PENANGANAN PASCA PANEN SIMPLISIA UNTUK

PROPOSAL

PENANGANAN PASCA PANEN SIMPLISIA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU TERSTANDAR

MENDUKUNG INDUSTRI MINUMAN FUNGSIONAL PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

Fokus Bidang Prioritas : 2. Teknologi Kesehatan dan Obat

Kode Produk Target

: 2.04 Obat herbal dari Temulawak,Jahe, Kencur, Pegagan dan Sambiloto untuk pengobatansindrom metabolit dan penyakit lainnya.

Kode Kegiatan

: 2.04.08. Uji coba SOP pasca panen tanaman obat (temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto) pada industri dan industri kecil obat tradisional

Peneliti Utama : Ir. Mariyam Januwati, MS

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN Jalan Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111 TELP: 0251 8313083, HP: 0812 9428108

Fax: 0251 8336194, e-mail criec@indo.net.id

15 Januari 2011

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional Bidang Fokus

: Teknologi Kesehatan dan Obat

Kode Produk Target : 2.04. Obat Herbal dari tanaman temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto untuk pengobatan sindrom, metabolit dan penyakit lainnya.

Kode Kegiatan : 2.04.08. Uji coba SOP pasca panen tanaman obat (temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto) pada industri dan industri kecil obat tradisional

Lokasi Penelitian

: Bogor, Jawa Barat dan Jawa Tengah

Penelitian tahun ke

: 1 (satu)

Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga

Pelaksana

Penelitian

Nama Peneliti Utama

Ir. M. Januwati, MS.

Nama Lembaga /Institusi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Unit Organisasi

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Alamat Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 Telepon/HP/Faksimile/e-mail

0251 8321879/0251 8327010/ criec@indo.net.id

B. Lembaga lain yang terlibat

1. Nama Koordinator Nama Lembaga Alamat Telepon/Faksimile/e-mail

Jangka Waktu Kegiatan

3 (tiga) tahun

Biaya Tahun –1

Rp. 250,000,000,-

Biaya Tahun –2

Rp. 250,000,000,-

Biaya Tahun –3

Rp. 250,000,000,-

Total Biaya

Rp. 750,000,000,-

Kegiatan (baru/lanjutan)

Baru

Rekapitulasi Biaya Tahun yang diusulkan No. Uraian

Jumlah (Rp)

1. Belanja Gaji dan Upah 106,790,000 2. Belanja Bahan

69,330,000 3. Belanja Perjalanan

46,900,000 4. Belanja Lain-lain

Jumlah biaya tahun yang diusulkan 250.000.000

Menyetujui Koordinator/Peneliti Utama Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Ir. Mariyam Januwati, MS NIP. 19600121 198503 1 002

Dr. Ir. Agus Wahyudi, MS.

NIP. 19480101 198406 2 001

Menyetujui/Mengetahui Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Dr. Ir. M. Syakir, MS.

NIP. 19581117 198403 1 001

DAFTAR ISI

ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3 ABSTRACT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

6 PERUMUSAN MASALAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

11 METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

12 RANCANGAN RISET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

13 HASIL YANG DIHARAPKAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

14 PERSONIL PELAKSANA PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15 JADWAL PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15 DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

