BENTUKLAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAR (1)

BENTUKLAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARAKTERISTIK AIR TANAH
Analisis Airtanah pada Kawasan Karst Gunung Kidul
Ulil Usnaini
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email: [email protected]
INTISARI
Karst merupakan daerah berbatuan gamping dengan karakter geomorfologi yang spesifik dan unik yang tidak di temukan pada unit
geomorfologi yang lain. Bentuklahan hasil proses pelarutan mempengaruhi kondisi hidrologi di daerah karst akibat dari batuan yang mudah
larut menyebabkan kawasan ini mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik dan menjadikan kawasan karst ini didominasi oleh
sistem aliran bawah permukaan dibandingkan dengan sistem permukaan. Hal ini menimbulkan permasalahan di kawasan karst yaitu
kekeringan dan kesulitan mendapatkan air tanah. Namun batuan gamping yang mudah larut dapat membentuk sistem rekahan atau ronggarongga pelarutan didalamnya yang dalam waktu yang lama akan membentuk goa karst. Proses perkembangan selanjutnya adalah goa-goa
yang terbentuk akan menyatu rekahan satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu lorong panjang di bawah permukaan dan menjadi
sungai bawah tanah atau sungai karst yang dapat menampung air dari berbagai sumber yaitu sungai permukaan yang masuk ke dalam tanah,
rekahan batuan yang menjadi jalan masuknya air hujan serta mulut goa vertikal. Goa-goa dan sungai-sungai bawah tanah berpotensi menjadi
sumber air pada kawasan karst. Gunung Kidul merupakan salah satu kawasan karst yaitu Kawasan Karst Gunung Sewu. Ancaman terhadap
kawasan karst di Gunung Kidul adalah banyaknya penambangan yang akan mengganggu ekosistem karst termasuk sungai bawah tanah
sebagai sumber air. Cara mengelola potensi airtanah yang ada di Gunung Kidul adalah dengan menggunakan Pompa Air Tenaga Mikro Hidro
atau Hydropower (PATMH) yaitu alat untuk menaikkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan memanfaatkan energi
aliran air yang mempunyai tinggi tekan (Head) dan besar debit aliran tertentu. Salah satu Penggunaan PATMH adalah pada Sungai bawah
tanah yang mengalir di dalam goa seropan. Aliran sungai ini telah dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk yang
tersebar di 5 kecamatan yaitu Semanu, Ponjong, Wonosari, playen dan Rongkop dengan target masyarakat yang memanfaatkan air dari Goa

Seropan mencapai 200 ribu jiwa.
Kata Kunci : Bentuklahan, Pelarutan, Gunung Kidul, Goa, Sungai Bawah Tanah.

I.PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Istilah karst berasal dari bahasa Slovenia kras- yang artinya lahan gersang berbatu (Nugroho dan Pranantya,2012).
Menurut Ford dan Williams (1989) Karst adalah medan dengan kondisi hidrologi yang khas akibat dari batuan yang mudah larut
dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Karst merupakan daerah berbatuan gamping dengan karakter
geomorfologi yang spesifik dan unik yang tidak di temukan pada unit geomorfologi yang lain. Beberapa penciri kawasan karst
(Ford dan William, 1989) adalah sebagai berikut:
1. Terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk.
2. Drainase atau sungai permukaan langka atau tidak ada
3. Terdapat goa dari sistem drainase bawah tanah
Suatu kawasan dapat dikatakan sebagai kawasan karst apabila telah mengalami proses karstifikasi. Karstifikasi adalah
serangkaian proses mulai dari terangkatnya batu gamping ke permukaan bumi akibat proses struktural dan terjadi proses
pelarutan terhadap batu gamping tersebut dalam ruang dan skala geologi hingga akhirnya membentuk topografi karst. Suatu
kawasan meskipun memiliki susunan batugamping namun belum mengalami proses karstifikasi maka belum dapat dikatakan
sebagai kawasan karst (Koesoemadinata, 1987)
Sifat batuan penyusun yang mudah larut dalam air membuat topografi karst ada yang menonjol ke atas atau berada
diatas permukaan tanah yang disebut bentukan karst positif dan ada yang terlihat berada di bawah rata-rata permukaan disebut

