BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teh 2.1.1 Sejarah Tanaman Teh - Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teh

2.1.1 Sejarah Tanaman Teh

  Teh atau Camellia sinensis dalam bahasa latin pertama kali ditemukan di China di perkirakan diprovinsi Szechwan. Daerah tersebut berbatasan dengan wilayah China bagian Barat Daya, bagian Timur Laut India, Birma, Siam dan Indocina. Sebelum tanaman teh dikenal luas sebagai bahan minuman yang nikmat, awalnya teh digunakan sebagai bahan obat-obatan.

  Untuk pertama kalinya minuman teh disajikan sebagai hidangan yang bermakna sosial dan religius pada tahun 589 pada masa permulaan dinasti Sui.

  Tanaman teh berasal dari daerah Assam sampai Burma diujung sebelah Barat, melalui China sampai Chikiang di ujung sebelah Timur.

  Pada tahun 1684, tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian pada tahun 1694 dilaporkan terdapat perdu teh berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilangka (Ceylon) pada tahun 1877 dan di tanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E.Kerk Hoven. Sejak itu teh China secara berangsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1910 dengan dibantunya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara.

  Dalam perkebangannya industri teh Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia maupun di Indonesia, antara lain pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal kebun Teh menjadi terlantar.

  Pada tahun 1958 dilakukan pengambilan alih perkebunan teh oleh pemerintah Indonesia dari perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris. Usaha rehabilitasi terhadap perkebunan yang telah menjadi likik Negara di Indonesia seluas 129.500 Ha, yang terdiri dari milik negara 49.800 Ha, perkebunan besar swasta 27.700 Ha dan perkebunan rakyat 52.000 Ha.

  Perkebunan teh tersebut tersebar dipulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Peranan teh dinilai bukan saja berdasar nilai uang yang masuk tetapi justru terletak pada pertimbangan historis dan prospek pengembangannya dikemudian hari.

  Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam dan melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat.

  Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa (Soehardjo, Djiman, Hartati, 1996).

2.1.2 Teh Terhadap Kesehatan

  Banyak penelitian ilmiah yang mengungkapkan bahwa teh juga punya banyak manfaat untuk tubuh mulai metabolisme, kulit, pencernaan dan syaraf.

  Teh memberikan sejumlah manfaat bagi tubuh, di antaranya:

  1. Meningkatkan metabolisme Berdasarkan data yang diungkapkan Emilia, melalui penelitian di Jepang pada tahun 1999 menyatakan bahwa senyawa kimia di dalam teh, terutama oolong bisa membantu mengaktifkan protein dalam tubuh. Komponen teh ini mengaktifkan salah satu tipe protein yang membuat brown fat di dalam tubuh ini bisa memproduksi energi dari lemak itu sendiri.

  Mekanisme ini menyebabkan aktivitas minum teh ini menjadi salah satu cara untuk mengeluarkan energi dalam tubuh. Dengan kata lain, minum teh bisa membantu meningkatkan kinerja metabolisme tubuh. Akibatnya secara tak langsung cara ini bisa membantu menurunkan berat badan.

  2. Menyehatkan kulit Mungkin belum banyak orang yang tahu kalau ternyata minum teh juga bisa membantu menyehatkan kulit. Seperti diketahui, dua faktor yang sangat penting untuk kulit sehat adalah kelembaban dan sebum (kelenjar minyak). Teh menjadi salah satu cara tubuh mendapatkan cairan untuk menjaga kelembaban. Selain itu teh juga membantu menjaga keseimbangan produksi sebum (kelenjar minyak) yang menjadi pelindung pada permukaan kulit sehingga kelembaban tidak mudah hilang. Antioksidan di dalam teh juga menjadi faktor yang mampu menetralisir efek negatif dari sinar UV.

  3. Meningkatkan fungsi pencernaan Gaya hidup seperti sekarang ini bisa menyebabkan konsumsi lemak meningkat. Pemilihan makanan yang kurang baik ini dapat mengakibatkan munculnya gangguan pencernaan. Ketika di dalam tubuh, lemak hanya dapat diserap dalam tubuh dalam bentuk emulsi dan antioksidan polyphenols memiliki kemampuan untuk menghentikan proses emulsifikasi ini dan membuat lemak berlebih tidak dapat diserap dan dibuang melalui kotoran. Selain itu polyphenols melindungi organ pencernaan dari kerusakan dan menjadi salah satu faktor dalam mencegah munculnya penyakit kanker.

