BAB 1 HPP KONVENSIONAL - MODUL PRAKTIKAN AM PRAK ATA 2017-2018
BAB 1 HPP KONVENSIONAL
Harga pokok produksi adalah biaya-biaya yang dikumpulkan untuk periode tertentu yang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh unsur-unsur biaya produksi. Sedangkan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut, dapat dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dengan jumlah unit yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan. Unsur- unsur harga pokok produksi yaitu : Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja langsung dan Biaya Overhead Pabrik. Terdapat dua pendekatan dalam metode penentuan Harga Pokok Produksi yaitu :
1. FULL COSTING
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat variabel maupun tetap. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya berikut ini : Biaya bahan baku
Rp XXX
Biaya tenaga kerja langsung
Rp XXX
Biaya overhead pabrik variabel
Rp XXX
Biaya overhead pabrik tetap
Rp XXX +
Harga Pokok Produksi
Rp XXX
Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full costing merupakan Harga Pokok Produksi (Biaya Bahan Baku + Biaya Tenaga Kerja Langsung + Biaya Overhead Pabrik Variabel + Biaya Overhead Pabrik Tetap) ditambah dengan Total Biaya Nonproduksi (Biaya Administrasi & Umum + biaya pemasaran). (akuntansi manajemen, mulyadi edisi 3)
2. VARIABEL COSTING
Variabel costing merupakan metode penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode Variabel costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku
Rp XXX
Biaya tenaga kerja langsung
Rp XXX
Biaya overhead pabrik variabel
Rp XXX +
Harga pokok produksi
Rp XXX
Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan variable costing merupakan Harga Pokok Produksi (Biaya Bahan Baku + Biaya Tenaga Kerja Langsung + Biaya Overhead Pabrik Variabel + Biaya Administrasi & Umum Variable + biaya pemasaran Variable) dikurangi dengan Total Biaya Tetap (Biaya Overhead Pabrik Tetap + Biaya Administrasi & Umum Tetap + biaya pemasaran Tetap ). (akuntansi manajemen, mulyadi edisi 3)
CONTOH KASUS PENENTUAN HPP KONVENSIONAL
PT. MAJU JAYA adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku menjadi produk siap dijual. Berikut adalah data-data biaya produksi perusahaan yang dikumpulkan pada akhir periode 2017.
1. Biaya Produksi Biaya bahan baku (raw material)
Rp 8.000 /unit Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost)
Rp 4.000 /unit Total biaya overhead pabrik (BOP)
Rp 400.000.000 /th (Variabel 70%, Tetap 30%) Total biaya administrasi dan umum
Rp 60.000.000 /th (Variabel 40%, Tetap 60%) Total biaya pemasaran
Rp 55.000.000/th (Variabel 80%, Tetap 20%)
2. Harga jual produk jadi sebesar Rp55.000/unit
3. Data penjualan dan produksi Persediaan awal
Persediaan akhir
15.000 unit
Diminta :
1. Tentukan biaya produksi per unit dengan metode full costing dan variabel costing !
2. Susunlah laporan laba rugi dengan metode full costing dan variabel costing !
3. Buat analisis persediaan laba antara kedua metode tersebut dan cari penyebabnya !
JAWABAN CONTOH KASUS :
1. Biaya Produksi per Unit
BOP Tetap/unit
= 30% x Rp 400.000.000
= Rp 1.500 / unit
80.000
BOP Variabel / unit = 70% x Rp 400.000.000 = Rp 3.500 / unit
80.000
METODE BIAYA PRODUKSI /
METODE FULL
VARIABEL UNIT
4000 BOP VARIABEL
4000
3500 BOP TETAP
3500
- TOTAL BIAYA
1500
15.500 PRODUKSI
17.000
2. Laporan Laba Rugi
A. Full Costing PT. MAJU JAYA INCOME STATEMENT
Penjualan ( 70.000 x Rp. 55.000) Rp. 3.850.000.000 HPP Persediaan Awal ( 7.000 x Rp. 17.000)
Rp 119.000.000 BBB ( 80.000 x Rp. 8.000 )
Rp 640.000.000
BTKL (80.000 x Rp. 4.000)
Rp 320.000.000
BOP Variabel (80.000 x Rp. 3.500)
Rp 280.000.000
BOP Tetap (80.000 x Rp 1.500)
Rp. 120.000.000 +
. Biaya produksi Rp 1.360.000.000 + BTUD
Rp. 1.479.000.000 Persediaan akhir (15.000 x Rp 17.000)
(Rp. 255.000.000) HPP
(Rp 1.224.000.000 ) Laba kotor
Rp 2.626.000.000
Biaya Operasi :
Biaya administrasi dan umum - Variabel (40% x 60.000.000) = Rp 24.000.000 - Tetap (60% x 60.000.000) = Rp 36.000.000 +
Rp 60.000.000 Biaya Pemasaran - Variabel (80% x 55.000.000) = Rp. 44.000.000 - Tetap (20% x 55.000.000) = Rp. 11.000.000 +
Rp. 55.000.000 + Total biaya operasi
(Rp 115.000.000)
Laba Bersih Rp 2.511.000.000
B. Variabel Costing PT. MAJU JAYA INCOME STATEMENT
Penjualan ( 70.000 x Rp. 55.000) Rp. 3.850.000.000 HPP Persediaan Awal ( 7.000 x Rp. 15.500)
Rp 108.500.000 BBB ( 80.000 x Rp. 8.000 )
Rp 640.000.000
BTKL (80.000 x Rp. 4.000)
Rp 320.000.000
BOP Variabel (80.000 x Rp. 3.500)
Rp 280.000.000 +
Biaya produksi Rp 1.240.000.000 + BTUD
Rp. 1.348.500.000 Persediaan akhir (15.000 x Rp 15.500)
(Rp. 232.500.000) HPP
Rp 1.116.000.000 Biaya Adm & Umum Variabel (40% x 60.000.000)
Rp 24.000.000 Biaya Pemasaran Variabel (80% x 55.000.000)
Rp. 44.000.000 + Total Biaya Variabel
(Rp 1.184.000.000) Laba Kontribusi
Rp 2.666.000.000
Biaya Tetap :
- BOP Tetap (80.000 x Rp 1.500) Rp. 120.000.000 - Biaya Adm & Umum Tetap (60% x 60.000.000)
Rp 36.000.000 - Biaya Pemasaran Tetap (20% x 55.000.000)
Rp. 11.000.000 + Total Biaya Tetap
(Rp 167.000.000)
Laba Bersih Rp 2.499.000.000
3. Analisis :
Setelah dilakukan perhitungan diketahui bahwa laba usaha dengan metode full costing sebesar Rp. 2.511.000.000, lebih besarl dari pada menggunakan metode variabel costing sebesar Rp 2.499.000.000. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan dalam penentuan biaya produksi per unit dimana dalam metode full costing biaya produksi/unit sebesar Rp 17.000 dan pada metode variabel costing sebesar Rp 15.500, sehingga berpengaruh pada nilai persediaan awal dan persediaan akhir pada kedua metode tersebut, yang pada akhirnya menyebabkan perbedaan pada besarnya laba usaha.
