MEMBIDIK KETERAMPILAN BERBAHASA SISWA DE

MEMBIDIK KETERAMPILAN BERBAHASA SISWA DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN TEMBAKAN BUSER NAKAL

Dr. Sofyan, M.Pd1
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Manusia akan
tertinggal tanpa pendidikan. Proses pelaksanaan pendidikan dapat mengacu pada
pilar belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do). Pilar ini lebih menekankan
pada konsep bahwa proses pembelajaran yang berlansung mengarah pada aktivitas
siswa (student centre). Siswa diharuskan mampu mengaktualisasi keterampilan
yang dimilikinya, di samping bakat dan minat yang dimilikinya sejak awal. Siswa
tidak hanya dituntut mengem-bangkan kemampuan sains sebagai proses kreatif dari
otak kiri, tetapi siswa juga harus mengembangkan kreativitas seni, budaya,
imanjinasinya, dan kecerdasan berbahasa sebagai bentuk dari kreativitas otak
kanan. Pada akhirnya melahirkan jiwa-jiwa yang berkarakter. Menciptakan lulusan
sekolah yang berkarakter inilah usaha yang perlu dilakukan sejak dini, sehingga
pada akhirnya siswa mengikuti proses pembelajaran di sekolah tidak hanya
berorientasi sekedar untuk lulus ujian akhir.
Memasuki era globalisasi dan era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) Tahun
2015, tuntutan akan lulusan sekolah yang lebih kreatif semakin diperlukan. Siswa
tidak hanya dituntut memiliki aspek akademik yang mumpuni, tetapi lebih jauh dari

itu, siswa harus memiliki visi tentang masa depannya yang lebih jauh. Visi tersebut
adalah tentang penguasaan keterampilan yang lebih baik dan siap menghadapi
tantangan yang lebih serius. Salah satu tantangan yang serius dan mestinya dapat
dikuasai dan ditaklukkan adalah penguasaan dan pengembangan ekonomi kreatif.
1

Guru SMAN 2 Kota Jambi, Dosen Pascasarjana Universitas Jambi, Teknolog Pendidikan.

1

Dalam konsep sekolah modern, urusan ekonomi kreatif bukan hanya berada
pada wilayah sekolah kejuruan (vocational school), tetapi juga menjadi wilayah atau
bagian yang harus dikuasai oleh sekolah umum. Oleh sebab itu, maka sejalan
dengan kemajuan teknologi, trend, dan issue perubahan arah pendidikan saat ini
siswa sudah harus dipersiapkan secara baik untuk memiliki pengetahuan, sikap,
keterampilan, bahkan spiritual yang baik untuk mewujudkan impian masyarakat yang
menguasai dan mengembangkan ekonomi kreatif. Upaya tersebut tentu saja harus
melalui sebuah proses belajar dan pembelajaran.
Menurut Slamet (1987: 2), belajar adalah sesuatu proses perubahan, yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam

memenuhi kebutuhaan hidupnya. Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan
tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian
dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Perubahan
tingkah laku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan.
Interaksi ini biasanya berlangsung disengaja. Kesengajaan itu sendiri tercermin dari
adanya faktor-faktor berikut: 1) kesiapan (readines), yaitu kepastian baik fisik
maupun mental untuk melakukan sesuatu; 2) motivasi, yaitu dorongan dari diri
sendiri untuk melakukan sesuatu; dan 3) tujuan yang ingin dicapai.
Ketiga faktor tersebut mendorong seseorang untuk melakukan proses belajar.
Guru merupakan tenaga kependidikan yang bersifat profesional, dan bertugas
membelajarkan siswanya agar mencapai tujuan pendidikan, maka harus berbeda
dalam kondisi yang memungkinkannya dapat belajar. Belajar dapat dimengerti
sebagai suatu proses di mana siswa yang tadinya tidak dapat melakukan prilaku
tertentu, sekarang dapat melakukannya.
Usaha mengubah prilaku siswa dapat di tentukan melalui model tertentu, dan
karenanya ada beberapa prinsip dasar belajar. Prinsip ini sebagaimana diungkapkan
oleh Fleming (1981) dalam mendesain pesan pembelajaran, meliputi: (1) prinsip
partisipasi aktif siswa; (2) prinsip motivasi, kegiatan belajar tidak akan terjadi bila
tidak ada motivasi; (3) prinsip pengetahuan akan hasil dan umpan balik; dan (4)
prinsip belajar sebagai kegiatan perorangan, karena setiap siswa mempunyai

kemampuan belajar sendiri. Satu mata pelajaran akan di pelajari, dengan kecepatan
berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

2

Sementara itu, pembelajaran menurut Menurut Sadiman (1984:7), adalah
usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar
terjadi proses belajar dalam diri siswa. Sedangkan menurut Degeng (1993:2)
pembelajaran adalah suatu upaya untuk membelajarkan siswa. Uno (2006:2),
berpendapat bahwa proses pembelajaran memiliki hakikat perencanaan dan
perancangan sebagai usaha untuk membelajarkan siswa. itulah sebabnya dalam
pembelajaran siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu
sumber belajar, tetapi siswa dapat berinteraksi dengan seluruh sumber belajar
dalam

mencapai

tujuan

pembelajaran


yang

diinginkan.

