konsep dasar pemikiran pendidikan islam

Konsep dasar pemikiran pendidikan islam
tugas ini disusun untuk memenuhi tugas akhir
mata kuliah Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Machnunah Ani Zulfah M.Pd.I

Oleh : Kelompok 1

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH
TAMBAKBERAS JOMBANG 2017

I. Kompetensi Mata Kuliah
No
1

Kompetensi Dasar
Memahami konsep tentang

Indikator kompetensi
menjelaskan pengertian pemikiran pendidikan


pemikiran pendidikan islam

islam
Menjelaskan pemikiran berprinsip filosofis
Menjelaskan pemikiran berprinsip hipotesis dan
teoritis
Menjelaskan pemikiran kearah pengembangan
dilalah tarbawiyah berdasarkan firman dan
karunia Allah

II. Rangkuman Materi
A. Pengertian Pemikiran Pendidikan Islam
Secara etimologi, pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” (dari
bahasa Arab ‫) فكر‬, yang berarti proses, cara, atau aktifitas memikir, yakni
menggunakan akal budi untuk memutuskan suatu masalah dengan
mempertimbangkan segala sesuatu secara bijaksana. Dengan kata lain,
pemikiran adalah upaya cerdas dari proses kerja akal dan kalbu untuk
melihat gejala dan berusaha mencari solusinya secara bijaksana (A.
Susanto, 2009: 2-3)

Sedangkan pendidikan merupakan sutau proses penyiapan generasi
muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya
secara lebih efektif dan efisien (Azra, 2002:3). Pendidikan tidak hanya
sebagai transfer of knowledge, melainkan transformasi nilai-nilai dan
pembentukan karakter dengan segala aspeknya. Sementara pengajaran
merupakan proses pengalihan ilmu pengetahuan daro seorang pengajar
(guru) kepada orang yang diajar (murid,
siswa, peserta didik).
Pendidikan adalah proses pembentukan
individu berdasarkan ajaran Islam untuk
mencapai derajat tinggi sehingga mampu
menunaikan tugas ke khalifahannya dan
berhasil mewujudkan kebahagiaan dunia dan
akhirat (Nata, 2010: 10). Jadi pendidikan
Islam lebih luas cakupannya dan lebih luhur
tujuannya karena tidak hanya mencetak
manusia menjadi orang yang berpengetahuan

Pemikiran
pendidikan islam

merupakan
upaya cerdas
proses kerja akal
dan hati untuk
melihat realita
serta mencari

dan mampu menjalankan tugas kepemimpinan di dunia, namun juga
mencetak manusia menjadi hamba Allah yang berbahagia di sisi
Tuhannya (akhirat).
Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan sekuler (Barat) yang
hanya membentuk manusia-manusia yang pandai di bidangnya (spesialis)
dan menitik beratkan pada pencapaian kebahagiaan jasmani atau materiil
belaka dan tidak memperdulikan aspek moral, sehingga produknya
adalah manusia-manusia intelek namun tidak bermoral dan dengan

mudahnya mereka

menggunakan ilmu pengetahuan mereka demi


kepentingan individual semata, tidak demi kemaslahatan umat.
Pendidikan Islam lebih mengarahkan manusia untuk meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat secara seimbang,
tahu bagaimana berakhlak yang baik
Prinsip filosofis, prinsip hipotesis

terhadap Allah sebagai Penciptanya,

dan prinsip teoritis memiliki teori

terhadap sesame manusia maupun

terkait dengan derajat
karakteristik dan fungsi yang

makhluk Tuhan yang diglainnya.
Secara terminologi, pemikiran

berbeda, namun ketiganya saling


pendidikan Islam adalah serangkaian

berhubungan dan aplikatif dalam

proses kerja akal dan kalbu yang

sebuah pemikiran ilmiah.