KASUS PENENTUAN HPP KONVENSIONAL
PT. MAKMUR adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku menjadi produk siap dijual. Berikut adalah data-data biaya produksi perusahaan yang dikumpulkan pada akhir periode 2017.
1. Biaya Produksi Biaya bahan baku (raw material)
Rp 6.000 /unit Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost)
Rp 4.000 /unit Total biaya overhead pabrik (BOP)
Rp 300.000.000 /th (Variabel 60%, Tetap 40%) Total biaya administrasi dan umum
Rp 60.000.000 /th (Variabel 40%, Tetap 60%) Total biaya pemasaran
Rp 50.000.000/th (Variabel 60%, Tetap 40%)
2. Harga jual produk jadi sebesar Rp 50.000/unit
3. Data penjualan dan produksi Persediaan awal
Persediaan akhir
10.000 unit
Diminta :
1. Tentukan biaya produksi per unit dengan metode full costing dan variabel costing !
2. Susunlah laporan laba rugi dengan metode full costing dan variabel costing !
3. Buat analisis persediaan laba antara kedua metode tersebut dan cari penyebabnya !
VISUAL BASIC :
FORM 1
FORM 2
FORM 3 CONTOH KASUS :
FORM 1
FORM 2
FORM 3
BAB II PENENTUAN HPP DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING
Metode ABC (Activity Based Costing ) merupakan alternatif lain terhadap metode pembiayaan tradisional atas biaya overhead. Konsep ini muncul karena dianggap metode tradisional tidak tepat dalam mengalokasikan biaya overhead ke produksi hanya dengan mengandalkan dasar bahan langsung, upah langsung ataupun unit produksi saja.
Activity Based Costing system adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya oleh akivitas. (Rudianto 2013:160)
Tujuan Activity Based Costing adalah untuk mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.
Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk membuat dan menjual produk digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu :
1. Facility sustaining activity cost. Biaya yang berkaitan dengan mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misalnya, biaya depresiasi, biaya asuransi.
2. Product sustaining activity cost. Biaya yang berkitan dengan aktivitas penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan. Misalnya biaya pengujian produk, biaya desain prduk.
3. Bacth activity cost. Biaya yang berkitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi. Misalnya biaya setup mesin.
4. Unit level activity cost. Biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Misalnya, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja.
Kelebihan dari ABC :
1. Dapat mengatasi diversitas volume dan produk sehingga pelaporan biaya produknya lebih akurat.
2. Mengidentifikasi biaya overhead dengan kegiatan yang menimbulkan biaya tersebut.
3. Dapat mengurangi biaya perusahaan dengan mengidentifikasi aktivitas yang tidak bernilai tambah.
4. Memberikan kemudahan kepada manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan.
Kelemahan dari ABC ( Caster dan Usry (2005: 513)): Mengharuskan manajer melakukan perubahan radikal dalam cara berfikir mereka
mengenai biaya. Cara yang paling berguna untuk memahami logika ABC (Activity Based Costing system) adalah dengan mengakui bahwa ABC (Activity Based Costing system) memperlakukan semua biaya sebagai biaya variable karena ABC (Activity Based Costing system) dirancang sebagai alat pembuat keputusan strategis dalam jangka panjang.
ABC (Activity Based Costing system) tidak menunjukkan biaya yang akan dapat dihindari dengan menghentikan suatu produk. ABC (Activity Based Costing system) berusaha untuk menunjuk sumber daya dalam jangka panjang dari setiap produk namun tidak memprediksi berapa banyak pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu.
ABC (Activity Based Costing system) memerlukan usaha pengumpulan data
melampaui yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelaporan eksternal.
CONTOH KASUS PENENTUAN HPP DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING
PT. PAKAIAN memproduksi empat jenis produk yaitu : KAOS, CELANA, ROK, KEMEJA dan dengan data sebagai berikut:
KEMEJA Total Unit Keluaran
500 unit 1.300 unit Biaya Material
Rp300.000 Rp900.000 (Material Cost)
Rp250.000 Rp200.000 Rp150.000
Jam Inspeksi (Inspection
70 jam 280 jam Hours)
2.200 jam 5.200 jam (Kilowatt Hours)
Jam Mesin
500 jam 1.600 jam (Machine Hours)
Putaran Produksi (Production
40 55 65 50 210 Cycle) Jam
kerja Langsung
65 jam 300 jam (Direct Labour
Hours) Biaya tenaga kerja
Rp600 / jam
Biaya Overhead Pabrik • Biaya inspeksi pabrik (Factory inspection expense) Rp50.000
• Biaya Listrik
Rp70.000
• Biaya perawatan mesin (machine maintenance cost) Rp100.000 • Biaya Persiapan produksi (product preparation cost) Rp100.000 +
Rp320.000
Hitunglah harga pokok per unit :
a. Menggunakan metode konvensional dengan memakai tarif overhead jam tenaga kerja!
b. Menggunakan ABC dengan pemacu biaya sebagai berikut : Biaya Inspeksi pabrik dialokasikan berdasarkan jam inspeksi Biaya Listrik dialokasikan berdsarkan kilowatt jam
Biaya perawatan mesin dialokasikan berdasarkan jam mesin Biaya persiapan produksi dialokasikan berdasarkan putaran produksi
c. Bandingkan hasil dari kedua metode tersebut!
JAWABAN CONTOH KASUS
A. Metode konvensional : Tarif BOP : 320.000 / 1.600 JTK = Rp200/Jam Mesin
KEMEJA Biaya Material
Rp 150.000 Rp 300.000 BTKL
Rp 250.000
Rp 200.000
Rp 60.000 Rp 39.000 Biaya Utama
Rp 36.000
Rp 45.000
Rp 210.000 Rp 339.000 BOP @ 200
Rp 286.000
Rp 245.000
Rp 90.000 Rp 100.000 HPP
Rp 70.000
Rp 60.000
Rp 300.000 Rp 439.000 Unit yang diproduksi
200 unit 500 unit
HPP / Unit
Rp 1.017
Rp 1.220
Rp 1.500 Rp 878
B. Metode ABC : Tarif BOP : Biaya inspeksi pabrik Rp50.000 / Rp 280 Jam = Rp 178,6/Jam Inspeksi Biaya Listrik
Rp70.000 / Rp 5.200 Jam = Rp13,5/ Kilo Jam Biaya perawatan mesin Rp100.000 / Rp 1.600 Jam = Rp 62,5/ Jam Mesin Biaya Persiapan produksi Rp100.000 / Rp 210 = Rp 476,2/ Putaran
KEMEJA Biaya Utama
Rp 210.000 Rp 339.000 Biaya Inspeksi @
Rp 286.000
Rp 245.000
Rp 17.860 Rp 12.502 Rp 178,6/Jam Inspeksi
Rp 8.930
Rp 10.716
Biaya Listrik
Rp 6.750 Rp 29.700 Rp13,5/ Kilo Jam
Rp 13.500
Rp 20.250
Biaya Perawatan
Rp 28.125 Rp 31.250 Rp62,5/Jam Mesin
Rp 21.875
Rp 18.750
Biaya persiapan
Rp 30.953 Rp 23.810 Rp 476,2/ Putaran
Rp 293.688 Rp 436.262 Unit Produksi
200 unit 500 unit
HPP / Unit
Rp 998,2
Rp 1.283,6
Rp 1.468,4 Rp 872,5
C. Membandingkan Hasil yang Diperoleh Keterangan
ROK KEMEJA HPP / Unit Konvensional
KAOS
CELANA
Rp 1.500 Rp 878 HPP / Unit ABC
Rp 1.017
Rp 1.220
Rp 1.283,6 Rp 1.468,4 Rp 872,5 % perubahan pemakaian ABC -1,88%
Metode ABC membebankan BOP lebih besar terhadap produksi dengan volume lebih rendah sehingga HPP/unit yang menjadi lebih mahal dan membebankan BOP lebih kecil terhadap produksi dengan volume yang lebih tinggi sehingga HPP/unit lebih murah.
