BAB II URAIAN TEORITIS - Komunikasi Lintas Budaya Dan Ketertarikan Wisatawan (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Lintas Budaya Terhadap Pembentukan Persepsi Wisatawan Internasional Di Bukit Lawang)

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

  Ketika objek penelitian telah ditetapkan, tahapan penelitian selanjutnya adalah menimbang mengapa peneliti mengkajinya. Permasalahan mengapa membawa topik sentral mengenai teori. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk mendukung pemecahan masalah dengan jelas, melihat dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti, serta cara yang sistematis.

  Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematik tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Pentingnya teori sebagai sebuah alat pembantu peneliti memikirkan yang tidak bisa diabaikan, tetapi juga tidak boleh dilebih- lebihkan (Stakes, 2007: 13-14). Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang membuat pokok – pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan di soroti (Nawawi, 2001:9).Secara umum, teori (theory) adalah sebuah sistem konsep abstrak yang menindikasikan adanya hubungan di antara konsep-konsep yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Stephen Littlejohn and Karen Foss (2005) menyatakan bahwa sistem abstrak yang didapatkan dari pengalaman sistematis.

  Tahun 1986, Jhonatan H. Turner mendefinisikan teori sebgagai “ sebuah proses pengembangan ide-ide yang membantu kita menjelaskan teori sebagai (dalam West, 2009 : 49 ). Teori tidak hanya menjelaskan bagaimana dan mengapa peristiwa terjadi, namun teori juga dapat memprediksi peristiwa seperti yang diungkapan Wilbur Scharmm. Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya preposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmuah dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku ( Effendy, 2002 : 241 ).

2.1.1 Komunikasi

  Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut communication berasal dari bahasa Latin “ communication” yang bersumber dari kata communis yang artinya sama. Dalam Ilmu Komunikasi sama berarti “ memiliki kesamaan makna”.

  Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan- pesan (message) dari pengiriman pesan sebagai komunikator kepada penerima pesan sebagai komunikan yang bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengerian (mutual undersanding) antar kedua belah pihak. Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan/ informasi kepada komunikan, terlebih dahulu memberikan makna dalam pesan-pesan tersebut (decode). Pesan tersebut ditangkap oleh komunikasi dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya (encode) (Ruslan, 2003 : 69-70).

  Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.

  Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang sifatnya dinamik, terus berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif, yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola- pola interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.

  Menurut Gary Cronkhite (Ruslan, 2003 ; 86-87), ada empat pendekatan atau asumsi pokok untuk memahami tentang komunikasi, Yaitu:

a) Komunikasi merupakan suatu proses (communication is a process).

  b) Komunikasi adalah seuatu pertukaran pesan (communication is message trasactive) .

  c) Komunikasi merupakan interaksi yang bersifat multi dimensi

  (communication is multi dimensional) , yaitu berkaitan dengan

  dimensi dan karakter komunikator (sources), pesan (message) yang disampaikan, media (channels or as tools) yang dipergunakan, komunikasi (audience) yang akan menjadi sasarannya, dan dampak (effect) yang ditimbulkan.

  d) Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan atau maksud ganda (communication is multi-purposeful).

  Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and funcsion of

  

communication in Soecity mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan

  komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagi berikut : Who Says What In which

  

Channel to Whom With What Effect? Atau ‘Siapa mengatakan Apa dengan

  Saluran apa kepada Siapa dengan Efek apa?’ (Effendy 1993: 10) Charles H. Cooley dalam bukunya The Signficance if Communication berpendapat bahwa dengan komunikasi , mekanisme melalui mana hubungan manusia terjadi dan berkembang segala lambang dari pemikiran dengan alat-alat penyampaian dan menjaga melalui ruang dan waktu. Ia meliputi ekpresi muka, sikap dan gesture, nada suara, kata-kata, tulisan, lukisan¸ kereta api, telegraf, Telepon, dan segala apa yang dapat disebut sebagai hasil usaha menaklukan ruang dan waktu (Suwardi: 2007:9)

2.1.2 Budaya

  Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi, politik dan teknologi semuanya didasarkan pada pola- pola budaya yang ada di masyarakat.

  Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)

  Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi- kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula praktek-praktek komunikasi yang berkembang.

  Memahami Perbedaan-perbedaan Budaya

  Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang yang lainnya – budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian seharusnya budaya menjadi salah satu faktor pemersatu.

  Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Individu-individu sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan budaya mereka. Mereka dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat dimana mereka tinggal dan dibesarkan, terlepas dari bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman budaya ini pada dirinya. Individu- individu itu cenderung mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan dengan “kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaannya. Inilah yang seringkali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh diantara anggota-anggota kelompok lain, bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan- gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan.

  Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok orang tertentu sehingga jika kita ingin lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam masing-masing budaya tersebut paling tidak kita harus mampu untuk mengidentifikasi identitas dari masing-masing budaya tersebut yang antara lain terlihat pada:

  • Komunikasi dan Bahasa Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal diseluruh dunia ini demikian pula bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal) sering dianggap bersifat universal namun perwujudannya sering berbeda secara lokal.
  • Pakaian dan Penampilan Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.
  • Makanan dan Kebiasaan Makan Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis dari perspektif ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita, dan restoran vegetarian.
  • Waktu dan Kesadaran akan waktu

  Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian lainnya merelatifkan waktu.