16

2. ABSTRAK KEGIATAN

Pemanfaatan herbal sebagai Obat Bahan Alam (OBA) di dunia medis meningkat tajam di seluruh dunia. Kesadaran dalam menempuh upaya kesehatan preventif dan pencarian obat yang aman dan sedikit mungkin memberi efek samping, mendorong untuk "kembali ke alam". Oleh karena itu, manusia semakin menginginkan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia pada tahun 2008 memiliki data menarik, bahwa persentase pertumbuhan obat herbal dari tahun ke tahun meningkat terus dan berada di atas rata-rata pertumbuhan obat modern. Kemanjuran obat herbal ternyata setara obat sintetis. Dalam keamanan, obat herbal dipersepsikan lebih baik dari "obat sintetis" dan ada peningkatan produk yang dijual bebas over the counter (OTC). Hasil survei Omnibus menunjukkan saat ini kata "herbal" ternyata sangat ampuh, daya tarik herbal cukup tinggi. Masyarakat mempunyai persepsi bahwa obat herba lebih aman bagi kesehatan dan lebih manjur dibanding jamu dan obat sintetis. Contoh pasar produk (jahe sebagai bahan baku) untuk masuk angin, tahun 1990 sekitar 3 juta sachet, tahun 2008 mencapai 50-60 juta. Dua tahun ke depan diperkirakan bisa mencapai 120 juta. Temulawak, kencur, jahe, sambiloto dan pegagan, menjadi andalan Indonesia yang diketahui berkhasiat meningkatkan nafsu makan dan stamina serta membantu menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit hati, reumatik dan radang, juga menurunkan koleterol. Krisis ekonomi 1997 telah membuat biaya produksi farmasi meningkat dan harga obat menjadi mahal. Situasi ini mendorong masyarakat menggunakan bahan alami. Budaya bangsa Indonesia telah mewariskan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta rehabilitasi kesehatan. Guna meningkatkan pangsa pasar obat tradisional (Obat Asli Indonesia) dalam negeri dengan jumlah penduduk lebih dari 211 juta jiwa, dan adanya ancaman dari produk impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu obat tradisional, maka langkah untuk antisipasi standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapat efek yang terulangkan (reproducable). Mutu sediaan herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP (Good Agriculture Practices). Peranan SOP budidaya untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor intrinsik (genetik) dan ekstrinsik (lingkungan, budidaya, cara panen, proses pasca panen dan lain-lain). Melalui GAP, yang merupakan tahapan menuju bahan baku terstandar, variasi mutu yang besar dalam tanaman dikurangi melalui modifikasi teknologi dan fitofarmasi sehingga mutu produk lebih stabil. Kandungan kimia yang merupakan metabolit sekunder, digunakan sebagai standar petanda (marker). Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu- Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah distandarisasi tersebut, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan (tablet, kapsul, sirup). Dengan standarisasi ini, diharapkan ada korelasi kuat antara dosis dan efek obat dapat dicapai. Komoditas pegagan Centella asiatica L. Urbandan kumis kucing ), (Orthosipon aristatus Miq), mempunyai potensi yang dapat diandalkan karena dapat dibudidayakan, dengan produktivitas sesui yang diharapkan. Mutu distandarisasi BPOM berdasar kadar asiatikosida dan sinesitin.

Pegagan dan kumis kucing merupakan komoditas yang bersifat multi guna, dikenal juga dapat menjadi bahan minuman fungsional yang menyehatkan, bahkan akhir-akhir ini telah menjadi fitofarmaka. Beberapa produk yang menggunakan pegagan dan kumis kucing adalah anti stroke, anti kembung, anti asma, anti kolesterol, anti hipertensi, anti inflamasi, antitusive, anti migrain, penurun kadar asam urat, fungsi analgesik, dan lain-lain.

Sop pasca panen telah dimilki, tetapi belum banyak diterapkan, sehingga mutu simplisia belum seperti yang diharapkan, industri minuman fungsional kesulitan dapat memperoleh bahan baku secara kontinu, kualitas dan kuantitasnya. Sehingga harga jual produksi dari petani menjadi rendah.

Tujuan dan signifikansi : Kegiatan penanganan pasca panen simplisia ini dimaksudkan untuk menghasilkan SOP pasca panen simplisia dari pegagan dan kumis kucing untuk memudahkan standarisasi bahan baku, dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, dan membantu pelestarian industri minuman fungsional.

