Proposal Penelitian Revisi Jadi

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG
Salah

satu

indikator

keberhasilan

pembangunan

adalah

semakin

meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia

harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat
dari tahun ke tahun. Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Diseluruh dunia penduduk Lansia (usia 60 +)
tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya.
Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia.
Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia akan mencapai
9,77 persen dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,34 persen pada
tahun 2020 (1).
Pemenuhan kebutuhan akan zat-zat gizi yang baik masih tetap diperlukan
oleh manusia lanjut usia untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Bagi lansia
pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam
proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga
dapat memperpanjang usia. Dengan keadaan gizi yang baik diharapkan lansia akan
tetap sehat dan mampu berkarya, sehinga usia produktif dapat ditingkatkan dan
lansia tetap dapat ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan. Proses penuaan
dalam tubuh juga mempengaruhi masuknya zat gizi yang dibutuhkan tubuh, sehingga
manusia lansia dapat pula dimasukkan kecamatan dalam kelompok rentan gizi.
Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan adanya faktor-faktor

penyulit, meliputi perubahan-perubahan yang terdapat pada lansia, baik perubahan
fisik maupun psikososial. Bertitik tolak dari hal tersebut maka rumusan masalah
penelitian yaitu: apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makanan
pada lansia (2).
1

Kekurangan atau kelebihan salah satu unsur zat gizi tersebut akan
menyebabkan kelainan atau penyakit sehingga konsumsi makanan baik kuantitas
maupun kualitas sangat penting diperhatikan karena secara langsung akan
menentukan status gizi (2).
Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang
signifikan. pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan
meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau, International
Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan
Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki,
maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki
(11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia
secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih
didominasi oleh perempuan. Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di
Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat

28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) (2,3)
I.2

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian “faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makan pada
lansia di wilayah kecamatan Cilandak”?
I.3

HIPOTESIS



Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan makan pada lansia
Adanya hubungan antara perubahan fisiologis dengan asupan makan pada




lansia
Adanya hubungan antara penyakit kronis (hipertensi) dengan asupan makan



pada lansia
Adanya hubungan antara indeks masa tubuh dengan asupan makan pada
lansia

2



Adanya hubungan antara ekonomi (sumber pendapatan, jumlah pendapatan),
sosial (status pernikahan dan kedudukan sosial) dan budaya (suku) dengan
asupan makan lansia

I.4

TUJUAN

Tujuan Umum:
Untuk menyelesaikan tugas akhir.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui kebutuhan nutrisi pada lansia secara kuantitatif.
2. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan makan pada
lansia
3. Mengetahui hubungan antara perubahan fisiologis dengan asupan makan
pada lansia
4. Mengetahui hubungan antara penyakit kronis dengan penyakit kronis
(hipertensi)
5. Mengetahui hubungan antara indeks masa tubuh dengan asupan makan
pada lansia
6. Mengetahui hubungan antara ekonomi (sumber pendapatan, jumlah
pendapatan), sosial (status pernikahan dan kedudukan sosial) dan budaya
(suku) dengan asupan makan lansia

I.5

MANFAAT



Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa, staf pengajar, dan institusi pendidikan terkait lainnya, khususnya
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makan pada lansia.



Masyarakat
Dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asupan makan
lansia maka dapat memberikan edukasi kepada manula mengenai faktor-



faktor tersebut dan pengendaliannya.
Bagi instansi terkait
Puskesmas Kecamatan Cilandak dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai
bahan untuk menambah wawasan terhadap pelayanan di poli lansia terutama

3


tentang bagaimana pola asupan makanan pada lansia dan apa saja hal yang
berhubungan dengan pola makan tersebut.

I.6

RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini mencari informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan asupan makan lansia dilihat dari faktor aktivitas fisik, penurunan
fungsi organ, penyakit kronis (hipertensi), indeks masa tubuh dan ekososbud.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilandak dan dilakukan
mulai dari pertengahan bulan Desember 2011 – pertengahan bulan Januari
2012.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 LANJUT USIA
2.1.1 PENGERTIAN LANJUT USIA
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam

mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,

4

aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut
usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di
bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (4).

Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (1).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi
bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang
sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar
luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang
berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua
dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga
lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap yang berkisar antara kepasrahan
yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan keputusan. Lansia ini menjadi
terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses
kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri (4).

5

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4

yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74
tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun.
Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang
No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang
berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan
demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang
berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam
menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk
lanjut usia. Dalam penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan
orang lanjut usia (3,5).
Telah diketahui bahwa penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama
dengan penyakit dan kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal:
(i) penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multipel, merupakan gabungan antara
penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit; (ii) penyakit
biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun akan
menyebabkan kematian; (iii) usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit akut, serta diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun; (iv)
kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi,
dan (v) pada usia lanjut seringkali didapat penyakit iatrogenik (akibat banyak obatobatan yang dikonsumsi) (6).


2.1.2 KARAKTERISTIK LANSIA
Beberapa karakteristik lansia perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan
masalah kesehatan lansia adalah (3,7) :
1. Jenis Kelamin
Jumlah lansia lebih di dominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat
perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia lakilaki dan perempuan.
2. Status perkawinan

6

Status masih berpasangan lengkap atau sudah hidup sendiri (duda/janda)
sangat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun psikologi lansia.
3. Living arrangement
Keadaan pasangan ; tanggungan keluarga, misal masih harus menanggung
anak atau keluarga; tempat tinggal, rumah sendiri, tinggal bersama anak atau
tinggal sendiri. Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian
keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga
anaknya. Namun, akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh
keturunannya dalam rumah yang berbeda.
4. Kondisi Kesehatan
a. Kondisi umum : kemampuan umum untuk tidak bergantung kepada orang
lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air kecil dan besar.
b. Frekuensi sakit : frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak
produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain, bahkan ada
yang karena penyakit kroniknya sudah memerlukan perawatan khusus.
5. Keadaan Ekonomi
a. Sumber pendapatan resmi
b. Sumber pendapatan keluarga
c. Kemampuan pendapatan
2.1.2 PROSES MENUA DAN IMPLIKASI KLINIS
Menurut Alex Comfort (1940) dasar dari proses menua adalah kegagalan
fungsi homeostatik penyesuaian diri terhadap faktor intrinsik dan ekstrinsik. Menua
adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rapuh
dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit seiring dengan bertambahnya usia. Terjadi
berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan
fisik, namun juga terhadap fungsi dan tanggapan pada kehidupan sehari-hari. Namun
harus dicermati, bahwa setiap individu mengalami perubahanperubahan tersebut
secara berbeda. Pada beberapa individu, laju penurunannya mungkin cepat dan
dramatis, sementara pada individu lainnya, perubahannya kurang bermakna. Proses
menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan
suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian.
Namun demikian, efek penuaan tersebut umumnya menjadi lebih terlihat setelah usia
40 tahun. Proses menua seyogianya dianggap sebagai suatu proses normal dan tidak

7

selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Berbagai faktor seperti
faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan, mungkin lebih besar mengakibatkan
gangguan fungsi daripada penambahan usia itu sendiri. Di sisi lain, hubungan antara
usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak penyakit meningkat seiring
dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh menurunnya kemampuan
orang usia lanjut berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres psikologik.
Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas
fungsional baik pada tingkat selular maupun pada tingkat organ sejalan dengan
proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut
umumnya tidak berespon secara efektif terhadap berbagai rangsangan, internal atau
eksternal, seperti yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda. Menurunnya
kapasitas untuk berespons terhadap lingkungan internal yang berubah cenderung
membuat orang usia lanjut sulit untuk memelihara kestabilan status fisik dan kimiawi
dalam tubuh, atau memelihara homeostasis tubuh. Gangguan terhadap homeostasis
tersebut dapat memudahkan terjadinya disfungsi berbagai sistem organ dan turunnya
toleransi terhadap obat-obatan (8).
2.1.3 PERUBAHAN AKIBAT PROSES MENUA
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada
berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada
penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan
massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid
hipokampal, dan terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan
berubahnya neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi peningkatan
aktivitas monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi. Pada
fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual;
berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi
melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi; berkurangnya kemampuan
mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori. Kemampuan
mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat
kejadian yang baru saja terjadi. Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi
gelap; pengeruhan pada lensa; ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak
8

dekat (presbiopia); berkurangnya sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi.
Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral timbul pada funsgsi pendengaran.
Di samping itu pada usia lanjut terjadi kesulitan untuk membedakan sumber bunyi
dan terganggunya kemampuan membedakan target dari noise. Pada sistem
kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung (pacemaker) di nodus
SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri
bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-adrenergik
berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial natriuretic
peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer (9,10).
Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second
(FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan
fungsi silia dan meningkatnya volume residual. Adanya ‘ventilation-perfusion
mismatching’ yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia : 100 –
(0,32 x umur). Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah
ke hati, terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan
metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera pada
mukosa lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik,
berkurangnya kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium (11).
Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi
glomerulus (GFR) 10 ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya usia
seseorang. Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan
peningkatan relatif perfusi nefron jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic
hormone (ADH) sebagai respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya
ketergantungan prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi. Pada saluran
kemihdan kelamin timbul perpanjangan waktu refrakter untuk ereksi pada pria,
berkurangnya intensitas orgasme pada pria maupun wanita, berkurangnya sekresi
prostat di urin dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna serta
peningkatan volume residual urin. Toleransi glukosa terganggu (gula darah puasa
meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial meningkat 10 mg/dl/dekade).
Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1 berkurang. Penurunan yang
bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3, testosteron bebas
maupun yangbioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta peningkatan
9

hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon ovarium.
Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal,
berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal
(hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan
meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara
bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil
pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi,
meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolik
(berkurang 4%/dekade setelah usia 50). Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas
yang dimediasi sel, rendahnya produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi,
berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, berkurangnya produksi sel B oleh
sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam sirkulasi (12).
2.1.4 KONSEP MENUA SEHAT
Konsep menua sehat pada hakikatnya sesuai dengan slogan Tahun Usia
Lanjut WHO tahun 1982 adalah : “Do not put years into life, but life into years”,
yang berarti usia panjang tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia serta
mandiri sejauh mungkin, dengan mempunyai kualitas hidup yang baik. “Long life
without continous usefulness, productivity and good quality of life is not a
blessing”(13). Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetap sehat (healthy ageing).
Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Healthy ageing akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor : i) endogenic ageing, yaitu yang dimulai dengan
cellular aging, lewat tissue dan anatomical ageing ke arah proses menuanya organ
tubuh, proses ini seperti jarum jam yang terus berputar; ii) exogenic factor, yang
dapat dibagi dalam sebab lingkungan (environment) di mana seseorang hidup dan
faktor sosio budaya yang paling tepat disebut gaya hidup (life-style). Faktor exogenic
ageing ini, sekarang lebih dikenal dengan sebutan faktor risiko (14).

10

Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap healthy aging (14)
Selanjutnya menua sehat (healthy ageing) harus diikuti dengan menua-aktif
(active ageing). Menua-aktif adalah suatu proses yang mengoptimalkan kesempatan
untuk sehat, partisipatif dan kesejahteraan dalam tujuan meningkatkan kualitas hidup
saat seseorang menua. Menua aktif ini terjadi baik pada individu maupun
sekelompok orang. Kata aktif menunjukkan peran serta berkelanjutan dalam bidang
sosial, ekonomi, kultural, spiritual dan pemerintahan. Sedangkan kata sehat, merujuk
ke masalah kesehatan fisik, mental dan sosial seperti tercantum di definisi WHO
tentang arti sehat (13).

11

Gambar 2. The determinants of active ageing (13)
Sebenarnya menua sehat, ada dalam konsep menua aktif. Menjaga
kelangsungan otonomi dan kemandirian saat seseorang menjadi tua adalah tujuan
utama setiap orang. Istilah menua-aktif (active ageing) diambil dari WHO tahun
1990, yang lebih rinci dari menua-sehat, untuk mengenali faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi bagaimana proses penuaan seseorang atau sebuah populasi. Beberapa
contoh dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua sehat dan aktif disajikan
pada Gambar 2.(13)
Faktor pelayanan kesehatan dan sosial:
• Prevalensi yang masih tinggi dari infeksi/ penyakit menular
• Masalah malnutrisi
• Makin banyak penyakit-penyakit degeneratif
• Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih kurang
Faktor ekonomi:
• Menurunnya pendapatan
• Mungkin tidak memiliki asuransi atau pensiun
• Kebalikannya mungkin cukup mampu/ kaya sehingga mengundang risiko obesitas,
dan penyakit-penyakit lain akibat gaya hidup yang kurang baik.

12

Masalah-masalah lain menyangkut pendidikan seseorang, kepribadian yang
sehat dan berbahagia serta lingkungan yang ramah, mempunyai dampak yang besar
untuk menjadi tua sehat dan aktif.
Menurut WHO : biarpun gen mungkin berperan untuk terjadinya penyakit,
tetapi untuk sebagian besar penyakit, faktor external dan lingkungan mempunyai
peran yang lebih besar dibanding genetik dan internal. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan mencapai proses menua sehat dan aktif ini adalah juga
upaya pencegahan untuk penyakitpenyakit kronik degeneratif yang biasanya diderita
populasi lanjut usia

(13)

. Hubungan faktor-faktor risiko dan penyakit-penyakit

degeneratif ini dalam bentuk gambaran laba-laba seperti di bawah ini (Gambar 3)

Gambar 3. Spider model: the relationship between risk factors and degenerative
diseases (15)
II.2 ASUPAN MAKAN PADA LANSIA
Asupan makan adalah jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang untuk
memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari. Makanan memasok
energi yang menjadi kebutuhan kita melalui tiga jenisunsur gizi dasar penghasilan
energi yaitu karbohidrat, protein, lemak. Ketiga zat gizi tersebut sering disebut
dengan zat gizi makro. Makanan menyediakan nutrisi dari enam kelas yang luas:

13

protein , lemak , karbohidrat , vitamin , mineral , dan air . Karbohidrat dimetabolisme
untuk menyediakan energi. Protein menyediakan asam amino , yang dibutuhkan
untuk pembangunan sel, terutama untuk pembangunan sel otot. Esensial asam lemak
yang diperlukan untuk otak dan konstruksi membran sel. Vitamin dan mineral
membantu untuk menjaga keseimbangan elektrolit yang baik dan digunakan untuk
proses metabolisme. Serat makanan juga mempengaruhi kesehatan seseorang,
meskipun tidak dicerna ke dalam tubuh. The National Academy of Sciences dan
Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan pedoman untuk asupan makanan dari
semua nutrisi penting yang dikenal (16).
Asupan makanan menurun sesuai dengan bertambahnya usia, dan asupan
makan yang rendah menyebabkan hilangnya berat badan dan pada akhirnya akan
terjadi peningkatan risiko penyakit terkait gizi. Ingat bahwa tujuan utama dari
program gizi untuk orang tua adalah untuk meningkatkan kualitas hidup bukan hanya
memperpanjang. Oleh karena itu penting tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
energi yang memadai dan asupan gizi, tetapi juga makanan yang disukai. Ada
beberapa kemungkinan penyebab asupan makanan rendah, salah satunya adalah
nafsu makan yang menurun karena faktor psikologis seperti kehilangan dan depresi,
atau faktor fisiologis seperti gangguan sensorik. Rasa dan bau merupakan penentu
kunci dari palatabilitas makanan, dan karena itu penurunan fungsi penciuman atau
pengecapan seiring dengan penambahan usia akan mengurangi kenikmatan makanan,
dan dengan demikian nafsu makan dapat menurun (16).
Persepsi Sensorik sebagai Determinan Pilihan Makanan: Uni Eropa yang
menyatakan umur terkait gangguan sensorik telah terbukti menurunkan dan
kenikmatan makanan dan mengurangi asupan makan pada usia lanjut. Namun, efek
dari kehilangan sensori pada preferensi makanan dan pilihan makanan membentuk
tujuan utama dari Uni Eropa yang mendanai proyek (penuaan sehat: bagaimana
perubahan dalam fisiologi sensorik, psikologi sensorik dan kognitif sosio-faktor
mempengaruhi pilihan makanan), Tujuan utama adalah untuk menghasilkan data
ilmiah tentang hubungan antara fisiologi sensori dan asupan makan, dan
mengidentifikasi perubahan yang berkaitan dengan usia, akan dikembangkan untuk
mengukur kemampuan untuk merasakan sensasi beragam seperti bau, rasa makanan

14

dimulut dan tekstur makanannya. Tes-tes ini akan digunakan untuk menentukan
derajat dan perubahan yang terjadi pada proses penuaan. Tujuan kedua dari proyek
ini adalah untuk penelitian non-sensorik faktor yang dapat mempengaruhi pilihan
makanan, seperti harga, kemudahan kemasan, dari persiapan, porsi ukuran,
pengadaan makanan dan konteks sosial. Orang tua untuk makan sehat dan makanan
lainnya yang terkait dengan isu juga akan diselidiki di enam negara Eropa (Denmark,
Perancis, Irlandia, Spanyol, Swedia dan UK) dalam rangka untuk menentukan
bagaimana informasi gizi dapat menjadi yang terbaik dikomunikasikan untuk
populasi ini, dan bagaimana hambatan dapat diatasi (16,17).
 Tekstur dan Kesulitan Makan
Peran utama dalam program ini terletak pada persepsi menyelidiki tekstur dan
mengunyah kesulitan yang dihadapi oleh orang tua. Dibandingkan dengan
substansial jumlah pekerjaan yang diterbitkan pada bukti penurunan kepekaan
terhadap selera dan bau dengan penuaan, sedikit yang telah diterbitkan tentang
sensitivitas tekstur dan orang tua. Namun, kemampuan untuk melihat
karakteristik tekstur untuk memanipulasi berbagai makanan yang pantas cara
untuk efisiensi mengunyah maksimum merupakan faktor penting untuk
mempertimbangkan untuk pengalaman makan yang menyenangkan dan kualitas
hidup yang baik di usia tua. Tujuan dari studi tahun pertama adalah untuk
mengembangkan tes yang sah untuk mengukur kemampuan masyarakat dalam
hal persepsi tekstur dan mengunyah efisiensi, dan untuk menggunakan tes ini
untuk mengidentifikasi setiap perubahan di berbagai kelompok umur. Seratus
lima puluh satu hidup bebas relawan, berusia antara 20 dan 94, direkrut dan
tunduk pada serangkaian tes dalam wawancara individu 1 jam. Dua dari tes yang
paling menjanjikan untuk mengunyah efisiensi dan stereognosis lisan, yang rinci
di bawah ini (17,18).
 Efisiensi Mengunyah
Ada dua yang mendasari dalam kaitan fungsi pengunyahan dan lama usia. Yang
pertama adalah terkait dengan kesehatan gigi dan masalah pengunyahan yang
timbul karena gigi yang hilang, memakai gigi tiruan dan penurunan kekuatan
menggigit. Hal ini juga menyimpulkan bahwa efisiensi pengunyahan orang

15

berkaitan dengan sejumlah besar hilangnya gigi atau memakai gigi palsu yang
dilepas. Efisiensi mengunyah juga dapat dipengaruhi oleh penurunan dalam
menggigit dan mengunyah pada proses penuaan dan penurunan ini telah
dikaitkan dengan usia terkait juga terhadap perubahan kekuatan otot.
Mengunyah melibatkan dua proses dasar yang berkontribusi terhadap penciptaan
permukaan baru, yaitu pengurangan ukuran partikel dan pencampuran.
Memerlukan subyek untuk mengunyah makanan rapuh seperti kacang-kacangan
atau biskuit dan kemudian untuk meludah itu dalam rangka untuk mendapatkan
partikel untuk pengukuran. Sejumlah besar puing-puing dapat dibiarkan di
dalam mulut setelah menelan yang akan mempengaruhi hasil. Tes lain telah
dikembangkan baru-baru pertama oleh Liedberg & Owall dan kemudian
dimodifikasi oleh Prinz yang mengukur pencampuran makanan menggunakan
dua warna mengunyah permen karet untuk sejumlah tertentu. Mengunyah
permen karet merupakan bahan yang ideal untuk mempelajari proses
pencampuran, karena tidak ada pecahan, tetapi hanya menguleni dan lipat.
Selain itu, permen karet dapat dengan mudah pulih dan tersedia dalam berbagai
warna. Sebuah modifikasi lebih lanjut tes ini digunakan dalam penelitian ini
untuk mengevaluasi efisiensi mengunyah. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan yang sangat nyata dalam pencampuran dari dua warna mengunyah
permen karet dari muda sampai dewasa tua. Subjek memakai seluruh atau
sebagian gigi palsu dilepas menunjukkan efisiensi mengunyah lebih kurang
daripada usia cocok kelompok control (17,18).
 Penilaian Sensorik Oral
Proses pengunyahan juga sangat tergantung pada penilaian sensorik dari rongga
mulut. Reseptor dalam rongga mulut menanggapi tekanan, getaran, posisi,
orientasi spasial, nyeri dan suhu,serta rasa. Umpan balik taktil memungkinkan
penentuan makanan, posisi di mulut, gaya yang tepat dibutuhkan untuk
pengunyahan, dan dari pembentukan ukuran yang benar dan konsistensi untuk
menelan bolus.
Selain itu, umpan balik taktil dan proprioseptif memungkinkan halus
penyesuaian posisi lidah, bibir, pipi dan langit-langit yang tepat dibutuhkan
untuk artikulasi. Dilaporkan bahwa penurunan sensasi mulut disebabkan
16

pembentukan bolus dan gerakan yang buruk, perangkap makanan, pengusiran
makanan yang tidak direncanakan. Banyak tes telah dirancang untuk mengukur
ketajaman sensasi oral. Tes bentuk pengakuan lisan (stereognosis lisan) telah
dipraktekan sebagai alat untuk mengevaluasi tingkat sensorik lisan integritas.
Tes ini melibatkan identifikasi bentuk-bentuk di dalam mulut tanpa bantuan
manipulasi tangan. Sebuah skor tinggi dalam stereognosis lisan tes harus
menunjukkan bahwa subjek adalah menerima informasi akurat dari umpan balik
sensoris tentang apa yang terjadi di dalam mulut. Hal itu juga melaporkan bahwa
kemampuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk di mulut membaik dari kecil
hingga dewasa, tetap stabil pada dewasa muda dan kemudian memburuk dengan
bertambahnya usia. Hal ini mungkin berhubungan dengan penurunan pada epitel
disebabkan oleh penurunan jumlah ujung saraf yang terkait dengan usia. Sebuah
tes stereognosis oral dirancang untuk penelitian ini, menggunakan gula icing
huruf yang tersedia secara komersial. Lima huruf yang dipilih untuk identifikasi
dibuat lebih mudah dengan menghadirkan kartu dengan setiap huruf
menampilkan satu set sepuluh surat untuk memilih (17,18).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi penderita faktor
tersebut antara lain:
1) Keadaan Sosial Ekonomi. Keadaan sosial ekonomi berkaitan dengan
pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan
kesehatan.

Penurunan

pendapatan

dapat

menyebabkan

kurangnya

kemampuan dayabeli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpergaruhterhadap status gizi.
2) Faktor Psikologi Penderita. Orang yang sakit harus mengatur kehidupan yang
berbeda denganapa yang dialami setiap harinya. Terutama jumlah makanan
dan variasimenu untuk menimbulkan nafsu makan.
3) Keadaan Jasmani Orang Sakit. Keadaan jasmaniah orang sakit merupakan
faktor yang perlu diperhatikan karena menentukan bentuk atau kronis diit
yang akan diberikan, orang sakit yang dalam keadaan lemah dan kesadaran
menurun,memerlukan waktu yang khusus. Intensitas fisik sering dinyatakan
dengan istilah ringan, sedang atau moderate, keras atau vigorous dan sangat
17

keras. kategori intensitas ini dapat didefinisikan sebagai dengan pengertian
absolut dan relatif. Pengelompokan absolut yang sering dipakai untuk
intensitas aktifitas fisik adalah klasifikasi MET (metabolic energy turnover).
Satu MET sama dengan pengeluaran energipada saat istiraha, yaitu sekitar 3,5
ml O2/kg per menit. Klasifikasi MET merupakan alat yang berguna pada Saat
kita menghitung pengeluaran energi dari instrumenpengkajian subyektif
seperti buku harian dan kuesioner tentang aktifitas.
4) Riwayat terapi. Terapi diit memegang peran penting dalam proses
penyembuhan penyakit, jenis diit, penampilan dan rasa makanan yang
disajikan akan berdampak pada asupan makan. Variasi makanan yang
disajikan merupakan salah satu upaya untuk menghilangkan rasa bosan.
Orang sakitakan merasa bosan apabila menu yang dihidangkan tidak
menarik sehingga mengurangi nafsu makan. Akibatnya makanan yang
dikonsumsi sedikit atau asupan zat gizi berkurang (16,19).
II.2.1 KELOMPOK MAKANAN JENIS MAKANAN (19)


Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong,
talas, ubi-ubian, pisang, nangka, makaroni



Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur
unggas, ikan, baso daging



Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom



Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga,
nangka, pisang, awo, sirsak, semangka



Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri,
kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada



Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue
putu, risoles

18



Susu : susu kambing, susu kedelai, skim

II.2.2 PEMBAGIAN ZAT GIZI
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu:
1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
a. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung,
gandum, ubi, roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula,
sirup, madu dll.
b. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan,
mentega, margarine, susu dan hasil olahannya.
2. Kelompok zat pembangun
Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung
protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur,
kacangkacangan dan olahannya.
3. Kelompok zat pengatur
Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan
mineral, seperti buah-buahan dan sayuran(19)
2.2.3 KECUKUPAN GIZI (19)
Kebutuhan setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini:


Umur



Jenis kelamin



Aktivitas/kegiatan fisik dan mental



Postur tubuh



Pekerjaan



Iklim/suhu udara



Kondisi fisik tertentu



Lingkungan
19

2.2.4 PENILAIAN NUTRISI (16,17,19)
1) Asupan diet
Asupan makanan diukur dengan metode “Recall Diet on 24 hours” Metode recall
makanan merupakan tehnik yang paling sering digunakan baik secaraklinis
maupun penelitian. Metode ini mengharuskan pelaku mengingat semua makanan
dan jumlahnya sebaik mungkin dalam waktu tertentu ketika tanya jawab
berlangsun. Pengingatan sering dilakukan untuk 1-3 hari. Pada dasarnya
metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahanmakanan yang
dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan sedalam mungkin agar
responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan yangdikonsumsinya
beberapa hari yang lalu. Agar wawancara berlangsung sistematika yang
baik,maka terlebih dahulu perlu disiapkan kuesioner (daftar pertanyaan).
Kuesioner tersebutmengarahkan wawancara menurut urutan waktu makan
dan pengelompokkan bahan makanan. Kuantitas pangan direcall meliputi
semua makanan dan minuman yangdikonsumsi termasuk suplemen vitamin
dan mineral.
 Langkah-langkah metode Recall Nutrition
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan Recall Nutrition:
1) Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua
makanan atau minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga
(URT) selama kurun waktu 24 jam, 48 jam hingga 3 hari yang lalu tergantung pada
tujuan survei konsumsi makanan, kemudian petugas melakukan konversi dari Ukuran
Rumah Tangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring dan alat atau ukuran
lain yang biasa digunakan di rumahtangga ke dalam ukuran berat (gram).
Daftar URT digunakan dalam menaksirkan jumlah bahan makanan, bila
ingin mengkonversi dari URT kedalam ukuran berat (gram)dan ukuran
volume (liter ). Pada umumnya URT untuk setiap daerah dan rumah
tangga berbeda-beda, oleh karena itu sebelum menggunakan daftar URT
perlu dilakukan koreksisesuai dengan URT yang digunakan. Terutama untuk
ukuran ukuran potong, buah, butir, iris, bungkus, biji, batang, ikat dan lain-

20

lainnya, sehingga informasi dan pencatatan harus dilengkapi dengan besar
dan kecil ukuran bahan makanan atau makanan tersebut.
Untuk memudahkan dalam mengingat

kembali jumlah

makanan

yangdikonsumsi setiap orang maka diperlukan bantuan contoh bahan
makanan (food models) yang telah dibakukan beratnya.
2) Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan
Daftar KomposisiBahan Makanan (DKBM). DKBM adalah daftar yang
memuat susunan kandungan zat-zatgizi berbagai jenis bahan makanan atau
makanan. Zat gizi tersebut meliputi energi, protein,lemak, karbohidrat,
beberapa mineral penting (kalsium, besi), dan vitamin, (Vitamin A,Vitamin
B, Niasin dan Vitamin C).
3) Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
(DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia. Untuk
menilai tingkat konsumsi makanan diperoleh suatu standar kecukupan
yangdianjurkan atau Recomended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi
yang diteliti. Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan
saat ini secara nasional adalahWidya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI
tahun 1998.
Dasar penyajianAngka Kecukupan Gizi (AKG):
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kelompok umur
Jenis kelamin
Tinggi badan
Berat badan
Aktifitas Fisik
Kondisi fisik

Berhubung AKG yang tersedia bukan menggambarkan AKG individu,
tetapigolongan umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan standar.
Untuk menentukan AKG individudapat dilakukan dengan meletakkan
koreksi terhadap BB nyata individu/perorangantersebut dengan BB standar
yang ada pada tabel AKG. Menurut Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi
tahun 2004, Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk perorangan/individu
diperoleh dari perbandingan antara konsumsi zat gizidengan keadaan gizi
seseorang. Caranya yaitu dengan membandingkan pencapaian konsumsizat
gizi individu tersebut terhadap AKG Menurut Depkes RI (1990) bahwa
21

klasifikasi tingkat konsumsi makanan di bagimenjadi empat dengan cut of
points sebagai berikut:
-

Baik : 100% AKG
Sedang : 80± 99 % AKG
Kurang : 70 ± 80% AKG
Defisit : < 70%

 Kelebihan dan Kekurangan Recall Nutrition
A. Kelebihan dari metode Recall Nutrition adalah :
- Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden
- Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat
-

yang luas untuk wawancara
Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
Dapat memberikan gmbaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu

sehinggadapat dihitung intake zat gizi sehari
B. Kekurangan dari metode Recall Nutrition adalah:
- Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu
respondenharus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak
cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas
-

70 tahun dan orangyang hilanh ingatan atau orang yang pelupa
The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus

-

untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate)
dan bagi responden yanggemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).
Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakanalat-alat bantu URT dan ketetapan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarkat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat
menanyakan apa-apayang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-cara
pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara

-

umum
Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian. Untuk pada saat panen, hari pasar, hari akhir pecan, pada saat melakukan
upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

 Kesalahan Pengukuran Dalam Penilaian Diet
1) Kesalahan sistematik dan kesalahan acak bisa terjadi selama pengukuran
konsumsimakanan dan asupan gizi. Tingkat dari kesalahan ini bisa

22

berubah dengan penggunaan metode dan populasi serta studi gizi. Tipe
dari kesalahan pengukuran dapat diminimalkanoleh mutu menggabungkan
prosedur control pada waktu proses pengukuran.
2) Kartu Menuju Sehat untuk Lansia
3) Pengukuran komposisi tubuh
Indeks massa tubuh (BMI), sebuah indikator lemak tubuh, dihitung
menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan.

SURVEY ASUPAN GIZI LANSIA DI JAKARTA SELATAN
Puskesmas

:

Hari/Tanggal

:

Nama Responden

:

Jenis kelamin

:

Kode subyek

:

Alamat

:

RT/RW

:

Kelurahan

:

Kecamatan

:

No. Telp

:

Pewawancara

:

L/P

Umur :

(Ttd)
Repeat 24HR

:

(

) Ya, hari/tanggal:……………………………..

(

) Tidak

FORMULIR 24 HOUR RECALL
(Catatan : asupan makanan/minuman KEMARIN mulai bangun pagi hingga tidur malam)

23

Tempat

Waktu

Nama
makanan
minuman

atau

Bahan/merek

Jumlah

Pertanyaan tambahan
Apakah konsumsi tersebut lain dari biasanya? Ya (…….) Tidak (…….)
Jika ya, dalam hal apa berbeda (jelaskan) :………………………………...................................
Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi suplemen vitamin/mineral? (dalam 1 bulan terakhir)
Jika ya, sebutkan jenisnya (dengan merk jika ingat) dan berapa kali per hari atau minggu.
Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali per hari/minggu

24

Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali per hari/minggu
Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali per hari/minggu
Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi obat-obatan secara rutin dalam 1 bulan terakhir (Y/T)?

II.3 AKTIVITAS FISIK
Aktivitas fisik berfungsi untuk meningkatkan pengelolaan kondisi kronis dan
penurunan keterlambatan dalam fungsi pada populasi dewasa yang lebih tua.
Indikator saat ini, bagaimanapun, menunjukkan bahwa kurang dari 20% dari orang
dewasa AS yang lebih tua usia lebih dari 64 tahun terlibat dalam jumlah dokter bedah
umum direkomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik, dan hanya 11% yang
terlibat dalam pelatihankekuatan. Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada minat
yang tumbuh dalam pendekatan komprehensif untuk mencegah dan mengelola
penyakit kronis yang menekankan pada manajemen diri. Elemen penting dari
pendekatan manajemen diri adalah pelacakan proses penting dan hasil melalui
pendaftar penyakit dan menghubungkan praktek klinis untuk masyarakat berbasis
sistem pendukung, sebagaimana dicontohkan dalam Model Perawatan kronis. Dalam
pekerjaan kami dengan program dukungan masyarakat yang melengkapi praktek
klinis, termasuk yang mempromosikan aktivitas fisik untuk orang dewasa, kami telah
menemukan bahwa integrasi perawatan membutuhkan langkah-langkah umum dari
variabel kunci di kedua pengaturan klinis dan program bantuan masyarakat. Saat ini,
tidak ada laporan yang diterbitkan membandingkan validitas dari langkah-langkah
yang umum digunakan aktivitas fisik dengan ukuran, lebih rinci divalidasi tingkat
aktivitas

yang

sebenarnya

pada

orang

dewasa

yang

lebih

tua.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengembangkan sebuah alat, pendek
dikelola sendiri, dan dengan mudah mencetak gol yang dapat digunakan dalam
pengaturan klinis untuk menilai dan memantau tingkat aktivitas fisik orang dewasa
(berusia 50 tahun dan lebih tua), dan 2) membandingkan akurasi alat baru dengan
Penilaian Pasien-berpusat dan Konseling untuk Latihan (PACE), ukuran tingkat dan
tahap kesiapan untuk terlibat dalam aktivitas fisik yang saat ini digunakan oleh

25

dokter, dan ukuran aktivitas yang digunakan dalam Faktor Risiko Perilaku
Surveillance System (BRFSS) untuk tingkat populasi pemantauan aktivitas fisik
antara orang dewasa terhadap kriteria mengukur Program Kegiatan Komunitas Sehat
Model untuk Lanjut Usia (Champs). Merupakan ukuran aktivitas saat ini digunakan
untuk konseling klinis dengan menggunakan PACE, dan penggunaan BRFSS saat ini
digunakan untuk pengawasan (20).
Alat untuk Penilaian Cepat terhadap Aktivitas Fisik (Rapa) yang
dikembangkan berdasarkan Centers for Disease Control dan (CDC) Pencegahan
pedoman dari 30 menit atau lebih dari aktivitas fisik moderat pada setiap atau hari
yang paling dalam seminggu dan termasuk pertanyaan tambahan ditambahkan ke
menilai kekuatan dan fleksibilitas karena asosiasi kegiatan ini dengan mencegah
jatuh. Instrumen ini dirancang sesuai dengan kriteria yang dijelaskan oleh Dillman
dengan penekanan pada beban kognitif dari pertanyaan, respon tata letak, format
respon, jumlah ruang putih, ukuran font, urutan pertanyaan, pengulangan instruksi,
dan jenis contoh yang diberikan. Setelah draft awal dari instrumen selesai, panel
pakar berkumpul kembali untuk

mendiskusikan item.

Kelompok fokus

Lima

kelompok fokus, dengan tiga sampai dua belas peserta di masing-masing, dilakukan
untuk menilai dimengerti instrument, konten, kemudahan penyelesaian, dan budaya
relevansi. Perekrutan melalui praktek gerontologia lokal di Kesehatan Kelompok
Koperasi, pusat senior, dan gereja-gereja di wilayah Seattle. Peserta kelompok fokus
adalah 24% Latino, Vietnam 20%, 26% Cina-Amerika, 26% putih, dan 4% Afrika
Amerika. Tiga kelompok fokus adalah

dilakukan dalam bahasa Inggris, salah

satunya dilakukan di Spanyol, dan dua dilakukan di Vietnam. Beberapa versi dari
instrumen baru dikembangkan dipresentasikan untuk memfokuskan kelompok untuk
penyelesaian dan diskusi. Semua peserta disukai

versi dari kuesioner yang

mencakup tertulis deskripsi dan representasi bergambar dari tingkat aktivitas fisik
(ringan, sedang, dan kuat), dan

disukai mayoritas format respon dikotomis.

Wawancara kognitif Kognitif pembekalan adalah metode dimana individu-individu
menilai relevansi, pentingnya, dan kemudahan pemahaman langkah-langkah (21).
Pada langkah ini kita melakukan satu-satu wawancara dengan 12 orang
dewasa berbahasa Inggris yang lebih tua. Peserta disajikan versi kuesioner yang
26

telah direvisi berdasarkan masukan dari kelompok fokus. Peserta diminta untuk
berpikir keras saat mereka menjawab kuesioner. Setelah menyelesaikan instrumen,
mereka ditanya apakah mereka berpikir pertanyaan yang mudah untuk mengerti,
apakah pertanyaan tersebut bisa worded lebih jelas, apakah pilihan-pilihan respons
yang tepat dan

mudah dimengerti, atau jika mereka punya saran lain untuk

membuat instrumen lebih mudah untuk memahami dan lengkap. Proses penjelasan
kognitif dihentikan setelah 12 tua orang dewasa diwawancarai karena tidak ada
informasi baru yang menimbulkan. Perbaikan untuk instrumen dibuat berdasarkan
komentar dari peserta dan para ahli aktivitas fisik dan ilmu mengenai usia. Versi
terakhir dari RAPA adalah sembilan-item kuesioner dengan pilihan respon ya atau
tidak untuk pertanyaan yang mencakup berbagai tingkat fisik kegiatan dari menetap
untuk reguler fisik yang kuat kegiatan serta pelatihan kekuatan dan fleksibilitas. Para
instruksi untuk menyelesaikan kuesioner memberikan deskripsi singkat dari tiga
tingkat aktivitas fisik (Ringan, moderat, dan berat) dengan penggambaran grafis dan
teks dari jenis kegiatan yang termasuk dalam kategori masing-masing. Para total
skor tujuh item pertama adalah dari 1 sampai 7 poin, dengan skor responden
dikategorikan ke dalam salah satu dari lima tingkat aktivitas fisik: 1 = menetap, 2 =
kurang aktif, 3 = biasa kurang aktif (aktivitas ringan), 4 kurang aktif = biasa, dan 5 =
rutin aktif. Responses to kekuatan pelatihan dan fleksibilitas item dinilai secara
terpisah, dengan latihan kekuatan = 1, fleksibilitas = 2, atau keduanya = 3. Dokter
dianjurkan untuk menggunakan informasi ini untuk melakukan percakapan singkat
dengan mereka tentang tingkat mereka saat ini aktivitas fisik.
Bentuk Champs (9-11) digunakan sebagai kriteria laporan diri mengukur
validasi kuesioner Rapa karena sebelumnya telah divalidasi terhadap ukuran yang
obyektif dari aktivitas fisik. Kuesioner Champs dikembangkan sebagai ukuran
penelitian dan dirancang untuk memberikan perkiraan yang akurat dari pengeluaran
kalori untuk semua jenis kegiatan. Ini telah terbukti valid, dan sensitif terhadap
perubahan (10). Jumlah pertanyaan pada kuesioner ini, tidak praktis untuk digunakan
dalam pengaturan klinis. Kegiatan Champs diberi skor sebagai variabel untuk
menentukan pengeluaran kalori per minggu. Untuk menilai validitas diskriminan dari
tiga; aktivitas tindakan fisik, analisis kelompok yang dikenal dibandingkan

27

pengeluaran kalori rata-rata antara peserta yang melakukannya dan tidak memenuhi
aktivitas fisik CDC standar 30 menit aktivitas tengah 5 hari perminggu atau 20 menit
aktivitas kuat 3 hari per minggu. Standar ini digunakan sebagai ambang batas
aktivitas fisik dalam semua analisis. Individu dikatakan melakukan aktivitas fisik
dalam ambang batas jika jumlah kegiatan Champs moderat setidaknya 5 hari per
minggu untuk total 3 jam atau lebih per minggu, atau jumlah dari kegiatan Champs
kuat berada di minimal 3 hari per minggu selama 1 jam atau lebih per minggu.
Ukuran untuk menjadi nilai sebagai alatpenilaian,perlu menunjukkan sifat prediktif
yang baik. Untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan negatif
nilai prediktif dari Rapa, Champs yang mencetak sebagai variabel dikotomis untuk
mendefinisikan tingkat aktivitas fisik baik sebagai moderat atau kuat. Sedang
intensitas kegiatan yang didefinisikan oleh metabolik setara nilai (METs) 3,0-4,9,
dan vigorousintensity kegiatan didefinisikan oleh METs 5.0 atau lebih besar.
Pertanyaan-pertanyaan pada baik Rapa dan PACE itu mencetak gol dan dikodekan
pada skala 5-point sehingga sebagai jumlah, frekuensi, dan intensitas aktivitas fisik
meningkat, skor meningkat (misalnya, Rapa = "Saya hampir tidak pernah melakukan
apapun fisik kegiatan "= 1;" Saya melakukan 30 menit atau lebih per hari moderat
aktivitas fisik 5 atau lebih hari per minggu "= 5). Pada BRFSS diskor pada skala 1
sampai 3, dengan 1 = tidak terlibat dalam aktivitas sedang atau kuat selama
setidaknya 10 menit pada suatu waktu; 2 = terlibat dalam beberapa kegiatan, tetapi
tidak secara teratur, dan 3 = terlibat dalam kegiatan moderat 5 atau lebih hari per
minggu selama paling sedikit 30 menit per hari atau kuat kegiatan 3 hari atau lebih
per minggu selama paling sedikit 20 menit per hari. Kriteria validitas aktivitas fisik
singkat tiga tindakan dinilai dengan menghitung Spearman rankorder koefisien
korelasi antara tiga fisik kegiatan mengukur dan kalori menengah Champs
pengeluaran dan pengeluaran kalori total. Perbedaan dalam korelasi dinilai dengan
menggunakan prosedur uji T dijelaskan oleh Blalock (18). Diharapkan bahwa Rapa
akan secara signifikan berkorelasi dengan kedua menengah dan total pengeluaran
kalori. Pembacaan ins