Dengan

demikian

pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar, terencana
yang menggunakan sumber-sumber belajar dalam rangka membelajarkan peserta
didik.
Tujuan pembelajaran dengan merencanakan dan mendesain kegiatan yang
terorganisasi adalah untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif. Menurut
Muchith (2008:6), pembelajaran yang efektif adalah jika pembelajaran tersebut
mampu memberikan atau menambah informasi atau pengetahuan baru bagi siswa,
bukan dengan biaya dan waktu sedikit tetapi menghasilkan siswa yang cerdas atau
pintar.
Dalam proses pembelajaran siswa merupakan subjek yang belajar dan guru
merupakan subjek yang mengajar. Mengajar adalah menbantu seseorang atau

kelompok melakukan kegiatan belajar sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung efektif. Ciri-ciri pembelajaran yaitu: (1) pembelajaran merupakan upaya
sadar dan sengaja, pembelajaran bukan kegiatan insidental tanpa persiapan; (2)
pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat
belajar. Dalam hal ini guru harus menganggap siswa sebagai individu yang
mempunyai unsur-unsur dinamis yang dapat berkembang bila disediakan kondisi
yang menunjang. Jadi status guru tidak mutlak mementukan apa dan bagaimana
siswa harus belajar (drivt teaching), melainkan ada suasana demokratis; dan (3)
pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa, karena yang belajar
adalah siswa, bukan guru.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang bertujuan. Tujuan ini harus
searah dengan tujuan belajar siswa. Tujuan belajar siswa ialah mencapai
perkembangan

optimal,

yang

meliputi
3


aspek-aspek

kognitif,

afektif,

dan

psikomotorik. Dengan demikian tujuan pembelajaran adalah agar siswa mencapai
perkembangan optimal dalam ketiga aspek tersebut. Untuk mencapai tujuan yang
sama itu, siswa melakukan kegiatan belajar, sedangkan guru melakukan
pembelajaran. Kedua kegiatan tersebut saling melengkapi untuk mencapai tujuan
yang sama.
Aktivitas belajar dan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh bahasa sebagai
media komunikasi. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual,
sikap, keterampilan, dan spiritual siswa dalam upaya menwujudkan penguasaan
ekonomi kreatif. Bahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang keilmuan. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa
mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran

bahasa juga membantu siswa mampu mengemukakan gagasan dan perasaan,
berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan
kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia tidak jauh berbeda dengan pembelajaran lainnya, yaitu rendahnya
motivasi belajar siswa sebagai akibat minimnya inovasi penerapan model-model
pembelajaran oleh guru. Namun demikian kekhasan pembelajaran Bahasa
Indonesia sebagai bidang humaniora yang mempelajari tentang fenomena dan
perilaku kehidupan sosial membutuhkan suatu keterampilan tersendiri bagi guru dalam
membelajarkan siswanya. Munculnya anggapan bahwa pelajaran Bahasa Indonesia
itu mudah, tanpa membutuhkan usaha belajar pun bisa dikuasi, menyebabkan
pembelajaran menjadi membosankan. Faktor lain adalah, minimnya penggunaan
media, implementasi model pembelajaran yang tidak inovatif, metode mengajar
yang tidak variatif, sehingga situasi kelas menjadi monoton dan membosankan, dan
pola pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru. Guru tidak berusaha
menggali potensi kreativitas berbahasa dari siswanya. Pembelajaran hanya
berpusat pada guru dan hanya terbatas pada ruang kelas. Dampak dari ini semua
membuat siswa tidak tertarik dan bosan dalam belajar.
Salah satu upaya yang diyakini dapat mengembalikan hakikat pembelajaran
Bahasa


Indonesia ke

jalurnya adalah dengan

merancang

sebuah

model

pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa.
Pembelajaran yang berawal dari kebutuhan dan karakteristik siswa diyakini akan
4

membuat siswa lebih bersemangat untuk mewujukan kebutuhannya sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dalam kondisi seperti ini peran guru hanyalah sebagai
inspirator. Guru bertugas memberikan semangat, memfasilitasi, dan memberikan
inspirasi-inspirasi yang dapat membuka wawasan bagi siswa untuk dapat
mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilan yang dikuasainya.

