PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERE

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Beton merupakan salah satu bahan
bangunan yang masih sangat banyak dipakai
dalam pembangunan fisik. Harganya yang relatif
murah dan kemudahan dalam pelaksanaannya
membuat beton semakin tak tergantikan dalam
dunia konstruksi. Namun selain keuntungan
yang dimilikinya beton juga memiliki beberapa
kekurangan seperti tegangan tarik yang rendah,
daktibilitas rendah, dan keseragaman mutu yang
bervariatif. Karena kekurangan yang dimiliknya
maka diperluakan pengetahuan yang cukup
luas,antara lain mengenai sifat bahan dasarnya,
cara pembuatannya, cara evaluasi, dan variasi
bahan tambahnya agar dapat meningkatkan
fungsi beton itu sendiri menjadi lebih maksimal.
Dalam pembuatannya, keseragaman kualitas
beton sangat dipengaruhi oleh keseragaman
bahan dasar dan metode pelaksanaan. Pada

prakteknya dilapangan, umumnya beton yang
disuplai oleh perusahaan pembuatan beton
(ready mix) telah terjamin keseragaman bahan
dasarnya. Untuk mendapatkan kualitas dan
keseragaman beton sesuai seperti yang
disyaratkan maka pelaksanakan pembuatan
beton harus dilakukan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur. Yang dimaksud dengan
kualitas beton seperti yang disyaratkan disini
adalah kuat tekan beton pada umur ke-28 hari.
Oleh karena sebab-sebab diatas maka diperlukan
adanya kontrol kualitas yang dapat mengetahui
kemungkinan terjadinya output yang tidak sesuai
dengan yang disyaratkan sedini mungkin.
Salah satu cara mengontrol kualitas beton
sedini mungkin terdapat dalam PBI 1971. PBI
1971 menggunakan koefisien faktor pengali
kekuatan untuk mendapatkan dasar kuat tekan
umur 28 hari. selain itu terdapat ketentuan
apabila tidak ditentukan dengan percobaan maka

untuk
keperluan
perhitungan-perhitungan
kekuatan dan/atau pemeriksaan mutu beton,
perbandingan kekuatan beton pada berbagai
umur terhadap beton yang berumur 28 hari dapat
diambil menurut koefisien pada tabel 4. 1. 4(PBI
1971 bab 4.1(4)). Namun seiring adanya
penelitian lanjut, pemakaian koefisien pengali
kekuatan tadi dianggap sudah tidak tepat lagi
karena kurang akurat. Menurut penelitian Ken
W. Day (1995) terlihat bahwa kenaikan
kekuatan beton dari umur muda hingga umur 28
hari sangat bervariasi. Oleh karena itu jika
korelasi kekuatan beton umur awal terhadap

umur akhir hanya dipengaruhi oleh satu
koefisien nilai maka hasil yang didapatkan
menjadi tidak akurat. Didasarkan oleh hal
tersebut, Ken W. Day dalam bukunya “Concrete

Mix Design, Quality Control and Specification”
mengusulkan penggunaan metode kematangan
(maturity method) untuk memperkirakan
kekuatan beton umur 28 hari dengan
menggunakan data kuat tekan beton di umur
muda.
Metode kematangan merupakan suatu
metode perkiraan kuat tekan beton yang
mengambil data temperatur beton umur muda
hingga umur 28 hari sebagai dasar. Temperatur
sebagai faktor yang menjadi dasar dari metode
ini dianggap sebagai variabel yang paling
berpengaruh terhadap kuat tekan beton karena
temperatur merupakan faktor utama dalam laju
perubahan hidrasi semen. Data-data histori dari
temperatur disebut sebagai maturity index.
Metode ini juga memiliki anggapan dasar bahwa
beton dengan kematangan yang sama memiliki
kekuatan yang sama. Dikarenakan anggapan
dasar diatas maka diusahakan temperatur dalam

proses pembuatan dan pelaksanaan beton dapat
dioptimumkan agar beton memiliki kematangan
yang baik. Salah satu tahapan dalam pembuatan
dan pelaksanaan pembuatan beton yang
mempengaruhi kematangan beton adalah tahap
perawatan. Dalam panduan yang ada, dalam hal
ini ASTM C 918-02 tentang “Standar Metode
Tes untuk Menyelidiki Kuat Tekan Beton Umur
Muda dan Memperkirakan Kekuatan Tekan
Umur Selanjutnya” dan ASTM C 1074-98
tentang
“Standar
Percobaan
untuk
Memperkirakan Kekuatan Beton dengan Metode
Kematangan”, metode perwatan benda uji yang
digunakan adalah metode biasa yaitu dengan
merendam beton kedalam air. Namun,
pemakaian metode perawatan dengan uap (steam
curing) dalam proses perawatan beton dipercaya

dapat meningkatkan keakuratan dari maturity
index.
Steam curing merupakan metode perawatan
yang telah diguanakan bertahun-tahun untuk
mempercepat peningkatan kuat tekan beton.
Karena laju hidrasi semen meningkat seiring
dengan
peningkatan
temperatur,
maka
pencapaian kuat tekan beton dapat dipercepat
dengan cara merawat beton dengan uap.
Perawatan beton dengan uap dilakukan pada
temperatur yang tinggi, karena itu beton yang
dihasilkan memiliki kematangan yang lebih baik
daripada beton yang dirawat dengan cara biasa.
Dengan kematangan yang lebih baik, prediksi

