PERANAN INDUSTRI PERBANKAN TERHADAP PENI

14

BAB 4. PEMBAHASAN
Perbankan merupakan salah satu penggerak perekonomian dalam negeri
yang berbasis pada aspek ekonomi dan sapek sosial. Bank merupakan lembaga
keuangan yang diatur oleh lembaga independen yaitu Bank Indonesia.
4.1 Fungsi Bank
Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Secara lebih spesifik fungsi bank adalah sebagai berikut:
a. Agent of trust
Trust atau kepercayaan merupakan dasar utama dari bank. Hal tersebut karena
ketika masyarakat menyimpan uang di bank berarti masyarakat tersebut percaya
akan bank tersebut. Bank yang diberi kepercayaan harus menjaga dan memelihara
dana yang berasal ari masyarakat tersebut. Selain itu, bank juga harus memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi nasabah atau masyarakat yang menyimpan dana
pada bank itu dengan begitu nasabah atau masyarakat menyimpan dana akan
mendapatkan kepuasan atas pelayanan bank tersebut. Begitu pula antara pihak
bank dan para debitur, dana-dana yang cair menandakan bahwa pihak bank
percaya kepada debitur tersebut. Oleh karena itu debitur harus dapat mengelola
dana yang diberikan oleh bank dengan sebaik mungkin.
b. Agent of Development

Agent of development berarti bank bertugas sebagai penghimpun dan penyalur
dana untuk kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat mempunyai keinginan untuk investasi, distribusi, dan
jasa komunikasi barang dan jasa, mengingat semua kegunaan tersebut selalu
berkaitan dengan penggunaan uang, kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan
komunikasi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian
masyarakat. Akan tetapi, terdapat hambatan di dalam menjalankan fungsi Bank
sebagai Agent Of Development, seperti kondisi geografis, infrastruktur, dan
pendidikan.
c. Agent of services

15

Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga
memberikan penawaran jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, jasa-jasa ini antara lain dapat
berupa pengiriman uang, pemberian jaminan bank, jasa penitipan barang berharga
dan lain-lain.
4.2 Pendekatan Struktur
Pada tahun 1988-1996 sistem keuangan di Indonesia mengalami

pertumbuhan yang pesat, kemudian pada tahun 1997 terjadi Krisis keuangan yang
menyebabkan distress bagi industri keuangan. Krisis perbankan pada kurun waktu
1997-1998 yang demikian parah sehingga pemerintah dan Bank Indonesia
melakukan pembenahan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan
mencegah terulangnya krisis di sektor perbankan. Untuk meningkatkan kinerja
perbankan, bank sentral melakukan memerger pada beberapa bank pemerintah
dan juga bank-bank kecil guna meningkatkan pangsa pasar sehingga jumlah bank
menjadi berkurang, hal ini terlihat dari data perbankan yang jumlahnya semakin
berkurang dari tahun 2008 hingga tahun 2012 dan tercatat sejumlah 120 bank
yang beroperasi yang sebelumnya berjumlah 240. Jumlah bank yang semakin
berkurang menyebabkan struktur pasar mulai menjauh dari pasar persaingan
sempurna karena pasar kurang kompetitif.
Proses konsolidasi ini dilanjutkan dengan memperkenalkan arsitektur
Perbankan Indonesia (API).Strategi ini dimaksudkan untuk menjadikan sektor
perbankan sebgai pilar utama dalam pembiayaan sektor real, yaitu menjadi sektor
ekonomi yang sehat, kuat,efisien serta dapat dipoercaya oleh masyarakat domestik
maupun internasional. (bank Indonesia, 2010).

Perkembangan dan kinerja perbankan ditandai dengan indikator kinerja
bank umum konvensional di Indonesia yang dipaparkan pada tabel 4.1 dibawah

ini:
Tabel 4.1 Dinamika Kinerja Perbankan di Indonesia (%)

16

Tahun
2011
2012
2013
2014
2015

CAR
16,05
17,43
18,13
19,57
20,62

ROA

3,03
3,11
3,08
2,85
2,31

BOPO
85,42
74,10
74,08
76,29
82,27

LDR
78,77
83,58
89,70
87,58
88,54


*CAR (Capital Adequacy Ratio);
ROA (Return on Asset);
BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional);
LDR (Loan to Deposit Ratio)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2016, diolah

Pemaparan tabel 4.1 menunjukkan perkembangan dan kinerja perbankan
di Indonesia selama tahun 2011 hingga tahun 2015. Secara umum rasio CAR yang
terdaftar di bursa efek memenuhi persyaratan yaitu rasio CAR lebih dari 8 %.
Berdasarkan teori jika rasio CAR meningkat maka seharusnya ROA juga
mengalami peningkatan (Mishkin, 2008). Hal serupa juga terjadi pada tingkat
efisiensi operasi perbankan dimana BOPO mengalami fluktuasi, jika rasio BOPO
yang dihasilkan suatu bank melebihi 90 persen, makadapat disimpulkan bahwa
bank tidak efisien dalam menjalankan operasinya.
Saat rasio BOPO berada berada pada kondisi efisien, laba yang diperoleh
akan semakin besar sebab biaya operasi yang ditanggung bank semakin kecil.
Dengan meningkatnya laba maka dipastikan ROA juga akan meningkat. Angka
terbaik dari BOPO adalah dibawah 90 persen, terlihat pada tabel 4.1 bahwa rasio
selama 2011 hingga 2015 dibawah 90 persen namun angka yang tercatat

