ANALISIS PROSES PEMBENTUKAN LOGAM

Kata Pengantar

Buku ini tidak dimaksudkan untuk menjadi buku teks yang sangat lengkap dan mendalam mengenai teori-teori analisis proses pembentukan logam, tetapi sekedar membantu mahasiswa yang sering mengeluh tentang tidak tersedianya cukup waktu untuk belajar langsung dari buku-buku teks yang telah tersedia. Kesulitan lain yang sering dihadapi oleh mahasiswa, selain masalah bahasa, adalah kurangnya penguasaan latar belakang teori yang diperlukan untuk memahami buku teks tersebut. Selain itu, beragamnya pendekatan dan sistem satuan yang digunakan di dalam tiap-tiap buku teks yang tersedia, juga merupakan masalah tersendiri.

Materi di dalam buku ini telah dicoba untuk diberikan di dalam kuliah dengan bobot 1.5 SKS di dalam 1 Semester, baik untuk tingkat S-1 maupun S-2 di Universitas I ndonesia, selama dua tahun.

Sangat sulit untuk dapat menyajikan teori-teori analisis yang ‘kering’ di dalam kemasan yang menarik dan mudah dipahami. Pendekatan baru digunakan oleh penyusun dengan cara langsung mengintegrasikan materi presentasi yang telah penulis telah siapkan dalam bahasa I nggris sehingga pembaca langsung dapat menemukan relevansi antara materi presentasi kuliah dengan buku ini. Di samping itu, penyusun juga mencoba untuk sedikit menggunakan pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) untuk menjaga relevansi antara materi teoritis yang ‘kering’ ini dengan konteks profesi.

Salah satu kelebihan buku teks ini, kalaupun ada, adalah karena penulisnya pernah mengalami kesulitan yang sama, sehingga dapat memahami kesulitan yang dialami untuk memahami teori-teori analisis di dalam buku ini.

Akhirnya penulis berharap semoga pembaca tidak merasa puas dengan buku ini tetapi terus berusaha menggali langsung dari sumbernya.

Depok, 1 April 2004 Rahmat Saptono

BAB 1 ANALI SI S PROSES PEMBENTUKAN LOGAM

1.1 Pendahuluan

Misalkan Saudara bekerja di industri manufaktur logam, di mana Saudara diminta untuk mendisain suatu proses pembentukan logam, baik primer maupun sekunder, seperti pengerolan (rolling) , penempaan (forging) , ekstursi (extursion), penarikan (drawing) .

Sebagai seorang insinyur, salah satu pekerjaan yang harus Saudara lakukan adalah menentukan atau memilih kapasitas mesin (energi, gaya, torsi) serta perkakas dan peralatan yang akan digunakan untuk proses tersebut. Untuk dapat menentukan kedua hal tersebut, Saudara perlu memprediksi berapa beban eksternal yang diperlukan agar logam dapat mulai mengalir dan terdeformasi plastis serta bagaimana distribusi tegangan dan regangan pada permukaan benda kerja maupun perkakas. Dengan kata lain, di dalam mendisain proses pembentukan logam, Saudara perlu melakukan analisis untuk dapat memprediksi beban eksternal yang dibutuhkan serta distribusi regangan dan tegangannya, sehingga Saudara dapat menentukan atau memilih kapasitas mesin, perkakas, dan peralatan yang paling sesuai untuk proses tersebut.

Metode-metode analisis yang telah dikembangkan, pada dasarnya ditujukan untuk membantu pekerjaan insinyur di dalam mendisain proses pembentukan logam, terutama di dalam menentukan hubungan kinematik dan batas-batas pembentukan, memprediksi gaya-gaya eksternal atau tegangan internal yang diperlukan untuk mengeksekusi proses pembentukan logam, serta menentukan perkakas dan peralatan yang diperlukan [ 1] .

Di dalam proses pembentukan logam terjadi berbagai macam fenomena fisik, seperti aliran logam, friksi, panas yang timbul maupun ditransfer selama terjadi aliran plastis, hubungan antara mikrostruktur dan sifat-sifat, serta kondisi proses. Oleh karena itu, secara teoritis akan sulit untuk dapat melakukan analisis secara kuantitatif. Berbagai ketidakpastian yang terjadi, seperti efek-efek gesekan, deformasi non homogen, dan pengerasan regangan misalnya, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan di dalam memprediksi suatu nilai yang eksak.

Teori-teori analisis proses pembentukan logam secara garis besar dapat dibagi menjadi menjadi dua bagian, yaitu teori klasik dan teori non klasik. Metode klasik, pada dasarnya tetap perlu untuk dipelajari, walaupun saat ini telah berkembang metode analisis yang lebih cepat dan akurat. Teori-teori tersebut diperlukan di dalam kondisi di mana tidak tersedia fasilitas komputasi yang memadai. Di samping itu, teori-teori tersebut umumnya lebih baik di dalam memahami proses pembentukan logam terutama dalam kaitannya dengan materi kuliah yang telah dipelajari sebelumnya.

Teori-teori yang akan dibahas di dalam buku ini adalah Teori Kerja I deal, Teori Analisis Slab, Teori Medan Garis Slip, dan Teori Analisis Batas Atas. Sebagai pendahuluan, dalam Bab ini akan dibahas tentang Kerja yang dilakukan selama proses pengujian tarik material yang sebagian besar telah dibahas di dalam Mata Kuliah Kekuatan Material sehingga dapat dilihat kesinambungan pembahasan di dalam buku teks ini dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.

1.2 Kerja Pada Proses Pengujian Tarik

Pengujian tarik adalah salah satu metode pengujian material yang paling luas penggunaannya. Pada pengujian tarik, spesimen uji mengalami pembebanan satu sumbu (uniaxial loading) yang menyebabkan terjadinya deformasi baik elastis maupun plastis. Dari pengujian ini dapat dipelajari perilaku dari material sebagai respon terhadap beban yang diberikan, termasuk di antaranya adalah menghitung kerja yang dilakukan selama deformasi.

Di dalam dasar-dasar mekanika kita telah mengetahui bahwa kerja yang dilakukan adalah sama dengan perkalian skalar gaya dan perpindahan (dW= F.ds). Berdasarkan hal tersebut, dapat dihitung kerja, baik elastis maupun plastis, yang dilakukan selama proses pengujian tarik.

W or k Done Dur ing Tensile Test

Wor k Done = For ce x Dist ance Moved

dW = F × dl

dl

dl = ld ε

dW = V σ d ε

Gambar 1-1 Kerja Yang Dilakukan Selama Pengujian Tarik

Persamaan yang lebih sederhana dapat diturunkan dari persamaan diferensial umum tersebut dengan menganggap bahwa logam berperilaku elastis ideal, yaitu mengikuti hukum proporsionalitas Hooke, serta berperilaku plastis ideal (n= 1), atau mengikuti persamaan konstitutif tertentu sesuai dengan karakteristik masing-masing material.

