tengah terjadi; masa menghadapi penilaian orang lain
1 Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan danya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapaiusia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya,yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya,
tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengankondisi lingkunganya. Menurut WHO Lansia dapat dibagi
atas Middle aged antara 45-59 tahun, Elderly antara 60-74 tahun, Aged 75 tahun atau lebih.
Sementara itu,menurut Pathy (1985) Lansia dapat dikelompokkan atas Young elderly antara
65-75 tahun dan Old elderly 75 tahun keatas. Dalam penelitian mengenai “Hubungan
fungsi Keluarga DenganKualitas Hidup Lansia” menyatakan pada umumnya setelah orang
memasuki lansia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lainlain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi krang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadi
an lansia
(http://www.academia.edu/8603013/BAB_I_BAB_II_BAB_III_DAFTAR_PUSTAKA)
2 Menurut ilmu gerontologia (ilmu mengenai usia lanjut), setiap orang memiliki tiga
macam umur: umur secara kronologis, biologis, dan psikologis. a. Umur kronologis. Umur
yang dihitung dari jumlah tahun yang sudah dilewati seseorang. Ini adalah umur yang umum
kita kenal misalnya 50 tahun, 60 tahun, dan sebagainya. b. Umur biologis. Umur yang
ditentukan berdasarkan kondisi tubuh. Hal ini dapat terjadi jika seseorang menjadi tua karena
ia merasa tua.c. Umur psikologis. Umur yang diukur berdasarkan sejauh mana kemampuan
seseorang merasakan dan berindak. Hal ini bisa terjadi pada seorang yang sudah berusia 80
tahun tapi merasa lebih muda dari orang yang di bawah umurnya
(http://www.sabda.org/c3i/book/export/html/4830, di akses tanggal 21 Maret 2015).
mengenai ketuaan dan penuaan diri; sering dianggap sebagai kelompok
minoritas oleh masyarakat sehingga terabaikan; sebagai masa membutuhkan
perubahan peran sesuai dengan penurunan daya pada masa tua; selalu tidak
mudah dalam menyesuaikan diri dalam keluarga dan masyarakat; memiliki
keinginan yang kuat untuk kembali muda (Sidjabat, 2014: 75).
Peranan dan Kedudukan Usia Lanjut di Dalam Gereja
Peranan dan kedudukan lansia di dalam gereja tidak dapat dipisahkan
karena kedudukan lansia di dalam gereja mempengaruhi peranannya di dalam
gereja itu sendiri. Maka ada beberapa peranan dan kedudukan lansia di dalam
gereja adalah:
1. Lansia sebagai panutan,teladan, dan penasehat (Ayub 15:10, I Raja2
12:6,8)
Peranan dan kedudukan lansia di dalam hal ini adalah memberikan teladan
sebagai orangtua yang memiliki pengalaman jika dibandingkan dengan kaum
muda. Lansia yang memiliki pengalaman tentunya ia ingin berbagi kepada
kaum muda baik dalam pengalaman iman maupun pengalaman membina
keluarga. Sikap panutan, teladan, dan pemberi nasehat kelihatan dalam
aktivitas setiap hari dari lansia untuk mendidik dan mengarahkan kehidupan
kaum muda di dalam gereja. Panutan mencakup: karakter, dan spiritual
keagamaan.
2. Lansia sebagai partisipator di dalam gereja
Untuk meningkatkan pertumbuhan gereja maka partisipasi dari lansia
menjadi penyokong dalam membina hubungan kerja sama di dalam gereja.