mendekati 90 persen yang menunjukkan bahwa perlunya evaluasi kinerja secara
intensif bagi perbankan meskipun di dua tahun terakhir tercatat kinerja bank lebih
efisien dibanding tahun-tahun sebelumnya (Kuncoro dan Suharjono (2002).
Pada pergerakan rasio LDR angka terbaik adalah 80 persen hingga 110
persen, tercatat pada tabel 4.1 hanya tahun 2012 dan 2015 yang memenuhi standar
Bank Indonesia. Fluktuasi yang terjadi pada rasio-rasio perbankan menandakan
bahwa kinerja perbankan selama rentang 2004 hingga 2015 masih dalam tahap
pembangunan sistem kelembagaan keuangan di Indonesia. Paska terjadinya krisis

17

1997-1998 mengalami masa pemulihan dalam sistem perekonomian dan
perbankan, dalam perspektif perbankan dalam era globalisasi perekonomian
berdasarkan data yang dijelaskan pada tabel 4.1 secara struktural sektor perbankan
masih harus mengalami perbaikan untuk bersaing secara global dan beraliansi
secara strategi terhadap mitra-mitra kerja perbankan yang menguntungkan
sehingga memperkuat seluruh bagian dari perbankan secara struktural (Suyono,
2005; Merkusiwati, 2007).
Berdasarkan teori jika rasio CAR meningkat maka seharusnya ROA juga
mengalami peningkatan (Mishkin, 2008). Hal serupa juga terjadi pada tingkat

efisiensi operasi perbankan dimana BOPO mengalami fluktuasi, jika rasio BOPO
yang dihasilkan suatu bank melebihi 90 persen, makadapat disimpulkan bahwa
bank tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Saat rasio BOPO berada berada
pada kondisi efisien, laba yang diperoleh akan semakin besar sebab biaya operasi
yang ditanggung bank semakin kecil. Dengan meningkatnya laba maka dipastikan
ROA juga akan meningkat.
Paska terjadinya krisis 1997-1998 mengalami masa pemulihan dalam
sistem perekonomian dan perbankan, dalam perspektif perbankan dalam era
globalisasi perekonomian berdasarkan data yang dijelaskan pada tabel 4.1 secara
struktural sektor perbankan masih harus mengalami perbaikan untuk bersaing
secara global dan beraliansi secara strategi terhadap mitra-mitra kerja perbankan
yang menguntungkan sehingga memperkuat seluruh bagian dari perbankan secara
struktural (Suyono, 2005; Merkusiwati, 2007).

2011
Nama Bank
PT. Bank Mandiri, Tbk

2012
Total Aset

433,669

Nama Bank
PT. Bank Mandiri, Tbk

Total Aset
563,105

18

PT. BRI, Tbk
PT. Bank Central Asia,

368,913

PT. BRI, Tbk

535,209

Tbk

PT. BNI, Tbk

343,689
253,409

PT. BCA, Tbk
PT. BNI, Tbk
PT. Bank CIMB Niaga,

436,795
321,534

PT. Bank Danamon, Tbk

152,675

Tbk
PT. Bank Danamon

192,612


PT. CIMB Niaga, Tbk

120,306

Indonesia Tbk

130,474

PT. Panindonesia, Tbk

106,453

PT.Bank Permata, Tbk
PT. Pan Indonesia Bank,

132,131

PT. Bank Permata, Tbk
PT. BII, Tbk

Citibank N. A

89,019
80,521
75,728

Tbk
PT. BII, Tbk
PT. BTN, Tbk

141,45
111,161
111,748
2676,219

2,022,381

2013
Nama Bank

2014
Total Aset

Nama Bank

Total Aset

PT. Bank Mandiri, Tbk
PT. BRI, Tbk
PT. BCA, Tbk
PT. BNI, Tbk
PT. Bank CIMB Niaga,

648,251
606,371
488,498
370,716

PT. Bank Mandiri, Tbk
PT. BRI, Tbk
PT. BCA, Tbk
PT. BNI, Tbk
PT. Bank CIMB Niaga,

757,039
778,017
541,984
393,466

Tbk
PT. Bank Danamon

211,427

Tbk
PT. Bank Danamon

226,911

Indonesia Tbk

152,021

Indonesia Tbk

163,244

PT.Bank Permata, Tbk
PT. Pan Indonesia Bank,

165,542

PT.Bank Permata, Tbk
PT. Pan Indonesia Bank,

185,091

Tbk
PT. BII, Tbk
PT. BTN, Tbk

154,128
134,445
131,169
2691,852

Tbk
PT. BII, Tbk
PT. BTN, Tbk

159,033
135,241
144,575
3484,601

2015
Nama Bank

Total Aset

19

PT. Bank Mandiri, Tbk
PT. BRI, Tbk
PT. BCA, Tbk
PT. BNI, Tbk
PT. Bank CIMB Niaga,
Tbk
PT. Bank Danamon
Indonesia Tbk
PT.Bank Permata, Tbk
PT. Panindonesia, Tbk

905,761

802,331
584,442
456,463
244,281
195,016
194,491
182,234

PT. BII, Tbk

149,521

PT. BTN, Tbk

166,041
3880,581

Tabe; 4.2 Total aset 10 bank terbesar di indonesia dari tahun 2011-2015
Sumber: Bank Indonesia, 2016