Elast ic Wor k Done

dW = V σ d ε

σ 2 W el = V

Gambar 1-2 Kerja Elastis

Plast ic Wor k Done

dW = V σ d ε

σ= k ε

V σε W pl =

Gambar 1-3 Kerja Plastis

Besarnya kerja elastis dan kerja plastis secara adalah proporsional dengan luas area di bawah kurva tarik. Dari diagram tegangan-regangan hasil pengujian tarik dapat dilihat proporsi kerja elastis dan plastisnya. Secara numeris, proporsi kerja elastis dan plastis untuk penarikan batang silinder pejal Aluminium dapat dilihat pada Contoh Soal 1-1 yang diambil ref. [ 2].

Contoh Soal 1-1 Hitunglah kerja yang dilakukan pada proses deformasi batang Aluminum hingga

patah. Dimensi awal: diameter = 10 mm, panjang 250 mm. Modulus Young untuk

2 Aluminum adalah 670 kN/ mm 2 , Tegangan Luluh = 75 N/ mm , dan I ndeks Pengerasan Regang-nya = 0.25. Berapakah prosentase dari kerja total yang

digunakan untuk deformasi elastis?

Dapat terlihat dari penyelesaian sola tersebut bahwa energi yang dikeluarkan sebagian besar digunakan untuk deformasi plastis. Atau dengan kata lain, kerja elastis dapat diabaikan (hanya 0,0001% dari kerja total).

1.3 Kerja Pada Proses Pembentukan Logam

Untuk memahami lebih hubungan antara pengujian tarik dengan pembentukan logam, marilah kita perhatikan kembali gambar dari suatu batang silinder logam yang mengalami penarikan berikut ini.

Load Ar ea

Load = St r ess x Ar ea

Load

Gambar 1-4 Batang Silinder yang Mengalami Deformasi

Kerja yang dilakukan selama deformasi plastis pada pengujian tarik dengan mudah dapat kita hitung. Kerja tersebut adalah kerja minimum yang diperlukan untuk proses deformasi, yang selanjutnya disebut sebagai Kerja I deal. Salah satu karakteristik penting dari Kerja I deal adalah bahwa Kerja I deal hanya tergantung pada konfigurasi awal dan konfigurasi akhir saja. Pada kenyataannya, Kerja Aktual Kerja yang dilakukan selama deformasi plastis pada pengujian tarik dengan mudah dapat kita hitung. Kerja tersebut adalah kerja minimum yang diperlukan untuk proses deformasi, yang selanjutnya disebut sebagai Kerja I deal. Salah satu karakteristik penting dari Kerja I deal adalah bahwa Kerja I deal hanya tergantung pada konfigurasi awal dan konfigurasi akhir saja. Pada kenyataannya, Kerja Aktual

Jika kita menganalisa proses pembentukan logam, maka kita dapat melihat bahwa energi eksternal, selain digunakan untuk proses deformasi menjadi bentuk akhir tertentu, digunakan pula untuk hal-hal lain yang tidak berkaitan langsung. Secara umum, Kerja Eksternal yang dibutuhkan di dalam proses pembentukan logam, selain Kerja I deal, meliputi pula Kerja Redundan dan Kerja Friksi.

Apakah yang dimaksud dengan Kerja Redundan atau Kerja Friksi?. Definisi berikut ini diharapkan dapat membantu memahami kedua hal tersebut. Kerja redundan adalah kerja yang dilakukan untuk deformasi, yang sebetulnya tidak diperlukan untuk mencapai bentuk akhir tertentu. Sedangkan kerja friksi adalah kerja yang dikeluarkan pada permukaan batas antar muka dari benda kerja dan perkakas yang tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap deformasi.

Contoh Soal 1-2 yang diambil dari Ref. [ 3] berikut ini diharapkan dapat menambah pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan Kerja Redundan.

Contoh Soal 1-2 Hitunglah kerja ideal, kerja redundan, dan kerja aktual yang dilakukan di dalam

proses pembentukan logam dua langkah dari batang logam Aluminum berukuran 10x10x100 (di dalam mm) seperti terlihat pada. Asumsikan bahwa tidak ada kerja friksi yang dilakukan dan logam Aluminum tersebut berperilaku sesuai sesuai dengan Persamaan Hollomon.

0 . F 25 σ= 500 ε F

Gambar 1-5 Batang Segiempat Aluminum yang Mengalami Penarikan

1.4 Referensi

[ 1] Taylan Altan, Soo-I k Oh, and Harold L. Gegel. Metal Forming, Fundamental and Aplications, ASM, Metal Parks Ohio, 1983. [ 2] J.N. Harris. Mechanical Working of Metals: Theory and Practice 1st ed., Pergamon Press Ltd., Oxford, 1983. [ 3] Robert H. Wagoner and Jean-Loup Chenot. Fundamentals of Metal Forming, John Wiley and Sons I nc., New York, 1996.

BAB 2 TEORI KERJA I DEAL

2.1 Pendahuluan

Di antara teori klasik untuk analisis proses pembentukan logam, Teori Kerja I deal, sebagaimana telah disinggung dalam Bab sebelumnya, termasuk metode analisis paling sederhana yang dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip kesetimbangan energi atau kerja. Prinsip dasar dari teori ini adalah bahwa kerja eksternal yang dilakukan pada proses pembentukan logam adalah sama dengan jumlah konsumsi energi untuk aliran logam dan deformasi plastis.

Beberapa asumsi diperlukan untuk menyederhanakan masalah, sehingga suatu proses pembentukan logam dapat dianalisis. Asumsi-asumsi penting yang digunakan adalah bahwa:

1. Kerja eksternal yang diperlukan sama dengan kerja internal untuk deformasi plastis.

2. Pengaruh friksi dapat diabaikan.

3. Deformasi tak homogen dianggap tidak terjadi. Berdasarkan asumsi tersebut di at as, maka proses pembentukan logam dapat

dianggap sebagai suatu proses ideal, di mana perubahan bentuk yang diinginkan dapat dihasilkan melalui proses deformasi plastis homogen, seperti yang misalnya terjadi pada proses ekstrusi dan penarikan yang aksi-simetris.

Di dalam Bab ini akan dibahas persamaan umum dari kerja ideal, aplikasinya di dalam proses ekstrusi, proses penarikan logam, dan proses lainnya, baik untuk memprediksi beban yang diperlukan pada operasi pembentukan logam atau untuk menentukan parameter-parameter penting lainnya, seperti regangan kritis atau batas reduksi pembentukan.

2.2 Persamaan Umum Kerja I deal

Gambar 2-1 memperlihatkan persamaan umum untuk kerja ideal yang diturunkan dari persamaan dasar kerja, yaitu gaya dikalikan perpindahan, dW = F.ds, dengan memasukkan nilai tegangan efektif dan regangan efektif dari suatu batang silinder

logam dengan luas penampang awal A 0 dideformasi menjadi batang silinder dengan penampang yang lebih akhir A 1 yang lebih kecil.

A0 A1

ε = ln

σ= k ε

Gambar 2-1 Persamaan Umum Kerja I deal

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk berbagai jenis material logam dengan perilaku mekanik. Salah satu persamaan konsitutif yang sering digunakan untuk menggambarkan perilaku mekanik dari material plastis adalah persamaan Hollomon atau power law hardening. Persamaan-persamaan lain dapat dilihat pada Tabel 2-1

Tabel 2-1 Contoh Persamaan Konsitutif Untuk Material Plastis (dari Ref.[ 1] )

Nama Persamaan Persamaan

σ=σ 0 Linier

I deal

σ=σ 0 + k ε Trigonometri

σ= ksinB ε

n Hollomon σ= k ε

Voce σ=σ 0 (1−Α e ) Ludwik n σ= σ 0 + k( ε 0 + ε)

Swift n k( ε 0 + ε)

Untuk logam yang perilakunya memenuhi persamaan Hollomon misalnya, persamaan umum untuk Kerja I deal per Satuan Volume, Wi/ V atau wi, dapat disederhanakan menjadi persamaan seperti terlihat pada Gambar 2-1.