KASUS PENENTUAN HPP DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING
PT. FURNITURE memproduksi empat jenis produk yaitu : M, E, J, A dan dengan data sebagai berikut:
A Total Unit Keluaran
Keterangan
650 unit 2.500 unit Biaya Material
Rp400.000 Rp1.500.000 (Material Cost)
Rp250.000 Rp300.000 Rp550.000
Jam Inspeksi (Inspection
80 jam 320 jam Hours)
2.400 jam 7.600 jam (Kilowatt Hours)
Jam Mesin
600 jam 2.000 jam (Machine Hours)
Putaran Produksi (Production
50 60 65 55 230 Cycle) Jam
kerja Langsung
130 jam 400 jam (Direct Labour
Hours) Biaya tenaga kerja
Rp800 / jam
Biaya Overhead Pabrik • Biaya inspeksi pabrik (Factory inspection expense) Rp60.000
• Biaya Listrik
Rp70.000
• Biaya perawatan mesin (machine maintenance cost) Rp120.000 • Biaya Persiapan produksi (product preparation cost) Rp100.000 +
Rp350.000
Hitunglah harga pokok per unit :
a. Menggunakan metode konvensional dengan memakai tarif overhead jam tenaga kerja!
b. Menggunakan ABC dengan pemacu biaya sebagai berikut : Biaya Inspeksi pabrik dialokasikan berdasarkan jam inspeksi Biaya Listrik dialokasikan berdsarkan kilowatt jam
Biaya perawatan mesin dialokasikan berdasarkan jam mesin Biaya persiapan produksi dialokasikan berdasarkan putaran produksi
c. Bandingkan hasil dari kedua metode tersebut!
VISUAL BASIC :
FORM 1
FORM 2
FORM 3 CONTOH KASUS :
FORM 1
FORM 2
FORM 3
BAB III ESTIMASI TINGKAH LAKU BIAYA
Perilaku biaya merupakan pola perubahan biaya dalam kaitannya dengan perubahan kegiatan perusahaan, seperti volume produksi, volume penjualan dan sebagainya. Pada umumnya pola perilaku biaya diartikan sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan.
Estimasi tingkah laku biaya bertujuan untuk menguraikan berbagai macam sifat dan cara penetapan pola perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Pengetahuan mengenai bagaimana suatu biaya akan berubah dibawah berbagai macam pengaruh merupakan hal yang penting dalam pengambilan keputusan, estimasi biaya di masa yang akan datang, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan.
Berdasarkan perilaku dalam hubungan dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan : Biaya Variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya variabel per unit konstan (tetap) tidak mengalami perubahan dengan adanya perubahan volume kegiatan. Contoh : Biaya bahan baku, Biaya tenaga kerja langsung
Biaya Tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu. Biaya tetap per unit berubah dengan adanya perubahan
volume kegiatan. Contoh : Biaya penyusutan, Biaya gaji pimpinan, Gaji direktur produksi dsb.
Biaya semi variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini memiliki unsur tetap dan variabel di
dalamnya. Contoh : Biaya Listrik, biaya pemeliharaan kendaraan.
Pada umumnya, klasifikasi dan estimasi biaya yang lebih dapat diandalkan diperoleh dengan menggunakan pendekatan analisis biaya masa lalu, dengan beberapa metode yaitu:
1. Metode Titik Tertinggi dan Terendah (High And Low Point Method)
Maksud dari titik tertinggi dan terendah disini adalah Titik tertinggi adalah suatu titik dengan tingkat output atau aktivitas tertinggi, sedangkan titik terendah adalah titik dengan tingkat output atau aktivitas yang terendah. Jadi dalam metode ini suatu biaya
Y = a + bx
Y = Total biaya
b = Biaya variable satuan
x = Volume kegiatan Rumus perhitungan a dan b tersebut adalah sebagai berikut :
a = Biaya tetap
a = Y1 – bX1 atau a = Y2 – bX2, dan
Dimana :
a = Biaya tetap
b = Biaya variabel Y1 = Perubahan biaya terendah Y2 = Perubahan biaya terendah X1 = Perubahan aktivitas terendah X2 = Perubahan aktivitas tertinggi
2. Metode Biaya Berjaga (Stand By Cost Method)
Metode ini mencoba menghitung beberapa biaya yang harus tetap dikeluarkan andaikata perusahaan di tutup untuk sementara, jadi produknya sama dengan nol. Biaya ini di sebut biaya terjaga, dan biaya terjaga ini merupakan unsur bagian yang berperilaku tetap. Perbedaan antara biaya yang dikeluarkan selama kegiatan berjalan dengan biaya berjaga, merupakan unsur biaya yang berperilaku variabel. Dimana :
Y = a + bx
Y = Total biaya
b = Biaya variable satuan
a = Biaya tetap
x = Volume kegiatan
Rumus perhitungan b adalah sebagai berikut :
3. Metode Kuadrat Terkecil (Least-square Method)
Metode ini merupakan pengukuran dari jumlah biaya yang ada untuk mengetahui rata-rata biaya tetap dan rata-rata biaya variabel. Dimana :
Y = a + bx
Y = Total biaya
n = Jumlah data
a = Biaya tetap
x = Volume kegiatan
b = Biaya variabel satuan
Rumus perhitungan a dan b adalah sebagai berikut :
Dimana :
a = Biaya tetap
b = Biaya variabel y = Biaya sesungguhnya x = Unit terjual n = Jumlah data
CONTOH KASUS ESTIMASI TINGKAH LAKU BIAYA
PT. DALAS akan bekerja sama dengan PT. SALAD. Sebelum memutuskan untuk bekerja sama PT. DALAS akan mengamati biaya penjualannya selama 4 bulan terakhir (tahun 2017). PT. DALAS adalah sebuah perusahaan yang memproduksi jam tangan dengan kualitas tinggi. Data biaya penjualan sebagai berikut :
BULAN
UNIT YANG TERJUAL
BIAYA PENJUALAN
JANUARI
Rp 350.000 FEBRUARI
Rp 450.000 MARET
Rp 400.000 APRIL
1. Tentukanlah persamaan garis linear dengan metode titik tertinggi dan titik terendah (high and low point method) jika dalam anggaran akhir tahun 2017 PT. DALAS merencanakan menaikkan penjualan sebesar 200 unit yang terjual. Berapakah jumlah biaya penjualan yang harus dikeluarkan ?