Model desain pembelajaran merupakan representasi dari pandangan tentang
bagaimana orang belajar. Model juga merupakan pedoman di mana seorang guru
menciptakan pembelajaran. Model membantu guru mengonsep sebuah proses atau
sistem. Model membantu menyederhanakan kompleksitas ke situasi nyata dengan
langkah-langkah yang umum yang dapat diterapkan di berbagai keadaan
(Gustafson, 2002, 1). Dalam konteks ini, model berfungsi sebagai acuan, petunjuk,
atau pedoman yang dapat digunakan untuk menuntun guru dalam mendesain sistem
pembelajaran sehingga pada akhirnya diperoleh desain sistem pembelajaran yang
efektif dan terukur untuk dilaksanakan.
Model pembelajaran merupakan gambaran proses rancangan sistematis
tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian tujuan.
Model dalam pembelajaran bukanlah sesuatu yang dapat membingungkan.
Reigeluth (1983: 21), mengungkapkan:
...Instructional model (not to be confused with instructional development model; see
following discussion) is usually an integrated set of strategy components, such as: the
particular way the content ideas are sequenced, the use of overviews and summaries,
the use of examples, the use of practice, and the use of different strategies for
motivating the students.


Menurut

pendapat

di

atas,

bahwa

model

pembelajaran

tidak

harus

membingungkan, jika kita mengikuti perkembangan dan diskusi yang telah
dilakukan. Model pembelajaran merupakan suatu set komponen strategi yang

terintegrasi, seperti: ide-ide tentang karakter tentu dalam mengurutkan materi
pembelajaran, penggunaan ikhtisar dan ringkasan, penggunaan contoh-contoh,
penerapan praktik atau latihan, dan penggunaan strategi pembelajaran yang
berbeda untuk memotivasi para siswa. Dengan kata lain, bahwa model merupakan
seperangkat langkah-langkah umum yang memberikan pedoman untuk merancang
suatu pembelajaran.
Sebuah model pembelajaran idealnya adalah suatu konsep dan praktik yang
dapat memudahkan proses pembelajaran yang dilakukan gurub ersama siswanya.
5

Model pengajaran yang benar-benar model pembelajaran, seperti kita membantu
siswa memperoleh informasi, ide-ide, nilai-nilai, cara, berpikir, dan rata-rata
mengekspresikan diri mereka sendiri, mengajarkan bagaimana cara belajar. Bahkan,
hasil jangka panjang pembelajaran yang paling penting memungkinkan siswa
meningkat kemampuan untuk belajar lebih mudah dan efektif di masa depan, baik
karena pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka peroleh maupun
penguasaan yang lebih yang telah mereka dapatkan (Joyce, at.al, 2009: 6). Lebih
jauh Joyce mengungkapkan, bahwa model pengajaran adalah deskripsi dari
lingkungan belajar, termasuk perilaku kita sebagai guru saat model digunakan.
Model memiliki banyak kegunaan, mulai dari perencanaan pelajaran dan kurikulum,
merancang bahan ajar, dan termasuk di dalamnya merancang program-program
multimedia untuk pembelajaran. Dapat dikatakan, bahwa model merupakan sebuah
acuan yang memberikan arahan secara lengkap bagi guru untuk merencanakan
pembelajaran termasuk di dalamnya perancangan multimedia pembelajaran.
Meskipun dalam bahasa ungkap yang berbeda, konsep model pembelajaran
sebagaimana dipaparkan oleh para ahli memiliki beberapa kesamaan. Kesamaankesamaan tersebut intinya adalah bahwa model berbentuk prosedur yang memiliki
langkah-langkah yang dapat dipedomani. Model pada prinsipnya memiliki unsurunsur yang tersusun secara terstruktur yang menggambarkan sebuah alur dan
pedoman atau langkah-langkah untuk melakukan suatu kerja dalam hal ini
pembelajaran. Model dapat berupa gambar/grafis tetapi dapat juga berupa uraian
langkah-langkah kerja, contoh, strategi, materi pembelajaran, serta praktik atau
latihan-latihan.

Dapat

disimpulkan,

bahwa

yang

dimaksud

dengan

model

pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu gambaran pola pikir dari suatu
konsep dalam bentuk langkah-langkah nyata (berbentuk diagram) yang dapat
dipedomani untuk proses pembelajaran
Gagasan menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan dan
inspiratif telah penulis lakukan selama lima tahun terakhir. Gagasan pengembangan
model pembelajaran yang menyenangkan tersebut dilandasi pada pembelajaran
yang berbasis kelas dan mengkolaborasikan aktivitas guru dan siswa dalam
penguasaan teknologi yang ada. Desain model pembelajaran yang penulis
kembangkan dalam penelitian tindakan ini merupakan implementasi dan upaya
menguji keefektifan model yang dirancang dalam upaya mengatasi persoalan6

persoalan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Hal ini penting dilakukan
mengingat pembelajaran harus selalu diperbaharui.
Model pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Model
“Tembakan Buser Nakal” atau disingkat Model TBN. Model TBN didasari oleh
konsep pembelajaran yang dikembangkan oleh Ki Hajar, bahwa guru harus
menghamba pada sang anak. Artinya, bahwa guru harus melayani kebutuhan
pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Guru harus menjadi mitra, teman, sekaligus
orang tua dalam proses pembelajaran, baik dalam situasi pembelajaran di sekolah
maupun di luar jam belajar. Di samping itu, pembelajaran dengan model Tembakan
Buser Nakal berbasis kepada budaya dan sejarah di mana siswa tersebut tumbuh
atau kearifan lokal. Dalam konteks ini, maka pembelajaran lebih menekankan pada
pendekatan

konstruktivistik

dan

berorientasi

kontekstual

tetapi

tetap

mengedepankan visi masa depan yang up to date.
Model pembelajaran TBN merupakan pengembangan dari pendekatan saintifik
dalam Kurikulum 2013. Model TBN merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan untuk menciptakan suatu pembelajaran yang kreatif berbasis kelas
dan keatifan siswa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kontekstual. Model TBN
merupakan akronim dari langkah-langkah dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa Indonesia yang inovatif. Kata Tembakan dapat diurai, sebagai berikut: (T)
Temukan; (E) Elaborasi; (M) Merancang; (B) Berdiskusi; (A) Analisis; dan (Kan)
Komunikasikan. Sementara itu, kata Buser Nakal dapat diurai: (Bu) Budaya; (Ser)
Sejarah dan (Nakal) naskah lokal.
Secara sederhana, model TBN diartikan semuah model pembelajaran yang
berusaha mengaktifkan cara belajar siswa dengan langkah-langkah menemukan,
mendalami secara cermat, merancang tulisan, mendiskusikan bersama teman,
melakukan analisis, dan mengomunikasikan aktivitas yang dipelajari. Sementara itu,
topik yang dipelajari dikatkan dengan budaya dan sejarah lokal di mana siswa
berasal atau berbasis kearifan lokal. Konsep ini dilandasi oleh teori pembelajaran
konstruktivistik. Menurut pandangan konstruktivistik, siswa dibelajarkan dengan
mennggali pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki dalam lingkungan sosial
dan keluarganya untuk selanjutnya diaplikasikan dalam konteks pembelajaran di
kelas. Pada akhirnya, siswa diharapkan mampu mengkonstruk atau membangun
pengetahuan baru yang lebih retensi dari apa yang ia pelajari.
7

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran model TBN, adalah sebagaimana
diuraikan berikut ini.
1. Temukan
Tahap ini siswa diminta secara aktif untuk memenukan dan menuliskan ide
kreatif yang akan dituliskan dan dibicarakan dalam pembelajaran. Ide kreatif
tersebut tentu saja berhu-bungan dengan kompetensi yang akan dicapai, yaitu
keterampilan memahami teks prosesur. Ide yang diminta dari siswa adalah yang
berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Siswa
menuliskan ide kreatifnya dalam lembar kerjanya.
2. Elaborasi
Ide yang telah dituliskan pada tahap pertama, selanjutnya didalami secara
cermat. Pada tahap ini siswa diminta untuk mendalami dan menjelaskan secara
cermat ide yang akan dituangkan dalam keterampilan menulis, termasuk di
dalamnya ide-ide pendukung yang diperlukan untuk memperkuat ide utama.
3. Merancang
Setelah menemukan dan melakukan pendalaman, tahap berikutnya siswa
diminta untuk merancang draf tulisan prosedur yang akan dikembangkan. Tahap
ini penting dilakukan agar siswa tidak kehilangan jejak tentang tahapan-tahapan
yang akan dituliskan dan akan dikomunikasikan. Rancangan dibuat dalam
bentuk kerangka tulisan. Langkah ini penting dilakukan. Penting karena langkah
ini merupakan panduan bagi siswa untuk dapat belajar dan terampil dalam
menulis.
4. Berdiskusi
Berdiskusi merupakan tahapan di mana siswa meminta pendapat temantemannya dan sebaliknya, memberikan masukan kepada teman lainnya.
Langkah ini diperlukan untuk membangun komnukasi interpersonal siswa dan
membangun interkasi multiarah bagi siswa untuk meyakini, bahwa topik atau ide
yang telah ia tentukan dapat dikerjakan dengan baik. Berdiskusi juga dilakukan
untuk membangun budaya dan karakter saling menghargai dan bersikap jujur
serta bertanggung jawab atas apa yang telah dibuat.
5. Analisis
Hasil diskusi sebagaimana tahap sebelumnya, selanjutnya dianalisis untuk
mendapatkan produk tulisan teks prosedur yang baik. Pada tahap analisis ini,

8

siswa dapat meminta pendapat guru, teman, dan mencari data dari berbagai
sumber.
6. Komunikasikan
Tahap komunikasi merupakan tahapan di mana siswa menyampaikan hasil
unjuk kerjanya berupa teks prosedur yang sudah ia kerjakan. Pada tahap
mengkomunikasikan, siswa dapat melakukannya melalui beberapa cara, yaitu
diskusi kelas, majalah dinding, dan melalui group jejaring sosial yang dibentuk di
kelas. Pada tahan komunikasi ini, siswa berusaha menyampaikan karya terbaik
yang dia buat dan siap menerima masukan dari temannya atau pembaca.
7. Buser
Buser merupakan akronim dari Budaya dan Sejarah. Mengapa budaya dan
sejarah? Hal ini dilandasi oleh teori, bahwa siswa akan lebih mudah
menuangkan ide kreatif dari apa yang ia kenal. Budaya

dan sejarah yang

dimaksudkan dalam model pembelajaran ini adalah budaya dan sejarah
masyarakat Jambi. Di samping siswa telah mengenal dan mengetahui secara
kontekstual, penggunaan topik budaya dan sejarah Jambi adalah untuk
memberikan

kesempatan

kepada

siswa

dalam

rangka

menjaga,

mengembangkan, dan mengaplikasikan nilai-nilai budaya dan sejarah dalam
kehidupannya sehari-hari. Hal ini penting mengingat derasnya pengaruh budaya
dan sejarah asing masuk ke dalam sendi-sendi pengetahuan dan sikap siswa.
Melalui model pembelajaran Tembakan Buser Nakal ini maka diharapkan siswa
memiliki kearifan dan kecerdasan lokal di tengah-tengah perkembangan yang
semakin mengglobal.
8. Nakal
Nakal merupakan akronim dari ‘naskah lokal.” Istilah naskah dalam penelitian
tindakan ini diidentikkan dengan teks. Model ini mengacu kepada paradigma
baru pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu pembelajaran berbasis teks. Teks
dalam konteks ini berarti satuan bahasa yang dimediakan secara tertulis atau
lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna dalam
konteks tertentu pula. Pengertian ini berimplikasi, bahwa teks dapat muncul
dalam bentuk lisan maupun tulisan yang tidak terlepas dari sistem bahasa pada
konteksnya.
Sementara itu, kata ‘lokal’ dimaksudkan segala ide yang bersumber dari kearifan
lokal, dalam konteks penelitian ini adalah budaya dan sejarah lokal.
9

Pengangkatan tema kearifan lokal dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada siswa dalam membangun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman
dan konteks (lingkungan) tempat tinggalnya. Hal ini untuk mempermudah
kemampuan siswa memahami dan mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan barunya dalam pembelajaran.
Posisi dan peran guru dalam model pembelajaran Tembakan Buser Nakal
adalah sebagai inspirator, fasilitator, dan pembimbing, sekaligus sebagai sumber
belajar bagi siswa. Sebagai inspirator, guru harus memberikan inspirasi-inspirasi
ide yang akan ditulis oleh siswa. Sebagai fasilitator dan pembimbing guru
berkewajiban memfasilitasi dan membimbing siswa jika mengalami kebuntuan
terhadap apa yang sedang ia kerjakan. Sebagai narasumber, guru harus
memberikan informasi, pendapat, dan penjelasan yang dibutuhkan siswa. Atas
dasar pemikiran sebagaimana diuraikan, maka penting dilakukan uji efektivitas
model TBN dalam sebuah penelitian tindakan kelas ini.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK). Sebagaimana prinsip PTK, yaitu penelitian dilakukan tidak mengganggu
aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dan berusaha mencari solusi atas
pesoalan yang dihadapi guru dalam pembelajaran. Di samping itu, bahwa PTK
berortientasi pada proses bukan pada hasil akhir.
Langkah-langkah dalam penelitian ini sebagaimana ciri PTK adalah dilakukan
dalam bentuk siklus. Siklus dalam penelitian ini ada 2, yakni Siklus 1 yang terdiri dari
3 pertemuan, dan siklus 2 yang juga terdiri atas 3 pertemuan. Setiap siklus meliputi
lagkah-langkah: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) obsevasi; dan 4) refleksi.
Subjek penelitian dilakukan di kelas X Mia 6 SMAN 2 Kota Jambi yang
berjumlah 40 siswa. Karakteristik siswa di kelas ini telah mampu menguasai
teknologi seperti komputer dan memanfaatkan internet. Di samping itu, siswa sudah
terbiasa dengan belajar secara berkelompok dan melakukan diskusi. Guru peneliti
merupakan tenaga pendidik lulusan S1 LPTK Bahasa dan Sastra Indonesia, dan S2S3 lulusan LPTK Teknologi Pendidikan. Sementara itu, guru observer adalah guru
Bahasa Indonesia lulusan S1-S2 LPTK.
10

Instrumen pengumpulan data penelitian terdiri dari: 1) lembar observasi siswa
dan guru; 2) lembar unjuk kerja; 3) pedoman wawancara; 4) jurnal kelas; 5)
dokumentasi foto dan video. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif dengan
teknik triangulasi. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, metode,
dan ahli.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbahasa model TBN melalui
2 siklus mencerminkan adanya peningkatan pemahaman pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Grafik perbedaan pencapaian kompetensi pengetahuan siswa dalam
penguasaan keterampilan menulis teks prosedur pada Siklus 1 dan Siklus 2
tergambar dalam grafik berikut ini.
0.8

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

70%

0.7

63%

0.6
0.5
0.4

35%

0.3
18%

0.2

13%

0.1
0

3%
0%

0%

Grafik 1. Tingkat Pencapaian Kognitif Siswa Siklus 1 dan Siklus 2

Grafik 1 di atas menggambarkan tingkat efektivitas model TBN dalam
pembelajaran keterampilan berbahasa. Jika dicermati, tingkat pemahaman siswa
terhadap topik pembelajaran mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada Siklus
1 tidak ada siswa yang memahami sangat baik materi pembelajaran, bahkan masih
terdapat 12,50% siswa yang kurang memahami. Akan tetapi, pada Siklus 2, siswa
yang sangat memahami ada 35%, pemahaman baik 62,50%, cukup memahami
2,5% dan yang kurang sudah tidak ada lagi. Angka ini menggambarkan, bahwa
siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Siswa berpendapat bahwa
pembelajaran dapat diikuti dan menyenangkan serta dapat mengembangkan
kreativitas.

Kemampuan

siswa

dalam

mengikuti

pembelajaran

secara

menyenangkan merupakan daya dukung yang baik. Artinya, materi pembelajaran
11

yang diajarkan secara efektif dapat dipelajari secara individu dan berkelompok.
Efektivitas pembelajaran ini sejalan dengan pendapat Reigeluth dan Merrill (1979)
(dalam Degeng, 1989: 167), bahwa salah satu indikator keefektifan pembelajaran
adalah kecepatan unjuk-kerja. Semakin cepat seorang siswa menampilkan unjukkerja, makin efektif pengajaran. Sehubungan dengan pendapat ini, penerapan model
pembelajaran TBN untuk pembelajaran keterampilan berbahasa telah mampu
mengefektifkan siswa melakukan unjuk kerja tepat waktu. Hal ini terlihat dari
ketepatan waktu siswa dalam mengerjakan tulisan dan ketepatan menyampaikan
pesan melalui keterampilan berbicara. Pesan-pesan pembelajaran dalam model
Tembakan Buser Nakal disajikan secara jelas dan dapat membangkitkan kreativitas
siswa. Sebagaimana diungkapkan Clark, 1983 (dalam Ali dan Asrori, 2004: 54),
bahwa faktor-faktor yang mendukung perkembangan kreativitas adalah situasi yang
menekankan

inisiatif

diri

untuk

menggali,

mengamati,

bertanya,

merasa,

mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil
perkiraan, dan mengkomunikasikan.
Sementara itu, grafik perbedaan pencapaian kompetensi keterampilan siswa
dalam penguasaan keterampilan menulis dan keterampilan berbicara topik teks
prosedur pada Siklus 1 dan Siklus 2 tergambar dalam grafik berikut ini.
1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

2

3

4

5

6

75.00%

7

8

9 97.50%
10 11
95.00%
87.50%
80.00%

47.50%
37.50%
27.50%

Grafik 2. Tingkat Pencapaian Keterampilan Siswa Siklus 1 dan Siklus 2

Tingkat keterampilan siswa dalam menulis dan berbicara setelah dilakukan
tindakan dalam empat kali pertemuan mengalami peningkatan. Penerapan model
TBN telah mampu meningkatkan keterampilan siswa, khususnya menulis dan
berbicara.

Tingkat

penguasaan

keterampilan
12

siswa

terhadap

berargumen,

penampilan, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta penguasaan
isi dikuasai secara baik. Hal ini terlihat dari tingkat penguasaan pada Siklus 2.
Tingkat keterampilan yang baik ini belum sepenuhnya terlihat pada Siklus1.
Grafik perbedaan pencapaian kompetensi sikap siswa dalam penguasaan
keterampilan menulis dan berbicara pada topik teks prosedur pada Siklus 1 dan
Siklus 2 tergambar pada grafik berikut.
11

22

33

44

55

66

77

1
0.8
0.6

73%
58%
50%

88

99 10
10 11
100%
11 12
12 13
13
98%
93%

63%
48%

98%

0.4

98%

0.2
0

Grafik 3. Tingkat Pencapaian Sikap Siswa Siklus 1 dan Siklus 2

Berdasarkan Grafik 3 tentang aktivitas pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran TBN dapat diketahui, bahwa siswa dapat melibatkan diri secara
aktif dalam proses pembelajaran. Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk aktif
terlibat dalam proses unjuk kerja. Hal ini terlihat dari aktivitas interaksi siswa yang
telah bersikap positif dalam pembelajaran dan melakukan proyek. Aktivitas yang
positif ini dapat menumbuhkan semangat dan motivasi belajar siswa. Siswa bersama
guru terlibat aktif dalam diskusi dalam pembelajaran dan unjuk kerja.
Sikap siswa dalam pembelajaran merupakan hal penting yang perlu
diperhatikan.

Menurut

prinsip

partisipasi

aktif,

bahwa

paradigma

terhadap

pembelajaran saat ini sudah bergeser, yakni dari yang berpusat pada guru “teacher
centre” kepada pembelajaran yang berpusat kepada siswa “student centre”.
Perubahan paradigma ini berjalan menyesuaikan arah perkembangan proses
pembelajaran. Siswa tidak dapat lagi dipandang sebagai suatu objek atau sasaran
dari sebuah proses. Tetapi, siswa harus dipandang sebagai suatu subjek atau
pelaku dalam proses pembelajaran.

13

Siswa harus dipandang sebagai suatu pribadi yang mampu dan memiliki
kemampuan untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Siswa harus dapat melakukan
atau

mekonstruk

dan

bertindak

atau

berbuat

sesuatu,

menciptakan,

mengungkapkan, mencari apa yang ia inginkan dalam proses pembelajaran. Siswa
harus dibimbing dalam mengkonstruk pengalaman-pengalaman kontekstualnya di
dalam kelas. Dalam hal ini guru hanya bertugas sebagai seorang pembimbing,
fasilitator, dan inspirator sesuai dengan desain pesan pembelajaran yang
diharapkan. Sehubungan dengan paradigma pembelajaran yang berpusat kepada
siswa, sikap siswa dalam pembelajaran telah memperlihatkan sikap yang positif.
Siswa mampu bertanggung jawab, santun, bekerja sama, berdisiplin yang baik, dan
mampu menghargai orang lain, baik dalam proses pembelajaran maupun di luar.
Sikap ini menggambarkan hal yang positif, bahwa model TBN mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menginspirasi. Menurut siswa model pembelajaran dapat
mereka ikuti dengan baik. Proses pembelajaran lebih bervariasi dan tidak monoton.
Kehadiran aneka sumber belajar dalam pembelajaran keterampilan menulis
membantu siswa untuk melakukan latihan menulis dan berbicara. Siswa dapat
memahami cara menulis, dan dapat meningkatkan motivasi belajar dengan berbagai
sumber.
Adanya peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa dalam
pembelajaran keterampilan berbahasa dengan aplikasi model TBN berdampak
kepada implementasi hasil pembelajaran yang lebih nyata. Implementasi sebagai
dampak keterampilan yang dikuasai siswa tercermin dari aktivitas ekstrakurikuler
dan akademik yang dilakukan siswa. Siswa mampu belajar dan berkarya baik dalam
pertemuan reguler di kelas maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler kebahasaan.
Kegiatan tersebut adalah beberapa terdapat 6 orang siswa mengikuti kegiatan
penulisan karya ilmiah. Sementara itu, secara klasikal siswa mampu membuat
projek

film

dokumenter.

Aktivitas

ini

dilakukan

secara

bersamaan

sejak

dilaksanakannya Siklus 1 penelitian tindakan kelas ini. Aktivitas akademik dan
pembuatan film dokumenter yang dilakukan siswa sebagaimana gambar berikut ini.

14

15

Aktivitas sebagaimana tergambar dalam foto kegiatan mencerminkan adanya
penguasaan akademik, sikap, dan keterampilan yang sangat baik. Siswa mampu
menghasilkan gagasan untuk mengembangkan kemampuan akademik dalam aspek
menulis dan berbicara. Sikap dan keterampilan yang sangat baik dicerminkan dari
kemampuan secara bertanggung jawab, berdisiplin, jujur, dan saling menghargai
dalam memproduksi film dokumenter. Sikap dan keterampilan ini tercermin tidak
hanya terjadi saat komuniklasi dan interaksi di atara siswa semata, tetapi juga
terjalin antara siswa dengan guru, dan siswa, guru dengan tokoh masyarakat
sebagai sumber belajar. Dampak positif inilah sebenarnya yang diharapkan dari
sebuah pembelajaran. Pembelajaran yang sukses adalah pembelajaran yang
membangun relevansi antara dunia sekolah dengan dunia kehidupan nyata yang
ada di masyarakat dan kemajuan yang ada. Penguasaan keterampilan siswa dalam
berbahasa dengan berbasiskan budaya dan sejarah lokal mencerminkan kepedulian
siswa akan akar budaya dan sejarah di mana mereka tinggal.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil implementasi dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
(1) Model TBN dapat diimplementasikan sebagai model yang menginspirasi siswa
dalam belajar dan dapat mengintegrasikan aneka sumber dalam pembelajaran
keterampilan Berbahasa Indonesia khususnya keterampilan menulis dan berbicara;
dan (2) Model TBN terbukti efektif dalam meningkatkan keefektifan pencapaian hasil
belajar siswa dan dapat meningkatkan motivasi belajar Bahasa Indonesia siswa
Kelas X Mia 6 SMA Negeri 2 Kota Jambi.
Saran bagi praktisi pendidikan adalah: (1) Guru harus menciptakan,
mendesain, dan mampu mengimplemen-tasikan model-model pembelajaran yang
kreatif dan inovatif dalam upaya meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa,
sehingga dapat mencapai hasil belajar (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang
diharapkan; dan (2) Diperlukan penelitian dan pengembangan yang lebih lanjut
mengenai pembelajaran dengan model-model yang kreatif dalam rangka memperbaiki
dan meningkatkan hasil belajar yang lebih baik lagi. Hal ini untuk mendapatkan hasil
yang lebih maksimal serta menemukan prosedur yang sistematis, tepat, benar, dan
dapat diimplementasikan secara masal oleh para guru di berbagai tempat.

16

DAFTAR PUSTAKA

Degeng, I.N.S. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Pusat Antar
Universitas Depdikbud RI, Dirjen Dikti. 1989.
Dimyati dan Mujiyono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2006.
Gredler, Margaret E.Bell. Learning and Instructional Theory Into Practic, Edisi
Keenam.Terj. Yusufhadi Miarso.Jakarta: Rajawali, 2011.
Gustafson, K.L. dan Robert, M.B. Survey of Instructional Development ModelsFourth
Edition. New York: Syracuse University, 2002.
Joyce, B., at.al. Models of Teaching Eigth Edition. Boston, New York: Pearson,
2009.
Miarso, Yusufhadi. “Survei Model Pengembangan Pembelajaran,” Makalah
Disampaikan sebagai bahan ajar kuliah peserta didik S3 Program Studi
Teknologi Pendidikan Pascasarjana UNJ, (Jakarta, 2011), h. 2.
http://fadlibae.wordpress.com/2011/12/03/.
Miles dan Humberman. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi, R.
Jakarta: UI Press. 1992.
Nurhamid, dkk. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:
Universitas Negeri Malang. 2003.
Prawiradilaga, Dewi Salma. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group dan Universitas Negeri Jakarta. 2008.
Reigeluth, C.M. Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their
Current Status. Hillsdale, New Jersey: Syracuse University, 1983.
Reiser, R.A. Trend and Issues in Instructional Design and Technology. Upper Saddle
River, New Jersey: Pearson Education, 2007.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. 2009.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Texas at Dallas: McGraw-Hill Company Inc.
2007.
Smaldino, S.E., dkk. Instructional Technology & Media For Learning Teknologi
Pembelajaran dan Media untuk Belajar. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
2008.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2006.
Suparman, M. Atwi. Desain Instruksional Modern. Jakarta: Erlangga. 2012.
Winataputra, Udin, S. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Proyek
Peningkatan Mutu Guru Kelas Sekolah Dasar Setara. 1998.
Yamin, Martinis. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.
2011.

17