Inventarisasi Serangga Pada Tanaman Teh (Cammelia sinenisis. L) di Perkebunan Teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

(1)

KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

NURZAKIAH SITOMPUL 040805011

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

INVENTARISASI SERANGGA PADA TANAMAN TEH

(Cammelia sinensis. L) DI PERKEBUNAN TEH PTPN IV SIDAMANIK KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NURZAKIAH SITOMPUL 040805011

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas rahmat, karunia dan kemurahanNya sehingga penulis diberikan kemampuan menyelesaikan skripsi ini dengan judul ” Inventarisasi Serangga Pada Tanaman Teh (Cammelia sinenisis. L) di Perkebunan Teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara”dalam waktu yang telah ditentukan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Nursal M.Si., sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Arlen .H.J. M.Si., sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, waktu dan perhatiannya yang besar terutama saat penulis memulai penelitian ini hingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS dan Ibu Mayang Sari Yeani S.Si.,M.Si., sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna, Bapak Drs Kiki Nurtjahya M.Si dan Ibu Dra. Deny Supriharti M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik, kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, selaku Ketua Departemen Biologi dan Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi, semua dosen Depatemen Biologi FMIPA USU, Bapak Dr. Eddy Marlianto sebagai Dekan Fakultas FMIPA USU dan juga terima kasih untuk Kak Roslina Ginting, Bang Endar Raswin, Bapak Sukimanto dan Ibu Nurhasni Muluk atas kebaikan yang diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Arlen H.J M.Si yang merupakan sosok Bapak bagi penulis dan seluruh anak-anak beliau di biologi, khususnya bidang Ekologi Hewan, atas bimbingan, dukungan, arahan dan semua bantuan beliau kepada penulis dan teman-teman lainnya. Kepada Ibu Masitta Tanjung S.Si.,M.Si dan Bapak Dr. Syafruddin, M.,Biomed terima kasih banyak atas dukungan, arahan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih kepada Pihak PTPN IV Sidamanik yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di PTPN IV Sidamanik, Bapak Sinulingga, Bapak Sukerno, Bapak Lubis, Bapak Hulman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta Huntal Sitompul dan Ibunda tercinta Tiodor Br Gultom atas kiriman do’a, dukungan, perhatian serta kasih dan cintanya yang tak terhingga yang diberikan kepada penulis. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak tua Ramalia Abidan Sitompul dan seluruh keluarga besar yang juga telah memberikan do’a dan dukungannya. Teristimewa buat adik-adikku Henni Sitompul, Zubaidah Sitompul, Khairul Akbar Sitompul, dan Syamsul Gunawan Sitompul atas do’a dan dukungannya yang juga selama ini yang tak terhitung jumlahnya.

Ucapan terima kasih kepada tim penelitian Khairuni, Desma, Sri Roma S.Si, Bang Zamrudin Lubis S.Si, Umri, Kasbih dan Juned atas bantuannya selama penelitian. Kepada Abang asuh penulis Bang Zamrudin S.Si terima kasih atas saran-saran dan dukungannya. Kepada senior-junior seperjuangan di Ekologi Hewan, Kak


(4)

S.Si, Kak Santi S.Si, Kak Nurmaini S.Si, Andi Asmoro, Nurzaidah putri, Fifi, Diana, Dahin, Rivo, Umri, Alex, Morario, Daniel, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih kepada teman-teman 2004 Irina, Rospita, Lidya G, Siti, Ika, Lidya S, Atika, Lestari, Boy, Yourik, Gokman, Tiwi, Mardiah, Fransisco, dan semuanya terima kasih atas kebersamaannya.Terkhusus buat sahabat terbaikku Sri Roma S.Si, Khairuni, Desma dan Desi terima kasih atas kebersamaannya selama ini yang selalu ada bagi penulis disaat suka maupun duka. Ucapan terima kasih juga kepada Adik asuh, Gustin, Afrida yanti dan Sulistiadi terima kasih atas do’a dan dukungannya. Ucapan terima kasih kepada semua adik-adik 2005, 2006, dan 2007 terima kasih juga atas kebersamaannya dan rasa persaudaraan yang telah diberikan. Spesial buat Sahabat hatiku Sammy (Sallim Muda Pasaribu) terima kasih atas semua perhatian, dan dukungan serta doa yang tiada henti-hentinya diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam melengkapi kekurangan serta penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. AMIN.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang “Inventarisasi Serangga Pada Tanaman Teh (Cammelia sinensis. L) di Perkebunan Teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara”, yang dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Penentuan lokasi pengamatan digunakan metode “Purpossive Sampling”, pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode “Survey”, dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode “Hand sorting”, Kibas dan “Light Trap”. Dari hasil penelitian menunjukkan ada 16 jenis serangga yang termasuk ke dalam 9 Ordo dan 16 Famili yaitu Cantaris, Harmonia, Orseolia, Leptocorixa, Andrallus, Helopeltis, Nilaparvata, Hyposidra, Nyctemera, Aeshna, Sexava, Valanga, Cicindela, Formica, Vespula, dan Hierodula. Dari 16 jenis serangga tersebut terdapat 2 jenis serangga hama pada tanaman teh yaitu Helopeltis dan Hyposidra, 6 jenis serangga hama pada tanaman lain yaitu Orseolia, Leptocorixa, Sexava, Valanga, Cantaris dan Nilaparvata, 2 jenis serangga penyerbuk yaitu Vespula dan Nyctemera sedangkan 6 seranga yang lain adalah serangga predator yaitu Cantaris, Harmonia, Andrallus, Cicindela, Formica dan Hierodula.


(6)

INSECT INVENTARITATION OF TEA (Cammelia sinensis . L) IN PTPN IV SIDAMANIK, SIMALUNGUN REGANCY, DISTRICT OF SIDAMANIK,

NORTH SUMATERA

ABSTRACK

A study on a ” Insect Inventaritation Of Tea (Cammelia sinensis. L) in PTPN IV Sidamanik Simalungun Regancy, District Of Sidamanik, North Sumatera”, was conducted on Februari 2009. Sampling area was setted with Purpossive Sampling Method, Observation with Survey Method and sample were found with Hand sorting method, Kibas and Light Trap. The result of research showed that there are sixteen insect belong to 9 order and 16 families, Cantaris, Harmonia, Orseolia, Leptocorixa, Andrallus, Helopeltis, Nilaparvata, Hyposidra, Nyctemera, Aeshna, Sexava, Valanga, Cicindela, Formica, Vespula, and Hierodula. From those sixteen insect, there are 2 kinds of pest insect, they are Helopeltis and Hyposidra, six kinds of pest insect on another plants, they are Orseolia, Leptocorixa, Sexava, Valanga, Cantaris dan Nilaparvata, 2 kinds of polinator insect, they are Vespula dan Nyctemera, and six predator insect, they are Cantaris, Harmonia, Andrallus, Cicindela, Formica dan Hierodula is predator.


(7)

DAFTAR ISI

halaman

Penghargaan i

Abstrak iii

Abstrack iv

Daftar Isi v

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar viii

Daftar Lampiran ix

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Teh 4

2.2 Taksonomi dan Biologi Tanaman Teh 4

2.3 Biologi Serangga 6

2.4. Perkembangan Serangga 8

2.4.1 Metamorfosis sempurna (Holometabola) 8 2..4.2 Metamorfosis Tidak Sempurna 9 2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga 10

2.5.1 Faktor Dalam 12

2.5.2 Faktor Luar 14

2.6 Taksonomi Serangga 13

2.7 Peranan Serangga Dalam Ekosistem 14

BAB 3 Bahan dan Metode

3.1 Deskripsi Umum 18

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 18

3.3 Alat dan Bahan 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian 19

3.4.1 Dilapangan 19

3.4.2 Dilaboratorium 20

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Jenis jenis Serangga 21

4.2 Deskripsi Jenis-Jenis Serangga 24

4.2.1 Serangga Hama Pada Tanaman Teh 24 4.2.2 Serangga Hama Pada Tanaman Lain 25

4.2.3 Serangga Predator 29


(8)

BAB 5 Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 36

5.2 Saran 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 4.1 Jenis-Jenis Serangga yang Didapatkan pada Kawasan

Perkebunan Teh (Cammelia sinensis. L) PTPN IV Sidamanik, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten

Simalungun, Sumatera Utara. 21


(10)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Morfologi Teh Sinensis 6

