KASIH YANG BERTINDAK sebagai penerima

KASIH YANG BERTINDAK
Kebhinekaaan adalah sebuah keniscayaan, dan bukanlah sebuah halangan bagi
membangun ikatan persaudaraan sebagai satu bangsa dan negara Indonesia.
Orasi Kebangsaan pada 72 INDONESIA MERDEKA 17 Agustus 2017

Oleh: Ev. Sonny CS, MTh
Ki. Juru Pangon Jiwo – Guru Injil di Gereja Kasih Kristus Indonesia Purwokerto

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Matius 7:12 (TB)
Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan
mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat
terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat. Roma
13:9-10 (TB)

Pendahuluan
Ada sebuah pertanyaan berat bagi Plato, Socrates, dan Aristoteles, mengenai:
bagaimana menciptakan persatuan di dalam keberagaman/perbedaan – “unity in
diversity” ?. Pikiran mereka bekerja dengan keras untuk mewujudkannya, bahkan

terciptanya ide “uni-versity” adalah juga dari pemikiran mereka. Akan tetapi mereka
tetap belum dapat merumuskan bentuk dari rumus pasti guna menciptakan
persatuan di dalam keberagaman/perbedaan.
Sebagai bangsa Indonesia kita harus bersyukur kepada TUHAN Yang Maha Esa,
karena memberikan hikmat kepada para pendiri Negara kita tercinta ini, yang
menetapkan sebuah falsafah yang menjadi semboyan bagi INDONESIA, yaitu:
Bhineka Tunggal Ika, yang di ambil dari sebuah syair kuno “Kakawin [sajak]
Sutasoma, karya Mpu. Tantular, yang jika diterjemahkan per patah kata, kata
bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa
Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa
Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbedabeda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kakawin tersebut adalah sangat istimewa dikarenakan mengajarkan toleransi antara
umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5.
Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam
kebenaran.

KASIH YANG BERTINDAK
Didalam pelaksanaan Taurat, dibuatlah penjabaran sebanyak 613 MITSVOT ( terdiri
atas 248 ‫ מצו ת עשה‬- "MITSVOT 'ASEH" (perintah) dan 365 ‫מצו ת ל א תעשה‬"MITSVOT LO TA'ASEH" (larangan). Angka 248 merupakan jumlah tulang dalam
tubuh manusia, dan 365 adalah jumlah hari dalam satu tahun). Esensi dari 613
mistvot tersebut adalah mengatur bagaimana cara berhubungan dengan TUHAN
serta hubungan manusia dengan sesamanya dalam konteks "human sacredness".
Ke 613 mitsvot tersebut oleh penganut Judeo-Christian diajarkan terangkum dalam
satu frasa indah "KASIH", - Ke 248 perintah yang menggambar 248 tulang manusia,
diharapkan mengingatkan kita bahwa kehidupan manusia itu tidak dapat lepas dari
topangan akan ketaatanterhadap pelaksanaan perintah-perintah dalam hukumhukum TUHAN, sedangkan 365 larangan, diharapkan, manusia mengingat untuk

selalu waspada dan menjauhi dosa, melalui ketaatan terhadap larangan tersebut
dalam keseharian mereka.
Di dalam Matius 7:12, kata hukum Taurat menggunakan kata “nomos” sedangkan
kata kitab para nabi menggunakan kata “prophetes”, dan jika kita
membandingkannya dengan Roma 13:9-10 serta mencermatinya dengan baik-baik
maka kita dapat menemukan penjelasan yang lebih baik lagi tentang hubungan
ketiga ayat tersebut dalam konteks membangun perdamaian dunia kita ini. Ketiga
ayat tersebut menyatakan bahwa keseluruhan hukum yang ada di dalam Kitab Suci
atau Alkitab dapatlah disejajarkan dengan praktek “Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri” - agapao [v] plesion sou hos seautou [reflesi dari dirimu] yang
transliterasinya dapat kita parafrasakan sebagai berikut: sebuah tindakan kasih yang

nyata kepada sesama kita yang kita akui sebagai refleksi dari kita sendiri sebagai
sesama “being” manusia. Sehingga ita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa
keberagaman adalah bukan sebuah alasan yang dapat menghentikan kita untuk
saling mengasihi dan berbagi realitas akan kemanusiaan kita, - bukan sebaliknya
sebagaimana "konsep Hitler", yang merendahkan sesama manusia karena
berdasarkan perbedaan “ras” yang sebenarnya tidak pernah dapat dijadikan alasan
untuk membangun sebuah konflik bahkan saling membinasakan satu dengan yang
lainnya !.

KASIH DAN KERJA BERSAMA
Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 72, menggunakan slogan
“INDONESIA KERJA BERSAMA” yang merupakan harapan sekaligus tantangan
untuk menggugah kembali semangat kebersamaan dalam kebinekaan untuk
mewujudkan Indonesia yang gilang gemilang.
Kolose 3:14 (TB) Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat
yang mempersatukan dan menyempurnakan. Kasih yang di dalam bahasa aslinya
merupakan sebuah kata kerja aktif dan wajib dilaksanakan, dalam Kolose 3:14
dituliskan sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.
Pada bagian lain di dalam Perjanjian Baru dijabarkan mengenai karakteristik “kasih”,
yang pada realitasnya harus dipraktekan kepada sesama dan dengan semangat
“saling”
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak
bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala
sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir;
bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.1 Korintus 13:4-8
Parafrasa: Sudahkan kita saling sabar satu dengan yang lain - Sudahkah kita saling

murah hati satu dengan yang lain - Sudahkah kita saling tidak cemburu satu dengan
yang lain - Sudahkan kita saling menghargai satu dengan yang lain - Sudahkah kita
saling rendah hati satu dengan yang lain - Sudahkah kita saling bersikap sopan satu
dengan yang lain - Sudahkah kita tidak saling bersikap egois satu dengan yang lain Sudahkah kita saling ramah, memaafkan dan melepaskan kepahitan hati satu
dengan yang lain - Sudahkah kita saling mendukung dalam penegakan keadilan
satu dengan yang lain - Sudahkah kita saling mendukung dalam keberpihakan kita
kepada kebenaran dimana iya adalah iya dan tidak adalah tidak [saling dalam
kepastian hukum yang adil] - Sebab kasih itu adalah praktek “saling”, yang
merupakan wujud nyata bahwa kita adalah orang-orang yang memahami
kemanusiaan dan meyakini adanya TUHAN sang pemberi kasih dalam kehidupan
manusia.

Sebagai bangsa yang penuh dengan keberagaman kasih kepada sesama
merupakan solusi terbaik untuk mewujudkan slogan 72 tahun Indonesia merdeka.
Sebab tanpa kasih yang nyata maka untuk mewujudka kerja bersama dalam
kebhinekaan adalah sesuatu yang mustahil.

Penutup
Ketika Ibu Teresa menerima hadiah nobel, beliau ditanya "apa yang dapat kita
lakukan untuk mendorong perdamaian dunia?" Jawabnya, "Pulanglah dan kasihi

keluargamu." Dengan kata lain beliau menyatakan bahwa: “mulailah dari perkara
yang kecil untuk membangun dunia ini menjadi damai”, bahkan Budha pernah
mengatakan: Hatred does not cease by hatred, but only by love; this is the eternal
rule. (Kebencian tidak berhenti oleh kebencian, tetapi hanya dengan kasih, ini
adalah aturan yang kekal). Tidak ada hukum di dunia ini yang sanggup menentang
hukum “KASIH” yang memiliki kekuatan untuk menciptakan perdamaian, tetapi
banyak sekali orang yang mengaku dirinya “para intelektual religius pemilik
kasih” tetapi pada kenyataannya mereka tidak memiliki “Kasih”, bahkan cenderung
menjadi bodoh dengan menghakimi satu dengan yang lainnya karena sebuah istilah
“perbedaan”.
Kasih kepada sesama merupakan solusi terbaik untuk mewujudkan slogan 72 tahun
Indonesia merdeka. Kasih yang nyata adalah core value dalam semangat kerja
bersama dalam kebhinekaan, unntuk mewujudkan Indonesia yang gilang gemilang.
Amin.

Salam Perdamaian: Kita Indonesia – Indonesia itu Kita
Kerja Bersama untuk isi kemerdekaan Indonesia dengan bijaksana – MERDEKA !
TUHAN memberkati anda semua