2. Tentukanlah persamaan garis linear dengan metode biaya terjaga (standby method), dengan biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan sebesar Rp. 340.000,- per bulan. Jika perusahaan menaikkan penjualan sebesar 200 unit yang terjual, berapakah jumlah biaya penjualan (total sales expence) yang harus dikeluarkan oleh PT. DALAS?
3. Tentukanlah persamaan garis linear dengan metode kuadrat terkecil (least-square method) jika perusahaan merencanakan menaikkan 200 unit yang terjual. Berapakah jumlah biaya penjualan yang harus dikeluarkan?
JAWABAN CONTOH KASUS :
1. METODE HIGH AND LOW POINT
Selisih Unit yang Terjual
Titik tertinggi
Titik terendah
600 Biaya Penjualan
150.000 Biaya variabel (variable cost) = 150.000 / 600 = 250 per unit yang terjual
TITIK KEGIATAN
Terendah By penjualan yg terjadi
Tertinggi
350.000 By penjualan variable 250 x 800
250 x 200 50.000 By penjualan tetap
300.000 Persamaan garis linear : Y = a + b X , dimana
b = biaya variabel Y = 300.000 + 250 X Kenaikan unit yang terjual sebesar 200 maka : Y = 300.000 + 250 (200) = 350.000 Jadi, biaya penjualan yang dikeluarkan PT. SIDNEY jika unit yang terjual dinaikkan menjadi 200 unit adalah sebesar Rp 350.000.
a = biaya tetap,
2. METODE BERJAGA-JAGA
Biaya yang dikeluarkan pada tingkat 800 Rp 500.000 Biaya tetap (fixed cost)
Rp 340.000 - Selisih (variance)
Rp 160.000 Biaya variabel = Rp 160.000 / 800 = Rp 200 per unit yang terjual Persamaan garis linear : Y = a + b X
Y = 340.000 + 200 X
Kenaikan unit yang terjual sebesar 200 maka : Y = 340.000 + 200 (200) Y = 380.000
Jadi, biaya penjualan yang dikeluarkan PT. SIDNEY jika unit yang terjual dinaikkan menjadi 200 unit adalah sebesar Rp 380.000
3. METODE LEAST-SQUARE Bulan
UNIT (X) Biaya Penjualan (Y)
X 2 XY
JANUARI 200
Rp 70.000.000 FEBRUARI
Rp 350.000
Rp 40.000
Rp 270.000.000 MARET
Rp 160.000.000 APRIL
∑XY = a∑X + b∑X 2 900.000.000 = 2.000 a + 1.200.000 b
∑Y = n.a + b∑X
1.700.000 = 4 a + 2.000 b
Mencari biaya variabel per jam : 900.000.000 = 2.000 a
Mencari biaya tetap (a) :
Y = a + bX
350.000 = a + (250 x 200) 350.000 = a + 50.000
a = 350.000 - 50.000
a = 300.000
Kenaikan unit yang terjual sebesar 200 maka :
Y = 300.000 + 250 (200) Y = 300.000 + 50.000 Y = 350.000
Jadi, biaya penjualan yang dikeluarkan PT. SIDNEY jika unit yang terjual dinaikkan menjadi 200 unit adalah sebesar Rp 350.000
KASUS ESTIMASI TINGKAH LAKU BIAYA
PT. SIDNEY adalah sebuah perusahaan yang memproduksi sepatu berkualitas tinggi, akan mengamati biaya penjualan selama 6 bulan terakhir (tahun 2016). Data biaya penjualan sebagai berikut :
BULAN
UNIT YANG TERJUAL
BIAYA PENJUALAN
JANUARI
Rp 1.800.000 FEBRUARI
Rp 2.500.000 MARET
Rp 1.000.000 APRIL
Rp 500.000 MEI
1. Tentukanlah persamaan garis linear dengan metode titik tertinggi dan titik terendah (high and low point method) jika dalam anggaran akhir tahun 2016 PT. SIDNEY merencanakan menaikkan penjualan sebesar 10.000 unit yang terjual. Berapakah jumlah biaya penjualan yang harus dikeluarkan?
2. Tentukanlah persamaan garis linear dengan metode biaya terjaga (standby method), dengan biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan sebesar Rp. 220.000,- per bulan. Jika perusahaan menaikkan penjualan sebesar 10.000 unit yang terjual, berapakah jumlah biaya penjualan (total sales expence) yang harus dikeluarkan oleh PT. SIDNEY ?
3. Tentukanlah persamaan garis linear dengan metode kuadrat terkecil (least-square method) jika perusahaan merencanakan menaikkan 10.000 unit yang terjual. Berapakah jumlah biaya penjualan yang harus dikeluarkan?
VISUAL BASIC :
FORM 1
FORM 2
FORM 3
FORM 4
CONTOH KASUS :
FORM 1
FORM 2
30
FORM 3
FORM 4
BAB IV LAPORAN SEGMENTASI
A. PELAPORAN YANG DISEGMEN
Untuk beroperasi secara efektif, manajer harus mempunyai informasi sebanyak- banyaknya yang melebihi dari informasi yang diberikan oleh laporan laba-rugi semata. Beberapa jenis produk dapat menguntungkan dan beberapa lainnya kurang dapat memberikan keuntungan, beberapa daerah penjualan mungkin mempunyai komposisi penjualan yang buruk atau mungkin mengabaikan kesempatan penjualan, atau beberapa divisi produksi mungkin tidak efektif menggunakan kapasitas dan sumber daya mereka. Untuk membuka masalah ini manajer membutuhkan laporan yang memfokuskan pada segmen perusahaan. Pelaporan yang disegmen merupakan pelaporan yang dikelompokkan berdasarkan kriteria- kriteria tertentu.
Segmen dapat didefinisikan sebagai setiap bagian atau setiap aktivitas organisasi yang mengakibatkan manajer perlu mencari data biaya mengenai bagian atau aktivitas organisasi tersebut.
Laporan keuangan segmen merupakan ikhtisar keuangan yang menunjukkan kinerja keuangan segmen yang dilaporkan. (. (L.M. Samryn, S.E., Ak., M.M.,2012 : 79) Laporan ini diperlukan untuk :
Menilai kinerja segmen. Menilai produktivitas dan profitabilitas segmen. Membuat keputusan menutup atau mempertahankan segmen.
B. KONSEP ALOKASI DASAR
Laporan yang disegmen untuk kegiatan intern disajikan secara khusus dalam bentuk kontribusi. Pedoman penentuan harga pokok yang digunakan dalam penyajian laporan ini adalah sama seperti pedoman penentuan harga pokok yang digunakan dalam penyajian laporan jenis kontribusi pada umumnya, kecuali satu hal yang tidak sama yaitu terletak pada penanganan biaya tetap. Dimana biaya tetap dibagi ke dalam dua bagian pada laporan yang disegmen yaitu Direct Fixed Cost dan Common Fixed Cost.
Direct Fixed Cost yaitu biaya tetap yang dapat dikaitkan langsung pada segmen tertentu dan yang timbul karena adanya segmen. Sedangkan Common Fixed Cost yaitu biaya
Dua pedoman yang diikuti (L.M. Samryn, S.E., Ak., M.M.,2012 : 80) dalam membebankan biaya ke berbagai segmen organisasi menurut pendekatan kontribusi yaitu :
1. Mengikuti pola perilaku biaya (biaya variabel dan tetap) Penyajian biaya berdasarkan karakteristik ini digunakan untuk menghitung margin kontribusi. Informasi yang dihasilkannya bermanfaat dalam mengevaluasi pentingnya keberadaan suatu produk sebagai segmen dalam menghasilkan laba.
2. Dapat atau tidaknya suatu biaya ditelusuri hubungannya secara langsung dengan segmen di mana biaya tersebut terjadi. Dalam perusahaan yang mempunyai banyak segmen terdapat biaya yang melekat pada keberadaan segmen. Pelaporan yang disegmen memberi kemampuan perusahaan untuk melihat sendiri dari
berbagai sudut pandang yang berbeda. Berbeda cara untuk dapat menghasilkan data biaya dan profitabilitas meliputi :
1. Per devisi
2. Per lini Produk
3. Per daerah penjualan
4. Per daerah desa
5. Per operasi dalam dan luar negeri Terdapat beberapa alternatif untuk menetapkan segmen-segmen satu perusahaan guna
menghasilkan informasi yang signifikan kepada investor. Tiga alternatif yang penting adalah:
1. Divisi Geografis (segmen yang didasarkan pada letak geografis mungkin sangat informatif bagi perusahaan, terutama dalam membedakan operasi domestik dan luar negeri).
2. Divisi Lini Produk atau Industrial (memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai perbedaan profitabilitas, tingkat risiko, dan peluang pertumbuhan).
3. Divisi berdasarkan struktur intern pengendalian manajemen (mengumpulkan data akurat yang diperlukan dengan biaya tambahan terkecil).
Penyajian dalam Pelaporan Segmen
1. Perusahaan harus menggambarkan aktivitas masing-masing segmen industri dan menunjukkan komposisi masing-masing wilayah geografis yang dilaporkan.
2. Untuk setiap segmen industri dan geografis yang dilaporkan, informasi keuangan berikut ini harus diungkapkan: Penjualan atau pendapatan operasi lainnya dibedakan antara pendapatan yang dihasilkan dari pelanggan di luar perusahaan dan pendapatan dari segmen lain, hasil segmen, aktiva segmen yang digunakan, dinyatakan dalam jumlah uang atau sebagai presentase dari jumlah yang dikonsolidasikan.
3. Perusahaan harus menyajikan rekonsiliasi antara informasi segmen-segmen individual dan informasi keseluruhan dalam laporan keuangan.
C. TUJUAN PELAPORAN SEGMEN
Tujuan dari pelaporan segmen adalah untuk menetapkan prinsip-prinsip pelaporan informasi keuangan berdasarkan segmen, yaitu informasi tentang berbagai jenis produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan dan berbagai jenis produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan dan berbagai wilayah geografis operasi perusahaan dalam rangka membantu pengguna laporan keuangan dalam:
- Memahami kinerja masa lalu perusahaan secara lebih baik - Menilai risiko dan imbalan perusahaan secara lebih baik - Menilai perusahaan secara keseluruhan secara lebih memadai.
CONTOH KASUS LAPORAN SEGMENTASI
Hikari Corporation menjual dua produk merk jam tangan yaitu Casio dan Alba di dua daerah penjualan, Bogor dan Bandung. Data biaya dan pendapatan masing-masing produk dan daerah penjualan adalah sebagai berikut :
1. Harga jual, biaya variabel dan kontribusi margin per saham:
Casio
Alba
Harga jual per satuan
Rp 250.000 Rp 170.000
Biaya variabel per satuan
Rp 100.000
Rp 75.000
Kontribusi margin
Rp 325.000
Rp 200.000
2. Selama tahun 2015, Produk Casio terjual sebanyak 40.000 unit satuan dan Produk Alba sebanyak 25.000 unit satuan.
Di daerah penjualan Bogor, jumlah produk Casio terjual sebanyak 60% dari total penjualannya dan sisanya untuk daerah Bandung. Sedangkan untuk Produk Alba di daerah Bogor terjual sebanyak 50% dari total penjualannya dan sisanya daerah Bandung.
3. Biaya tetap yang terjadi selama tahun 2015 Biaya tetap yang dibebankan berdasarkan tiap lini produk :
Casio
Alba
Biaya Produksi Tetap
Rp 55.000.000 Biaya Administrasi Tetap
Rp 70.000.000
Rp 15.000.000 Biaya tetap yang dibebankan berdasarkan daerah penjualan :
Rp 25.000.000
Bandung Biaya Penjualan Tetap
Bogor
Rp 35.000.000 Biaya Administrasi Tetap
1) Susunlah Laporan L/R (Income Statement) yang disegmen berdasarkan daerah penjualan (Teritorial Segmen)
2) Susunlah laporan L/R (Income Statement) yang disegmen berdasarkan lini produk (Produk Line)
JAWABAN CONTOH KASUS
1. Berdasarkan Daerah Penjualan
Jumlah Penjualan
Bogor
Bandung
- Casio Rp 6.000.000.000 Rp. 4.000.000.000 Rp 10.000.000.000 - Alba
Rp 2.125.000.000 Rp 2.125.000.000 Rp 4.250.000.000 Total Penjualan
Rp 8.125.000.000 Rp 6.125.000.000 Rp 14.250.000.000
Biaya Variabel :
Rp 1.875.000.000 Total Biaya Variabel
- Alba Rp 937.500.000
Rp 937.500.000
(Rp 3.337.500.000) (Rp 2.537.500.000) (Rp 5.875.000.000)
Contribution Margin
Rp 4.787.500.000
Rp 3.587.500.000 Rp 8.375.000.000
Direct Fied Expenses
-Biaya Penjualan
(Rp 78.000.000) -Biaya Administrasi
(Rp 43.000.000)
(Rp 35.000.000)
(Rp 20.000.000) Territorial margin segmen Rp 4.734.500.000
(Rp 10.000.000)
(Rp 10.000.000)
Rp 3.542.500.000 Rp 8.277.000.000
Common Fixed Expenses
-Biaya Produksi (Rp125.000.000) -Biaya Administrasi
(Rp40.000.000)
Penghasilan Netto Rp 8.112.000.000
2.Berdasarkan Lini Produk
Rp 4.250.000.000 Rp14.250.000.000 Biaya Variabel
Rp10.000.000.000
(Rp 4.000.000.000) (Rp 1.875.000.000) (Rp 5.875.000.000) Contribution Margin
Rp 6.000.000.000 Rp 2.375.000.000 Rp 8.375.000.000 Direct Fixed Expenses: -Biaya Produksi
(Rp125.000.000) -Biaya Administrasi
(Rp70.000.000)
(Rp55.000.000)
(Rp40.000.000) Product Line Fixed Margin Rp 5.905.000.000
Rp 8.210.000.000 Common Fixed Expenses :
-Biaya Penjualan (Rp78.000.000) -Biaya Administrasi
(Rp20.000.000)
Penghasilan Netto Rp 8.112.000.000
KASUS LAPORAN SEGMENTASI
Diamond Corporation menjual dua produk celana yaitu Levi’s dan Prada di dua daerah penjualan, Jogja dan Jakarta. Data biaya dan pendapatan masing-masing produk dan daerah penjualan adalah sebagai berikut :
1. Harga jual, biaya variabel dan kontribusi margin per saham:
Levi’s Prada
Harga jual per satuan
Rp 110.000 Biaya variabel per satuan
Rp 130.000
Rp 85.000 Kontribusi margin
2. Selama tahun 2015, Produk Levi’s terjual sebanyak 12.000 unit satuan dan Produk Prada sebanyak 8.500 unit satuan.
Di daerah penjualan Jogja jumlah produk Levi’s terjual sebanyak 65% dari total penjualannya dan sisanya untuk daerah Jakarta. Sedangkan untuk Produk Prada di daerah Jogja terjual sebanyak 80% dari total penjualannya dan sisanya daerah Jakarta.
3. Biaya tetap yang terjadi selama tahun 2015 Biaya tetap yang dibebankan berdasarkan tiap lini produk :
Levi’s Prada
Rp45.000.000 Biaya Administrasi Tetap
Biaya Produksi Tetap
Rp35.000.000
Rp10.000.000 Biaya tetap yang dibebankan berdasarkan daerah penjualan :
Biaya Penjualan Tetap
Rp 55.000000 Biaya Administrasi Tetap
1) Susunlah Laporan L/R (Income Statement) yang disegmen berdasarkan daerah penjualan (Teritorial Segmen) !
2) Susunlah laporan L/R (Income Statement) yang disegmen berdasarkan lini produk (Produk Line) !
VISUAL BASIC :
FORM 1
FORM 2
CONTOH KASUS :
FORM 1
FORM 2
BAB V ANALISIS CPV
Analisis CPV menurut Garrison/Noreen (2006:322) yaitu “ salah satu dari beberapa alat yang sangat berguna bagi manajer dalam memberikan perintah. Alat ini membantu
manajer untuk memahami hubungan timbal balik antara biaya, volume dan laba.” Analisis terhadap hubungan antara biaya, volume dan laba atau Cost Profit Volume (CPV) merupakan salah satu alat bagi manajemen untuk menyusun perencanaan laba. Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan yaitu biaya, harga jual dan volume (penjualan dan produksi).
Analisis biaya volume laba ini juga dapat di gunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Mengetahui jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu.
c. Mengetahui seberapa jauh berkuranmgnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.
d. Mengetahui bagaiman efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan.
e. Menentukan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai jumlah laba yang di targetkan.
ANALISIS IMPAS
Menurut Krismiaji dan Aryani (2011:170), “Break Even Point atau titik impas sebagai sebuah titik dimana jumlah pendapatan penjualan sama dengan jumlah biaya. Dengan demikian pada titik ini perusahaan tidak memperoleh laba, namun juga tidak menderita rugi (laba=0) .”
Kondisi ini sangat penting untuk diketahui perusahaan. Mengingat dengan mengetahui titik impas perusahaan bisa merencanakan operasinya dengan baik atau bahkan untuk tidak meneruskan operasinya.
Manfaat atau Kegunaan Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis break even point dapat digunakan untuk membantu menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan, kegunaannya antara lain:
1. Sebagai dasar/landasan merencanakan kegiatan operasional dalam usaha laba tertentu dan dapat digunakan untuk perencanaan laba/profit planning.
2. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang berjalan yaitu untuk alat mencocokkan antara realisasi biaya dengan angka-angka dalam perhitungan break even point sebagai pengendalian atau controlling.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual yaitu setelah diketahui
hasil perhitungan menurut analisa break even point dan laba yang ditargetkan.
4. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan seorang manajer, misalnya seorang manajer akan mengambil suatu keputusan tertentu terlebih dahulu menanyakan titik break even point.
Break Even Point (BEP)
A. Pendekatan Persamaan
Seperti pada artian titik impas bahwa: Perusahaan tidak memperoleh laba atau menderita rugi
Total penjualan sama dengan total biaya Laba sama dengan nol
Maka persamaan titik impas bisa disajikan sebagai berikut:
Penjualan = Total Biaya
Dalam persamaan ini, total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Dengan demikian persamaan yang lengkap adalah:
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap
Dalam kondisi ini laba sama dengan nol dan untuk perencanaan lebih lanjut persamaan bisa dijadikan:
Penjualan TI*) = Biaya Variabel TI *) + Biaya Tetap
*) TI = Titik Impas
B. Pendekatan Margin Kontribusi
Margin Kontribusi (Contribution Margin) adalah sisa hasil penjualan setelah dikurangi dengan biaya variabel. Jumlah margin kontribusi akan bisa digunakan untuk menutup biaya tetap dan membentuk laba.
Titik impas yang dicari dengan metode margin kontribusi menetapkan seberapa besar margin kontribusi cukup untuk menutup biaya tetap. Atau titik impas dicapai ketika jumlah margin kontribusi sama besarnya dengan jumlah biaya tetap. Dengan pendekatan ini, titik impas bisa dijadikan dalam bentuk unit atau dalam rupiah.
Unit
Titik impas dalam unit dicari dengan formula:
Biaya Tetap Total
Margin Kontribusi Dalam Rupiah Per Unit
Rupiah
Titik impas dalam rupiah dicari dengan formula:
Biaya Tetap Total
Ratio Margin Kontribusi Dalam Rupiah Per Unit
*) Ratio margin kontribusi = Margin Kontribusi / Penjualan *100%
Margin of Safety (Margin Pengamanan Penjualan)
Perhitungan Margin of Safety (MOS) adalah suatu angka atau nilai yang memberikan informasi sampai seberapa jauh tingkat produksi penjualan yang direncanakan dengan penjualan yang direncanakan pada BEP.
Rumus yang digunakan untuk menghitung Margin of Safety adalah:
1. Margin of Safety dalam Rupiah (Rp) MOS = Penjualan – Penjualan Pada Titik Impas
2. Margin of Safety dalam Persen (%) % MOS =
MOS dalam rupiah
Penjualan
Angka Margin of Safety ini memberikan informasi sampai seberapa jauh volume penjualan yang direncanakan boleh turun agar perusahaan tidak menderita kerugian atau dengan kata lain angka margin of safety memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan volume yang direncanakan, yang tidak mengakibatkan kerugian.
Tuasan Operasi (Operating Leverage)
Tuasan operasi atau operating leverage adalah tingkat pengeluaran biaya tetap dalam sebuah perusahaan. Bagi akuntan manajemen, tuasan operasi mengacu pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kenaikan laba bersih manakala volume penjualan melonjak.
Karena perbedaan margin kontribusi dengan laba bersih adalah biaya tetap, maka perusahaan dengan biaya tetap yang tingi akan mempunyai tuasan operasi yang tinggi pula. Tuasan operasi akan paling tinggi dalam suatu perusahaan jika biaya tetapnya lebih besar dibandingkan dengan biaya variabelnya. Sebaliknya, tuasan operasi akan rendah di dalam perusahaan dengan proporsi biaya tetap lebih kecil daripada biaya variabelnya.
Faktor Tuasan Operasi
Faktor tuasan operasi adalah suatu ukuran pada tingkat penjualan tertentu, seberapa besar presentase perubahan volume penjualan akan mempengaruhi laba. Semakin laba bersih mendekati nol, maka semakin dekat perusahaan ke titik impas. Hal ini akan menyebabkan faktor tuasan operasi yang tinggi. Pada saat volume penjualan menggelembung, margin kontribusi dan laba bersih akan membengkak pula, konsekuensinya adalah faktor tuasan operasi secara progresif menjadi lebih kecil.
Faktor tuasan operasi dalam perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut:
Laba Sasaran
Manfaat penentuan titik impas diantaranya perusahaan akan bisa memperkirakan penjualan yang dilakukan agar laba tertentu dapat diperoleh. Dengan pendekatan persamaan maupun pendekatan margin kontribusi, jumlah penjualan untuk mencapai laba diinginkan dapat dicari dengan menambahkan laba pada unsur biaya tetap. Analisis biaya-volume-laba dapat diterapkan untuk menentukan kuantitas barang yang harus diproduksi atau nilai penjualan yang harus diraup perusahaan supaya mencapai laba sasarannya. Dengan mengubah koneksi diantara biaya-volume-laba, manajemen dapat menghitung volume penjualan yang sesuai dengan laba yang dikehendaki.
Sehingga persamaan atau formulanya akan menjadi sebagai berikut:
1. Pendekatan Persamaan
Penjualan = Biaya Variabel +Biaya Tetap + Laba
2. Pendekatan Margin Kontribusi
CONTOH KASUS ANALISIS CPV
Seorang pengusaha P merencanakan menjual tempe di Pasar. Perkiraan harga jual dan biaya atas tahu tersebut adalah:
1. Kacang kedelai per satuan tahu
Rp 2.000,00
2. Upah membuat tahu per satuan
Rp 1.500,00
3. Biaya sewa ruko per hari
Rp 15.000,00
4. Gaji penunggu ruko per hari
Rp 7.500,00
5. Harga jual per satuan
Rp 5.000,00
Hitunglah :
1. Pendekatan Margin Contribusi
2. Titik impas dalam unit dan titik impas dalam rupiah menggunakan margin kontribusi
3. Margin Of Safety (MOS) apabila barang yang terjual 100 unit
4. Tuasan Operasi (Operating Leverage) apabila terdapat pengusaha Q dengan L/R sebagai berikut :
Pengusaha Q
Biaya Variabel
(Rp150.000,00) 30%
Margin Kontribusi
Rp350.000,00
Biaya Tetap
(Rp222.500,00)
Laba Bersih
Rp 127.500,00
(dengan asumsi Pengusaha P dan Pengusaha Q penjualannya dinaikkan sebesar 20%)
5. Laba Sasaran apabila laba yang diharapkan sebesar Rp19.500
6. Analisis
JAWABAN CONTOH KASUS :
Secara akuntansi data tersebut bisa di sajikan:
Harga jual per satuan
Rp 5.000,00
Biaya variabel per satuan: Bahan Kacang Kedelai
Rp 2.000,00
Upah langsung
Rp 1.500,00 +
Biaya variabel per satuan
Rp 3.500,00
Biaya tetap per hari : Sewa ruko
Rp15.000,00
Gaji tetap penunggu ruko
Rp 7.500,00 +
Biaya tetap per hari
Rp 22.500,00
1. Margin kontribusi dalam rupiah
Penjualan per unit
Rp5.000,00
Biaya variabel per unit
Rp3.500,00 -
Margin kontribusi per unit
Rp1.500,00
Margin Kontribusi
*) Ratio margin kontribusi
X 100%X 100%
Rp2.000,00 Rp1.500,00
2. Kemudian, titik impas bisa dikemukakan sebagai berikut:
Biaya Tetap Total
Titik impas dalam unit
Margin Kontribusi Dalam Rupiah per Unit
Rp22.500,00
= 15 unit
Rp 1.500,00
Titik impas dalam rupiah
Ratio Margin Kontribusi Dalam Rupiah Per Unit
Rp 22.500,00 = Rp 75.000,00
3. Margin Of Safety (MOS)
Dengan anggaran penjualan yang dibuat oleh Pengusaha P, maka berapakah nilai margin of safety nya?
Jumlah Persen
Penjualan
(Rp5.000x100 unit)
Rp500.000,00
Biaya Variabel
(Rp3.500x100 unit)
(Rp350.000,00)
Margin Kontribusi (Rp1.500x100 unit) Rp150.000,00 30 Biaya Tetap
(Rp 22.500,00)
Laba Bersih
Rp127.500,00
Titik Impas Rp22.500 / 30%
Rp75.000,00 uasan Operasi
MOS dalam rupiah
4. Tuasan Operasi
Untuk lebih memahami konsepnya, lihat sajian data dari contoh soal sebelumnya dengan (Penjualan – Titik Impas)
membandingkan dengan data pengusaha tahu lain. Rp500.000,00 – Rp75.000,00 Rp425.0000,00
MOS dalam prosentase 425.000,00 / Rp500.000,00
Pengusaha P
Pengusaha Q
Persen Penjualan
Rp500.000,00 100 Biaya Variabel
Rp500.000,00 100
(Rp150.000,00) (30) Margin Kontribusi
(Rp350.000,00) (70)
70 Biaya Tetap
Rp150.000,00 30
Rp350.000,00
(Rp222.500,00) Laba Bersih
Seorang Pengusaha Q mempunyai proporsi biaya tetap yang lebih tinggi dari segi biaya variabelnya dibandingkan dengan Pengusaha P. Walaupun demikian jumlah biaya kedua pengusaha tempe tersebut sama yakni Rp373.000,00 pada tingkat penjualan Rp500.000,00. Jika penjualan masing-masing pengusaha dinaikkan sebesar 20% (dari Rp500.000,00 menjadi Rp600.000,00 pada setiap pengusaha). Hal ini tercermin dalam perhitungan dibawah ini.
Pengusaha P
Pengusaha Q
Rp600.000,00 100 Biaya Variabel Faktor tuasan operasi dalam perusahaan dapat dikur dengan (Rp420.000,00) 70 (Rp180.000,00) 30
Margin Kontribusi
Rp180.000,00 30
Rp420.000,00 70
Biaya Tetap
(Rp 22.500,00)
(Rp222.500,00)
Laba Bersih
Rp 157.500,00
Rp197.500,00
Faktor tuasan operasi dalam perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut : Faktor Tuasan Operasi = Margin Kontribusi
Laba Bersih
Untuk faktor tuasan operasi Pengusaha P dan Pengusaha Q pada tingkat penjualan Rp 500.000,00 adalah:
Pengusaha P :
Rp150.000 = 1,18
Rp 127.500
Rp350.000
Pengusaha Q :
Laba Bersih Penjualan Opeasi
(A)X(B)
Pengusaha A
23,6% Pengusaha B
Bagan diatas menjelaskan mengapa kenaikan penjualan sebesar 20% menyebabkan kenaikan laba bersih Pengusaha P dari Rp127.500,00 menjadi Rp157.500,00 (kenaikan 23,6%) dan laba Pengusaha Q menjulang tinggi dari Rp127.500,00 menjadi Rp197.500 (pelonjakan 55%).
5. Laba Sasaran
Pengusaha yang dipakai sebagai contoh sebelumnya, menginginkan laba per hari Rp19.500,00. (perlu dikemukakan kembali bahwa biaya tetap rupiah total Rp22.500,00; biaya variabel per unit Rp3.500,00; penjualan per unit Rp5.000,00; margin kontribusi per unit Rp1.500,00 dan ratio margin kontribusi 30%).
Dengan data tersebut, maka penjualan harus dilakukan agar laba Rp20.000,00 bisa dicapai adalah:
a. Pendekatan Persamaan :
5.000 x = 3.500 x + 22.500 + 19.500 1500 x = 42.000 x = 42.000
1.500 x = 28 unit atau dengan hasil penjualan Rp. 5.000 x 28 unit = Rp. 140.000 pengusaha akan memperoleh laba sebesar Rp.19.500
1. Dalam Unit
2. Dalam Rupiah
Penjualan = 22.500 + 19.500 5.000 - 3500
Penjualan = 28 unit x Rp5.000,00 = Rp145.000,00
Test Ulang
Untuk memastikan ketepatan perhitungan, maka perlu dilakukan test ulang dengan menyajikan laporan rugi laba pada penjualan yang ditentukan oleh perhitungan seperti pada tabel berikut ini.
Penjualan
28 x Rp5.000,00
Rp140.000,00
Biaya Variabel 28 x Rp3.500,00 (Rp98.000,00) Margin Kontribusi Rp42.000,00 Biaya Tetap (Rp22.500,00)
Laba Rp19.500,00
1. ANALISIS
Maka berdasarkan informasi diatas untuk mencapai titik impas, pengusaha tersebut harus menjual 28 unit celengan atau harus memperoleh hasil penjualan sebesar Rp140.000,00.
KASUS ANALISIS CPV
Seorang pengusaha Z merencanakan menjual Senter di HI. Perkiraan harga jual dan biaya atas Senter tersebut adalah:
1. Bahan pembuat per satuan Senter
Rp 1.000,00
2. Upah membuat per satuan Senter
Rp 600,00
3. Biaya sewa stand di HI
Rp 12.000,00
4. Gaji penunggu stand
Rp 6.000,00
5. Harga jual per satuan
Rp 2.000,00
Hitunglah :
1. Pendekatan Margin Contribusi
2. Titik impas dalam unit dan titik impas dalam rupiah menggunakan margin kontribusi
3. Margin Of Safety (MOS) apabila barang yang terjual 150 unit
4. Tuasan Operasi (Operating Leverage) apabila terdapat pengusaha X dengan laporan sebagai berikut :
Pengusaha X
Biaya Variabel
(Rp120.000,00)
Margin Kontribusi
Rp180.000,00
Biaya Tetap
(Rp138.000,00)
Laba Bersih
Rp 42.000,00
(dengan asumsi Pengusaha Z dan Pengusaha X penjualannya dinaikkan sebesar 20%)
5. Laba Sasaran apabila laba yang diharapkan sebesar Rp 10.000
6. Analisis
VISUAL BASIC : FORM 1
FORM 2
FORM 3 CONTOH KASUS : FORM 1
FORM 2
FORM 3
End Sub
BAB VI DECISION MAKING
Perusahaan khususnya pihak manajemen selalu dihadapkan pada perencanaan dan pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai macam alternatif yang harus dipilih. Dalam pengambilan keputusan itu mereka menghadapi ketidakpastian dalam memilih berbagai alternatif. Informasi akuntansi sangat membantu manajer dalam proses pengambilan keputusan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan untuk mengurangi ketidakpastian atas alternatif yang dipilih. Agar pembuatan keputusan bisa tepat maka diperlukan informasi yang akurat yaitu informasi yang relevan, tepat waktu dan pendapatan melebihi biaya didalam perolehan informasi tersebut.
Biaya diferensial, merupakan biaya yang akan datang yang berbeda diantara berbagai macam alternatif keputusan yang mungkin dipilih. Besarnya biaya diferensial dihitung dari perbedaan biaya pada alternatif tertentu dibandingkan dengan biaya pada alternatif lainnya. Jadi, karakteristik biaya diferensial adalah biaya masa yang akan datang dan biaya yang berbeda diantara berbagai alternatif keputusan. Biaya kesempatan adalah kesempatan yang dikorbankan dalam memilih suatu alternatif. Terdapat empat tahap dalam proses pengambilan keputusan manajemen, yaitu:
1. Pengakuan dan perumusan masalah atau peluang
2. Pencarian tindakan alternatif dan pengkuantifikasian konsekuensinya masing-masing
3. Pemilihan alternatif optimum atau alternatif yang memuaskan
4. Implementasi dan penindaklanjutan Dalam pengambilan keputusan manajemen, konsep biaya differensial sangat diperlukan terutama dalam menentukan keputusan manajemen yang bersifat khusus yang berkaitan dengan pemilihan alternatif dalam hal :
1. Membuat sendiri atau membeli
2. Menerima atau menolak pesanan khusus
3. Menambah atau menghapus lini produk
4. Menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk
Berikut ini beberapa contoh dalam pengambilan keputusan seperti :
1. Membuat sendiri atau membeli
Keputusan membuat atau membeli (make or buy decision) adalah keputusan manajemen menyangkut apakah sebuah komponen (suku cadang) jarus dibuat secara internal ataukah dibeli dari pemasok luar. Menyangkut membuat atau mebeli, ketentuan keputusannya adalah membeli manakala biaya tunai pembelian produk atau jasa lebih rendah daripada biaya tunai pembuatan produk atau jasa tersebut jika berkebalikan maka keputusan yang harus diambil adalah membuat sendiri.
Oleh karena itu, salah satu pemicu timbulnya pertimbangan untuk membeli atau memproduksi sendiri adalah penawaran harga dari pemasok luar untuk suatu komponen produk yang berada dibawah biaya produksi sendiri komponen tersebut.
Manajer mempertimbangkan keputusan membuat atau membeli karena berbagai macam alasan, termasuk diantaranya:
a. Memangkas biaya
b. Memanfaatkan atau membebaskan kapasitas
c. Memperbaiki mutu atau kinerja pengiriman
d. Mendorong produktivitas kegiatan internal yang lebih tinggi dengan memaksa persaingan dengan pihak luar
e. Mengadopsi teknologi baru
f. Membebaskan dana investasi langka bagi keperluan lainnya
2. Menerima atau menolak pesanan