  • Penghargaan dan Pengakuan

  Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.

  • Hubungan-Hubungan

  Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.

  • Nilai dan Norma Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak; dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.
  • Rasa Diri dan Ruang Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara budaya linnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan berubah.
  • Proses mental dan belajar

  Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.

  • Kepercayaan dan sikap

  Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktek keagamaan atau kepercayaan mereka.

2.1.3 Komunikasi Lintas Budaya dan Komunikasi Antar Budaya

  Komunikasi lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan

  Pada awalnya studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial budaya yang bersifat depth description yaitu penggambaran mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu. Sehingga di awalnya Komunikasi lintas budaya diartikan sebagai proses mempelajari komunikasi di antara individu maupun kelompok suku bangsa dan ras yang berbeda negara. Alasannya, karena pasti beda negara pasti beda kebudayaan. Sebaliknya, KAB adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh pribadi-pribadi dalam suatu bangsa yang sama.

  Banyak pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan perbedaan dan persamaan sebagai berikut: 1.

  Persepsi, yaitu sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan fisik terhadap pembentukan persepsi

  2. Kognisi, yang terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara berpikir.

  3. Sosialisasi, berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan institusionalisasi; dan

  4. Kepribadian, misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter atau watak bangsa.

  Definisi Komunikasi Lintas Budaya 1. Sebutan Komunikasi Lintas Budaya (KLB) (cross culture) sering digunakan untuk menyebut makna Komunikasi Antar Budaya (KAB)

  (interculture), tanpa dibatasi konteks geografis, ras dan etnik. Karenanya, KLB didefinisikan sebagai analisis perbandingan yang memprioritaskan relativitas kegiatan kebudayaan. KLB umumnya lebih terfokus pada hubungan antar bangsa tanpa harus membentuk kultur baru sebagaimana yang terjadi dalam KAB (Purwasito, 2003) 2. Menurut Fiber Luce (1991) hakikat studi lintas budaya adalah studi komparatif yang bertujuan membandingkan : (1) variabel budaya tertentu,

  (2) konsekuensi atau akibat dari pengaruh kebudayaan, dari dua konteks kebudayaan atau lebih. Harapannya dengan studi ini, setiap orang akan memahami kebudayaannya sendiri dan mengakui bahwa ada isu kebudyaan yang dominan yang dimiliki orang lain dalam relasi antarbudaya. Artinya KAB dapat dilakukan kalau kita mengetahui kebudayaan kita dan kebudayaan orang lain.

  3. KLB adalah proses komunikasi untuk membandingkan dua kebudayaan atau lebih melalui sebuah survey lintas budaya

  4. KLB menurut Williams (1966) dalam Samovar dan Porter (1976) berkisar pada perbandingan perilaku KAB dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan : (1) persepsi dari pengalaman, peran lingkungan sosial dan fisik, (2) kognisi terdiri unsure-unsur khusus kebudayaan, proses bahasa dan cara berpikir, (3) sosialisasi dan (4) kepribadian seperti tipe-tipe budaya pribadi yangmempengaruhi etos, tipologi karakter atau watak bangsa. Analisis lintas budaya (sering disebut analisis komparatif) sebagai metode umum yang sering digunakan untuk meakukan komparasi dan menguji perbedaan antar budaya (Alo Liliweri, 2005). Metode ini bersifat krusial untuk membedakan aspek-aspek universal dari kebudayaan manusia dan organisasi sosial dari sebagian kelompok sosial atau individu dari masyarakat tertentu.

  Pengertian Komunikasi Antarbudaya 1. Komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misal suku bangsa, etnik dan ras atau kelas sosial (Samovar dan Porter, 1976).

2. Terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang berbeda latar belakang kebudayaan (Samovar dan Porter, 1976).

  3. KAB melibatkan peserta yang mewakili pribadi, antarpribadi, kelompok dengan tekanan perbedaan latar belakang yang mempengaruhi pesan komunikasi (Dood, 1991).

4. Proses komunikasi simbolik, intepretatif, transaksional, konstekstual yang dilakukan sejumlah orang (Lustig dan Koester, 1993).

  5. KAB merupakan interaksi antarpribadi seorang anggota dengan kelompok yang berbeda

  

Perbedaan Komunikasi Lintas Budaya Dengan Komunikasi Antar Budaya,

Komunikasi Transrasial Dan Komunikasi Internasional.

  Jika komunikasi lintas budaya lebih menekankan pada perbandingan pola- pola komunikasi antarpribadi diantara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan, maka studi komunikasi antarbudaya lebih mendekati objek melalui pendekatan kritik budaya. Aspek utama dari komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar pribadi diantara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda.

  Dari gambaran di atas terlihat bahwa komunikasi antar budaya merupakan komunikasi antar pribadi dari kebudayaan yang berbeda. Tidak masalah apakah kejadian itu terjadi dalam satu bangsa atau antar bangsa yang berbeda, yang jelas adalah budayanya yang berbeda.