Industri perbankan Indonesia merupakan struktur pasar oligopoly Jika
diklasifikasikan berdasarkan pangsa pasar, hal tersebut karena penggabungan 4
perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar kurang dari 60 persen atau ratarata sekitar 45,51 persen. Berdasarkan data diatas terlihat bahwa pangsa pasar 10
perusahaan bank dalam industri perbankan Indonesia yang pangsa pasar terbesar
dikuasai oleh PT. bank Mandiri, Tbk dengan nilai 14,17 persen. Ukuran struktur
pasar yang oligopoli salah satunya adalah 20 perusahaan menguasai pasar sekitar
75 persen, sedangkan bain (1856) dalam Hasibuan (1996) mengukur dengan lebih
fleksibel salah satunya adalah pada tipe 4 dimana 4 perusahaan terbesar
menguasai sekitar 38 persen atau 8 perusahaan terbesar menguasai sekitar 45
persen. Hasibuan (1996).
4.3 Perilaku Perbankan di Indonesia

20

Secara lebih khusus, Martin (1994) mengemukakan bahwa struktur pasar
dengan tingkat konsentrasi yang tinggi akan mendorong perusahaan akan
berperilaku kolusi daripada bersaing satu sama lain. Struktur dan perilaku ini akan
mempengaruhi kinerja yang tercermin dalam harga, efisiensi atau tingkat inovasi.
Perilaku pasar adalah tingkah laku perusahaan dalam pasar dimana dalam struktur
pasar oligopoli, perusahaan besar yang dominan sehingga perilakunya menjadi
contoh untuk diikuti dalam pemimpin harga. Pada pasar oligopoli, jika terjadi
persekongkolan atau kolusi maka tercipta kartel yang akan mengatur kuota,
alokasi produksi, pasar dan keuntungan. Kondisi ini hampir sama dengan
monopoli, artinya kartel merupakan monopoli yang berasal dari struktur oligopoli
yang kolusif.
Dalam menganalisis perilaku industri perbankan, pertama akan kita bahas
terkait perilaku kolusi. Pada kenyatannya industri perbankan Indonesia sulit
membuktikan bahwa terjadi kolusi antar bank, namun dalam beberapa hal terlihat
bahwa pada satu bank menaikkan suku bunga makan bank lain akan mengikuti.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pengambil kebijakan disatu bank akan
mempengaruhi bank lain untuk mengikuti kebijakan yang hamper serupa.
4.3.1 Strategi penetapan Suku Bunga
Strategi penetapan suku bunga tahun 2014. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
meningkatkan upaya pengawasan terhadap penghimpunan dana dan likuiditas
perbankan. Upaya ini ditujukan untuk mencegah dampak negative terjadinya
persaingan suku bunga dana perbankan saat ini. Pengawas bank akan mengawasi
maksimum suku bunga DPK yang diberikan.
Pada siaran pers OJK pada tanggal 30 September 2014, Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon menjelaskan sesuai Statistik
Perbankan Indonesia (SPI), tren suku bunga DPK perbankan hingga posisi Juli
2014 masih terus meningkat dan telah berada di atas suku bunga acuan BI (7,50
persen) dan suku bunga penjaminan LPS (7,75%). Suku bunga kredit juga terus
meningkat sebagai dampak dari meningkatnya suku bunga DPK, yang pada
gilirannya memiliki pengaruh kepada tingkat pertumbuhan kredit secara nasional.

21

Tren rata-rata suku bunga dana pada industri dari awal tahun hingga posisi
Juli’14 (ytd) menunjukkan bahwa deposito rupiah telah mengalami peningkatan
sekitar 70 bps, yaitu dari sebesar 7.97% pada Januari 2014 menjadi sebesar 8.67%
pada Agustus 2014. Sedangkan pemberian suku bunga pada deposan inti
umumnya telah berada di kisaran 11% terutama pada kelompok bank BUKU 3
dan BUKU 4.
Suku bunga kredit perbankan Indonesia posisi Juli berada pada kisaran
11,25%-13.30% untuk korporasi dan 16%-23% untuk kredit mikro (sumber:
statistik perbankan untuk data posisi Juli 2014). Selain dampak dari besaran BI
Rate yang mencapai 7,5% hampir setahun terakhir ini, persaingan suku bunga
tidak terlepas dari peran pemilik dana besar yang jumlahnya kurang dari 1%
(nominal > Rp 5 miliar) namun menguasai hampir 45% dari sumber dana
perbankan (sumber: LPS Mei 2014). Pemilik dana besar ini cenderung
memberikan tekanan pada perbankan untuk memberikan imbal hasil tinggi
melalui besaran suku bunga yang diterimanya. Jika tidak, dana-dana akan mudah
berpindah.
Hal yang mengkhawatirkan adalah tingkat suku bunga yang diberikan
pada pemilik dana besar (deposan inti) bank-bank hingga posisi Agustus 2014
telah berada di atas 11% di hampir semua BUKU bank terutama di bank BUKU 3
dan BUKU 4. OJK menilai suku bunga dana perbankan telah di luar
kewajaran. Tingginya suku bunga dana ini pada gilirannya akan berdampak
pada high cost economy, perlambatan ekspansi kredit, peningkatan risiko kredit,
penurunan

aktivitas

perekonomian,

dan

terhambatnya

pertumbuhan

ekonomi. Untuk itu, sesuai hasil diskusi dan masukan bank-bank BUKU 3 dan
4, serta mengingat dampak negatif persaingan suku bunga terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kinerja perkreditan, khususnya nasabah kredit mikro yang
merupakan populasi terbesar dari debitur kredit, maka OJK melalui supervisory
action menetapkan pemberian maksimum suku bunga DPK sebagai berikut:
1. Memberikan suku bunga simpanan maksimum sebesar suku bunga
penjaminan LPS yang saat ini sebesar 7,75% untuk nominal simpanan sampai