dilaksanakan secara serius dalam
melihat berbagai masalah yang ada

dalam pendidikan Islam dan berusaha untuk membangun paradigma
pendidikan yang mampu menjadi wahana bagi pembinaan dan
pengembangan peserta didik secara paripurna (A. Susanto, 2009: 3-4).
Jadi lewat pendekatan ini diharapkan pendidikan Islam mampu
menghantarkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya, bukan hanya
cerdas dan berilmu, melainkan juga berakhlakul karimah.
B. Prinsip-prinsip Pemikiran Pendidikan Islam
1. Pemikiran Pendidikan Islam Berprinsip Filosofis
Pemikiran filosofis pendidikan Islam dapat kita lihat dari pola

pemikiran Islam yang berkembang di dunia saat ini, terutama dalam
menjawab berbagai tantangan dan perubahan yang selalu terjadi dan
akan terjadi pada era modernitas. Ciri-ciri dari berfikir kefilsafatan
diantaranya :
a) Radikal, sampai keakarnya
b) Universal, pengalaman umum atau menyeluruh
c) Konseptual, adanya/timbul konsep baru
d) Koheren, berkaitan atau sesuai dengan kaidah berfikir
e) Konsisten, tidak berubah-ubah
f) Sistematis
g) Secara bebas, namun tetap bertumpu pada ilmu
h) Pemikiran yang bertanggung jawab
i) Komprehensif, tidak ada bagian lagi
Ada empat model pemikiran keislamaman menurut Abdullah
(1996) yang dikutip oleh Muhaimin, yaitu :

a) Tekstualis Salafi
Aliran ini berusaha untuk memahami ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah dan
melepaskan diri dari atau kurang memperhatikan konteks

dinamika pergumulan masyarakat muslim yang mengitarinya
baik pada era klasik ataupun modern. Masyarakat yang diidamidamkan adalah masyarakat salaf di era nabi Muhammad saw.
dan para sahabatnya. Landasan pemikiran aliran ini hanya ada
dua yaitu al-Quran dan al-Sunnah dan tanpa menggunakan
pendekatan keilmuan yang lain. Dalam menjawab berbagai
tantangan zaman, aliran ini hanya menggunakan al-Quran dan
al-Sunnah. Ini menunjukkan bahwa aliran ini lebih bersikap
regresif dan konservatif.
Jika kita lihat kepada pemikiran filsafat pendidikan, ada
dua tipe yang lebih dekat dengan aliran tekstualis salafi, yaitu
aliran pendidikan yang termasuk dalam kategori tradisional
(perennialism dan essentialism). Perennialism menghendaki
kembalinya kepada jiwa yang menguasai
abad pertengahan, sedangkan tekstualis salafi
Tekstualis salafi yaitu
memahami ajaran
dan nilai-nilai yang
mendasar yang
terkandung dalam al
qur’an dan al hadits


menghendaki agar kembali ke masyarakat
salaf (era Nabi dan sahabat). Namun intinya,
kedua

aliran

Adapaun

ini

sama-sama

essentialism

regresif.

menghendaki

pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai

yang tinggi, yang hakiki kedudukannya
dalam kebudayaan, dan nilai-nilai ini sampai

kepada manusia tentunya telah teruji oleh waktu. Tektualis
Salafi menjunjung tinggi nilai-nilai salaf dan perlu dilestarikan
keberadaannya, karena masyarakat salaf dipandang sebagai
masyarakat yang ideal.

Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, aliran
ini menyajikan kajian tentang pendidikan secara manquli, yakni
memahami atau menafsirkan nas-nas tentang pendidikan dengan
nas yang lain, atau dengan mengambil pendapat sahabat. Aliran
ini berusaha membangun konsep pendidikan Islam melalui
kajian tekstual-lughawi atau berdasarkan kaidah-kaidah bahasa
Arab dalam memahami al-Quran, hadits Nabi, dan perkataan
sahabat, serta memperhatikan praktik pendidikan pada era salaf,
untuk selanjutnya berusaha mempertahankan dan melestarikan
nilai-nilai tersebut hingga saat ini. Dalam bangunan pemikiran
filsafat pendidikan Islam, model ini dapat dikategorikan sebagai
tipologi perenial-tekstualis salafi dan

sekaligus

esensial-tekstualis

salafi.

Untuk menyederhanakan model ini,
maka dapat kita sebut dengan istilah
perenial-esensial salafi.
Aliran ini dapat

kita

lihat

sebagaimana yang kita ketahui dari
sejarah bahwa ada golongan-golongan
yang hanya menggunakan al-Quran

