SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAK
SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2014
Disusun Oleh ARIEF SETIYO PAMBUDI C1010037 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAMADA MANDALA HUSADA 2014
SKRIPSI
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI
TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2014
Disusun Oleh ARIEF SETIYO PAMBUDI C1010037
Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Di STIKes BHAMADA Slawi 2014
HALAMAN PERNYATAAN PRODI ILMU KEPERAWATAN
STIKES BHAMADA SLAWI
KEASLIAN KARYA
2013-2014
ILMIAH
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Arief Setiyo Pambudi NIM
: C1010037
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi, Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Slawi, 22 Juli 2014 Yang Menyatakan
Arief Setiyo Pambudi
Persetujuan Skripsi
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi yang
berjudul :
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2014
Dipersiapkan dan disusun oleh ARIEF SETIYO PAMBUDI C1010037
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing penelitian untuk dipertahankan dihadapan penguji skripsi pada tanggal 22 Juli 2014.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes Uswatun Insani, S.Kep., Ns NIP.19680517 199203 1006
NIPY.1981.07.02.09.046
Pengesahan Skripsi
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi yang
berjudul :
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2014
Dipersiapkan dan disusun oleh ARIEF SETIYO PAMBUDI C1010037
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 22 Juli 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan diterima.
Penguji I,
Risnanto, SST., M.Kes NIP.1972.06.10.97.007
Penguji II,
Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes NIP.19680517 199203 1006
Penguji III,
Uswatun Insani, S.Kep., Ns NIPY. 1981.07.02.09.046
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan Rahmat dan Hidayah- Nya sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat pada waktunya. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan di STIKes BHAMADA Slawi dengan mengambil judul “Hubungan Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) di Sungai Terhadap Kejadian Penyakit Diare dan Penyakit Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014 ”.
Selama penyusunan proposal penelitian ini peneliti masih banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Tri Agustina, SST., M.Kes, selaku Ketua STIKes Bhamada Slawi periode tahun 2014-2018 dan Risnanto SST., M.Kes selaku Ketua STIKes Bhamada Slawi melanjutkan periode tahun 2010-2014 dan pemberi izin penelitian.
2. Khodijah, S.Kep., Ns, selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan.
3. Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes, selaku pembimbing I yang selalu memberikan masukan dalam penyusunan proposal ini.
4. Uswatun Insani, S.Kep., Ns, selaku pembimbing II yang selalu memberikan masukan sehingga proposal ini dapat diselesaikan.
5. Bapak dan Ibu dosen Stikes Bhamada Slawi yang telah memberikan materi yang berkaitan dengan proposal penelitian yang peneliti susun.
6. Kepala Puskesmas Larangan dr. Adwioko yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
7. Kepala Desa Karangbale Bapak Sumeru, SH yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
8. Bapak Daryono dan Ibu Siti Hamidah, selaku orang tua peneliti yang selalu memberikan semangat dan doa dalam penulisan proposal penelitian ini.
9. Teman-teman ilmu keperawatan yang seperjuangan (Akil, Taufik, Isrotun, Maya, Gita, Intan dan Ferdi) yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
10. Semua pihak yang telah membantu peneliti yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan penelitian dimasa yang akan datang. Peneliti berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan peneliti dan pembaca khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Slawi, 01 Mei 2014
Peneliti
Arief Setiyo Pambudi 2014 : Hubungan Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) di Sungai Terhadap Kejadian Penyakit Diare dan Penyakit Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes Tahun 2014. Sarjana Ilmu Keperawatan STIKes BHAMADA Slawi. Pembimbing I: Joko Kurnianto , S.KM., M.Kes., Pembimbing II: Uswatun Insani, S.Kep.,Ns. 107 halaman.