  Selanjutnya untuk menghindari ketumpang tindihan yang sering terjadi maka selanjutnya kita akan membicarakan kajian komunikasi internasional. Komunikasi internasional merupakan komunikasi yang bersifat interaktif yang menggunakan media. Objek formal komunikasi internasional senantiasa berhubungan dengan media massa yang dianggap sebagai agen penyebaran berita- berita internasional dari media “sumber” di satu negara kepada “penerima” di negara lain. Komunikasi internasional pada umumnya melibatkan dua atau lebih negara di mana produk komunikasi massa disebarkan melintasi batas negara melalui struktur jaringan komunikasi tertentu. Secara lebih spesifik, studi-studi komunikasi internasional dapat dikategorikan atas pendekatan maupun metodologi sebagai berikut:

  1. Pendekatan peta bumi (geographical approach) yang membahas arus

  informasi maupun, liputan internasional pada bangsa atau negara tertentu, wilayah tertentu, ataupun lingkup dunia, disamping antar wilayah.

  2. Pendekatan media (media approach), adalah pengkajian berita internasional melalui satu medium atau multi media.

  

3. Pendekatan peristiwa (event approach) yang mengkaji satu peristiwa lewat

medium.

  

4. Pendekatan ideologis (ideological approach), yang membandingkan

  sistem pers antar bangsa atau melihat penyebaran arus berita internasional dari sudut ideologis semata-mata.

  Selanjutnya kita akan membicarakan tentang komunikasi transrasial. Transrasial berarti melintasi batas rasial. Dalam antropologi, konsep transrasial ini sama dengan konsep antar etnik. Smith (1973) mengatakan bahwa kelompok etnik adalah sekelompok orang yang dipersatukan oleh kesamaan warisan sejarah, kebudayaan, aspirasi, cita-cita dan harapan, tujuan, bahkan kecemasan dan ketakutan yang sama. komunikasi transrasial dilakukan antara dua orang yang berbeda etnik/ras. Dimana masing-masing inisiator mengirimkan pesan melintasi suatu “ambang” batas simbol-simbol yang dapat dipahami bersama. Komunikasi transrasial sebenarnya memiliki kemiripan dengan komunikasi lintas budaya, hanya saja dalam komunikasi transrasial lebih diarahkan pada proses komunikasi internasional yang meliputi komunikasi diantara mereka yang berbeda etnik dan ras. Komunikasi transrasial bisa berbentuk diadic dan bisa juga berbentuk komunikasi massa. Ada empat kategorisasi komunikasi transrasial “diadic” yang didasarkan pada:

  

1. Kesamaan kodifikasi, yang meliputi proses pembakuan kode-kode

komunikasi/simbol dan “sign” yang tumpang tindih;.

  2. Kedekatan pengirim dan penerima; 3. masalah perspektif; dan 4. Keterampilan umum berkomunikasi.

  Persamaan dan Perbedaan KLB dan KAB Kesamaan :

  • Keduanya menjadikan kebudayaan sebagai varian besar kajiannya
  • Keduanya memusatkan perhatian pada komunikasi antarpersonal

  Perbedaan :

  • KLB menekankan perbandingan
  • KLB mempelajari efek media (perbandingan efek media dengan efek media yanglain)
  • KAB menekankan interaksi antarpribadi yang berbeda latar belakang kebudayaan
  • KAB mempelajari komunikasi dan hubungan internasional juga

2.1.4 Komunikasi Nonverbal

  Untuk merumuskan pengertian “komunikasi nonverbal” biasanya ada beberapa defenisi yang digunakan secara umum: ° Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata. ° Komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara.

  ° Komunikasi nonverbal dapat berupa setiap hal yang dilakukan oleh orang lain diberi makna oleh orang lain ° Komunikasi nonverbal adalah suatu mengenai ekspresi, wajah, sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku mata dan lain-lain. (Samovar, et.al,2010)

  ° Komunikasi nonverbal adalah sebuah proses yang halus,tidak beraturan/ tidak berstruktur, multidimensi, dan terjadi dengan proses yang spontan (Andresen, 1999).

  Komunikasi nonverbal adalah proses yang dijalani oleh seorang individu atau lebih pada saat menyampaikan isyarat-isyarat nonverbal yang memiliki potensi untuk merangsang makna dalam pikiran individu-individu lain.

  Setiap manusia peduli dengan kebiasaan dalam menggunakan bahasa nonverbal, dimana dilakukan tanpa berpikir panjang, spontan, dan tanpa disadari( Andresen, 1999 ; Burgoon, 1985 ; samovar porter,1985). Manusia biasanya tidak menyadari kebiasaan dari bahasa nonverbal mereka sendiri, sehingga sangat sulit untuk mengenali dan menguasai kebiasaan bahsa nonverbal dari budaya lain. Meskipun begitu komunikasi nonverbal memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Kebanyakan ahli komunikasi akan sepakat apabila dikatakan bahwa dalam komunikasi tatap muka umumnya, hanya 35 persen dari “ social

  

context” suatu pesan yang disampaikan dengan kata-kata ( Lusiana Andriani,

  2012). Meskipun penggunaan bahasa verbal itu penting dalam berkomunikasi, namun dalam hal ini penggunaan bahasa nonverbal tidak kalah pentingnya.

  Pesan atau perilaku nonverbal menyatakan pada kita bagaimana menginterpretasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya, misalnya : ada orang yang menyatakan pesan serius, bercanda, mengancam dan lain-lain. Hal demikian tersebut “second-order message”atau “metocommunication” (Gregory Bateson), yakni kerangka yang mengelilingi pesan sehingga merupakan pedoman untuk penafsiran pesan.

  Edward T. Hall (1959) menyebutkan fenomena nonverbal ini sebagai

  

“silent language” ia mengatakan pendapatnya bahwa kesulitan orang Amerika

  Serikat dalam berhubungan dengan negara-negara lain, adalah karena kurangnya pengetahuan tentang komunikasi silang budaya. Pendidikan formal tentang bahasa, sejarah, pemerintah, kebiasaan dari negara-negara lain hanyalah langkah pertama dari suatu program menyeluruh. Pada hal suatu yang sama pentingnya adalah proses nonverbal yang ada dalam setiap negara di dunia dan diantara macam-macam kelompok dalam masing-masing negara.

  Adapun macam-macam Perilaku nonverbal dapat dibagi secara garis besar ke dalam beberapa bagian seperti : 8 kode dalam komunikasi nonverbal: penampilan fisik, proksemik, kinesik, haptic, rupa, vokal, dan olfaktik¨ringkasan ini mendefenisikan dan menempatkan budaya dan akhirnya mendiskusikan 6 dasar dimensi variasi budaya, termasuk keakraban, individual, jenis kelamin, jarak kekuasaan, menghindari ketidak pastian dan konteks budaya, dan membantu menjelaskan ribuan pertukaran budaya- dalam perbedaan budaya pada komunikasi nonverbal.

1. Penampilan (“objecties”) 2.

  Gerakan badaniah (“ Kinesics”) 3. Persepsi indrawi (“Sensoric”) 4. Penggunaan ruang jarak (“Proxemic”) 5. Penggunaan waktu (“Chronemics”) (Ruben,1984 : 129-155),

  1) Penampilan (“objecties”)

  Merupakan salah satu hal yang paling berpengaruh dalam melakukan komunikasi dengan seseorang. Tak jarang untuk memutuskan akankah memulai sebuah komunikasi dengan orang lain kita dipengaruhi oleh penampilan. Dari penampilan tersebut banyak orang menilai tentang staus sosial, profesi, atau kecerdasan dilihat dari apa yang mereka tampilkan. Misalnya saja cara bedandan ataupun berpakaian.

  2) Gerakan badaniah (“ Kinesics”)

  Dalam beberapa tahun terakhir, buku-buku dan akrike, mengenai ‘bahasa badan’ (bodylanguage) telah memusatkan perhatian pada cara- cara manusia menggunakan gerak isyarat badan sebagai suatu bentuk komunikasi. Studi sistematik yang berupaya untuk memformulasikan dan mengkordifikasikan perilaku badaniah ini disebut “Kinesics” . studi Kinesics mempelajari bagaimana isyarat-isyarat nonverbal ini, baik yang sengaja ataupun tidak, dapat mempengaruhi komunikasi. Salah satu contoh adalah ketika kita menyatakan sikap kepada prang-orang lain dengan beberapa cara seperti menunjukkan kita tertarik pada seseorang dengan menghadapkan badan . setiap kebudayaan mempertunjukan gerakan badan dan sikap badan yang baik. Misalnya dalam hal : postur atau sikap badan, isyarat badan, gerakan kepala, ekspresi muka,kontak mata,serta gerakan tangan dan lengan.

  3) Persepsi indrawi (“Sensoric”)

  − Rabaan atau Sentuhan Kebudayaan mengajarkan kepada anggota-angotanya sejak kecil tentang siapa yang dapat kita raba, bilamana dan dimana kita bisa raba atau sentuh. Dalam banyak hal juga kebudayaan mengajarkan kita bagaimana menafsirkan tindakan perabaan atau sentuhan.

  Dalam hal berjabat tangan juga ada variasi kebudayaan. Di negara Jerman orang berjabat tangan hampir pada setiap pertemuan, sehingga sedikit modifikasinya dari satu situasi ke situasi lain. Tetapi di Amerika Serikat jabatan tangan lebih digunakan untuk menunjukan perasaan, misalnya jabatan tangan yang kuat, lemah, atau sensual.

  Setiap kebudayaan juga memberikan batasan pada bagian-bagian mana dari badan yang dapat disentuh, dan mana yang dapat diraba. Seperti di Indonesia, umumnya kepada dianggap badan yang terhormat sehingga tidak sopan untuk disentuh atau disenggol oleh orang yang sebaya ataupun lebih muda apalagi belum dikenal. − Penciuman “Olafaction”

  Indra penciuman dapat berfungsi sebagai saluran untuk membangkitkan makna. Berapa contoh dibawah ini melukiskan peranan penciuman dalam berbagai kebudayaan. Dinegara-negara yang penduduknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi ikan dan daging sapi, ada anggapan bahwa orang-orang Amerika Serikat mengeluarkan bau yang tidak enak karena terlalu banyak makan daging. Persepsi memang berbeda antara satu kebudayaan dengan budaya lainnya. Jika orang Amerika cerminan kebudayaan yang anti bau, maka berdo’a di negara Arab, prianya menginginkan etnis wanita untuk mempunyai bau alam, yang dianggap sebagai perluasan dari pribadi individu. − Pengunaan Ruang Jarak “Proxemics”

  Cara kita mengunakan ruang jarak sering kali menyatakan kepada orang lain sesuatu mengenai diri kita secara pribadi maupun kebudayaan. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang menentukan ruang jarak dipelajari sebagai bagian dari masing-masing kebudayaan. Sebagai contoh ruang jaraka pada kantor-kantor di Amerika, mereka lebih suka ada meja yang membatasi mereka dengan orang lain. Namun dalam kebudayaan lain seperti Amerika Latin ataupun Israel, hal tersebut dianggap membatasi komunikasi mereka, sehingga mereka berusaha untuk mendekati pihak orang yang di ajak bicara. − Sikap Terhadap Waktu “Chronemics”

  Kebiasaan – kebiasaan bisa berbeda pada macam-macam kebudayaan dalam hal: Persiapan berkomunikasi

   Saat dimulainya komunikasi

   Saat proses komunikasi berlangsung

   Saat mengakhiri

   − “Paralanguage” Sesungguhnya termasuk dalam unsur-unsur linguistik, yaitu bagaimana cara suatu pesan diungkapkan dan bukan isi pesan itu sendiri. “Paralanguage” memberikan informasi mengenai informasi, atau di sebut “metakomunikasi” (Ruben, 1984:115). Termasuk didalamnya berupa aksen, volume suara, nada, intonasi, kecepatan bicara, waktu berhenti dalam bicara.

  Dalam kebanyakan peristiwa komunikasi perilaku nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan bahasa verbal (Samovar, et-al, 1981:1661) :

  • Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal.

  Contohnya : menyatakan terikamakasi dengan tersenyum ataupun mengangkat tangan.

  • Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Contohnya : menyatakan arah tempat dengan mengatakan “ perpustakaan terletak
dibelakang gedung ini”, kemudian mengulang pesan yang sama dengan menunjuk ke arah tersebut.

  • Tindakan nonverbal melengkapi pernyataan verbal. Misalnya : mengatakan kepada teman karena tidak dapat meminjamkan uang, dan mimik wajah yang sungguh-sungguh mengekspresikan keadaan kantong yang tengah menipis.
  • Perilaku nonverbal sebagai penganti dari bahasa verbal. Contohnya : menyatakan rasa haru tanpa menggunakan kata-kata, melainkan dengan mata yang berkaca-kaca ataupun linangan air mata.
  • Tindakan nonverbal berlawanan dengan untur-unsur verbal. Contohnya: saat menyatakan sangat tertarik pada suatu lukisan tanpa pernah memandang sekalipun. Fungsi-fungsi Pesan Non VerbalMenurut Simon Capper, (Suzugamine Women’s College, Hirosima, 1997 )setidaknya ada lima kategori fungsi komunikasi non verbal: a.

  Fungsi Regulasi Fungsi regulasi menjelaskan bahwa simbol non verbal yang digunakan mengisyaratkan bahwa proses komunikasi berbak sudah berakhir. Dalam percakapan dengan sesama, kita akan menpyatakan diri, atau memberikan reaksi balik (feedback). Fungsi regulasi dimaksudkan untuk membantu orang yang sedang mendengarkan anda memberikan interpretasi yang tepat terhadap apa yang sedang anda sampaikan secara verbal. Jadi fungsi regulasi bermanfaat untuk mengatur pesan non verbal secara seksama untuk meyakinkan orang lain menginterpretasi makna yang disampaikan secara verbal.

  b.

  Fungsi Interpersonal Fungsi ini membantu kita untuk menyatakan sikap dan emosi dalam relasi antarpribadi (affect displays). Dalam beberapa peneilitian yang berkaitan dengan pertukaran non verbal ditunjukkan bahwa ada sinkrinisasi, kongruens dan konvergensi yang dapat ditujukan oleh pesan non verbal (Wallbott,1995) c.

  Fungsi Emblematis Untuk menerangkan bahwa pesan non verbal dapat disampaikan melalui isyarat-isyarat gerakan anggota tubuh, terutama tangan.

  d.

  Fungsi Ilustrasi Fungsi ini dapat menerangkan bahwa pesan non verbal digunakan untuk mengindikasikan ukuran, bentuk, jarak dan lainnya. (Simon, capper 1997) e. Fungsi Adaptasi

  Fungsi adaptasi disini merupakan sebagai fungsi pesan non verbal untuk menyesuaikan berbagai pesan verbal maupun nonverbal. Gerakan refleks seperti memegang-megang jenggot, menggigit kuku termasuk dalam kategori fungsi adaptasi.

2.1.5 Komunikasi Konteks Tinggi dan Komunikasi Konteks Rendah

  Sebuah kebudayaan yang mana prosedur pengalihan informasi menjadi lebih sukar dikomunikasikan disebut dengan Komunikasi konteks rendah (High Culture Context). Sebaliknya suatu kebudayaan yang mana prosedur pengalihan informasinya menjadi lebih mudah atau gampang dikomunikasikan disebut dengan komunikasi konteks rendah (Low Culture Context). Para anggota kebudayaan HCC umumnya bersifat implisit sedangkan LCC umumnya bersifat eksplisit (Liliweri, 2003:154:155)

  Salah satu analisis populer mengenai perbedaan gaya berkomunikasi dikemukakan oleh Edward T. Hall (dalam Andriani, 2012:129). Menurut Hall budaya dapat diklasifikasikan kedalam gaya komunikasi konteks-tinggi dan gaya komunikasi konteks-rendah. Dalam budaya konteks tinggi, maka terinternalisasi pada orang yang bersangkutan, dan pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat homogen berbudaya konteks-tinggi. Menurutnya bahwa komunikasi konteks tinggi merupakan kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah panjang, lamban berubah dan berfungsi untuk menyatukan kelompok.

  Sedangkan komunikasi konteks rendah cepat dan mudah berubah, karena tidak mengikat kelompok. oleh karena perbedaan tersebut, orang-orang dalam budaya konteks tinggi cenderung lebih curiga terhadap pendatang atau orang asing. Sangat bertolak belakang dengan budaya konteks tinggi, budaya konteks rendah cenderung dengan spesifikasi, rincian dan jadwal yang persis dengan mengabaikan konteks. Bahasa yang digunakan langsung dan lugas. Orang-orang yang berbudaya konteks-rendah dianggap berbicara berlebihan, mengulang-ulang apa yang sudah jelas, sedangkan orang berbudaya konteks tinggi gemar berdiam diri, tidak suka berterus terang dan misterius. Dalam budaya konteks tinggi, ekspresi wajah, tensi, gerakan, kecepatan interaksi, dan lokasi interaksi lebih bermakna. Orang dengan tipe seperti ini mengharapkan orang lain dapat memahami suasana hati walaupun tanpa ucapan terucapkan.

  Dalam komunikasi antarbudaya, kesabaran penting untuk memahamai bahasa konteks tinggi dan bahasa konteks rendah. Untuk itu kita sering menggunakan eufimisme , yaitu ungkapan-ungkapan yang menghaluskan situasi yang sebenarnya buruk, juga kebohongan putih (white lies) untuk tidak menyinggung perasaan atau memperlakukan orang lain. Sebenarnya gaya komunikasi tidak dapat dikategorikan menjadi komunikasi konteks-tinggi dan komunikasi konteks-rendah. Namun persepsi budaya dapat menjadi suatu rujukan kenapa hal tersebut menjadi suatu acuan. Meskipun diakui bahwa kedua gaya komunikasi tersebut boleh jadi ada dalam budaya yang sama, tetapi biasanya salah satunya mendominasi. Misalnya saja untuk negara-negara Barat umumnya berbudaya konteks rendah, sedangkan negara-negara Timur umumnya berbudaya konteks-tinggi. Urutan sejumlah negara berdasarkan tingkat budayanya (dari budaya konteks tinggi hingga budaya konteks rendah adalah sebagai berikut: Jerman, Swiss, Skandinavia (Swedia, Norwegia, Finlandia, Denmark), Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Italia, Spanyol, Yunani,Arab,Cina dan Jepang (Mulyana, 2004:135). Menurut Dedy Mulyana, Indonesia berada di antara Arab dan Cina. Perbandingan Persepsi Budaya pada High Culture.

  High Context dan Low Context Culture

  Persepsi terhadap kelogisan informasi

   Mengutamakan pertukaran informasi secara verbal

   Memakai gaya komunikasi langsung

   Mengutamakan suasana komunikasi yang infomal

   Mengutamakan pertukaran informasi secara nonverbal

   Memakai gaya komunikasi tidak langsung

  

Persepsi terhadap gaya komunikasi

   Tidak mengutamakan basa- basi

   Menjauhi sikap emosi

   Menguasai informasi yang rasional

   Mengutamakan basa-basi

   Mengutamakan emosi

   Tidak menyukai informasi yang rasional

   Impersonal relation

  Tabel 1

   Task oriented

   Relasi antarmanusia dalam tugas berdasarkan relasi tugas

   Personal relation

   Social oriented

   Mengutamakan relasi sosial dalam melaksanakan tugas

  Persepsi terhadap tugas dan relasi

   Memisahkan isu dan orang mengkonsumsikan isu

   Tidak memisahkan isu dan orang yang mengkonsumsikan isu

  Persepsi terhadap itu dan orang yang menyebarkan isu

   Prosedur pengalihan informasi menjadi lebih gampang

   Prosedur pengalihan informasi sukar

  High Culture Context Low Culture Context

   Mengutamakan suasana komunikasi yang formal

  

Persepsi terhadap pola negosiasi

   Sebagian besar pesan tersembunyi dan implisit

   Pertalian antarpribadi sangat lemah

   Pertalian antarpribadi sangat kuat

  

Sifat pertalian antarpribadi

   Selalu memisahkan kepentingan in group dengan out grup

   Selalu luwes dalam melihat perbedaan in group dengan out group

  

Memandang in group dan out group

   Reaksi terhadap sesuatu selalu nampak

   Reaksi terhadap sesuatu tidak selalu nampak

  

Reaksi terhadap sesuatu

   Sebagian besar pesan jelas, tampak dan eksplisit

  

Bentuk pesan / informasi

   Mengutamakan perundingan melalui human relation

   Tidak mengutamakan pertimbangan loyalitas individu dari pada kelompok

   Mengutamakan kapasitas individu tanpa memperhatikan faktor sosial

   Mempertimbangkan loyalitas individu kepada kelompok

   Mengutamakan individu dengan mempertimbangkan dukungan faktor sosial

  

Persepsi terhadap informasi tentang individu

   Mengutamakan otak dari pada hati

   Pilihan komunikasi melipiti pertimbangan rasional

   Mengutamakan perundingan melalui bargaining

   Mengutamakan hati dari pada otak

   Pilihan komunikasi meliputi perasan dan intuisi

  

Konsep waktu

   terbuka dan luwes sangat terorganisir

   Konsep terhadap waktu sangat Konsep terhadap waktu yang

2.1.6 Persepsi

  Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Menurut Daviddof, persepsi adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari yang diinderanya itu. Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Seba gai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Anonim, 2009).

  Menurut Walgito, proses terjadinya persepsi tergantung dari pengalaman masa lalu dan pendidikan yang diperoleh individu. Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adan ya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan interpretation, begitu juga berinteraksi dengan closure. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh (Anonim, 2009).

  Dalam penelitian nantinya peneliti ingin melihat persepsi dari wisatawan Internasional yang berkunjung ke Bukit Lawang, berdasarkan informasi dan pengalaman yang dimiliki dengan komunikasi yang mereka lakukan terhadap penduduk setempat. Untuk itu, dalam melihat berbagai aktifitas masyarakat setempat yang diketahui dengan cara mengamati dan berkomunikasi dengan warga setempat sehingga menimbulkan berbagai perspektif dengan 10 karakteristik sebagai berikut: ( Deddy Mulyana, 2005 : 58)

  1) Komunikasi dan bahasa

  Sistem komunikasi, verbal dan non verbal membedakan suatu kelompook dari kelompok lainnya. Terdapat banyak “bahasa asing” di dunia. Sejumlah bangsa memiliki limabelas atau lebih bahasa utama (dalam suatu kelompok bahasa terdapat dialek, aksen, logat, jargon dan ragam lainnya), lebuh jauh lagi makna yang diberikan kepada gerak-gerik, misalnya sering berbeda secara kultural. Meskipun bahasa tubuh mungkin universal, perwujudannya mungkin berada secara lokal. Subkultur-subkultur seperti kelopok militer, mempunyai peristilahan dan tanda-tanda yang menerobos batas-batas nasional (seperti gerakan menghormat , atau sistem kepangkatan).

  2) Pakaian dan Penampilan

  Ini merupakan pakaian dan dandanan (perhiasan) luar, juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural. Kita mengetahui adanya kimoni Jepang, penutup kepala Afrika, payung inggris, sarung Polynesia, dan ikat kepala Indian Amerika. Beberapa suku bangsa mencorengi wajah-wajah mereka untuk bertempur, sementara sebahagian wanita menggunakan kosmetik untuk peralatan kecantikan. Banyak subkultur menggunakan pakaian yang khas-jeans sebagai pakaian kaum muda di seluruh dunia, seragam untuk sekelompok orang tertentu seperti anak-anak sekolah atau polisi. Dalam sub-kultur militer, adat istiadat dan peraturan-peraturan menentukan pakaian harian, panjang rambut, perlengkapan yang di pakai dan sebagainya.

  3) Makanan dan Kebiasaan

  Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Orang-orang Amerika menyenangi danging sapi, tapi sapi terlarang untuk orang-orang yang memeluk agama Hindu, sedangkan makanan yang terlarang bagi orang Islam dan Yahudi adalah daging babi, tapi daging babi boleh di makan bagi orang Cina dan lainnya. Di kota-kota metropolitan, restoran-restoran sering menjaikan makanan “nasional” tertentu untuk memenuhi selera budaya yang berlainan. Cara makan juga berbeda-beda. Ada orang yang makan dengan tangan saja, ada yang menggunakan sumpit, bahkan ada yang mengunakan seperangkat alat makan yang lengkap seperti sendok, garpu dan pisau. Dalam penggunaan alat makan itu sendiripun masih dapat dibedakan asal budayanya, seperti penggunaan garpu, cara orang Amerika dan orang Eropa memiliki perbedaan tersendiri. Subkultur- subkultur juga dapat dianalisis dari perspektif ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita, restoran vegetarian, dan lainnya.

  4) Waktu dan Kesadaraan Akan Waktu

  Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagaian orang lainnya melalaikan waktu. Umumnya, orang-orang Jerman tepat waktu, sedang orang-orang di Amerika Latin lebih santai. Dalam beberapa budaya kesegeraan di tentukan oleh usia atau status – maka dibeberapa negeri orang-orang bawahan di harapkan datang tepat pada waktunya ketika menghadiri rapat staf, sedangkan bos orang yang terakhir kali tiba. Beberapa subkultur, seperti subkultur militer, mempunyai sistem waktu mereka sendiri dalam menandai waktu dua puluh empat jam. Waktu yang disebut pukul 1 siang oleh golongan sipil disebut pukul 13.00 oleh golongan militer. Dalam budaya-budaya demikian, kesegeraan dihargai. Namun ada penduduk-penduduk pribumi di beberapa negara lain yang tidak memperdulikan waktu yang terus berjalan baik dalam hitunganan menit bahkan jam, tetapi hanya menandai waktu mereka dengan terbit dan terbenamnya matahari.

  Musim-musim sepanjang tahun juga beraneka ragam secara kultural. Beberapa wilayah di bumi menandai musim-musim tersebut dengan sebutan musim semi, musim dingin, musim pasan dan musim gugur, namun beberapa wilayah lainnya menandai musim-musim sepanjang tahun dengan musim hujan dan musim kemarau. Di Amerika Serikat misalnya, orang-orang yang tinggal di wilayah Barat Tengah (Midwest) lebih menyadari adanya keempat musim tersebut, sementara mereka yang tinggal di wilayah Barat atau wilayah Barat laut cenderung mengabaikan keemapat musim tersebut, khususnya orang-orang yang berada di Kalifornia yang lebih memperhatikan bulan-bulan hujan dan lingsiran lumpur, atau bulan-bulan kering dan api yang membakar hutan.

  5) Penghargaan dan Pengakuan

  Suatu cara lain untuk mengamati budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberika pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas. Pengakuan bagi para prajurit perang adalah dengan membolehkan mereka menato tubuh mereka. Pengakuan-pengakuan lainnya bagi prajurit-prajurit perang yang berani itu adalah dengan memberi mereka topi perang, ikat pinggang bahkan intan permata. Dahulu celana panjang merupakan tanda kedewasaan bagi seorang anak laki-laki yang sedang tumbuh pada usia tertentu. Dalam subkultur bisnis, terdapat penghargaan- penghargaan untuk mengakui hak-hak istimewa kaum eksekutif seperti pemberian jamuan makan malam. Dalam subkultur kepolisian, penghargaan ini dapat berupa pemberian medali. Golongan militer menunjukkan pangkat dan jabatan dengan trip, pita, bintang jasa dan sebagainya. Jamuan makan untuk merayakan suatu keberhasialan juga beragam, sesuai dengan kultur dan subkulturnya masing- masing.

  6) Hubungan-hubungan

  Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan- hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kewarganegaraan, kekayaan, kekuasaam, kebijaksanaan, dan lainnya. Unit keluarga merupalam wujud paling umum hubungan manusia, dan bentuknya bisa kecil dan bisa juga besar. Dalam suatu rumah tangga yang beragama Hindu suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, orang tua, paman-paman, bibi-bibi, dan saudara sepupu. Sebenarnya, letak ruangan seseorang dalam rumah-rumah demikian bisa juga diatur sedemikan rupa, seperti laki-laki berada disisi rumah, sedangkan wanita berada di sisi lainnya.

  Dibeberapa negeri hubungan pernikahan lazimnya adalah monogami, sedangkan dinegeri lain mungkin poligami atau poliandri merupakan suatu hal yang biasa. Dalam budaya-budaya tertentu, orang yang harus dipatuhi dalam keluarga adalah lelaki yang merupakan suatu kepala dalam keluarga, dan hubungan yang sudah tetap ini meluas ke masyarakat. dalam beberapa budaya orang tua sering dianggap memiliki strata lebih tinggi, patut dihormati dan ada pula sebagian budaya yang menganggap orang tua dapat di jadikan seperti teman.

  7) Nilai dan Norma

  Sistem kebutuan bervariasi pula, sebagaimana prioritas-prioritas yang melekat pada suatu perilaku tertentu dalam kelompok. Mereka menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha-usaha mengumpulkan makanan, penyediaan pakaian dan perumahan yang memadai, sementara mereka memiliki kebutuhan lebih tinggi dari materi, uang, gelar, pekerjaan, hukum dan keteraturan. Amerika adalah salah satu negeri yang berada dipertengahan revolusi nilai. Di sini orang-orang sangat mendambakan nilai-nilai lebih tinggi, seperti kualitas kehidupan, prestasi diri dan makna dalam pengalaman. Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam beberapa budaya dikepulauan Pasifik, orang yang statusnya lebih tinggi, diharapkan pula untuk memberikan lebih banyak barang pribadinya.

Dokumen yang terkait

Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawan Domestik)

31 229 196

Komunikasi Lintas Budaya Dan Ketertarikan Wisatawan (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Lintas Budaya Terhadap Pembentukan Persepsi Wisatawan Internasional Di Bukit Lawang)

4 69 123

Penerapan Komunikasi Lintas Budaya di Antara Perbedaan Kebudayaan

0 45 27

Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawan Domestik)

0 1 45

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi II.1.1 Pengertian Komunikasi - Tabloid Aplaus Dan Kepuasan Mahasiswa (Studi Korelasional tentang Tabloid Aplaus Terhadap Kepuasan Lifestyle Mahasiswa FISIP USU)

0 0 21

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Ruang Lingkup Komunikasi 2.1.1 Komunikasi - Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Organisasi (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Organisasi Di Departemen Sales & Marketing Hotel Danau T

0 0 26

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Strategi Komunikasi Dan Tingkat Kepuasan (Studi Korelasional Pengaruh Strategi Komunikasi Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Pengguna Kartu Askes di Bagian Rawat Inap RSUD Djoelham, Binjai)

0 0 35

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN PRAMUWISATA - Pengaruh Pelayanan Pramuwisata Terhadap Kunjungan Wisatawan Ke Mesjid Raya Medan

1 0 19

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori. - Persepsi Mahasiswa Komunikasi FISIP USU Terhadap Proses Komunikasi Dalam Bimbingan Skripsi (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Persepsi Mahasiswa Komunikasi FISIP USU Terhadap Proses Komunikasi Dalam Bimbing

0 0 19

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Kelompok II.1.1 Pengertian Komunikasi Kelompok - Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri pada Mahasiswa UKM Sepak Bola

0 1 45