1


kekuatan beton umur 28 hari dengan metode
kematangan dapat menghasilkan output yang
lebih akurat.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan
pekerjaan konstruksi di lapangan akan menjadi
lebih optimal. Hal ini disebabkan karena
pelaksana dapat memeriksa kuat tekan beton
terhadap persyaratan yang ada tanpa perlu
menunggu waktu 28 hari dan memutuskan
melakukan kegiatan selanjutnya berdasar hasil
tersebut. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi
kerja dari suatu kontraktor dengan signifikan
yang tentu saja berimbas terhadap peningkatan
keuntungan yang didapatkan. Selain itu, karena
output yang dihasilkan lebih akurat maka quality
control dan quality assurance terhadap
pekerjaan beton menjadi semakin meningkat.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah yang akan
dibahas dalam tugas akhir ini adalah sebagai

berikut :
Permasalahan Utama
 Bagaimana memprediksi kekuatan beton
pada umur 28 hari dengan menggunakan
data beton perawatan uap umur muda
menggunakan metode kematangan agar
didapatkan hasil yang akurat?
Detail Permasalahan
1. Bagaimana perubahan suhu beton
dengan perawatan uap?
2. Bagaimana hubungan perubahan suhu
dengan kematangan beton
dengan
perawatan uap?
3. Bagaimana
hubungan kematangan
beton dengan kuat tekan beton untuk
beton dengan perawatan uap?
4. Apa hubungan kuat tekan beton umur
muda pada beton dengan perawatan uap

terhadap kuat tekan beton pada umur 28
hari?
5. Apakah prediksi kekuatan beton umur
muda dengan perawatan uap terhadap
kekuatan beton pada umur 28 hari
menggunakan metode kematangan yang
terdapat pada ASTM dapat dikatakan
akurat?
1.3. TUJUAN TUGAS AKHIR
Dari permasalahan yang ada di atas,
adapun tujuan yang hendak dicapai dalam tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :

2

Tujuan Utama
 Dapat memprediksi secara akurat
kekuatan beton pada umur 28 hari

menggunakan data umur muda beton

dengan perawatan uap menggunakan

metode kematangan.
Tujuan Detail
1. Mengetahui perubahan suhu beton
dengan perawatan uap.
2. Mengetahui hubungan perubahan suhu
dengan kematangan beton dengan
perawatan uap.
3. Mengetahui hubungan kematangan
beton dengan kuat tekan beton dengan
perawatan uap .
4. Mengetahui hubungan kuat tekan beton
umur muda pada beton dengan
perawatan uap dengan kuat tekan beton
pada umur 28 hari.
5. Mengetahui akurasi prediksi kekuatan
beton dengan perawatan uap terhadap
kuat tekan beton pada umur 28 hari
menggunakan metode kematangan yang

terdapat pada ASTM.
1.4. BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah dalam tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Beton yang ditinjau hanya beton normal
dengan kuat tekan (f’c) 31 MPa,
sehingga tidak meninjau beton mutu
tinggi maupun beton dengan campuran
aditif.
2. Metode kematangan yang dipakai untuk
menghitung indeks kematangan hanya
menggunakan rumusan tempereturetime-factor (TTF).
3. Penelitian ini hanya dilakukan pada
skala laboratorium.
1.5. MANFAAT TUGAS AKHIR
Dengan adanya penelitian ini diharapkan
perkiraan kuat tekan beton secara dini dapat
lebih akurat sehingga pekerjaan konstruksi di
lapangan akan menjadi lebih optimal. Selain itu,
karena output yang dihasilkan lebih akurat maka

quality control dan quality assurance terhadap
pekerjaan beton menjadi semakin meningkat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 METODE KEMATANGAN (MATURITY
METHOD)
Beton meningkat kekuatannya seiring
waktu. Kecepatan peningkatannya semakin
bertambah bila temperaturnya naik. Karenanya
perlu diketahui hubungan antara kukuatan,
waktu dan temperatur. Sehingga kita dapat
mengetahui kekuatan beton setiap saatnya bila
telah diketahui kekuatan pada suhu dan waktuwaktu tertentu.(Ken W Day, 2006). Dengan kata
lain bila kita telah mendapatkan suatu persamaan yang menghubungkan antara kekuatan
beton, waktu dan temperaturnya maka kita dapat
meprediksi kekuatan beton setiap saatnya. Untuk
mendapatkan nilai persamaan inilah kita
memakai metode kematangan yang terdapat
pada ASTM C1074-98.
Menurut ASTM C1074-98, metode
kematangan (maturity method) adalah suatu
teknik untuk estimasi kekuatan beton yang
berdasar pada asumsi bahwa suatu sampel beton
mencapai kekuatan yang sama jika sampel
tersebut mencapai nilai indeks kamatangan yang
sama. Indeks kematangan adalah suatu indikator
kematangan yang dihitung berdasarkan data
temperatur yang dihasilkan reaksi sementasi
pada beton menggunakan fungsi kematanagan.
Fungsi kematangan merupakan suatu persamaan
metematika
yang
mempergunakan
data
temperatur yang dihasilkan reaksi sementasi
pada beton saat periode perawatan (curing
period) untuk menghitung suatu nilai/indeks
yang mengindikasikan kematangan pada akhir
periode.
Kematangan
(maturity)
adalah
gambaran perkembangan karakteristik beton
berdasarkan reaksi sementasinya. Indeks
kematangan dapat dihitung menggunakan dua
metode, yang pertama adalah temperature-time
factor dan yang kedua adalah metode equivalent
age. Hubungan kuat tekan dan kematangan pada
beton merupakan hubungan empiris antara kuat
tekan dan indeks kematangan dari sampel benda
uji yang telah didata perubahan temperaturnya
berdasarkan waktu saat pengetesan kuat tekan
beton.
Pada dasarnya terdapat dua tujuan
pemakaian metode kematangan ini dalam
teknologi beton (Ken W. Day, 2006) yaitu :
1. prediksi kekuatan beton umur 28 hari
dari umur mudanya.
2. pengetesan kekuatan beton di lapangan
(in-situ test concrete)