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2014
Perilaku masyarakat pada dasarnya merupakan perwujudan budaya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya, seperti halnya perilaku masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes dalam memanfaatkan Sungai Karangbale sebagai sarana mandi, cuci dan kakus. Kondisi semacam ini merupakan fenomena yang dapat dilihat setiap hari, terutama pada waktu pagi dan sore hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku MCK disungai dengan kejadian penyakit diare dan penyakit kulit pada masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes. Dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan penelitian cross sectional . Sampel penelitian ini sebanyak 73 orang yang tinggal di daerah Desa Karangbale tepatnya di daerah Cuplika antara RT.02 dan RT.03 tahun 2014, dengan teknik random sampling . Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, observasi dan wawancara. Teknik analisa datanya menggunakan analisa univariat dengan tabel frekuensi kemudian dilanjutkan dengan analisa bivariat yaitu dengan rumus chi-square. Hasil penelitian dengan menunjukan uji chi-square
penyakit diare diperoleh nilai X² hitung = 2.467 < X² Tabel = 3,84 hasilnya tidak terdapat hubungan yang signifikan. Sedangkan uji chi-square penyakit kulit menunjukan X² hitung = 21.535 > X² Tabel = 3,84 hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan. Bagi masyarakat dan pemerintah harus menjaga kebersihan lingkungan sarana dan prasarana yang telah diberikan dalam membantu mengatasi krisis air bersih, harus dirawat oleh semua pihak. Kata Kunci : Perilaku MCK disungai, Diare, Penyakit Kulit .
Arief Setiyo Pambudi 2014: Bath Wash Toilet Behavior Relationships in the river on the Incidence Of Diarrheal Diseases And Skin Diseases In Rural Communities Karangbale, Sub District Larangan, Regency Brebes 2014. Bachelor of science nursing STIKes BHAMADA Slawi. Preceptor I: Joko Kurnianto, S.KM., Kes., Preceptor II: Ns, Uswatun Insani, S.Kep. 107 pages.
BATH WASH TOILET BEHAVIOR RELATIONSHIPS IN THE RIVER ON THE INCIDENCE OF DIARRHEAL DISEASES AND SKIN DISEASES IN RURAL COMMUNITIES KARANGBALE SUB DISTRICT LARANGAN REGENCY BREBES 2014
The behavior of society is essentially a manifestation of culture that is influenced by several factors, among others: environmental, social, economic, and cultural, as well as the behavior of villagers in the Bradford district Karangbale Sub district Larangan, Regency Brebes, utilizing Karangbale River as bathing, washing and toilet facilities. Such behavior is a manifestation of the culture due to functional relationships carried by humans and their environment. Conditions such as this is a phenomenon that can be seen every day, especially in the morning and afternoon. This study aimed to determine whether there is a relationship between the behavior of the river toilets in diarrhea and skin diseases in village communities Karangbale. The method in this study is an analytic survey with a cross-sectional study design. The study sample as many as 73 people living in the area of the region Village Karangbale is Cuplika Area between RT.02 and RT.03 2014. With random sampling techniques. The instrument used was a questionnaire, observation and interview. Data analysis technique used by using univariate analysis with a frequency table was followed by bivariate analysis is the chi-square formula. The results of the study showed chi- square test values obtained 25,278 X ², X² table 3,84. Since X² > X² table with significance level of 0,05. Means Ho is rejected, it can be concluded that there is a relationship between the incidence of the behavior of the river MCK dire disease and skin disease. For the people and the government should be keeping the environment all the facilities and infrastructure that have been given to help overcome the crisis of clean water must be maintained and cared for by all parties. Keyword : Bath wash toilet behavior, Diarrhea, Skin Diseases .
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Air di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km³ dengan 97,5% berupa air laut dan 1,75% berbentuk es serta 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Kenyataannya hanya air di daratan seperti air sungai, air danau, air tanah yang telah dimanfaatkan secara besar-besaran untuk kepentingan manusia. Manfaat air bagi kehidupan kita antara lain untuk kebutuhan industri, irigasi pertanian, pembangkit listrik tenaga air, kebutuhan air minum dan salah satunya adalah untuk aktifitas Mandi Cuci Kakus (MCK). MCK merupakan aktifitas masyarakat yang sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari, MCK yang sehat tentunya harus memenuhi standar-standar yang sudah ditentukan seperti kebutuhan air bersihnya, sarana dan prasarana yang memadai dan lain-lainnya. Namun dalam beberapa kasus di dunia seperti di negara berkembang ternyata sungai juga dijadikan sebagai aktifitas untuk MCK, di Indonesia sendiri ternyata masih banyak masyarakat yang beraktifitas MCK di sungai (Agung, 2011).
Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia, ketersediaan air dan kesuburan tanah disekitarnya, sungai telah memberikan sumber kehidupan bagi manusia. Sun gai juga dapat dijadikan sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas serta komunikasi antar manusia. Pada perkembangannya sungai juga dapat dikelola sebagai tempat pariwisata, pengembangan budidaya perikanan, sarana lalu lintas sungai dan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lainnya. Dalam banyak hal sungai dapat dikelola dan dimanfaatkan bagi kehidupan manusia (Nasikin, 2007).
Pada umumnya masyarakat memanfaatkan sungai untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari antara lain untuk irigasi, air minum, kebutuhan industri dan ada juga yang memanfaatkan untuk tempat aktivitas Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Kegiatan semacam ini merupakan gejala umum yang terjadi di berbagai tempat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar sungai, termasuk masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Brebes yang wilayah pemukimannya dilalui aliran sungai. Fenomena ini dapat dilihat disepanjang aliran sungai yang melintas di wilayah pemukiman penduduk di Kabupaten Brebes, salah satunya adalah Sungai Karangbale.
Menurut asalnya air sungai juga bisa berasal dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai, sumber air ini juga bisa disebut air permukaan. Oleh karena itu air sungai sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran (Notoatmodjo, 2011). Jamban merupakan suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Maryunani, 2013).
Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Karangbale tersebut pada umumnya memanfaatkan sungai untuk berbagai kepentingan salah satunya adalah untuk aktivitas MCK. Kondisi semacam ini merupakan fenomena yang dapat dilihat setiap hari, terutama pada waktu pagi dan sore hari. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sungai sebagai tempat MCK dan berbagai aktivitas lainnya merupakan fenomana yang patut dicermati. Pemanfaatan sungai yang dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai aktivitas yang ada, seperti pembuangan sampah dan limbah keluarga termasuk aktivitas MCK. Hal tersebut jelas dapat menimbulkan persoalan tersendiri, terutama berkaitan dengan Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Karangbale tersebut pada umumnya memanfaatkan sungai untuk berbagai kepentingan salah satunya adalah untuk aktivitas MCK. Kondisi semacam ini merupakan fenomena yang dapat dilihat setiap hari, terutama pada waktu pagi dan sore hari. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sungai sebagai tempat MCK dan berbagai aktivitas lainnya merupakan fenomana yang patut dicermati. Pemanfaatan sungai yang dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai aktivitas yang ada, seperti pembuangan sampah dan limbah keluarga termasuk aktivitas MCK. Hal tersebut jelas dapat menimbulkan persoalan tersendiri, terutama berkaitan dengan
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis penyakit ini sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar.
Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun (Balita). Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare (Suraatmaja, 2007).
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan/tanpa darah dan lendir. Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Diare merupakan keluarnya tinja yang lunak atau cair pada balita umur enam bulan sampai lima tahun dengan frekuensi lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja (WHO, 2006).
Kulit merupakan struktur kompleks yang membentuk jaringan tubuh yang kuat dan keras. Fungsinya dapat dipengaruhi oleh kerusakan terhadap strukturnya dan juga oleh penyakit. Skabies merupakan penyakit infestasi kulit oleh kutu sarcoptes scabie yang menimbulkan gatal. Penyakit ini dapat ditemukan pada masyarakat dengan kondisi hygiene dibawah standar. Penyakit ini biasanya menjangkit pada jari-jari tangan atau kaki. Cara penularannya sangat mudah bisa dengan kontak langsung dengan orang yang sudah terinfeksi atau juga menggunakan pakaian yang sudah terjangkit penyakit ini (Brunner & Suddarth, 2002).