Partisipasi ialah suatu faktor internal dalam pengajaran yang berpusat pada
kehidupan, tetapi maknanya lebih dalam daripada yang biasa dipahami dalam
pendidikan (Cully, 2012:109). Artinya bahwa lansia melakukan tindakan
mendidik bukan hanya sebagai teori tetapi ada praktek yang dilakukan di
dalam gereja. Nasehat, keteladanan dan panutan lansia merupakan pendidikan
non-formal bukan formal. Partisipasi berarti keikutsertaan lansia secara
pribadi dalam komunitas gereja yang ada, dapat digalakkan melalui teknikteknik yang telah dikembangkan di dalam gereja. Partisipasi ini lebih condong
ke dalam kerja sama dengan kelompok yang muda di dalam gereja dan
keikutsertaan lansia pada masa tuanya tidak pernah terlepas – tidak memiliki
keterbatasan dalam mengkomunikasikan – pemahamannya di dalam
lingkungan ia berada. Sebagai partisipator lansia menstransformasikan ilmu
yang dimiliki (baik dalam bentuk pengalaman maupun tindakan). Tujuannya
untuk menyatakan yang benar, dan tepat berdasarkan pengalamannya di luar
gereja maupun di dalam gereja.
Dengan demikian lansia telah menjadi partisipator mengembangkan
gereja, dan hal ini juga mempengaruhi kebutuhan lansia untuk “selalu
didengar” dalam berbagai situasi dan kondisi. Menurut teori Erikson, orang
yang berusia lanjut lebih menonjolkan integritas atau pengalaman pribadi
yang lebih mapan. Maklumlah pengalaman hidup mereka sudah panjang.
Maka lansia sangat penting dalam hal mengembangkan gereja karena dalam
melakukan tugasnya sabar dan bijaksana.
3. Lansia sebagai pengikat kesatuan
Di dalam gereja peran lansia kadangkala tidak begitu terlihat jelas akan
peranan dan kedudukannya secara nyata disebabkan karena kurangnya
perhatian gereja tidak terlalu fokus kepada lansia. Maka perlunya gereja
memperhatikan akan kehidupan lansia khususnya dalam “perhatian” untuk
mendukung penatalayanan gereja yang komprehensif. Sebenarnya, lansia
secara tidak sadar di dalam gereja sebagai pengikat kesatuan antara warga
jemaat karena lansia lebih dominan di dalam gereja. Lansia yang dominan
inilah menjadi sumber pengajaran teladan. Pengikat kesatuan berarti pengikat
hubungan kerja sama (saling menceritakan akan masalah hidup kepada
sesama lansia, saling berbagi info seputar pengalaman hidup, dan saling
memberikan dukungan dalam penataan masa depan khususnya di dalam
pembinaan spiritual dan ekonomi). Dalam hal rajin ke gereja juga mampu
membagikan waktu untuk Tuhan, dan hal inilah yang memberikan kesatuan di
dalam gereja sebab peranan mereka satu-persatu memperlihatkan secara tidak
langsung di kalangan muda bahwa “inilah kami” agar kalangan muda dapat
belajar dari rasa kesatuan di dalam komunitas gereja. Walaupun demikian
maka tetap juga gereja terus membina iman (Maz.25:1-7, 71:1-24). Dengan
memperhatikan saran dari Pengkhotbah 12:1-14 akan pergumulan orang pada
masa tuanya (Sidjabat, 2014:165). Jadi, perlunya gereja menyadari kembali
akan peran dan tugas dari gereja. Dan gereja harus menghargai kaum lansia
sesuai dengan perintah dan tuntutan Alkitab dalam Efesus 6:1-2.
4. Peran dan kedudukan lansia sebagai subjek, bukan sebagai objek
Lansia lebih senang jika kehidupan mereka diutamakan dalam berbagai
aspek gerejawi bahkan peranan dan kedudukan mereka dapat memberikan
dampak bagi audiensnya.
Sebagian warga lansia ingin diperlakukan sebagai objek. Mereka
mendengar dan mengaminkan khotbah atau renungan pendeta atau pembina.
Sebagian lainnya mengajukan pertanyaan dan ingin berdiskusi. Mereka ingin
berperan sebagai subjek dalam kegiatan pembinaan karena mereka ingin diaktifkan,
metode dialog dan diskusi kelompok lebih tepat dikembangkan. Para lansia yang ikut
dalam kelompok pembinaan harus diberanikan atau dibantu pula untuk menyatakan
pemahaman dan perasaannya. “Maksud pertanyaan Bapa tadi adalah..”, demikian
misalnya pendeta memberikan pertolongan. Kemudian, jawaban pun diberikan
(Sidjabat, 2014 171).