Tradisional madhabi

adalah memahami
ajaran dan nilai-nilai
yang terkandung
dalam al – qur’an dan
al hadits melalui
bantuan khasanah
islam klasik

secara tekstual semata tanpa melihat
konteks. Padahal dalam pendidikan harus dilihat terlebih dahulu
apa yang dibutuhkan anak didik dan masyarakat secara umum.
b) Tradisionalis Madzhabi
Aliran ini berupaya memahami ajaran dan nilai mendasar
yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah melalui bantuan
khazanah

pemikiran

Islam

klasik,

namun

tidak

begitu

memperhatikan keadaan sosio-historis masyarakat setempat di
mana ia hidup di dalamnya. Hasil pemikiran para ulama
terdahulu dipandang sudah pasti tanpa melihat sisi historisnya.
Masyarakat ideal bagi aliran ini adalah masyarakat muslim era
klasik, di mana menganggap bahwa semua persoalan agama
telah dikupas tuntas oleh para ulama terdahulu. Mereka

bertumpu kepada ijtihad dalam menyelesaikan persoalanpersoalan

tentang

ketuhanan,

kemanusiaan,

dan

kemasyarakatan. Kitab kuning menjadi rujukan pokok aliran ini.
Aliran ini menonjolkan akan wataknya yang tradisional
dan madzhabi. Tradisional ditunjukkan dalam bentuk sikap, cara
berpikir, dan bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai,
norma, dan adat kebiasaan yang telah turun temurun dan tidak
mudah

terpengaruh

oleh

situasi

sosio

historis

dengan

berubahnya masyarakat dan zaman. Watak madzhabi dari aliran
ini diwujudkan dalam kecenderungannya mengikuti aliran,
pemahaman, atau doktrin yang dianggap sudah relatif mapan
pada masa sebelumnya.
Dengan ketradisionalan dan kemadzhabannya, aliran ini
dalam pengembangan pemikiran filsafat pendidikan Islam lebih
menekankan pada pemberian penjelasan dari materi-materi
pemikiran para pendahulunya tanpa adanya perubahan substansi
pemikiran pendahulunya. Pendidikan Islam dengan model ini
berupaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi, dan
budaya serta praktik sistem pendidikan terdahulu dari satu
generasi ke generasi berikutnya tanpa mempertimbangkan
konteks perkembangan zaman yang dihadapinya. Melihat
wataknya yang sedemikian itu, aliran ini juga lebih dekat
dengan perennialism dan essensialism, karena wataknya yang
masih regresif dan konservatif. Aliran ini disebut tipologi
perenial-esensial madzhabi.
Aliran ini membangun konsep pendidikan Islam melalui
kajian terhadap khazanah pemikiran Islam terdahulu, baik dalam
hal tujuan pendidikan, kurikulum, hubungan guru murid, metode
pendidikan, sampai kepada lingkungan pendidikan yang
dirumuskan.
Berbeda dengan aliran yang pertama, aliran ini lebih
menghargai hasil yang telah diciptakan oleh pendahulunya.
Karena aliran ini masih menganggap dan menggunakan sistem
pendidikan yang digunakan oleh masa sebelumnya dan hal itu

dirasa baik. Namun di sini masih ada sikap tertutup dari aliran
ini yang tidak menerima hal-hal yang baru, dan menurut hemat
penulis, sikap ini yang kurang bijak karena apapun di dunia ini
selalu berubah.
c) Modernis
Aliran
modernis

berupaya

memahami ajaran dan nilai dasar yang
Modernis yaitu
memahami ajaran
dan nilai-nilai
yang terkandung dalam
al qur’an dan al hadits dengan

terkandung dalam al-Quran dan alSunnah dengan melihat kepada kondisi
dan tantangan sosio-historis dan kultural
yang

dihadapi

masyarakat

muslim

kontemporer, tanpa mempertimbangkan
muatan-muatan

khazanah

mempertimbangkan
tatanan
kulturmasyarakat.

intelektual

muslim era klasik. Aliran ini lebih
cenderung untuk selalu maju memasuki
teknologi

modern. Aliran

ini

ingin

memahami al-Quran secara langsung dan
melompat ke dunia modern.
Aliran ini lebih cenderung seperti aliran progressivism
dalam aliran filsafat pendidikan, hal ini tercermin dari wataknya
yang ingin bebas dari bayang-bayang masa lalu dan modifikatif.
Dengan

wataknya

yang

demikian,

aliran

ini

tidak

berkepentingan untuk merujuk kepada pemikiran-pemikiran
terdahulu karena yang dahulu hanya cocok untuk masa lalu.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, sikap
bebas dan modifikatif ini tidak berarti kebebasan mutlak tanpa
adanya keterikatan. Pendidikan Islam yang modernis memiliki
sikap keterbukaan dan dinamis menuju ke arah yang lebih maju.
Untuk mencapai kemajuan tersebut diperlukan keterbukaan
untuk membaca teori orang lain, melalui

transformasi,

akomodasi, dan bahkan adopsi pemikiran dan temuan ilmu
pengetahuan serta teknologi dalam rangka memajukan sistem
pendidikan Islam.