Kadas merupakan bentuk infeksi jamur yang disebabkan oleh beberapa jamur berbeda. Penyebab kadas adalah jamur dermatofita yang terbagi dalam tiga spesies jamur yaitu Trichophyton, Mycrosporum dan Epidermophyton . Jamur ini menghasilkan sisik halus hingga lebih kasar dengan rasa gatal dan nyeri, kadang berbentuk lepuhan (NN, 2014).
Panu atau Tinea versicolor merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit panu ditandai oleh bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah tergantung kepada warna kulit penderita. Beda halnya Panu atau Tinea versicolor merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit panu ditandai oleh bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah tergantung kepada warna kulit penderita. Beda halnya
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan, peneliti mengambil 10 sampel warga dan didapatkan hasil tiga orang (30%) warga terserang gatal-gatal, satu warga (10%) warga mengeluh merasakan gejala diare dan enam orang (60%) sisanya mengatakan tidak ada keluhan apa-apa. Belum ada penelitian yang dilakukan di Desa Karangbale sebelumnya, jadi informasi tentang penyakit-penyakit yang disebabkan karena MCK di sungai tidak jelas. Untuk itulah peneliti memilih judul “Apakah Ada Hubungannya Perilaku MCK di Sungai Mempengaruhi Kejadian Penyakit Diare dan Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014” sebagai judul penelitian yang akan dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Penyakit diare dan penyakit kulit banyak sekali terdapat di Negara berkembang, termasuk juga di Indonesia. Di daerah Brebes sendiri terutama di Desa Karangbale kedua penyakit ini masih banyak terjadi, tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak sehat diduga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit tersebut. Di Desa Karangbale sendiri sampai saat ini belum Penyakit diare dan penyakit kulit banyak sekali terdapat di Negara berkembang, termasuk juga di Indonesia. Di daerah Brebes sendiri terutama di Desa Karangbale kedua penyakit ini masih banyak terjadi, tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak sehat diduga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit tersebut. Di Desa Karangbale sendiri sampai saat ini belum
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada hubungan perilaku masyarakat MCK di sungai terhadap kejadian penyakit diare dan penyakit kulit di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mendeskripsikan karakteristik masyarakat yang berperilaku MCK disungai di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
1.3.2.2 Mengidentifikasi penyakit pada masyarakat yang disebabkan karena perilaku MCK di sungai di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
1.3.2.3 Membuktikan adanya hubungan antara perilaku masyarakat yang MCK di sungai dengan kejadian penyakit diare dan penyakit kulit.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Melatih berfikir secara ilmiah dalam menemukan dan menganalisis masalah berdasarkan teori maupun pengetahuan yang didapat saat kuliah Melatih berfikir secara ilmiah dalam menemukan dan menganalisis masalah berdasarkan teori maupun pengetahuan yang didapat saat kuliah
1.4.2 Bagi Pembaca
Hasil penelitian dapat digunakan atau dijadikan referensi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi kesehatan dan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan terutama untuk masyarakat Desa Karangbale.
1.4.4 Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai bahan evaluasi pada mahasiswa dalam menerapkan Ilmu Keperawatan Komunitas atau kesehatan lingkungan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Menurut Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2011) perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Maryunani (2013) mengatakan perilaku merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. Perilaku mempunyai beberapa dimensi antar lain fisik, frekuensi, ruang dan waktu.
Menurut Notoatmodjo (2011) Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, berekreasi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia. Faktor adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku mahluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan respon. Ia membedakan adanya dua respon, yakni:
2.1.1.1 Responden respon adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang semacam ini disebut elikiting stimulasi , karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap misalnya, makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup dan sebagainya.
2.1.1.2 Operant respond adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu perangsang yang demikian mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.
2.1.2 Bentuk Perilaku
2.1.2.1 Bentuk pasif atau respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat orang oleh orang lain. Misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Contoh dari perilaku ini adalah seorang yang 2.1.2.1 Bentuk pasif atau respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat orang oleh orang lain. Misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Contoh dari perilaku ini adalah seorang yang
2.1.2.2 Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku ini disebut juga perilaku terbuka yaitu mau mengikuti dan mengerjakan arahan orang lain.