Jadi, hal inilah yang sangat dinanti-nantikan oleh lansia khususnya
dalam pembinaan kebutuhan mereka, dan peningkatan terhadap pemahaman
akan Alkitab.
5. Peranan dan kedudukan lansia sebagai Manusia yang Potensial3
Lansia secara menyeluruh mereka memberi kemampuan dan pengalaman
profesional yang langka untuk didayagunakan dalam gereja. Artinya bahwa
dalam sepanjang perjalanan hidup lansia memiliki profesi yang berpotensi di
dalam setiap bidangnya. Hal inilah yang perlu diperhatikan di dalam gereja
dengan tidak mengabaikan peranan lansia untuk terus berkreatifitas dan
mengembangkan profesi yang ada. Walaupun di sisi lain bahwa penurunan
kekuatan fisik telah menurun. Solusinya adalah gereja harus menempatkan
lansia sebagai pribadi yang memiliki potensi di dalam pengalaman dan gereja
sehingga kedudukan lansia dihargai dan tempatkan sebagai teladan. Gereja4
harus menempatkan lansia sebagai sumber ilmu yang baru dalam
pengembangan kebutuhan baik secara jasmani (kreatifitas-kreatifitas, skill
dalam bidangnya yang diemban pada masa mudanya) maupun dalam rohani
(pengalaman iman). Permasalahan sering terjadi kurangnya dukungan dari
pihak gereja sehingga lansia ini mengalami tekanan dalam diri karena merasa
tidak dihargai dalam skill atau profesi yang ada di dalam dirinya.
6. Gereja ada karena Lansia
Eksistensi gereja terus berkembang. Pada dasarnya bahwa gereja berdiri
karena adanya warga gereja (muda – anak, remaja, dan dewasa) tetapi dengan
perkembangan zaman, usia lansia yang dulu masih muda tentu sekarang
sudah tua, sebab pertambahan umur. Artinya bahwa lansia adalah memiliki
peranan yang aktif dan berkesinambungan di dalam gereja. Gereja harus
3Dalam buku yang berjudul “Ajarlah mereka melakukan” kumpulan karangan seputar
Pendidikan Agama Kristen. Penyuting Dr. Andar Ismail.
4 Yesus Kristus adalah kepala gereja. Sifat organis dari gereja dapat dipahami dari suatu
pandangan kuno tentang gereja sebagai suatu tubuh yang kepalanya adalah Kristus sendiri.
Gereja tidak dapat hadir, apalagi berfungsi, tanpa Dia. Antara kepala dan tubuh tak mungkin
ada dikotomi. Kristus dan gereja adalah satu, karena Kristus hidup di dalam gereja-Nya
(Cully, 2012:29)
mengerti akan peranan besar dari lansia di dalam gereja (apalagi kalau lansia
pernah menjadi ketua majelis, penatua, atau pernah menjadi pendeta maka tiba
saat pensiunnya), mereka inilah yang terus menjadi penyokong yang kuat di
dalam gereja. Jadi, Allah yang mengaruniakan usia lanjut pada seseorang
bukanlah untuk kesia-siaan. Itulah sebabnya pemazmur mengatakan dalam
doanya: “Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai
sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib, juga masa tuaku dan
putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku
memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua
orang yang akan datang (Maz.71:17-18). Hal ini tampak lebih jelas lagi
dengan adanya istilah ‘penatua/presbyteros5’ dan ‘tua-tua’ yang dipakai dalam
Alkitab, untuk menunjuk pada kedudukan pimpinan yang wibawanya diakui
(Ismail, 2010:221-222).
Kedudukan dan Peranan Usia Lanjut di Luar Gereja
Selain kedudukan dan peranan lansia di dalam gereja, lansia juga
memiliki kedudukan dan peranan di luar gereja. Kedudukan dan peranan
inilah yang memberikan deskripsi akan kehidupan lansia di luar gereja (life
older adults out church) sehingga tercermin di luar gereja hidup dari lansia.