Tahap-tahap penelitian : Penelitian SOP pasca panen ini merupakan kegiatan lapang yang akan dilaksanakan di dua lokasi sentra produksi pegagan dan kumis kucing (Kabupaten Bogor dan Sukabumi). Penelitian akan dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun, hal ini diperlukan untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi yang dihasilkan. Pada tahun pertama (2012) dilakukan pendampingan pelaksaan mulai bididaya sampai pasca panen. Pengamatan produktivitas, dan analisa mutu serta akan dilakukan kajian usaha tani. Kemudian dilakukan evaluasi pelaksanaan serapan teknologi yang dianjurkan. Pada tahun ke-dua dan ke-tiga dilakukan kegiatan untuk melihat kontinuitas serapan teknologi, melalui parameter produksi dan mutu penerapan SOP pasca panen.

Hipotesis yang akan dibuktikan : SOP pasca panen akan memperbaiki mutu bahan baku, memudahkan melakukan standarisasi sehingga mutu produk akan meningkat

juga. Kegiatan dilakukan di lahan petani kooperator di sentra produksi, sehingga diharapkan teknologi pasca panen akan dipercepat adopsinya. Teknologi yang dihasilkan dapat meningkatkan mutu produk, dan dapat memperluas peluang usaha baru "industri pembuatan produk minuman fungsional berbasis pegagan dan kumis kucing".

Metodologi yang digunakan : Metode Demplot dan Pelatihan digunakan untuk melakukan sosialisasi SOP budidaya sampai pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing, disertai melaksanakan kajian usahatani untuk melihat dampak ekonomi dari pemanfaatan teknologi. Pada tahun kedua (2013) dan ketiga (2014) akan dilakukan pengamatan terhadap peubah produksi dan peubah mutu tanaman pegagan dan kumis kucing. Pengamatan mutu produk dilakukan berdasar standar mutu MMI dan marker kadar asiatikosida dan sinesitin.

Keluaran : Penerapan SOP pasca panen untuk pegagan dan kumiskucing, serta kajian ekonomi dari penerapan teknologi

Kata Kunci : SOP pasca panen, Centella asiatica L. Urban, (Orthosipon aristatus Miq), quality standardization, industry minuman fungsional.

ABSTRACT

The use of natural herbal medicines tend to increase. Nowadays the people are more aware to avoid the use of synthetic medicines which is believed have negative side effect induce the people to “back to nature”. Indonesia Pharmaceutical Association mentioned that during 2008 the production of natural herbal medicines increased significantly higher than synthetic medicines. This is due to thet fact that natural herbal medicines is function as effective as synthetic medicines especially in improving people health. In some cases natural herbal medicines was better than synthetic medicines, especially the fact that herbal medicines has no negative effect. Some people prefere to use natural medicines than synthetic medicines. Natural medicine market also tend to increase. The use of natural medicine product, such as flu medicine, increased significantly during the last two decades. In 1990 only 3 million sachet have been marketted, increased to 50-60 million in 2008, in it is predicted to The use of natural herbal medicines tend to increase. Nowadays the people are more aware to avoid the use of synthetic medicines which is believed have negative side effect induce the people to “back to nature”. Indonesia Pharmaceutical Association mentioned that during 2008 the production of natural herbal medicines increased significantly higher than synthetic medicines. This is due to thet fact that natural herbal medicines is function as effective as synthetic medicines especially in improving people health. In some cases natural herbal medicines was better than synthetic medicines, especially the fact that herbal medicines has no negative effect. Some people prefere to use natural medicines than synthetic medicines. Natural medicine market also tend to increase. The use of natural medicine product, such as flu medicine, increased significantly during the last two decades. In 1990 only 3 million sachet have been marketted, increased to 50-60 million in 2008, in it is predicted to

Objective and Significancy : This post harvest research is proposed to obtain post harvest Standard Operational Procedures to produce standardized raw materials. This research also aim to improve post harvest Centella and Orthosiphon and economic efficiency, as well as to reduce environmental damage.

Research Stage : SOP Centella and Orthosiphon research is a field experiment and will be conducted at Centella and Orthosiphon growing area ( Sukabumi).

Hypothesis : Application of standard operational procedures will improve quality of Centella and Orthosiphon, and make standardization more simple, which in turn to improve product quality. The experiment will be done at farmer field, and so to accelerate technology adoption. The improved technology may increase quality of product, and to broad new opportunity of Centella and Orthosiphon base industry.