2.1.3 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok yakni respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari empat unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
2.1.3.1 Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui: bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
b) Perilaku pencegahan penyakit.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan.
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan.
2.1.3.2 Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
2.1.3.3 Perilaku terhadap makanan yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengolahan makanan dan sebagainya.
2.1.3.4 Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup:
a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene pemeliharaan teknik dan penggunaannya.
c) Perilaku sehubungan dengan limbah serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat.
e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk.
Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda- Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-
Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang mendasarkan pada pengetahuan biologi.
Menurut Gochman dalam Notoatmodjo (2007), perilaku sehat dapat dilihat sebagai atribut-atribut personal seperti kepercayaan, harapan, motif, nilai persepsi dan unsur kognitif lainnya, sebagai karakteristik individu meliputi unsur-unsur dan keadaan afeksi dan emosi sebagai pola- pola perilaku yang tampak yakni tindakan dan kebiasaan yang berhubungan dengan mempertahankan, memelihara dan untuk meningkatkan kesehatan.
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.2.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga, keluarga atau masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan (Pusat Promkes Depkes RI, 2008).
Pengertian Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi baik perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi melakukan edukasi, untuk Pengertian Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi baik perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi melakukan edukasi, untuk
2.2.2 Sepuluh Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.2.2.1 Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2.2.2.2 Memberi air susu ibu (ASI) ekslusif
2.2.2.3 Menimbang balita setiap bulan
2.2.2.4 Menggunakan air bersih
2.2.2.5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
2.2.2.6 Menggunakan jamban sehat
2.2.2.7 Memberantas jentik nyamuk
2.2.2.8 Makan buah dan sayur setiap hari
2.2.2.9 Melakukan aktifitas fisik setiap hari
2.2.2.10 Tidak merokok di dalam rumah
2.2.3 Lima Pilar PHBS Dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
2.2.3.1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) Maryunani (2013) dalam bukunya mengatakan bahwa beberapa alasan masyarakat buang air besar sembarangan yaitu karena:
a) Anggapan bahwa membangun jamban itu mahal.
b) Lebih enak BAB di sungai.
c) Tinja dapat untuk makanan ikan dan lain-lain.
d) Sudah menjadi kebiasan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek moyang dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.
e) Karena faktor lingkungan seperti tempat tinggal yang dekat dengan sungai.
2.2.3.2 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Manfaat cuci tangan dengan sabun antara lain:
a) Membunuh kuman penyakit yang ada ditangan.
b) Mencegah penularan penyakit.
c) Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
2.2.3.3 Pengolahan Air Rumah Tangga Syarat air bersih antara lain:
a) Air tidak berwarna, bening/jernih.
b) Air tidak keruh, bebas dari lumpur, sampah, busa dan lainnya.
c) Air tidak berasa.
d) Air tidak berbau.
2.2.3.4 Pengolahan Sampah Rumah Tangga
2.2.3.5 Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Tempat pembuangan limbah:
a) Limbah cair harus dibuang pada sarana pengolahan air limbah (SPAL), yang dapat dibuat oleh masing-masing keluarga.
b) Bentuk SPAL dapat berupa sumuran ataupun saluran dengan ukuran tertentu usahakan jangan membuang limbah pada sungai karena dapat mencemari lingkungan.
c) Sumuran diberi bahan-bahan yang dapat berfungsi untuk menyaring unsur yang terkandung dalam limbah cair. Bahan tersebut dapat disusun dengan formasi berikut: batu belah ukuran diameter 5-10cm, ijuk dan batu belah diameter 10-15cm.
2.3 Mandi Cuci Kakus (MCK)
2.3.1 Pengertian
Menurut Pengembangan Prasarana Pedesaan (P2D, 2002). MCK singkatan dari Mandi, Cuci dan Kakus adalah salah satu sarana fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci dan buang air di lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan ekonomi rendah MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2001).