Wor k ener gy/ volume

σ= n

Gambar 2-2 Persamaan Kerja per Satuan Volume untuk Material Berperilaku sesuai Persamaan Hollomon.

Telah diketahui sebelumnya bahwa kerja ideal adalah kerja minimal yang dilakukan untuk terjadinya deformasi plastis. Besarnya kerja aktual yang diperlukan untuk terjadinya suatu aliran logam atau deformasi plastis pada proses pemebentukan logam selalu sama dengan atau lebih besar dari besarnya kerja ideal tersebut. Dengan kata lain, teori kerja ideal hanya memberikan batas bawah (lower bound) dari kerja, gaya, tegangan atau tekanan yang sebenarnya diperlukan pada proses pembentukan logam.

Berbeda dengan desain dan analisis struktur yang tidak menginginkan terjadinya deformasi, pada desain dan analisis proses pembentukan logam, perhatian kita adalah pada berapa jumlah energi, gaya, beban, tegangan, atau tekanan yang dapat menyebabkan logam mulai terdeformasi. Teori batas bawah dalam hal ini kurang dapat memberikan kepastian terjadinya aliran logam atau deformasi plastis sehingga kurang menguntungkan untuk desain dan analisis proses pembentukan logam. Sebaliknya, analisis batas bawah lebih menguntungkan untuk digunakan pada disain dan analisis struktur.

2.3 Kerja Aktual dan Faktor Efisiensi

Telah diketahui sebelumnya bahwa besarnya kerja aktual di dalam proses pembentukan logam dapat dipastikan selalu sama dengan atau lebih besar dari besarnya kerja ideal yang persamaan umumnya telah diturunkan sebelumnya. Kerja aktual lebih besar daripada kerja ideal karena selain kerja ideal, pada proses pembentukan logam, dikeluarkan pula energi dalam bentuk lain yang tidak ada kaitannya langsung dengan perubahan bentuk dan geometri logam yang diinginkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa besarnya kerja aktual adalah sama dengan kerja ideal ditambah dengan kerja redundan dan kerja friksi. Pengertian sederhana tentang kerja redundan dan kerja friksi telah dibahas dalam Bab sebelumnya. Berikut ini akan dibahas kembali pengertiannya dalam konteks prediksi kerja aktual serta hubungannya dengan faktor efisiensi pada proses pembentukan logam.

Fr ict ion, Redundant ,

I deal and Act ual Ener gy

Act ual Ener gy

I deal

Fr ict ion

Redundant

Ener gy

Wor k piece-t ool

Non-homogeneous

I nt er f ace

Def or mat ion I nt er nal dist or t ion

Gambar 2-3 Hubungan Kerja Redundan, Friksi, I deal dan Aktual

Kerja redundan adalah besarnya energi yang dikeluarkan untuk regangan redundan, yang terjadi akibat deformasi tidak homogen (non homogeneous deformation) pada proses pembentukan logam seperti diperlihatkan di dalam skema berikut ini. Regangan redundan lebih besar daripada regangan yang diperlukan pada proses deformasi homogen (homogeneous deformation). I mplikasi fisik dari regangan redundan ini adalah produk menjadi semakin keras, kuat, dan berkurang keuletannya. Kerja friksi, adalah energi yang hilang pada batas antarmuka antara benda kerja dan perkakas atau cetakan yang tidak memberikan kontribusi terhadap deformasi. Kerja friksi dan redundan terjadi secara simultan di dalam proses pembentukan logam dan masing-masing sulit dihitung secara teoritis. Kontribusi

Faktor efisiensi didefinisikan sebagai rasio kerja ideal terhadap kerja aktual. Pada proses dengan faktor efisiensi sama dengan 1, kerja aktualnya akan sama dengan kerja ideal, sehingga nilai yang diperoleh adalah batas bawah dari kerja deformasi. Banyak parameter, baik proses maupun proses, yang berpengaruh langsung terhadap faktor efisiensi. Pada proses penarikan kawat misalnya, faktor efisiensi sangat dipengaruhi oleh geometri cetakan, yaitu sudut cetakan, dan kondisi batas antar muka dari benda kerja dan perkakas, atau dikenal sebagai tribologi, yang di dalamnya tercakup koefisien friksi, kekasaran permukaan serta jenis dan sistem pelumasan. Perkiraan nilai faktor efisiensi pada beberapa proses pembentukan logam yang penting dapat dilihat pada tabel berikut ini. Nilai-nilai tersebut diperoleh secara empiris dari percobaan.

Tabel 2-2 Efisiensi untuk Berbagai Operasi Pembentukan Logam (dari Ref.[ 1] )

PROSES EFI SI ENSI , η Uji tarik uniaksial

Penempaan 0.2-0.95 Pengerolan

0.8-0.9 Penarikan lembaran

0.75-0.8 Penarikan kawat

0.55-0.70 Ekstrusi

0.5-0.65

2.4 Aplikasi Teori Kerja I deal Pada Proses Pembentukan Logam

Perhatikanlah proses ekstrusi aksi-simetris berikut ini. Kita akan mencoba untuk memprediksi tekanan ekstrusi, P e , dengan menganggap bahwa kerja aktual yang diberikan sama dengan kerja internal yang diperlukan untuk terjadinya aliran logam dan deformasi plastis. Dengan asumsi bahwa proses pembentukan logam adalah incompressible (volume konstan) serta menganggap bahwa kerja adalah hasil kali

skalar gaya, F e dan perpindahan ∆ l, maka dapat dibuktikan bahwa Tekanan Ekstrusi,

P e adalah sama dengan Kerja Aktual per satuan Volume, w a .

I ncompr essibilit y

Ext r usion

A ∆ l = A 1 ∆ 0 l 0 1 Tot al act ual wor k

Exit Ar ea

Die

∆ Applied f or ce

∆ l 1 Act ual wor k per unit volume:

I nit ial Ar ea

Ext r usion Pr essur e

Gambar 2-4 Hubungan Tekanan Ekstrusi dan Kerja Aktual per Satuan Volume

Dari persamaan di atas kemudian dapat diturunkan persamaan umum untuk tekanan ekstrusi, P e menurut teori kerja ideal pada Gambar 2-5. Tegangan dan regangan yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah tegangan dan regangan efektif dari material.

I deal Pr ocess

w a = w i or w a > w i

Gambar 2-5 Tekanan Ekstrusi Menurut Kerja I deal

Tegangan penarikan pada proses penarikan logam aksi-simeteris dapat pula diturunkan sebagaimana halnya tekanan ekstrusi. Tegangan penarikan dalam hal ini adalah sama dengan gaya tarik dibagi dengan luas penampang kawat yang telah ditarik atau keluar cetakan.