Gambar 2.2 Perkembangan Serangga Secara Holometabola

(Perkembanagan Sempurna) 9

Gambar 2.3 Perkembangan Serangga Secara Hemimetabola

(Perkembangan Bertahap) 9

Gambar 4.1 Helopeltis (Helopeltis) 24

Gambar 4.2 Hyposidra (Ulat jengka l) 25

Gambar 4.3 Cantaris (Kumbang) 25

Gambar 4.4 Orseolia (Agas-agas) 26

Gambar 4.5 Leptocorixa (Walang sangit) 27

Gambar 4.6 Nilaparvata (Wereng) 27

Gambar 4.7 Sexava (Belalang pedang) 28

Gambar 4.8 Valanga (Belalang kayu) 29

Gambar 4.9 Cicindela (Kumbang harimau) 29

Gambar 4.10 Harmonia (Kumbang helm) 30

Gambar 4.11 Andrallus (Kepik) 31

Gambar 4.12 Aeshna (Capung) 32

Gambar 4.13 Hierodula (Belalang sembah) 32

Gambar 4.14 Formica (Semut) 33

Gambar 4.15 Vespula (Tabuhan kertas) 34


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran A Peta Lokasi Penelitian 39


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang “Inventarisasi Serangga Pada Tanaman Teh (Cammelia sinensis. L) di Perkebunan Teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara”, yang dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Penentuan lokasi pengamatan digunakan metode “Purpossive Sampling”, pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode “Survey”, dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode “Hand sorting”, Kibas dan “Light Trap”. Dari hasil penelitian menunjukkan ada 16 jenis serangga yang termasuk ke dalam 9 Ordo dan 16 Famili yaitu Cantaris, Harmonia, Orseolia, Leptocorixa, Andrallus, Helopeltis, Nilaparvata, Hyposidra, Nyctemera, Aeshna, Sexava, Valanga, Cicindela, Formica, Vespula, dan Hierodula. Dari 16 jenis serangga tersebut terdapat 2 jenis serangga hama pada tanaman teh yaitu Helopeltis dan Hyposidra, 6 jenis serangga hama pada tanaman lain yaitu Orseolia, Leptocorixa, Sexava, Valanga, Cantaris dan Nilaparvata, 2 jenis serangga penyerbuk yaitu Vespula dan Nyctemera sedangkan 6 seranga yang lain adalah serangga predator yaitu Cantaris, Harmonia, Andrallus, Cicindela, Formica dan Hierodula.


(13)

INSECT INVENTARITATION OF TEA (Cammelia sinensis . L) IN PTPN IV SIDAMANIK, SIMALUNGUN REGANCY, DISTRICT OF SIDAMANIK,

NORTH SUMATERA

ABSTRACK

A study on a ” Insect Inventaritation Of Tea (Cammelia sinensis. L) in PTPN IV Sidamanik Simalungun Regancy, District Of Sidamanik, North Sumatera”, was conducted on Februari 2009. Sampling area was setted with Purpossive Sampling Method, Observation with Survey Method and sample were found with Hand sorting method, Kibas and Light Trap. The result of research showed that there are sixteen insect belong to 9 order and 16 families, Cantaris, Harmonia, Orseolia, Leptocorixa, Andrallus, Helopeltis, Nilaparvata, Hyposidra, Nyctemera, Aeshna, Sexava, Valanga, Cicindela, Formica, Vespula, and Hierodula. From those sixteen insect, there are 2 kinds of pest insect, they are Helopeltis and Hyposidra, six kinds of pest insect on another plants, they are Orseolia, Leptocorixa, Sexava, Valanga, Cantaris dan Nilaparvata, 2 kinds of polinator insect, they are Vespula dan Nyctemera, and six predator insect, they are Cantaris, Harmonia, Andrallus, Cicindela, Formica dan Hierodula is predator.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan subsektor perkebunan komoditas teh mengalami perkembangan yang semakin pesat dan besar. Perkebunan teh tersebut dapat meningkatkan pemenuhan produksi kebutuhan ekspor yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani, ekonomi lokal, dan pembangunan pedesaan. Secara histories dan realitasnya menunju kkan bahwa di wilayah perkebunan teh cenderung terjadi ketimpangan kemajuan pembangunan, baik antara perkebunan rakyat, swasta, dan perkebunan nega ra maupun keragaman pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut (Supriyadi, 2007).

Tanaman teh (Camelia sinensis) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting peranannya, karena mempunyai hubungan timbal balik yang cukup signifikan dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara makro, disamping sebagai penyumbang devisa negara. Selain itu perkebunan teh juga berperan sebagai sumber lapangan kerja, sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan menjaga kelestarian lingkungan. Mengingat peran tanaman teh dalam aspek sosial dan aspek ekonomi Indonesia yang sangat besar, maka perkebunan teh perlu dijaga agar tetap berkelanjutan (sustainable), salah satunya dengan menjaga kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga (Diratpahgar, 2008).

Umumnya serangga dari aspek yang merugikan manusia terdiri dari hama perusak dan pemakan tanaman pertanian. Sebenarnya jenis serangga perusak tidak banyak, diperkirakan kurang dari 1% dari semua jenis serangga yang terdapat dipermukaan bumi ini. Dengan mengenal serangga terutama biologi dan perilakunya maka dapat diharapkan lebih efisien dalam melakukan pengendalian kehidupan serangga yang merugikan (Borror, 1996). Selanjutnya Jumar (2000) menyatakan


(15)

bahwa serangga adalah spesies yang paling banyak menjadi hama dibandingkan dengan spesies hewan dari kelas lainnya, karena hampir 50% dari serangga adalah fitofagus (pemakan tumbuhan), selebihnya adalah pemakan serangga lain (entomofagus), binatang lain atau sisa-sisa tanaman dan binatang. Serangga mudah sekali menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya. Walaupun serangga suka pada tanaman tertentu, apabila tanaman itu tidak ada ia masih dapat hidup dengan memakan jenis tanaman lain.

Pengendalian serangga yang bersifat merugikan terhadap teh sangat perlu diperhatikan. Untuk dapat melakukan perlindungan secara tepat, salah satunya dengan mengetahui jenis-jenis serangga. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan judul ”Inventarisasi Serangga Pada Tanaman Teh (Cammelia sinensis L.) Di PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara”.

1.2 Permasalahan

Serangga mempunyai potensi yang sangat berpengaruh pada tanaman teh. Melihat pentingnya dampak kehadiran serangga pada tanaman teh, maka perlu dilakukan penelitian mengenai jenis-jenis serangga apa saja yang terdapat pada tanaman teh, namun demikian sejauh ini belum diketahui jenis-jenis serangga apa saja yang terdapat pada areal perkebunan teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis serangga di Perkebunan PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.


(16)

1.4 Hipotesis

Terdapat beberapa jenis serangga di Perkebunan teh PTPN IV Sidamanik Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatea Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a) Dapat dijadikan informasi bagi pihak perkebunan PTPN IV untuk melakukan kebijakan yang tepat dan cepat dalam mengatasi masalah hama dan pengendaliannya.

b) Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya dan instansi-instansi terkait lainnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Teh

Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatik an teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang

Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang, perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalu-ngun, Sumatera Utara

2.2 Taksonomi dan Biologi Tanaman Teh a. Taksonomi Tanaman teh

Secara taksonomi tanaman teh termasuk dalam Divisi Spermatophyta dengan hierarki sebagai berikut:


(18)

Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Trantomiaceae Famili : Theaceae Genus : Cammelia

Spesies : Cammelia sinensis

Tanaman teh merupakan tanaman perdu subtropis yang selalu berdaun hijau yang dapat tumbuh antara 15 sampai 30 kaki (Spillane, 1992). Secara umum, lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap petumbuhan teh adalah keadaan iklim dan tanah. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah curah hujan, suhu udara tinggi tempat, sinar matahari dan angin. Tanah yang baik dan sesuai dengan kebutuhan tanaman teh adalah tanah yang cukup subur dengan bahan kandungan bahan organik cukup, tidak bercadas, serta tanaman teh menghendaki tanah yang asam dengan pH antara 4,5-6,0 (Setyamidjaja, 2000).

Penanaman teh dapat dilaksanakan sebagai penanaman baru (new planting), penanaman ulang (replanting), konversi ataupun rehabilitasi. Tanaman teh dapat ditanam dengan berbagai jarak tanam. Jarak tanam yang optimal dipengaruhi beberapa faktor, jarak tanam antar barisan tanaman 120 cm dan jarak tanam dalam barisan antara 60 cm - 90 cm. Hasil teh diperoleh dari daun-daun pucuk tanaman teh yang dipetik dengan 7-14 hari, tergantung dari keadaan tanaman dimasing-masing daerah. Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar 6-9 m tingginya. Di perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1m tingginya dengan pemangkasan secara berkala. Tanaman teh umumnya dapat dipetik secara terus-menerus setelah umur 5 tahun dan dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selam 40 tahun, kemudian diadakan peremajaan (Spillane, 1992).