Praktik seperti ini banyak kita temukan pada era ini
terutama di lembaga pendidikan Islam modern. Dalam
pendidikannya telah banyak menggunakan peralatan-peralatan
modern dan juga menggunakan metode-metode yang berasal
dari luar, namun hal ini tidak membuatnya kehilangan tujuan
utama dari pendidikan Islam tersebut.
d) Neo-Modernis
Aliran pemikiran ini berupaya untuk memahami ajaran
dan nilai dasar yang bersumber
Memahami ajaran dan nilai-nilai al qur’an
dan hadits dengan mengikutsertakan
khasanah kontekstual muslim dan tetap
melihat kultur masyarakat dan dibantu
dengan tekhnologi modern.

dari al-Quran dan al-Sunnah
dengan mengikutsertakan dan
mempertimbangkan khazanah
intelektual muslim klasik serta
mencermati

kesulitan

dan

kemudahan yang ditawarkan
dunia modern. Jadi aliran ini
selalu mempertimbangkan alQuran, al-Sunnah, khazanah
klasik, dan pendekatan-pendekatan keilmuan era modern. Maka
dari situlah terkenal ungkapan “memelihara hal-hal yang baik
yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang
lebih baik.”
Berdasarkan prinsip-prinsip yang dipakai dan melihat
akhir dari jargon di atas menunjukkan adanya sikap dinamis dan
progresif serta rekonstruktif walaupun tidak bersifat radikal.
Karean itulah, di dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan
Islam aliran ini dapat dikategorkan sebagai tipologi perenialesentialis kontekstual-falsifikatif.
Aliran ini dipandang sebagai aliran pembaruan yang
mencoba mengintegrasikan secara menyeluruh antara dasardasar Islam, khazanah keislaman klasik, dan hal-hal yang baru
dan baik. Ini merupakan upaya yang luar biasa dalam

pengembangan
2.

pendidikan

agama

Islam

yang

selalu

berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Pemikiran Pendidikan Islam Berprinsip Hipotesis dan Teoritis
a) Pemikiran Berprinsip Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo
artinya sebelum dan thesa artinya pernyataan atau pendapat.
Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu
diungkapkan

belum

diketahui

kebenarannya,

tetapi

memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Karena
hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah
kebenarannya. Kemudian para ahli menafsirkan arti hipotesis
adalah sebagai dugaan terhadap hubungan antara dua variabel
atau lebih (Kerlinger,1973:18 dan Tuckman,1982:5). Selanjutnya
Sudjana (1992:219) mengartikan hipotesis adalah asumsi atau
dugaan mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal
itu yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekannya. Atas
dasar defenisi diatas, sehingga
dapat diartikan bahwa hipotesis
adalah

jawaban

atau

dugaan

sementara yang harus diuji lagi
kebenarannya.
Adapun
hipotesis

definisi

merupakan

lain,
proposisi

Hipotesis merupakan pernyataan
sementara yang masih lemah
kebenarannya. Kemudian para ahli
menafsirkan arti hipotesis adalah
sebagai dugaan terhadap hubungan
antara dua variabel atau lebih
(Kerlinger,1973:18 dan
Tuckman,1982:5)

keilmuan yang dilandasi oleh
kerangka konseptual penelitian dengan penalaran deduksi dan
merupakan

jawaban

sementara

secara

teoritis

terhadap

permasalahan yang dihadapi, yang dapat diuji kebenarannya
berdasarkan

fakta

empiris.

Hipotesis

merupakan

dugaan

sementara yang selanjutnya diuji kebenarannya sesuai dengan
model dan analisis yang cocok. Hipotesis penelitian dirumuskan
atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara
atas masalah yang dirumuskan.
Manfaat dan karakteristik hipotesis penelitian