Dari kedua tujuan ini yang akan lebih banyak
dibahas nantinya dalam tugas akhir ini adalah
tujuan yang pertama.
2.1.1 Temperatur-Time Factor (TTF)
Konsep ini telah dikembangkan di
Inggris sekitar tahun 1950, yang dikemukakan
oleh Nurse(1949) dan Saul(1951). Persamaan
TTF ini adalah :
M(t) = Σ(Ta – T0).Δt
(2.1)
dimana :
 M(t) adalah TTF pada waktu tertentu
dengan satuan (oC-hari, oC-jam)
 Δt adalah interval waktu dalam satuan
jam atau hari.
 Ta adalah rata-rata temperatur beton
selama interval waktu Δt dengan satuan
o
C.
 To adalah temperatur dasar (datum
temperatur) dengan satuan oC.
Secara
teori
temperatur
dasar
merupakan temperatur dimana beton tidak
mengalami penambahan kekuatan. Sehingga
dapat diambil nilai -10 oC atau -11oC. Atau
sering juga diambil nilai 0oC. (Ken W. Day,
2006).
2.2 PERAWATAN UAP (STEAM

CURING)

Menurut Hansen (1970) pada buku
Sulistyo (1997), Yang dimaksud dengan metode
perawatan uap (steam curing) adalah metode
perawatan beton yang bertujuan untuk
mempercepat pengerasan (mempercepat proses
hidrasi), yang dilakukan dengan cara menaikkan
temperatur lingkungan perawatan dengan media
uap air.
Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam penggunaan metode steam curing adalah
periode perawatan, kecepatan kenaikan dan
penurunan temperatur, tingginya temperatur

serta lamanya waktu konstan.

Short Cycle Steam Curing
Adalah curing dengan ururtan 2
jam pra-curing pada suhu 20° C lalu
diikuti 90 menit untuk menaikkan
suhu menjadi 80° C. kemudian suhu
dibiarkan konstan selama 3 jam dan
90 menit berikutnya diturunkan
menjadi 20° C. setelah perlakuan ini
kekuatan beton pada umur 1 hari
adalah dua kalinya daripada beton

2.2.1

3

yang dirawat pada suhu 20° C,
dengan kerugian sekitar 10% pada
kekuatan akhir.
2.2.2 Long Cycle Steam Curing
Adalah curing dengan urutan 2
jam pracuring pada suhu 20° C
diikuti selama 5 jam suhu dinaikkan
menjadi 80° C, dilanjutkan 3 jam
curing konstan pada suhu 80°C, lalu
10 jam kemudian suhu diturunkan
menjadi 20° C. setelah perlakuan ini
kekuatan umur satu hari beton adalah
dua setengah kali dari kekuatan
beton yang dirawat pada suhu 20° C
dengan kerugian sekitar 5% pada
kekuatan akhir.

Gambar 2.1. Long cycle steam curing
2.3 PREDIKSI KUAT TEKAN UMUR 28
HARI
DENGAN
METODE
KEMATANGAN (ASTM C918-02)
Prediksi kekuatan umur 28 hari dapat
dilakukan dengan adanya data-data beton pada
umur muda, seperti yang ditunjukkan dalam
ASTM C918-02. Persamaan umum untuk
memprediksi kekuatan ini adalah :

S M  S m  blog M  log m

(2.2)

dimana :
 SM adalah perkiraan kekuatan pada
indeks kematangan M
 Sm adalah nilai kekuatan tekan pada saat
nilai kematanagan m
 b adalah kemiringan garis
 M adalah nilai indeks kematangan pada
kondisi curing standar
 m indeks kematangan spesimen yang
dites pada umur muda
Nilai konstanta b yang dipakai pada persamaan
(2.4) dapat dicari melaui cara analisa regresi
atau menggunakan plot manual. Urutan

4

langkahnya untuk analisa regresi adalah sebagai
berikut :
a. Ubah skala nilai indeks kematangan (m)
menjadi sebuah skala logaritma.
b. Plotkan nilai rata-rata kekuatan silinder
uji terhadap nilai logaritmik dari indeks
kematanagn (m)
c. Cari persamaan yang paling baik dari
hasil plot tersebut. Nilai persamaan ini
haruslah mengikuti bentuk seperti di
bawah ini yaitu berupa persamaan garis
linier.
Sm  a  b log m
(2.3)
dimana :
 Sm adalah kuat tekan pada m
 a adalah nilai intercept
 b adalah kemiringan garis
 m adalah indeks kematangan
Urutan langkah untuk plot manual adalah
sebagai berikut :
a. siapkan kertas semilog dengan nilai
ordinat (y) sebagai kuat tekan dan nilai
absis (x) sebagai nilai maturity indeks.
b. Plot nilai kuat tekan berbanding dengan
nila maturity indeksnya.
c. Gambarkan regresi garisnya dari nilainilai yang diplot sebelumnya.
d. Hitung
kemiringan
garisnya.
Kemiringan garis adalah jarak vertikal,
dalam satuan teganangan, dimulai dari
awal sampai akhir satu siklus logaritmik
dalam absis (x).
e. Nilai kemiringan garis ini adalah nilai b.
2.3 ANALISA STATISTIK HASIL
PREDIKSI
2.3.1. UJI HIPOTESIS SAMPEL TUNGGAL
Dalam upaya menarik kesimpulan dan
mengambil keputusan, sering kali ada gunanya
menetapkan asumsi-asumsi atau perkiraanperkiraan mengenai populasi. Asumsi-asumsi
seperti itu (yang mungkin salah atau juga benar)
disebut sebagai hipotesis statistik. Secara umum
suatu hipotesis statistik merupakan pernyataan
mengenai distribusi probabilitas populasi.
Hipotesis ini perlu diuji untuk kemudian
diterima atau ditolak. Berdasarkan dengan hal
tersebut, perlu dicegah terjadinya dua jenis
kesalahan (error) dalam uji hipotesis, yaitu :
a. kesalahan jenis pertama (type-1 error)
adalah bila menolak suatu hipotesis
yang harusnya diterima.