  4. Memperbaiki fungsi syaraf Seperti kopi, teh juga memiliki kandungan kafein. Kafein dalam teh dapat menstimulasi pusat susunan syaraf untuk meningkatkan kewaspadaan. Peranan antioksidan sangat besar dalam tubuh. Anatomi syaraf yang sebagian besar terbuat dari lemak dan kolesterol yang sangat mudah teroksidasi (rusak) oleh radikal bebas yang masuk dalam tubuh. Antioksidan yang cukup dapat mengurangi risiko rusaknya fungsi syaraf (demensia)

2.2 Kelapa Sawit

2.2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit (aleais guineensis jack) berasal dari negeria, Afrika Barat. Namun ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan brazil dibandingkan dengan di Afrika. Pada kenyataannya kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

  Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di indonesia adalah Adrien Haller, seorang yang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukan diikuti oleh k. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan saat itu sebesar 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

  Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia termasuk Belanda.

  Memasuki masa pendudukan jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebasar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948-1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

  Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.

  Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer disetiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannnya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerja sama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik dan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar mulai tergeser oleh Malaysia.

  Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun).

  Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat disekitarnya yang menjadi plasma.

  Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengambangkan program lanjutan yaitu PIR-transmigrasi sejak tahun 1986, program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar diberbagai sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan.

  Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit bahkan saat ini sudah menempati posisi kedua di dunia.

  Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia yaitu 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia. Pencapaian produksi rata-rata kelapa sawit indonesia tahun 2004-2008 tercatat sebesar 75,54 juta ton tandan buah segar TBS atau 40,26% dari total produksi kelapa sawit dunia (Fauzy, Yustina, Widyastuti, Satyawibawa, Paeru, 2012).

2.2.2 Perkembangan Industri Kelapa Sawit

  Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan, prospek pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber minyak nabati lainnya, seperti kedelai, rape seed dan bunga matahari.

  Berbagai kemajuan telah diperoleh dalam pengembangan tanaman kelapa sawit dan berbagai manfaat telah dapat diwujudkan sebagai hasil upaya dari para pelaku agribisnis kelapa sawit, dukungan dari berbagai pihak seperti perbankan, penelitian dan pengembangan serta dukungan sarana prasarana ekonomi lainnya oleh berbagai instansi terkait dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit sangat berperan penting. Berbagai manfaat yang berhasil diwujudkan antara lain; peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, peningkatan ekspor, peningkatan kesempatan kerja dan yang terpenting adalah mendukung upaya dalam pengembangan wilayah agar lebih maju dan berkembang. Jika kita lihat dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan gas-gas rumah kaca atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity atau eko-wisata.

  Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang dengan pesat. Saat ini jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13,520 ton TBS per jam. Sedangkan industri pengolahan produk turunannya, kecuali minyak goreng, masih belum berkembang, dan kapasitas terpasang baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000 baru memproduksi olekimia 10,8% dari produksi dunia.

  Secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir.

  Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah:

  • Menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  • Menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obat-obatan dan alsin) dalam
meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.

  • Produksi mencapai 15,3 juta ton CPO dengan alokasi domestik 6 juta ton.

  Arah kebijakan jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam jangka menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit meliputi peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembanga

2.2.3 Dampak Negatif Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan

  Tanaman teh merupakan tanaman yang hampir tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Berbeda dengan tanaman kelapa sawit yang meski memiliki dampak positif terhadap perekonomian, tanaman kelapa sawit juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Perkebunan kelapa sawit sangat berperan dalam perekonomian dan menyerap banyak tenaga kerja tetapi perkebunan kelapa sawit juga berdampak terhadap lingkungan hidup. Indonesia sudah memiliki lahan sawit dengan jumlah terbesar di dunia. Indonesia juga merupakan eksportir terbesar tidak hanya dalam komoditas minyak kelapa sawit, tapi juga pada keseluruhan komoditas minyak nabati dunia. Dari kelapa sawit ini Indonesia mendapatkan devisa yang lumayan ditambah dengan penyerapan tenaga kerja.

  Adapun dampak negatif dari tanaman kelapa sawit tersebut antara lain : untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.

  Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. Sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit

2.3 Konversi Lahan

  Konversi merupakan perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem yang lain. Konversi lahan atau alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya.

  Alih fungsi lahan menurut Mustopa (2011) merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik .

  Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan atau konversi lahan adalah faktor ekonomi, demografi, pendidikan, IPTEK, sosial dan politik, kelembagaan, instrumen hukum dan penegakannya (Priyono, 2011).

  Desakan peningkatan kebutuhan akan lahan dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan karena di satu sisi kondisi kegiatan usaha yang tengah mengalami kelesuhan karena berbagai penyebab di sisi lain persoalan ekonomi yang terus menekan perusahaan untuk kepentingan intern.

  Dan yang menjadi salah satu lahan perkebunan yang mendapatkan tekanan terhadap alih fungsi lahan tanaman adalah lahan perkebunan teh menjadi kelapa sawit. Seperti yang terjadi pada PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi yang sudah melakukan konversi lahan dari tanaman teh menjadi tanaman kelapa sawit.

  Hal ini terjadi karena perusahaan menanggung kerugian yang besar dalam budidaya teh. Sedangkan dengan melakukan budidaya tanaman kelapa sawit diperkirakan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi pihak perusahaan.

2.4 Peran Pemerintah Dalam Mensejahterakan Masyarakat

  Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pemerataan kesejahtaraan material dan spiritual yang berdasarkan atas filosofi Negara dalam kondisi meredeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis.

  Kesejahetaraan nasional pada hakekatnya adalah mewujudkan kehidupan masyarakat yang kerta raharja dalam suasana keamanan nasional yang mantap.

  Upaya kesejahteraan nasional antara lain dilaksanakan melalui pengembangan dan pemantapan segenap aspek kehidupan nasional secara menyeluruh, terpadu dan seimbang dan membina hasil-hasil yang telah dicapai untuk diarahkan kepada pemanfaatan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia secara adil dan merata serta menjamin kesinambungan kemanfaatannya bagi generasi berikutnya.

  Pembangunan sering membawa dampak sampingan yang biasanya berupa gejolak dalam masyarakat, misalnya perubahan kepentingan, nilai, dan perubahan lembaga dari yang lama diganti dengan yang baru. Dalam masyarakat sendiri terdapat daya dorong proses perubahan, serta daya yang luwes untuk menyesuaikan diri dalam perubahan serta menstabilkan gejolak perubahan tersebut, dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan.

  Pemerintah sering kali disebut sebagai “Agent of change/development” yang melakukan perencanaan menyeluruh untuk menjamin agar pembangunan nasional dapat berlangsung secara terarah, teratur dan sistematis, di samping dapat menanggapi dampak sampingan yang timbul (Lembaga Ketahanan Nasional, 1997).

  Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana saling menunjang, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.

  Sasaran pembangunan khusus bidang ekonomi adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

  Dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap, bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, koperasi yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju dengan sistem distribusi yang mantap, didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara bada usaha koperasi, negara dan swasta serta pendayagunaan sumber daya alam yang optimal yang kesemuanya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju, produktif dan profesional, iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup (Kamaluddin, 1998).

2.5 Tenaga Kerja

  Tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia kerja (15 tahun ke atas) atau berumur 15 sampai 64 tahun, dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk yang secara potensial dapat bekerja.

  Dengan perkataan lain, tenaga kerja adalah jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang-barang dan jasa-jasa jika ada permintaan dan pemakaian terhadap tenaga kerja dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Mulyadi, 2003).

  Ketenagakerjaan adalah persoalan besar bagi negara berkembang seperti Indonesia. Persoalannya bersifat sentral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah ekonomi, tetapi juga karena merupakan salah satu pilar bagi kestabilan politik dalam jangka mendatang.

  Dibawah ini terdapat tabel standar ratio tenaga kerja lapangan dari berbagai komoditi dan dapat dilihat perbandingan antara tenaga kerja komoditi teh dan sawit. Dari tabel, dapat dilihat bahwa komoditi teh lebih membutuhkan banyak tenaga kerja daripada komoditi kelapa sawit yaitu antara 0,50 - 1,50.

  2.50

  1.50

  0.40

  13 Pala

  0.30

  12 Cassiavera

  0.60

  11 Kina

  0.30

  10 Kapok

  0.40

  9 Jambu mete

  3.50

  8 Lada

Tabel 2.1 Standar Ratio Penggunaan Tenaga Kerja Lapangan STANDAR RATIO PENGGUNAAN TENAGA KERJA LAPANGAN

  7 Cengkeh

  6 T e h

  1.00 Catatan :

  0.80

  5 Kakao

  1.38

  1.19 Kopi arabika

  4 Kopi robusta

  1.19

  0.40 Kelapa hibrida

  3 Kelapa dalam

  0.50

  2 Kelapa sawit

  0.50

  1 Karet

  Tanaman Tahunan

  No. Komoditi Standar ratio penggunaan TK*/ (orang/ha/th)

  14 Panili

  • / = Standar ratio penggunaan tenaga kerja lapangan yang optimal

  Sumbe

2.5.1 Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia

  Pengangguran merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Keadaan ini disebabkan oleh adanya ketimpangan antara perkembangan angkatan kerja yang jauh lebih pesat dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja itu sendiri. Para penganggur itu adalah mereka yang tidak bekerja tetapi sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

  Di Indonesia orang memang tidak bisa menganggur penuh seperti di negara maju yang menganggurnya memperoleh tunjangan dari negara. Di Indonesia orang harus bekerja untuk menunjang kehidupan keluarganya, terutama bagi mereka yang tidak mempunyai pendidikan yang cukup.