Hipotesis dalam suatu penelitian sangat penting untuk
memandu penelitian. Manfaatnya dapat dirinci sebagai berikut:
1) Memberikan tujuan yang
tegas bagi peneliti
2) Membantu
dalam
penelitian deskriptif tidak
memerlukan hipotesis.
Kalaupun ada hipotesis
dalam penelitian
deskripsi, sifatnya hanya
pertanyaan penelitian,
tidak perlu dirumuskan
dalam sebuah hipotesis
secara eksplisit

menentukan arah yang
harus ditempuh, dalam
pembatasan

ruang

lingkup

penelitian

dengan memilih faktafakta yang relevan.
3) Menghindarkan sesuatu
penelitian
terarah

yang
dan

tidak
tidak

bertujuan dan pengumpulan data yang mungkin ternyata tidak
ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan suatu
fenomena keagamaan tertentu yang terjadi di masyarakat.
Karena itu, .
Menurut Sugiyono, hipotesis yang baik memiliki beberapa
karakteristik, diantaranya:
1) Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri,
perbandingan keadaan variabel pada berbagai sampel, dan
merupakan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau
lebih
2) Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak
menimbulkan berbagai penafsiran
3) Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metodemetode ilmiah.
b) Pemikiran Berprinsip Teoritis
Suatu penelitian perlu mengkaji teori dan menjadikannya
landasan agar penelitian yang dilakukan tidak sekedar coba-coba.
Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan
proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara
sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga

dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Teori merupakan pokok penyataan mengenai sebab-akibat atau
adanaya hubungan positif antara gejala yang diteliti dari satu atau
beberapa faktor tertentu dalam masayarakat. Oleh sebab itu, pada
setiap penelitian teori-teori wajib diperlukan untuk mendukung
hipotesis yang dibuat.
Teori adalah alur logika atau
penalaran,

yang

merupakan

seperangkat konsep, definisi, dan
proposisi

yang

disusun

sistematis. Secara

umum,

secara
teori

mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk
menjelaskan

(explanation),

meramalkan

(predicton),

Teori adalah seperangkat
konstruk (konsep), definisi,
dan proposisi yang berfungsi
untuk melihat fenomena
secara sistematik, melalui
spesifikasi hubungan antar
variabel, sehingga dapat
berguna untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena

pengendalian (control) suatu gejala.
Menurut

Suryabrata,

dalam

memilih teori harus memperhatikan prinsip kemutakhiran
(recency) dan relevansi (relevance). Kecuali penelitian historis,
penelitian perlu menghindarkan menggunakan bacaan yang
sudah lama, karena sumber yang lama mungkin memuat teori
dan konsep yang sudah tidak berlaku lagi yang kebenarannya
sudah dibantah oleh teori yang lebih baru atau hasil penelitian
yang lebih kemudian. Prinsip relevansi maksudnya adalah bahwa
sumber teori haruslah relevan atauterkait dengan masalah yang
sedang digarap. Apabila suatu penelitian hendak menyelidiki
tentang sikap remaja terhadap tata tertib sekolah , maka haruslah
dilakukan kajian teori tentang sikap, remaja, dan tata tertib
sekolah, sebagai dasar pijkan penelian tersebut.
Jadi, untuk melakukan penelitian harus dilakukan dengan
melihat bangunan yang lebih dulu dibuat oleh generasi
pendahulu atau orang lain. Sehingga teori merupakan bangunan
atas fakta-fakta yang sudah diketahui sebelumnya. Atas dasar
pondasi teori tersebut, seorang peneliti berpartisipasi menyususn

pengetahuan di atasnya. Dapat disimpulkan bahwa teori
merupakan informasi yang diberikan oleh para pendahulu untuk
menjadi panduan dalam memahami realitas, baik fisik maupun
sosial. Dengan demikian, .
Gambaran
pikir
teori menempatkan dua
fungsi yaitu menjadi
sumber bagi hipotesis dan
memberikan petunjuk
dalam mengumpulkan data

dan

tentang

berbuat

pola
dalam

pelaksanaan pendidikan islam,
diperlukan kerangka berpikir
teoritis

yang

mengandung

konsep-konsep ilmiah tentang
kependidikan islam, disamping

konsep-konsep operasionalnya dalam masyarakat. Ada beberapa
alasan mengapa ilmu pendidikan diperlukan diantaranya :
1) Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia harus
melalui proses yang panjang, dalam proses pembentukannya
diperlukan perhitungan yang matang, kehati – hatian dan
teori yang tepat.
2) Pendidikan islam bersumber dari nilai-nilai ajaran islam
harus bisa menanamkan atau membentuk sifat hidup yang
dijiwai nilai-niai tersebut.
3) Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan oleh allah
dengan tujuan untuk menyejahterakan dan membahagiakan
hidup dan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat.
4) Ruang lingkup pendidikan islam mencakup segala bidang
kehidupan manusia di dunia, oleh karena itu pembentukan
sikap dan nilai-nilai islamiah dalam pribadi manusia
dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan atas
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan kependidikan.
5) Teori-teori, hipotesis dan asumsi-asumsi kependidikan yang
bersumberkan ajaran islam belum tersusun secara ilmiah
sehingga diperlukan penyusunan secara sistematis ilmiah
yang didukung dengan hasil penelitian yang luas.
Oleh karena itu dari segi teoritis pendidikan islam berarti
konsep berpikir yang bersifat mendalam dan terperinci tentang

masalah kependidikan yang bersumberkan ajaran islam mulai
dari rumusan-rumusan konsep dasar, pola, sistem, tujuan, metode
dan materi kependidikan islam yang disusun menjadi ilmu yang
bulat.
Peran dan Kriteria Teori
Teori merupakan alat dari ilmu (tool of science). Sebagai
alat dari ilmu, landasan teori memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1) Memperdalam pengetahuan tentang bidang yang diteliti
2) Mengetahui hasil-hasil penelitian yang berhubungan yang
sudah pernah dilaksnaaan.
3) Memperjelas masalah penelitian.
4) Meramalkan fakta atau memprediksi fakta.
Adapun peranan fakta, antara lain: alasan untuk menolak
teori yang ada; menyebabkan lahirnya teori baru; memberi
dorongan untuk mempertajam atau memperhalus rumusan teori
yang ada. Kegunaan suatu teori ilmiah dijadikan acuan dalam
riset ilmiah harus memenuhi enam kriteria. Keenam kriteria itu
adalah sebagai berikut:
1) Inklusif. Suatu teori yang dijadikan acuan dalam riset ilmiah
harus sesuai dengan jumlah dan jenis fenomena yang dikaji
dalam riset itu.
2) Konsisten. Konsisten suatu menentukan apakah teori itu
dapat menjelaskan temuan-temuan baru tanpa mengubah
asumsi-asumsi yang mendasarinya.
3) Akurat. Akurat suatu teori adalah derajat ketepatan teori itu
untuk digunakan dalam menjelaskan suatu fenomena dan
membuat prediksi.
4) Relevan. Relevansi suatu teori tergantung pada kedekatan
hubungan antara teori itu dengan informasi atau data yang
dikumpulkan.
5) Berbuah atau fruitfulness. Keberbuahan suatu teroi
menunjukkan pada produktivitas teori itu dalam merangsang
ide-ide baru untuk riset-riset di masa yang akan datang.
6) Sederhana. Kesederhanaan kedalaman teori itu dalam
menjelaskan suatu fenomena dengan hanya membutuhkan
sedikit keterangan.

Prinsip filosofis, prinsip hipotesis dan prinsip teoritis memiliki teori
terkait dengan derajat karakteristik dan fungsi yang berbeda, namun
ketiganya saling berhubungan dan aplikatif dalam sebuah pemikiran
ilmiah.
C. Pemikiran Kearah Pengembangan Dilalah Tarbawiyah Berdasarkan
Firman dan Karunia Allah
1. Pengertian Dilalah Tarbawiyah
Dilalah dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daalayadulu-dilalah yang artinya petunjuk atau yang menunjukan.
Sedangkan kata tarbawiyah yang berasal dari kata tarbiyah
mengandung arti kependidikan. Jadi menurut pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa arti dilalah tarbawiyah adalah dalil-dalil tentang
kependidikan.
2. Istilah-istilah Pendidikan dalam Al-Quran
Pada tanggal 31 Maret sampai dengan 8 april 1977,
diselenggarakan Konferensi Dunia yang pertama tentang pendidikan
Islam di Makkah. Dalam konferensi (yang diprakarsai dan
dilaksanakan oleh King Abdul Aziz University) tersebut, dibicarakan
mengenai penggunaan ketiga istilah (tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib)
untuk pengertian pendidikan Islam.
Salah satu hasil keputusannya, telah dirumusakn pengertian
pendidikan Islam, sebagai berikut:
The meaning of education in its totality in the context of Islam is
inhern in the connotation of the term terbiyyah, ta’lim, and ta’dib
taken together. What each oh these tearms conveys concerning man
and his society and environment in relation to God is related to the
others, and together they represent the scope of education in Islam,
both formal and non formal. (Arti pendidikan secara totalitas dalam
konteks Islam di bangun dalam konotasi dari istilah tarbiyah, ta'lim,
dan ta'dib diambil bersama-sama. yaitu masing-masing istilah
menyampaikan tentang manusia, masyarakat, lingkungan dalam
hubungan dengan Tuhan dan berhubungan dengan orang lain, dan
bersama-sama mereka mewakili lingkup pendidikan dalam Islam,
baik formal maupun non formal).