Ada beberapa kedudukan dan peranan lansia di luar gereja adalah:
1. Dalam Keluarga6
Menurut Thompson bahwa keluarga Kristen tempat-tempat
pembentukan yang istimewa di dalam Kristus, dan sesungguhnya para
keluarga tersebut merupakan tempat pembentukan primer bagi iman, dan
5 Paulus hanya menyebut dua kelompok pejabat yang berbeda di dalam pembukaan
suratnya kepada jemaat di Filipi: “penilik jemaat dan diaken” Lima puluh tahun setelah
Paulus menulis surat ini, Polykarpus (7-155), murid rasul Yohanes, menulis surat penting
kepada jemaat Filipi yang di dalamnya juga mengacu pada para pejabat di gereja itu (Strauch,
2008:52-53)
6 Keluarga sebagai miniatur gereja (Thompson, 2012:16)
juga merupakan konteks yang berarti bagi kesinambungan pertumbuhan
rohani dewasa (Thompson, 2012: 12). Artinya bahwa sebelum lansia
menjadi lansia tentunya terlebih dahulu “ia” dididik dalam sebuah
keluarga. Maka dalam keluarga kedudukan dan peranannya, yaitu:
a. Lansia sebagai Motivator dalam keluarga
Artinya bahwa lansia memiliki tanggungjawab dalam mengarahkan
kehidupan anak-anaknya yang sudah berkeluarga. Tujuannya agar
keluarga dapat belajar dari pengalaman lansia tentang sistem pengaturan
kehidupan berumah tangga yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka
lansia sebagai motivator dalam berbagai aspek keluarga, misalkan dalam
manajemen keuangan, pengaturan sistem kerja yang baik, ketegasan dalam
mendidik anak-anak, dan membina keluarga yang harmonis.
b. Lansia sebagai penasehat
Artinya bahwa karena lansia telah lebih dulu “tahu” akan pengalaman
hidup maka cenderung bersifat mengatur – otoriter – di dalam keluarga.
Nasehat seringkali merupakan nasehat berkepanjangan jika dilihat dan
dinilai salah tindakan kedua anaknya dalam membina keluarga.
c. Cenderung mau “aktif” dan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga
Artinya bahwa lansia untuk memenuhi hasratnya dengan profesi yang
dimiliki selalu ingin diterapkan dalam keluarga. Jika profesi yang dimiliki
tidak tersalurkan maka lansia kemungkinan mengalami depresi, nafsu
makan berkurang karena tidak ada yang mau mendengarkan dia dalam
berbicara maupun menghargai pekerjaan yang dilakukannya. Akibatnya
keluarga khawatir akan kesehatan dan biaya jika megalami sakit. Keluarga
sebenarnya tidak menginginkan lansia dalam beraktivitas lebih, artinya
lansia butuh istirahat secukupnya.
2. Masyarakat
Kedudukan lansia di dalam masyarakat biasanya tergantung dalam
satu kultural masyarakat. Ada memang yang “dituakan” dan ada juga yang
dianggap memiliki peran dan kedudukannya diabaikan (lansia dipandang
lemah dalam segala segi baik dari fisik maupun dalam intelektual dalam
mengikuti globalisasi).
3. Bangsa dan Negara
Tercantum dalam UU RI NO.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia (lansia) pada pasal 6 bahwa:
1. Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
2. Selain kewajiban yang dimaksud pada ayat 1 sesuai peran dan
fungsinya. Lanjut usia juga berkewajiban: Pertama, membimbing dan
memberi nasehat secara arif berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya. Kedua, mengamalkan dan mentransformasikan ilmu
pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan pengalaman
yang dimilikinya kepada generasi penerus. Ketiga, memberikan
keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi penerus.7
Pembinaan Usia Lanjut
Sebagai lansia tentunya harus terus dilakukan pembinaan dalam
kehidupannya setiap harinya. Tujuannya pembinaan untuk memudahkan,
menolong, dan memberikan kenyamanan lansia di masa tuanya. Ada beberapa
beberapa prinsip pembinaan adalah:
1. Orang dewasa lanjut tetap membutuhkan pembinaan iman.
Gereja dapat mengembangkan bahan pengajaran Alkitab khususnya dalam
II Korintus 5:1-10. Akan tetapi, dibalik semua itu Allah telah menyediakan
“tempat kediaman kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”. Dan Titus
2:1-5 ditegaskan oleh Rasul Paulus kepada Titus bahwa laki-laki dan
7 www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp, diakses tanggal 21 Maret 2015.