  Besarnya kesempatan pada sektor informal di Indonesia yang umumnya tidak terlalu memerlukan keahlian dan pendidikan tertentu menyebabkan orang mudah memperoleh pekerjaan tetapi dengan produktivitas dan pendapatan yang rendah (Rasyid, 1988)

2.5.2 Kesempatan Kerja

  Kesempatan kerja dan jumlah serta kualitas orang yang digunakan dalam pekerjaan mempunya fungsi yang menentukan dalam pembangunan. Ini bukan hanya karena tenaga kerja merupakan pelaksan pembangunan akan tetapi pekerjaan juga menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat. Pendapatan ini selanjutnya akan menimbulkan pasar di dalam negeri. Dan keduanya inilah bersama dengan bantuan pasar luar negeri yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi dan masyarakat terus-menerus dalam jangka panjang. Oleh karena itu perluasan kesempatan kerja harus dijadikan sebagai strategi pokok dalam pembangunan. Hal ini dilakukan bukan hanya karena pertimbangan belas kasihan dan keadilan saja akan tetapi lebih-lebih dan tertutama demi pertumbuhan.

  Oleh karena itu, tenaga kerja mempunya dua fungsi, pertama sebagai sumber daya yang menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa.

  Kedua, sebagai sarana untuk menimbulkan dan mengembangkan pasar (Subroto, 1992)

2.6 Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain dan dianggap dapat mendukung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (Suprihatini, 2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Saing

  Ekspor Teh Indonesia Di Pasar Teh Dunia”. Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh dibawah pertumbuhan teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif.

  Kondisi tersebut disebabkan karena pertama, komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar. Kedua negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan inpor teh tinggi. Dan yang ketiga, daya saing teh Indonesia dipasar teh dunia yang cukup lemah.

  (Purba, 2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun”. Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan bantuan komputer dan mendapatkan fakta-fakta yaitu: Tenaga kerja perkebunan teh akibat alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit menurun selama periode tahun 2000-2005. Produktivitas tenaga kerja diperkebunan teh menurun selama periode 2000-2005. Produktivitas teh menurun selama periode 2000-2005.

2.7 Kerangka Konseptual

  Dampak konversi tanaman teh ke kelapa sawit pada PT. Perkebunan IV Marjandi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat mencakup: kesempatan kerja di PT. Perkebunan IV Marjandi sebelum dan sesudah konversi, pendapatan tenaga kerja menurun atau meningkat, pendapatan masyarakat sekitar menurun atau meningkat, kontribusi kontribusi tanaman teh dan tanaman kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia, dan nilai ekspor kedua komoditi. Kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan pada konsep penelitian sebagai berikut:

  Kesempatan Kerja Konversi Tanaman Teh Pendapatan Menjadi Kelapa Sawit Tenaga Kerja Pendapatan Masyarakat Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.8 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan pada model penelitian yang dapat disebut sebagai model hipotesis maka, penelitian mengusulkan hipotesis kerja sebagai berikut: a. Konversi (alih fungsi) lahan tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan IV Marjandi berpengaruh positif terhadap pendapatan tenaga kerja.

  b. Konversi (alih fungsi) lahan tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan IV Marjandi berpengaruh positif terhadap pendapatan masyarakat.

  c. Konversi (alih fungsi) lahan tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan IV Marjandi berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja.

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

7 70 130

Penerapan Metode Goal Programming Untuk Mengoptimalkan Produksi Teh (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV - Pabrik Teh Bah Butong)

2 54 106

Analisis Efisiensi Produksi Tanaman Teh (Studi Kasus : PT Pekebunan Nusantara IV Sidamanaik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun)

13 116 61

Inventarisasi Serangga Pada Tanaman Teh (Cammelia sinenisis. L) di Perkebunan Teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

7 98 53

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun

8 68 110

Limbah Teh Padat Yang Dikomposkan Dengan Efektivitas Mikro Organisme (Em4)Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Teh (Camellia Sinensis

0 27 134

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) 2.1.1 Teh (Camellia sinensis L.) - Formulasi Dan Uji Efek Anti-Aging Dari Sediaan Hand Cream Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia Sinensis L.)

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisis Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014

0 2 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit - Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

0 1 18

Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

1 2 41