08. Peranan Keluarga dalam Masyarakat.do
PERANAN KELUARGA DALAM MASYARAKAT
Oleh: Yanuarius Berek Fransiskus
Isu mengenai perkembangan sebuah masyarakat selalu berkaitan erat dengan
keluarga.1Keluarga dan masyarakat boleh kita andaikan bak dua sisi mata uang yang tak bisa
terpisahkan. Di satu pihak, keluarga dituntut bersikap terbuka dan membawakan sumbangannya
demi perkembangan sebuah masyarakat. Di lain pihak, masyarakat dirangsang untuk
menghormati dan mendukung keluarga.2 Keduanya merupakan perpaduan yang sinergis dan
saling mengandaikan.
Tulisan ini tidak bermaksud memberikan jawaban tuntas mengenai elaborasi tema
peranan keluarga dan masyarakat secara otonom. Penulis membatasi pembahasan dalam lingkup
peranan keluarga dalam masyarakat. Alur tulisan ini mencakup: konteks, pemetaan peran
keluarga dalam masyarakat dan harapan keluarga kristiani sebagai Gereja mini dalam upaya
memperjuangkan dunia yang lebih humanis.
Berangkat Dari Konteks3
Kata konteks merujuk ke budaya, keadaan sosial dan politik, sejarah suatu tempat. 4 Untuk
konteks Indonesia, penulis melihat dalam dua perspektif yakni perspektif sosial-politis dan
pluralitas bangsa yang heterogen.
Kondisi sosial-politis bangsa kita carut-marut. Kita simak misalnya kasus Bank Century
hingga saat ini, tak ada penyelesaian akhir. Badan khusus yang dibentuk untuk memberantas
korupsi pun seakan menemui jalan buntu. Sementara itu, agenda serius yang kerap disebut-sebut
oleh Presiden SBY yakni memberantas kemiskinan hingga ke akar-akarnya terkesan ‘hanya
omong kosong belaka’. Dalam kenyataan di lapangan kemiskinan justru semakin masif. 5 Sebagai
1
Bdk., Bernard Raho, SVD, Keluarga Berziarah Lintas Zaman:Sebuah Tinjauan Sosiologis, Ende:Penerbit Nusa
Indah, 2003, hlm.146.
2
Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio: Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II Kepada Para Uskup,
Imam dan Umat Beriman Tentang Peranan Keluarga Dalam Dunia Modern, art. 45 (terj. R. Hardawiryana SJ),
Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2004, hlm. 72. Selanjutnya akan disingkat FC.
3
Penulis menyebut konteks itu memaksudkan konteks Indonesia.
4
Dikutip dari: http://tomentiruran.wordpress.com/2009/03/11/pengantar-tentang-teologi-kontekstual/., Diakses 20
Maret 2012.
5
Jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sekitar 2,7 juta orang sejak 2008 hingga 2010. Pada 2008 jumlah
penduduk miskin di Indonesia sebanyak 40,4 juta orang, dan pada 2010 menjadi 43,1 juta orang. Data tersebut
berbanding terbalik dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia
turun sekitar 4 juta orang sejak 2008 hingga 2010, atau dari 35 juta menjadi 31 juta orang. "Melihat data tersebut,
bisa dikatakan pemerintah melakukan kebohongan dalam data statistik," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan
Prakarsa Setyo Budiantoro. Dikutip dari: “Penduduk Miskin RI Naik 2,7 Juta dalam 2 Tahun., dalam
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/27/271517/265/114/Penduduk-Miskin-RI-Naik-27-Juta-dalam-2Tahun., Diakses tanggal 21 Maret 2012.
1
akibat lebih lanjut,yang kaya justru semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Jurang antar
keduanya semakin menganga lebar.
Konteks kedua, berkaitan dengan pluralitas bangsa. Pluralitas di sini memaksudkan
kemajemukan. Apabila kita ‘membuka mata’,dan memerhatikan dengan seksama, kemajemukan
yang dimiliki bangsa ini sangat kaya akan latar belakang budaya, etnis, ras, suku dan agama
yang beraneka ragam. Akan tetapi, terlepas dari sekadar menilai bahwa aneka kemajemukan
bangsa ini sebagai sumber kekayaan dan kebanggaan bersama, kita juga perlu membuka mata
untuk meneropong lebih jauh ke tengah realitas bangsa kita saat ini. Potret keseharian bangsa
kita kerap diwarnai konflik yang berdarah-darah. Sebut sebagai misal konflik berdarah di
Ambon, Aceh, Poso yang mengusik kenyamanan warga dan mencoreng wajah bangsa kita.6
Konteks yang penulis uraikan di atas menjadi pergulatan kita bersama sebagai “Gereja
kawanan kecil” atau keluarga yang disebut sebagai Gereja mini. 7 Status questionis kita: Apa
peran keluarga di tengah masyarakat dengan kondisi yang sedemikian carut-marut itu?
Membaca Peran Keluarga
Berangkat dari konteks yang kita rumuskan di atas, penulis menawarkan beberapa pokok
pikiran sebagai respon riil keluarga atas kondisi masyarakat kita kini. Berikut peran keluarga
yang penulis tawarkan:
a. Keluarga Terpanggil Untuk Membawa Kabar Gembira
Panggilan luhur keluarga pada dasarnya bersifat misioner.8 Ini berarti keluarga terpanggil
bukan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi juga melayani sesama. Panggilannya di tengah
masyarakat pun dirasa mendesak. Atas kesadaran ini, keluarga dari saat ke saat merasa ‘terdesak’
untuk membawa kabar gembira keselamatan Allah ke tengah masyarakat. “Celakalah aku, jika
aku tidak mewartakan Injil” ( I Kor. 9:16).
b. Peranan Sosial Politis Keluarga
Peranan sosial politis keluarga di tengah masyarakat sangat kontekstual sebagaimana
diungkapkan dalam Familiaris Consortio. Kita kutipkan sebagian:
“Keluarga entah sendiri dan bersama-sama membaktikan diri melalui
kegiatan pengabdian sosial yang bermacam-macam, khususnya bagi
kaum miskin atau setidak-tidaknya kepada semua orang. Demikian juga
dalam keterlibatan politik, hendaklah mereka sanggup ikut bertanggung
jawab atas perubahan masyarakat. 9
6
Mengenai alur peristiwa dan sebab- musabab terjadinya konflik di Ambon dan Poso., Lih., Theodor Kampschulte,
Situasi HAM di Indonesia: Kebebasan Beragama dan Aksi Kekerasan, Jerman: Human Rights Office, 2002, hlm.
14-23.
7
Sebutan mengenai “Gereja kawanan kecil” ini merujuk pada Raymundus Sudhiarsa, SVD, Evangelisasi Berlanjut
Meneruskan Wasiat Sang Guru, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 126.
8
Bdk., Lumen Gentium., Art. 17.
9
FC., art. 44.
2
Dalam kehidupan yang ditandai oleh negativitas (alkoholisme, narkotika dan bahkan
terorisme, keluarga tetap menjadi “sumber daya kekuatan amat besar, yang mampu mengangkat
martabat manusia dalam sifatnya yang tak tergantikan, dalam tata susunan masyarakat”. 10
c. Solidaritas
Solidaritas merupakan ungkapan khas Gereja dari jaman ke jaman. Ungkapan khas ini
menerangi perjalanan Gereja dalam upaya mengambil bagian membangun tatanan masyarakat
lebih baik. Dalam konteks ini, keluarga mengembangkan sikap solidaritasnya melalui kepedulian
dengan korban-korban ketidakadilan sosial yang terjadi di sekitar kita.11
d. Menjadi Terang
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang” (Mat. 5:16). Kutipan ini
mengandung di dalamnya aspirasi misi. Artinya setiap orang yang dibaptis dipanggil menjadi
terang bagi sesamanya. Terang yang dibawa keluarga ke tengah masyarakat adalah terang
kesaksian dengan memperjuangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang tercabik oleh nurani
manusia yang buta.
Sebuah Catatan Perjalanan
Sebagai Gereja mini, keluarga tak henti-hentinya dipanggil untuk menjadi agen
perubahan di tengah masyarakat yang tak lagi menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Panggilan ini mendesak dan sedia untuk diwujudkan.
Dalam konteks negara-bangsa Indonesia, yang majemuk, setiap anggota keluarga diajak
untuk membangun dunia yang lebih humanis dan menjadikan keseharian dalam perjumpaan
dengan sesama sebagai ‘sekolah dialog’.12 ‘Sekolah dialog’ adalah sekolah di mana setiap orang
belajar menghargai satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
10
FC., art., 43.
Bdk., Raymundus Sudhiarsa, SVD ., Op.Cit., hlm. 126.
12
Bdk., Ibid., hlm. 124.
11
3
Dokumen Konsili Vatikan II (terj. R. Hardawiryana SJ). Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan
KWI. 1993.
Kampschulte, Theodor. Situasi HAM di Indonesia: Kebebasan Beragama dan Aksi Kekerasan.
Jerman: Human Rights Office. 2002.
Paulus,Yohanes II. Familiaris Consortio: Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II Kepada
Para Uskup, Imam dan Umat Beriman Tentang Peranan Keluarga Dalam Dunia
Modern. (terj. R. Hardawiryana SJ). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI. 2004.
Raho, Bernard,SVD. Keluarga Berziarah Lintas Zaman:Sebuah Tinjauan Sosiologis.
Ende:Penerbit Nusa Indah. 2003.
Sudhiarsa, Raymundus, SVD. Evangelisasi Berlanjut Mewarisi Wasiat Sang Guru. Yogyakarta:
Kanisius. 2009.
Sumber Internet:
http://tomentiruran.wordpress.com/2009/03/11/pengantar-tentang-teologi-kontekstual/., Diakses
20 Maret 2012.
“Penduduk Miskin RI Naik 2,7 Juta dalam 2 Tahun., dalam
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/27/271517/265/114/Penduduk-Miskin-RI-Naik27-Juta-dalam-2-Tahun., Diakses tanggal 21 Maret 2012.
4
Oleh: Yanuarius Berek Fransiskus
Isu mengenai perkembangan sebuah masyarakat selalu berkaitan erat dengan
keluarga.1Keluarga dan masyarakat boleh kita andaikan bak dua sisi mata uang yang tak bisa
terpisahkan. Di satu pihak, keluarga dituntut bersikap terbuka dan membawakan sumbangannya
demi perkembangan sebuah masyarakat. Di lain pihak, masyarakat dirangsang untuk
menghormati dan mendukung keluarga.2 Keduanya merupakan perpaduan yang sinergis dan
saling mengandaikan.
Tulisan ini tidak bermaksud memberikan jawaban tuntas mengenai elaborasi tema
peranan keluarga dan masyarakat secara otonom. Penulis membatasi pembahasan dalam lingkup
peranan keluarga dalam masyarakat. Alur tulisan ini mencakup: konteks, pemetaan peran
keluarga dalam masyarakat dan harapan keluarga kristiani sebagai Gereja mini dalam upaya
memperjuangkan dunia yang lebih humanis.
Berangkat Dari Konteks3
Kata konteks merujuk ke budaya, keadaan sosial dan politik, sejarah suatu tempat. 4 Untuk
konteks Indonesia, penulis melihat dalam dua perspektif yakni perspektif sosial-politis dan
pluralitas bangsa yang heterogen.
Kondisi sosial-politis bangsa kita carut-marut. Kita simak misalnya kasus Bank Century
hingga saat ini, tak ada penyelesaian akhir. Badan khusus yang dibentuk untuk memberantas
korupsi pun seakan menemui jalan buntu. Sementara itu, agenda serius yang kerap disebut-sebut
oleh Presiden SBY yakni memberantas kemiskinan hingga ke akar-akarnya terkesan ‘hanya
omong kosong belaka’. Dalam kenyataan di lapangan kemiskinan justru semakin masif. 5 Sebagai
1
Bdk., Bernard Raho, SVD, Keluarga Berziarah Lintas Zaman:Sebuah Tinjauan Sosiologis, Ende:Penerbit Nusa
Indah, 2003, hlm.146.
2
Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio: Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II Kepada Para Uskup,
Imam dan Umat Beriman Tentang Peranan Keluarga Dalam Dunia Modern, art. 45 (terj. R. Hardawiryana SJ),
Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2004, hlm. 72. Selanjutnya akan disingkat FC.
3
Penulis menyebut konteks itu memaksudkan konteks Indonesia.
4
Dikutip dari: http://tomentiruran.wordpress.com/2009/03/11/pengantar-tentang-teologi-kontekstual/., Diakses 20
Maret 2012.
5
Jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sekitar 2,7 juta orang sejak 2008 hingga 2010. Pada 2008 jumlah
penduduk miskin di Indonesia sebanyak 40,4 juta orang, dan pada 2010 menjadi 43,1 juta orang. Data tersebut
berbanding terbalik dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia
turun sekitar 4 juta orang sejak 2008 hingga 2010, atau dari 35 juta menjadi 31 juta orang. "Melihat data tersebut,
bisa dikatakan pemerintah melakukan kebohongan dalam data statistik," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan
Prakarsa Setyo Budiantoro. Dikutip dari: “Penduduk Miskin RI Naik 2,7 Juta dalam 2 Tahun., dalam
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/27/271517/265/114/Penduduk-Miskin-RI-Naik-27-Juta-dalam-2Tahun., Diakses tanggal 21 Maret 2012.
1
akibat lebih lanjut,yang kaya justru semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Jurang antar
keduanya semakin menganga lebar.
Konteks kedua, berkaitan dengan pluralitas bangsa. Pluralitas di sini memaksudkan
kemajemukan. Apabila kita ‘membuka mata’,dan memerhatikan dengan seksama, kemajemukan
yang dimiliki bangsa ini sangat kaya akan latar belakang budaya, etnis, ras, suku dan agama
yang beraneka ragam. Akan tetapi, terlepas dari sekadar menilai bahwa aneka kemajemukan
bangsa ini sebagai sumber kekayaan dan kebanggaan bersama, kita juga perlu membuka mata
untuk meneropong lebih jauh ke tengah realitas bangsa kita saat ini. Potret keseharian bangsa
kita kerap diwarnai konflik yang berdarah-darah. Sebut sebagai misal konflik berdarah di
Ambon, Aceh, Poso yang mengusik kenyamanan warga dan mencoreng wajah bangsa kita.6
Konteks yang penulis uraikan di atas menjadi pergulatan kita bersama sebagai “Gereja
kawanan kecil” atau keluarga yang disebut sebagai Gereja mini. 7 Status questionis kita: Apa
peran keluarga di tengah masyarakat dengan kondisi yang sedemikian carut-marut itu?
Membaca Peran Keluarga
Berangkat dari konteks yang kita rumuskan di atas, penulis menawarkan beberapa pokok
pikiran sebagai respon riil keluarga atas kondisi masyarakat kita kini. Berikut peran keluarga
yang penulis tawarkan:
a. Keluarga Terpanggil Untuk Membawa Kabar Gembira
Panggilan luhur keluarga pada dasarnya bersifat misioner.8 Ini berarti keluarga terpanggil
bukan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi juga melayani sesama. Panggilannya di tengah
masyarakat pun dirasa mendesak. Atas kesadaran ini, keluarga dari saat ke saat merasa ‘terdesak’
untuk membawa kabar gembira keselamatan Allah ke tengah masyarakat. “Celakalah aku, jika
aku tidak mewartakan Injil” ( I Kor. 9:16).
b. Peranan Sosial Politis Keluarga
Peranan sosial politis keluarga di tengah masyarakat sangat kontekstual sebagaimana
diungkapkan dalam Familiaris Consortio. Kita kutipkan sebagian:
“Keluarga entah sendiri dan bersama-sama membaktikan diri melalui
kegiatan pengabdian sosial yang bermacam-macam, khususnya bagi
kaum miskin atau setidak-tidaknya kepada semua orang. Demikian juga
dalam keterlibatan politik, hendaklah mereka sanggup ikut bertanggung
jawab atas perubahan masyarakat. 9
6
Mengenai alur peristiwa dan sebab- musabab terjadinya konflik di Ambon dan Poso., Lih., Theodor Kampschulte,
Situasi HAM di Indonesia: Kebebasan Beragama dan Aksi Kekerasan, Jerman: Human Rights Office, 2002, hlm.
14-23.
7
Sebutan mengenai “Gereja kawanan kecil” ini merujuk pada Raymundus Sudhiarsa, SVD, Evangelisasi Berlanjut
Meneruskan Wasiat Sang Guru, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 126.
8
Bdk., Lumen Gentium., Art. 17.
9
FC., art. 44.
2
Dalam kehidupan yang ditandai oleh negativitas (alkoholisme, narkotika dan bahkan
terorisme, keluarga tetap menjadi “sumber daya kekuatan amat besar, yang mampu mengangkat
martabat manusia dalam sifatnya yang tak tergantikan, dalam tata susunan masyarakat”. 10
c. Solidaritas
Solidaritas merupakan ungkapan khas Gereja dari jaman ke jaman. Ungkapan khas ini
menerangi perjalanan Gereja dalam upaya mengambil bagian membangun tatanan masyarakat
lebih baik. Dalam konteks ini, keluarga mengembangkan sikap solidaritasnya melalui kepedulian
dengan korban-korban ketidakadilan sosial yang terjadi di sekitar kita.11
d. Menjadi Terang
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang” (Mat. 5:16). Kutipan ini
mengandung di dalamnya aspirasi misi. Artinya setiap orang yang dibaptis dipanggil menjadi
terang bagi sesamanya. Terang yang dibawa keluarga ke tengah masyarakat adalah terang
kesaksian dengan memperjuangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang tercabik oleh nurani
manusia yang buta.
Sebuah Catatan Perjalanan
Sebagai Gereja mini, keluarga tak henti-hentinya dipanggil untuk menjadi agen
perubahan di tengah masyarakat yang tak lagi menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Panggilan ini mendesak dan sedia untuk diwujudkan.
Dalam konteks negara-bangsa Indonesia, yang majemuk, setiap anggota keluarga diajak
untuk membangun dunia yang lebih humanis dan menjadikan keseharian dalam perjumpaan
dengan sesama sebagai ‘sekolah dialog’.12 ‘Sekolah dialog’ adalah sekolah di mana setiap orang
belajar menghargai satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
10
FC., art., 43.
Bdk., Raymundus Sudhiarsa, SVD ., Op.Cit., hlm. 126.
12
Bdk., Ibid., hlm. 124.
11
3
Dokumen Konsili Vatikan II (terj. R. Hardawiryana SJ). Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan
KWI. 1993.
Kampschulte, Theodor. Situasi HAM di Indonesia: Kebebasan Beragama dan Aksi Kekerasan.
Jerman: Human Rights Office. 2002.
Paulus,Yohanes II. Familiaris Consortio: Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II Kepada
Para Uskup, Imam dan Umat Beriman Tentang Peranan Keluarga Dalam Dunia
Modern. (terj. R. Hardawiryana SJ). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI. 2004.
Raho, Bernard,SVD. Keluarga Berziarah Lintas Zaman:Sebuah Tinjauan Sosiologis.
Ende:Penerbit Nusa Indah. 2003.
Sudhiarsa, Raymundus, SVD. Evangelisasi Berlanjut Mewarisi Wasiat Sang Guru. Yogyakarta:
Kanisius. 2009.
Sumber Internet:
http://tomentiruran.wordpress.com/2009/03/11/pengantar-tentang-teologi-kontekstual/., Diakses
20 Maret 2012.
“Penduduk Miskin RI Naik 2,7 Juta dalam 2 Tahun., dalam
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/27/271517/265/114/Penduduk-Miskin-RI-Naik27-Juta-dalam-2-Tahun., Diakses tanggal 21 Maret 2012.
4