22

dengan Rp2 milyar dengan telah memperhitungkan seluruh insentif yang
diberikan kepada nasabah penyimpan dana;
2. BUKU 4 : maksimum suku bunga 200 bps di atas BI rate atau saat ini
maksimum sebesar 9,50% termasuk seluruh insentif yang diberikan
secara langsung kepada nasabah penyimpan dana;
3. BUKU 3 : maksimum suku bunga 225 bps di atas BI rate atau saat ini
maksimum sebesar 9,75% termasuk seluruh insentif yang diberikan
secara langsung kepada nasabah penyimpan dana; dan
4. Untuk optimalisasi penerapan suku bunga maksimum ini, maka pengawas
juga akan melakukan monitoring dan supervisory actionterhadap bank-bank
BUKU 1 dan 2 untuk turut serta mendukung penurunan suku bunga DPK.
Dengan demikian, diharapkan penerapan pengawasan suku bunga maksimum
ini dapat berlaku secara efektif di seluruh industri perbankan.
Selain mengacu pada masukan bank-bank, penetapan suku bunga
maksimum DPK tersebut juga mempertimbangkan opportunity costpenempatan
dana nasabah pada suku bunga Surat Berharga Negara (SUN, ORI Sukuk) yang
saat ini yield to maturity-nya pada kisaran 8-8,5% sehingga besaran maksimum
suku bunga DPK tersebut tidak memicu flight to higher yield instrument.
Penetapan suku bunga maksimum ini berlaku secara serentak untuk BUKU 3 dan
4 mulai tanggal 1 Oktober 2014 dan wajib dikenakan untuk perolehan DPK yang
baru dan perpanjangan deposito yang sudah jatuh tempo. Untuk menegakkan
komitmen pelaksanaan kebijakan ini, maka perbankan diharuskan:
1. Mengupayakan penurunan suku bunga kredit segera setelah pengenaan
pemberian

maksimum suku bunga DPK tersebut dan melaporkan

realisasinya kepada OJK (Departemen Pengawasan terkait) pada
kesempatan pertama.
2. Memasukkan komitmen penurunan suku bunga kredit tersebut dalam
Rencana Bisnis Bank tahun 2015 yang selambat-lambatnya disampaikan
pada akhir November 2014 beserta perhitungan dampaknya pada kinerja
keuangan.

23

3. Melakukan ekspansi kredit sesuai target-target rencana bisnis dengan
mempertimbangkan ketersediaaan sumber dana serta mengacu pada
prinsip-prinsip kehati-hatian.

4.4 Kinerja Perbankan
Pangsa Pasar dan Konsentrasi pasar juga sangat mempengaruhi
keuntungan bank. Menurut Wihana jika pangsa pasar naik maka profit akan ikut
naik. Begitu juga dengan konsentrasi pasar menurut Bain (yang dikutip dalam
wihanna,2008) yaitu rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih tinggi
daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi.
Konsentrasi dalam pangsa pasar dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan pangsa pasar 4 bank terbesar yaitu BRI, BNI, BCA dan Bank
Mandiri. Pasar yang semakin terkonsentrasi biasanya rentan terhadap kecurangan
yang dapat berupa kerjasama dalam penentuan tingkat bunga dan volume kredit
tabungan. Hal ini tentunya akan merugikan beberapa pihak seperti bank-bank
kecil dan masyarakat yang ingin melakukan investasi ataupun yang ingin
memperluas usahanya karena katerbatasan biaya. Jika kecurangan terjadi pada
tingkat suku bunga maka akan mempengaruhi investasi. Karena tingkat suku
bunga kreadit maemiliki hubungan yang sangat erat dengan marginal efficiency of
capital (MEC). MEC adalah nilai pendapatan yang diperoleh dari investasi. MEC
juga sering disebut dengan rate of return. Seorang pengusaha akan melakukan
investasi apabila nilai MEC dari investasi yang ingin dilakukannya lebih besar
dari suku bunga pinjaman.
Ini akan memberikan sedikit masalah pada perekonomian Indonesia,
karena keterbatasan biaya akan menyebabkan sebagian investor terpaksa
meninggalkan proyek-proyek investasi yang menguntungkan. Maka permintaan
barang-barang investasi turun pada setiap tingkat suku bunga. Akibatnya terjadi
pergeseran yang kontraktif pada kurva IS. Hal ini menyebabkan penurunan dalam
permintaan agregat, produksi dan kesempatan kerja (mankiew, 2007).
Kinerja perbankan yang diukur adalah kinerja perbankan dalam
menjalankan fungsinya sebagai intermediator finansial (pemodelan intermediasi)

