BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nutrisi - Gambaran Status Gizi Dan Kasus Gigi Berjejal Pada Murid Smp Kecamatan Medan Baru

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nutrisi

  Makanan merupakan gabungan dari beberapa unsur kimia dan beberapa unsur yang terkandung dalam makanan tersebut merupakan kebutuhan penting untuk organ tubuh. Unsur-unsur kimia yang diperlukan oleh tubuh tersebut dinamakan sebagai

  8

  nutrisi. Nutrisi adalah kumpulan zat biokimia yang dihasilkan oleh beberapa sumber,

  8,14

  yang umumnya berasal dari makanan. Nutrisi diperlukan untuk proses pertum- buhan dan perkembangan tubuh secara optimal, menjaga kondisi sel dan jaringan tubuh, sebagai penghasil energi untuk melakukan aktivitas fisik dan metabolisme, dan

  14,15

  untuk mendukung proses regulasi tubuh setiap harinya. Nutrisi digolongkan

  14

  penting untuk dikonsumsi apabila memenuhi 3 keadaan, yaitu: 1.

  Apabila suatu nutrisi dikurangi porsinya, maka akan mengakibatkan penurunan fungsi organ tubuh, misalnya fungsi sistem saraf.

  2. Apabila suatu nutrisi yang tadinya dikurangi porsinya, kemudian dikonsumsi kembali sebelum terjadinya gangguan permanen pada sistem organ tubuh, maka dapat mengembalikan fungsi sistem tubuh yang tadinya terganggu menjadi kembali normal.

3. Apabila fungsi spesifik sistem tubuh yang terpengaruh dapat diidentifikasi.

2.1.1 Klasifikasi Nutrisi

  Berdasarkan tingkat kebutuhannya, nutrisi dibedakan atas makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang banyak, misalnya: karbohidrat, lemak, protein, dan air. Sedangkan mikronutrien merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang

  14 sedikit, misalnya: vitamin dan mineral.

  Nutrisi berdasarkan fungsinya diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu: nutrisi yang berperan dalam menghasilkan energi bagi tubuh, nutrisi yang berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh sekaligus pemeliharaan kesehatan tubuh, dan nutrisi yang berperan dalam menjaga sistem kerja organ tubuh untuk dapat berfungsi normal. Nutrisi yang berperan dalam menghasilkan energi bagi tubuh, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi yang berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh sekaligus pemeliharaan kesehatan tubuh adalah protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sedangkan nutrisi yang berperan dalam menjaga sistem kerja organ tubuh untuk dapat berfungsi normal, yaitu protein,

  14 lemak, vitamin, mineral, dan air.

  2.1.1.1 Karbohidrat Karbohidrat terdiri atas elemen-elemen karbon, hidrogen, dan oksigen.

  Karbohidrat merupakan sumber terbesar untuk penghasil energi tubuh, berjumlah sekitar 4 kcal/gram (kcal/gr). Karbohidrat umumnya dibagi atas monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah bentuk yang paling sederhana, sedangkan disakarida biasanya merupakan penyatuan dari 2 monosakarida, dan polisakarida merupakan karbohidrat yang terdiri atas beberapa monosakarida (sekitar

  14 10-1000 atau bahkan lebih).

  2.1.1.2 Lemak

  Lemak terdiri atas elemen-elemen karbon dan hidrogen, serta mengandung elemen oksigen yang jumlahnya lebih sedikit daripada yang terkandung dalam karbohidrat. Perbedaan tersebut menyebabkan lemak menghasilkan energi yang lebih

  14 besar dari karbohidrat yaitu sekitar 9 kcal/gr.

  2.1.1.3 Protein

  Seperti halnya karbohidrat dan lemak, protein juga terdiri atas elemen-elemen karbon, oksigen, dan hidrogen. Tidak seperti nutrisi yang menghasilkan energi lainnya, di dalam protein juga terkandung nitrogen dalam bentuk yang siap digunakan yang biasa disebut asam amino. Protein merupakan unsur penyusun utama dalam tubuh. Protein menjadi unsur utama dalam pembentukan tulang dan otot, protein juga menjadi komponen penting untuk pembentukan darah, membran sel, enzim, dan

  14 faktor imun. Protein memproduksi energi sekitar 4 kcal dalam setiap gramnya.