Wir e Dr awing

Exit Ar ea

Die

I nit ial Ar ea

Dr awing st r ess

Gambar 2-6 Tegangan Penarikan menurut Kerja I deal

Tekanan ekstrusi dan tegangan penarikan dapat diperkirakan dengan memasukkan faktor efisiensi yang untuk proses ekstrusi dan penarikan kawat yang dari hasil percobaan, diketahui nilainya berturut-turut berkisar antara 0.5-0.65 dan 0.55-0.70.

Dengan memasukkan faktor efisiensi, persamaan Tekanan Ekstrusi dan Tegangan Penarikan dapat dituliskan kembali dalam bentuk sebagai berikut.

f (die angle, r educt ion per pass,

wor k piece–t ool

int er f ace)

Gambar 2-7 Tekanan Ekstrusi dan Tegangan Penarikan dengan Faktor Efisiensi

Jika efek dari pengerasan regangan dianggap kecil, misalnya pada proses pengerjaan panas atau jika material sebelumnya telah mengalami pengerjaan dingin, maka dapat digunakan tegangan alir rata-rata yang bekerja pada rentang regangan tertentu, sehingga persamaannya dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut:

I f n <<< à e.g. hot wor king pr ocess, cold wor ked mat er ial used

1 ε 2 σ a () ∆ ε

P e () σ d = σ d ε =

Aver age f low st r ess over t he r ange ∆ ε

Gambar 2-8 Tekanan Ekstrusi dan Tegangan Penarikan untuk Logam Yang Tidak Mengalami Pengerasan Kerja

Teori kerja ideal dapat pula diaplikasikan untuk proses pembentukan lainnya. Untuk proses penempaan (forging), kondisi idealnya adalah pada pengujian tekan tanpa gesekan (frictionless compression test) , sedangkan untuk proses pengerolan (rolling) kondisi idealnya adalah pada pengujian tarik regangan bidang (plane strain compression test) .

2.5 Penggunaan Teori Kerja I deal untuk Menghitung Batas

Reduksi Penarikan

Misalkan Saudara bekerja di sebuah perusahaan manufaktur logam di mana Saudara diminta untuk mendisain suatu proses penarikan logam dari batang silinder berdiameter tertentu menjadi kawat berdiameter lebih kecil. Jika kapasitas mesin penarikan telah diperkirakan jauh di atas yang diperlukan, faktor penting apalagi yang perlu dipertimbangkan?

Marilah kita perhatikan suatu operasi penarikan kawat sederhana. Dapat dilihat bahwa operasi penarikan tidak mungkin berlangsung jika tegangan yang diperlukan untuk menarik material melalui cetakan (tegangan penarikan) lebih besar daripada tegangan yang diperlukan untuk mendeformasi atau mengalirkan logam yang telah ditarik melewati dies (tegangan alir). Dengan kata lain, jika tegangan penarikan lebih besar daripada tegangan alir kawat yang telah ditarik, maka kawat tersebut akan mengalir dan putus. Akibatnya batang silinder yang belum ditarik tidak akan dapat mengalir melewati cetakan.

Dengan menggunakan pengertian tersebut, maka regangan kritis dari logam yang mengalami proses penarikan dapat diketahui dengan menghitung besarnya regangan dari logam, tepat pada saat nilai dari kedua tegangan tersebut sama besarnya.

σ draw

σ flow

Gambar 2-9 Kurva Hubungan Tegangan Alir dan Tegangan Penarikan (dari Ref.[ 2])

Langkah awal yang dapat dilakukan untuk menganalisis tegangan kritis adalah:

1. Memperkirakan tegangan deformasi atau tegangan alir dari logam dengan menggunakan persamaan untuk perilaku plastis logam yang mengalami penguatan.

2. Memperkirakan tegangan penarikan dengan menggunakan Teori Kerja I deal.

Selanjutnya dapat diturunkan persamaan untuk regangan kritis dari logam sebagai berikut:

σ flow = σ draw

σ flow = σ ≈ k ε = k  2 ln

σ draw = w a =

Gambar 2-10 Persamaan Regangan Kritis

Nilai tegangan kritis sangat penting di dalam mendesain proses penarikan kawat. Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa tegangan kritis pada proses penarikan kawat tergantung pada nilai faktor efisiensi dan indeks pengerasan regangan. Faktor efisiensi adalah parameter proses yang berhubungan dengan faktor geometri cetakan dan tribologi. Pada penarikan kawat, faktor penting yang berhubungan dengan geometri cetakan misalnya adalah sudut cetakan (die angle) . Sedangkan faktor tribologi yang penting adalah pelumasan dan kekasaran permukaan cetakan dan benda kerja. I ndeks pengerasan regangan adalah parameter material yang berhubungan dengan komposisi, struktur mikro dan berbagai perlakuan yang telah dialami oleh material sebelumnya.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai faktor efisiensi dan/ atau indeks pengerasan regangan, maka semakin besar nilai regangan kritisnya. Di dalam aplikasi praktis proses penarikan kawat, nilai regangan kritis, yaitu jumlah perubahan panjang terhadap panjang awal kurang dapat memberikan informasi praktis. Regangan kritis, untuk itu, perlu diterjemahkan menjadi jumlah reduksi maksimum yang merupakan prosentasi perubahan dimensi terhadap dimensi awal. Pada proses penarikan kawat, tidak praktis pula untuk mengukur dimensi panjang dan perubahannya sebagaimana halnya pada pengujian tarik. Hal yang lebih praktis untuk dilakukan adalah mengukur diameter kawat, baik sebelum maupun setelah melalui cetakan.

Dengan mengganggap bahwa pada proses penarikan kawat, sebagaimana halnya proses pembentukan logam lainnya, deformasi terjadi pada volume konstan, maka dapat diperoleh hubungan antara regangan kritis dengan diamater akhir kawat.

Di bawah ini kita akan mencoba untuk menerjemahkan regangan kritis, yang lebih bersifat teoritis ke dalam parameter proses penarikan kawat yang lebih praktis, yaitu

diameter awal dan akhir dari kawat.

= exp

Gambar 2-11 Konversi Regangan Kritis menjadi Rasio Diameter Awal dan Akhir

Marilah kita perhatikan proses penarikan kawat untuk proses ideal dan material ideal. Nilai faktor efisiensi pada proses ideal adalah sama dengan 1. Sedangkan material plastis ideal memiliki indeks pengerasan regangan sama dengan 1. Dengan kata lain, pada material plastis ideal, nilai tegangan luluh dan tegangan alirnya adalah sama dengan tegangan maksimum dan tegangan kegagalannya. Berdasarkan persamaan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa nilai regangan kritisnya adalah 2.

I ni berarti bahwa nilai 2 ln (d 0 /d 1 ) nya sama dengan 1 atau d 1 /d 0 -nya sama dengan bilangan eksponensial pangkat 0.5.

Secara kuantitatif, deformasi yang terjadi pada proses penarikan logam akan lebih mudah dipahami jika dinyatakan sebagai nilai reduksi, R, yaitu rasio perubahan penampang kawat terhadap penampang awal. Nilai reduksi, seperti halnya nilai regangan sering dinyatakan dalam % .

% Reduct ion

Gambar 2-12 Jumlah Reduksi Pada Proses Pembentukan

Untuk kasus di atas dengan mudah kita dapat mengetahui bahwa pada kondisi proses dan material ideal kita dapat menarik kawat berdiameter awal 100 mm menjadi kawat berdiamater 37 mm. Dalam hal ini, jumlah reduksi maksimumnya adalah sekitar 63% .

Proses penarikan umumnya melibatkan reduksi penampang yang sangat besar sehingga perlu dilakukan secara bertahap. Sebagai seorang insinyur Saudara harus dapat mendisain berapa tahap reduksi perlu dilakukan untuk memperoleh diameter kawat yang diinginkan serta berapa jumlah reduksi penampang pada setiap tahap tersebut. Hal ini dikenal sebagai Drawing Pass Design atau desain tahap penarikan.

2.6 Referensi

[ 1] Robert H. Wagoner and Jean-Loup Chenot. Fundamentals of Metal Forming, John Wiley and Sons I nc., New York, 1996. [ 2] William F. Hosford and Robert M. Caddel. Metal Forming: Mechanics and Metallurgy, Prentice Hall, New Jersey, 1983.

BAB 3 ANALI SI S SLAB

3.1 Pendahuluan

Jika suatu ketika Saudara menemukan terjadinya kegagalan pada produk hasil pembentukan logam atau di saat lain Saudara menemukan terjadinya kerusakan pada perkakas yang digunakan, maka apakah yang Saudara pikirkan?

Secara umum seluruh teori analisis pembentukan logam dapat digunakan untuk memprediksi beban eksternal yang diperlukan untuk terjadinya aliran logam atau deformasi plastis. Pendekatan teoritis cukup berguna, khususnya untuk proses- proses pembentukan logam utama seperti penempaan, pengerolan, ekstrusi, dan penarikan. Teori Kerja I deal, yang telah dibahas di dalam Bab sebelumnya cukup efektif untuk menganalisis proses pembentukan logam, di mana deformasi yang terjadi adalah homogen. Seperti halnya Teori Kerja I deal, teori analisis slab yang akan dibahas dalam Bab ini juga menggunakan prinsip-prinsip kesetimbangan gaya.

Kelebihan teori ini dibandingkan dengan Teori Kerja ideal adalah bahwa teori ini dapat digunakan untuk memprediksi tegangan dan regangan lokal pada proses pembentukan logam, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis kegagalan, baik pada kegagalan pada produk akhir maupun kerusakan pada perkakas.

Kelebihan lain dari teori ini adalah dalam hal menentukan faktor efisiensi. Berbeda dengan Teori Kerja I deal di mana faktor efisiensi sepenuhnya ditentukan secara empiris, pada teori analisis slab, parameter penting proses pembentukan logam yang dapat diukur atau telah diketahui secara teoritis telah terakomodasi di dalam perhitungan. Proses-proses pembentukan utama seperti penempaan, pengerolan, ekstrusi, dan penarikan, dapat dianalisis secara teoritis dengan tingkat akurasi yang cukup baik. Di samping itu, teori ini dapat juga membantu kita di dalam memahami berbagai rumus dan formula empiris yang seringkali digunakan pada praktek pembentukan logam yang lebih kompleks.

3.2 Dasar- dasar Analisis Slab

Teori analisis slab, berdasarkan metode analisis yang digunakan, dikenal pula sebagai teori kesetimbangan gaya (force balance analisis) atau pendekatan kesetimbangan benda bebas (free-body equilibrium approach). Secara umum, analisis dilakukan dengan mengaplikasikan kesetimbangan gaya pada suatu potongan-potongan tipis logam (slab) dengan tebal berbeda-beda sehingga diperoleh persamaan diferensial untuk tegangan (dan regangan) dengan variasi hanya pada satu arah saja. Selanjutnya tegangan lokal, tegangan maksimum dan tegangan rata- ratanya dapat dihitung, untuk kondisi-kondisi pembatas (boundary conditions) yang telah ditentukan.

3.2.1 Asumsi- asumsi Dasar

Untuk dapat melakukan analisis diperlukan beberapa asumsi dasar seperti telah diuraikan pada Ref. [ 1] :

1. Arah dari beban yang diberikan serta bidang yang tegak lurus terhadap arah tersebut menentukan arah-arah bidang utama. Tidak ada variasi tegangan- tegangan utama pada bidang ini.

2. Walaupun pengaruh-pengaruh dari friksi permukaan masuk di dalam perhitungan kesetimbangan gaya, hal tersebut tersebut tidak berpengaruh terhadap distorsi internal dari logam atau orientasi dari arah-arah utama.

3. Potongan bidang tetap bidang, deformasi dianggap homogen di dalam penentuan regangan. Dengan kata lain, keadaan di dalam potongan tipis yang tegak lurus terhadap arah di mana terjadi variasi tegangan dan regangan dianggap homogen.

Jadi variasi dianggap hanya terjadi pada satu sumbu saja, dan arah-arah utamanya adalah konstan, dapat diketahui, dan termasuk ke dalamnya sumbu di mana terjadi variasi. Asumsi tambahan lain yang dapat digunakan untuk menyederhanakan perhitungan numeris di antaranya adalah: material dianggap homogen dengan aliran logam konstan, simplifikasi-simplifikasi geometri dapat dilakukan, berlaku model material dan friksi tertentu, serta dapat dilakukan simplifikasi pada kondisi pembatas.

3.2.2 Langkah- langkah Dasar

Tiap-tiap jenis proses pembentukan logam memiliki karakteristik berbeda yang perlu diperhatikan di dalam analisis. Akan tetapi, secara umum terdapat persamaan langkah-langkah dasar di dalam metode analisis slab. Di dalam Ref. [ 2] telah diuraikan secara sistematis langkah-langkah dasar analisis slab, yang dapat secara konsisten diaplikasikan untuk berbagai proses pembentukan logam:

1. Tentukan arah di mana terjadi variasi tegangan dan regangan yang paling penting.

2. Perhatikan kesetimbangan dari potongan-potongan tipis logam (slab) yang tegak lurus terhadap arah ini, termasuk di dalamnya tegangan-tegangan yang disebabkan karena kontak dan friksi.

3. Turunkan suatu persamaan diferensial yang sesuai untuk variasi tegangan pada satu sumbu.

4. Gunakan teori-teori plastisitas untuk mengurangi fungsi-fungsi yang tidak diketahui.

5. Aplikasikan kondisi-kondisi batas.

6. Carilah solusi dari persamaan diferensial untuk memperoleh tegangan yang diinginkan.

3.3 Referensi

[ 1] William F. Hosford and Robert M. Caddel. Metal Forming: Mechanics and Metallurgy. Prentice Hall, New Jersey, 1983. [ 2] Robert H. Wagoner and Jean-Loup Chenot. Fundamentals of Metal Forming, John Wiley and Sons I nc., New York, 1996.

BAB 4 TEORI MEDAN GARI S SLI P/ GESER

4.1 Pendahuluan

Dari perbandingan antara hasil analisis secara teoritis dengan teori-teori sebelumnya dan hasil pengamatan empiris di lapangan, terlihat bahwa beban sesungguhnya yang diperlukan untuk pembentukan logam praktis jauh lebih kecil jika dibandingkan beban yang diprediksi. Salah satu perbedaan tersebut disebabkan karena proses pembentukan logam sesungguhnya logam harus mengalir sesuai dengan pola aliran tertentu yang konsisten dengan perubahan geometri. Pada teori analisis logam seperti Teori Kerja I deal, logam dianggap mengalami deformasi homogen (homogeneous deformation) sedangkan pada kenyataannya, kerja yang diberikan pada proses pembentukan logam sebagian diberikan untuk mengatasi kerja redundan atau deformasi plastis pada garis-garis bidang geser seperti ditunjukkan oleh pola aliran material.

Teori analisis medan garis slip pada prinsipnya adalah penentuan pola aliran plastis di dalam logam atau benda kerja yang sedang mengalami deformasi. Pola aliran logam, atau medan slip, tersebut harus konsisten dengan perubahan geometri. Pola aliran pada logam yang terdeformasi selanjutnya dapat dianalisis dari titik ke titik. Jadi, pada teori ini pola dari aliran logam pada proses pembentukan logam, yang pada teori sebelumnya tidak diperhatikan, sudah diperhatikan.

Teori medan garis slip, selain dilakukan berdasarkan analisis teoritis, didukung pula oleh hasil-hasil pengamatan empiris dari fenomena deformasi makro serta teori-teori platisitas yang telah dipelajari, baik pada skala yang lebih mikro maupun makro. Seperti telah dipelajari sebelumnya sebelumnya pada kuliah Metalurgi Fisika, kita mengetahui bahwa pada skala mikro, deformasi plastis pada umumnya dapat terjadi dengan dua mekanisme dasar, yaitu mekanisme slip (geser) dan mekanisme twinning (kembaran). Slip adalah mekanisme deformasi yang paling umum pada logam-logam plastis. Pada skala mikro, slip terjadi pada bidang dan arah kristalografi tertentu, yaitu pada bidang dengan kerapatan atom paling tinggi (closed-packed) planes dan pada arah yang paling dekat dengan arah tegangan geser maksimum.

Pada skala makro, slip selalu dianggap terjadi tepat pada arah bidang tegangan geser maksimum. Hal ini dapat dibenarkan karena pada skala makro logam dapat dianggap sebagai material homogen tidak berstruktur, anisotropis dan berperilaku plastis ideal. Jadi istilah Teori Medan Garis Slip sebenarnya agak sedikit kurang tepat, karena analisis dengan teori medan garis slip ini adalah berdasarkan pada skala makro (makro plastisitas) buka pada skala mikro. Selanjutnya perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan medan garis slip di dalam buku ini adalah medan bidang geser.

Hasil pengamatan empiris pada pengujian logam juga dapat digunakan untuk memperkuat asumsi tersebut. Pada pengujian tarik lembaran satu sumbu misalnya, kita dapat dengan mudah menyaksikan bahwa logam putus pada sudut 45 o , di mana

terjadi tegangan geser maksimum. Pada pengujian tarik batang silinder, kita dapat pula menyaksikan bahwa putus

terjadi pada arah tegangan geser maksimum, yaitu pada arah 45 o . Hal ini dapat diamati pada pola patahan mangkuk kerucut (cup and cone) yang menjadi salah satu

ciri khas dari perpatahan logam ulet serta adanya shear lips pada bagian tepi yang semuanya menunjukkan arah bidang tegangan geser maksimum. Hanya saja, arah dari tegangan geser maksimum pada pengujian tarik logam ulet tersebut, kadang- kadang tidak dapat diamati dengan jelas, karena adanya tegangan-tegangan sekunder yang semakin membesar dengan meningkatnya gaya yang diberikan, yang seringkali mengganggu pola deformasi utama tersebut.

Fenomena yang lebih jelas dapat kita amati pada pengujian tekan sederhana (simple compression) , terutama untuk material-material tertentu, seperti beton (concrete) dan 10% Al Bronze (lihat Ref.[ 1] ). Pada pengujian sederhana tersebut terlihat

dengan jelas bahwa tegangan geser maksimum terjadi pada arah 45 o terhadap arah- arah tegangan utama dan saling orthogonal pada interseksinya.

Simple Compr ession

concr et e Shear on Diagonal Planes

Gambar 4-1 Skema Pengujian Kompresi Sederhana pada Beton

4.2 Dasar- dasar Teori Medan Garis Slip

Untuk memahami analisis teori ini marilah kita perhatikan terlebih dahulu proses pembentukan logam sederhana, yaitu proses indentasi tanpa gesekan di mana lebar indentornya, b, sama dengan tebal logam, t, di mana pola aliran logam atau medan garis slipnya dapat dilihat pada Gambar 4-2. Untuk perbandingan nilai t dan b yang lain, asumsi medannya berbeda, seperti dapat dilihat pada Ref.[ 1] . Pada kasus tersebut kondisi regangan bidang akan terjadi pada kondisi di mana lebar dari logam, w, jauh lebih besar daripada tebalnya. Dengan bergeraknya indentor dan bertambah tipisnya logam, sebenarnya pola-pola aliran logam atau medan garis slip tersebut akan berubah. Tetapi karena yang menjadi perhatian kita adalah prediksi dari beban yang menyebabkan mulai terjadinya deformasi, maka kita tetap dapat mengacu pada pola tersebut.

Plane St r ain

x w >>> t

plane of max shear

r igid block

b slip line f or f r ict ionless indent at ion when t = b

Gambar 4-2 Proses I ndentasi Tanpa Gesekan Kondisi Regangan Bidang

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai kondisi regangan bidang, sementara ini kita telah mengetahui bahwa kondisi regangan bidangan adalah kondisi di mana regangan pada salah satu arah sumbu utamanya (dalam hal ini pada arah lebar) adalah sama dengan nol. Pada kondisi ini, sistem tegangan yang terjadi adalah seperti pada deformasi geser murni (pure shear), di mana pada kondisi tersebut, luluh terjadi pada saat tegangan maksimumnya sama dengan tegangan luluh geser dari logam.

Menurut teori analisis medan garis slip, yang dimaksud dengan garis medan slip adalah garis atau bidang di mana terjadi tegangan geser maksimum, yang pada

kondisi di atas arahnya adalah membuat sudut 45 o dengan arah sumbu-sumbu

Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam teori ini, yang berlaku secara umum, selain yang telah disebutkan tadi, adalah material adalah bersifat homogen dan isotropis, dan berperilaku rigid plastis ideal. Efek dari temperatur, laju regangan dan waktu, dalam hal ini dapat diabaikan. Asumsi lain yang penting adalah bahwa pada batas- batas (internal boundary) , terjadi tegangan geser yang konstan. Pada saat terjadi mulai aliran logam atau deformasi plastis, maka tegangan geser pada garis-garis medan slip tersebut, di mana pun posisinya, adalah tepat sama dengan besarnya dengan kekuatan geser luluh dari logam, k. Masalahnya, dalam hal ini adalah bagaimana kita dapat menentukan arah dari tegangan luluh geser (k) atau tegangan geser maksimum serta bagaimana menentukan besarnya gaya tekan (F) dari arah dan besar dari tegangan-tegangan utamanya.