Methodology : Demonstration Plot and Training Methods used to disseminate SOP of post-harvest

cultivation on the production center of centella and orthosiphon, accompanied by farm implement studies to look at the economic impact of the use of technology. In the second year (2013) and third (2014) will be carried out observations of the variable production and variable quality of centella and orthosiphon. Observations made on the basis of product quality standards and quality of MMI and sinecitine asiaticoside marker levels

Output : Sosialitation Post harvest Standard Operational Procedures for Centella and Orthosiphon.

Keywords : Standard Operational Procedure, post harvest, Centella asiatica L. Urban, Orthosipon aristatus Miq., Centella asiatica L. Urban, quality standardization, fuctinal drink industry.

3. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemanfaatan herbal Bahan Alam (OBA) di dunia medis telah meningkat di seluruh dunia. Kesadaran dalam menempuh upaya kesehatan preventif dan pencarian obat yang bersifat aman dan sedikit mungkin memberi efek samping, suatu efek-efek yang banyak dimiliki oleh kebanyakan obat-obat sintetik, mendorong untuk "kembali ke alam" sehingga dalam pengobatan orang semakin menginginkan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia pada tahun 2008 memiliki data menarik, bahwa persentase pertumbuhanan obat herbal dari tahun ke tahun meningkat terus dan berada di atas rata-rata pertumbuhan obat modern. Banyak alasan mengapa obat herbal cenderung tumbuh subur. Pertama, diyakini lebih aman. Tradisi minum jamu membuat konsumen lebih "cocok" dengan obat herbal ketimbang obat modern. Kedua, bahan baku obat herbal melimpah, sehingga makin banyak perusahaan farmasi terdorong ikut masuk pasar. Apalagi, dari sisi produk dan kompetensi tersedia cukup banyak. Dari sisi investasi juga tidak terlalu tinggi. Sehingga bagi perusahaan farmasi merupakan potensi pasar sangat menjanjikan, baik domestik maupun ekspor. Kemanjuran obat herbal setara obat biasa, dalam keamanan, obat herbal dipersepsikan lebih baik dari "obat biasa" dan ada peningkatan aktivitas produk yang dijual bebas over the counter/OTC (Marbun, 2008). Hasil survei Omnibus menunjukkan saat ini kata "herbal" ternyata sangat kuat. Daya tarik herbal cukup tinggi, persepsi masyarakat obat herba lebih aman bagi kesehatan dan lebih manjur dibanding jamu dan obat biasa.

Adanya krisis ekonomi 1997 telah membuat biaya produksi farmasi meningkat dan harga obat menjadi mahal, sehingga situasi ini mendorong masyarakat menggunakan bahan alami (Suryadi dan Mubarak, 2008). Budaya bangsa Indonesia telah mewariskan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta rehabilitasi kesehatan.

Guna meningkatkan pangsa pasar minuman fungsional dalam negeri Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 211.000.597 jiwa, dan adanya ancaman dari produk impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu minuman fungsional, maka langkah untuk antisipasi standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapat efek yang terulangkan (reproducible). Mutu sediaan minuman fungsional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP (Good Agriculture Practices). Peranan SOP Guna meningkatkan pangsa pasar minuman fungsional dalam negeri Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 211.000.597 jiwa, dan adanya ancaman dari produk impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu minuman fungsional, maka langkah untuk antisipasi standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapat efek yang terulangkan (reproducible). Mutu sediaan minuman fungsional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP (Good Agriculture Practices). Peranan SOP

Standarisasi simplisia yang digunakan sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi dari pemerintah sebagai pembina dan pengawasan (Dyatmiko et al., 2000) dan mengikuti acuan sediaan herbal yang telah ada (BPOM, 2006), sehingga dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah distandarisasi tersebut, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan minuman fungsional (tablet, kapsul, sirup). Dengan standarisasi ini, diharapkan adanya korelasi kuat antara manfaat dan kandungan aktif dapat dicapai.