(19)

b. Biologi Tanaman Teh

Menurut Spillane (1992), secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea sinensis dan Thea assamica. Thea sinensis ini disebut juga teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Poduksi tidak banyak namun kualitasnya baik. Morfologi teh sinensis dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Morfologi teh sinensis

Thea assmica mempunyai ciri-ciri tumbuh cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat. Produksinya tinggi dan mempunyai kualitas baik. Batangnya agak tegak, keras dan bila dibiarkan tanpa dipangkas bisa mencapai 3-9 m (Spillane, 1992).

2.3 Biologi Serangga

Elzinga (1981) menyatakan bahwa serangga adalah hewan Arthropoda yang mempunyai tiga bagian tubuh yaitu kepala, toraks dan abdomen dan juga mempunyai sepasang antena. Jumlah segmen tubuhnya terdiri dari 19-20 segmen. Serangga adalah satu-satunya hewan invertebrata yang mempunyai sayap. Kebanyakan serangga adalah teresterial, meskipun ada beberapa serangga yang habitatnya aquatik. Perkembangannya epimorphik, kecuali pada ordo Protura, dan tidak ada segmen yang bertambah setelah menetas dari telur. Perubahannya sangat bervariasi dari


(20)

Ukuran serangga berkisar antara 0,25 mm sampai 330 mm dan 0,5 mm sampai 300 mm dalam bentangan sayap. Serangga yang terbesar terdapat di Amerika utara yaitu berupa ngengat dengan bentangan sayap kira-kira 150 mm, dan serangga tongkat dengan panjang tubuh kira-kira 150 mm. Kisaran warna serangga mulai dari yang sangat tidak menarik sampai saangat cemerlang, bahkan beberapa serangga ada berwarna–warni (Borror, 1996).

Tidak seperti halnya vertebrata, serangga tidak memiliki kerangka dalam, oleh karena itu tubuh serangga ditopang oleh pengerasan dinding tubuh yang berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton). Proses pengerasan dinding tubuh tersebut dinamakan skerotisasi. Dinding tubuh atau kulit serangga disebut integumen. Integumen terdiri atas satu lapis epidermis, selaput dasar dan kutikula. Kutikula mungkin lunak dan lemas, akan tetapi biasanya mengalami skerotisasi dan membentuk menyerupai pelat yang dinamakan sklereit. Karena komponen integumen seperti itu, menyebabkan serangga tidak dapat menjadi besar. Pertumbuhan serangga memerlukan pembaruan dan penanggalan kulit lama secara periodik (Jumar, 2000).

Menurut Tarumingkeng (1999), ukuran tubuh serangga bervariasi dari mikroskopis (seperti Thysanoptera, berbagai macam kutu) sampai yang besar seperti walang kayu, kupu-kupu gajah dan sebagainya. Walaupun ukuran badan serangga relatif kecil dibandingkan dengan vertebrata, kuantitasnya yang demikian besar menyebabkan serangga sangat berperan dalam biodiversity (keanekaragaman bentuk hidup) dan dalam siklus energi dalam suatu habitat.

Serangga merupakan salah satu kelompok hewan yang mudah sekali menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitarnya, terutama terhadap jenis makanan yang akan dimakan. Walaupun serangga suka pada tanaman tertentu, apabila makanan itu tidak ada ia masih dapat hidup dengan memakan jenis tanaman lain (Pracaya, 1999). Selanjutnya Jumar (2000) menyatakan bahwa, serangga memakan hampir segala zat organik yang terdapat di alam. Serangga mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut dengan fungsi unuk memasukkan makanan, kemudian menguraikannya dengan cara hidrolisa enzimatik, mengabsorbsi hasil penguraian makanan tersebut ke dalam tubuh, kemudian dilanjutkan dengan


(21)

mengeluarkan bahan-bahan sisa ke luar tubuh melalui alat saluran belakang, yaitu anus. Saluran pencernaan serangga bentuknya seperti tabung yang mungkin lurus atau berkelok, memanjang dari mulut sampai anus.

Serangga adalah makhluk yang berdarah dingin (poikiloterm), bila suhu lingkungan menurun, proses fisiologisnya menjadi lambat. Namun demikian banyak serangga yang tahan hidup pada suhu yang rendah (dingin) pada periode yang pendek, dan ada juga beberapa jenis diantaranya yang mampu bertahan hidup pada suhu rendah atau sangat rendah dalam waktu yang panjang (Borror, 1996). Selanjutnya Sumardi & Widyastuti (2000) menyatakan bahwa, serangga merupakan kelompok hewan yang paling luas penyebarannya. Hewan ini dapat hidup dimana-mana mulai dari daerah kering hingga daerah basah, mulai dari daerah panas hingga daerah kutub.

2.4. Perkembangan Serangga

Serangga berkembang dari telur yang terbentuk di dalam ovarium serangga betina. Kemampuan reproduksi serangga dalam keadaan normal pada umumnya sangat besar. Oleh karena itu, dapat dimengerti mengapa serangga cepat berkembang biak. Masa perkembangan serangga di dalam telur dinamakan perkembangan embrionik, dan setelah serangga keluar (manetas) dari telur dinamakan perkembangan pasca embrionik (Elzinga, 1981).

Pada serangga perkembangan individunya mulai dari telur sampai menjadi individu dewasa menunjukkan perbedaan bentuk. Keadaan ini disebut dengan metamorfosis (Triharso, 1995). Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga yaitu metamorfosa sempurna atau holometabola yang melalui tahapan-tahapan atau stadium: telur- larva –pupa-dewasa dan metamorfosis bertahap atau hemimetabola yang melalui stadium-stadium: telur-nimfa-dewasa (Tarumingkeng, 1999).


(22)

2.4.1. Metamorfosis sempurna (Holometabola)

Beberapa jenis serangga mengalami metamorfosa sempurna. Metamorfosa ini mempunyai empat bentuk; mulai dari telur menjadi larva, kemudian kepompong (pupa) baru dewasa (Mahmud, 2001). Pada tipe ini serangga pradewasa (larva dan pupa) biasanya memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan serangga dewasa (imago). Larva merupakan fase yang sangat aktif makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan dengan terjadinya perombakan dan penyusunan kembali alat-alat tubuh bagian dalam dan luar, contohnya adalah serangga dari ordo Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera dan lain-lain (Jumar, 2000). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Perkembangan serangga secara Holometabola (Perkembangan sempurna), Sumber : Tarumingkeng (1999)

2.4.2. Metamorfosis Tidak Sempurna

Pada Hemimetabola, bentuk nimfa mirip dewasa hanya saja sayap belum berkembang dan habitat (tempat tinggal dan makanan) nimfa biasanya sama dengan habitat stadium dewasanya (Tarumingkeng, 1999). Metamorfosa tidak sempurna mempunyai tiga bentuk: mulai dari telur, menjadi nimfa, kemudian dewasa. Dengan demikian metamorfosa tidak sempurna tidak terdapat bentuk kepompong, contohnya adalah pada ordo Odonata, Ephimeroptera dan Plecoptera (Mamud, 2001), seperti yang terlihat pada gambar 2.3 berikut ini:


(23)

Gambar 2.3 Perkembangan serangga secara Hemimetabola (perkembangan bertahap), Sumber : Tarumingkeng (1999)

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga

Menurut Jumar (2000), menyatakan perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam yang dimiliki serangga itu sendiri dan faktor luar yang berda di lingkungan sekitarnya. Tinggi rendahnya populasi suatu jenis serangga pada suatu waktu merupakan hasil antara kedua fakor tersebut.

2.5.1 Faktor Dalam

a. Kemampuan berkembang biak

Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kepiridian dan fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak). Kepiridian (natalis) adalah besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umunya memiliki kepiridinan yang cukup tinggi. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuannya untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu jenis serangga, maka lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Biasanya semakin kecil ukuran serangga, semakin besar kepiridinannya (Jumar, 2000).


(24)

b. Perbandingan Kelamin

Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini umumnya adalah 1:1, akan tetapi karena pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor dalam maupun faktor luar seperti keadaan musim dan kepadatan populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah (Jumar, 2000).

c. Sifat Mempertahankan Diri

Seperti halnya hewan lain, serangga dapat diserang oleh berbagai musuh. Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh. Kebanyakan serangga akan berusaha lari bila diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam. Sejumlah serangga berpura-pura mati bila diganggu. Beberapa serangga lain menggunakan tipe pertahanan ”perang kimiawi”, seperti mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari musuhnya. Beberapa serangga melakukan mimikri untuk menakut-nakuti atau mengelabui musuhnya. Mimikri terjadi apabila suatu spesies serangga mimiknya menyerupai spesies serangga lain (model) yang dijauhi atau dihindari sehingga mendapatkan proteksi sebab terkondisi sebelumnya serupa predator (Jumar, 2000).

d. Siklus Hidup

Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewasa). Pada serangga-serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola), rangkaian stadia dalam siklus hidupnya terdiri atas telur, larva, pupa dan imago. Misalnya pada kupu-kupu (Lepidoptera), kumbang (Coleoptera), dan lalat (Diptera). Rangkaian stadia dimulai dari telur, nimfa, dan imago ditemui pada serangga dengan metamorfosis bertingkat (paurometabola), seperti belalang (Orthoptera), kepik (Hemiptera), dan sikada (homoptera) (Jumar, 2000).