perempuan tua, sebagai orang-orang berdosa yang kemudian beriman kepada
Yesus Kristus, sama-sama membutuhkan pembinaan. Teapanya ditegaskan
“Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat: lakilaki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam
iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Demikian juga perempuanperempuan tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang yang beribadah,
jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan
hal-hal baik” (Sidjabat, 2014:166-167).
2. Bahan-bahan pengajaran harus relevan
Dengan peningkatan kebutuhan lansia terhadap pengenalan akan Tuhan
lebih pribadi (owneed faith) dan termasuk jaminan hidup yang kekal;
tanggung jawab terhadap diri sendiri (menghadapi masa tua dengan kreatif);
tanggung jawab terhadap keluarga (termasuk anak dan menantu); tanggung
jawat terhadap gereja (warga jemaat) dan masyarakat.
3. Pendekatan dan pelayanan terhadap kelompok lansia perlu dikembangkan
secara kreatif dengan memperhatikan perubahan sikap mental mereka
dalam beberapa aspek, yaitu mereka belajar lebih berhati-hati (butuh
waktu lama dalam menghubungkan gagasan mereka dengan waktu dengan
pangalaman); terjadi penurunan kemampuan dalam memberikan
argumentasi karena sikap hati-hati; daya ingat terhadap hal-hal yang baru
dipelajari terus berkurang, tetapi dalam hal-hal yang lama bertahan;
4. Membina orang dewasa lansia mencakup pemenuhan layanan bagi
kebutuhan fisik dan psikologis serta kesehatan. Misalkan dalam kebutuhan
fisik, harus diperhatikan temperatur, sirkulasi udara dalam ruangan (gereja
dan rumah) di mana lansia berada, peralatan rumah tangga yang sesuai,
tingkat polusi dan kegaduhan yang dikontrol, serta fasilitas ruangan untuk
melakukan kegiatan. Kebutuhan psikologis mencakup ruangan pribadi
juga sarana rekreasi melalui TV dan sarana olahraga yang tempat, tempat
penyimpanan barang secara pribadi, kunjungan dari saudara-saudara dan
perhatian, serta sarana transportasi. Kebutuhan kesehatan mencakup
makanan sehat dan bergizi, pertolongan mengatur waktu tidur dan
olahraga dan pelaksanaan chek-up yang teratur. (Sidjabat, 2014: 172)
5. Pembinaan dan peranan dari gereja
Tugas gereja juga memperhatikan kebutuhan lansia dalam segi:
1. Kunjungan. Kunjungan merupakan tindakan aktif dari gereja untuk
memperhatikan lansia pada masa tuanya. Kunjungan membantu lansia
untuk lebih aktif dalam organisasi gereja seperti dalam persekutuan,
dan doa. Gereja harus memberikan perhatian agar pertumbuhan
imannya berkembang dan tidak mengalami stagnasi.
2. Melibatkan dalam satu organisasi. Lansia cenderung lebih menyukai
jika gereja mempercayakan satu tanggung jawab kepada lansia,
walaupun tidak sepenuhnya mampu untuk melaksanakan karena
kelemahan fisik.
3. Memperhatikan kebutuhan jasmani. Hal ini gereja ikut berpartisipasi
dalam memberikan dukungan kepada lansia. Memperhatikan
kebutuhan, gereja harus membantu dalam bagian kesehatan seperti
pemberian obat gratis, dan pakaian. Khusus bagi yang menderita
penyakit dan memerlukan obat medis.