bentukan karst negatif (Dibyosaputro,1997). Pada dasarnya, karena disusun oleh batu gamping yang bersifat impermeabel
dengan kemampuan yang buruk dalam melalukan dan meloloskan air maka isu yang umum pada daerah karst adalah
kekeringan dan kesulitan mendapat air tanah. Namun batuan gamping mudah larut dalam air sehingga dapat membentuk sistem
rekahan atau rongga-rongga pelarutan didalamnya yang dalam waktu yang lama akan membentuk goa karst. Proses
perkembangan selanjutnya adalah goa-goa yang terbentuk akan menyatu rekahan satu dengan yang lain sehingga membentuk
suatu lorong panjang di bawah permukaan dan menjadi sungai bawah tanah atau sungai karst yang dapat menampung air dari

berbagai sumber yaitu sungai permukaan yang masuk ke dalam tanah, rekahan batuan yang menjadi jalan masuknya air hujan
serta mulut goa vertikal.
Gunung Kidul merupakan salah satu kawasan karst yaitu Kawasan Karst Pegunungan sewu . Kawasan Karst di
Gunung Kidul memang cukup tertinggal, kawasan ini kering, iklimnya panas, air permukaan terbatas sehingga tidak cocok untuk
lahan pertanian karena tanaman tidak akan bertahan lama jika ditanam. Namun sebenarnya daerah karst memiliki banyak
potensi tersembunyi. Salah satu potensi tersembunyi di kawasan karst yaitu air sungai bawah tanah yang dapat menjadi sumber
airtanah kawasan karst. Selain sungai bawah tanah potensi lainnya adalah mata air karst. Mata air karst memiliki waktu tunda
yang panjang antara hujan dan hingga keluar dari mata air karena sifat batuannya yang impermeabel. Dengan demikian mata air
karst justru debitnya besar saat kemarau. Karakteristik airtanah di kawasan karst terbentuk oleh keadaan geomorfologi yang
unik melalui proses yang panjang sehingga dapat membentuk sumber airtanah menyerupai cekungan airtanah pada kawasan
karst maka penting sekali untuk mempelajari karakteristik airtanah pada kawasan karst ini, sehingga dapat mengelola dan
memanfaatkannya dengan bijaksana.
I.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh bentuklahan terhadap karakteristik airtanah di Gunung Kidul
2. Apa saja ancaman terhadap airtanah di Gunung Kidul
3. Bagaimana mengelola potensi airtanah yang ada di Gunung Kidul
I.3 Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui pengaruh bentuklahan terhadap karakteristik airtanah di Gunung Kidul
2. Mengetahui ancaman terhadap airtanah di Gunung Kidul.
3. Mengetahui cara mengatasi permasalahan airtanah serta cara mengelola potensi airtanah yang ada di Gunung Kidul.
II.ISI
II.1 Bentuklahan asal proses pelarutan di Gunung Kidul
Bentuklahan asal proses pelarutan terbentuk akibat proses pelarutan yang terjadi pada daerah berbatuan karbonat
tertentu, Menurut Dibyosaputro (1997) beberapa syarat untuk berkembangnya topografi karst adalah sebagai berikut:
1. Terdapat batuan yang mudah larut (batu gamping dan batu dolomit)
2. Batu gamping dengan kemurnian tinggi
3. Mempunyai lapisan batuan yang tebal
4. Terdapat banyak diaklas (retakan)
5. Pada daerah tropis basah, dan
6. Vegetasi penutup yang lebat
Kekar-kekar yang terdapat pada batuan memberikan regangan mekanik, sehingga memudahkan gerakan air melalui batuan
tersebut (Sujosumanto,1997). Bentuklahan asal proses pelarutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bentuklahan negatif dan
bentuklahan positif. Bentuklahan negatif adalah bentuklahan yang berada dibawah rata-rata permukaan setempat sebagai akibat

proses pelarutan, runtuhan maupun terban. Sedangkan bentuklahan positif adalah bentuklahan yang berada diatas permukaan
tanah atau menonjol (Dibyosaputro, 1997). Pada Karst Pegunungan sewu bentukan negatif yang berkembang adalah dolin yang
setiap musim hujan selalu terisi air dan jumlahnya mencapai ratusan. Dolin adalah suatu ledokan yang berbentuk corong pada
batu gamping dengan diameter hingga 7 km dan kedalaman hingga ratusan meter (Monroe, 1970). Bentuklahan positif yang
berkembang di Kawasan Karst Pegunungan Sewu adalah kubah karst yaitu bentukan positif dengan puncak tidak terjal.
Bentuklahan asal proses pelarutan pada dasarnya ada tiga yaitu bentuk pelarutan, bentuk sisa dan bentuk deposisional.
Menurut tempat terjadinya bentuklahan solusional dapat dibedakan menjadi endokarst dan eksokarst. Eksokarst terletak di
permukaan dan mengalami kontak langsung dengan udara luar, sedangkan endokarst terletak di dalam goa atau terowongan
karst (Katili,1959). Kubah Karst yang ada di pegunungan sewu merupakan residu erosi dan lembahnya merupakan daerah
dimana terjadi erosi aktif dari dahulu hingga sekarang. Bagian depresi merupakan titik terendah dan menghilangnya air
permukaan ke bawah permukaan. Erosi akan memperlebar bidang perlapisan dan membentuk goa secara vertikal maupun
horisontal (Chorley, 1984).

Geomorfologi Karst tidak terlepas dari batuan dominannya yaitu batuan gamping. Klasifikasi batu gamping termasuk
dalam batuan sedimentasi kimiawi. Batuan tersebut terdiri atas kalsit (CaCO3 ) yang mempunyai sifat cepat bereaksi dengan
cairan asam (hidroclorida). Proses kimia yang dominan terjadi di batuan gamping adalah proses pelarutan yang dimulai dari
jatuhnya air hujan yang jenuh dengan gas karbondioksida dan membentuk kesetimbangan dalam air yang asam sebagai H2CO3
(asam karbonat). Karena sifatnya asam maka air tersebut akan dengan mudah melarutkan batuan gamping dan meninggalkan
kation kalsium dan anion bikarbionat terlarut dalam air. Karena sifatnya yang demikian maka di kawasan karst ini didominasi
oleh sistem aliran bawah permukaan dibandingkan dengan sistem permukaan. Sementara itu, proses pelarrutan itu jika sudah

mencapai tahap tertentu akan memmunculkan tipe topografi yang lain dari yang biasa ditemukan di tempat lain yang dikenal
sebagai topografi karst. (Alpha dkk, 2002).
Batu Gamping di daerah Gunung Kidul termasuk dalam kawasan karst karena batu gamping tersebut sudah mengalami
proses karstifikasi. Hal ini mengakibatkan karakteristik fisik batu gamping di kawasan karst Gunung Kidul berbeda dengan batu
gamping pada umumnya. Perbedaan karakteristik fisik antara batugamping pada kawasan karst dengan batu gamping dan
batuan sedimen lainnya antara lain adalah:
1. Banyaknya rongga-rongga akibat adanya proses pelarutan terhadap karbonat pada batuan gamping tersebut.
2. Banyak terdapat rekahan-rekahan sebagai bidang diskontinyu yang dapat disebabkan oleh adanya struktur geologi dan
akibat proses pelarutan.
3. Rekahan yang ada sulit untuk ditentukan polanya sehingga sulit untuk diketahui baik dalam penyebaran maupun dimensinya
Morfologi perbukitan karst Gunungsewu memiliki karaktersitik tersendiri, konfigurasinya membentuk grafik sinusoid maka
morfologinya dikenal sebagai perbukitan karst sinoid. Batuannya adalah massa batu gamping keras dengan sudut kemiringan
lapisan batuan yang rendah ke arah selatan. Besar kelerengan antara 10-15 % dan bentuk relief secara keseluruhan membulat.
Batuan yang mendominasi adalah batuan gamping klastik disamping itu juga terdapat batu gamping terumbu yang tersebar di
kawasan ini (Nugroho,2015)
II.2. Karakteristik Air Tanah di Gunung Kidul
Sumber air pada kawasan karst berupa goa-goa atau sungai sungai bawah tanah (Nugroho dan Pranantya,2012).
Goa Karst
Goa-goa yang berada dikawasan karst terbentuk oleh proses pelarutan air yang bersifat asam terhadap batu gamping.
Goa merupakan bagian yang tersisa setelah bagian batugamping yang terlarut terangkut oleh air. Bagian yang ditinggalkan oleh