b. kesalahan jenis kedua (type-2 error)
adalah bila menerima suatu hipotesis
yang harusnya ditolak.
Untuk mencegah hal tersebut maka uji hipotesis
dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai
berikut.
2.3.1.1. Prosedur uji hipotesis
Terdapat tujuh langkah dalam prosedur
pengujian. Urutan lang-kah tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Pernyataan hipotesis nol dan hipotesis
altenatif
Hipotesis nol (H0) adalah asumsi yang
akan diuji. Hipotesis nol dinyatakan dengan
hubungan sama dengan. Jadi hipotesis nol
menyatakan bahwa suatu parameter (mean,
persentase, varians, dll) bernilai sama dengan
nila tertentu.
Hipotesis altenatif (Ha) adalah segala
hipotesis yang berbeda dari hipotesis nol.
Hipotesis alternatif merupakan kumpulan
hipotesis yang diterima dengan menolak
hipotesis nol. Pemilihan hipotesis alternatif ini
tergantung pada sifatdari masala yang dihadpi.
2) Pemilihan tingkat kepentingan (level of
significance), α
Tingkat kepentingan menyatakan suatu
tingkat resiko melakukan kesalahan dengan
menolak hipotesis nol. Dengan kata lain, tingkat
kepentingan
menunjukkan
probabilitas
maksimum yang ditetapkan untuk mengambil
resiko terjadinya kesalahan jenis pertama.
Dalam prakteknya, tingkat kepentingan yang
biasanya yang digunaka adalah 0,05 dan 0,1.
Jadi, dengan mengatakan bahwa hipotesis telah
ditolak dengan tingkat kepentingan 0,05 artinya
keputusan itu bisa salah dengan probabilitas
0,05.
3) Penentuan distribusi pengujian yang
digunakan
Pada pengujian hipotesis juga digunakan
distribusi-distribusi probabilitas teoritis, meliputi
distribusi normal standard (z), distribusi-t, dan
distribusi chi-kuadrat.
4) Pendefinisian daera-daerah penolakan
kritis
Daerah penolakan atau daerah kritis
adalah bagian daerah dari distribusi sampling
yang dianggap tidak mungkin memuat suatu
statistik sampel jika hipotesis nol (H0) benar.
Sedangkan daerah selebihnaya disebut sebagai
daerah penerimaan.
Setelah tingkat kepentingan dinyatakan
dan distribusi pengujian yang cocok dipilih,

dalam langkah ini perlu ditetapka batas-batas
daerah penolakan dari distribusi sampling
tersebut yang dinyatakan dalam satuan standard.
Misalnya dalam hipotesis mengenai mean
populasi, jika perbedaaan antara mean sampel
dengan mea populasi yang diasumsikan dengan
hipotesis nol µ0 memiliki nilai yang berbeda di
dalam daerah penolakan (disebut juga memiliki
perbedaan yang berarti/significant differen),
maka hipotesis nol ditolak.
5) Pernyataan arturan keputusan (decision
rule)
Suatu
aturan
keputusan
adalah
pernyataan formal mengenai kesimpulan yang
tepat yang akan dicapai mengenai hipotesis nol
berdasarkan hasil-hasil sampel. Format umum
dari sebuah aturan keputusan adalah :
 tolak H0 jika perbedaan yang telah
distandarkan, misalnya antara dan µ0 ,
berada di daerah penolakan. Jika
sebaliknya terima H0.
6) Perhitungan pada data sampel dan
pengujian rasio uji (RU)
Setelah aturan-aturan dasar ditentukan
untuk melak-sanakan pengujian, langkah
selanjutnya adalah menganalisis data aktual.
Sebuah sampel dikumpulkan, statistik sampel
dihitung, dan asumsi parameter dilakukan
(hipotesis nol). Kemudian suatu rasio uji (RU)
dihitung, yang kemudian dijadikan sebagai dasar
dalam menentukan apakah hipotesis akan
diterima atau ditolak. Rasio uji (RU) ini adalah
perbedaan antara statistik dan parameter asumsi
yang dinyatakan dalam hipotesis nol yang telah
distandarkan.
7) Pengambilan keputusan secara statistik
Jika nilai rasio uji berada di daerah
penolakan maka hipotesis nol ditolak. Prosedur
pengujian hipotesis yang diuraikan di atas dapat
digambarkan dalam diagram alir seperti gambar
di bawah ini.

5

mulai

Hipotesis nol, H0
Hipotesis alternatif, Ha

Penentuan kepentingan, α

Penentuan distribusi pengujian

Pendefinisian daerah-daerah kritis

Pernyataan aturan keputusan

Perhitungan data sampel dan rasio uji

Pengambilan keputusan

selesai

Gambar 2.7. Diagram alir prosedur umum
melakukan uji hipotsis.
Uji hipotesis mengenai mean
populasi
dibedakan atas dua jenis pengujian, yaitu :
1) Uji dua ujung (two-tailed test)
2) Uji satu ujung (one-tailed test)
Dalam penelitian ini yang aka dipakai adalah uji
dua ujung. Rincian mengenai bagaimana
analisanya akan dibahas sebagai berikut.
Uji dua ujung adalah uji hipotesis yang menolak
hipotesis nol jika statistik sampel secara
signifikan lebih tinggi atau lebih rendah
daripada nilai parameter populasi yang
diasumsikan. Dalam hal ini hipotesis nol dan
hipitesis alternatifnya masing-masing adalah
sebagai berikut :
H0 : µ = nilai yang diasumsikan
Ha : µ ≠ nilai yang diasumsikan
Dengan uji dua ujung ini akan ada dua
daerah penolakan. Karena hipotesis nol akan
ditolak jika nilai sampelnya terlalu tinggi atau
terlalu rendah, maka jumlah total resiko
kesalahan dalam menolak H0 (disebut juga
tingkat kepentingan) sebesar α akan terdistribusi
secara merata di kedua ujung-ujung kurva
distribusi. Jadi luas pada setiap daerah
penolakan adalah α/2.
2.3.1.2. Uji dua ujung dengan deviasi standar
populasi diketahui.
Jika n > 30 atau jika deviasi standar
populasi diketahui dan populasi terdistribusi
secara normal, maka dapat digunakan tabel