Untuk memperjelas, marilah kita kembali kepada masalah deformasi regangan bidang sederhana di atas. Pada kasus tersebut, arah dari bidang tegangan geser

maksimum atau medan garis slip telah dapat ditentukan, yaitu pada arah 45 o terhadap arah dari bidang-bidang tegangan utama. Arah vertikal atau arah dari

beban yang diberikan dan arah horisontal, yaitu arah dari aliran logam, dalam hal ini adalah arah dari bidang-bidang utama. Besarnya beban atau gaya yang diberikan adalah sama arahnya dengan salah satu tegangan utama. Sedangkan tegangan utama pada arah sumbu utama lainnya, yang tegak lurus pada tegangan utama tersebut, besarnya adalah nol, karena pada arah horisontal material mengalir tanpa mengalami hambatan.

II III IV

Gambar 4-3 Tegangan-tegangan Utama dan Geser pada Medan Garis Slip

Dari hubungan tersebut dapat diketahui bahwa tegangan utama pada arah vertikal dengan tersebut besarnya adalah 2x nilai tegangan geser maksimum, seperti terlihat pada lingkaran Mohr (Gambar 4-4). Pada saat mulai terjadi deformasi besarnya tegangan geser maksimum tersebut adalah sama dengan nilai kekuatan luluh geser dari logam. Dari analisis sederhana tersebut kita dapat menyatakan beban yang perlu diberikan untuk mulai terjadi deformasi plastis sebagai fungsi dari kekuatan geser luluh dari material, yaitu: F = 2kwb.

F = 2 kwb

Gambar 4-4 Lingkaran Mohr untuk Sistem Tegangan Pada Medan Garis Slip

Tegangan utama dua, σ 2 , atau tegangan utama antara, dalam kasus ini tidak memiliki arti penting di dalam perhitungan prediksi beban indentasi. Arti penting dari

tegangan ini, di dalam analisis dengan teori medan garis slip akan dibahas pada bagian selanjutnya.

4.3 Persamaan untuk Keadaan Umum Tegangan

Pada bagian ini kita akan mencoba untuk menurunkan persamaan untuk keadaan umum tegangan yang selanjutnya akan digunakan di dalam analisis dengan teori medan garis slip. Sebelumnya, kita perlu memahami dengan jelas dan mendalam terlebih dahulu mengenai sistem tegangan pada kondisi regangan bidang yang akan kita gunakan untuk menurunkan persamaan tersebut seperti telah dibahas pada Ref.[ 2] .

Seperti telah disinggung sebelumnya, pada kondisi regangan bidang, aliran logam selalu sejajar dengan suatu bidang tertentu, yang selanjutnya disebut sebagai bidang

Jika kita menerapkan hukum volume konstan pada proses pembentukan logam, maka dapat dibuktikan bahwa besarnya tegangan pada arah sumbu yang tegak lurus

bidang aliran (bidang x-y), yaitu σ z adalah sama dengan tengangan utama antara σ 2 , sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 4-5.

d γ xy ≠ 0 , d γ yz = d γ zx

γ xy ≠ 0 , γ yz = γ zx

τ zy = τ xz = 0 → σ z = σ 2

Gambar 4-5 Arah σ 2 Tegak Lurus Bidang Aliran Logam

Dengan mengaplikasikan persamaan umum dari Hooke, maka besarnya Tegangan Utama Antara, σ 2 , dapat dihitung dan diketahui, sebagaimana terlihat pada Gambar 4-6. Dapat dibuktikan bahwa untuk logam yang plastik ideal dengan Rasio Poisson sama dengan ½ , besarnya tegangan utama antara adalah sama dengan nilai rata- rata dari tegangan-tegangan maksimum dan minimumnya. Selanjutnya dapat dibuktikan bahwa nilai tegangan utama antara (intermediate stress) , pada kondisi regangan bidang, akan selalu sama dengan tegangan rata-rata (mean stress) . Komponen tegangan hidrostatis tersebut telah dibuktikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap peluluhan (yielding), baik secara teoritis maupun empiris. Pengujian hidrostatis menunjukkan, bahwa perubahan tegangan rata-rata tidak berpengaruh terhadap tegangan geser maksimum yang berperan penting pada kriteria batas peluluhan sebagaimana telah dibahas pada makro plastisitas. Dari penggambaran keadaan tegangan dapat dilihat dengan jelas bahwa perubahan dari tegangan hidrostatis tersebut hanya akan menggeser posisi dari lingkaran Mohr, tetapi tidak merubah ukuran jari-jari atau diameter lingkaran Mohr tersebut.

31

Gambar 4-6 Besar σ 2 untuk Logam Plastik I deal

σ mean = ( σ 1 + σ 2 + σ 3 )

3 σ mean = σ 2

Gambar 4-7 Hubungan Tegangan Utama Antara dan Tegangan Rata-rata pada Kondisi Regangan Bidang

Dari deskripsi tegangan dan regangan dengan lingkaran Mohr, dapat pula diketahui bahwa tegangan rata-rata, yang dalam hal ini sama dengan σ 2 berhubungan dengan regangan d ε = 0.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: Deformasi Regangan Bidang (Plane Strain Deformation) akan menghasilkan suatu

keadaan tegangan yang dapat dianggap sebagai Deformasi Geser Murni (Pure Shear Deformation) bersama-sama dengan Tegangan Hidrostatis (Hydrostatic Stress) yang besarnya dapat bervariasi dari satu daerah deformasi ke daerah deformasi lainnya.

Variasi dari σ 2 , yang adalah tegangan antara sekaligus tegangan hidrostatis, sangat penting artinya di dalam analisis dengan metode medan garis slip. Berikut ini kita mencoba untuk menurunkan persamaan yang menunjukkan variasi tegangan tersebut untuk keadaan umum tegangan seperti terlihat pada Gambar 4-8.

τ= y

τ xy

yx

σ 2 τ= yx τ xy

σ= z σ 2

Gambar 4-8 Keadaan Umum Tegangan pada Elemen Fisik

Gambar Gambar 4-8 di atas menggambarkan keadaan tegangan untuk kondisi regangan bidang pada suatu elemen fisik. Lingkaran Mohr untuk keadaan tegangan tersebut bersama dengan Lingkaran Mohr untuk keadaan Regangannya dapat dilihat

pada Gambar 4-9. Pada Lingkaran Mohr tersebut dapat dilihat bahwa σ 2 adalah tegangan normal yang bekerja pada tegak lurus pada bidang dari tegangan

maksimum, di mana pada bidang tersebut bekerja tegangan geser maksimum atau kekuatan geser luluh dari logam, k. Pada kondisi regangan bidang, bidang ini juga mengalami regangan geser maksimum dan regangan normal nol, sebagaimana dapat dilihat pada kedua Lingkaran Mohr pada Gambar 4-9.

τ yx

τ xy

σ= z σ 2 σ x

yx

2 = 0 ε xx & 1

Gambar 4-9 Lingkaran Mohr untuk Keadaan Umum Tegangan dan Regangan

Bidang-bidang tegangan geser maksimum yang saling tegak lurus tersebut dinyatakan dalam satu dua dimensi sebagai garis-garis medan slip. Pada bidang atau garis tersebutlah bekerja tegangan geser maksimum, yang pada saat logam mulai terdeformasi besarnya sama dengan k, atau tegangan luluh geser. Hubungan

dir ect ion of

shear

pr incipal st r ess

yield

along t he st r ess

slip line

per pendicular t o element f ace & slip line

hydr ost at ic

st r ess

k Slip Line

Field

Gambar 4-10 Hubungan Bidang Tegangan Geser Maksimum, Garis Medan Slip, dan σ 2 (Tegangan Antara = Tegangan Hidrostatis) ([ 1] ,[ 3])

4.4 Perjanjian Tanda

Sebelum menurunkan persamaan yang menunjukkan perubahan tegangan antara atau tegangan hidrostatis tersebut, kita perlu menyepakati terlebih dahulu beberapa perjanjian tanda, yang selanjutnya akan kita gunakan secara konsisten baik di dalam penurunan rumus maupun analisis. Perjanjian tanda tersebut, secara skematis, dapat dilihat pada Gambar 4-11, mengacu pada Ref.[ 2] . Disepakati bahwa perubahan sudut yang berlawanan dengan arah jarum jam (counter clockwise) adalah bertanda positif (+ ) dan sebaliknya bertanda negatif (-) jika searah dengan arah jarum jam (clockwise). Disepakati pula bahwa garis-garis medan slip akan diberi nama garis alpha ( α ) jika garis tersebut berada pada kuadran I dan I I I pada

sistem koordinat dengan sumbu absis tegangan utama 3 dan sumbu ordinat tegangan utama 1. Sedangkan beta ( β ) berada pada kuadran I I dan I V pada sistem koordinat tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa tegangan utama 1 (tegangan utama terbesar secara aljabar), berada pada kuadran I dan I I I pada sistem koordinat alphabeta ( α−β ).

I mpor t ant Convent ions f or t he f amilies of or t hogonal slip lines

β − line

α − line

β − line σ 1

β − line

α − line

Gambar 4-11 Perjanjian Tanda

4.5 Persamaan Variasi Tegangan Di Sepanjang Garis- garis Medan Slip

Pada kesetimbangan berlaku persamaan umum kesetimbangan, yang selanjutnya dapat kita sederhanakan untuk kondisi regangan bidang.

Equilibr ium Equat ions

∂ σ xx ∂ σ yx ∂ σ zx

∂ σ xy ∂ σ yy ∂ σ zy

∂ σ xz ∂ σ yz ∂ σ zz

Gambar 4-12 Persamaan-persamaan Kesetimbangan

Simplif ied Equilibr ium Equat ion

∂ σ x ∂ τ yx

∂ σ y ∂ τ xy

Gambar 4-13 Persamaan Kesetimbangan yang Sudah Disederhanakan

Tegangan-tegangan tersebut dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tegangan- tegangan utama dan sudut transformasinya. Dari Gambar 4-9, tegangan-tegangan tersebut dapat dituliskan seperti pada Gambar 4-14 berikut.

σ x = σ 2 − k sin 2 φ σ y = σ 2 + k sin 2 φ

τ xy = k cos 2 φ

Gambar 4-14 Tegangan-tegangan Normal dan Geser sebagai Fungsi dari Tegangan-

tegangan Utama dan Sudut Transformasi

Persamaan pada Gambar 4-13 selanjutnya dapat dituliskan kembali menjadi persamaan-persamaan pada gambar berikut ini.

− 2 k cos 2 φ − 2 k sin 2 φ = 0

+ 2 k cos 2 φ − 2 k sin 2 φ

Gambar 4-15 Persamaan Kesetimbangan Baru

Dengan mengorientasikan x’ dan y’ tangen terhadap garis-garis Alpha, α dan Beta, β maka akan diperoleh persamaan pada Gambar 4-16.

d σ 2 2 kd φ

dx '

dx '

d σ 2 2 kd φ

dy ' dy '

Gambar 4-16 Persamaan Kesetimbangan pada Sumbu Baru x’-y’ Tangen terhadap

Garis-garis Alpha, α dan Beta, β.

I ntegrasi dari persamaan-persamaan tersebut akan menghasilkan persamaan pada Gambar 4-17.

Const ant along Alpha

β Const ant along Bet a

Gambar 4-17 Hubungan Perubahan σ 2 dengan Perubahan Sudut di Sepanjang Garis-

Garis Slip Alpha dan Beta.

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa perubahan dari σ 2 , yang adalah tegangan antara dan tegangan hidrostatis, adalah sebanding dengan perubahan sudut di sepanjang garis-garis medan slip tersebut. Hubungan ini sangat diperlukan untuk

Jika σ 2 adalah tekanan normal pada suatu garis slip, maka persamaan di atas dapat dituliskan kembali menjadi seperti pada Gambar 4-18, yang selanjutnya dikenal sebagai Persamaan garis slip Hencky. Selain pada Ref.[ 2] , penjelasan mengenai rumus yang pertama kali diturunkan oleh Hencky tersebut, dapat pula dilihat pada Ref.[ 1] dan [ 3] . Penggunaan matriks untuk menurunkan kembali persamaan tersebut dapat dilihat pada Ref.[ 4].

σ 2 → − P slip line

Nor mal pr essur e on a

Hencky Equat ion

Gambar 4-18 Persamaan Hencky

4.6 Kondisi- kondisi Batas

Kondisi-kondisi pembatas sangat diperlukan di dalam memperoleh solusi. Terlepas dari bagaimana jenis medan garis slip untuk masalah yang diberikan, suatu tegangan utama dapat ditentukan pada suatu batas tertentu. Ada beberapa kondisi-kondisi batas yang perlu untuk diketahui, dua di antaranya seperti terlihat pada Gambar.

4.6.1 Garis- garis Medan Slip pada Permukaan Bebas

Kondisi batas untuk garis-garis medan slip pada bidang permukaan bebas dapat dilihat pada gambar-gambar berikut (Gambar 4-19 dan Gambar 4-20)

Slip-lines at Fr ee Sur f ace

Compr essive

Tension

Gambar 4-19 Kondisi Batas untuk Permukaan Bebas

Cor r esponding Cir cle Mohr

f or Slip-lines at Fr ee Sur f ace

Compr essive

Tension

Gambar 4-20 Lingkaran Mohr untuk Gambar 4-19

4.6.2 Garis- garis Medan Slip pada Antar Muka Tanpa Gesekan

Kondisi batas untuk garis-garis medan slip pada bidang antar muka tanpa gesekan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut (Gambar 4-21 dan Gambar 4-22)

Slip-lines at Fr ict ionless I nt er f ace

Gambar 4-21 Kondisi Batas untuk Antar Muka Tanpa Gesekan

Cor r esponding Cir cle Mohr f or Slip-lines at Fr ict ionless I nt er f ace

Gambar 4-22 Lingkaran Mohr untuk Gambar 4-21

Dari gambar-gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada permukaan bebas, seluruh tegangan-tegangan utama pada saat mulai terjadi deformasi dapat diketahui, karena salah satu tegangan utamanya = nol. Pada kompresi tegangan tersebut adalah tegangan terbesar, sedangkan pada tarik tegangan tersebut adalah tegangan terkecil secara aljabar. Untuk antar muka tanpa gesekan, kita tidak dapat mengetahui tegangan-tegangan utamanya, karena tidak satupun dari tegangan- tegangan utamanya yang besarnya nol.

4.7 Susunan Jaring- jaring Medan Garis Slip