2.1.1.4 Vitamin

  Vitamin terdiri atas unsur-unsur kimia yang bervariasi dan dapat terdiri atas elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, sulfur, dan sebagainya. Vitamin berperan dalam memicu terjadinya reaksi kimia dalam tubuh. Beberapa reaksi kimia yang dipengaruhi oleh vitamin diantaranya adalah proses penghasilan energi dalam karbohidrat, protein, dan lemak untuk tubuh, meskipun vitamin itu sendiri tidak dapat menghasilkan energi. Vitamin terdiri atas 13 macam dan dikelompokkan kedalam 2 kelompok berdasarkan kelarutannya. Klasifikasi vitamin berdasarkan kelarutannya, dibagi atas : 4 jenis vitamin yang larut dalam lemak (yaitu: vitamin A, D, E, dan K) dan 9 jenis vitamin yang larut dalam air (yaitu: vitamin B

  14 dan C).

  14 Tabel 1. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Lemak

  RDA atau kebutuhan Vitamin Sumber tubuh

  Vitamin A Vitamin A : hati, susu, minyak hati 700-900 µg RAE ikan Provitamin A : sayuran berwarna merah, oranye, hijau, dan kuning serta buah jeruk Vitamin D Makanan yang diperkaya vitamin D, 5-10 µg (200-400 IU) susu, minyak ikan 15 µg > 70 yrs (600 IU)

Vitamin E Minyak tumbuhan, biji-bijian, 15 mg alpha-tocopherol

kacang tanah, produk olahan minyak Vitamin K Sayuran hijau, hasil olahan hati 90-120 µg

  14 Tabel 2. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Air

  Vitamin Sumber RDA atau kebutuhan tubuh

  Thiamin Babi dan prtoduk olahannya, Laki-laki: 1.2 mg/hari produk olahan sereal, kacang Perempuan: 1.1 mg/hari tanah, biji-bijian Riboflavin Susu, jamur, bayam, biji- Laki-laki: 1.3 mg/hari bijian Perempuan: 1.1 mg/hari

Niacin Daging, unggas, ikan dan Laki-laki: 16 mg NE/hari

produk olahannya, roti Perempuan: 14 mg NE/hari gandum, hasil konversi triptofan menjadi niacin Asam Dijumpai dalam berbagai jenis Dewasa: 5 mg/hari Pantotenat makanan Biotin Dijumpai dalam berbagai jenis Dewasa: 30 µg/hari makanan

  

Vitamin B-6 Makanan yang mengandung Dewasa usia 19-50 tahun:

protein hewani, bayam, 1.3 mg/hari kentang, pisang, ikan salmon, Laki-laki berusia diatas 50 biji bunga matahari tahun: 1.4 mg/hari Perempuan berusia diatas 50 tahun: 1.3 mg/hari

  

Asam Folat Sayuran hijau, hati, produk 400 µg/hari (Untuk wanita

olahan sereal, kacang- yang sedang mengandung kacangan, jeruk ataupun menyusui maka dibutuhkan asupan yang lebih banyak)

  

Vitamin B-12 Produk makan hewani, Dewasa usia 19-50 tahun:

produk olahan sereal 2.4 µg/hari Dewasa usia 51 keatas membutuhkan jumlah asupan yang sama tetapi direkomendasikan berasal dari suplemen tambahan Vitamin C Jeruk, strawberi, brokoli, Laki-laki: 90 mg/hari sayuran hijau Perempuan: 70 mg/hari (Untuk perokok ditambahkan 35 mg/hari)

  2.1.1.5 Mineral

  Mineral pada umumnya tidak dapat menghasilkan energi, tetapi mineral berperan dalam fungsi kerja sistem saraf, beberapa proses sel, keseimbangan air dalam tubuh, dan sistem struktur pembentuk tubuh (misalnya pembentukan tulang). Beberapa contoh mineral, antara lain: sodium, potassium, klorida, kalsium, fosfor,

  14 magnesium, sulfur, zat besi, dan sebagainya.

  2.1.1.6 Air

  Air yang secara kimia disebut H

  2 O terkadang diklasifikasikan kedalam

  makronutrien karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar dan mengambil peran penting dalam sistem kerja tubuh. Hal tersebut disebabkan oleh karena di dalam tubuh manusia terdiri atas 60% air, sehingga dalam sehari dibutuhkan sekitar 2 liter air atau setara dengan 8 gelas air. Air yang dibutuhkan bukan hanya terkandung dalam bentuk dasar, tetapi dapat juga diperoleh dalam beberapa jenis makanan,

  

14

misalnya: buah-buahan dan sayur-sayuran.