batugamping yang terlarut tersebut berupa rongga-rongga. Teori pembentukan goa karst tidak selalu sama antara satu tempat
dengan tempat lainnya, hal ini tergantung pada kondisi geologi daerah setempat litologi/batuan, hidrologi, iklim dan sebagainya.
Pada dasarnya teori pembentukan goa karst mengarah pada posisi relatif air yang melarutkan batuan dengan posisi muka
airtanah pada daerah diaman goa tersebut terbentuk.
Di Gunung Kidul terdapat beberapa tipe goa karst berdasarkan tipe alirannya ( Adji, 2011) yaitu:
a. Goa pada aliran primer yaitu mempunyai aliran sebagai hubungan langsung dengan aliran sungai
b. Goa pada aliran sekunder yaitu mempunyai aliran sebangai sub aliran yang kemudian bergabung dengan aliran
primer sungai
c. Goa tidak memiliki sistem (belum diketahui), walaupun mempunyai airtanah tetapi sistem pergoaannya belum dapat
didefinisikan
Sungai Bawah Tanah
Menurut Haryono (2001), permukaan dari bukit-bukit karst berperan sebagai reservoir utama air di kawasan karst, dan
sebaliknya tidak ada zona untuk menyimpan aliran condoit karena geraknya yang sangat cepat dan segera mengalir ke laut.
Zona permukaan ini disebut sebagai zona epikarst yaitu lapisan dimana terdapat konsentrasi air hasil infiltrasi air hujan. Zona ini
memiliki permeabilitas dan porositas karena proses pelebaran celah paling tinggi dibandingan lapisan-lapisan lain, sehingga
berperan sebagai media penyimpan yang baik. Zona ini berkontribusi sebagai penyedia aliran di sungai bawah tanah pada
periode kekeringan yang panjang.
Konsentrasi airtanah pada akuifer berbatuan karst terletak pada sistem sungai bawah tanah yang merupakan pengatur
simpanan pada zona epikarst di sekitar permukaan bukit karst. Sifat aliran pada akuifer karst dibagi menjadi tiga komponen yaitu
aliran saluran/lorong (condoit), celahan (fissure), dan rembesan (diffuse), sedangkan menurut Domenico dan Schwartz dalam

Adji (2011) komponen aliran di akuifer kars hanya dibedakan menjadi dua yaitu komponen aliran rembesan dan

saluran.Komponen aliran rembesan adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah kars dari akuifer yang mengalir melalui
retakan-retakan pada batu gamping yang berukuran 10,3-10 mm. Aliran ini diimbuh oleh air infiltrasi yang tersimpan pada bukitbukit kars dan mengisi sungai bawah tanah sebagai tetesan dan rembesan pada ornamen goa. Komponen aliran ini bersifat
laminer dan karakteristiknya dapat mengikuti hukum Darcy (White,1993). Sedangkan komponen aliran saluran adalah komponen
aliran sistem sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui celah pada batu gamping yang berukuran 102-104 mm atau
lebih dan mendominasi sungai bawah tanah, terutama pada saat banjir dan responsnya terhadap hujan hampir menyerupai
sungai bawah tanah karena diimbuh oleh aliran permukaan yang masuk ke akuifer kars melalui ponor atau sinkhole. Sifat aliran
ini adalah turbulen dan Hukum Darcy tidak dapat diterapkan untuk mengkarakterisasinya.
Bonacci (1990) menjelaskan terdapat satu lagi tipe aliran yaitu aliran rembesan (fissure flow) yakni komponen aliran
pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batu gamping berukuran antara 10-102
mm. Imbuhan yang mempunyai sifat rembesan bergerak secara seragam ke bawah melalui reakahan – rekahan kecil yang
tersedia. Komponen aliran inilah yang selanjutnya dikenal sebagai aliran mantap atau aliran dasar (baseflow), yang merupakan
satu-satunya pemasok air pada sungai bawah tanah di musim kemarau ketika komponen aliran saluran/lorong dan celahan
sudah tidak ada lagi.
Sungai-sungai di Gunung Kidul yang masuk ke dalam sistem bawah tanah antara lain yaitu:
Nama Sungai
Tempat masuk
Debit(L/detik)
Kali Tegoan