(25)

e. Umur Imago

Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang beberapa hari,akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya umur imago Nilavarpata lugens (Homoptera; Delphacidae) 10 hari, umur imago kepik Helopeltis theivora (Hemiptera; Miridae) 5-10 hari, umur Agrotis ipsilon (Lepidoptera; Noctuidae) sekitar 20 hari, ngengat Lamprosema indicata (Lepidoptera; Pyralidae) 5-9 hari, dan kumbang betina Sitophillus oryzae (Coleoptera; Curculinoidae) 3-5 bulan (Jumar, 2000).

2.5.2 Faktor Luar

a. Suhu dan Kisaran Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 150C, suhu optimum 250C dan suhu maksimum 450C. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Jumar, 2000).

b. Kelembaban/Hujan

Kelembaban yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga di mana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem. Pada umumnya serangga lebih tahan terhadap terlalu banyak air, bahkan beberapa serangga yang bukan serangga air dapat tersebar karena hanyut bersama air. Akan tetapi, jika kebanyakan air seperti banjir da hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa jenis serangga. Sebagai contoh dapat disebutkan, misalnya hujan deras dapat mematikan kupu-kupu yang beterbangan dan menghanyutkan larva atau nimfa serangga yang baru menetas (Jumar, 2000).


(26)

c. Cahaya/Warna/Bau

Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terdahap cahaya, sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi hari, siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Serangga ada yang bersifat diurnal, yakni yang aktif pada siang hari mengunjungi beberapa bunga, meletakkan telur atau makan pada bagian-bagian tanaman dan lain-lain. Seperti contoh Leptocorixa acuta. Selain itu serangga-serangga yang aktif dimalam hari dinamakan bersifat nokturnal, misalnya Spodoptera litura. Sejumlah serangga juga ada yang tertarik terhadap cahaya lampu atau api, seperti Scirpophaga innotata. Selain tertarik terhadap cahaya, ditemukan juga serangga yang tertarik oleh suatu warna sepeti warna kuning dan hijau. Sesungguhnya serangga memiliki preferensi (kesukaan) tersendiri terhadap warna dan bau (Jumar, 2000).

d. Angin

Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi serangga yang berukuran kecil. Misalnya Apid (Homoptera; Aphididae) dapat terbang terbawa oleh angin sampai sejauh 1.300 km. Kutu loncat lamtoro, Heteropsylla cubana (Homoptera; Psyllidae) dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Selain itu, angin juga mempengaruhi kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin mempercepat penguapan dan penyebaran udara (Jumar, 2000).

e. Faktor Makanan

Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya dengan makanan, masing-masing jenis serangga memiliki kisaran makanan (inang) dari satu sampai banyak makanan (inang) (Jumar, 2000).


(27)

f. Faktor Hayati

Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan yang dapat berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme tersebut dapat mengganggu atau menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh atau menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing (berkompetisi) dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup (Jumar, 2000).

2.6 Taksonomi Serangga

Serangga atau insekta termasuk Arthropoda. Arthropoda terbagi menjadi tiga subfilum, yaitu Trilobita, Mandibulata dan Chelicerata. Subfilum trilobita telah punah dan tinggal sisa-sisanya (fosil). Subfilum Mandibulata terbagi menjadi beberapa kelas, salah satunya adalah kelas serangga (Insecta atau Heksapoda). Kelas Insecta terdiri atas dua subkelas, yaitu subkelas Apterygota (tanpa sayap) yang terdiri dari ordo Thysanura, Diplura, Protura, Collembola, dan Microcoryphia. Subkelas berikutnya adalah subkelas Pterygota, merupakan serangga yang bersayap yang terdiri dari ordo Odonata, Ephineroptera, Orthoptera, Isoptera, Diptera, Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera, Homoptera, dan lain-lain (Jumar, 2000).

2.7 Peranan Serangga Dalam Ekosistem

Menurut Idham (1994), didalam ekosistem baik alami maupun buatan serangga dapat mempunyai peranan penting antara lain:

a. Serangga fitofag

serangga fitofag adalah serangga pemakan tumbuhan. Jumlah spesiesnya hanya 26% dari seluruh spesies serangga yang ada. Meskipun demikian, kalau tidak waspada serangga ini dapat menyebabkan kerugian yang tidak kecil pada usaha tani kita. Namun serangga-serangga fitofag yang hidup dengan memakan gulma dapat bermanfaat dalam pengendalian gulma. Beberapa spesies serangga seperti ini telah digunakan dalam pengendalian gulma secara hayati. Sebagai pemakan tumbuhan


(28)

serangga-serangga fitofag dapat memakan berbagai macam bagian tumbuhan mulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah.

Cara hidup serangga ini beragam. Ada yang hidup dipermukaan tanaman, ada juga yang tinggal di dalam jaringan tanaman dengan cara mengorok. Menggerek atau membentuk puru. Selain itu juga ada yang hidup di dalam tanah disekitar perakaran. Diantara serangga pemakan tumbuhan ada yang hidup hanya pada satu jenis tanaman, pada beberapa jenis tanaman dalam satu famili dan ada pula yang hidup pada beberapa jenis tanaman dari berbagai famili. Serangga yang hanya mempunyai satu inang disebut serangga monofag. Serangga yang mempunyai beberapa inang dalam satu famili tanaman disebut serangga oligofag atau stenofag. Serangga yang mempunyai banyak inang dari banyak famili tanaman disebut serangga polifag.

b. Serangga Parasitoid dan Predator

Kelompok serangga ini hidup dengan cara memakan serangga lain baik sebagian maupun seluruhnya. Perbedaan antara predator dan parasitoid terletak pada cara hidup dan cara memakan serangga lain tersebut. Predator umunya aktif dan mempunyai tubuh yang lebih besar dan lebih kuat dari serangga mangsanya, walaupun ada predator yang bersikap menunggu seperti belalang sembah. Istilah parasitoid digunakan untuk membedakannya dari istilah parasit sesungguhan seperti umum dijumpai pada hewan vertebrata. Predator dan parasitoid berperan penting sebagai agen pengendali alami di dalam ekosistem. Pada ekosistem buatan umumya kehidupan kelompok serangga ini sering terganggu oleh campur tangan manusia dalam kegiatan budi daya tanaman, terutama dalam penggunaan pestisida.

c. Serangga Parasit Pada Hewan Lain

Kelompok serangga ini biasanya adalah serangga penghisap darah pada hewan-hewan vertebrata seperti pinjal pada anjing dan kucing, kutu kepala pada manusia atau kutu gurem pada ayam dan burung. Namun, ada jenis serangga parasit hewan yang sangat berbahaya bagi ternak, terutama ternak besar (sapi dan kerbau) yaitu lalat screw worm (Callirtoga hominivorax). Belatung ini hidup di dalam jaringan tubuh (daging bawah kulit) hewan tersebut. Telur-telurnya diletakkan oleh imago pada luka-luka permukaan


(29)

kulit. Setelah menetas maka belatungnya akan masuk ke dalam sehingga luka tersebut semakin besar.

d. Serangga Pengurai (Dekomposer)

Kelompok serangga ini berperan penting dalam proses dekomposisi atau penguraian bahan-bahan organik di alam. Jenis serangga yang paling menonjol peranannya adalah serangga pengurai kayu. Contoh rayap dan beberapa jenis bubuk kayu. Sayangnya serangga ini juga sering menyerang kepentingan manusia seperti memakan kayu-kayu bangunan, furniture atau memakan setek batang yang ditanam. Kelompok lainnya yang juga penting peranannya adalah serangga pemakan kotoran hewan terutama kotoran sapi dan kerbau serta kelompok pengurai serasah. Yang termasuk kelompok pemakan kotoran hewan yaitu sejenis kumbang dari famili Scarabaeidae yang hidup di tanah. Sedangkan beberapa contoh serangga pengurai serasah yang penting adalah serangga-serangga kecil dari ordo Collembola, Diplura dan Protura. Kelompok pengurai serasah hidup di permukaan tanah. Kelompok serangga ini dapat berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah.

e. Serangga Penyerbuk

Serangga penyerbuk berperan penting dalam proses produksi tumbuh-tumbuhan berbunga, terutama tumbuhan berumah dua. Banyak diantara parasitoid dari golongan tabuhan yang imagonya juga berperan sebagai serangga penyerbuk. Oleh karena itu, kalau serangga mati karena terkena pestisida sebenarnya kerugian kita tidak hanya sekedar hilangnya musuh alami, tetapi juga kehilangan sebagian serangga penyerbuk. Contoh serangga penyerbuk yaitu lebah madu, berbagai jenis tawon dan kupu-kupu.

f. Serangga Penghasil Bahan-Bahan Berguna

Banyak bahan-bahan yang digunakan sehari-hari merupakan produk dari aktivitas serangga. Di antara kelompok serangga penghasil bahan-bahan berguna yang paling menonjol adalah lebah madu. Serangga ini selain menghasilkan madu juga sebagai serangga penyerbuk. Selain lebah madu contoh lain dari serangga penghasil bahan


(30)

berguna adalah ulat sutera (Bombyx mori) dan serangga penghasil Lak yaitu Laccifer lacca.

Selanjutnya Kartasapoetra (1993) menyatakan, serangga menurut fungsi hidupnya ditinjau dari segi kepentingan para petani terdiri atas:

a. Serangga ekonomi

Merupakan serangga yang secara langsung dapat menyebabkan mundurnya kesejahteraan para petani, jelasnya mengganggu atau merusak tanaman. Serangga ekonomi atau serangga perekonomian lazimnya diusakan pembasmiannya oleh para petani. Pembasmian demikian lazim disebut pembasmian alamiah.

b. Serangga Predator atau serangga parasit

Merupakan serangga yang bermanfaat bagi para petani, karena berupa musuh atau pemakan serangga ekonomi. Penekanan atau pembasmian serangga-serangga ekonomi oleh para petani dimaksudkan agar tercapai keseimbangan biologis atau sering pula disebut keseimbangan alami yaitu keseimbangan populasi serangga yang tidak membahayakan perkembangan dunia pertanian.


(31)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Deskripsi Umum

Secara administratif pemerintahan, kebun Sidamanik terletak di desa Sarimatondang, kecamatan Sidamanik/Habinsaran, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dan secara geografis terletak pada koordinat 2051’ 52.2” Lintang Utara dan 980 54’ 17,9” Bujur Timur dengan ketinggian 916 m dpl dengan luas sekitar 2.224,46 Ha.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2009 di Kawasan Perkebunan Teh PTPN IV Sidamanik, Kecamatan, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Dengan titik-titik pengamatan sebagai berikut :

a. Lokasi I

Merupakan lokasi/areal perkebunan tanaman teh dengan tahun tanam dominan adalah tahun 1926, areal ini cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Areal ini berada pada titik koordinat 20 51’ 39,7” LU – 980 54’ 35,2” BT dan ketinggian 908 m dpl.

b. Lokasi II

Merupakan lokasi/areal perkebunan tanaman teh dengan tahun tanam dominan adalah tahun 1966, dimana lokasi/areal ini tanaman teh banyak diserang hama dan penyakit. Areal ini berada pada titik koordinat 20 51’ 34,5” LU – 980 54’ 17,7” BT dan ketinggian 910 m dpl.


(32)

c. Lokasi III

Merupakan lokasi/areal perkebunan tanaman teh dengan tahun tanam dominan adalah tahun 1999, dimana lokasi/areal ini sangat dekat jaraknya dengan lokasi pabrik teh. Areal ini berada pada titik koordinat 20 51’ 25,2” LU – 980 54’ 17,9” BT dan ketinggian 915 m dpl.

d. Lokasi IV

Merupakan lokasi/areal perkebunan tanaman teh dengan tahun tanam dominan adalah tahun 2004, dimana lokasi/areal ini cukup jauh dari pemukiman penduduk, tetapi dekat dengan jalan raya. Areal ini berada pada titik koordinat adalah20 51’ 46,8” LU – 980 54’ 52,4” BT dan ketinggian 865 m dpl.

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah perangkap Light Trap, meteran, tali rafia, insecting net, kertas label, pinset, botol film, selotip, dan plastik transparan. Alat yang digunakan dalam mengukur faktor fisk adalah higrometer, termometer, dan luxmeter. Bahan yang digunakan untuk pengawetan sampel adalah alkohol 70% dan formalin 4%.

3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Di Lapangan

Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan dengan metode ”Purposive Sampling”, yaitu penentuan lokasi dengan cara memilih. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang dapat mewakili atau mendekati kebenaran dan keadaan secara keseluruhan. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan metode ”Kibas”, ”Hand Sorting” dan metode ”Light Trap”.


(33)

Serangga diambil dengan menggunakan metode ”Hand Sorting”, yaitu mengambil sampel secara langsung dengan tangan untuk serangga yang masih berupa larva. Sedangkan untuk serangga dewasa, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Light Trap untuk serangga nokturnal dan metode Kibas, yaitu dengan menggunakan insecting net untuk serangga diurnal. Sampel yang didapat dimasukkan ke dalam botol film yang telah diberi alkohol 70%. Kemudian lokasi pengamatan diukur faktor fisik lingkungannya, yaitu suhu dengan menggunakan termometer, kelembaban dengan higrometer dan intensitas cahaya dengan luxmeter yang merupakan faktor pendukung dari keberadaan serangga hama tersebut.

3.4.2. Di Laboratorium

Sampel yang diperoleh dari lapangan dibawa ke laboratorium Sistematika Hewan Depatemen Biologi FMIPA USU untuk diidentifikasi. Dalam mengidentifikasi digunakan Lup, Mikroskop stereo dan berbagai buku acuan sebagai berikut:

1) Introduction to the Study of Insect (Borror, 1996) 2) Kunci Determinasi Serangga (Siwi, 1991)

3) Insect (Evans, 1984) 4) Entomology (Gillot, 1982)


(34)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis-jenis Serangga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan Perkebunan teh (Cammelia sinensis L) PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Sidamanik, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara didapatkan 16 genus serangga yang termasuk ke dalam 16 famili dan 9 ordo. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1. Jenis-Jenis Serangga yang Didapatkan pada Kawasan Perkebunan Teh (Cammelia Sinensis. L) PTPN. IV Sidamanik, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

No. Ordo Famili Genus Nama Daerah

1. Coleoptera Meloidae Cantaris**) Kumbang

Cicindelidae Cicindela*) Kumbang harimau

Coccinellidae Harmonia*) Kumbang helm

2. Diptera Cecidomyiidae Orseolia**) Agas-agas

3. Hemiptera Coreidae Leptocorixa**) Walang sangit

Pentatomidae Andrallus*) kepik

Miridae Helopeltis**) Helopeltis

4. Homoptera Delphacidae Nilaparvata**) Wereng

5. Hymoneptera Formicidae Formica*) Semut

Vespidae Vespula***) Tabuhan kertas

6. Lepidoptera Geomatridae Hyposidra**) Ulat jengkal

Arctiidae Nyctemera***) Ngengat

7. Mantodea Mantidae Hierodula *) Belalang sembah

8. Odonata Aeshnidae Aeshna*) Capung

9. Orthoptera Tettigonidae Sexava**) Belalang pedang

Acrididae Valanga**) Belalang kayu

Keterangan : *) Predator, **) Hama, ***) Penyerbuk

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa serangga yang didapatkan termasuk kedalam 9 ordo yaitu Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Homoptera Hymenoptera, Lepidoptera, Mantodea, Odonata, dan Orthoptera, 16 Famili yaitu Meloidae, Cincindelidae, Coccinellidae, Cecidomyiidae, Coreidae, Pentatomidae, Miridae, Delphacidae,


(35)

Formicidae, Vespidae, Geomatridae, Arctiidae, Mantidae, Aeshnidae, Tettigonidae, Acrididae. dan 16 genus yaitu Cantaris, Cicindela, Harmonia, Orseolia, Leptocorixa, Andrallus, Helopeltis, Nilaparvata, Formica, Vespula, Hyposidra, Nyctemera, Hierodula, Aeshna, Sexava dan Valanga.

Dari Jenis serangga yang diperoleh. Masing-masing mempunyai peranan yang berbeda-beda seperti terlihat pada tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.2. Jenis serangga Yang diperoleh Berdasarkan Peranaannya di Lokasi Penelitian

No. Genus Hama Pada

Tanaman Teh

Hama pada Tanaman Lain

Predator Penyerbuk

1. Cantaris**) - + - -

2. Cicindela*) - - + -

3. Harmonia*) - - + -

4. Orseolia**) - + - -

5. Leptocorixa**) - + - -

6. Andrallus*) - - + -

7. Helopeltis**) + - - -

8. Nilaparvata**) - + - -

9. Formica*) - - + -

10. Vespula***) - - - +

11. Hyposidra**) + - - -

12. Nyctemera***) - - - +

13. Hierodula *) - - + -

14. Aeshna*) - - + -

15. Sexava**) - + - -

16. Valanga**) - + - -

Dari 8 genus serangga hama yang ditemukan terdapat 2 genus sebagai hama pada tanaman teh, yaitu Hyposidra dan Helopeltis, sedangkan 6 genus lainnya merupakan hama pada tanaman lain (Zea mays, Musa paradisiaca, Cocos nucifera, dan tanaman pangan lainnya), yaitu Cantaris, Orseolia, Leptocorixa, Nilaparvata, sexava dan valanga. Ditemukannya serangga lain yang bukan serangga hama pada tanaman teh di lokasi perkebunan teh disebabkan karena pada lokasi perkebunan teh ini juga terdapat lokasi pertanian milik penduduk setempat yang menanam tanaman selain tanaman teh, seperti Oryza sativa, Zea mays, Musa paradisiaca, Cocos nucifera dan lain-lain, sehingga diperkirakan serangga-serangga tersebut berasal dari tanaman


(36)

yang banyak menyerang tanaman Oryza sativa yang dapat mengakibatkan kerusakan yang hebat pada tanaman Oryza sativa. Serangga hama ini ditemukan di Asia selatan, Asia Timur, Australia Timur dan Asia Tenggara. Selanjutnya Kartasapoetra (1993) mengatakan bahwa serangga hama dari genus Sexava merupakan satu jenis belalang perusak tanaman kelapa yang termasuk kedalam famili Tettigonidae, jenis serangga ini selain merusak tanaman Cocos nucifera juga merusak tanaman lain seperti Triricum vulgare , Musa paradisiaca, Zalacca sp, Pandanus sp dan lain-lain.

Serangga juga mempunyai alat gerak berupa tungkai dan sayap untuk dapat berpindah tempat. Hal ini juga memungkinkan mengapa serangga tersebut terdapat pada tanaman teh . Menurut Idham (1994), serangga dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan, sedangkan secara pasif dilakukan oleh faktor lain seperti tertiup angin (untuk serangga-serangga kecil) atau terbawa pada tanaman yang dipindahkan oleh manusia.

Selain itu faktor ketersediaan makanan dan faktor fisik lingkungan juga sangat menentukan keberadaan suatu jenis dari keberadaan serangga dalam mendukung kehidupannnya. Dari penelitian diperoleh suhu udara rata-rata 220C, Kelembaban udara rata-rata 85,8 dan intensitas cahaya sebesar 93,5. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan faktor fisik lingkungan tersebut mendukung kehidupan serangga di lokasi tersebut. Menurut Jumar (2000), faktor fisik banyak berpengaruh terhadap serangga. Faktor tersebut seperti suhu, kelembaban, curah hujan, cahaya, angin dan tofografi. Selanjutnya Gillot (1980), mengatakan bahwa keberadaan serangga di lingkungan diperngaruhi oleh keadaan sekitarnya termasuk suhu lingkungan. Kondisi iklim di daerah tropis sangat cocok untuk perkembangbiakan dan reproduksi serangga.


(37)

4.2. Deskripsi Jenis-Jenis Serangga 4.2.1 Serangga Hama pada Tanaman Teh

1) Famili Miridae, Genus Helopeltis (Helopeltis) Tanda-Tanda Khusus :

Panjang tubuh berkisar antara 6,5-7,5 mm, tubuh berwarna dasar hitam dengan garis-garis putih pada abdomennya. Femur belakang membesar. Sayap berkembang dengan bagus. Tarsi terdiri dari 2 atau 3 ruas. Kepala agak silindris, biasanya dengan sutura transversal dekat mata. Femur depan dan kepala bervariasi. Ukuran, bentuk dan warna tubuh bervariasi (Borror, 1996). Selanjutnya Kartasapoetra (1993) mengatakan bahwa penyebaran serangga ini demikian luas. Pada ketinggian ± 250 m dpl, induknya dapat memproduksi telur sampai sekitar 225 butir dengan siklus hidupnya 18-22 hari dengan suhu 250C, pada ketinggian ± 1100 m dpl dengan suhu 180C siklus hidupnya 24-35 hari, pada ketinggian ± 1700 m dpl, dengan suhu 160C siklus hidupnya dapat mencapai antara 37-60 hari. (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Helopeltis sp Sumber

2) Famili Geomatridae, Genus Hyposidra (Ulat jengkal) Tanda-Tanda Khusus :

Merupakan ulat jengkal karena larva berjalan dengan berjingkat-jingkat seperti mengukur bagian tanaman yang dilaluinya. Mirip dengan ranting dan pucuk tanaman. Menurut Borror (1996), imago berupa ngengat bertubuh


(38)

garis-garis bergelombang yang halus. Berwarna coklat atau bervarisasi. Aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya. Selanjutnya Kalshoven dalam Kartasapoetra (1993) mengatakan bahwa, ulat-ulat hama ini banyak terdapat di daerah-daerah perkebunan di kawasan Asia Tenggara dan dapat pula hidup di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1700 m dpl. Ulat ini berasal dari telur yang diletakkan kupu-kupu Hyposidra, tiap kupu-kupu selama hidupnya dapat memproduksi telur sebanyak 320 butir, telur tersebut di tempatkan secara berkelompok pada permukaan daun bagian bawah atau pada cabang tanaman. Ulat kilan (ulat jengkal) aktif menyerang mulai dari larva yang baru menetas terutama pada daun muda. Daun-daun nampak berlubang-lubang sehingga tanaman menjadi gundul (Susanto, 1994) (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Hyposidra sp, Sumber

4.2.2 Serangga Hama Pada Tanaman Lain

1) Famili Meloidae, Genus Cantaris (Kumbang) Tanda-Tanda Khusus :

Panjang tubuh ± 29,3 mm. Tubuhnya lunak, ramping, memanjang. Protonum lebih sempit daripada kepala atau sayap depan. Mempunyai antena seperti benang. Warna tubuh menarik, yaitu hitam pada bagian tertentu berwarna cerah seperti orange, coklat dan merah. Menurut Siwi (1991), serangga ini hidup di lingkungan tanaman budidaya dan umumnya dijumpai pada bunga-bunga berwarna menarik. Larvanya berperan sebagai predator, sedangkan dewasa bertindak sebagai hama (Gambar 4.3).


(39)

Gambar 4.3. Cantaris sp

2) Famili Cecidomyiidae, Genus Orseolia (Agas-agas) Tanda-Tanda Khusus :

Panjang tubuh ± 1-5 mm, tubuh ramping, lembut dengan tungkai-tungkai yang panjang dan sungut ramping, sama panjangnya atau lebih panjang dari kepala. Terdapat mata tunggal. Mempunyai sayap-sayap yang bagus dan berkembang, lebih panjang daripada toraks. Sungut terdiri dari 6 atau lebih ruas-ruas, berwarna kuning orange. Hidup ditempat yang lembab atau di bawah kulit kayu sekitar jamur (Borror, 1996). Selanjutnya Rukmana (1997) mengatakan bahwa serangga ini menyerang tanaman padi. Bentuk tubuh imago mirip seperti nyamuk. Imago betina dapat hidup 3-4 hari dan mampu bertelur sampai 285 butir, telur diletakkan satu persatu atau dalam kelompok kecil pada pelepah daun (Gambar 4.4).


(40)

3) Famili Coreidae, Genus Leptocorixa (Walang sangit) Tanda-Tanda Khusus :

Warna serangga dewasa dari hewan ini berwarna coklat. Panjang tubuh berkisar antara 15-20 mm. Kepala lebih sempit dan lebih pendek dari pronotum. Koksa belakang agak membulat atau segi empat. Menurut Pracaya (1999), telur walang sangit bentuknya bulat, datar, warnanya coklat, diletakkan berderet-deret dalam satu atau dua baris yang jumlahnya 12-16 , jumlah telur ± 100 butir. Umur imago ± 21 hari. Biasanya serangga ini tertarik dengan cahaya lampu dan bangkai binatang. Serangga ini juga mengeluarkan bau yang menyengat. Selanjunya Kartasapoetra (1993) mengatakan bahwa, Leptocorixa termasuk dalam famili Coreidae yang dengan alat penghisapnya dapat merusak tanman padi, selain itu juga aktif melakukan perusakan pada tanaman sorghum, jewawut, bahkan tanaman kopi sering pula dirusaknya (Gambar 4.5).

Gambar 4.5. Leptocorixa sp

4) Famili Delphacidae, Genus Nilaparvata (Wereng) Tanda-Tanda Khusus :

Panjang tubuh ± 10 mm. Berwarna coklat, bersayap pendek. . Tibia belakang dengan taji ujung lebar yang dapat bergerak.Tarsi 3 ruas, sungut-sungut pendek dan seperti rambut duri (Borror, 1996). Selanjutnya Kartasapoetra (1993) mengatakan bahwa wereng dengan genus Nilaparvata termasuk jenis wereng yang paling ganas/berbahaya bagi para petani, daya rusaknya sangat besar dan sangat cepat. Biasanya serangga ini dapat menghasilkan telur yang


(41)

selalu ditempatkan dibawah daun padi yang melengkung dan dalam waktu 9 hari mulai menetas (Gambar 4.6).

Gambar 4.6 Nilaparvata sp

5) Famili Tettigonidae, Genus Sexava (Belalang pedang) Tanda-Tanda Khusus :

Warna tubuh hijau tetapi ada yang menyamar dengan warna coklat, Posisi muka miring, antena seperti rambut sama panjang/lebih panjang dari tubuh. Ada yang bersayap dan ada yang tidak. Femur belakang biasanya meluas sampai belakang ujung abdomen. Mempunyai mata tunggal. Mempunyai tarsi 3 atau 4. Tungkai depan tidak membesar. Abdomen mempunyai sepasang sersi (Borror, 1996). Selanjutnya Pracaya (1999) mengatakan bahwa telur diletakkan diantara akar-akar dipangkal batang dalam tanah, dibatang tanaman dan dicabang-cabang tanaman. Jumlah telur ± 58 butir, nimpha menetas ± 50 hari pada waktu malam hari. Biasanya belalang ini makan daun kelapa, salak, pisang, sagu, pandan, pinang, cengkih, manggis dan jambu (Gambar 4.7).


(42)

6) Famili Acrididae, Genus Valanga (Belalang Kayu) Tanda-Tanda Khusus :

Belalang ini memiliki warna tubuh abu-abu kecoklatan. Panjang tubuh berkisar antara 20-24 mm. Pada kaki bagian belakang terdapat bercak-bercak berwarna kuning kemerah-merahan. Sayap belakang berwarna merah. Sungut biasanya lebih panjang dari femur depan. Menurut Borror (1996), pronotum tidak memanjang kebelakang di atas abdomen. Tungkai depan tidak membesar, abdomen mempunyai sepasang sersi. Selanjutnya Rukmana (1997) mengatakan bahwa pada umunya belalang ini bertelur pada awal musim kemarau. Telur dimasukkan kedalam tanah sedalam 5-8 cm. Telur tersebut dibungkus dengan massa busa yang kemudian mengering dan memadat, berwarana coklat. Nimpha yang baru menetas berwarna kuning kehijauan dengan bercak hitam. Nimpha biasanya aktif pada pagi hari. Bila ada angin belalang ini bisa terbang sejauh ± 3-4 km. Biasanya serangga ini menyerang daun jati, kelapa, pisang, nangka, mangga, aren, kopi, kakao dan lain-lain (Gambar 4.8)

Gambar 4.8. Valanga sp

4.2.3 Serangga Predator

1) Famili Cicindelidae, Genus Cicindela (Kumbang harimau) Tanda-Tanda Khusus :

Panjang tubuh berkisar antara 10-20 mm. Warna tubuh metalik hijau kehitam-hitaman. Kaki panjang dan ramping. Kepala lebih lebar dari


(43)

pronotum-pronotnum lebih sempit dari sayap depan. Sungut timbul dari depan kepala, berbentuk sabit, bergerigi. Menurut Borror (1996), serangga ini mempunyai tungkai belakang tidak berumbai, Metasternum femur hampir menyentuh koksa. Batas posterior sternum tidak meluas secara sempurna melalui abdomen. Selanjutnya Hindayana (2002) mengatakan bahwa, kumbang harimau merupakan predator kuat, serangga ini aktif di siang hari (Gambar 4.9).

Gambar 4.9. Cicindela sp

2) Famili Coccinellidae, Genus Harmonia (Kumbang helm) Tanda-Tanda Khusus :

Tubuh oval mendekati bulat. Kepala sebagian atau seluruhnya tersembunyi di bawah pronotum. Mempunyai antena pendek. Dewasa berwarna cerah, seperti kuning, orange, merah dengan spot-spot hitam, kuning atau merah. Menurut Borror (1996), larva biasanya berwarna gelap, ada yang berbercak-bercak kuning kemerahan dan mempunyai duri-duri seperti garpu. Sternum abdomen pertama kelihatan dengan garis-garis yang melengkung. Palpus maksila lebih pendek daripada sungut. Ruas-ruas sungut membesar. Selanjutnya Rukmana (1997) mengatakan bahwa dalam 40-50 hari kumbang betina mampu bertelur sampai 1000 butir. Perkembangan dari telur sampai dewasa ± 1-2 minggu, biasanya serangga ini mamangsa wereng, bermacam-macam aphis dan berbermacam-macam-bermacam-macam tungau (Gambar 4.10).


(44)

Gambar 4.10. Harmonia sp

3) Famili Pentatomidae, Genus Andrallus (Kepik) Tanda-Tanda Khusus :

Bentuk tubuh bulat atau bulat telur. Mempunyai antena lebih panjang dari kepala. Mempunyai bentuk perisai yang khas. Berwarna coklat. Panjang tubuh ± 12 mm. Tarsi terdiri dari 3 ruas. Menurut Borror (1996), sternum toraks biasanya tanpa tonjolan longitudinal. Skutelum lebih pendek, biasanya lebih sempit dibagian posterior. Tibia tidak dilengkapi dengan duri-duri yang kuat. Selanjutnya Siwi (1991) mengatakan bahwa serangga ini hidup di tempat yang kering dan basah dan sering di temukan di lokasi tanaman budidaya. Biasanya berperan sebagai predator berbagai larva hama (Gambar 4.11).


(45)

4) Famili Aeshnidae, Genus Aeshna (Capung) Tanda-Tanda Khusus :

Tubuh berwarna coklat tua dan sering dengan warna kebiruan/kehijauan pada bagian dada. Ukuran tubuh ± 50,4 mm. Kedua mata faset sangat berdekatan dilihat dari arah atas. Pangkal sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan. Menurut Borror (1996), kebanyakan rangka sayap melintang, rangka sayap kekang terdapat dibelakang ujung proksimal stigma. Mata majemuk berkontak dalam jarak cukup pada posisi dorsal kepala. Selanjutnya Rukmana (1997), mengatakan bahwa capung betina meletakkan telurnya dengan cara terbang rendah, kemudian sekali-sekali memasukkan ujung abdomennya kedalam air. Nimphanya bersifat aquatik (hidup dalam air) dan disebut ”naiad”. Naiad dewasa akan merangkak ke luar dari dalam air dan bertengger pada batang tanaman terdekat untuk melepaskan kulit terakhir kemudian menjadi capung. Gerakannya amat gesit, terbang kesana kemari.Bila ada mangsa lewat, secepat kilat disambarnya. Mangsanya antara lain kupu-kupu, ngengat, dan serangga kecil lainnya yang diserang saat terbang(Gambar 4.12).

Gambar 4.12 Aeshna sp

5) Famili Mantidae, Genus Hierodula (Belalang sembah) Tanda-Tanda Khusus :

Tubuh besar dan memanjang, antena pendek, protoraks panjang. Femur dilengkapi dengan duri-duri. Kaki depan berfungsi sebagai penangkap


(46)

bagian berwarna hitam dan kuning. Menurut Putra (1994), serangga ini ditemukan di sekitar tanaman. Bertindak sebagai predator yang efektif memangsa berbagai serangga. Telur belalang sembah tersimpan aman didalam sebuah kantung telur yang terbuat dari busa, kantung tersebut berwarna coklat keputih-putihan dan diletakkan pada ranting atau daun. Beberapa waktu kemudian nimpha akan keluar secara berurutan dari dalam kantung telur tersebut. Jumlahnya dapat mencapai puluhan hingga ratusan ekor (Gambar 4.13).

Gambar 4.13. Hierodula sp

6) Famili Formicidae, Genus Formica (Semut) Tanda-Tanda Khusus :

Tubuh berwarna hitam dan kecoklatan, ruas pertama abdomen berbentuk seperti bonggol yang tegak. Mempunyai antena. Tidak bersayap. Menurut Borror (1996), Sungut biasanya bersiku. Dasar abdomen kelihatan menyempit. Ditemukan diberbagai tempat. Merupakan serangga sosial. Sebagian besar menggigit bila diganggu dan beberapa menyengat. Beberapa bersifat pemakan bangkai dan pemakan tanaman. Selanjutnya Hindayana (2002) mengatakan bahwa, di kebun teh semut merupakan musuh alami karena menyerang ulat dan beberapa macam hama lain, contohnya Helopeltis (Gambar 4.14).


(47)

Gambar 4.14. Formica sp

4.2.4 Serangga Penyerbuk

1) Famili Vespidae, Genus Vespula (Tabuhan kertas) Tanda-Tanda Khusus :

Abdomen berhubungan dengan toraks. Sudut belakang pronotum hampir menyentuh tegula. Mempunyai antena. Sayap melipat secara longitudinal pada saat istirahat. Dibagian abdomen berwarna hitam dengan kuning. Sungut-sungut membesar kebagian ujung. Menurut Borror (1996), Koksa-koksa belakang dari serangga ini bersinggungan, tubuh agak berambut. Sungut biasanya terdiri dari 12 ruas. Dijumpai diberbagai tempat. Beberapa ada yang menyengat, sebagian bertindak sebagi predator dan sebagian lagi sebgai penyerbuk bunga (mangga dan kapuk) (Gambar 4.15).


(48)

2) Famili Arctiidae, Genus Nyctemera (Ngengat) Tanda-Tanda Khusus :

Tubuh ramping, berwarna coklat dengan daerah-daerah besar berwarna putih pada sayap. Mempunyai antena dengan bulu-bulu yang halus. Menurut Borror (1996), Sungut bervariasi, berbentuk jarum yang langsing. sayap depan dan rangka sayap anal tunggal yang sempurna. Biasanya dikenal dengan ngengat pejalan kaki atau ngengat harimau (Gambar 4.16).


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan Perkebunan teh (Cammelia sinensis L) PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Sidamanik, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Didapatkan sebanyak 16 jenis yang termasuk ke dalam 16 famili dan 9 ordo. b. Serangga yang temasuk hama pada tanaman teh adalah Cantaris, Helopeltis,

Hyposidra, Leptocorixa, Nilaparvata, Orseolia, Sexava dan Valanga

c. Serangga yang berperan sebagai predator adalah Aeshna, Andrallus, Cincidela, Formica, Harmonia dan Hierodula.

d. Serangga yang berperan sebagai penyerbuk adalah Nyctemera dan Vespula

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan serangga hama pada musim kemarau dan musim hujan, yang aktif siang dan aktif malam sebagai dasar dalam melakukan perlindungan terbaik bagi tanaman teh.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J. et al. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan oleh Partosoedjono. Edisi ke-enam. Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. hlm. 2-4, 240, 264, 287.

Diratpahgar, 2008. Multi Peran tanaman Teh bagi Kehidupan.

Elzinga, R.J. 1981. Fundamental of Entomology. Department of Entomology Kansas State University. New Jersey. Prentice Hall. Inc., Englewood Cliffs.

Evans, Howard. E. 1984. Insect Biology A Texbook of Entomology. Corolado Canada. Addison-Wesley Publishing Company.

Gillot, C. 1980. Entomology. New York. Plenum Press. p: 598.

Hindayana, dkk. 2002. Musuh Alami,Hama Dan Penyakit Tanaman Teh. 21 Desember 2009.

Idham, S. 1994. Hama Palawija. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya. hlm. 14&118 Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. hlm. 4, 8, 51. Kartasapoetra. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta. Bumi

Aksara. hlm. 5-6, 90, 112.

Mahmud, 2001. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada.

Putra, N. S. 1994. Serangga di Sekitar Kita. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. hlm. 13&41

Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Cetakan pertama. Bogor. Penerbit Swadaya. hlm. 9,51, 68.

Rukmana, R. 1997. Hama Tanaman Dan Teknik Pengendalian. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. hlm. 58, 94, 124 &130.

Setyamidjaja. 2000. Teh Budidaya dan pengelolaan Pasca Panen. Yogyakarta. Kanisius.

Siwi. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. hlm. 73&120.

Spillane, J. 1992. Komoditi Teh dan Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta. Kanisius.


(51)

Sumardi & Widyaastuti, S.M. 2000. Pengantar Perlindungan Hutan. Jakarta. Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Supriyadi, R. Ery. 2007. Model Perkebunan Teh Untuk Mendorong Pembangunan Ekonomi Lokal 2008.

Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengelolaan Hasil. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. hlm. 118.

T

Taarruummiinnggkkeenngg,, RR..CC.. 11999999.. SeSerraannggggaa dadann LLiinnggkkuunnggaann.. hhttttpp////wwwwww.. T

Tuummoouuttoouu..nneett//SSeerraannggggaa--LLiinnggkk..hhttmm 8855--KK.. IInnssttiittuutt PPeerrttaanniiaann BBooggoorr.. hhllmm.. 1133.. D

Diiaakksseess1111OOkkttoobbeerr22000088.. T

Trriihhaarrssoo.. 11999955.. DaDassaarr--DDaassaarr PePerrlliinndduunnggaann TTaannaammaann.. YYooggyyaakkaarrttaa.. GGaaddjjaahh MMaaddaa U


(52)

(53)

LAMPIRAN B. FOTO LOKASI PENELITIAN

Lokasi 1

Lokasi 2

Lokasi 3


(1)

2) Famili Arctiidae, Genus Nyctemera (Ngengat) Tanda-Tanda Khusus :

Tubuh ramping, berwarna coklat dengan daerah-daerah besar berwarna putih pada sayap. Mempunyai antena dengan bulu-bulu yang halus. Menurut Borror (1996), Sungut bervariasi, berbentuk jarum yang langsing. sayap depan dan rangka sayap anal tunggal yang sempurna. Biasanya dikenal dengan ngengat pejalan kaki atau ngengat harimau (Gambar 4.16).


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan Perkebunan teh (Cammelia

sinensis L) PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Sidamanik, Kecamatan Sidamanik,

Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Didapatkan sebanyak 16 jenis yang termasuk ke dalam 16 famili dan 9 ordo. b. Serangga yang temasuk hama pada tanaman teh adalah Cantaris, Helopeltis,

Hyposidra, Leptocorixa, Nilaparvata, Orseolia, Sexava dan Valanga

c. Serangga yang berperan sebagai predator adalah Aeshna, Andrallus, Cincidela,

Formica, Harmonia dan Hierodula.

d. Serangga yang berperan sebagai penyerbuk adalah Nyctemera dan Vespula

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan serangga hama pada musim kemarau dan musim hujan, yang aktif siang dan aktif malam sebagai dasar dalam melakukan perlindungan terbaik bagi tanaman teh.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J. et al. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan oleh Partosoedjono. Edisi ke-enam. Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. hlm. 2-4, 240, 264, 287.

Diratpahgar, 2008. Multi Peran tanaman Teh bagi Kehidupan.

Elzinga, R.J. 1981. Fundamental of Entomology. Department of Entomology Kansas State University. New Jersey. Prentice Hall. Inc., Englewood Cliffs.

Evans, Howard. E. 1984. Insect Biology A Texbook of Entomology. Corolado Canada. Addison-Wesley Publishing Company.

Gillot, C. 1980. Entomology. New York. Plenum Press. p: 598.

Hindayana, dkk. 2002. Musuh Alami,Hama Dan Penyakit Tanaman Teh. 21 Desember 2009.

Idham, S. 1994. Hama Palawija. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya. hlm. 14&118 Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. hlm. 4, 8, 51. Kartasapoetra. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta. Bumi

Aksara. hlm. 5-6, 90, 112.

Mahmud, 2001. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada.

Putra, N. S. 1994. Serangga di Sekitar Kita. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. hlm. 13&41

Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Cetakan pertama. Bogor. Penerbit Swadaya. hlm. 9,51, 68.


(4)

Sumardi & Widyaastuti, S.M. 2000. Pengantar Perlindungan Hutan. Jakarta. Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Supriyadi, R. Ery. 2007. Model Perkebunan Teh Untuk Mendorong Pembangunan

Ekonomi Lokal

2008.

Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengelolaan Hasil. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. hlm. 118.

T

Taarruummiinnggkkeenngg,, RR..CC.. 19199999.. SSeerraannggggaa ddaann LLiinnggkkuunnggaann.. hthtttpp////wwwwww.. T

Tuummoouuttoouu..nneett//SSeerraannggggaa--LLiinnggkk..hhttm m 8585--KK.. InInssttiittuutt PPeerrttaanniiaann BoBogogorr.. hlhlmm.. 1313.. D

Diiaakksseess 1111OOkkttoobbeerr 22000088.. T

Trriihhaarrssoo.. 19199955.. DDaassaarr--DDaassaarr PPeerrlliinndduunnggaann TTaannaammaann.. YoYoggyyaakkaarrttaa.. GaGaddjjaahh MMaaddaa U


(5)

(6)

LAMPIRAN B. FOTO LOKASI PENELITIAN

Lokasi 1

Lokasi 2

Lokasi 3