24

dan sebagai entitas bisnis yang bertujuan mencari profit (pemodelan
profitabilitas). Pengukuran kinerja perbankan dari sisi intermediasi, diamati dari
rasio loan to deposit-nya (LDR) dan persentase non-performing loan-nya (NPL).
Sedangkan kinerja perbankan dari sisi profitabilitas, diamati dari persentase
return on asset-nya (ROA) dan rasio dari beban operasional terhadap pendapatan
operasional-nya (BOPO).
4.4.1 Perbankan Sebagai Intermediator Finansial
NPL industri perbankan nasional pada tahun 2007, menunjukkan
perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya Meskipun sempat terkena dampak
kenaikan BBM sebesar 100% di akhir tahun 2005 yang menyebabkan naiknya
tingkat Non Performing Loan (NPL), namun pada tahun 2006 dan 2007, bankbank di Indonesia berhasil memperbaiki kinerjanya sehingga mampu menurunkan
kembali tingkat NPL-nya. Besarnya NPL dari industri perbankan di Indonesia
dapat dilihat di grafik 3.2 di bawah ini

25

Semakin kecil rasio NPL menunjukkan keberhasilan bank-bank di
Indonesia dalam menjalankan proses penyaluran kredit. Rasio NPL dikatakan
berkulaitas maksimal 5 % penyaluran kredit
Selain pengamatan tingkat NPL, kinerja perbankan sebagai intermediator
finansial dapat diamati juga dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio). Kecilnya
rasio LDR ini menunjukkan penyaluran kredit dibandingkan dengan total deposit
relatif kecil, dan bisa dianggap bahwa bank-bank dengan LDR yang kecil kurang
berhasil menjalankan fungsi intermediasinya. Namun tingkat LDR yang terlalu
besar, bisa meningkatkan resiko likuiditas dari bank tersebut. Sehingga industri
perbankan harus mempunyai tingkat LDR yang optimal.
Tingkat LDR yang optimal sangat tergantung kepada keadaan makro
ekonomi di negara tersebut. LDR adalah bagaimana suatu bank total penyaluran
kreditnya mendekati 100% dapat dikatakan bahwa tingkat LDRnya bagus. LDR
juga dapat diartikan sebagai kualitas penyaluran dana kredit. Negara dengan
keadaan perekonomian yang baik, mempunyai rata-rata LDR yang lebih tinggi
dari negara dengan perekonomian yang buruk. Tingginya tingkat LDR pada
negara dengan keadaan perekonomian yang baik adalah sangat wajar, mengingat
bahwa keadaan perekonomian yang baik akan mendorong bank-bank untuk
menyalurkan kredit kepada pelaku bisnis dan para pelaku bisnispun akan dengan
cepat menyerap dana tersebut untuk membiayai operasional perusahaan dan
melakukan ekspansinya pada pasar yang bertumbuh.
Keadaan perekonomian yang buruk, seperti ketika krisis ekonomi
menghantam Indonesia pada tahun 1997, membuat tingkat LDR menjadi rendah.
Banyak sekali pengusaha-pengusaha yang kesulitan untuk membayar bunga dan
pokok dari hutang mereka. Hal ini menyebabkan perbankan menjadi ragu-ragu
untuk menyalurkan kreditnya, sehingga rata-rata LDR-nya rendah.

26

Grafik 3.3 tingkat LDR Perbankan
Sumber : Indonesia banking statistic, dari Bank Indonesia

Berdasarkan grafik 3.2 dan 3.3, diambil kesimpulan bahwa fungsi
perbankan di Indonesia sebagai intermediator finansial menunjukkan perbaikan,
dilihat dari rata-rata NPL-nya sebesar 4% dan LDR-nya 66.32 % pada akhir tahun
2007. Angka-angka tersebut lebih baik dari yang disyaratkan oleh API yaitu
tingkat net NPL lebih kecil dari 5% dan LDR lebih besar dari 50%.

4.4.2 Perbankan Sebagai Entitas Bisnis
Kinerja Perbankan sebagai entitas bisnis dilihat dari kemampuannya
menghasilkan profit dengan menggunakan aset yang dimilikinya serta
kemampuannya menekan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan profit
tersebut. Pengukuran kinerja dari sisi ini disebut pengukuran dari sisi
profitabilitas.
Rasio yang biasa dipakai dalam pengukuran dari sisi profitabilitas antara
lain adalah Return on Asset (ROA) dan Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO). Semakin tinggi ROA, menunjukkan semakin tinggi

27

kemampuan bank tersebut untuk menghasilkan profit dan semakin rendah BOPO
menunjukkan kemampuannya dalam menekan biaya operasional yang dikeluarkan
dalam rangka menghasilkan profit.
Grafik 3.4 di halaman berikut, menunjukkan bahwa kemampuan
perbankan di Indonesia dalam menghasilkan profit selalu menunjukkan
peningkatan, kecuali pada tahun 2005. Begitu pula rasio BOPO sejak tahun 2002
sampai 2007 selalu menunjukkan peningkatan, kecuali pada tahun 2004. Salah
satu penyebab adanya penurunan kinerja pada tahun 2005, adalah adanya
keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBM yang mencapai 100 persen
pada bulan September 2005.
Besarnya rasio ROA yang disyaratkan oleh API adalah 1.5 %, sedangkan
di akhir tahun 2007 rata-rata rasio ROA bank-bank di Indonesia adalah 2.75%,
sehingga secara umum kinerja perbankan dari sisi profitabilitas sudah
menunjukkan peningkatan.

28

Grafik 3.4 ROA dan BOPO Bank di Indonesia
Sumber : Indonesia banking statistic, dari Bank Indonesia

4.4.3 Kinerja Bank-Bank Besar
Besarnya total aset yang dimiliki oleh 10 bank terbesar di Indonesia
dibandingkan keseluruhan total aset perbankan sangat besar sekitar 62%, sehingga
bank-bank ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap industri perbankan
nasional.
Tabel 3.2 menunjukkan kinerja dari 10 bank terbesar di Indonesia.

29

Secara umum, kesepuluh bank tersebut menunjukkan kinerja yang baik,
dapat dilihat
dengan terpenuhi hampir semua syarat-syarat yang ditetapkan oleh API. Namun
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki antara lain adalah :
1. Pada tahun 2006, NPL dari bank Mandiri sebesar 6,1% dan BNI sebesar 6,6%
melebihi batas maksimum. Namun di tahun berikutnya kedua bank tersebut
berhasil menurunkan NPL-nya menjadi 1,3% dan 4%.
2. LDR dari BCA tahun 2007 adalah 43.6% lebih kecil dari persyaratan API,
sehingga manajemen BCA harus meningkatkan besarnya kredit yang
disalurkan untuk memenuhi persyaratan API.
3. ROA dari bank BNI 46 sebesar 0,9% dan BII sebesar 1,2% lebih kecil dari
yang disyaratkan API.
4. Bank Niaga, Panin dan Danamon mempunyai tingkat LDR yang tinggi yaitu
92.5%, 92.4% dan 88.1%, menunjukkan keagresifan dari ketiga bank tersebut
dalam menyalurkan dana kepada masyarakat. Namun meskipun tingkat LDR
ketiga bank itu tinggi, rasio gross NPL termasuk yang paling rendah,
menunjukkan kemampuan bank-bank tersebut untuk memilih debitordebitornya.
5. Meskipun masih memenuhi syarat minimum LDR, tingkat LDR dari Bank
Mandiri dan BNI tergolong yang paling kecil yaitu 52.0% dan 60.6%.
Meskipun LDR kedua Bank BUMN ini rendah, namun gross NPL yang paling
tinggi. Karena itu kedua bank BUMN ini harus memperbaiki proses
penyaluran kreditnya.
6. Dilihat dari kemampuan bank dalam menghasilkan profit dan menekan biaya
operasional, empat bank yang paling menonjol adalah Citi Bank, BRI,
Danamon dan BCA. Rasio ROA dari ketiga bank tersebut masing-masing
adalah 5.7%, 4.6%, 3.4% dan 3.3% adalah yang paling tinggi. Sedangkan

30

rasio BOPO dari ketiga bank tersebut masing-masing 64%, 70%, 74% dan
66%. Rasio-rasio BOPO dari keempat bank ini paling rendah diantara
kesepuluh bank-bank terbesar di Indonesia
4.4 Perkembangan Kredit Dan Pertumbuhan Ekonomi
Sektor perbankan merupakan lembaga intermediasi antara pemilik
modal dengan pihak yang membutuhkan modal. Sistem keuangan yang
berfungsi dengan baik dapat meningkatkan keadaan konsumen yang
memungkinkan untuk melakukan pembelian lebih baik.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan seluruh instansi
yang terkait secara berkelanjutan maka akan memberikan nilai
peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini performa
perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi juga dapap dilihat dari besar
kecilnya pemberian kredit terhadap sektor riil (Koch dan Mac Donald,
2003:41; Siringoringo, 2012)
4.2 perkembangan kredit dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 20042013

Sumber: Berbagai sumber, 2016, diolah.

Grafik diatas adalah grafik mengenai pemberian kredit perbankan
dan pertumbuhan ekonomi dalam presentase. Setelah terjadinya krisis
tahun 2008-2009 justru laju kredit yang disalurkan mengalami kenaikan

31

hingga ditahun 2013 namun hal yang berbeda ditunjukkan pada
pertumbuhan ekonomi yaitu meski kredit yang disalurkan mengalami
kenaikan justru pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Hal ini
salah satunya disebabkan adanya tekanan global atas kondisi ekonomi
yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi salah satunya
didukung oleh sektor keuangan baik perbankan maupun non-bank.
Pembangunan sektor perbankan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
(Cheng dan Degryse 2006). Sektor perbankan merupakan lembaga
intermediasi antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan
modal. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dapat meningkatkan
keadaan konsumen yang memungkinkan untuk melakukan pembelian
lebih baik (Mishkin 2008).
Perlu diketahui bahwa salah satu isu pokok dalam keuangan
inklusif adalah terbatasnya skim kredit bank untuk kebutuhan masyarakat
miskin.

Dengan

demikian

pemerintah

beserta

bank

indonesia

mengeluarkuarkan kebijakan tentang kredit bagi usaha UMKM. Berbagai
skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan
dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor
usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan.
Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM ini adalah pada sisi
penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit dimaksud,
sementara dana kredit/pembiayaan seluruhnya (100%) berasal dari bankbank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu
pemerintah berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai dengan
skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan
menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa
kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain.
Pada dewasa ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat
adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi
UMKM dengan kategori usaha layak, namun tidak mempunyai agunan

32

yang cukup dalam rangka persyaratan Perbankan. KUR adalah
Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang
menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang
menerima Kredit Program dari Pemerintah pada saat permohonan
Kredit/Pembiayaan diajukan. Tujuan akhir diluncurkan Program KUR
adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan
penyerapan tenaga kerja.
Berikut merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang
dilaksanakan oleh bank indonesia guna meningkatkan kredit rakyat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian Indonesia
1. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

Definisi

KKPE adalah Kredit investasi dan/atau modal kerja yang
diberikan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan,
dan diberikan melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
1. padi, jagung, kedelai, ubi jalar, tebu, ubi kayu, kacang
tanah, sorgum.
2. hortikultura (cabe, bawang merah, jahe, kentang dan
pisang), pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai).

Usaha yang
Dibiayai

3. peternakan sapi potong, sapi perah, pembibitan sapi,
ayam ras petelur, ayam ras pedaging,ayam buras, itik
dan burung puyuh, pengkapan
4. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame,
Patin, Lele, Kerapu Macan, Ikan Mas dan
pengembangan rumput Laut
5. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain
untuk menunjang kegiatan di atas.

Jangka Waktu
Proyek

Tidak Terbatas

Sumber Dana

Bank Pelaksana 100%

Plafon Kredit

1. untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan
pembudidaya ikan paling tinggi sebesar

33

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
2. untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah,
jagung, dan kedelai) paling tinggi sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
3. untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/
peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain paling
tinggi sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Suku Bunga
Kredit

1. Tebu, maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank
(LPS) + 5%
2. Komoditas lain, maksimal sebesar suku bunga
penjaminan Bank (LPS) + 6%
1. Tebu : 7% p.a.

Suku Bunga
Petani/Peternak
Jangka Waktu
Kredit

2. Komoditas lain : 6% p.a.
(ditinjau setiap 6 bln, ditetapkan oleh Menkeu)
Maksimal 5 tahun
1. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk
subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana, persetujuan
plafon KKPE masing-masing Bank
2. Mentan : pembinaan dan pengendalian
3. Gubernur :pembinaan dan pengendalian

Peran
Pemerintah

4. Bupati/Walikota : pembinaan dan pengendalian,
monitoring dan evaluasi
5. Dinas Teknis : mengkoordinir,memonitor, mengevaluasi
penyaluran dan pemanfaatan KKPE, menginventarisasi
kelompok tani yang memerlukan KKPE, membimbing
kelompok tani dalam menyusun RDKK,
menandatangani dan bertanggungjawab atas kebenaran
RDKK Kelompok Tani, membimbing dan memantau
kelompok tani

Target Realisasi Komitmen pendanaan oleh Bank : Rp 37,8 triliun
Daerah Realisasi

Sumut,Sumbar,Sumsel, Jabar, Jatim, Jateng, Bali, Sulsel,
Kalsel, Papua, Riau

34

BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BCA, Bank
Agroniaga, BII, Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, BPD
Bank Pelaksana Sumut, BPD Sumbar, BPD Sumsel, BPD Jabar, BPD Jateng,
BPD DIY, BPD Jatim, Bank Bali, BPD Sulsel, BPD Kalsel,
BPD Papua, BPD Riau
1. Bank kesulitan memilih debitur yang layak
2. Debitur tidak dapat menyediakan agunan
Permasalahan

3. Adanya batasan bahwa KKPE hanya disalurkan melalui
Kelompok Tani dan/atau Koperasi..
4. KKPE tidak dapat digunakan untuk membiayai
peralatan/mesin untuk penangkapan dan budidaya ikan

2. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan

Definisi

KPEN-RP adalah Kredit yang diberikan dalam rangka
mendukung program pengembangan tanaman bahan baku
bahan bakar nabati dan Program Revitalisasi Pertanian

Usaha yang
Dibiayai

Perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit,
karet dan kakao.

Jangka Waktu
Proyek

2010, diusulkan diperpanjang s.d 2014

Sumber Dana

Bank Pelaksana 100%

Plafon Kredit

Ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan

Suku Bunga
Kredit

maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 5%
1. kelapa sawit dan kakao: 7% p.a.,

Suku Bunga
Petani/Peternak

Jangka Waktu
Kredit
Peran
Pemerintah

2. karet 6% p.a.
(ditinjau setiap 6 bln, atas dasar kesepakatan Pemerintah
dan Bank Pelaksana)
1. kelapa sawit dan kakao 13 tahun,
2. karet 15 tahun
1. Bupati/Walikota cq Kepala Dinas Perkebunan :
menunjuk calon petani peserta, mengusulkan calon

35

mitra usaha melalui Gubernur
2. Dirjen Perkebunan : penunjukan mitra usaha
3. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk
subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana
Target Realisasi

Komitmen pendanaan oleh Bank : Rp 38,60 triliun

Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel,Babel,
Daerah Realisasi Lampung, Jabar, Kalbar, Kalteng,Kalsel,Kaltim,Sulut, Sulteng,
Sulbar,Sulsel, Sultra, Maluku, Papua,Papua Barat

Bank Pelaksana

Permasalahan

BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Agroniaga, BII,
Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, Bank Mega, BPD
Sumut, BPD Sumbar, BPD Sumsel, BPD Aceh, BPD Kaltim,
BPD Papua, BPD Riau
1. Adanya isu-isu negatif tentang perkebunan kelapa sawit
yang dianggap dapat merusak lingkungan sehingga
berkembang pemboikotan produk kelapa sawit dari
Indonesia
2. Permasalahan yang terkait dengan lahan, antara lain
mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah, kenaikan
biaya sertifikasi lahan, lambatnya proses sertifikasi
lahan, lahan sudah tumpang tindih dengan lahan
masyarakat, lahan areal proyek dikuasai pihak lain.
3. Terbatasnya jumlah perusahaan yang layak menjadi
mitra (perusahaan inti)
4. Petani Peserta dan Koperasi belum ada dan belum
memiliki kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian
kerjasama dalam hal : pembagian luas lahan,
pembangunan kebun, pemeliharaan dan mengolah TBS
5. Bank Pelaksana belum dapat menyalurkan KPEN-RP
yang belum memenuhi kelengkapan administrasi :
penetapan peserta oleh Bupati; Rekomendasi calon
perusahaan mitra dari Bupati dan Gubernur; Perjanjian
Kerjasama petani, koperasi, perusahaan Mitra;
Perijinan,legalitas perusahaan, ijin lokasi lahan dan
feasibility study.
6. Lambatnya proses penetapan daftar nominatif petani di
tingkat Kabupaten
7. Kurangnya koordinasi dinas terkait dengan Bank

36

Pelaksana
8. Masih kurangnya tenaga pendamping untuk membina
kelompok
3. Kredit Usaha Pembibitan Sapi

Definisi

KUPS adalah Kredit yang diberikan kepada bank pelaksana
kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi

Usaha yang
Dibiayai

usaha pembibitan sapi untuk produksi sbibit sapi potong atau
bibit sapi perah yang dilengkapi nomor identifikasi berupa
microchips

Jangka Waktu
Proyek

2014

Sumber Dana

Bank Pelaksana 100%

Plafon Kredit

Maksimal Rp 66.315.000.000,00 per pelaku usaha (perusahaan
pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak)

Suku Bunga
Kredit

maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 6%

Suku Bunga
Petani/Peternak

maksimal 5% p.a.

Jangka Waktu
Kredit

Paling lama 6 tahun, dengan masa tenggang 24 bulan
1. Kementerian Keuangan : menetapkan Bank Pelaksana,
melakukan kerjasama dengan Bank Pelaksana,
menetapkan plafon per Bank, menyediakan dan
membayar subsidi bunga, menilai kepatuhan penyaluran
KUPS

Peran
Pemerintah

2. Mentan,Menkeu, Gubernur, Bupati/ Walikota :
pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KUPS
3. Dinas Kab/Kota: memberikan rekomendasi perusahaan
pembibitan, koperasi,kelompok/gab.kelompok sebagai
peserta KUPS, mengetahui kontrak kemitraan,
monitoring dan evaluasi, menyampaikan laporan kepada
Dinas Prov.
4. Ditjen Peternakan : melakukan monitoring dan evaluasi

37

Target Realisasi

200.000 ekor per tahun

Daerah Realisasi Jatim,NTB, DIY, Jateng
Bank Pelaksana

BRI, BNI, Bank Bukopin, Bank Jatim, Bank Jateng, BPD DIY,
Bank Nagari, Bank Bali
1. Persyaratan administrasi yang diminta perbankan untuk
mengakses KUPS sangat rumit.

Permasalahan

2. Pembayaran subsidi 6 bulan sekali memberatkan bagi
Bank Pelaksana, sehingga ada usulan untuk pembayaran
subsidi dilaksanakan 3 bulan sekali.

4. Kredit Usaha Rakyat

Definisi

KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi
yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari
Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit
Program dari Pemerintah, pada saat permohonan
Kredit/Pembiayaan diajukan, yang dibuktikan dengan hasil
Sistem Informasi Debitur dikecualikan untuk jenis KPR, KKB,
Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya.

Usaha yang
Dibiayai

Usaha produktif

Jangka Waktu
Proyek

2014

Sumber Dana

Bank Pelaksana 100%
1. KUR Mikro plafon maksimal Rp5.000.000,00

Plafon Kredit
2. KUR Retail plafon maksimal Rp 500.000.000,00
1. KUR Mikro : 22% p.a.

Suku Bunga
Kredit
Suku Bunga
Petani/Peternak

Jangka Waktu
Kredit

2. KUR Retail : 14% p.a.
1. KMK maksimal 3 tahun dan dapat diperpanjang
menjadi 6 tahun
2. KI maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang sampai 10
tahun

38

1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian :
menunjuk Bank Pelaksana
2. Kementerian Keuangan : menyediakan dana APBN dan
membayar subsidi untuk IJP
Peran
Pemerintah

Target Realisasi

3. Kementerian teknis : Mempersiapkan UMKM dan
Koperasi untuk dapat dibiayai dengan KUR,
menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan
menerima kredit, melakukan pembinaan dan
pendampingan selama masa kredit,memfasilitasi
hubungan antara UMKM dengan pihak lain (misal
:persh inti)
Rp 20 triliun per tahun

Daerah Realisasi Seluruh propinsi

Bank Pelaksana

BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank Bukopin, Bank Syariah
Mandiri,13 BPD (Bank DKI, Bank Nagari, Bank Jabar Banten,
Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar,
BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan
Bank Papua)
1. Sosialiasi kepada masyarakat masih kurang
2. Suku bunga KUR masih dirasakan cukup tinggi

Permasalahan

3. Keterlambatan pembayaran klaim dari Lembaga
Penjamin
4. Kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria
dan persyaratan
5. Terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR.