Variabilitas dan Tren Jangka Panjang 199

ABSTRAK VARIABILITAS DAN TREN JANGKA PANJANG (1990 – 2015) TINGGI GELOMBANG LAUT DI PERAIRAN INDONESIA

Oleh

Welly Fitria NIM: 22414306 (Program Studi Magister Sains Kebumian)

Variabilitas tinggi gelombang dapat diketahui dengan menghitung variansi tinggi gelombang baik secara spasial ataupun temporal di wilayah perairan. Metode empirical orthogonal function (EOF) yang digunakan pada kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi seberapa besar kontribusi sirkulasi atmosfer berupa sinyal intraseasonal , musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap variansi tinggi gelombang di seluruh wilayah perairan Indonesia. Data regional hasil simulasi model Wavewatch 3 (WW3) dengan

resolusi 0,125 o x 0,125 selama 25 tahun (1991-2015) akan digunakan pada kajian

ini, dengan lokasi perairan berada pada koordinat 20 o LU - 20 LS dan 90 - 150 BT. Selain kajian mengenai variansi tinggi gelombang, studi mengenai tren tinggi

oo

gelombang juga akan menggambarkan karakteristik variabilitas gelombang di wilayah perairan Indonesia. Uji Mann-Kendall digunakan untuk melihat ada tidaknya tren kenaikan tinggi gelombang signifikan di wilayah perairan Indonesia.

Analisis EOF menghasilkan 4 mode yang mewakili 90% dari total variansi yang mempengaruh variabilitas tinggi gelombang di seluruh daerah kajian. Tiga mode pertama, dominan dipengaruhi oleh monsun 12 bulanan sedangkan mode 4 dominan dipengaruhi oleh monsum 6 bulanan. Secara spasial mode 1 terbagi menjadi zona Perairan Indonesia bagian utara dan bagian selatan sedangkan mode

2 terbagi atas zona Perairan Indonesia bagian barat dan bagian timur. Selanjutnya mode 3 yang juga dimodulasi oleh sinyal antartahunan dan dekadal terbagi menjadi 3 zona yaitu wilayah Samudra Pasifik (SP), Laut Cina Selatan (LCS), dan Samudra Hindia (SH) sedangkan mode 4 yang juga dipengaruhi oleh swell secara spasial terbagi atas zona SP, LCS dan perairan Indonesia bagian dalam, serta SH. Selanjutnya variabilitas jangka panjang tinggi gelombang di Perairan Indonesia, secara signifikan mempunyai tren kenaikan sebesar 0,2-0,7 cm per tahun.

Kata kunci: tinggi gelombang signifikan, variabilitas, tren tinggi gelombang, Perairan Indonesia.

ABSTRACT VARIABILITY AND LONG TERM TRENDS OF THE SIGNIFICANT WAVE HEIGHT IN THE INDONESIAN SEAS FOR 1991-2015

By

Welly Fitria NIM: 22414306 (Master Study Program of Earth Sciences)

Understanding the variability and characteristics of waves in the Indonesian seas is of paramount importance for supporting planning purposes of various marine activities. Variability of wave height can be known by determining the spatial and temporal wave height variance. The empirical orthogonal function (EOF) method used in this study is expected to provide information on the contribution of the ocean atmosphere system to the wave height variance in the Indonesian seas. It is known that the ocean atmosphere system has variability on some several timescales, which are intraseasonal, seasonal, interannual, intradecadal, decadal, and interdecadal. Regional data of Wavewatch 3 (WW3) model simulation with

resolution 0,125 o x 0,125 for 25 years (1991-2015) was used in this study and the

area of the study is located between 20 o N - 20 S and 90 E - 150

E. Besides variability, wave height trend also describes the characteristics of wave variability in the Indonesian seas. The Mann-Kendall is performed to investigate significant wave height trends in the Indonesian seas.

The EOF analysis resulted in 4 modes that represents 90% of the total variance that contributes to the wave height variability in the entire model domain. Mode 1 was dominated by annual monsoon and the spatial mode is dividing the study area in to northern and southern Indonesian waters zones. Mode 2 is dominantly influenced by 12 and 6 months monsoons, whereas the spatial distribution is dividing the waters of Indonesia in to eastern and western coastal zones. Furthermore the 3rd mode is influenced by 12 and 6 month monsoons and is modulated by interannual and decadal signals. Its spatial distribution is dividing the waters of Indonesia into 3 zones associated with the Pacific Ocean (PO),

South China Sea (SCS), and Indian Ocean (IO). The 4 th mode is modulated by swell, while spatially the Indonesian seas are divided into PO, SCS, Indonesian

inner seas and IO. The Indonesian seas experienced an increase trend in wave height, especially in Indonesian inner seas. Increased trend of the wave height was found to be between 0,2-0,7 cm per year.

Key words: significant wave height, variability, wave height trend, Indonesian Seas.

HALAMAN PENGESAHAN VARIABILITAS DAN TREN JANGKA PANJANG (1991 – 2015) TINGGI GELOMBANG LAUT DI PERAIRAN INDONESIA

Oleh

Welly Fitria NIM: 22414306 (Program Studi Magister Sains Kebumian)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui Tim Pembimbing

Tanggal: Bandung, Juni 2017

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

_______________________ ____________________________ (Dr. Eng. Nining Sari Ningsih)

(Dr. Andri Ramdhani, S. Kom., M.Si.)

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kaidah ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: Fitria, W. (2017): Variabilitas dan tren jangka panjang (1991-2015) tinggi

gelombang laut di perairan Indonesia , Tesis Program Studi Sains Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

dan dalam bahasa Inggris sebagai berikut:

Fitria, W. (2017): Variability and long term trends of the significant wave height in the Indonesian seas for 1991-2015 , Master’s Program Thesis of Earth Sciences, Institut Teknologi Bandung.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan Sekolah Pascasarja, Institut Teknologi Bandung.

HALAMAN PERUNTUKAN

Dipersembahkan kepada suami tercinta HB. Risya Oktaria S. & ananda terkasih Tsar Serkan Prisya dan Hagia Cleopatra Prisya

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penelitian dan penulisan tesis ini telah terlaksana dan dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan sumbangsih pengetahuan terkait kontribusi fenomena atmosfer terhadap tinggi gelombang laut di perairan Indonesia. Dengan harapan agar penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas informasi gelombang laut yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebagai institusi tempat penulis bernaung selama ini.