Sesuai dengan perkembangan pelaksanaan program Saintifikasi Jamu, untuk program jangka pendek, tahun 2011 telah ditetapkan 15 jenis tanaman obat yang sangat dibutuhkan, yakni temulawak, kunyit, pegagan, tempuyung, secang, kumis kucing, seledri, sembung, meniran, timi, adas, brotowali, sambiloto, jati belanda dan kepel. Dalam program jangka panjang, bahkan telah ditentukan ada 55 jenis tanaman obat yang akan dipergunakan dalam layanan kesehatan Saintifikasi Jamu. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinis Kementerian Kesehatan telah melakukan uji klinis formula jamu untuk obat hipertensi. Hasil sementara menunjukkan, terdapat dua komponen yang terkandung di dalam formula yang telah diuji yaitu terdiri dari bahan baku jamu dasar dan bahan baku jamu berkhasiat. Untuk jamu dasar, mengandung bahan meniran, temulawak, dan kunyit dengan fungsi sebagai penyegar. Sebagai bahan jamu berkhasiat kandungannya untuk formula antihipertensi (anti darah tinggi), campuran jamu terdiri dari daun seledri, kumis kucing, dan pegagan. Untuk hipertensi ramuan tersebut dapat menurunkan tekanan darah 20 persen, setelah menjalani terapi selama satu bulan. Selanjutnya akan dilakukan uji klinik formula ini supaya dapat digunakan sebagai resep dokter http://health.kompas. com/read/ 2011 /10/22/09214142/4. FormulaJamu.dalam.Tahap.Uji.Klinis

Dalam kebijakan nasional, telah ditetapkan unggulan Tanaman Obat, dan pegagan menjadi salah satu tanaman obat unggulan (Sampurna, 2003) Secara nasional standarisasi

mutu pegagan dilakukan berdasar kadar asiatikosida (BPOM, 2003). Sejak dahulu pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dari bahan segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramuan, sebagai olahan seperti halnya dalam bentuk jamu. Di Australia telah dibuat obat dengan nama “Gotu Kola” yang bermanfaat sebagai anti pikun dan juga sebagai anti stress. Dalam pengobatan di Indonesia telah banyak yang memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat yang cukup mujarab antara lain diketahui bahwa pegagan ini berpeluang untuk penyembuhan penyakit HIV terutama untuk mempertahankan ketahanan tubuh pasien. Selain itu pula dari hasil penelitian di Cina ternyata pegagan ini bermanfaat untuk memperlancar sirkulasi darah, bahkan lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginko biloba atau ginseng yang berasal dari Korea. Di Indonesia diperoleh pegagan yang mengandung triterpen glikosida yaitu asiatikosida, madekakosida, asam asiatikat dan asam edekasat. Pada daun pegagan unsur K relatif banyak ditemukan dibanding unsur lainnya, dalam bentuk garam kalium. Adanya kandungan kalium yang relatif tinggi ini memberikan sifat yang khas dari daun pegagan yang mempunyai efek diuretik. (Januwati dan Yusron, 2004). Salah satu pabrik jamu bahkan memerlukan paling tidak 100 ton pegagan setiap tahun untuk keperluan produknya. Dari sepuluh jenis jamu yang beredar di pasaran terdapat pegagan dalam ramuan produk tersebut, dengan kadar simplisia yang dicantumkan dalam kemasannya 15 - 25 %. Banyaknya manfaat dari tanaman ini nampaknya karena ditemukan berbagai komponen minyak atsiri seperti sitronelal, linalool, neral, menthol, dan linalil asetat. Dengan adanya minyak atsiri pada pegagan maka sangat mungkin memiliki potensi sebagai sumber bahan pengobatan terhadap anti penyakit yang disebabkan tujuh jenis bakteri Rhizobacter spharoides, Escherichia coli, Plasmodium vulgaris, Micrococcus luteus, Baccillus subtilis, Entero aerogenes dan Staphyllococcus aureus. Namun, walaupun pegagan obat mujarab bagi berbagai penyakit dan memiliki kemampuan menyegarkan mental, tapi pegagan dapat bersifat narkotis sehingga dalam pemakaiannya harus sangat hati-hati. Dosis yang tinggi menyebabkan pasien menjadi pening. (Januwati dan Yusron, 2004).

Demikian juga kumis kucing (Orthosipon aristatus Miq.) menjadi tanaman utama pada program Saintifikasi Jamu, karena tanaman ini dimanfaatkan sebagai produk minuman fungsional bagi penderita penyakit degeneratif karena dapat membantu memperbaiki fungsi ginjal. Senyawa kimia yang terdapat dalam daun kumis kucing antara lain adalah garam kalium, senyawa saponin, alkaloid, minyak atsiri, glikosida orthosiponin dan tanin. Kandungan bahan aktif utama yang paling stabil dalam daun kumis kucing adalah komponen senyawa sinensetin yang bersifat anti bakteri dan sinensetin telah dijadikan zat identitas simplisia kumis kucing (Rosita dan Nurhayati, 2004)

Dari semua jenis tanaman obat tersebut, beberapa diantaranya telah diteliti dan dihasilkan teknologi budidaya sampai pasca panen secara lengkap, tetapi sebagian belum banyak dilakukan penelitian. Untuk itu sosialisasi dan pelatihan teknologi pasca panen yang telah dihasilkan Balitbang perlu dilakukan, guna memperoleh produksi dan mutu tanaman obat, sehingga sesuai dengan Vademikum Saintifikasi Jamu atau Farmakope Herbal Indonesia. Sebagai indikator mutu adalah kandungan komponen kimia utama atau kandungan bahan aktifnya (MMI, 1990).

SOP pasca panen untuk pegagan dan kumis kucing, diawali dengan pencucian daun dan ditiriskan, kemudian dikeringkan di bawah sinar mata hari dengan ditutup kain hitam dengan tujuan mencegah kerusakan fisik dan kandungan bahan aktif daun. Bila cuaca tidak memungkinkan proses pengeringan dapat menggunakan alat

0 pengering (oven) dengan suhu berkisar 30 0 - 50 C. Peranan SOP pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari

sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor cara panen, proses pasca panen dan lain-lain. Melalui GAP, yang merupakan tahapan menuju bahan baku terstandar, varias mutu yang besar dalam tanaman dikurangi melalui modifikasi teknologi dan fitofarmasi sehingga mutu produk lebih stabil. Kandungan kimia yang merupakan metabolit sekunder, digunakan sebagai standar petanda (marker). Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah ditangani sesuai SOP pasca panen akan memenuhi standarisasi, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan minuman fungsional. Dengan standarisasi ini, diharapkan ada korelasi kuat antara dosis dan efek obat dapat dicapai. Oleh karena itu, penerapan SOP penanganan pasca panen dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan pengembangan usahatani tanaman obat ini, agar memberi manfaat sebesar-besarnya kepada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat khususnya di daerah sentra produksi (Januwati, 2004).

Tujuan Kegiatan :

Tujuan kegiatan penanganan pasca panen simplisia ini dimaksudkan untuk menerapkan SOP pasca panen simplisia dari pegagan dan kumis kucing melalui sosialisasi teknologi yang telah dihasilkan dalam bentuk pendampingan teknologi berupa demplot dan pelatihan dalam mendukung pelestarian pengadaan bahan baku untuk industri minuman fungsional,.

Hipotesis yang akan dibuktikan : SOP pasca panen yang diterapkan akan memperbaiki mutu bahan baku, memudahkan melakukan standarisasi sehingga mutu produk akan meningkat juga.

4. PERMASALAHAN

Masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini yaitu :

1. Penyediaan bahan baku industri yang berkualitas dan terstandar secara kontinyu, melalui aplikasi teknologi pasca panen.

2. