Good Corporate Governance GCG dalam Isla (1)

BAB I
PENDAHULUAN
Salah

satu

upaya

untuk

meningkatkan

kinerja

suatu

perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate
Governance

(GCG).


Penerapan

Good

Corporate

Governance

(GCG)

merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan
dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan
adanya

tanggung

jawab

sosial


perseroan

terhadap

pihak

yang

berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.
Hal

mengenai

Good

Corporate Governance

mulai


terdengar

di

Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia
mengalami

krisis

ekonomi

yang

Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia

berkepanjangan.
butuh

waktu


yang lama. Lamanya perbaikan ni disebabkan karena masih lemah dan
kurangnya perusahaan di Indonesia dalam menerapkan Good Corporate
Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma pada tahun
2002

yang

terjadi

akibat

adanya

manipulasi

laporan keuangan. Hal ini semakin menambah perhatian para pelaku dunia
usaha dan pihak regulator akan penerapan Good Corporate Governance di
Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat mengubah cara
mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka untuk lebih
transparan dan menciptakan korporat yang sehat. Penerapan prinsip Good

Corporate Governance

(GCG)

dalam

dunia

usaha

di

Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan aktivitas bisnis,
agar perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dapat terus bersaing
dan bertahan dalam persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif
sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan
sistem

yang

mengatur

dan

mengendalikan

perusahaan

yang

menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua

stakeholder

(Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam


konsep ini,

pertama,

pentingnya

hak

informasi dengan benar
kewajiban

pemegang

saham

untuk

memperoleh


dan tepat pada waktunya dan kedua,

perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure)

secara akurat, tepat waktu, transparan

terhadap semua informasi

kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Good Corporate
Governance dalam Islam itu memiliki perbedaan, GCG dalam islam
memiliki fitur unik dan menyajikan karakteristik khas dibandingkan
dengan

konsep

barat

Anglo-Saxon

dan


model

Eropa.

Ini

menggabungkan unsur Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara
tujuan pribadi tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan.
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi
tunggal. Komite Cadbury, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa
yang dikenal dengan sebutan Cadbury Report mengeluarkan definisi
tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadbury, GCG adalah prinsip
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
1

keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan

pertanggungjawabannya


kepada

para

shareholder

khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang
Saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001)
punya definisi lain, menurut mereka pengertian Good Corporate
Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan
intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan. Menurut Bank Dunia, Good Corporate
Governance

peraturan

(GCG)

yang

adalah

mengisi

kumpulan
dan

dari

mendorong

hukum,
kinerja

regulasi
sumber

dan
daya

perusahaan agar berfungsi secara efisien.
Sementara itu, menurut keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara No: KEP/117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktik Good
Corporate Governance (GCG) pada badan usaha milik Negara maka
ditetapkan bahwa GCG adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha
dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham

dalam

jangka

panjang

dengan

tetap

memperhatikan

kepentingan stakeholders lainnya (Sedarmayanti:2007)
Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di tanah air,
secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai ‘pengaturan’.
Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut ‘tata
pamong’ atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih
terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu.
2

Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG
diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam
terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah
yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan,
sistem dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan (BOD,
BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham
secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan

kepentingan

stakeholder

lainnya,

berlandaskan

peraturan dan norma yang berlaku.
Dari definisi tentang Corporate Governance diatas, maka dapat
diketahui adanya aspek-aspek penting dari

Corporate Governance

yang perlu dipahami oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam
dunia bisnis adalah:
1. Adanya

keseimbangan

hubungan

antara

organ-organ

perusahaan diantaranya yaitu Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Komisaris, dan Direksi.
2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas
bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder.
3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi
yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai
perusahaan.
4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham,
terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham
asing melalui keterbukaan informasi yang materiil dan relevan.

2.2 Good Corporate Governance dalam Islam
Konsep tentang Good Corporate Governance secara universal
sangat erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada. Prinsip
Good Corporate Governance ternyata selaras dengan ajaran agama
islam. Meskipun Islam selalu memperkenalkan etika yang baik, moral
yang

kuat,

integritas,

serta

kejujuran,

tidaklah

mudah

untuk
3

menggabungkan nilai-nilai etika seperti itu menjadi Good Corporate
Governance yang islami. Akibatnya, dalam prakteknya, sebagian besar
dari perusahaan ‘Islam’ menggunakan standar tata kelola perusahaan
konvensional yang mungkin tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam.
Perspektif Islam melihat tata praktek perusahaan sebagai kewajiban
Muslim kepada Allah, sehingga mengarah kepada kontrak 'implisit'
dengan Allah dan kontrak eksplisit dengan manusia.
Good Corporate Governance dalam islam memiliki fitur unik dan
menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep barat
Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur Tauhid,
Syura,

aturan

syariah

dan

memelihara

tujuan

pribadi

tanpa

mengabaikan tugas sosial kesejahteraan. Islam juga percaya bahwa
kegiatan sehari-hari seseorang dan transaksi perusahaan harus
didasarkan pada nilai-nilai kejujuran, ketegasan, rasa hormat, keadilan,
toleransi, kesabaran, dan kejujuran, bukan kebohongan, keangkuhan,
pembangkangan, iri, dengki, fitnah dan membesarkan diri (MK Hassan,
2002). Ini juga harus diwujudkan dalam keterlibatan individu pada
kegiatan usaha dan operasi serta hubungan mereka dengan semua
stakeholder masing-masing. Secara keseluruhan, pandangan Islam
tentang

tata

kelola

perusahaan

lebih

komprehensif

daripada

pandangan stakeholder dan erat kaitannya dengan nilai-nilai etika
dalam Islam.
Umar M. Chapra dalam Islam and Economic Challenge (2002)
menyatakan bahwa dalam sistem ekonomi islam yang telah diterapkan
pada beberapa negara muslim antara lain menggunakan prinsip
syariah yang lebih menekankan pada aspek harmoni. Prinsip syariah
erat hubungannya dengan GCG, karena lebih menekankan pada bagi
hasil (profit sharing) yang berarti lebih menonjolkan aspek win-win
solution, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam berbisnis.
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di lembaga keuangan
islam perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan yang sesuai
4

dengan nilai-nilai yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun
nilai-nilai GCG yang berlaku umum didalam mejaga stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan.

2.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate
Governance (GCG) yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu

keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan.

Dalam

hubungannya

dengan

islam,

konsep

transparency (keterbukaan informasi) telah diungkapkan oleh
Allah dalam potongan ayat berikut:

‫مننوُۡيا ا ذ ه‬
ُ‫فاكت ننبوُۡه ن هولۡهيكَۡنتب‬
ۡ ‫مىًّ ه‬
‫يييـا هي يهها ال ل ذ‬
‫ن ا ذل آىًّ ا ه ه‬
‫داهينۡنتمُۡ ب ذ ه‬
‫ذا ت ه ه‬
‫م ه‬
‫س م‬
‫ل ي‬
‫ن اا ه‬
‫ج ن‬
‫ذيۡ ه‬
‫ديۡ ن‬
‫ب ه‬
‫كَمُۡ ه‬
‫لبيۡن ه ن‬
..…ُۡ‫هّٰهفلَۡهيكَۡنتب‬
‫بُ هانَۡ ليكَۡت ن ه‬
‫كات ذ ب‬
‫لوههل هياۡ ه‬
‫كات ذ ب‬
‫هّٰ اللَ ال ن‬
‫م ن‬
‫ما ع هلَ ل ه‬
‫بُ ك ه ه‬
‫بُۢ ذبالۡهعدۡ ذ‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi
tempo hingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah
kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar).
Dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana
Allah telah mengajarkannya…...” (Q.S. Al-Baqarah:282)
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility

(pertanggungjawaban),

yaitu

kesesuaian

(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Prinsip ini sangat dianggap sebagai suatu perbuatan yang baik
dalam islam, sehingga setiap individu dalam perusahaan harus
5

memiliki rasa pertanggungjawaban yang tinggi dalam pekerjaan
mereka sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an
berikut:

‫من ات ذ ن‬
‫سوُۡ ه‬
﴾﴾۲۷﴿ َ‫موُۡن‬
‫ل وهت ه ن‬
‫مننوُۡا هل ت ه ن‬
‫يييـا هي يهها ال ل ذ‬
‫هّٰ هواللر ن‬
‫كَمُۡ وههانۡـنتمُۡ هتعۡلَ ه ن‬
‫خوُۡننوُۡيا ا ه ا‬
‫خوُۡننوُا اللَ لا ه‬
‫ن اا ه‬
‫ذيۡ ه‬
“Hai

orang-orang

yang

beriman,

janganlah

kamu

mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu

mengkhianati

amanat-amanat

yang

dipercayakan

kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. Al Anfaal:27)
4. Independency
perusahaan

(kemandirian),
dikelola

secara

yaitu

suatu

keadaan

profesional

tanpa

dimana
benturan

kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang
tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5.

Fairness (kesetaraan dan kewajaran),

yaitu perlakuan yang adil

dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan

perjanjian

serta

peraturan

perundangan

yang

berlaku. Dalam Al-Qur’an, prinsip fairness ini dijelaskan dalam
surat An-Nisaa ayat 58 :

‫ح ه‬
‫منر ن‬
‫ت ا ذل ٓاىًّ هاهَۡلَ ذهها ۙ وها ذ ه‬
َۡ‫س هان‬
ۡ ‫هّٰ ه‬
‫من ا ذ‬
‫ذا ه‬
‫اذ ل‬
‫كمُۡ هانَۡ ت نؤ هيدوا الۡا ه ا‬
‫يا ن‬
‫نَ اللَ ال ه‬
‫كَمۡت نــمُۡ هبيۡۡ ۡ ه‬
‫ن الن لــا ذ‬
‫هّٰ ه‬
‫ما ي هعذظ ن ن‬
﴾۵۸﴿ ‫صيۡعرا‬
‫ميۡعۢعا ب ه ذ‬
‫س ذ‬
‫كا ه‬
‫كَمُۡ ذبهّٰا ذ ل‬
‫ل اذ ل‬
‫نَ ه‬
‫نَ اللَ ال ه‬
‫هّٰ ن ذعذ ل‬
‫نَ اللَ ال ه‬
‫هتحَۡكَ ن ن‬
‫موُۡا ذبالۡهعدۡ ذ‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan

dengan

adil.

Sesungguhnya

Allah

memberi

pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisaa:58)
Dalam

mengurus

perusahaan,

prinsip

prinsip

GCG

diatas

sebaiknya diimbangi dengan Good Faith (bertindak atas itikad baik)
6

dan kode etik perusahaan serta pedoman Corporate Governance, agar
visi dan misi perusahaan dapat terwujud. Pedoman
Governance

Corporate

yang telah dibuat hendaknya dijadikan kode etik

perusahaan yang dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk
melaksanakan GCG secara konsisten dan konsekuen. Hal ini penting
karena mengingat kecenderungan aktifitas usaha yang semakin
mengglobal dan dapat dijadikan sebagai ukuran perusahaan untuk
menghasilkan suatu kinerja perusahaan yang lebih baik.
Melalui

pemenuhan

kepentingan yang seimbang,

benturan

kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan dan
dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan timbulnya
kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi antara
implementasi prinsip-prinsip GCG didalam suatu perusahaan dengan
kepentingan para pemegang saham, kreditor, manajemen perusahaan,
karyawan perusahaan, dan tentunya para anggota masyarakat,
merupakan indikator tercapainya keseimbangan kepentingan.

2.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Prinsip Good Corporate Governance diharapkan menjadi titik
rujukan pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun kerangka
kerja penerapan Corporate Governance. Bagi pelaku usaha dan pasar
modal, prinsip ini dapat menjadi pedoma mengelaborasi praktek
terbaik bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan perusahaan.
Dalam keputusan BUMN Nomor: Kep.117/M-MBU/2000 diutarakan
bahwa penerapan Good Corporate Governance pada BUMN, bertujuan
untuk :
1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab,
dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik
secara nasional maupun internasional.
7

2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan
efisien,

serta

memberdayakan

kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ

dalam

fungsi

dan

membuat

meningkatkan
keputusan

dan

menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan

terhadap

peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggug jawab sosial BUMN
terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi.
Penerapan Good Corporate Governance dapat meningkatkan nilai
perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi
risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan denga keputusan yang
menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governace dapat
meningkatkan kepercayaan investor. Corporate Governance yang
buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor, lemahnya praktik
Good Governance merupakan salah satu faktor yang memperpanjang
krisis ekonomi di negara kita.
Esensi Good Corporate Governance adalah peningkatan kinerja
perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen
dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap

shareholder

dan

pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Disamping hal tersebut
Corporate Governance juga mempunyai manfaat. Menurut FCGI (2001)
manfaat dari penerapan GCG adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan
kepada stakeholders.
8

2. Mempermudah

diperolehnya

dana

pembiayaan

yang

lebih

murahsehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan
karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan
dividen.
Manfaat Good Corporate Governance (GCG) ini bukan hanya
untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar
utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar
pemenang era persaingan global.

2.5 Etika

Bisnis

dan

Penerapan

Good

Corporate

Governance
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah
satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut
menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etika bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah
mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan akan berusaha memahami dan
berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak
boleh” dilakukan dalam aktivitas ekonomi perusahaan. Pelanggaran
atas kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori yang melanggar hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan

9

Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat penting
untuk

mempertahankan

dan

memajukan

reputasi

perusahaan

sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab,
dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(stakeholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab,
saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Beberapa contoh etika
yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan
(conflict of interest).
- Informasi rahasia
Seluruh

karyawan

harus

dapat

menjaga

informasi

rahasia

mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi
rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia
dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga
bagi

pihak

lain

dan

pemiliknya

melakukan

tindakan

yang

diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu
dilakukan oleh karyawan yaitu harus melindungi informasi rahasia
perusahaan dan termasuk Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) serta
harus member respek terhadap hak yang sama dari pihak lain.
- Conflict of Interest
Seluruh karyawan dan pimpina perusahaan harus dapat menjaga
kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan dengan
perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila
karyawan dan pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung
maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil
suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil
secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan
perusahaan.
- Sanksi

10

Setiap karyawan dan pemimpin perusahaan yang melanggar
ketentuan dan kode etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang
tegas sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku di
perusahaan,

misalnya

pemecatan.

Beberapa

tindakan

disipliner

tindakan

karyawan

termasuk
dan

sanksi

pimpinan

perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode
etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahkan asset
milik perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi,
secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan
tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset perusahaan.

2.6 Pihak yang Berpengaruh
Beberapa jabatan berikut ini sudah semestinya menguasai apa itu
GCG/Good Corporate Governance, diantaranya:











Dewan Komisaris,
Direksi,
Corporate Secretary,
Komite Audit,
Komite GCG,
Bagian Legal dan Compliance,
Internal Audit perusahaan BUMN & Swasta,
Dana Pensiun,
Yayasan/Koperasi,
Dan siapapun yang hendak mengimplementasikan GCG.

2.7 Tahap-tahap Penerapan GCG
Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah
penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat
berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat
kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan
mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada
umumnya

perusahaan-perusahaan

yang

telah

berhasil

dalam

menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000;
Shaw,2003).

Pada

umumnya

perusahaan-perusahaan

yang

telah
11

berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut
(Chinn, 2000; Shaw,2003).
Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2)
GCG assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness building
merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti
penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini
dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari
luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya
untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan
dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan
titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkahlangkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur
perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan
kata

lain,

GCG

assessment

dibutuhkan

untuk

mengidentifikasi

aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu,
dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya.
GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment
dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan
dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual
atau pedoman implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual
dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar
perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organorgan perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan,
mencakup berbagai aspek seperti:


Kebijakan GCG perusahaan



Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan



Pedoman perilaku



Audit commitee charter
12



Kebijakan disclosure dan transparansi



Kebijakan dan kerangka manajemen resiko



Roadmap implementasi

Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya
adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3
langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh
perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG
khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi
perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu,
langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah
satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan
pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun.
Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan
dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup

pula

upaya

manajemen

perubahan

(change

management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan
oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi.
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG
di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai
peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa
penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu
kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar benar tercermin
dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur
dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas
13

penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen
melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada.
Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa
audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang
melakukan scoring. Evaluasi dalam bentukassessment, audit atau
scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang
diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan
memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan
dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikanperbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

2.8 Penerapan GCG di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari
delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas teutama dalam
merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea Selatan,
Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an
dipandang sebagai “The Asian Tiger”, harus mengakui bahwa pondasi
ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis
politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita
sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang
amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah
terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak
perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan
yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara
ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai
dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi
sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat
pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)
menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di
Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi;
14

kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga;
inefisiensi

dan

rendahnya

transparansi

mengenai

prosedur

pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu
tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima,
ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini
yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip
dan praktek good corporate governance oleh komunitas bisnis dan
publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional
masih

menempatkan

Indonesia

pada

urutan

bawah

rating

implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA,
Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.
Penerapan
diperkuat

dengan

Good Corporate Governance di Indonesia telah
kapastian

hukum,

dengan

lahirnya

peraturan

perundangan antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana

Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001.
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000
tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good
Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal
1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000
tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate
Governance yang baik di semua BUMN.

15

6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal
Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN.
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000
tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi
Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan Penerapan GCG.
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Perseroo) Nomor. 520/S-KU/2000
tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit. 9.
Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201
tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan Moral Pos Indonesia.
BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).

2.9 Contoh Penerapan
Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Muamalat
Pelaksanaan

Tata

Kelola

Perusahaan

di

Bank

Muamalat

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Muamalat Spirit sebagai
semangat dan landasan moral untuk mencapai visi dan misi Bank
Muamalat yang dijalankan melalui pengabdian serta ketaatan kepada
Allah SWT. Semangat inilah yang menjadi dasar bagi pengelolaan
usaha, aktivitas dan bisnis di Bank Muamalat. Dengan komitmen yang
tinggi,

Bank

Muamalat

berupaya

agar

selalu

konsisten

dalam

menerapkan dan meningkatkan implementasi GCG.
Seperti halnya Muamalat Spirit yang merupakan bagian tak
terpisahkan

dari

pelaksanaan

GCG,

langkahTransformasi yang

dilakukan oleh Manajemen Bank sejak tahun 2009 merupakan upaya
untuk lebih memacu pelaksanaan tata kelola perusahaan yang lebih
baik di Bank Muamalat, disamping terus mengembangkan budaya
kepatuhan serta meningkatkan kesadaran akan risiko yang dihadapi.
Adapun pengertian inti dari Muamalat Spirit adalah semangat
yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi,
akuntabilitas,

responsibilitas,

professional

atau

16

independensi, fairness dan sikap kepedulian yang dijalankan secara
Islami.
Kewajiban untuk melaksanakan serta menyampaikan laporan
GCG kepada Bank Indonesia, telah dilakukan Bank Muamalat secara
berkesinambungan dengan pelaksanaan yang semakin baik. Hal ini
merupakan wujud dari komitmen Bank Muamalat dalam melaksanakan
Peraturan

Bank

Indonesia

(PBI)

No.

11/33/PBI/2009

tanggal

7

Desember 2009 dan Surat Edaran (SE) BI No.12/13/DPbS tanggal 30
April 2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) terutama Pasal 62
dan Pasal 63 mengenai kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan
Pelaksanaan

GCG

kepada

Bank

Indonesia

(BI)

dan

pemangku

kepentingan lainnya.
Dalam

melaksanakan

GCG,

Bank

Muamalat

tidak

hanya

berpedoman pada ketentuan dan peraturan yang mengatur tentang
pelaksanaan GCG sebagaimana disebutkan di atas, namun juga
berpedoman pada ketentuan internal dan peraturan perundanganundangan yang berlaku lainnya.
Penerapan Good Corporate Governance pada PT Pertamina
Sebagai perusahaan besar, PT Pertamina (Persero) harus mampu
menjadi perusahaan yang menjadi ikon Good Corporate Governance
(GCG). Dengan diterapkannya GCG atau Tata Kelola Korporasi yang
Baik di Pertamina, maka secara umum kondisi GCG di kalangan BUMN
diharapkan akan terdorong baik. Berbagai upaya untuk mencegah
kasus pelanggaran GCG telah dilakukan perusahaan. Salah satunya
dengan membentuk Satuan Pengawasan Internal (SPI). Sejumlah
evaluasi internal maupun eksternal dilakukan. Dan terakhir kali, PT.
Pertamina sudah mencapai indeks GCG 74. SPI akan mendorong dan
melakukan evaluasi atas apa yang dilakukan oleh seluruh pekerja,
apakah GCG itu benar-benar dijalankan atau tidak.

17

Manajemen GCG nantinya akan menerima pengaduan dengan
whistle blower system yang akan diterapkan, selanjutnya tugas SPI
melakukan

audit

pendalaman

(khusus)

untuk

membedah

permasalahan tersebut secara komprehensif. Selanjutnya, rekomendasi
akan diberikan ke SDM untuk bisa diambil eksekusinya.
Sejauh ini, untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme
auditor, Pertamina telah melakukan pelatihan, seperti IT Audit, Risk
Base Audit, dan Sertifikasi Internasional. Dengan demikian, SPI ke
depannya diharapkan mampu memberikan kontribusi konkret dalam
rangka membangun integritas Pertamina menjadi perusahaan publik
(non listed).

18

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992.
Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta:
RM Books, 2007.
Thahhan, Dr. Musthafa Muhammad, Pemikiran Moderat Al-Banna,
Bandung: Harakatuna (Group Syamil), 2007.
Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam
Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003
Sedarmayanti. 2007. Good Governance dan Good Corporate
Governance. Bandung : CV.Mandar Maju
FCGI. 2001.Corporate Governance:Tata Kelola Perusahaan. Edisi ketig
a. Yogyakarta: Penerbit: Sekolalah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Putra, Syopiansyah, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009

19