4. Mendoakan. Gereja harus tetap mendoakan lansia agar agar lansia
merasakan perhatian gereja melalui kunjungan dan dukungan dalam
kebutuhan lansia.
5. Memberikan motivasi dalam menjaga kedamaian, mendukung panti
jompo dan memberikan dukungan dalam pembiayaan hidup lansia
yang tidak mampu.
Jadi, selain keluarga maka gereja juga harus mempehatikan kebutuhan dari
lansia pada masa tuanya. Hal ini mencerminkan pelayanan gereja dan
keikutsertaan lansia dalam organisasi sebagai pribadi yang dihargai oleh
gereja.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dari “Kedudukan Dan Peranan Usia Lanjut Di
Dalam dan Luar Gereja (kebutuhan dewasa lanjut dalam pembinaan orang
dewasa lanjut)” Maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dan peranan
lansia (lanjut usia) sangat penting di dalam gereja. Gereja harus
memperhatikan lansia sebagai satu oknum yang mampu menyokong
kekokohan gereja karena lansia tentunya memiliki saran-saran, kritikan dan
tanggapan yang mampu memberikan dukungan agar gereja lebih baik lagi.
Penulis memberikan satu masukan bahwa lansia bukan sekedar lansia
yang tua tetapi lansia adalah lansia yang tua tetapi sekaligus memberikan
dampak di dalam gereja maupun keluarga. Gereja harus memperhatikan lansia
dalam segi dan kondisi apapun karena itulah gereja mulai dari sekarang harus
memberikan support dalam mengembangkan pertumbuhan iman, kesehatan
dan keakraban dalam satu kesatuan yang utuh. Sebab lansia juga ciptaan
Tuhan.
Lansia membutuhkan pembinaan secara spiritual karena bisa saja
lansia bergumul dalam permasalahan hidup yang sedang dialami baik dari
perubahan bentuk fisik, mental dan kekuatan yang sudah melemah.
Pembinaan inilah yang terus dikembangkan oleh gereja karena membina
lansia harus memiliki kesabaran dalam beberapa hal seperti sikap yang
kembali seperti “anak”. Jadi tanggung jawab gereja harus tetap memberikan
dukungan agar lansia tetap merasakan perhatian dari gereja karena lansia
butuh perhatian.
Berbagai kebutuhan lansia harus tetap dikerjakan oleh gereja karena
gereja mempunyai tanggung jawab yang harus dijalankan dalam membina dan
mengerti akan kebutuhan dari lansia itu sendiri. Lansia tidak semestinya
diabaikan, dicuekin, dipandang tak mampu tetapi gereja harus menilai bahwa
lansia mempunyai potensi dari segi pengalaman sebagai orangtua. Demikian
juga peranan keluarga dalam membina orangtua yang lansia harus tepat, rutin,
konkret dan memberikan, mencukupkna kebutuhan lansia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Culy, Iris V.
2012
Dinamika Pendidikan Kristen. Jakarta: BPK.Gunung Mulia
Gangel, Kenneth O.
2001
Membina Pemimpin Pendidikan Kristen. Malang: Gandum
Mas
Gangel, K.O., Wilhoit. J.S.
1983
The Christian Educakator’s Handbook on Adult Education.
Canada England.
Sidjabat, B.S.
2014
Pendewasaan Manusia Dewasa. Bandung: Kalam Hidup
Strauch, Aleksander.
2008
Diaken dalam Gereja Penguasa atau Pelayan? Yogyakart: Andi
Thompson, Marjorie L.
2012
Keluarga sebagai Pusat Pembentukan. Jakarta: BPK.Gunung
Mulia
Wuwungan, O.E.Ch.
2009
Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja. . Jakarta:
BPK.Gunung Mulia
Sumber Internet:
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp, diakses tanggal 21 Maret
2015.
http://www.sabda.org/c3i/book/export/html/4830, di akses tanggal 21 Maret
2015
http://www.academia.edu/8603013/BAB_I_BAB_II_BAB_III_DAFTAR_PU
STAKA