Penelitian ini dilakukan atas bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak, yaitu:

1. Dr. Eng. Nining Sari Ningsih dan Dr. Andri Ramdhani, S. Kom., M.Si. sebagai pembimbing, atas segala saran, bimbingan, dan nasihatnya selama penelitian berlangsung dan selama penulisan tesis ini.

2. Dr. Mutiara R. Putri dan Dr. Rima Rachmayani sebagai penguji atas saran dan masukan yang konstruktif.

3. Dr. Ibnu Sofian, M.Eng dari Badan Informasi Geospasial (BIG) yang telah memberikan data gelombang hasil simulasi model gelombang spektral generasi ketiga Wavewatch III (WW3) untuk digunakan pada penelitian ini.

4. Dr. Ardhasena Sopaheluwakan atas segala bimbingan dan ilmunya yang sangat berharga.

5. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atas program beasiswa yang diberikan sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di program studi Sains Kebumian, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

6. Bapak dan Ibu dosen program studi Sains Kebumian, Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung atas ilmunya yang sangat berharga.

7. Staf administrasi program studi Sains Kebumian, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung atas bantuan administrasi selama penulis menempuh studi dan menyelesaikan tesis.

8. Rekan-rekan mahasiswa program studi Sains Atmosfer angkatan 2014 dan 2015, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung atas diskusi-diskusi yang sangat membantu.

9. Rekan-rekan Pusat Penelitian dan Pengembangan, BMKG atas bantuan dan diskusinya.

10. Semua pihak yang telah banyak membantu selama ini, baik secara langsung dan tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Terima kasih tiada terhingga kepada kedua orang tuaku dan adik- adikku atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada mertua dan keluarga besar atas doa dan dukungannya. Akhirnya rasa penghargaan dan kasih sayang yang tulus penulis ucapkan kepada suami tercinta HB. Risya Oktaria S. dan buah hati tersayang Tsar Serkan Prisya dan Hagia Cleopatra Prisya, atas dukungan moril, do ’a, dan kesabarannya selama penulis menempuh studi.

Bandung, Juni 2017 Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Gelombang di laut merupakan superposisi banyak gelombang harmonik (Sumber: diadaptasi dari Pierson, 1995 dalam Holthuijsen, 2007). ..................................................................... 8

Gambar III.1 Wilayah kajian dan profil batimetri. ......................................... 17 Gambar III.2

Bagan alir penelitian. ................................................................ 20 Gambar IV.1

Rata-rata tinggi gelombang signifikan selama 25 tahun (1991- 2015). ......................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar IV.2 Mode yang mewakili 95% dari total variansi.Error! Bookmark

not defined.

Gambar IV.3 Hasil anal Gambar IV.1

Rata-rata tinggi gelombang signifikan selama 25 tahun (1991- 2015). ........................................................................................ 21 Gambar IV. 2

Mode yang mewakili 95% dari total variansi. .......................... 22 Gambar IV. 3

Hasil analisis EOF (a) pola spasial, (b) power spectrum dari pola temporal, (c) pola temporal mode 1. ......................................... 23

Gambar IV. 4 Hasil analisis EOF (a) pola spasial, (b) power spectrum dari pola temporal, (c) pola temporal mode 2. ......................................... 24

Gambar IV. 5 Hasil analisis EOF (a) pola spasial, (b) power spectrum dari pola temporal, (c) pola temporal mode 3. ......................................... 26

Gambar IV. 6 Hasil analisis EOF (a) pola spasial, (b) power spectrum dari pola temporal, (c) pola temporal mode 4. ......................................... 27

Gambar IV. 7 Rata-rata medan angin (m/s) musiman (a) DJF, (b) MAM, (c) JJA, dan (d) SON. ..................................................................... 29

Gambar IV. 8 Pola temporal dan bandpass filter periode 2-4 bulan pola temporal mode 1. ...................................................................... 30

Gambar IV. 9 Lokasi uji fenomena dekadal pada mode 1. .............................. 31 Gambar IV. 10 Indeks PDO yang di- detrend dengan (a) pola temporal mode 1 yang di- detrend , (b) hasil perkalian pola spasial dan pola temporal di Titik A (Laut Cina Selatan) yang di- bandpass filter periode 9-13 tahun, (c) hasil perkalian pola spasial dan pola temporal di Titik B (Samudra Hindia) yang di- bandpass filter periode 9-13 tahun, dan (d) hasil perkalian pola spasial dan pola temporal di Titik C (Samudra Pasifik) yang di- bandpass filter periode 9-13 tahun. Lokasi Titik A-C dapat dilihat pada Gambar

IV.9. .......................................................................................... 32 Gambar IV. 11 Pola temporal mode 2 yang di- detrend , ONI, dan DMI. .......... 33 Gambar IV. 12 Pola temporal mode 3 yang di- detrend , ONI, dan DMI. .......... 34 Gambar IV.13 Pola temporal mode 3 yang di- detrend dan indeks PDO.......... 34

Gambar IV. 14 Rata-rata H s swell selama (a) DJF dan (b) JJA ......................... 35 Gambar IV.15 Variabilitas tinggi gelombang signifikan rata-rata bulanan di Titik A (h sA ) dan hasil perkalian pola spasial dan temporal di Titik A untuk (a) mode 1 (h s1A ), (b) mode 2 (h s2A ), (c) mode 3 (h s3A ), (d) mode 4 (h s4A ), dan (e) penjumlahan hasil perkalian

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Studi terdahulu. ......................................................................... 15 Tabel IV.1

Koefisien korelasi mode 1 dan mode 2 tinggi gelombang di Atlantik Utara (NA), Pasifik Utara (NP), Samudra di bumi bagian selatan (SO) pada periode DJF dan JJA (Semedo dkk., 2011). ........................................................................................ 30

Tabel IV.2 Koefisien korelasi mode 1 sampai mode 4 dengan DMI, ONI, dan PDO. ................................................................................... 31

Tabel IV. 4 Studi terdahulu tren tinggi gelombang...................................... 45 Tabel L. 1

Nilai temporal mode 1 sampai mode 8 hasil analisis EOF ....... 54 Tabel L. 2

Perkalian pola temporal dan pola spasial di Titik A. ................ 61

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Analisis power spectrum mode 5 – mode 8...................................51 Lampiran B Tinggi gelombang signifikan secara global (Semedo dkk., 2011).52 Lampiran C Nilai temporal dari mode 1 sampai mode 8..............................54 Lampiran D Perhitungan uji hasil EOF di Titik A (perkalian pola temporal dan

pola spasial di Titik A)............................................................61 Lampiran E Perhitungan uji hasil EOF di Titik A (perkalian pola temporal dan pola spasial di Titik A) untuk mode 5 sampai mode 8..............68 Lampiran F Perhitungan uji hasil EOF di Titik B (perkalian pola temporal dan pola spasial di Titik B) untuk mode 5 sampai mode 8..............69 Lampiran G Perhitungan uji hasil EOF di Titik C (perkalian pola temporal dan pola spasial di Titik C) untuk mode 5 sampai mode 8...................70

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Program tol laut yang dicanangkan pemerintah merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menegaskan jati diri Indonesia sebagai bangsa maritim. Tol laut ini bertujuan membangun transportasi laut dengan kapal atau sistem logistik kelautan yang melayani pelayaran dari Sabang hingga Merauke secara kontinu. Konsep tol laut ini akan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia, sehingga distribusi barang ke seluruh Indonesia lebih lancar.

Setiap pelayaran dan kegiatan kelautan lainnya dapat direncanakan dengan baik dan efisien apabila tersedia informasi mengenai karakteristik variabilitas gelombang di seluruh wilayah perairan. Hasil kajian yang dilakukan pada skala global, antara lain oleh Cox dan Swail (2001), Chen dkk. (2002), Sterl dan Caires (2005), Semedo dkk. (2011), serta Reguero dkk. (2012) menunjukkan bahwa perairan Indonesia memiliki variabilitas tinggi gelombang yang rendah dan cenderung konstan sepanjang tahun. Kajian-kajian tersebut masih menggunakan

skala global dengan resolusi rendah, yaitu 1 o x 1 atau lebih, sehingga perlu kajian yang lebih detail dengan menggunakan skala regional yang beresolusi

tinggi.

Beberapa kajian terkait karakteristik variabilitas gelombang yang dilakukan di wilayah Indonesia pada umumnya mencakup daerah tertentu saja, seperti kajian gelombang di perairan Tanjung Jati, Jepara (Muslim, 1997), kondisi iklim gelombang di pantai Lemah Abang, Jepara (Ali, 2000), karakteristik gelombang di perairan selatan Banten (Asiyah, 2011), dan karakteristik gelombang di perairan Indonesia bagian barat (Ramadhan, 2014). Amsori (2002) telah melakukan kajian mengenai kondisi iklim gelombang di perairan Indonesia dengan menggunakan data satelit altimetri. Namun, hasil analisis dengan menggunakan data satelit altimetri, kurang dapat menggambarkan secara lengkap bagaimana variabilitas

gelombang di perairan Indonesia karena resolusi data yang masih kasar yaitu 1,5 o gelombang di perairan Indonesia karena resolusi data yang masih kasar yaitu 1,5 o

Kajian dengan menggunakan data regional yang mempunyai resolusi tinggi diperlukan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai karakteristik tinggi gelombang secara spesifik di wilayah perairan Indonesia. Data alternatif yang dapat dipakai untuk mengetahui karakteristik tinggi gelombang adalah data hindcast gelombang menggunakan model. Suratno (1997) telah melakukan simulasi gelombang menggunakan model gelombang generasi kedua, yaitu model Marine Research Institute -II (MRI-II), untuk melakukan kajian karakteristik gelombang di perairan Indonesia. Hasil kajiannya menemukan bahwa karakteristik gelombang di perairan Indonesia umumnya mengikuti pola distribusi angin dengan arah gelombang utama mengikuti arah angin dominan.

Kurniawan (2012) juga melakukan kajian karakteristik gelombang di perairan Indonesia dengan menggunakan model yang sama dengan Suratno (1997), tetapi dengan data yang lebih panjang yaitu 11 tahun (2000-2010). Hasil kajiannya memperlihatkan bahwa monsun yang berskala musiman merupakan pengendali utama adanya variasi gelombang di perairan Indonesia. Selain itu, dari kajiannya juga diketahui bahwa fenomena antartahunan, yaitu ENSO ( El Niño Southern Oscillation ) dan IODM ( Indian Ocean Dipole Mode ) juga mempengaruhi tinggi gelombang di perairan Indonesia. Tetapi kajian ini belum mengungkapkan seberapa besar kontribusi dari masing-masing fenomena tersebut yang berskala musiman maupun antartahunan terhadap variansi tinggi gelombang di perairan Indonesia, baik secara spasial maupun temporal.

Kajian karakteristik gelombang di perairan Indonesia selanjutnya dilakukan oleh Ramdhani (2015) dengan menggunakan data hindcast hasil simulasi model gelombang spektral generasi ketiga Wavewatch III (WW3). Simulasi model

menggunakan resolusi yang lebih tinggi yaitu dengan resolusi 0,125 o x 0,125 dan periode data yang lebih panjang yaitu 24 tahun (1988-2011), sehingga dapat

menggambarkan karakteristik tinggi gelombang yang lebih spesifik untuk perairan

Indonesia. Analisis pada kajian ini lebih difokuskan kepada pengaruh skala sinoptik dan intraseasonal , yaitu masing-masing siklon tropis dan Maden Julian Oscillation (MJO) terhadap kejadian gelombang tinggi di perairan Indonesia, khususnya Laut Jawa. Seperti halnya studi Kurniawan (2012) dan Suratno (1997), di dalam studi Ramdhani (2015) walaupun datanya panjang yaitu 24 tahun (1988- 2011), juga belum dibahas mengenai seberapa besar kontribusi dari masing- masing fenomena atmosfer yang berskala musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap variansi tinggi gelombang baik secara spasial maupun temporal di perairan Indonesia.

Semedo (2011) melakukan kajian terhadap tinggi gelombang perairan global dengan menggunakan data 45-yr European Centre for Medium-Range Weather

Forecast o (ECMWF) Re-Analysis (ERA 40). Data ERA 40 dengan resolusi 1,5 x 1,5 o tersebut disimulasikan menggunakan model gelombang generasi ketiga

(WAM) untuk mendapatkan tinggi gelombang signifikan total ( H s ). Selain tinggi gelombang signifikan total, model yang digunakan juga menghasilkan tinggi

gelombang signifikan yang dibangkitkan oleh w swell ( H s ) dan windseas ( H s ). Selanjutnya tinggi gelombang signifikan total, tinggi gelombang signifikan yang dibangkitkan oleh swell , dan windseas secara berturut-turut disebut dengan tinggi gelombang signifikan, swell , dan seas . Untuk melihat variabilitas tinggi gelombang di perairan global, Semedo (2011) menggunakan metode Empirical

Orthogonal Function w (EOF) pada data H s , H s , dan H s . Kajian ini membagi daerah perairan global menjadi 3 zona yaitu Samudra Pasifik (PO), Samudra Atlantik (AO), dan Samudra Hindia (IO). Selain itu juga dilakukan kajian terhadap Samudra Pasifik bagian Utara (NP), Samudra Atlantik bagian utara (NA), dan samudra di belahan bumi selatan (SO) secara terpisah. Pembahasan pada kajian ini difokuskan pada mode 1 yang memperlihatkan bahwa variabilitas gelombang signifikan lebih dominan dipengaruhi oleh variabilitas swell yang

mewakili 30% dari total variansi untuk masing-masing zona. Untuk menganalisis hubungan antara variabilitas tinggi gelombang dan sirkulasi atmosfer di Samudra Atlantik bagian utara, dilakukan analisis korelasi antara mode 1 dan mode 2 (hasil analisis metode EOF) dengan North Atlantic

Oscillation (NAO). Selanjutnya untuk Samudra Pasifik bagian utara dilakukan korelasi mode 1 dan mode 2 dengan Southern Oscillation index (SOI) dan North

Pasific index (NPI) sedangkan untuk daerah SO dikorelasikan dengan s outhern annular mode index (SAMI). Kajian ini menghasilkan bahwa untuk masing- masing zona, fenomena atmosfer mempengaruhi variabilitas tinggi gelombang lebih dominan pada periode Desember-Januari-Februari (DJF) dibandingkan periode Juni-Juli-Agustus (JJA).

Seperti halnya Semedo (2011), Ramadhan (2014) telah melakukan kajian tentang variabilitas gelombang di perairan Indonesia bagian barat menggunakan metode EOF berdasarkan data hasil simulasi selama tiga tahun (Juli 1996 sampai Juni 1999). Dalam hal ini, parameter yang diteliti adalah tinggi gelombang signifikan total (tidak memisahkan antara swell dan seas ). Dari studi ini, berdasarkan fenomena atmosfer yang berkontribusi terhadap variansi tinggi gelombang di perairan Indonesia bagian barat diperoleh enam zona (secara spasial). Kajiannya menghasilkan enam mode yang mempengaruhi variansi tinggi gelombang pada daerah kajian, sedangkan mode yang paling dominan adalah mode 1 dan mode 2 yang mewakili 79,9% dari total variansi. Dari hasil analisis power spectrum terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi mode 1 dan mode 2 berturut-turut adalah periode 12 dan 6 bulanan. Hasil analisisnya juga mengidentifikasi adanya pengaruh fenomena antartahunan (ENSO dan IODM) pada variabilitas tinggi gelombang. Pengaruh ENSO teridentifikasi pada mode 1 di Laut China Selatan, sedangkan pengaruh IODM teridentifikasi pada mode 1 di Samudra India dan mode 2 di Laut Jawa.

Dalam kajian kali ini akan dilakukan analisis variansi tinggi gelombang baik secara spasial dan temporal untuk daerah yang lebih luas, yaitu mencakup seluruh wilayah perairan Indonesia dan dengan data yang lebih panjang dengan periode 1991-2015 (25 tahun) dengan menggunakan metode EOF. Data yang digunakan adalah tinggi gelombang signifikan hasil simulasi model WW3. Berdasarkan data tinggi gelombang selama 25 tahun tersebut diharapkan dapat diketahui pemahaman yang lebih baik mengenai seberapa besar kontribusi sinyal Dalam kajian kali ini akan dilakukan analisis variansi tinggi gelombang baik secara spasial dan temporal untuk daerah yang lebih luas, yaitu mencakup seluruh wilayah perairan Indonesia dan dengan data yang lebih panjang dengan periode 1991-2015 (25 tahun) dengan menggunakan metode EOF. Data yang digunakan adalah tinggi gelombang signifikan hasil simulasi model WW3. Berdasarkan data tinggi gelombang selama 25 tahun tersebut diharapkan dapat diketahui pemahaman yang lebih baik mengenai seberapa besar kontribusi sinyal

Selain pemahaman variansi tinggi gelombang, kajian mengenai tren tinggi gelombang di perairan Indonesia juga perlu menjadi perhatian penting, khususnya terkait dengan isu perubahan iklim. Studi Caires dan Swail (2004), Sterl dan Caires (2005), serta Semedo dkk. (2011) memperlihatkan adanya tren linier kenaikan tinggi gelombang signifikan rata-rata dalam skala global dengan tingkat kepercayaan 95%. Beberapa daerah di wilayah tropis kenaikan tinggi gelombangnya bahkan melebihi 10 cm per dekade. Analisis data global yang digunakan pada penelitian tersebut perlu diuji lebih lanjut untuk kondisi di perairan Indonesia dengan resolusi spasial yang lebih tinggi.

I.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah

Untuk mengetahui karakteristik variabilitas tinggi gelombang maka pada kajian ini akan dilakukan analisis variansi tinggi gelombang baik secara spasial ataupun temporal dan penentuan tren tinggi gelombang untuk seluruh wilayah perairan Indonesia. Data yang digunakan adalah data tinggi gelombang signifikan selama

25 tahun (1991-2015) hasil simulasi model Wavewatch 3 (WW3). Metode EOF yang digunakan pada data tinggi gelombang tersebut diharapkan dapat memberikan informasi seberapa besar kontribusi sinyal intraseasonal , musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap variansi tinggi gelombang baik secara spasial maupun temporal di seluruh wilayah perairan Indonesia. Selanjutnya uji Mann-Kendall terhadap data tersebut diharapkan dapat menggambarkan bagaimana tren tinggi gelombang selama 25 tahun (1991-2015) di seluruh wilayah perairan Indonesia dan akan ditampilkan secara spasial.

Kajian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan riset berikut:

1. Seberapa besar kontribusi sinyal intraseasonal , musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap variansi tinggi gelombang di perairan Indonesia?

2. Bagaimana pola temporal variansi tinggi gelombang di perairan Indonesia?

3. Bagaimana pola spasial yang menggambarkan karakteristik variabilitas tinggi gelombang laut di perairan Indonesia?

4. Bagaimana tren tinggi gelombang di perairan Indonesia untuk periode 25 tahun (1991-2015)?

Daerah penelitian dalam kajian ini adalah wilayah perairan Indonesia yang berada

pada posisi 20 o LU - 20 LS dan 90 BT - 150 BT, sedangkan data yang digunakan adalah data bulanan tinggi gelombang selama 25 tahun (1991-2015).

Penggunaan data bulanan mengakibatkan analisis terhadap pola variabilitas dominan tidak dapat mengidentifikasi adanya fenomena sinoptik seperti siklon tropis.

I.3 Hipotesis

Sirkulasi atmosfer yang berupa sinyal intraseasonal , musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal berkontribusi terhadap variansi tinggi gelombang di perairan Indonesia dan secara spasial wilayah perairan Indonesia terdiri dari beberapa karakteristik. Untuk variansi tinggi gelombang jangka panjang di perairan Indonesia mengalami peningkatan tinggi gelombang sehubungan dengan tren kenaikan kekuatan angin secara global.

I.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui besarnya kontribusi sinyal intraseasonal, musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap pola variabilitas gelombang laut di perairan Indonesia.

2. Mengetahui pola temporal variansi tinggi gelombang laut di perairan Indonesia.

3. Mengetahui pola spasial yang menggambarkan karakteristik variabilitas tinggi gelombang di perairan Indonesia.

4. Mengetahui tren/kecenderungan tinggi gelombang laut di perairan Indonesia.

I.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, hipotesis, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan studi pustaka yang membahas gelombang laut, variabilitas sirkulasi atmosfer di Indonesia, metode empirical orthogonal function (EOF), metode analisis tren, dan studi terdahulu terkait dengan penelitian pada tesis ini. Bab 3 menjabarkan tentang data dan metode yang digunakan pada penelitian ini, sedangkan Bab 4 berisi analisis dan pembahasan dari metode-metode yang digunakan pada penelitian ini. Selanjutnya Bab 5 berisi kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini.

Bab II Studi Pustaka

II.1 Gelombang Laut

Gelombang laut merupakan fenomena naik turunnya air laut dengan periode dan panjang gelombang tertentu. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin merupakan gelombang yang paling dominan terjadi di permukaan laut. Angin yang berhembus di atas permukaan laut sering berubah-ubah, yang mengakibatkan gelombang yang terjadi di permukaan laut juga memiliki bentuk yang tidak beraturan. Metode dasar yang digunakan untuk menganalisis gelombang laut menurut Holthuijsen (2007) adalah dengan menganggap gelombang tersebut sebagai superposisi dari banyak gelombang harmonik yang memiliki amplitudo, arah, dan frekuensi tertentu.

Gambar II.1 Gelombang di laut merupakan superposisi banyak gelombang harmonik (Sumber: diadaptasi dari Pierson, 1995 dalam Holthuijsen, 2007).

Pemodelan gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin dapat dilakukan melalui pemodelan spektrum gelombang. Spektrum gelombang adalah distribusi energi gelombang terhadap frekuensi-frekuensi penyusunnya. Perumusan spektrum gelombang dimulai dari pemahaman tentang pembentukan gelombang angin di laut. Ketika angin berhembus di atas permukaan laut, akan terbentuk riak yang Pemodelan gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin dapat dilakukan melalui pemodelan spektrum gelombang. Spektrum gelombang adalah distribusi energi gelombang terhadap frekuensi-frekuensi penyusunnya. Perumusan spektrum gelombang dimulai dari pemahaman tentang pembentukan gelombang angin di laut. Ketika angin berhembus di atas permukaan laut, akan terbentuk riak yang

Gelombang yang keluar dari daerah pengaruh angin ( fetch ) memiliki bentuk yang lebih teratur, panjang gelombang yang lebih panjang, dan tetap bergerak menuju pantai meskipun kondisi tenang (tidak ada angin). Gelombang laut dalam fase ini disebut swell . Swell yang terdapat pada suatu lokasi pengamatan dapat berasal dari wilayah lain yang jauh dari tempat observasi tersebut, karena swell tidak berhubungan langsung dengan medan angin lokal (Semedo, dkk., 2011).

Ukuran gelombang direpresentasikan oleh tiga komponen yaitu tinggi, periode, dan panjang gelombang. Tinggi gelombang adalah jarak yang diukur dari lembah ke puncak gelombang, panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak (atau lembah) gelombang yang berurutan, dan periode gelombang adalah selang waktu antara dua puncak (atau lembah) melewati satu titik tetap. Istilah yang biasa

digunakan untuk tinggi gelombang laut adalah tinggi gelombang signifikan ( H s ) yang merupakan tinggi rata-rata 1/3 dari gelombang-gelombang tertinggi yang nilainya setara dengan tinggi gelombang hasil observasi visual (WMO-702, 1998).

II.2 Variabilitas Sirkulasi Atmosfer di Indonesia

Adanya perubahan medan angin dari waktu ke waktu dalam arah ataupun kecepatannya dapat mempengaruhi variasi tinggi gelombang laut (Wang dan Swail, 2001), karena kondisi gelombang disuatu perairan sangat dipengaruhi oleh angin sebagai pembentuk utamanya (Arinaga dan Cheung, 2011). Oleh sebab itu, dalam mempelajari karakteristik gelombang laut di suatu perairan, dibutuhkan Adanya perubahan medan angin dari waktu ke waktu dalam arah ataupun kecepatannya dapat mempengaruhi variasi tinggi gelombang laut (Wang dan Swail, 2001), karena kondisi gelombang disuatu perairan sangat dipengaruhi oleh angin sebagai pembentuk utamanya (Arinaga dan Cheung, 2011). Oleh sebab itu, dalam mempelajari karakteristik gelombang laut di suatu perairan, dibutuhkan

Berdasarkan kriteria daerah monsun oleh Ramage (1971), wilayah Indonesia termasuk dalam wilayah monsun di mana arah angin dominan berbalik arah paling

sedikit 120 o pada monsun barat/Asia dan monsun timur/Australia. Hasil analisis yang dilakukan Swardika dkk. (2011) menunjukkan bahwa angin di perairan yang

berada dibagian dalam kepulauan Indonesia pada bulan Desember bertiup dari barat-barat laut sedangkan pada bulan Juli angin bertiup dari arah timur-tenggara. Dari hasil kajian tersebut terlihat bahwa angin di perairan Kepulauan Indonesia mengikuti pola monsun. Selain angin monsun ada juga sirkulasi atmosfer lain di atmosfer Indonesia yang bersifat non musiman. Sirkulasi non musiman ini mencakup variasi diurnal (harian), intraseasonal (15 – 90 hari), antartahunan (1,5 – 5 tahun), intradecadal (5 - 9 tahun), dekadal (9 - 13 tahun), dan interdecadal (>13 tahun) (Park dan Oh, 2000).

II.2.1 Sirkulasi Angin Monsun

Monsun adalah sistem sirkulasi regional yang mempunyai variasi musiman dan ditandai oleh pembalikan musiman dari sistem angin utama, yang diartikan sebagai perubahan arah gaya gradien tekanan permukaan dan cuaca utama ketika musim panas dan dingin (Tjasyono, 2008). Penyebab utama dari fenomena ini adalah pergerakan titik kulminasi matahari terhadap bumi yang bergerak utara- selatan dan terciptanya kontras tekanan dan suhu antara benua dan samudra (Aldrian, 2008). Di wilayah Indonesia terjadinya pergerakan monsun dari barat laut menuju tenggara berhubungan dengan posisi benua dan samudra yang mengapit wilayah Indonesia.

Ditinjau dari dominasi arah dan kecepatan angin monsun, maka di Indonesia dikenal dua musim yang meliputi bulan Desember-Januari-Februari (DJF) dan Juni-Juli-Agustus (JJA) (Tjasyono, 2008). Keadaan monsun di wilayah Indonesia ditandai dengan berhembusnya secara tetap sirkulasi angin untuk satu periode tertentu (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain, arah anginnya hampir Ditinjau dari dominasi arah dan kecepatan angin monsun, maka di Indonesia dikenal dua musim yang meliputi bulan Desember-Januari-Februari (DJF) dan Juni-Juli-Agustus (JJA) (Tjasyono, 2008). Keadaan monsun di wilayah Indonesia ditandai dengan berhembusnya secara tetap sirkulasi angin untuk satu periode tertentu (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain, arah anginnya hampir

II.2.2 Variasi Sirkulasi Atmosfer Daerah Tropis

Sirkulasi angin di daerah tropis ditandai oleh sejumlah fenomena variasi non musiman yang berbeda frekuensi. Variasi diurnal dalam sistem sirkulasi lokal menunjukkan manifestasi bentuk angin laut-darat dan angin lembah-gunung. Angin laut-darat terjadi karena beda suhu siang-malam antara darat dan laut, sedangkan angin lembah-gunung disebabkan pemanasan siang hari dan pendinginan malam hari dari lereng gunung. Periodisitas sirkulasi yang lebih besar adalah Madden Julian Oscillation (MJO). Kajian MJO di wilayah Indonesia umumnya dihubungkan dengan adanya peningkatan curah hujan sebagai akibat adanya gangguan pada sirkulasi angin. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan konveksi awan hujan. Ramdhani (2015) telah melakukan penelitan yang menemukan bahwa MJO yang berada di fase 5 pada periode DJF dengan indeks  2 dan mempunyai durasi lebih dari 5 hari akan berdampak terhadap pembentukan gelombang tinggi di perairan Indonesia bagian dalam. Namun apabila MJO dengan kondisi tersebut di atas terjadi pada periode JJA maka akan melemahkan intensitas gelombang. Variasi diurnal pada kajian ini tidak akan ditinjau karena data yang digunakan adalah data bulanan, sehingga tidak dapat melihat fenomena yang bersifat diurnal .

Fenomena dengan periode interannual salah satunya adalah El Niño Southern Oscillation (ENSO). ENSO adalah sebuah fenomena interaksi laut atmosfer yang berpusat di wilayah ekuatorial Samudra Pasifik. Osilasi dari fenomena ini terdiri atas dua fase, yaitu El Niño dan La Niña, masing-masing berhubungan dengan fase hangat dan dingin di wilayah tropis Pasifik. Gejala ENSO membawa implikasi laut indonesia lebih dingin pada kejadian El Niño dan lebih hangat pada kejadian La Niña. Terjadinya El Niño/La Niña dianggap sebagai faktor pengganggu sirkulasi monsun yang berlangsung di Indonesia. Pada saat berlangsung La Niña terjadi penguatan angin pasat dan kolam air panas bergerak ke arah barat Samudra Pasifik, hal ini dapat menimbulkan meningkatnya tinggi gelombang di Pasifik bagian barat termasuk perairan Indonesia. Sebaliknya pada kondisi El Niño terjadi pelemahan angin di kawasan Pasifik bagian barat sehingga tinggi gelombang menjadi relatif rendah.

IODM merupakan fenomena yang mirip dengan ENSO tetapi terjadi di Samudra Hindia. Peristiwa ini ditandai dengan adanya perbedaan anomali suhu permukaan laut (SPL) antara wilayah tropis Samudra Hindia bagian barat dengan bagian timur. Anomali SPL ini memiliki kondisi yang lebih dingin dari normal dan muncul di pantai barat Sumatra (Samudra Hindia bagian timur), sementara itu di Samudra Hindia bagian barat menjadi lebih panas dari normalnya. Mekanisme IODM bermula dari munculnya anomali SPL negatif di sekitar Selat Lombok hingga selatan Pulau Jawa pada bulan Mei-Juni, bersamaan terjadinya anomali angin tenggara yang lemah di sekitar Jawa dan Sumatra. Anomali terus menguat (Juli-Agustus) dan meluas ke daerah khatulistiwa (pantai selatan Jawa hingga pantai barat Sumatra. Kondisi tersebut bersamaan dengan munculnya anomali positif SPL di Samudra Hindia bagian timur. Adanya dua kutub di wilayah tropis Samudra Hindia ini, semakin memperkuat anomali angin tenggara di sepanjang khatulistiwa dan pantai barat Sumatra. Siklus puncaknya pada bulan Oktober, dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan November-Desember. Sebagian besar penelitian mengenai IODM untuk wilayah Indonesia mengkaji dampaknya terhadap curah hujan. Kurniawan (2012) telah melakukan kajian tentang dampak IODM terhadap tinggi gelombang, yang memperlihatkan bahwa IODM negatif IODM merupakan fenomena yang mirip dengan ENSO tetapi terjadi di Samudra Hindia. Peristiwa ini ditandai dengan adanya perbedaan anomali suhu permukaan laut (SPL) antara wilayah tropis Samudra Hindia bagian barat dengan bagian timur. Anomali SPL ini memiliki kondisi yang lebih dingin dari normal dan muncul di pantai barat Sumatra (Samudra Hindia bagian timur), sementara itu di Samudra Hindia bagian barat menjadi lebih panas dari normalnya. Mekanisme IODM bermula dari munculnya anomali SPL negatif di sekitar Selat Lombok hingga selatan Pulau Jawa pada bulan Mei-Juni, bersamaan terjadinya anomali angin tenggara yang lemah di sekitar Jawa dan Sumatra. Anomali terus menguat (Juli-Agustus) dan meluas ke daerah khatulistiwa (pantai selatan Jawa hingga pantai barat Sumatra. Kondisi tersebut bersamaan dengan munculnya anomali positif SPL di Samudra Hindia bagian timur. Adanya dua kutub di wilayah tropis Samudra Hindia ini, semakin memperkuat anomali angin tenggara di sepanjang khatulistiwa dan pantai barat Sumatra. Siklus puncaknya pada bulan Oktober, dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan November-Desember. Sebagian besar penelitian mengenai IODM untuk wilayah Indonesia mengkaji dampaknya terhadap curah hujan. Kurniawan (2012) telah melakukan kajian tentang dampak IODM terhadap tinggi gelombang, yang memperlihatkan bahwa IODM negatif

Fenomena yang menyerupai ENSO dan terjadi di wilayah Samudra Pasifik bagian utara dengan siklus biasanya 9-13 tahun dikenal dengan istilah Pacific Decadal Oscillation (PDO). Munculnya PDO akan memperkuat sinyal ENSO di selatan India, sementara SPL lokal secara langsung berhubungan dengan curah hujan total di wilayah semenanjung selatan (Shouraseni dkk, 2003 dalam Santriyani, 2011). Beberapa fenomena atmosfer lainnya yang terjadi di Samudra Pasifik dengan siklus 5-9 tahun dan >13 tahun berturut-turut adalah Quasi Decadal Oscillation (QDO) dan Interdecadal P acific Oscillation (IPO) (Park dan Oh, 2000).

II.3 EOF ( Empirical Orthogonal Function )

EOF atau yang dikenal juga dengan sebutan Principal Component Analysis (PCA) merupakan sebuah konsep analisis statistik multivariat yang bertujuan untuk menyederhanakan keterkaitan yang kompleks dari suatu data set dengan membentuk satu atau lebih variabel baru sedemikian rupa sehingga lebih mampu menggambarkan pola dari keseluruhan data set dengan lebih baik. Keuntungan lainnya dari EOF adalah kemampuannya untuk mereduksi atau mengkompres data set, dengan mereduksi jumlah dimensi atau variabel tanpa kehilangan banyak informasi. Tinjau sebuah variabel skalar

yang terdefinisi pada M titik ruang fisik dan titik langkah waktu:

f ( x i , t n ), i  1 , M ; n  1 , N (II.1) Persamaan II.1 dapat juga ditulis sebagai berikut

  (II.2)

Dekomposisi data pada metode EOF mengikuti persamaan berikut

i , t n )  k  1  k ( t n ) u k ( x i )  (II.3) i , t n )  k  1  k ( t n ) u k ( x i )  (II.3)

dengan

f ( x i , t n ) : nilai data asli di koordinat dan pada saat waktu ke- n  k ( t n ) : amplitudo mode (temporal) ke- k saat waktu ke- n

: nilai spasial mode ke- k di koordinat

Analisis EOF berkaitan dengan variabilitas suatu variabel skalar di suatu tempat. Daerah dengan tanda pola spasial EOF yang sama (sama positif atau sama negatif), berarti memiliki variasi temporal yang sefase. Jika terdapat dua mode/PC ( principle component ) yang berdampingan memiliki pola temporal yang sama tetapi berlawanan fase secara spasial, maka data menunjukkan adanya sifat osilasi. Biasanya, tempat dengan nilai amplitudo EOF spasial yang lebih besar, menunjukkan variabilitas temporal yang besar pula (Kantha dan Clayson, 2000 dalam Ramadhan, 2014). Pengaruh mode terhadap variabilitas ditunjukkan oleh hasil perkalian antara pola spasial dan pola temporalnya.

II.4 Analisis Tren

Analisis tren digunakan untuk mengamati kecenderungan data secara menyeluruh pada suatu kurun waktu tertentu yang cukup panjang. Untuk menguji adanya tren kenaikan atau penurunan dari data digunakan uji statistik non parametrik Mann- Kendall. Uji Mann-Kendall mempunyai keunggulan bahwa data tidak perlu harus memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan pada uji statistik parametrik. Nilai data dievaluasi sebagai orde deret waktu dan setiap data dibandingkan dengan semua data berikutnya.

II.5 Studi Terdahulu

Studi karakteristik gelombang pada skala global di berbagai belahan dunia telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang meliputi kajian variasi antartahunan, tren jangka panjang, dan nilai gelombang ekstrim, baik dengan menggunakan data buoy , data satelit altimetri, maupun berdasarkan data hasil simulasi model (Ramdhani, 2015), begitu juga untuk kajian dalam skala regional Studi karakteristik gelombang pada skala global di berbagai belahan dunia telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang meliputi kajian variasi antartahunan, tren jangka panjang, dan nilai gelombang ekstrim, baik dengan menggunakan data buoy , data satelit altimetri, maupun berdasarkan data hasil simulasi model (Ramdhani, 2015), begitu juga untuk kajian dalam skala regional

Tabel II.1 Studi terdahulu.

Gelombang tertinggi di gelombang musiman

Menentukan pola iklim Distribusi H s dan

perairan terbuka utara perairan Indonesia

kecepatan angin

perdua bulan

terjadi pada saat musim barat, sedangkan di perairan terbuka selatan pada musim timur .

Caires dan Swail Menentukan tren dan Uji Mann-Kendall Perairan dengan tren (2004)

kenaikan paling besar utama dari tinggi

variabilitas mode yang

dan EOF

berada di Pasifik utara, gelombang perairan

Atlantik timur laut, dan global

samudra bagian selatan (SO). Variabilitas gelombang global sebesar 15% berasal dari swell yang menjalar dari belahan bumi selatan.

Semedo, dkk., Menentukan Model gelombang Tinggi gelombang laut (2011)

secara global didominasi dan swell secara global (WAM), EOF

karakteristik wind-sea generasi III

oleh swell , terutama di daerah tropis.

Kurniawan, Menentukan

Variasi tinggi gelombang (2012)

Distribusi

dan frekuensi terjadi gelombang di perairan

karakteristik

frekuensi

gelombang tinggi Indonesia

gelombang dan

korelasi H s

mempunyai pola yang

berasosiasi dengan siklus ENSO dan IODM angin monsun. Ramadhan (2014) Menentukan pola

terhadap indeks

Monsun 12 bulanan variabilitas dominan

SWAN, EOF

dominan mempengaruhi yang mempengaruhi

tinggi gelombang di Laut variabilitas gelombang

Cina Selatan dan Samudra di perairan Indonesia

Hindia sedangkan monsun bagian barat.

enam bulanan dominan di Laut Jawa.

Ramdhani (2015) Mengetahui Model gelombang Kejadian gelombang tinggi karakteristik siklon

WW3 dan metode di perairan Indonesia tropis dan MJO yang

bagian dalam dipengaruhi berpengaruh terhadap

analisis data

oleh monsun dan diperkuat kejadian gelombang

( mean , persentil,

oleh siklon tropis dan MJO tinggi di perairan

nilai maksimum,

fase 5. Indonesia bagian dalam distribusi

dan fungsi

kumulatif)

II.6 Perbedaan Studi Terdahulu dengan Sekarang

Studi terkait variabilitas gelombang yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia telah dilakukan oleh Amsori (2002), Kurniawan (2012), dan Ramdhani (2015) untuk melihat pengaruh monsun dan fenomena atmosfer lainnya terhadap tinggi gelombang di perairan Indonesia. Kajian tersebut belum ada yang memperlihatkan besarnya kontribusi fenomena atmosfer terhadap variansi tinggi gelombang di perairan Indonesia.

Pada kajian ini akan dilakukan analisis variansi tinggi gelombang baik secara spasial dan temporal menggunakan metode EOF yang merupakan pengembangan dari kajian yang dilakukan Ramadhan (2014). Pengembangan yang sangat mendasar dari kajian yang dilakukan Ramadhan (2014) adalah wilayah studi dan panjang data yang digunakan. Pada kajian ini wilayah studi mencakup seluruh wilayah perairan Indonesia dan panjang data yang digunakan adalah 24 tahun (1988-2011), sedangkan Ramadhan (2014) hanya mengkaji wilayah perairan Indonesia bagian barat dengan panjang data tiga tahun (Juli 1996 – Juni 1999). Data yang digunakan merupakan hasil simulasi yang dilakukan Ramdhani (2015), tetapi analisis yang dilakukan Ramdhani (2015) tidak mengkaji besarnya kontribusi sinyal musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap variansi tinggi gelombang di seluruh perairan Indonesia. Kajian Ramdhani (2015) lebih difokuskan kepada pengaruh MJO dan siklon tropis terhadap kejadian gelombang tinggi di perairan Indonesia bagian dalam.

Bab III Data dan Metodologi

III.1 Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hindcast tinggi gelombang signifikan ( H s ) rata-rata bulanan selama 25 tahun (1991-2015) yang merupakan hasil simulasi model yang dilakukan oleh Sofian (2010) dengan menggunakan model gelombang spektral generasi ketiga Wavewatch III (WW3) yang dikembangkan oleh NCEP ( National Centre for Enviromental Prediction ), Amerika Serikat. Masukan model untuk melakukan simulasi gelombang adalah angin reanalisis Cross Calibrated Multi Platform (CCMP), Navy Operational Global Atmospheric Prediction System (NOGAPS), dan Navy Global Enviromental Model (NAVGEM). Simulasi model dilakukan dengan menggunakan metode nesting yang terdiri dari dua domain, yaitu domain global

(70 o LU - 70 LS dan 0 - 360 ) dengan resolusi grid model 0,75 x 0,75 dan

oo

domain Indonesia (20 o LU - 20 LS dan 90 BT - 150 BT) dengan resolusi grid

0,125 o x 0,125 .

III.2 Daerah Kajian

Gambar III.1 Wilayah kajian dan profil batimetri.

Daerah kajian pada penelitian ini merupakan wilayah perairan Indonesia yang

berada pada posisi 20 o LU - 20 LS dan 90 BT - 150 BT. Gambar III.1 menunjukkan daerah kajian dan profil batimetri yang bersumber dari National

Geophysical Data Center (http://www.ngdc. noaa.gov/).

III.3 Metodologi

Analisis EOF digunakan untuk mengetahui bagaimana pola-pola variabilitas yang berperan dalam menentukan variansi terhadap nilai tinggi gelombang signifikan

( H s ) di daerah studi baik secara temporal maupun spasial. Sehingga dengan metode EOF dapat diketahui seberapa besar kontribusi sinyal intraseasonal, musiman, antartahunan, intradecadal , dekadal, dan interdecadal terhadap variansi tinggi gelombang pada domain studi. Analisis EOF menghasilkan mode-mode atau berbagai mode yang menggambarkan variabilitas tinggi gelombang