2.1.2 Peran Nutrisi dalam Perkembangan Gigi dan Mulut

  Nutrisi yang dikonsumsi secara umum berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan secara khususnya mempengaruhi perkembangan gigi dan mulut. Nutrisi yang berperan dalam perkembangan gigi dan mulut diantaranya adalah protein, vitamin A, vitamin D, kalsium, fosfor, asam askorbat, fluoride, zink, zat besi, iodin, dan magnesium. Berikut akan ditampilkan efek kekurangan nutrisi dengan

  8 perkembangan gigi dan mulut.

  8 Tabel 3. Defisiensi Nutrisi dan Perkembangan Gigi Nutrisi Efek pada jaringan Protein Erupsi gigi yang terhambat, rentan terhadap karies, disfungsi kelenjar saliva Vitamin A Gangguan matriks keratin pada enamel, rentan mengalami hipoplasia enamel, rentan terhadap karies, menghambat perkembangan jaringan epitel, disfungsi morfogenesis gigi Vitamin D Mengganggu kalsifikasi gigi

Kalsium/Fosfor Mengurangi konsentrasi kalsium dalam tulang dan gigi,

rentan mengalami hipomineralisasi

Asam Askorbat Matriks kolagen pada dentin terganggu, mengakibatkan

perubahan pada pulpa Fluor/ Zat besi/ Rentan mengalami karies Zinc Iodin Erupsi gigi yang terhambat Magnesium Berisiko mengalami hipoplasia enamel

  Menurut beberapa penelitian, terdapat hubungan antara kekurangan nutrisi dengan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tulang wajah dan terdapat hubungan terganggunya pembentukan basis tulang dan rahang. Terdapat pula penelitian menyebutkan bahwa pada anak yang kekurangan nutrisi, cenderung lebih rentan terhadap karies. Sedangkan beberapa penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa kekurangan mengkonsumsi protein dan kalori mempengaruhi

  11 pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi.

2.1.3 Pemenuhan Nutrisi

  15-17

  Pemenuhan nutrisi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1.

  Faktor sosial Faktor sosial sangat mempengaruhi pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi. Pola makan bayi dan anak biasanya tergantung dari pola konsumsi orang tuanya. Sedangkan dengan pertambahan usia dan lingkungan sosial, seseorang yang menginjak masa remaja dan dewasa banyak mengadopsi pola makan lingkungan tempatnya bergaul.

  2. Gaya hidup Faktor lain yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi adalah gaya hidup. Pada pola kehidupan modern saat ini, makanan cepat saji cenderung lebih diminati karena lebih praktis dan tidak memelukan waktu lama untuk proses pengolahannya. Biasanya dengan pola kehidupan modern seperti ini, orang lebih mementingkan kuantitas makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan tingkat nutrisi yang dikandung didalamnya.

  3. Tradisi/kebudayaan Salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap pemilihan jenis nutrisi dan pola konsumsi makanan adalah faktor tradisi atau budaya, misalnya: masyarakat

  Cina memiliki budaya sarapan dengan semangkuk nasi dan secangkir teh, sedangkan masyarakat daerah barat cenderung mengkonsumsi roti atau kentang dengan secangkir jus.

  4. Agama/kepercayaan yang dianut Makanan menjadi bagian terpenting dalam upacara keagamaan, simbol-simbol keagamaan, dan tradisi dalam agama. Masing-masing agama, baik Kristen, Yahudi,

  Hindu, Buddha, dan Islam, masing-masing memiliki aturan mengenai pola makan yang berbeda-beda. Agama juga mengatur waktu dan tata cara makan seseorang, misalnya pada agama yang menganut pola konsumsi vegetarian, pada suatu keadaan dimana metabolisme tubuh tinggi seperti masa kehamilan, menyusui, dan pertumbuhan, diet vegetarian dianggap berisiko karena dapat menyebabkan defisiensi beberapa zat gizi.

  5. Pengetahuan Pengetahuan akan kebutuhan konsumsi suatu nutrisi yang akan mempengaruhi pola makan seseorang. Tingkat pengetahuan biasanya juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengalaman, serta kehidupan sosial dan politik, misalnya: dalam memberikan ASI, ibu yang tidak tahu betapa pentingnya nutrisi yang terkandung dalam ASI akan lebih cenderung memilih memberikan susu formula karena menganggap proses pemberian ASI yang cenderung tidak praktis dan memakan waktu.

2.2 Status Gizi

  18 Pemenuhan nutrisi seorang anak biasanya diukur melalui skala status gizi.

  Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan

  19

  pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai

  20 kematangan yang optimal.

  Secara umum status gizi seseorang dapat dinilai dengan pengukuran melalui metode langsung dan tidak langsung. Metode pengukuran secara langsung dilakukan dengan penilaian antropometri, pemeriksaan klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan metode pengukuran secara tidak langsung dilakukan melalui survei konsumsi

  

21

makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

2.2.1 Penilaian Status Gizi

  21-23

  Secara umum, penilaian status gizi dilakukan melalui dua metode, yaitu: 1.

  Penilaian status gizi secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu: a.

  Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Terdapat parameter ukuran antropometri yang dipakai pada penilaian fisik yaitu tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkaran kepala, lipatan kulit, lingkaran lengan atas, panjang lengan (arm span), proporsi tubuh, panjang tungkai dan rasio pinggang atau panggul.

  b. Pemeriksaan klinis Pemeriksaan klinis ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, kuku, mata, rambut, oral (lidah, gingiva, bibir, dan membran mukosa), pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid serta pada keseluruhan muskulatur atau simpanan adiposa. Di samping itu, pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

  c.

  Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

  Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain pemeriksaan elektrolit (digunakan sebagai indikator status cairan), pemeriksaan zat besi atau mineral lainnya (digunakan sebagai indikator status mineral), pemeriksaan kadar vitamin (mikronutrien), pemeriksaan intoleransi substrat (protein, karbohidrat atau lemak), dan pemeriksaan protein viseral. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Pemeriksaan biokimia biasanya digunakan untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

  d. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur.

  2. Penilaian secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi atas tiga cara, yaitu:

  a. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluargadan individu. Survei ini dapat mengindentifikasi-kan kelebihan dan kekurangan gizi.

  b. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

  c. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi.

2.2.2 Penilaian Status Gizi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI

  Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) tahun 2010 ditetapkan bahwa untuk menilai status gizi anak diperlukan standar antropometri yang mengacu kepada standar World Health Organization (WHO)

  24

  tahun 2005. Standar ini berlaku untuk mengukur status gizi anak usia 0-18

  24

  tahun,dengan ketentuan sebagai berikut: a.

  Pada anak usia 0-60 bulan Pengukuran dilakukan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau indeks tinggi badan menurut umur

  (TB/U), indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) b.

  Pada anak usia 5-18 tahun Pengukuran dilakukan menggunakan indeks massa tubuh menurut umur

  (IMT/U).Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi masalah gizi pada seseorang.

  Pada perhitungan IMT status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap anak dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan

  25 baku antropometri anak balita berdasarkan WHO 2005.

  IMT adalah perbandingan

  26

  antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dilakukan

  26

  perhitungan IMT, yaitu: Berat badan (kg)

  IMT =

  2 Tinggi badan (meter)

  Pada saat ini, yang paling sering dilakukan untuk menyatakan BMI adalah denganZ-skor atau persentil.Z-skor adalah deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan simpangan baku populasi referensi. Sedangkan

  

persentil adalah tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi World Health

Organization/National Center for Health Statistics (WHO/NCHS), yang dijelaskan

  dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase kelompok

  26 populasi.

2.2.3 Penilaian Status Gizi Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

  Pengukuran status gizi di Indonesia rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2011 tentang asuhan nutrisi pediatrik, penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)

  27

  (BB/PB atau BB/TB). Dalam hal ini, diatur bahwa penentuan status gizi seorang

  27

  anak dihitung menurut dua cara, yaitu: a.

  Untuk anak usia 0-5 tahun, acuan yang digunakan adalah grafik pertumbuhan WHO tahun 2006. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan Centers for Disease

  

Control and Prevention (CDC) 2000. Subjek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 Benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. b.

  Untuk anak usia 5-18 tahun, acuan yang digunakan adalah grafik pertumbuhan CDC tahun 2000. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981.

  Grafik pertumbuhan CDC tahun 2000 terdiri atas grafik pertumbuhan untuk bayi usia 0-36 bulan dan untuk anak-anak hingga remaja usia 2-20 tahun. Grafik pertumbuhan untuk bayi usia 0-36 bulan dirancang dengan membedakan jenis kelamin untuk standar pengukuran berat badan menurut usia, panjang badan saat berbaring menurut usia, ukuran lingkar kepala menurut usia, dan berat badan saat berbaring menurut usia. Pada grafik pertumbuhan untuk anak-anak hingga remaja usia 2-20 tahun juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin, untuk standar pengukuran berat badan berdasarkan usia, tinggi badan berdasarkan usia, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan usia. Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan grafik baru yang dirancang untuk lebih dapat menggambarkan status gizi seseorang bahkan

  28 untuk anak-anak, grafik ini dapat memprediksi resiko kelebihan berat badan.

  Kelebihan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) lainnya adalah cara perhitungannya yang sederhana, murah, dan noninvasif untuk menghitung lemak tubuh. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih lengkap dibanding metode pengukuran lainnya karena telah memperhitungkan berat badan dan tinggi badan sehingga hasil perhitungan akan lebih akurat. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam m) sehingga

  2

  akan didapatkan hasil dalam satuan kg/m (kilogram per meter kuadrat).Untuk menentukan klasifikasi status gizi anak berdasarkan CDC 2000, hasil perhitungan

  IMT yang didapat, disesuaikan dengan grafik yang tersedia dengan memperhatikan

  29 hasil perhitungan, jenis kelamin, dan usia (Gambar 1 dan 2). Gambar 1. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for age pada anak laki-laki usia 2-20 tahun

  28 Gambar 2. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for agepada anak perempuan usia 2-20 tahun

  28 Klasifikasi status gizi menurut grafik CDC 2000 diklasifikasikan menurut

  persentil dari hasil yang didapat pada grafik. Terdapat 4 penggolongan status gizi menurut grafik pertumbuhan CDC 2000, yaitu:

  30 1.

  Gizi Buruk (underweight), apabila BMI ≤ persentil ke-5.

  2. Normal (normal weight), apabila BMI berada diantara > persentil ke-5 sampai ≤ persentil ke-85.

  3. Gizi berlebih (over weight), apabila BMI berada diantara > persentil ke-85 sampai ≤ persentil ke-95.

4. Obesitas (obesity), apabila BMI > persentil ke-95.

2.3 Perkembangan Gigi Anak

  Perkembangan gigi anak dimulai sejak dalam kandungan kemudian akan dilanjutkan dengan pertumbuhan gigi susu, fase gigi bercampur, dan diakhiri oleh

  6,31 pertumbuhan gigi permanen.

2.3.1 Perkembangan Gigi di Dalam Kandungan

  Tumbuh kembang dan kondisi kesehatan anak sangat ditentukan oleh kondisi

  32

  janin didalam kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan gigi seorang anak

  4 pertama sekali berlangsung ketika janin berada di dalam kandungan.

  Pada masa embrio yaitu sekitar 28-30 hari usia kehamilan, perkembangan rongga mulut dimulai dengan dilapisi oleh stratified squamous epithelium yang disebut oral ectoderm. Perkembangan gigi kemudian dilanjutkan pada 3 minggu masa kehamilan, kemudian terjadi penebalan lapisan epitelium pada inferior border dari maxillary process dan superior border dari mandibular process yang bergabung membentuk margin lateral pada rongga mulut. Pada 6 minggu usia kehamilan,

  

maxillary odontogenic zone coalesce membentuk dental lamina dan mandibular zone

  31 menyatu pada midline. Dental lamina nantinya akan menjadi fondasi lengkung gigi.

  Di dalam kandungan telah terjadi kalsifikasi gigi desidui. Waktu kalsifikasi gigi desidui di dalam kandungan terlihat pada tabel 4.

  4 Tabel 4. Waktu Kalsifikasi dan Erupsi Gigi Desidui

  Kalsifikasi gigi di dalam Erupsi gigi Gigi desidui kandungan (dalam satuan minggu) (dalam satuan bulan) Rahang atas Insisivus sentralis 12-16 6-7 Insisivus lateralis 13-16 7-8 Kaninus 15-18 18-20 Molar Pertama 14-17 12-15 Molar Kedua 16-23 24-36 Rahang bawah Insisivus sentralis 12-16 6-7 Insisivus lateralis 13-16 7-8 Kaninus 15-18 18-20 Molar Pertama 14-17 12-15 Molar Kedua 16-23 24-36

2.3.2 Perkembangan Gigi Desidui

  Masa gigi desidui dimulai dari erupsi gigi desidui pertama yaitu gigi insisivus mandibula dan masa ini berakhir saat erupsinya gigi molar pertama permanen. Masa gigi desidui berlangsung pada anak berusia 6 bulan sampai 6 tahun setelah kelahiran (Tabel 4). Pada anak berusia 2,5 tahun, gigi desidui biasanya sudah lengkap dan sudah berfungsi dengan baik. Formasi akar semua gigi desidui akan terbentuk

  31 sempurna pada usia 3 tahun.

  31 Gambaran klinis pada masa gigi desidui adalah sebagai berikut: a.

  Terdapat jarak antara gigi anterior (Gambar 3) b.

  Primate/simian/anthropoid space (Gambar 4) Pada masa ini, terdapat jarak/ruangan pada bagian mesial gigi kaninus rahang atas dan bagian distal gigi kaninus mandibula. Ruangan ini dipersiapkan untuk pergeseran bagian mesial pada gigi permanen nantinya. c.

  Masa overjet dan overbite yang ringan (Gambar 4) Gambar 3.Spacing pada gigi desidui

  31 Gambar 4. Primate space

  31 Gambar 5. Penurunan tingkatanoverjet

  dan overbite

  31 d.

  Terjadi sedikit inklinasi vertikal pada gigi anterior e. Perkembangan rahang yang akan berbentuk ovoid f. Hubungan rahang straight/flush terminal.

  31 Hubungan rahang pada gigi desidui diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:

  • Flush terminal plane (Gambar 4A) Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada maksila berada segaris vertikal dengan permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula. Hal ini wajar terjadi pada hubungan molar kedua gigi desidui karena lebar mesiodistal gigi molar mandibula lebih besar dari lebar mesiodistal gigi molar maksila.
  • Mesial step (Gambar 4B) Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula berada lebih mesial dari permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula.
  • Distal step (Gambar 4C) Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula berada lebih distal dari permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula.

  (A) (B) (C) Gambar 4. (A) Hubungan molar flush terminal plane, (B) Hubungan

  31

  molarmesial step,dan (C)Hubungan molar distal step

2.3.3 Masa Gigi Bercampur

  Pada masa ini, terdapat gigi desidui dan gigi permanen. Masa ini berlangsung pada anak usia 6-12 tahun. Masa gigi bercampur ini dibagi atas 2 masa transisi, yaitu: masa transisi pertama dan masa transisi kedua. Masa transisi pertama berlangsung

  31 antara pergantian gigi molar permanen dan transisi pada gigi insisivus permanen.

  31 Sedangkan pada masa transisi kedua terjadi hal sebagai berikut: 1.

  Pergantian gigi molar dan kaninus desidui Berlangsung pada usia 10 tahun, pada masa ini biasanya gigi tidak kelihatan berjejal kecuali pada gigi premolar pertama dan kaninus

  2. Erupsi gigi kaninus permanen dan premolar (Gambar 7) Pertumbuhan diawali oleh erupsi gigi kaninus dan premolar pertama pada mandibula (pada usia 9-10 tahun) kemudian dilanjutkan oleh erupsi gigi premolar dan kaninus maksila pada usia 11-12 tahun 3.

  Erupsi gigi molar kedua permanen 4.

  Penyesuaian oklusi (pembentukan pola oklusi gigi rahang atas dan rahang bawah).

  31 Gambar 7. Erupsi gigi premolar

2.3.4 Perkembangan Gigi Permanen

  Pertumbuhan gigi permanen dimulai setelah kelahiran. Proses kalsifikasi gigi permanen dimulai dari pembentukan cusp gigi molar pertama permanen dan berakhir paling lama pada usia 25 tahun. Proses kalsifikasi sempurna gigi insisivus

  31

  berlangsung 4-5 tahun dan gigi permanen lainnya berlangsung 6-8 tahun. Gigi permanen cenderung erupsi secara berkelompok sehingga penting untuk mengetahui fase perkembangannya yang biasanya dikalkulasi dalam usia dental. Usia dental dibagi atas tiga bagian dimana pada tahapan pertama adalah proses erupsi, sedangkan tahapan kedua dan ketiga memiliki hubungan yang sangat erat, terdiri atas resorpsi

  6 akar gigi desidui dan perkembangan dari gigi permanen.

  6 Tabel 5. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen (Rahang Atas)

  Gigi Mahkota rahang Kalsifikasi terbentuk Erupsi Akar terbentuk atas sempurna sempurna

  Insisivus 3 bulan 4 tahun 6 bulan 7 tahun 3 10 tahun 6 sentralis bulan bulan

  Insisivus 11 bulan 5 tahun 6 bulan 8 tahun 3 11 tahun lateralis bulan

  Kaninus 4 bulan 6 tahun 11 tahun 6 13 tahun 6 bulan bulan Premolar 20 bulan 7 tahun 10 tahun 3 13 tahun 6 pertama bulan bulan

  Premolar 27 bulan 7 tahun 9bulan 11 tahun 14 tahun 6 kedua bulan

  Molar 32 minggu dalam 4 tahun 3 bulan 6 tahun 3 10 tahun 6 pertama kandungan bulan bulan Molar dua 27 bulan 7 tahun 9 bulan 12 tahun 6 15 tahun 9 bulan bulan Molar tiga 8 tahun 14 tahun 20 tahun 22 tahun

  6 Tabel 6. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen (Rahang Bawah)

  Gigi Mahkota Akar Terbentuk Rahang Kalsifikasi Terbentuk Erupsi Sempurna

  Bawah Sempurna Insisivus 3 bulan 3 tahun 6 bulan 6 tahun 3 9 tahun 6 bulan sentralis bulan

  Insisivus 3 bulan 4 tahun 7 tahun 6 10 tahun lateralis bulan

  Kaninus 4 bulan 5 tahun 9 bulan 10 tahun 6 12 tahun 9 bulan bulan Premolar 22 bulan 6 tahun 9 bulan 10 tahun 6 13 tahun 6 bulan pertama bulan

  Premolar 28 bulan 7 tahun 6 bulan 11 tahun 3 15 tahun kedua bulan

  Molar 32 minggu dalam 3 tahun 9 bulan 6 tahun 10 tahun 6 bulan pertama kandungan Molar 27 bulan 7 tahun 6 bulan 12 tahun 16 tahun dua Molar 9 tahun 14 tahun 20 tahun 22 tahun tiga

2.4 Gigi Berjejal

  Gigi berjejal (dental crowding) merupakan suatu keadaan maloklusi. Gigi berjejaldidefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tidak seimbang antara ruangan yang dibutuhkan gigi-geligi dengan ruangan yang disediakan oleh lengkung rahang

  5

  sehingga gigi-gigi akan saling bertimpa dan mengalami rotasi. Dengan kata lain, gigi berjejal dapat diartikan sebagai keadaan dimana terdapat kekurangan panjang tulang

  33

  alveolar untuk menampung semua gigi di dalam lengkung rahang. Crowding pada gigi permanen telah dapat dilihat pada usia sekitar 12–14 tahun karena pada usia tersebut diperkirakan 28 gigi permanen telah tumbuh sampai pada gigi molar ke dua

  4 pada masing-masing kuadran.

  Penelitian Yusuf dkk., tentang prevalensi maloklusi pada anak yatim usia 12-15 tahun dengan menggunakan indeks Dental Aesthetic dari 165 sampel, ditemukan bahwa prevalensi tertinggi maloklusi yang terjadi adalah kasus gigi berjejal yaitu

  34

  sebanyak 38,8%. Hasil penelitian tersebut sejalan pula dengan penelitian Tak dkk., tentang prevalensi maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 12- 15 tahun di India, dinyatakan prevalensi gigi berjejal merupakan prevalensi maloklusi

  35

  tertinggi yaitu sebanyak 40,2% pada sampel sebanyak 887 anak. Pada hasil penelitian Hossein dikatakan bahwa kasus gigi berjejal merupakan kasus maloklusi terbanyak dengan prevalensi 77,4% pada sampel 398 anak laki-laki dengan usia 13-

  36 15 tahun di Tabriz.

  Maloklusi (misalnya kasus gigi berjejal) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Faktor herediter Faktor herediter (faktor keturunan yang diwariskan orang tua) memiliki pengaruh utama terhadap terjadinya maloklusi, misalnya bentuk, ukuran, dan jumlah gigi yang tumbuh. Lebar mesiodistal gigi mempengaruhi cukup atau tidaknya gigi menempati ruang rahang yang tersedia. Kekurangan ruang rahang dapat memicu terjadinya gigi berjejal.Disamping itu faktor herediter juga bisa menyebabkan seseorang memiliki ukuran rahang yang kecil. Semakin kecil ukuran rahang seseorang,maka semakin besar peluang seseorang mengalami gigi berjejal.Jumlah gigi yang berlebih (supernumerary teeth) juga merupakan pemicu terjadinya kasus gigi berjejal,misalnya ada gigi supplemental insisivus lateral dapat menyebabkan gigi regio anterior maksila berjejal, hal ini disebabkan karena kekurangan tempat dengan

  5,37,38 tumbuhnya gigi tambahan tersebut.

  2. Faktor lingkungan Beberapa keadaan pada gigi desidui dapat memicu terjadinya kasus gigi berjejal, antara lain adalah premature loss gigi desidui, karies pada gigi desidui, dan persistensi gigi desidui. Terjadinya premature loss pada gigi desidui menyebabkan tidak terjaganya ruangan pada lengkung rahang untuk erupsi gigi permanen akibat adanya pergeseran dari gigi tetangga dan gigi antagonis ke ruangan yang kosong. Salah satu contohnya adalah kehilangan gigi molar desidui yang akan menyebabkan gigi permanen molar pertama bergerak ke arah mesial sehingga mengganggu ruangan untuk erupsi gigi permanen lainnya. Karies proksimal pada gigi desidui yang tidak dirawat dapat menganggu terjaganya ruang lengkung rahang untuk gigi permanen nantinya, sehingga kemungkinan gigi permanen akan kekurangan ruangan dan tumbuh berjejal. Selain itu, persistensi gigi desidui baik pada maksila maupun mandibula mempengaruhi terjadinya susunan gigi permanen yang berjejal. Hal ini disebabkan oleh gigi desidui yang masih ada sedangkan gigi permanen penggantinya sudah erupsi, sehingga gigi permanen akan kekurangan ruangan untuk dapat erupsi

  7,39-42 dengan baik.

  Beberapa kebiasaan buruk mempengaruhi terjadinya maloklusi khususnya kasus gigi berjejal. Warren menyatakan kebiasaan menghisap nonnutritive seperti menghisap jari dan penggunaan dot akan berpengaruh terhadap terjadinya

  43

  maloklusi. Demikian pula Varas dkk., menyatakan bahwa terjadi peningkatan kasus maloklusi pada gigi sulung akibat adanya kebiasaan buruk menghisap dot pada anak. Kebiasaan buruk menghisap dot menyebabkan terganggunya perkembangan dento-

  44

  kraniofasial. Sedangkan menurut Corruccini, kebiasaan bernafas dari mulut

  43

  (habitual mouth breathing) juga mempengaruhi terjadinya maloklusi. Kebiasaan buruk menggigit kuku (nail biting) dapat menyebabkan rotasi pada gigi dan memicu

  38 terjadinya kasus gigi berjejal.

  Selain itu, pola mengkonsumsi makanan lunak pada anak juga mempengaruhi terjadinya gigi berjejal. Pada zaman modern, manusia cenderung mengkonsumsi makanan lunak sehingga aktivitas pergerakan rahang untuk mengunyah makanan akan berkurang sehingga berdampak pada berkurangnya stimulus untuk memicu perkembangan rahang. Hal ini memicu terjadinya kondisi gigi berjejal terutama pada

  6 gigi permanen setelah tumbuhnya gigi premolar.

  Penyebab lain gigi berjejal adalah dampak dari adanya tekanan akibat erupsi gigi molar ketiga. Pertumbuhan gigi molar ketiga pada waktu yang cukup lama dan pada saat semua gigi telah erupsi sempurna, akan memicu terjadinya kasus gigi berjejal. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya ruangan untuk erupsi gigi molar ketiga sehingga gigi molar ketiga akan memaksakan ruangan dan mendesak susunan

  6 gigi yang sudah ada sebelumnya.

2.5 Kerangka Teori

  Statistik Vital Survei

  Pemenuhan Nutrisi

  Tidak Langsung

  Gigi Tidak Berjejal Penilaian

  Perkembangan Gigi di Dalam Kandungan

  Perkembangan Gigi Permanen Masa Gigi Bercampur

  Gigi Anak Perkembangan Gigi Desidui

  Mulut Perkembangan

  Peran Nutrisi dalam Perkembangan Gigi dan

  Konsumsi Makanan

  Nutrisi Klasifikasi

  Nutrisi

  Pemeriksaan Klinis Biokimia Biofisik

  Langsung

  Lingkungan Penilaian

  Faktor Herediter 2. Faktor

  Faktor Risiko 1.

  BMI for Age CDC 2000

  GambaranStatus Gizi dan Kasus Gigi Berjejal Status Gizi

  Definisi

  Gigi Berjejal

  Antropometri Faktor Ekologi

2.6 Kerangka Konsep

  Variabel Terkendali

  • Jenis Kelamin (Laki-laki dan perempuan)
  • Umur 12-15 tahun

  (Kelas VII, VIII, dan IX)

  Variabel Independen Variabel Dependen Status Gizi Gigi Berjejal

  Gizi Buruk

  • Normal -

  Gizi Berlebih

  • Ob i

  Variabel Tak Terkendali Herediter (bentuk gigi, ukuran

  • gigi, jumlah gigi, dan ukuran rahang)
  • (persistensi, premature loss, dan karies proksimal)

  Keadaan gigi desidui

  Kebiasaan buruk oral

  • Pola makan (kebiasaan
  • mengonsumsi makanan lunak)