2.3.2 Jenis MCK Komunal/Umum
Menurut (Proyek REKOMPAK –JRF, 2008). Jenis MCK Komunal dibagi menjadi dua terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu:
2.3.2.1 MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.
2.3.2.2 MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan 2.3.2.2 MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan
2.3.3 Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus)
2.3.3.1 Kamar Mandi Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1%. Pintu, ukuran: lebar 0,6-0,8 m dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi roda ( defabel ) digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak mandi/bak penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi atap dan plafond yang bebas dari material asbes. (Proyek REKOMPAK –RF, 2008).
2.3.3.2 Sarana Tempat Cuci Luas lantai minimal 2,40 M² (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1%. Tempat menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian dengan caraberdiri 0,75m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60m x 0,80m (Proyek REKOMPAK –JRF, 2008).
2.3.3.3 Jamban Menurut Maryunani (2013) Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang 2.3.3.3 Jamban Menurut Maryunani (2013) Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang
a) Jenis jamban yang digunakan Jamban cemplung adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak bau. Jamban tangki septik adalah jamban yang berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/ dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapan.
b) Alasan mengapa harus menggunakan jamban
1) Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau.
2) Tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya.
3) Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, penyakit kulit, cacingan, kolera, typus dan penyakit saluran pencernaan.
c) Syarat-syarat jamban yang sehat
1) Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10m).
2) Tidak berbau.
3) Tidak mencemari tanah sekitarnya.
4) Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
6) Penerangan dan ventilasi yang cukup.
7) Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
8) Tersedia air, sabun dan alat pembersih.
2.4 Air
Air merupakan unsur yang sangat vital bagi kehidupan mahluk dimuka bumi ini. Dalam tubuh manusia terdapat sekitar 50-80 % terdiri dari cairan, air digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya minum, mandi, mencuci baik pakaian maupun peralatan rumah tangga, memasak dan lain sebagainya.
2.4.1 Sarat Air Bersih
2.4.1.1 Syarat fisiknya adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa dan tidak berbau.
2.4.1.2 Syarat bakteriologis air minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri pathogen . Air minum yang sehat adalah jika dalam 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri
E. Coli.
2.4.2 Penyakit Yang Dapat Ditularkan Lewat Air
Dalam bukunya, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Budiman, 2011) menerangkan bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain sebagai berikut:
2.4.2.1 Melalui mulut
a) Kolera disebabkan oleh vibrio cholera
b) Demam typoid oleh salmonella typhi
c) Disenteri basiler oleh shygella sysentriae
d) Disentri amoeba oleh protozoaentamoeba hystolytica
e) Hepatitis infeksiosa oleh virus hepatitis
2.4.2.2 Melalui kulit Skabies oleh sarcoptes scabie
2.4.3 Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus menerus dari hulu menuju hilir. Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju samudera, danau atau laut atau ke sungai yang lain. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari hulu kemudian membentuk sungai utama. Penghujung sungai dimana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah dan beberapa negara tertentu sungai juga berasal dari lelehan es, sungai juga mengalirkan sedimen atau polutan (NN, 2014).
Di dalam air sungai sendiri juga terdapat banyak sekali jenis mikroorganisme salah satunya adalah Escherichia Coli atau biasa disingkat
E. coli , adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif di dalam kandungan air, biasanya bakteri ini timbul akibat kualitas air yang sangat rendah, bisa saja karena sampah dan kotoran lainnya termasuk kotoran manusia sendiri.
