Individu dalam Organisasi dalam meningkatkan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi
pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi,
transaksi, aktivitas, dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis
harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman
tentang apa yang disebut dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu
selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.
Perbincangan tentang etika bisnis disebagian besar paradigma pemikiran
pebisnis terasa kontradiksi (bertentangan dalam dirinya sendiri), mana mungkin ada
bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki dunia bisnis berarti
dia harus berani ( paling tidak) “ bertangan kotor”

1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah organisasi yang rasional itu ?
2. Apakah organisasi bisnis itu dalam kaitannya dengan etika bisnis ?

3. Bagaimana penggambaran dari organisasi yang penuh perhatian ?

1.3

Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan
wawasan yang utuh, komperhensif, dan mendalam tentang etika bisnis individual dan
organisasi.

1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Organisasi rasional
Model organisasi bisnis yang “rasional” yang lebih tradisional mendefenisikan

organisasi sebagai suatu struktur hubungan formal (yang didefenisikan secara eksplisit dan
digunakan secara terbuka) yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan

efisiensi maksimal. E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang organisasi dari
prespektif tersebut yaitu organisasi adalah koordinasi rasional atas aktivitas-aktivitas
sejumlah individu untuk mencapai tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian
tenaga kerja dan fungsi dan melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab.
Berbagai tingkatan dalam organisasi dan yang mengatur semua individu ke dalam
tujuan organisasi dan hirarki formal adalah kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai
sebagai agen yang secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal
organisasi dan berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai gantinya mereka memperoleh
dukungan dalam bentuk gaji dan kondisi kerja yang baik. Dari perjanjian kontraktual
tersebut, pegawai menerima tanggungjawab moral untuk mematuhi atasan dalam usaha
mencapai organisasi, dan selanjutnya organisasi juga memiliki tanggungjawab moral untuk
memberikan dukungan ekonomi pada para pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori
utilitarian memberikan dukungan tambahan pada pandangan bahwa pegawai memiliki
kewajiban untuk berusaha mencapai tujuan perusahaan secara loyal.
Tanggungjawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek ‘rasional” organisasi
difokuskan pada dua kewajiban moral yakni a) kewajiban atasan untuk mematuhi atasan
dalam organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan untuk
memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.
a. Kewajiban pegawai terhadap perusahaan
Dalam pandangan rasional perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk

bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Kewajiban karyawan dan perusahaan dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Kewajiban Ketaatan
Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di
perusahaan, tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan
oleh atasannya. Perintah-perintah tersebut antara lain seperti etika atasan menyuruh
2

karyawan tersebut untuk melakukan hal yang tidak bermoral, seperti membunuh
musuh atasannya, atau dapat pula berupa korupsi. Dapat pula dalam bentuk
mengerjakan tugas pribadi atasannya, misalnya untuk kepentingan pribadi atasan
bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti mencuci mobil dan merenovasi rumah
pribadi milik atasannya. Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang
demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati,
misalnya sekretaris diberi tugas untuk bersih-bersih, dan lain sebagainya. Cara untuk
menghindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaaatan adalah membuat
deskripsi pekerjaan yang jelas dan cukup lengkap pada saat karyawan mulai bekerja
di perusahaan. Namun deskripsi pekerjaan ini harus dibuat cukup luwes sehingga
kepentingan perusahaan selalu bisa di beri prioritas.
2) Kewajiban Konfidensialitas

Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat
konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi.
Kewajiban ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi
berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika
karyawan tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang
sama. Contohnya adalah seorang akuntan, ia tidak boleh membocorkan kondisi
finansial perusahaan lama ke perusahaan baru. Kewajiban konfidensialitas ini terbatas
pada informasi perusahaan. Hal-hal lain yang diperoleh atau diketahui sambil bekerja
di perusahaan pada prinsipnya tidak termasuk kewajiban konfidensialitas. Misalnya
keterampilan yang dikembangkan oleh karyawan itu dengan bekerja pada perusahaan
yang sama. Alasan etika yang mendasari kewajiban ini adalah bahwa perusahaan
menjadi pemilik informasi rahasia itu.
3) Kewajiban Loyalitas
Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status seseorang sebagai
karyawan perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan dan turut
merealisasikan tujuan tersebut. Faktor utama yang dapat membahayakan terwujudnya
loyalitas adalah konfilk kepentingan (conflict of interest) artinya konflik kepentingan
pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan
kepentingan pribadi yang bersaing dengan kepentingan perusahaan. Misalnya
karyawan memproduksi produk yang sama dengan produk perusahaan dan

menjualnya dengan harga murah. Konflik kepentingan tidak selalu berkaitan dengan
masalah uang. Contohnya, seorang yang bekerja di suatu perusahan memutuskan
3

untuk membeli peralatan kantor dari perusahaan tempat dimana anaknya bekerja,
walaupun sebenarnya ada penawaran harga yang lebih baik dari perusahaan lain.
4) Kewajiban Melaporkan kesalahan
Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau whistle blowing, secara
internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di
dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Misalnya seorang
karyawan bawahan melaporkan suatu kesalahan langsung kepada direksi, dengan
melewati kepala bagian dan manajer umum. Pada pelaporan eksternal, karyawan
melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat
melalui media komunikasi. Misalnya karyawan melaporkan bahwa perusahaannya
tidak memenuhi kontribusinya kepada Jamsostek atau tidak membayar pajak melalui
media massa atau pihak eksternal lainnya.
Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan
ini, “apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan dengan
kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah didiskusikan lebih
mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban

loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum
apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan.
Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila lima syarat berikut terpenuhi:
1. Kesalahan perusahaan harus besar. Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika
menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan
kegiatan yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan tujuan perusahaan.
2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain. Misalnya karyawan memutuskan berhenti dari suatu
pekerjaan karena kecewa dengan atasannya. Setelah ia pergi dari perusahaan itu, ia membuka
praktek kurang etis dari perusahaan seperti tidak membayar pajak. Motif pelaporan ini adalah
untuk balas dendam.
4. Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan
perusahaan dibawa ke luar. Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu
untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal ini
juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya penyelesaian secara internal
gagal, ia boleh memikirkan whistle blowing.

4


5. Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses. Jika
sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa,
misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang
tersebut tidak melapor.
Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang
bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan
banyak kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan
terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat pelaporan ini.
Untuk pelapor, whistle blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko
yang akan didapatkannya cukup besar. Di beberapa negara ada kode etik profesi, misalnya
kode etik insinyur yang secara tidak langsung menganjurkan whistle blowing. Dalam kode
etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus di tempatkan
di atas segalanya. Ada juga negara yang melindungi para whistle-blowers melalui jalur
hukum, seperti Inggris dengan undang-undang yang disebut The Public Interest Disclosure
Act (1998).
Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal melaksanakan kewajiban untuk mencapai tujuan
perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1.

Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat duatu

perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan pribadi
terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a) mungkin bertentangan dengan
kepentingan perusahaan, dan (b) cukup substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi
penilaiannya sehingga tidak seperti yang diharapkan perusahaan. Konflik kepentingan bisa
bersifat aktual dan potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang melaksanakan
kewajibannya dalam satu cara yang mengganggu perusahaan dan melakukannya demi
kepentingan pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong
kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan.
2.

Pencurian Pegawai dan Komputer
Pegawai perusahaan memiliki perjanjian kontraktual untuk hanya menerima

keuntungan tertentu sebagai ganti hasil kerjanya dan menggunakan sumber daya perusahaan
hanya dalam usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Tindakan pegawai yang mencari
tambahan keuntungan pribadi atau menggunakan sumber daya perusahaan untuk dirinya

5


sendiri merupakan tindakan pencurian karena keduanya berarti mengambil atau
menggunakan properti milik orang lain (perusahaan) tanpa persetujuan pemilik yang sah.
Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin informasi atau program komputer
merupakan pencurian. Disebut pencurian karena informasi yang dikumpulkan dalam bank
data komputer oleh suatu perusahaan dan program komputer yang dikembangkan atau dibeli
perusahaan merupakan properti dari perusahaan yang bersangkutan.
3.

Insider Trading
Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual saham perusahaan berdasarkan

informasi “orang dalam” perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam” tentang
suatu perusahaan merupakan informasi rahasia yang tidak dimiliki publik di luar perusahaan,
namun memiliki pengaruh material pada harga saham perusahaan. Insider trading adalah
ilegal dan tidak etis karena orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan
memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota masyarakat lain. Namun demikian,
sejumlah pihak menyatakan bahwa insider trading secara sosial menguntungkan dan menurut
prinsip utilitarian, tindakan ini seharusnya tidak dilarang, malah dianjurkan.
b. Kewajiban perusahaan terhadap pegawai

Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan rasional,
adalah memberikan kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai
imbalan atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan dengan kewajiban ini: kelayakan
gaji dan kondisi kerja pegawai. Gaji dan kondisi kerja merupakan aspek-aspek kompensasi
yang diterima pegawai dari jasa yang mereka berikan, dan keduanya berkaitan dengan
masalah apakah pegawai menyetujui kontrak kerja secara sukarela dan sadar. Jika seorang
pegawai "dipaksa" menerima pekerjaan tanpa upah yang memadai atau kondisi kerja yang
layak, maka kontrak kerja tersebut dianggap tidak adil.
1) Gaji
Setiap perusahaan menghadapi dilema ketika menetapkan gaji pegawai seperti,
bagaimana menyeimbangkan kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan
kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang layak bagi diri mereka sendiri
dan keluarga? Tidak ada rumus sederhana untuk menentukan "gaji yang layak".
Kelayakan gaji sebagian bergantung pada dukungan yang diberikan masyarakat (jaminan
sosial,

perawatan

kesehatan,


kompensasi

pengangguran,

pendidikan

umum,

kesejahteraan, dan sebagainya), kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan posisi
kompetitif perusahaan. Meskipun tidak ada cara untuk menentukan gaji yang layak
6

dengan pasti, namun kita setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah, yaitu: a) Gaji dalam industri dan
wilayah tempat seseorang bekerja, b) Kemampuan perusahaan, c) Sifat pekerjaan, d)
Peraturan upah minimum, e) Hubungan dengan gaji lain, dan f) Kelayakan negosiasi gaji.
2) Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan
Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman, bebas dari resiko
terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Hampir
semua negara modern mempunyai peraturan hukum guna melindungi keselamatan dan
kesehatan kaum pekerja. Dalam hal ini peraturan hokum disemua negara belum tentu
sama dan belum tentu memuaskan. Terlepas dari aturan hukum para ajikan tidak bebas
dari kewajiban tetapi terikat dengan alasan-alasan etika. Keselamatan dan kesehatan
pekerja tidak pernah boleh dikorbankan kepada kepentingan ekonomis. Resiko memang
tidak selalu bisa dihindari, tetapi harus dibatasi sampai seminimal mungkin, walaupun
upaya itu bisa mengakibatkan biaya produksi bertambah. Selain itu si pekerja harus
menerima resiko itu dengan bebas, setelah lebih dahulu ia diberikan ekstra untuk
mengimbangi resiko, baik dalam gaji langsung maupun asuransi khusus.
3) Kondisi Kerja: Kepuasan Kerja
Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak baik karena alasan lain, yaitu
bahwa cara ini memberikan beban yang tidak adil pada pekerja. Juga ada banyak bukti
bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi. Pekerjaan yang dispesialisasikan dalam dua
dimensi yaitu secara horizontal dengan membatasi jangkauan tugas dan membatasi
repetisi atau pengulangan dalam cakupan tugasnya. Jangkauan tugas yang terlampau jauh
melewati batas kemampuan pegawai dapat menyebabkan pegawai frustasi. Demikian juga
kerja rutin yang berulang dalam jangka waktu panjang dapat lebih cepat menciptakan
kejenuhan. Selain secara horizontal, pekerjaan juga bisa dispesialisasikan secara vertikal
dengan mebatasi rentang pengwasan dan pengambilan keputusan atas kegiatan-kegiatan
dala suatu pekerjaan.
4) Tidak melakukan diskriminasi
Perusahaan dalam operasinya tidak akan terhindar dari tindakan membeda-bedakan
pegawai. Contohnya saja diskiminasi yang terjadi dimana – mana seperti AS, Indonesia
dan lain – lain. Diskriminasi baru akan terhapus betul bila suatu negara semua warganya
mempunyai hak yang sama dan diperlakukan dengan cara yang sama pula. Diskriminasi
timbul biasanya disertai dengan alasan yang tidak relevan.

7

2.2

Organisasi politik
Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang

selanjutnya saling bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan
pengaruh. Dengan demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh koalisi
yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan oleh otoritas yang "sah",
namun ditetapkan melalui tawar menawar antara berbagai koalisi. Realita dasar organisasi,
menurut model ini, bukanlah otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun kekuasaan:
kemampuan individu (atau kelompok individu) untuk mengubah perilaku pihak lain menuju
cara yang diinginkan tanpa harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak
diinginkan.
Jika kita memfokuskan pada kekuasaan sebagai dasar realita organisasional, maka
permasalahan etis utama yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah
masalah yang berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama
difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan pegawai, namun pada
hambatan-hambatan moral terhadap penggunaan kekuasaan di dalam organisasi. Etika
perilaku organisasional yang dilihat dari perspektif model politik difokuskan pada
pertanyaan: Apa batasan moral, jika ada, pada pelaksanaan kekuasaan dalam organisasi?
Dalam bagian-bagian berikut ini, kita akan membahas dua aspek dari pertanyaan ini, yaitu:
(a) Apa, jika ada, batasan moral pada kekuasaan manajer yang dapat diterapkan pada
pegawai? (b) Apa, jika ada, batasan moral pada kekuasaan pegawai yang dapat diterapkan
pada pegawai lain?
2.3

Organisasi yang penuh perhatian
Aspek kehidupan organisasional tidak cukup baik digambarkan dalam model

kontraktual yang merupakan dasar dari organisasi "rasional", ataupun dengan model
kekuasaan yang mendasari organisasi "politik". Mungkin aspek tersebut paling tepat
digambarkan sebagai organisasi penuh perhatian (caring), di mana konsep-konsep moral
utamanya sama dengan konsep yang mendasari etika memberi perhatian. Jeanne M. Lied tka
menggambarkan organisasi semacam itu sebagai organisasi, atau bagian organisasi, di mana
tindakan memberi perhatian merupakan: a) Difokuskan sepenuhnya pada individu (pribadi),
bukan "kualitas", "keuntungan", atau gagasan-gagasan lain yang saat ini banyak dibicarakan;
b) Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari dirinya sendiri, serta bukan hanya sarana untuk
mencapai kualitas, keuntungan, dan sebagainya; c) Bersifat pribadi, dalam artian bahwa hal
tersebur melibatkan individu-individu tertentu yang memberikan perhatian, pada tingkat
8

subjektif, pada individu tertentu lainnya; dan d) Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi
perhatian, dalam artian bahwa tindakan ini menggerakkan mereka menuju pemanfaatan dan
pengembangan kemampuan seutuhnya, dalam konteks kebutuhan dan aspirasi mereka
sendiri.
Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena orang merasa wajib saling
memercayai jika mereka melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang saling membutuhkan
dan saling terkait. Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi semacam itu, maka
organisasi tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengawasi para pegawainya dan
memastikan bahwa mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.
Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari kemungkinan terjadinya
pelanggaran terhadap hubungan kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting
muncul dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis penting dari
perspektif organisasi carin? Jawabannya adalah memberikan perhatian terlalu banyak atau
kurang banyak.

9

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Semua manusia tidak akan bisa lepas dari masalah etika, bila disadari secara jujur.
Apalagi sebuah perusahaan yang tidah berdiri sendiri, yang mempekerjakan banyak tenaga
kerja, bila tidak hati – hati dalam mengelola dapat merugikan semua pihak, tidak hanya
perusahaan tapi juga pekerjaan masyarakat. Pada jaman sekarang masalah etika bisnis
sangatlah penting untuk diperhatikan karena menyangkut perilaku jujur dan bermoral karena
ada kaitanya dengan manusia. Dalam setiap langkah bisnis, apabila pekerja dan pengusaha
selalu memperhatikan hak dan kewajiban masing – masing yang tidak menyimpang dari
kepentingan bersama dalam arti tidak melanggar etika maka semua akan dapat survive terus.
Adapun kewajiban pekerjaan terhadap perusahaan merupakan hak sedangkan kewajiban
perusahaan terhadap karyawan antara lain tidak diskriminasi, upah adil, menjamin kesehatan
dan keselematan, tidak memberhentikan karyawan dengan semena – mena dan lain – lain.
Kewajiban ini bagi karyawan merupakan hak karyawan dan hak tersebut bila tidak dipenuhi
termasuk perbuatan yang kurang etis. Sekali lagi bahwa dalam bisnis modern yang penuh
persaingan ketat, para pengusaha menyadari bahwa pengakuan, penghargaa dan jaminan atas
hak – hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat menentukan sehat tidaknya kinerja suatu
perusahaan. Hal ini disebabkan karena jaminan atas hak – hak pekerja pada akhirnya
berpengaruh langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas, produktivitas dan kinerja
setiap pekerja. Terimakasih

10

DAFTAR PUSTAKA
Velasquez, Manuel G. ETIKA BISNIS Konsep dan Kasus, Edisi 5, Penertbit Andi,
Yogyakarta
http://dokumen.tips/download/link/etika-individu-dan-organisasi

11