Dari beberapa istilah tersebut term yang paling populer
digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-Tarbiyah.
Sedang term al-Ta’dib, al-Ta’lim, riyadloh, irsyad, dan tadris jarang
sekali digunakan. Padahal istilah-istilah tersebut telah digunakan
sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Dari masing-masing
istilah tersebut dalam hal-hal tertentu memiliki kesamaan makna.
Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan , baik secara
tekstual maupun kontekstual.
a. Pengertian Bahasa
1) Tarbiyah
Dalam leksikologi Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak
ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah
kunci yang seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani,
nurabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam mu’jam bahasa arab, kata
al-tarbiyah memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:
 Rabba, yarbu, tarbiyah: yang memiliki makna “tumbuh”
(zad) dan “berkembang” (nama). Pengertian ini juga
didasarkan Q.S. ar-Rum ayat 39: “Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah.” Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan proses
menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada
peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun
spiritual.
 Rabba, yurbi, tarbiyah: yang memiliki makna tumbuh
(nasya’a) dan menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a).
Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk
menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik
secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
 Rabba, yarubbu, tarbiyah: yang memiliki

makna

memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan
merawat, memperindah, memberimakan, mengasuh, tuan,
memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian maupun
eksistensinya. Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan

usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki
dan mengatur kehidupannya.
Menurut Abul A’la al-Maududi kata rabbun terdiri dari
dua huruf “ra” dan “ba” tasydid yang merupakan pecahan dari
kata tarbiyah yang berarti pendidikan, pengasuhan, dan
sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti seperti
“kekuasaan, perlengkapan, pertanggung jawaban, perbaikan,
penyempurnaan, dan lain-lain”. Kata ini juga merupakan
predikat bagi suatu kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan
kepemimpinan. Berangkat dari pengertian tersebut maka
tarbiyah didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap
potensi manusia (jasmani, ruh dan akal) secara maksimal agar
dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa
depan. Dan selanjutnya menurut Muhammad an Naquib Al
Attas

kata

tarbiyah

pada

dasarnya

mengandung

arti:

Mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan,
memelihara,

membuat,

menjadikan

bertambah

dalam

pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang
sudah matang dan menjinakkan.
2) Ta’lim
Merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari
akar kata ‘allama. Sebagian para ahli menerjemahkan istilah
tarbiyah dengan pendidikan, sedangkan ta’lim diterjemahkan
dengan pengajaran. Yang berarti pengajaran yang bersifat
pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan
ketrampilan.

Penunjukan

kata

ta’lim

pada

pengertian

pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: Dan dia mengajarkan (‘allama) kepada adam namanama (benda-benda seluruhnya), kemudian mengemukakannya
kepada para malaikat lalu berfirman: “sebutkanlah kepada-ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar”. (Q.S. Al-Baqarah ayat 31).11
Berdasarkan pengertian yang ditawarkan dari kata ta’lim
dan

ayat

diatas,

terlihat

pengertian

pendidikan

yang

dimaksudkan mengandung makna yang terlalu sempit.
Pengertian

ta’lim

hanya

sebatas

proses

pentransferan

seperangkat nilai antar manusia. Ia hanya dituntut untuk
menguasai

nilai

yang

ditransfer

secara

kognitif

dan

psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif.
Menurut Rasyid Ridha adalah proses tranmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu. Pemaknaan ini didasarkan atas Q.S. alBaqarah ayat 31 tentang allama tuhan kepada Adam As.
Kemudian menurut al-Maraghi pengajaran dilaksanakan
terhadap, sebagaimana tahapan Adam As. mempelajari,
menyaksikan dan menganalisa asma-asma yang diajarkan oleh
Allah kepadanya. Ini berarti bahwa al-ta’lim mencakup aspek
kognitif belaka, belum mencapai domain lainnya.
3) Ta’dib
Istilah ta’dib berasal dari akar kata addaba, yuaddibu,
ta’diiban yang mempunyai arti antara lain: membuatkan
makanan, melatih akhlak yang baik, sopan santun, dan tata
cara pelaksanaan sesuatu yang baik. Kata addaba yang
merupakan asal kata dari ta’dib disebut juga muallim, yang
merupakan sebutan orang yang mendidik dan mengajar anak
yang sedang tumbuh dan berkembang.
Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan
santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika.
Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan
peradaban atau kebudayaan, sebaliknya peradaban yang
berkualitas dan maju dapat diperoleh melalui pendidikan.
Menurut Al-Naquib al-Attas, al-ta’dib adalah pengenalan dan
pengakuan

secara

berangsur-angsur

ditanamkan

kepada

manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu
yang di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan
dan keagunggan Tuhan. Pengertian ini di dasarkan pada hadist

Nabi SAW yang Artinya: “Tuhanku telah mendidikku,
sehingga menjadikan baik pendidikan ku”. Hadist ini
memberikan asumsi bahwa kompetensi Muhammad sebagai
seorang rosul dan misi utamanya adalah pembinaan akhlak.
Sehingga, implikasinya terhadap seluruh aktifitas pendidikan
Islam seharusnya memiliki relevensi dengan peningkatan
kualitas budi pekerti sebagaimana yang diajarkan rosulullah.
b. Pengertian Secara Istilah
Untuk memahami pengertian istilah pendidikan, Syed
Muhammad Naquib Al-Attas memberikan konsep sebagai
berikut: Pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke
dalam diri manusia. Terdapat tiga unsur dasar yang terkandung
dalam membentuk pendidikan yaitu: Proses, kandungan dan
penerima. Hal ini dapat dipahami bahwa suatu proses penanaman
mengacu kepada metode dan sistem untuk menanamkan pada diri
manusia apa yang disebut pendidikan secara bertahap.
Ahmad D. Marimba merumuskan Pendidikan Islam adalah
Bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum Agama
Islam mengenai terbentuknya kepribadian utama menurut ukuranukuran Islam. Menurut definisi tersebut ada 3 unsur yang
mendukung tegaknya pendidikan Islam.
Pertama harus ada usaha yang berupa bimbingan bagi
pengembangan potensi jasmani dan rohani secara berimbang.
Kedua, usaha tersebut berdasarkan atas ajaran Islam. Ketiga,
usaha tersebut bertujuan agar dididik pada akhirnya memiliki
kepribadian utama menurut ukuran Islam (kepribadian muslim).
Adapun beberapa pendapat para ahli tentang pengertian
pendidikan Islam antara lain:
Pendidikan Islam menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly
adalah

sebagai

upaya

mengembangkan,

mendorong

serta

mengajak peserta didik hidup lebih dinamis berdasarkan nilainilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses
tersebut, diharapkan akan membentuk pribadi peserta didik yang

lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan maupun perbuatan.
Menurut Oemar Muhammad

al-Thoumy

al-Syaibani

Pendidikan Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku
individu

dalam

kehidupan

pribadinya

atau

kehidupan

kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui
proses kependidikan.
Pendidikan Islam menurut Miqdad Yeljin (seorang guru
besar Islam Ilmu social di Universitas Muhammad bin Su’ud di
Riyadh

Saudi

Arabia)

adalah

diartikan

sebagai

usaha

menumbuhkan dan membentuk manusia muslim yang
Sempurna dari segala aspek yang bemacam-macam aspek
kesehatan, akal keyakinan, kejiwaan, akhlak, kemauan, daya cipta
dalam semua tingkat pertumbuhan yang disinari oleh cahaya yang
dibawa oleh Islam dengan versi dan metode-metode pendidikan
yang diantaranya. Pada tahun 1960 diadakan seminar pendidikan
Islam

se-Indonesia,

yang

akhirnya

merumuskan

bahwa

pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah
mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam.

LATIHAN SOAL
1. Jelaskan pengertian pemikiran pendidikan islam !
2. Sebutkan 4 model pemikiran keislaman menurut Abdullah !
3. Jelaskan perbedaan dari keempat model pemikiran keislaman menurut
Abdullah!
4. Jelaskan pengertian pemikiran pendidikan islam berprinsip hipotesis !
5. Sebutkan karakteristik hipotesis yang baik menurut Sugiono !
6. Mengapa ilmu pendidikan diperlukan. Jelaskan alasanya !
7. Kegunaan suatu teori ilmiah dijadikan acuan dalam riset ilmiah harus
memenuhi beberapa kriteria. Sebutkan !
8. Jelaskan pengertian dilalah tarbawiyah !
9. sebutkan konsep dasar pendidikan islam !
10. jelaskan perbedaan antara Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib !