TUGAS V EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN Jaring (1)

TUGAS V EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN
JARING-JARING SEBAB AKIBAT DAN KONSEP BLOOM

I

KELOMPOK 3
1. DESYCA RANTYANA

(P23133014007)

2. EVI NURFITRIA SARI

(P23133014010)

3. LYDIA OKTAVIANI

(P23133014023)

4. M. YOGA TRIDARMA

(P23133014031)


5. SALMAH NUR WAHIDAH

(P23133014039)

TINGKAT II-DIII
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp.
021.7397641, 7397643 Fax. 021.7397769

2015/2016
A. Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation)
Model ini menekankan bahwa suatu penyakit saling berkaitan satu
sama lain seperti jaring-jaring, sehingga untuk menghentikannya, dapat
dengan memutus salah satu rantai.
Dalam model jaring-jaring ini, penyakit terjadi karena hubungan yang
rumit dari berbagai faktor yang saling berkaitan, baik memperkuat
maupun melemahkan. Dalam model ini tidak dikenal penyebab utama
atau tunggal. Dalam kondisi bagaimanapun, penyakit terjadi karena

rangkaian sebab musabab yang panjang.
Model ini diperkenalkan oleh Mc Mahon. Model ini menerangkan
bahwa sebab sesuatu penyakit saling berkaitan satu sama lain seperti
sebuah jaring laba -laba. Sehingga, untuk menghentikan penyakit ini,
cukup dengan memutus satu rantainya saja. Pada model ini juga terdapat
faktor yang lebih dominan daripada faktor lainnya. Contohnya, angka
kematian ibu saat melahirkan. Bisa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
pendidikan ibu yang rendah, gizi yang kurang, kemiskinan, keadaan politik
dan ekonomi yang tidak stabil, kurangnya sarana dan prasarana dan
banyak lagi faktor lainnya yang sebenarnya saling berkaitan satu sama
lain.
Intinya efek tidak pernah bergantung hanya pada satu penyebab,
tetapi berkembang menjadi sebuah rantai penyebab dimana masingmasing merupakan hasil dari kompleks agen terdahulu.
Hakikat konsep ini adalah efek yang terjadi tidak tergantung kepada
penyebab-penyebab

yang

terpisah


secara

mandiri,

tetapi

lebih

merupakan perkembangan sebagai suatu akibat dari suatu rangkaian
sebab-akibat, dimana setiap hubungan itu sendiri hasil dari silsilah
(geneologi) yang mendahuluinya dan yang kompleks (complex geneology
of antecenden).

Berikut jaring - jaring sebab akibat terjadinya suatu penyakit :

Menurut model ini perubahan dari salah satu factor akan mengubuah
keseimbangan

antara


mereka

berkurangnya

penyakit

yang

yang

berakibat

bersangkutan. Suatu

bertambah

atau

penyakit


tidak

tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat
dari serangkaian proses “sebab dan akibat”. Dengan demikian maka
timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong
rantai pada berbagi titik. Misalnya, penyakit diare. Muncul akibat dari
konsumsi makanan yang kurang bersih atau karena makan tanpa mencuci
tangan

sebelumnya.

Selain

itu,

mungkin

juga

karena


adanya

permasalahan psikologisnya dan berefek pada penurunan motilitas usus
halus untuk melakukan tugasnya secara maksimal.

Contoh :

Dalam kasus terjadinya penyakit kulit pada para pemulung dan
keluarganya disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan
dengan

faktor

lainnya.

Kurangnya

kebijakan


dari

pemerintah

mengakibatkan lokasi TPA tidak sesuai dengan ketentuan teknis misalnya
terlalu dekat dengan pemukiman dan sumber air minum sehingga
keberadaan TPA justru makin mencemari lingkungan, dengan demikian
semakin mempertinggi kemungkinan tercemarnyaudara, tanah air dan
bahan makanan. Tenaga kesehatan yang tidak memadai menyebabkan
kurangnya

pelayanan

kesehatan

kepada

penderita

dan


kurangnya

penyuluhan kesehatankepada masyarakat sehingga masyarakat yang
berpendidikan rendah tidak memiliki wawasan tentang kesehatan pribadi,
akibatnya masyarakat kurang menjaga kesehatan pribadinya dan tidak
mengobati penyakit yang dideritanya. Tingkat pendidikan yang rendah
disebabkan karena kemiskinan sehingga tidak mampu membiayai biaya
pendidikan. Kemiskinan juga menyebabkan para keluarga miskin tidak
mampu membeli makanan bergizi yang penting bagi ketahanan tubuhnya.

Mereka juga tidak memiliki pekerjaan lain, tidak memiliki rumah dan
bekerja tanpa istirahat sehingga tingkat paparan terhadap sampah sangat
tinggi yang artinya semakin tinggi terpapar kuman penyakit. Penularan
penyakit juga terjadi karena kontak dengan penderita lain. Dari jaringjaring tersebut, terjadinya penyakit kulit pada kelompok pemulung dapat
dikurang idengan cara memutus salah satu mata rantai sebab akibat, baik
dari kebijakan pemerintah maupun dari penderita sendiri.
B. Konsep H.L. Bloom
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan. Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara

fisik melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk
menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan
dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor
utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat
faktor

tersebut

terdiri

dari faktor

perilaku/gaya hidup (life style),faktor lingkungan (sosial, ekonomi,
politik,

budaya), faktor

kualitasnya)

dan faktor


pelayanan

kesehatan (jenis

genetik (keturunan)

cakupan

serta

merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan.

dan

keempatnya

Menurut Henrik L. Blum (1974) seperti dikutip Azwar (1983), terdapat
empat faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan yaitu
faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor

keturunan yang saling mempengaruhi.
1. Faktor perilaku masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang
peranan penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Hal ini
dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan
dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan
suatu

program

Sebagai

untuk

tenaga

menggerakan

motorik

tersebut

masyarakat

adalah

orang

menuju
yang

sehat.

memiliki

kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai
kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan
sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan
sehat.
Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti berolah raga,
tidur yang cukup, tidak

merokok,

dan tidak minum minuman

beralkohol. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang bagus dari
sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan
tubuh. Sekali-kali atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu yang
lebih lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan harian. Namun,
bagaimanapun juga sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu
keharusan agar benar-benar sehat. Tubuh kita memerlukan tidur yang
cukup, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu
untuk mempertahankan kesejahteraannya.
2. Faktor lingkungan

Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari
kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat
menjadi

sumber

berkembangnya

penyakit.

Hal

ini

jelas

membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan
sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan
tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan
menjadi tanggung jawab semua pihak, untuk itulah perlu kesadaran
dari semua pihak.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang
berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang
lain sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus
terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat
menimbulkan masalah kejiwaan.
3. Pelayanan kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan
masyarakat.

Pelayanan

kesehatan

yang

berkualitas

sangat

dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah
sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam
mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan terutama untuk
pelayanan

kesehatan

dasar

yang

memang

banyak

dibutuhkan

masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang
kesehatan

juga

harus

ditingkatkan.

Puskesmas

sebagai

garda

terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar
peranannya sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang
membutuhkan edukasi dan perawatan primer. Peranan Sarjana
Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki kompetensi di
bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun programprogram

kesehatan.

Utamanya

program-program

pencegahan

penyakit yang bersifat preventif sehingga masyarakat tidaka banyak
yang jatuh sakit. Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat
dicegah seperti diare, demam berdarah, malaria, dan penyakit
degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung koroner, stroke,

diabetes mellitus asalkan masyarakat paham dan melakukan nasehat
dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
4. faktor keturunan yang saling mempengaruhi (genetik)
Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya.
Oleh sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda
kita agar mereka mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi
dalam

membangun

memperhatikan

bangsanya.

status

gizi

balita

Dalam
sebab

hal

ini

pada

kita

harus

masa

inilah

perkembangan otak anak yang menjadi aset kita dimasa mendatang.
Namun masih banyak saja anak Indonesia yang status gizinya kurang
bahkan buruk padahal potensi alam Indonesia cukup mendukung.
Oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan
peningkatan status gizi masyarakat masih tetap diperlukan seperti
program posyandu yang biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW.
Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara dini
status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Ilustrasi konsep Blum
Semua negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga
kesehatan warga negaranya. Untuk negara maju saat ini sudah fokus
pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sehingga asupan
makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan
melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialami
Indonesia sebagai negara agraris, segala regulasi pemerintah tentang
kesehatan

malah

fokus

pada

penanggulangan

kekurangan

gizi

masyarakatnya. Bahkan dilematisnya, banyak masyarakat kota yang
mengalami kekurangan gizi padahal dari hasil penelitian membuktikan
wilayah Indonesia potensial sebagai lahan pangan dan perternakan
karena wilayahnya yang luas
Seringkali

dalam

analisis

dengan topografi yang mendukung.
kesehatan,

pemerintah

kurang

mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public health)
sehingga kebijakan yang dibuat hanya dari sudut pandang kejadian sehatsakit.

Perilaku adalah resultan antarstimulus (faktor eksternal) dengan
respon (faktor internal)dalam subjek

atau orang yang berperilaku

tersebut. Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan
oelah faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang
menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Dalam
bidang perilaku kesehatan ada tiga teori yang sering menjadi acuan
dalam penelitian kesehatan.
1. Teori Lawrence Green
Ada dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku
(behavioral factor) dan faktor nonperilaku (non-behavioral factor).
Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh tiga faktor utama.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor
yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang,

antgara

lain

pengetahuan,

sikap,

keyakinan,

kepercayaan, nila-nilai, dan tradisi. Misalnya, seorang ibu mau
membawa anaknya ke posyandu karena tahu bahwa di posyandu
akan

dilakukan

penimbangan

anak

untuk

mengetahui

pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh imunisasai untuk
pencegahan

penyakit,

dan

sebagainya.

Tanpa

adanya

pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan
membawa anaknya ke posyandu.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku serta tindakan.
Yang dimaksud dengan faktor pemungkin dalah saran dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,
misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan
air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan
bergizi, uang dan sebagainya. Misalnya, sebuah keluarga yang
sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya
untuk menggunakan iar bersih, buang air besar di WC, makan
makanan yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga
tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua
maka dengan terpaksa buang air besar di kali atau kebun,

menggunakan

air

kali

untuk

keperluan

sehari-hari,

makan

seadany, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang,
meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperlaku sehat,
tetapi tidak melakukannya, seorang ibu hamil tahu manfaat
periksa hamil, dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan
bidan, tetapi dia tidak mau melakukan periksa hamil karena ibu
lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun
anaknya tetap sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku
sehhat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Karr
Mengidentisikasi adanya lima determinan perilaku yaitu :
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan
dengan objek atau stimulus di luar dirinya. Misalnya orang mau
membuat

jamban/WC

keluarga

di

rumahnya

apabila

dia

mempunyai niat untuk itu.
b. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support). Di
dalam

kehidupan

tersebut

seseorang

cenderung

di

memerlukan

masyarakat,
legitimasi

perilaku
dari

orang

masyarakat

sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak
memperoleh dukungan dari masyarakat, maka dia akan merasa
kurang atau tidak nyaman. Demikian pula untuk berperilaku sehat,
orang memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya, minimal
tidak mendapat gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.
c. Terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi-informasi
terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang. Misalnya,
sebuah keluarga mau ikut program keluarga berencana, apabila
keluarga

ini

memperoleh

penjelasan

yang

lengkap

tentang

keluarga berencana yaitu tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB
(alat-alat kontrasepsi yang tersedia), efek samping dari KB yang
d.

digunakan, dan sebagainya.
Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil
keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya
masih terbatas, terutama di pedesaan. Seorang istri dalam

pengambilan keputusan masih sangat tergantung pada suami.
Misalnya, untuk membawa anaknya yang sakit ke puskesmas
harus menunggu setelah suaminya pulang kerja. Demikian pula,
untuk periksa hamil, seorang istri harus memperoleh persetujuan
dari suami, dan kalu suami tidak setuju maka tidak akan ada
e.

pemeriksaan kehamilan.
Adanya kondisi atau

situasi

yang

memungkinkan

(action

situation). Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu
kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai
pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kempuan
yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat misalnya, jelas
sangat

tergantung

pada

kondisi

ekonomi

dari

orang

yang

bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak da masalah, tetapi
apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku
tesebut tidak akan terjadi.
3. Teori Perilaku menurut WHO
Ada empat determinan yaitu
a. Pemikiran dan perasaan (thought and feeling) yang merupakan
hasil pemikiran-pemikran dan perasaan-perasaan seseorang, atau
lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap
objek atau stimulasi, merupakan modal awal untuk bertindak atau
berperilaku. Misalnya, seorang ibu akan membawa anaknya ke
puskesmas

untuk

memperoleh

imunisasi,

akan

didasarkan

pertimbangan untung rugunya, manfaatnya, dan sumber daya
atau uangnya yang tersedia.
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang
dipercaya (personal references). Di dalam masyarakat, di mana
sikap

peternalistik

masih

kuat

maka

perubahan

perilaku

masyarakat tergantung dari perilaku acuan atau referensi yang
pada umunya dalah para tokoh masyarakat setempat. Misalnya,
orang

mau

mebangun

jamban

keluarga

kalau

para

tokoh

masyarakatnya sudah lebih dulu mempunyai jamban keluarga
c.

sendiri.
Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung
untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau

dibandingkan dengan teori Green, sumber daya ini dalah saba
dengan enabling factors (sarana dan prasarana atau fasilitas).
Misalnya, sebuah keluarga akan selalu menyediakan makanan
yang bergizi bagi anak-anaknya apabila mempunyai uang yang
cukup untuk memebeli makanan tersebut, dan orang mau
menggosok gigi menggunakan pasta gigi kalau mampu membeli
d.

sikat gigi dan sikat gigi.
Sosiobudaya (culture) yang merupakan faktor eksternal untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Sosiobudaya setempat biasanya
sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Hal ini dapat
kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia yang berbedabeda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya
yang berbeda-beda.

Kini makin disadari kesehatan dipengaruhi oleh determinan sosial
dan lingkungan, fisik, dan biologi. Ada sepuluh determinan sosial yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
1. Kesenjangan sosial
Masyarakat dengan kelas sosial ekonomi lemah, biasanya sangat
rentan dan beresiko terhadap penyakit, serta memiliki harapan hidup
yang rendah.
2. Stres
Stres merupaka keadaan psikologis/jiwa yang labil. Kegagalan
menanggulangi stres baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan di
lingkungan kerja akan mempengaruhi kesehatan seseorang.
3. Pengucilan sosial
Kehidupan di pengasingan atau perasaan terkucil

akan

menghasilkan perasaan tidak nyaman, tidak berharga, kehilangan
harga diri, akan mempengaruhi kesehatan fisik maupaun mental.
4. Kehidupan dini
Kesehatan masa dewasa ditentukan oleh kondisi kesehatan di awal
kehidupan. Pertumbuhan fisik yang lambat, serta dukungan emosi
yang kurang baik pada awal kehidupan akan memberikan dampak
pada kesehatan fisik, mental, dan kemampuan intelektual masa
dewasa.
5. Pekerjaan

Stres di tempat kerja meningkatkan resiko terhadap penyakit dan
kematian. Syarat-syarat kesehatan di tempat kerja akan membantu
meningkatnkan derajat kesehatan.
6. Pengangguran
Pekerjaan merupakan penopang
pekerjaan

yang

mantap

akan

biaya

kehidupan.

meningkatkan

Jaminan

kesehatan

dan

kesejahteraan bagi diri dan keluarganya.
7. Dukungan sosial
Hubungan sosial termasuk diantaranya adalah persahabatan serta
kekerabatan yang baik dalam keluarga dan juga di tempat kerja.
8. Penyalahgunaan napza
Pemakaian napza merupakan faktor memperburuk kondisi
kesehatan, keselamat dan kesejahteraan. Napza atau pemakaian
narkoba, alkohol, dan merokok akan memberika dampak buruk
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

9. Pangan
Ketersediaan pangan, pendayagunaan penghasilan keluarga untuk
pangan, serta cara makan berpengaruh terhadap kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat. Kekurangan gizi maupun kelebihan gizi
berdampak terhadap kesehatan dan penyakit.
10. Transportasi
Transportasi
yang
sehat,
mengurangi

waktu

berkendara,

meningkatkan aktivitas fisik yang memadai akan baik bagi kebugaran
dan kesehatan. Selain itu, mengurangi waktu berkendara dan jumlah
kendaraan akan mengurangi polusi pada manusia.
Di samping determinan-determinan tersebut, masih terdapat faktor
lain yang mempengaruhi atau menentukan terwujudnya kesehatan
seseorang, kelompok atau masyarakat. Determinan-determinan yang
menentukan atau mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok atau
masyarakat ini, dalam Piagam Otawa (Ottawa Charter ) disebut prasyarat
untuk

kesehatan

(prerequisites

for

health).

Piagam

Ottawa,

1986

mengidentifikasikan prasayarat untuk kesehatan ini dalam 9 faktor, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Perdamaian atau keamanan ( peace)
Tempat tinggal (shelter)
Pendidikan (education)
Makanan ( food )
Pendapatan (income)
Ekosistem yang stabil dan seimbang (a stable eco-sistem)
Sumber daya yang berkesinambungan (sustainable resources)
Keadilan sosial (social justice)
Pemerataan (equity)

Daftar Pustaka
http://anraeworld.blogspot.co.id/2011/10/konsep-dasar-timbulnyapenyakit.html
http://www.academia.edu/6023500/konsep_dasar_terjadinya_penyakit
http://apriliasakari.blogspot.co.id/2014/01/jaring-jaring-penyebab.html
https://wimee.wordpress.com/2011/06/20/teori-h-l-blum/
http://angelangeljs.blogspot.co.id/2013/05/determinan-sosial-yangberkaitan-dengan.html

Dokumen yang terkait

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan motivasi belajar dengan hasil belajar pendidikan agama islam siswa kelas V di sdn kedaung kaliangke 12 pagi

6 106 71

MAKALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

0 5 10

MAKALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

1 3 7

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

HUBUNGAN KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT KEBUGARAN JASMANI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 PONCOWARNO KALIREJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

10 138 52

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA METRO

15 107 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60