LAPORAN HASIL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENG

Praktikum kedua Pengembangan Kemitraan
Konsep Kemitraan

Kelompok 4
Anggota:
1. M. Prayoga

(J3W412014)

2. Atika Hasanah P.

(J3W412021)

3. Auliana Putri Z.

(J3W412044)

4. Salim Borahima

(J3W412046)


Pembimbing: Hidayati Fathur R, Sp
Restu Puji Mumpuni, Sp

PROGRAMKEAHLIAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN TERPADU
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Ringkasan
Menurut kelompok 4 dari hasil diskusi menerangkan bahwa arti
sebenarnya dari konsep kemitraan yang diambil dari beberapa pendapat adalah
suatu kerja sama antara dua orang atau lebih, orang dengan kelompok maupun
kelompok dengan kelompok yang berdasar pada prinsip saling membutuhkan,
saling memperkuat dan pastinya saling menguntungkan.

Halaman Isi
Pada dasarnya konsep kemitraan (partnership) adalah jenis entitas bisnis
di mana mitra (pemilik) saling berbagi keuntungan atau kerugian bisnis.
Kemitraan sering digunakan diperusahaan untuk tujuan perpajakan, sebagai

struktur kemitraan umumnya tidak dikenakan pajak atas laba sebelum
didistribusikan kepada para mitra (yaitu tidak ada pajak dividen dikenakan)..
Namun, tergantung pada struktur kemitraan dan yurisdiksi di mana ia beroperasi,
pemilik kemitraan mungkin terkena kewajiban pribadi yang lebih besar daripada
mereka yang akan memegang saham dari suatu perusahaan.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di sektor pertanian
khususnya pertanian skala kecil yaitu mengintegrasikan petani ke dalam sektor –
sektor yang dianggap lebih modern, yaitu sektor industri. Hal tersebut merupakan
basis

yang

melatarbelakangi

munculnya

konsep

kemitraan


(contractfarming/partnership). Landasan peraturan mengenai kemitraan di
Indonesia diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 yang
menyebutkan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara Usaha Kecil dengan
memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan. Artinya diperlukan suatu kerjasama yang sinergis antara petani
atau usaha kecil yang memiliki lahan dan tenaga kerja dengan perusahaan besar
yang mempunyai modal dan tenaga ahli, di bawah pengawasan pemerintah
dengan tujuan untuk menggali potensi pertanian dalam arti luas yang merupakan
cerminan dari masyarakat agraris.Penelitian tentang analisis kemitraan perusahaan

agribisnis dengan petani penting dilakukan karena dua hal pokok. Pertama,
berkaitan dengan keefektifan integrasi kerjasama petani dengan perusahaan dalam
kemitraan agribisnis dalam mengembangkan potensi kedua belah pihak. Kedua,
secara konseptual berkenaan dengan perkembangan kajian tentang kemitraan
dalam bidang pertanian.
Kemitraan usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, kesela
peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwuji
kemitraan yaitu hubungan yang :
a) saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan
baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan;

b) saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra
sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga akan
memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing
usahanya;
c) saling menguntungkan, yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra
memperoleh peningkatan pendapatan, dan kesinambungan usaha.
Undang-undang no 9 tahun 1995 yang berbunyi “ kerjasama antar usaha
kecil dan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan
dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar
dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan”. Konsep tersebut di perjelas dengan peraturan pemerintah nomor
44 tahun 1997 yang tersebut di atas.
Berkembangnya usaha agribisnis di Indonesia telah membuka wacana baru
dalam praktek-praktek agribisnis yang dialakukan tertutama oleh petani atau
pembudidaya. Salah satu bentuk usaha agribisnis yang cukup banyak dilakukan
adalah dengan konsep kemitraan. Beberapa perusahaan mencoba untuk
menawarkan konsep kemitraan ini kepada para petani untuk memproduksi suatu
komoditas tertentu dan menjamin pemasaran hasil produksinya. Konsep dan pola
kemitraan yang ditawarkan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain
berbeda-beda. Beberapa hal yang mempengaruhi konsep dan pola kemitraan

adalah jenis komoditas yang dibudidayakan, permintaan konsumen dari

komoditas yang dibudidayakan, serta pangsa pasar dari komoditas yang
dibudidayakan.
Jenis komoditas yang satu dengan komoditas yang lain akan menghasilkan
konsep dan pola kemitraan yang berbeda. Begitu pula perusahaan yang memiliki
pangsa pasar tertentu terhadap suatu komoditas, akan memiliki konsep dan pola
kemitraan yang berbeda dengan perusahaan yang memiliki pangsa pasar lain
dengan komodiatas yang sama. Permintaan konsumen pun mempengaruhi pola
kemitraan yang ditawarkan oleh perusahaan atau perseorangan kepada petani.
Dengan adanya pola kemitraan ini, pada satu sisi petani mengalami
beberapa keuntungan, namun pada sisi lain, justru merasa tidak memiliki
kebebasan. Beberapa perusahaan yang mengadakan kemitraan kepada petani atau
pembudidaya sebagai pelaku agribisnis, bahkan ada yang menerapkan konsep dan
pola dengan pemberian modal usaha kepada petani atau pembudidaya. Hal ini
tentunya akan memberikan keuntungan tersendiri, terutama bagi petani yang
memiliki keterbatasan sektor permodalan. Berikut ini kami uraikan beberapa
gambaran mengenai kelebihan dan kekurangan konsep dan pola kemitraan yang
dikembangkan oleh para pelaku agribisnis.
Konsep kemitraan tersebut secara lebih rinci diuraikan dalam Pasal 27

Peraturan pemerintah RI Nomor 44 tahun 1997 tentang kemitraan, disebutkan
bahwa kemitraan dapat dilaksanakan antara lain dengan pola:
1. Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha
kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana
produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan,
penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan
efisiensi dan produktifitas usaha. Program inti-plasma ini, diperlukan
keseriusan dan kesiapan, baik pihak usaha kecil sebagai pihak yang mendapat
bantuan untuk dapat mengembangkan usahanya, maupun pihak uasaha besar
yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk mengembangkan usaha kecil
sebagai mitra usaha dalam jangka panjang.
Dalam pola inti plasma, Usaha Besar dan Usaha Menengah bertindak sebagai
inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil sebagai plasma. Selanjutnya

menurut penjelasan Pasal 27 huruf (a) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1995, yang dimaksud dengan pola inti plasma adalah “hubungan kemitraan
antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti
membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam
menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis

manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningktan
teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas
usaha”. Kerjasma inti plasma akan diatur melalui suatu perjanjian kerjasama
antara inti dan plasma.
Dalam program inti plasma ini diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pada
pihak usaha kecil selaku pihak plasma yang mendapat bantuan dalam upaya
mengembangkan usahanya, maupun pada pihak usaha besar atau usaha
menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan
mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Selain itu juga sebagai suatu upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha pola
inti plasma yang mampu memberdayakanekonomi rakyat sangat dibutuhkan
adanya kejelasan peran masingmasing pihak yang terlibat. Adapun pihakpihak terdebut antara lain: (1) Pengusaha Besar (Pemrakarsa), (2) Pengusaha
Kecil (MitraUsaha) dan (3) Pemerintah. Peran pengusaha besar selaku (inti)
sebagaimana tersebut di atas tentunya juga harus diimbangi dengan peran
usaha kecil (plasma) yaitu meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja
usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya
berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar dan
atau usaah menengah. Selanjutnya untuk peran pemerintah akan dibahas lebih
lanjut pada sub bab yang tersendiri.
2. Sub konktraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara

usaha besar dengan usaha kecil/menengah, di mana uasaha besar sebagai
perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil/menengah (selaku
subkontraktor)

untuk

mengerjakan

seluruh

atau

sebagian

pekerjaan

(komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.
Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995
bahwa “pola subkontr adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan


Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil
memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha
Besar sebagai bagian dari produksinya.
Selanjutnya menurut Soewito, pola subkontraktor adalah suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil atau
menengah, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firma)
meminta kepada usaha kecil atau menengah selaku subkontraktor untuk
mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung
penuh pada perusahaan induk.
Dapat pula dikatakan bahwa dalam pola subkontrak, usaha kecil memproduksi
barang dan atau jasa yang merupakan komponen atau bagian produksi usaha
menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, maka melalui kemitraan ini usaha
menengah dan atau usaha besar memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada usaha kecil untuk membeli bahan baku yang diperlukan secara
berkesinambungan dengan harga yang wajar. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dalam kemitraan dengan pola subkontrak, bagi perusahaan kecil
antara lain adalah dapat menstabilkan dan menambah penjualan, kesempatan
untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, pengusaan dan
peningkatan teknologi yang diperlukan. Sedangkan bagi perusahaan besar

adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain, memenuhi kekurangan
kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan harga yang lebih murah
daripada impor, selain itu juga dapat meningkatkan produktivitas dan
kesempatan kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar.

3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar yang berlangsung dalam bentuk kerjasama
pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha
kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha
besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.
Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995,
Pola Dagang Umum adalah “hubu ngan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau
Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil
memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar
mitranya”.
Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, usaha menengah atau usaha
besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha kecil mitra
usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah
atau usaha besar mitranya.

4. Waralaba (franchise) adalah suatu system yang menggambarkan hubungan
antara Usaha Besar (franchisor) dengan Usaha Kecil (franchisee), di mana
frnchisee diberikan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas
usaha, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak
franchisor dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan atau jasa.
Menurut Penjelasan Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1995, Pola Waralaba adalah “ hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi
waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran
distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan
bimbingan manajemen”. 25 Lihat di dalam Munir Fuady, 1997, Pembiayaan
Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, hal.
165
Berdasarkan pada ketentuan seperti tersebut di atas, dalam pola waralaba
pemberi waralaba memberikan hak untuk menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau cirri usaha kepada penerima waralaba. Dengan

demikian, maka dengan pola waralaba ini usaha menengah dan atau usaha
besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan dan
atau menjadi penjamin kredit yang diajukan oleh usaha kecil sebagai penerima
waralaba kepada pihak ketiga.
5. Keagenan merupakan hubungan kemitraaan, di mana pihak principal
memproduksi/memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak
sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk
yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Berdasarkan penjelasan Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1995, pola keagenan adalah “hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha
Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah
atau Usaha Besar mitranya”.
Dalam pola keagenan, usaha menengah dan atau usaha besar dalam
memasarkan barang dan jasa produknya memberi hak keagenan hanya kepada
usaha kecil. Dalam hal ini usaha menengah atau usaha besar memberikan
keagenan barang dan jasa lainnya kepada usaha kecil yang mampu
melaksanakannya.
Selanjutnya menurut Munir Fuady, pola keagenan25 merupakan hubungan
kemitraan, dimana pihak principal memproduksi atau memiliki sesuatu,
sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis
tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan
pihak
ketiga. Seorang agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, sehingga pihak
prinsipal bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan oleh seorang agen
terhadap pihak ketiga, serta mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha
6. Bentuk-bentuk lain di luar pola sebagaimana yang tertulis di atas, yang sat ini
sudah berkembang tetapi belum dibakukan atau pola-pola baru yang timbul
dimasa yang akan datang.
Pertanyaan (PEMBAHAS)
1. Apa maksud dari asas kebersamaan kedudukan? (Meris)
2. Apa maksud dari pajak Deviden ? (Dian nisafitri)
3. Keuntungan dari perusahaan inti apakah untuk petani plasma ?

(M. Firdaus)
4. Bagaimana cara menyikapi petani yang tidak mengetahui atau kurang
paham dengan teknik budidaya tanaman yang dimitrakan dan kurang
mengetahui tentang perjanjian dengan perusahaan inti ? (Pardiyanto
Firmansyah)
Jawaban
1. Karena harus memiliki kedudukan yang sama antara para pelaku mitra
(pembagian hasil, untung atau rugi). (M. Prayoga)
2. Maksud dari pajak Deviden, kita dapat mengambil contoh antara Mall
BTM dengan pedagang kecil yang sewa di dalam Mall , pedagang tersebut
wajib membayar pajak. (Auliana Putri Sakiah)
3. Sebelum melakukan kemitraan pasti ada perjanjian, jadi untuk bagi hasil
yang disepakati pasti para pelaku mitra sudah mengetahuinya.
(M. Prayoga)
4. Seharusnya petani sebelum menanda tangani suatu perjanjian, sebaiknya
petani diberi bekal seperti bimbingan, agar petani tidak melenceng dalam
melakukan suatu perjanjian.(Atika Hasana Putri)

Pertanyaan (FORUM)
1. Jika Pemerintah ikut andil dalam kemitraan, apakah berpihak kepada
perani ? (M. Nur Ajis Ramli)
2. Apakah MLM termasuk kedalam kemitraan atau tidak, jika termasuk
kemitraan termasuk pola apa ? (Mira Ariyuni)
3. Jika saya membeli resep dari KFC dan membeli merek dengan ciri
khasnya KFC, apakah saya masih di bawah KFC atau KFC menjadi
pemegang perusahaan penuh ? (Luqman Ahmadi)
Jawaban
1. Tergantung dari pemerintah yang ikut andil, karena dalam kasus seperti ini
sistem politik bisa bermain. (Salim Borahima)
- Tambahan Nadia Tri Andari : pasti pemerintah dan hukum ikut andil
dan dengan hukum tersebut dapat mengayomi petani.
- Tambahan Sofyan Zuhri : Undang – undang adalah bukti dari
pemrintah dalam berperan aktif untuk kemitraan.
- Tambahan Atika : Pemerintah tidak terjun langsung ke lapangan
2. Termasuk dalam kemitraan, akan tetapi MLM memiliki pola sendiri (M.
Prayoga)
3. Pasti KFC sudah mempunyai peraturan untuk para pemitra yang ingin
bekerja sama. (M. Prayoga)

-

Tambahan Sofyan Zuhri : semua waralaba seperti KFC, McD itu mitra
jaringan.

Tambahan dari Dosen
1. Pajak Deviden, freepot sudah tidak membayar pajak kepada pemerintah,
karean freepot mengatakan tidak memiliki laba dan semua dana habis
digunakan untuk oprasional.
2. Motivasi dari ibu Hida untuk orang Riau : Orang Riau harus mandiri agar
tidak bergantung kepada perusahaan asing.
3. KFC : seringnya membuka cabang dan mengangkat menejer lokal.
4. Alfamart : bisa dibeli saham dari orang yang berbeda, tetapi pasokan tetap
dari pusat Alfamart.

Dokumen yang terkait

STUDI ANALISA PERHITUNGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA GEDUNG KULIAH STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI JAWA TIMUR

24 197 1

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62