6

distribusi normal standard (tabel z). Batas-batas
daerah penolakan ditentukan dengan nilai z yang
bersesuaian dengan probabilitas α/2 (ujung kiri)
dan 1- α/2 (ujung kanan)
Dalam uji hipotesis, batas penolakan
biasanya dinyatakan dengan notasi zα yang
menyatakan nilai numerik pada sumbu z dimana
luas daerah di bawahkurva normal standard di
sebelah kanan zα adalah α. Sebagai contoh,
untuk α = 0,05, daerah penolakan di setiap ujung
adalah α/2 = 0,05/2 = 0,025. Dengan melihat
pada tabel distribusi normal standard (tabel z),
dapat ditentuka bahwa nilai Z0,025 yang
membatasi luas di bawah kurva di sebelah
kanannya sebesar 0,025 (dengan kata lain, luas
di bawah kurva di sebela kirinya sebesar 0,975)
adalah 1,960. Jadi dinotsikan Z0,025 = 1,960.
Maka batas-batas penolakan untuk tingkat
kepentingan α=0,05 pada uji dua ujung ini ialah
:

Z0,025 = -1,960 dan + Z0,025 = +1,960
Maka secara umum aturan pengambilan
keputusan pada uji dua ujung adalah :
 Tolak H0 dan terima Ha jika RU < - Z0,025
atau RU > + Z0,025, jika tidak demikian
maka terima H0.
Sedangkan rasio uji (RU) untuk uji hipotesis dari
mean populasi adalah :
(2.4)
Dimana :

= mean sampel

= mean asumsi yang dinyatakan pada
hipotesis nol

= error standard distribusi sampling

x RU

-z,α/2

µ0

zα/2

Gambar 2.8. Daerah Penerimaan dan
Penolakan uji dua ujung dengan populasi
terdistribusi normal.
2.3.1.3. Uji dua ujung dengan deviasi standar
populasi tidak diketahui.
Pada kenyataannya, deviasi standard
populasi jarang diketahui. Oleh karena itu uji
hipotesis dengan deviasi standar populasi yang
tidak
diketahui
dilakukan
dengan
mempertimbangkan aspek-aspek berikut :

1) Distribusi sampling hanya dapat
diasumsikan mendekati bentuk normal
jika ukuran sampel n > 30, jika tidak
pakai distribusi-t dengan terlebih dahulu
data dicek normalitasnya.
2) Dalam perhitungan rasio uji (RU)
digunakan errror standar estimasi,
, dimana s =standar deviasi
sampel.
Selebihnya prosedur dan langka yang dilakukan
sama seperti dua ujujng dengan deviasi standard
yang diketahui.
2.3.1.4. Nilai p pada uji hipotesis
Untuk lebih memberikan informasi
mengenai kekuatan bukti dalam menolak atau
menerima
sebuah
hipotesis
nol
dan
memungkinkan setiap pengambil keputusan
menarik kesimpulan pada tingkat kepentingan
tertentu yang dipilihnya dalam sebuah uji
hipotesis sering digunakan nilai p (p-value).
Nilai p didefinisikan sebagai sebuah tingkat
kepentingan yang teramati yang merupakan nilai
tingkat kepentingan terkecil dimana hipotesis
nol akan ditolak apabila suatu prosedur
pengujian hipotesis tertentu digunakan pada data
sampel. Dengan demikian , nilai p diperoleh
dengan cara menentukan nilai tingkat
kepentingan yang bersesuaian dengan nilai rasio
uji hasil perhitungan.
Setelah nilai p diperoleh, maka
penarikan kesimpulan dalam uji hipotesis
dilakuka dengan cara membandingkan nilai p
tersebut dengan tingkat kepentingan α yang telah
ditentuka sebelumnya dengan kriteria sebagai
berikut :
 Jika nilai P ≤ α maka hipotesis nol
ditolak pada tingkat kepentingan α.
 Jika nilai P > α maka hipotesis nol
diterima pada tingkat kepentingan α.
Secara ilustratif penetuan nilai p ditunjukkan
oleh gambar berikut ini.

Nilai p

-RU

Nilai p = luas
daerah di ujung
kanan dan kiri
yang dibatasi
nilai rasio uji RU
dan -RU

Program aplikasi statistik SPSS
(Statitical Pacage for Social Sciences)
merupakan salah satu program yang relatif
populer saat ini. program ini pada umumnya
digunakan
untuk
memecahkan
suatu
permasalahan riset atau bisnis dalam hal
statistika atau manajemen data, khususnya dala
penelitian dan analisis. Cara kerjanya adalah
dengan membandingkan suatu data ke dalam
suatu paket analisis. Keunggulan SPSS antara
lain lebih mudah dalam penggunaan dan mudah
dipahami. Selain itu SPSS merupakan suatu
bagian integral tentang proses analisis,
menyediakan kemampuan untuk akses data,
persiapan dan manajemen data, analisis data,
serta dalam hal pelaporan.
Untuk pelaksanaan analisa hipotesis
dalam penelitian ini , diantaranya uji normalitas
dan uji-t satu sampel akan digunakan program
bantu SPSS versi 17.0. Program SPSS versi 17.0
dipilih karena versi ini adalah yang terbaru
sehingga lebih lengkap fasilitas yang dimilikinya
dibanding versi-versi sebelumnya dan lebih
user-friendly.
2.4. KONTROL KUALITAS PEKERJAAN
BETON
Beton adalah suatu bahan konstruksi
yang mempunyai sifat kekuatan tekan yang
khas, yaitu apabila diperiksa dengan sejumlah
besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar
sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. penyebaran
dari hasil-hasil pemeriksaan ini akan kecil atau
besar bergantung pada tingkat kesempurnaan
dari pelaksanaanya. berbagai mutu pelaksanaan
pada berbagai pekerjaan dicantumkan dalam
tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1. Standar deviasi dikaitkan dengan
mutu pekerjaan beton.
Standar deviasi S (MPa)
2.1 – 2.8
2.8 – 3.5
3.5 – 4.3
> 4.3

Indikator QC
Istimewa
Baik
Sedang
Jelek

(sumber : Pengendalian Mutu Beton Sesuai SNI, ACI,
dan ASTM oleh Pujo Aji dan Rachmat
Purwono(2010)).

RU

Gambar 2.9. Penentuan nilai p pada uji dua
ujung.
2.3.2. PROGRAM BANTU SPSS UNTUK
ANALISA STATISTIK

7

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi sangat diperlukan dalam
sebuah penelitian. Hal ini penting agar penelitian
yang dilakukan dapat lebih terarah sehingga
hasil yang didapatkan bisa lebih optimum.
Adapun metodologi penelitian yang akan di
lakukan dalam penelitian tugas akhir ini adalah
sebagai berikut.

Gambar 3.1. : Diagram Alir Secara
Keseluruhan

BAB IV
HASIL DAN ANALISA DATA
4.1. Umum
Pada bab ini akan dijelaskan
mengenai hasil-hasil berikut kesimpulan
selama pengerjaan tugas akhir penelitian
yang mengenai hubungan suhu beton dan
kuat tekannya, serta bagaimana cara
memprediksi kuat tekan beton normal
berdasarkan data suhu dan kuat tekan
beton di umur muda.
Metode hasil dan analisa data ini
diawali dengan ditampilkannya tabel yang
kemudian
dijadikan
grafik
untuk
kemudian dilakukan pembahasan.

8

4.2. Pembuatan Kurva Kematangan
4.2.1 Pendataan Suhu Beton
Pendatan suhu beton dilakukan dengan
menggunakan alat pembaca suhu beton yang
telah disiapkan sebelumnya. Alat ini telah
disesuaikan untuk merekam suhu beton dengan
interval waktu setiap 30 menit. Adapun dalam
penelitian ini digunakan 6 sensor suhu, yang
masing-masing sensor suhu dibenamkan di satu
benda uji silinder beton ukuran 15 cm x 30 cm.
Sensor yang dipakai memiliki kepekaan sebesar
±1⁰C, seperti yang disyaratkan untuk pemakaian
metode kematangan dalam ASTM C1074-98.
Selama penelitian ini pendataan suhu
beton dilakukan sebanyak dua kali. Pendataan
suhu pertama dilakukan pada sampel 1 benda uji
beton yang kemudian akan digunakan untuk
membuat kurva kematangan. Sedang pendataan
yang kedua dilakukan pada sampel 2 benda uji
beton yang kemudian digunakan untuk prediksi
kuat tekan beton umur 28 hari. Pendataan suhu
pertama dilakukan selama 8 hari dan yang kedua
dilakukan selam 3 hari.
Adapun pendatan suhu ini dilakukan
dalam Laboratorium Struktur Teknik Sipil ITS
yang mempunyai temperatur ruang saat
perekaman suhu sebesar 35⁰C. Hasil dari
pendataan suhu (rata-rata 6 buah sensor) selama
8 hari dari 6 benda uji beton dapat dilihat pada
gambar berikut.

Tabel 4.1. : Kuat tekan beton di berbagai umur
pengujian.
4.2.3. Pembuatan Kurva Kematangan
Variabel yang diperlukan untuk
membuat kurva kemata-ngan adalah kuat tekan
beton dan nilai indeks kematangan atau dalam
hal ini nilai kumulatif Temperature Time Factor
(TTF) di tiap umur tes tekan beton dilakukan.
Kuat tekan beton di berbagai umur pengujian
didapat dari tabel 4.21, sedangkan indeks
kematangan dihitung dari hasil pencatatan suhu
beton suhu dengan persamaan 2.1 dan harga
datum temperatur (T0) adalah 0⁰C.
Pembuatan kurva kematangan bertujuan
mencari nilai b, untuk digunakan pada
persamaan 2.2. Berikut adalah hasil perekaman
suhu beton dari umur 1 sampai dengan umur 28
hari, dan juga hasil kuat tekan untuk umur 1, 2,
4, 6 dan 8 hari.
Indeks kematangan yang tidak lain adalah nilai
temperature time factor (TTF) dihitung dengan
rumus 2.1.

Gambar 4.1. : Grafik perkembangan suhu
terhadap waktu (sampel 1)
4.2.2. Tes Kuat Tekan Untuk Pembuataan
Kurva Kematangan.
Selain pendataan suhu, juga dilakukan
tes tekan benda uji beton. Tiap tes tekan
digunakan 6 benda uji silinder beton dan
dilakukan pada hari ke-1, 2, 4, 6, dan 8. Hasil
pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Gambar 4.2. Grafik kuat tekan rata-rata
terhadap kumulatif TTF.