Goa Sumurup
230-260
Kali Suci
Goa Suci
160
Kali Serpeng
Goa Serpeng
4
Kali Petoeng
Goa Jomblang
200
Sumber:Mc Donald dkk, 1984.
II.3. Ancaman Terhadap Air Tanah di Gunung Kidul
Berdasarkan teori hidrologi karst dan kenyataan lapangan tentang banyaknya penambangan pada daerah tangkapan sistem
sungai bawah tanah maka dapat terjadi kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut( Adji,2006):
1. Terjadi degradasi jumlah air yang tersimpan sebagai komponen sungai karena hilangnya bukit karst.
Sebagai suatu akuifer yang sangat berpotensi, bukit-bukit karst dengan porositas sekundernya yang mencapai lebih
dari 30% pada zona epikars berperan sangat penting sebagai reservoir utama kawasan kars. Porositas rata-rata bukit
karst di Gunung Sewu berkisar antara 30-35%. Porositas ini tergolong besar dan sangat berpotensi untuk menyimpan
air dalam jumlah yang besar. Sedangkan dibawahnya, sungai bawah tanah dengan sistemnya hanya berperan

sebagai media pengumpul dan pengatus (drainage) yang menerima tetesan dan rembesan air dari simpanan air zona
epikarst melalui rekahan(cavities). Jika satu bukit karst sebagai suatu media penyimpan utama air ditebas untuk
keperluan penambangan maka wilayah karst akan kehilangan simpanan air.
2. Perubahan perilaku waktu tunda terhadap hujan puncak pada puncak debit mataair maupun sungai bawah tanah.
Air yang tertampung di bukit karst pada zona epikarst akan teratus perlahan-lahan melalui celah-celah vadose,
rekahan, dan selanjutnya mengisi aliran bawah tanah yang terus berkembang menjadi sungai bawah tanah. Oleh
karena itu mata air ataupun sungai bawah tanah akan mempunyai waktu tunda setelah kejadian hujan selama
beberapa saat dengan kualitas kimia air yang relatif baik. Berkurangnya zona epikarst pada permukaan bukit gamping
akan merubah perilaku pengisian komponen diffuse yang menjadi komponen air andalan pada saat musim kemarau.
Sebaliknya waktu tunda puncak banjir bisa menjadi lebih cepat setelah kejadian hujan karena rusaknya fungsi
regulator pada permukaan bukit karst.
3. Perubahan komposisi aliran dasar (diffuse flow) dibanding aliran total
Jika permukaan bukit karst ditambang maka proporsi aliran dasar terhadap aliran total sungai akan berkurang. Hal ini
akan meningkatkan agresivitas airtanah terutama pada saat musim hujan. Sehingga proses pelarutan akan menjadi
semakin cepat, perkembangan lorong-lorong pada akuifer karst akan semakin cepat dan pelebaran lorong sungai
bawah tanah akan semakin cepat. Akibatnya fungsi karst sebagai penahan air sebelum dilepaskan menuju sungai
bawah tanah akan berkurang. Sehingga akan lebih sulit mempertahankan jumlah debit andalan saat musim kemarau.
Berdasarkan kategori epikarst, penambangan bukit gamping akan mengurangi jumlah simpanan air diffuse dan
sebaliknya akan meningkatkan aliran conduit saat banjir. Dampak yang sangat tidak diharapkan adalah bertambahnya


4.

5.

persentase aliran conduit saat musim hujan (banjir) tetapi berkurangnya persentase aliran diffuse saat musim
kemarau.
Degradasi atau pencemaran kualitas air.
Hal yang akan memicu pencemaran adalah pemotongan bukit karst yang memotong vertical cavities atau lorong
vertikal sebagai penghubung zona permukaan dan sungai bawah tanah. Dengan kata lain, jika aktivitas penambangan
menemukan luweng saat menambang maka tidak akan ada lagi filter atau saringan yang dapat menahan berbagai
macam polutan dari permukaan(limbah, pemupukan,sampah,dan sebagainya) untuk sampai ke sungai bawah tanah.
Pemotongan bukit karst akan memicu terjadinya efek rumah kaca
Ekosistem karst Gunung Sewu melalui siklus hidrologi yang ada didalmnya juga mempunyai peran terhadap
penyerapan karbon, pengonsumsi karbon dan penyeimbang siklus karbon yang dapat mereduksi efek rumah kaca dan
pemanasan global yang terjadi. Hsil perhitungan sementara menunjukkan bahwa jumlah karbon aktif yang dimakan
oleh proses karstifikasi di Gunung Sewu selama satu tahun adalah sekitar 72.000 ton gas karbondioksida (Haryono
dkk, 2009).

II.4.Pengelolaan Air Tanah di Gunung Kidul.
Keberadaan sungai bawah tanah yang mengalir di dalam goa dapat dikatakan pasti keberadaan dan potensinya

dengan melakukan penelusuran dan pemetaan terhadap goa tersebut. Metode lainnya untuk mengetahui kepastian darimana
awal air dalam goa tersebut berada dan kemana aliran airnya perlu dilakukan water tracing. Pelacakan muka air tanah pada
sungai bawah tanah di kawasan karst sangat kompleks karena medan goa merupakan lingkungan yang ekstrem maka
dibutuhkan teknik penelusuran serta memetakan sistem lorong goa (caving) dengan aman. Penelusuran goa untuk pelacakan
sistem sungai bawah tanah ini merupakan suatu aplikasi ilmu speleology (Yulianto,2010).
Pengelolaan air tanah di Gunung Kidul menggunakan Pompa Air Tenaga Mikro Hidro atau Hydropower (PATMH) yaitu
alat untuk menaikkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan memanfaatkan energi aliran air yang
mempunyai tinggi tekan (Head) dan besar debit aliran tertentu. Umumnya PATMH digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
baku untuk pemukiman di pedesaan dan irigasi skala kecil dengan syarat tersedia tinggi jatuh air minimal 2 m dan memiliki debit
air yang mencukupi untuk memfungsikan turbin (Wibawa,2005). Prinsip kerja PATMH adalah dengan melakukan proses
perubahan energi potensial menjadi energi kinetis. Keuntungan penerapan PATMH adalah pengoperasiannya tidak memerlukan
keahlian khusus dan dapat bekerja secara otomatis terus menerus selama 24 jam, kebisingan relatif sangat sedikit pada saat
dioperasikan. Kelebihan lainnya adalah efisien karena pompa air diputar oleh putaran turbin dengan transmisi belt dan tidak
memerlukan energi listrik, sehingga sangat efisien. Biaya operasional dan pemeliharaan kecil karena tidak memerlukan listrik
ataupun solar dalam pengoperasian dan hanya memerlukan penggantian olie transmisi secara berkala. Kekurangan dari
PATMH adalah debit pemompaan yang relatif kecil dibandingan dengan debit yang butuhkan untuk memfungsikan turbin dan
biaya modal masih relatif tinggi terutama untuk turbinnya karena produksinya masih tergantung pada pesanan, belum diproduksi
secara massal( Wibawa,2005).
Pembuatan PATMH di Gunung Kidul salah satunya di sungai Seropan yaitu sungai bawah tanah yang terletak di
kecamatan Semanu. Berdasarkan pengukuran dari ASC sebagai gambaran awal dimensi Goa Seropan ini memiliki panjang
sekitar 888 m dengan kedalaman sekitar 62 m dari permukaan tanah setempat. Pintu goa terletak pada dasar dari sebuah
cekungan tertutup. Jalan yang menuju ke pintu goa sudah dibuat tangga beton sekaligus untuk perawatan instalasi yang sudah
terpasang di dalam goa. Lorong awal beratap rendah sampai pada sebuah ruangan yang lebih besar. Bagian lorong berikutnya
dapat diakses dengan berjalan kaki.Sungai bawah tanah di dalam goa Seropan memiliki debit air yang cukup besar yaitu lebih
dari 600lt/detik pada musim kemarau. Lorong ke arah hulu hampir sepenuhnya terendam air dengan ketinggian 1-15 meter
akibat dibangunnya bendungan di percabangan. Pada bagian sisi dalam belokan sungai, biasanya air lebih dalam. Lorong ini
berakhir pada sebuah sump (lorong goa yang seluruhnya tertutup air dari dasar sampai atap). Ke arah hilir kedalaman air relatif
lebih dangkal.Lorong ini berakhir pada sebuah chamber (ruang besar di dalam goa) dimana terdapat air terjun pertama dengan
ketinggian sekitar 7 meter. Untuk menuruni air terjun telah dipasang tangga besi dengan harus memakai peralatan pengaman
untuk medan vertikal.Setelah air terjun pertama ini, lorong masih berlanjut sekitar 200 meter sebelum berakhir pada air terjun
kedua setinggi 9 meter kemudian aliran air berakhir pada sebuah Sump. Sungai bawah tanah yang mengalir di dalam goa
seropan ini telah dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk yang tersebar di 5 kecamatan yaitu Semanu,

Ponjong, Wonosari, playen dan Rongkop. Target masyarakat yang memanfaatkan air dari Goa Seropan mencapai 200 ribu jiwa
(Nugroho dan pranantya,2012).

III. PENUTUP
Kesimpulan
1. Bentuklahan hasil proses pelarutan berpengaruh terhadap karakteristik airtanah di Gunung Kidul. Adanya pelarutan
batuan membentuk retakan-retakan pada batuan yang memberikan regangan mekanik, sehingga memudahkan
gerakan air melalui batuan tersebut. Sistem rekahan atau rongga-rongga dalam waktu yang lama akan membentuk goa
karst. Proses perkembangan selanjutnya adalah goa-goa yang terbentuk akan menyatu rekahan satu dengan yang lain
sehingga membentuk suatu lorong panjang di bawah permukaan dan menjadi sungai bawah tanah atau sungai karst
yang dapat menampung air dari berbagai sumber yaitu sungai permukaan yang masuk ke dalam tanah, rekahan batuan
yang menjadi jalan masuknya air hujan serta mulut goa vertikal.
2. Ancaman terhadap airtanah di Gunung Kidul adalah banyaknya penambangan pada daerah tangkapan sistem sungai
bawah tanah yang dapat menyebabkan degradasi jumlah air yang tersimpan sebagai komponen sungai karena
hilangnya bukit karst, perubahan perilaku waktu tunda terhadap hujan puncak pada puncak debit mataair maupun
sungai bawah tanah, perubahan komposisi aliran dasar (diffuse flow) dibanding aliran total, degradasi atau
pencemaran kualitas air, dan bertambahnya fenomena efek rumah kaca karena berkurangnya ekosistem karst yang
berperan dalam menyerap karbon dalam jumlah besar.
3. Cara mengelola potensi airtanah yang ada di Gunung Kidul adalah dengan menggunakan Pompa Air Tenaga Mikro
Hidro atau Hydropower (PATMH) yaitu alat untuk menaikkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi
dengan memanfaatkan energi aliran air yang mempunyai tinggi tekan (Head) dan besar debit aliran tertentu.
Penggunaan PATMH pada Sungai bawah tanah yang mengalir di dalam goa seropan telah dapat dimanfaatkan untuk
mencukupi kebutuhan air minum penduduk yang tersebar di 5 kecamatan yaitu Semanu, Ponjong, Wonosari, playen
dan Rongkop dengan target masyarakat yang memanfaatkan air dari Goa Seropan mencapai 200 ribu jiwa.
IV . UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
1. Allah SWT yang memberi hidayah dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan paper ini.
2. Prof.Dr.lg.L. Setyawan Purnama, M.Si., Dr. Tjahjo Nugroho Adji, M.Sc.Tech dan Bapak Ahmad Cahyadi, S.Si.,
M.Sc., selaku pengampu mata kuliah geohidrologi.
3. Indra Agus Riyanto, S.Si dan Romza F. Agny, S.Si selaku asisten praktikum geohidrologi hari jum’at dan semua
asisten praktikum geohidrologi.
4. Rekan-rekan seperjuangan Geografi Lingkungan angkatan 2016 yang mengambil matakuliah praktikum
geohidrologi maupun yang belum mengambil praktikum geohidrologi yang sangat memberi dukungan dan
semangat khususnya rekan Tiara Putri Amalia yang telah membersamai selama praktikum geohidrologi hingga
pengerjaan paper ini.

V. DAFTAR PUSTAKA
Adji,T.N. 2006.Peranan Geomorfologi Dalam Kajian Kerentanan Air Bawah Tanah Karst. Gunung Sewu, Indonesian Cave and
Karst Journal, Vol. 2. No.1. Hal : 64-74.
Adji,T.N. 2011. Pemisahan Aliran Dasar Bagian HULU Sungai Bribin pada Aliran Gua Gilap, di Kars Gunung Sewu, Gunung
Kidul, Yogyakarta. Jurnal Geologi Indonesia. Vol.6. No.3. Hal : 165-175
Alpha,T.R., Galloway,J.P., Tinsley,J.C. 2002. Karst Topography Computer Animations and Paper Model. Open-File Report 97536-A, US. Departement.
Bonacci, O. 1990. Regionalization in Kars Region. Proceeding of the Ljubljana Symposium. IAHS Publ. No. 191.
Chorley,R.J.1984. Geomorphology. London: Menthunen and lo ltd.
Dibyosaputro,S. 1997. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Ford,D dan Williams,P. 1989. Karst Geomorphology and Hydrology. London: Unwin Hyman Ltd.
Haryono,E. 2001. Nilai Hidrologis Bukit Kars. Prosiding Seminar Nasional Eko-Hidrolik. 28-29 Maret 2001. Jurusan Teknik
Sipil, Universitas Gadjah Mada
Haryono E., Hadi, Suprodjo S.W., dan Sunarto. 2001. Kajian Mintakat Epikarst Gunung Kidul untuk Penyediaan Air Bersih.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing VII/1 Perguruan Tinggi T.A. 1999/2000. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.
Katili,J. 1959. Pengantar Geologi Umum. Bandung: ITB.
Koesoemadinata. 1987. Reff Carbonate Exploration. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Kusumayudha, S.B. 2005. Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah Gunungsewu. Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa.
Mc Donald dkk. 1984. The Greater Yogyakarta-Groundwater Resources Study. Vol 3. Cave Survey, Yogyakarta : Directorate
General of Water Resources Development Project (P2AT).
Monroe, W.H. 1970. A Glosary of Karst Terminology, A contribution to the International Hydrological Decade. USA :
Government Office.
Nugroho,B. dan Pranantya P.A. 2012. Klasifikasi Geoteknik Goa Sungai Bahwa Tanah Daerah SeropanWonosari-Gunung Kidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Simposium dan Seminar Geomekanika ke-1 tahun 2012. Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Yogyakarta.
Nugroho,B. 2015. Pengaruh Struktur Geologi Terhadap Stabilitas Goa Seropan, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjajaran.
Sujosumanto. 1997. Proses-Proses Bentuklahan Alami Geologi Struktur Indonesia. Bandung: ITB
White,W.B., 1993. Analysis of Kars Aquifer. In: Aley,M.M. (ed.), Regional Groundwater Quality. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Wibawa,Y.2005. Studi Potensi Penerapan Mikrohidro untuk Penyediaan Air Baku dan Tenaga Listrik di Saluran Irigasi
Tumiyang, Grumbul, Jurangmayu, Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa
Tengah. Bandung: Puslitbang SDA.
Yulianto, B. 2010. Goa Seropan-Bahan Referensi IWRM. Yogyakarta: Yayasan Acintyacunyata

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENGARUH GLOBAL WAR ON TERRORISM TERHADAP KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS TERORISME

57 269 37

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26