2.4.3.1 Manfaat Air Sungai Febriyani (2011) berpendapat bahwa beberapa manfaat yang bisa di dapatkan dari sungai antara lain adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluranpembuangan air hujan, potensial untuk dijadikan objek wisata sungai, sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, sebagai sarana transportasi, tempat budidaya ikan, tempat riset penelitian dan eksplorasi, bahan belajar siswa sekolah dan mahasiswa, disebagian daerah di Indonesia 2.4.3.1 Manfaat Air Sungai Febriyani (2011) berpendapat bahwa beberapa manfaat yang bisa di dapatkan dari sungai antara lain adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluranpembuangan air hujan, potensial untuk dijadikan objek wisata sungai, sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, sebagai sarana transportasi, tempat budidaya ikan, tempat riset penelitian dan eksplorasi, bahan belajar siswa sekolah dan mahasiswa, disebagian daerah di Indonesia
2.4.3.2 Macam-Macam Sungai
a) Berdasarkan kondisi fisiknya sungai dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Bagian hulu, pada kondisi hulu aliran air deras, batu-batuan juga besar dan erosi yang terjadi adalah erosi vertikal ke bawah (air terjun).
2) Bagian tengah, pada bagian ini aliran air sudah agak tenang, batu-batuan juga sudah tidak besar lagi dan erosi yang terjadi ke samping/horizontal.
3) Pada bagian hilir, pada bagian ini aliran air sudah tenang. Batu-batuan sudah berubah menjadi pasir dan sudah jarang terjadi erosi.
b) Sungai berdasarkan sumber airnya antara lain:
1) Sungai hujan, sungai yang aliran airnya berasal dari air hujan.
2) Sungai gletser , sungai yang terbentuk dari es yang mencair.
3) Sungai campuran, sungai yang aliran airnya berasal dari
campuran gletser dan air hujan.
c) Sungai berdasarkan debit aliran airnya dibagi tiga, yaitu:
1) Sungai permanen, sungai yang debitnya stabil dan tidak
dipengaruhi oleh musim.
2) Sungai periodik, sungai yang aliran airnya dipengaruhi oleh
musim, meluap ketika musim hujan.
3) Sungai episodik, sungai yang aliran airnya ada hanya
dimusim penghujan.
2.5 Diare
2.5.1 Pengertian
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan lendir dalam tinja (Mansjoer, 2000). Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair dan frekuensi BAB nya lebih dari tiga kali (Sudarti, 2011).
2.5.2 Penyebab
2.5.2.1 Infeksi
a) Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama terjadinya diare yang meliputi:
1) Infeksi bakteri: vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella C,
Yersinia dan Aeromonas.
2) Infeksi virus Enteroviru s (virus ECHO) coxsaekre, Polomyelitis, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus).
3) Infeksi Parasit Cacing (Ascaris Irichiuris, Oxyuris, Strongylodies), Protozoa (Entamoeba Histolica, G. lamblia, Throcomonas hominis), jamur (Candida Albicans).
b) Parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan. Misal Otitis Media Akut (OMA), Ensefalitis dan Bronkopneumonia .
2.5.2.2 Malabsorbsi
a) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa).
b) Lemak
c) Protein
d) Makanan, misalnya basi, beracun dan alergi.
e) Psikologis, misalnya rasa cemas dan rasa takut.
2.5.2.3 Faktor Lingkungan dan Perilaku Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Sinthamurniwaty, 2006).
2.5.3 Tanda dan Gejala
Gejala yang umum yang terjadi pada pasien diare adalah gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja makin cair atau mungkin mengandung darah, anus lecet, mata dan ubun- ubun cekung, gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi, berat badan menurun, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering (Sudarti, 2011).
2.5.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit diare, diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit, tujuan terapi rehidrasi adalah untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang hilang melalui diare atau muntah ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat dan urin. Obat-obatan anti diare meliputi antimotilitas (misal loperamid , difenoksilat, kodeun dan opimium ), adsorben (misal norit , kaolin, attapulgit ). Antimuntah termasuk prometazin dan klorpromazin. Jika pasien akan diberi larutan diare atau oralit dirumahmaka pemberiannya setelah habis buang air besar dan berikan oralit yang cukup untuk 2 hari.
Tabel 2.1 Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur
Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB < 12 bulan
2.6 Panu atau Pityriasis Versicolor
2.6.1 Pengertian
Panu atau di dunia medis disebut dengan bahasa Pityriasis versicolor , merupakan infeksi jamur di permukaan kulit. Biasanya kumat- Panu atau di dunia medis disebut dengan bahasa Pityriasis versicolor , merupakan infeksi jamur di permukaan kulit. Biasanya kumat-
Definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis. Pada awalnya tidak ada gejala yang menunjukkan seseorang akan menderita panu. Tahu-tahu timbul bercak-bercak di kulit yang terasa gatal. Ada yang unik dari panu, bila diderita orang yang berkulit putih, maka bercak yang tampak adalah berwarna kemerahan. Bila diderita orang berkulit gelap, maka bercak yang tampak adalah warna keputihan ( Pityriasis versicolor). Bila terdapat di daerah kulit yang tertutup, maka akan tampak sebagai bercak kecokelatan atau hitam ( Pityriasis versicolor nigra). Karena terdapat beberapa warna itulah maka panu disebut Pityriasis versicolor .
2.6.2 Penyebab
Mellen LA (2004) mengatakan bahwa Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, malassezia furfur . Oleh Sebelas Spesies Malassezia furfur telah teridentifikasi dan Malassezia Globosa merupakan salah satu organisme yang biasa ditemukan pada penderita panu. Organisme ini dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada area kulit yang terkena penyakit kulit ( cutaneous disease ). Pada penderita dengan penyakit klinis, organisme ini ditemukan baik pada tingkat spora/ragi dan bentuk filamentosa .
Sebagian besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa disertai penurunan sistem kekebalan tubuh ( immunologic deficiencies ).
Meskipun demikian, beberapa faktor dapat mempengaruhi beberapa orang terkena panu sekaligus memicu berubahnya bentuk dari ragi saprofit menjadi bentuk morfologis miselium dan parasitik . Faktor-faktor tersebut antara lain: Kecenderungan ( predisposition ), genetik, lingkungan yang lembab dan hangat, immune suppression, malnutrition, cushing disease.
Penyakit ini sering kambuh, menimbulkan bekas berwarna putih pada kulit yang terkena jamur setelah pengobatan. Kadang sulit dibedakan dengan alergi. Padahal jika jamur ini diberi obat anti inflamasi golongan steroid, awalnya seolah membaik, tapi sebenarnya akan bertambah luas karena anti alergi atau anti inflamasi golongan steroid tidak boleh diberikan (kontra indikasi) pada penyakit jamur.
2.6.3 Tanda dan Gejala
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal ringan atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan) dan hanya gangguan kosmetik saja. Pseudoakromia , akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat. Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah, punggung, dada, perut, ketiak, tungkai atas, lipat paha, paha, alat kelamin ( genitalia ) dan bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.
2.6.4 Penatalaksanaan
2.6.4.1 Agen Topikal/Krim
a) Selenium sulfide lotion, diberikan pada kulit yang terkena panu setiap hari selama 2 minggu. Biarkan obat ini di kulit selama setidaknya 10 menit sebelum dicuci.
b) Clotrimazole (Mycelex, Lotrimin-AF) adalah golongan obat antifungal, oleskan krim atau bedak secukupya 2-3 kali sehari selama 10 hari.
c) Sodium sulfacetamide.
d) Ciclopiroxolamine adalah golongan obat antifungal, oleskan secara merata pada daerah yang terkena panu 2-3 kali sehari selama 7 hari.
2.6.4.2 Terapi Oral
a) Ketoconazole Dosis: 200 mg setiap hari selama 10 hari dan sebagai dosis tunggal 400 mg.
b) Fluconazole Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu selama 2-4 minggu.
c) Itraconazole Dosis: 200 mg/hari selama 7 hari.
d) Terbinafine atau Lamisil Dosis didasarkan pada berat badan dan harus dengan resep dokter, biasanya 250 mg untuk dewasa sekali sehari selama enam minggu. Untuk dosis anak biasanya 125-187,5 mg sekali sehari selama enam bulan.
2.7 Skabies
2.7.1 Pengertian
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabie dan produknya (Soesmasto, 2007). Skabies merupakan infeksi kulit oleh kutu sarcoptes scabie yang menimbulkan gatal (Suddarth&Brunner, 2002).
2.7.2 Cara Penularan