9

maka, nilai M dapat dihitung sebagai berikut

Jadi, nilai M yang yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya adalah 18619°C.h.
4.3.2 Perhitungan Nilai Kumulatif TTF (m)

Gambar 4.3. Grafik Kuat Tekan terhadap
kumulatif TTF (skala log).
Besarnya nilai b adalah selisih antara 33,16 dan
23,88 yaitu sebesar 9,28 MPa.

Tabel 4.1. Nilai kumulatif TTF dan Kuat tekan
rencana

4.3. Prediksi Kuat Tekan
Berikut adalah hasil perekaman suhu
beton dari umur 1 sampai dengan umur 3 hari.
4.3.3

Prediksi Kuat Tekan Menggunakan
Metode Kematangan
Dengan menggunakan rumus 2.2.
S M  S m  blog M  log m 

S M  12,11  17,87(log 17472  log 819)
S M  36,241

Hasil perhitungan yang lain dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Gambar 4.5. Grafik perkembangan suhu
terhadap waktu (sampel 2).
Perhitungan Nilai M
Dengan didapatkannya nilai b, maka
proses selanjutnya adalah melakukan tahap
kedua dari penelitian ini yaitu melakukan
prediksi kuat tekan. Adapun nilai hasil prediksi
(SM) didapat dari perhitungan menggunakan
rumus 2.4 dibawah ini.
S M  S m  blog M  log m
Sedangkan nilai M didapat dari perhitungan
sebagai berikut :

Tabel 4.2. nilai prediksi di berbagai umur
rencana.

4.3.1

sedangkan nilai Mmoist adalah

10

4.4. Analisa Statistik Terhadap Hasil Prediksi
4.4.1 Uji Normalitas Data (Normality test),
Menggunakan Program Bantu SPSS versi
17.0.
Hipotesis
 H0
: data prediksi kuat tekan
berdistribusi normal
 Ha : data prediksi kuat tekan tidak
berdistribusi normal
Taraf signifikansi 95 %, α = 0,05
Berikut adalah hasil tes normalitas data.

Tabel 4.3. Normality Test

Tabel 4.35 menunjukkan bahwa data
prediksi kuat tekan beton pada kelima umur
rencana berdistribusi normal. Hal ini
ditunjukkan dengan semua nilai Asymp. Sig >
0.05. Maka data tersebut layak dilakukan
pengujian selanjutnya.
4.4.2

Analaisa
Hipotesis
Menggunakan
Program Bantu SPSS versi 17.0.
Penetapan H0 dan Ha untuk uji hipotesis dua sisi
(2-tailed) :
 H₀ : nilai kuat tekan rata-rata prediksi
sama dengan rata-rata kuat tekan aktual
umur 28 hari.
 Ha : nilai kuat tekan rata-rata prediksi
tidak sama dengan rata-rata kuat tekan
aktual umur 28 hari.
Dengan nilai kuat tekan aktual 28 hari adalah
35,123 MPa
Selang kepercayaan berturut-turut adalah 80%,
85%, 90% dan 95%.
Tabel 4.4. Hasil analisa hipotesis dengan uji-t
menggunakan SPSS.

Dari tabel 4.4, dapat dilihat bahwa
penolakan Ha terjadi pada rata-rata kuat tekan
hasil prediksi dari umur 72 jam, dimana Ha akan
dapat diterima hanya bila level kepentingan
(significance level) 20 %.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini akan disampaikan
beberapa kesimpulan dan saran dari berbagai tes
dan analisa yang telah dilakukan dalam tugas
akhir penelitian ini.

1.1 Kesimpulan
1. Pembentukan kekuatan beton normal yang
dirawat
dengan
perawatan
uap
menghasilkan
perkembangan
yang
berbeda dengan beton normal dengan
perawatan biasa. Kuat tekan beton umur
28 hari dengan steam curing lebih kecil
dibandingkan dengan kuat tekan umur 28
hari dari beton yang di-curing normal.
2. Hubungan suhu, kuat tekan dan
kematangan beton mengikuti sebuah
fungsi logaritmik seperti dapat dilihat
pada gambar 4.7. Dari gambar 4.7. terlihat
bahwa dengan bertambahnya nilai
kematangan
maka
juga
terjadi
penambahan yang signifikan terhadap
kuat tekan beton. Bila gambar 4.7.
dirubah absisnya ke skala semilog maka
akan menghasilkan hubungan yang linier
antara nilai logaritma kematangan dengan
kuat tekan beton, seperti terlihat pada
gambar 4.8.
3. Nilai b yang diperoleh dari hasil
pendataan kuat tekan dan suhu beton
selama 28 hari untuk beton normal dengan
f’c = 31 MPa dalam penelitian ini adalah
sebesar 9,28 MPa.
4. Umur muda yang paling baik digunakan
sebagai umur rencana prediksi dari analisa
statistik adalah umur 72 jam.
1.2 Saran
1. Hati–hati pada proses capping, karena
hasil capping yang buruk atau miring
dapat mengakibatkan turunnya nilai kuat
tekan beton uji.
2. Hati-hati dalam memasukkan sensor suhu
ke benda uji beton. Pastikan sensor
terletak tepat di tengah benda uji dan
sensor tidak korslet saat dimasukkan ke
beton. Rusakknya sensor akan sangat
mempengaruhi hasil perhitungan nilai
temperature time factor.
3. Di penelitian ini hanya dipakai beberapa
umur rencana prediksi diantaranya umur
24, 30, 48, 54 dan 72 jam. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih mendekati
hasil sebenarnya perlu ditambah jumlah
umur prediksi ini.
4. Diharapkan adanya penelitian lanjutan
yang meluas dalam pemakaian rumusan
untuk menghitung indeks kematangan.
Rumusan yang bisa dipakai diantaranya
Equivalent Age ataupun rumusan lainnya,

11

sehingga dapat mempercepat hari
prediksi.
5. Penelitian lebih lanjut juga diharapkan
dengan penambahan variabel-variabel lain
seperti pemakaian aditif, perlakuan
curring yang berbeda ataupun untuk beton
khusus sperti SCC ataupun HSC.

DAFTAR PUSTAKA
1. ASTM C 1074-98. “Standar Percobaan
untuk Memperkirakan Kekuatan Beton
dengan Metode Kematangan”. Anual Book
of ASTM Standards.
2. ASTM C 109/C109M-02. “Standar Metode
Tes untuk menentukan Kuat Tekan dari
Mortar Semen Hidrolis (menggunakan 2 in.
Atau 50 mm benda uji kubus)”. Anual Book
of ASTM Standards.
3. ASTM C 117-95. “Standar Metode Tes untuk
Material dengan Ukuran Kehalusan Kurang
Dari 75 μm (no. 200) menggunakan Ayakan
Agregat dengan Pencucian”. Anual Book of
ASTM Standards.
4. ASTM C 127-01. “Standar Metode Tes untuk
Kepadatan, Kepadatan Relatif (Berat Jenis),
dan Resapan dari Agregat Kasar”. Anual
Book of ASTM Standards.
5. ASTM C 128-01. “Standar Metode Tes untuk
Kepadatan, Kepadatan Relatif (Berat Jenis),
dan Resapan dari Agregat Halus”. Anual
Book of ASTM Standards.
6. ASTM C 131-03.”Standar Metode Tes untuk
Menentukan ketahanan peluruhan pada
Agregat Kasar Ukuran Kecil dari Abrasi dan
Tumbukan
menggunakan
Mesin
Los
Angales”. Anual Book of ASTM Standards.
7. ASTM C 136-01. “Standar Metode Tes untuk
Analisa Ayakan Agregat Halus dan Kasar”.
Anual Book of ASTM Standards.
8. ASTM C150-02a. “Standar Spesifikasi untuk
Semen Portland”. Anual Book of ASTM
Standards.
9. ASTM C 191-01a.”Standar Metode Tes
untuk Mengetahui Setting Time Semen
Hidrolis menggunakan Jarum Vicat”. Anual
Book of ASTM Standards.
10. ASTM C 192/C 192M-02. “Standar
Percobaan untuk Membuat dan Merawat
Benda Uji Beton di Laboratorium”. Anual
Book of ASTM Standards.
11. ASTM C 29/C29M-97. “Standar Metode Tes
untuk Menentukan Berat Volume Agregat

12

dan Kadar Rongga pada Agregat”. Anual
Book of ASTM Standards.
12. ASTM C 39/C 39M-01. “Standar Metode
Tes untuk Kuat Tekan Silinder Uji Beton”.
Anual Book of ASTM Standards.
13. ASTM C 40-99. “Standar Metode Tes untuk
Mengetahui Kandungan Organik pada
Agregat Halus untuk Beton”. Anual Book of
ASTM Standards.
14. ASTM C 566-97. “Standar Metode Tes untuk
Mengetahui
Tingkat
Evaporasi
dari
Kelembaban Agregat akibat Pengeringan”.
Anual Book of ASTM Standards.
15. ASTM C 617-98.”Standar Percobaan untuk
Melakukan Capping pada Silinder Uji
Beton”. Anual Book of ASTM Standards.
16. ASTM C 918-02. “Standar Metode Tes untuk
Menentukan Kuat Tekan Beton Umur Muda
dan Memperkirakan Kekuatan di Umur
Selanjutnya”. Anual Book of ASTM
Standards.
17. Day, K.W. 1995. “Concrete Mix Design,
Quality Control and Specification“. E&N FN
Spon, 2rd Edition, London, UK.
18. Day, K.W. 2006. “Concrete Mix Design,
Quality Control and Specification“. Taylor &
Francis, 3rd Edition, London and New York.
19. Emborg, M. 1998. “Development of
Mechanichal Behaviour at Early Ages”.
RILEM Report 15. E & FN Spon, London.
20. Khazanie, Ramakant. 1990. “Statistik Dasar
dalam Dunia Aplikasi”. Harper Collins, 3rd
Edition, Humbolt State University, USA.
21. Lasino dan Andriati. 2003. ”Pengendalian
Mutu Pekerjaan Beton di Lapangan”.
Sosialisasi
Penerapan
NSPM
Untuk
Peningkatan Kualitas Pekerjaan Bidang
Kimpraswil.
22. Nawi, E.G. 1998. “Beton Bertulang, Suatu
Pendekatan Dasar“. Refika Aditama,
Bandung.
23. PBI 1971. “Peraturan Beton Bertulang
Indonesia”. Direktorat Penyelidikan Masalah
Bangunan, Bandung.
24. SNI 03-2847-02.”Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
Dilengkapi Penjelasan”. itspress, Surabaya.
25. SNI 15-2049-94. “Semen Portland”.
26. Rumsey, Deborah. 2003. “Statistik untuk
Contoh”. John Wiley & Sons, Indianapolis,
USA.
27. Subakti, Aman. 1995. “Teknologi Beton
Dalam Praktek“. Jurusan Teknik Sipil-ITS
Surabaya, Surabaya.

28. Supranto, J. 2001. “Statistik Teori dan
Aplikasi”. Erlangga, Jakarta.
29. Trihendradi, Cornelius. 2005. “Statistik
Inferen
menggunakan
SPSS”.
Andi,
Yogyakarta.
30. Uyanto, S. Stanislaus. 2009. “Pedoman
Analisis Data dengan SPSS”. Graha Ilmu,
Yogyakarta.

13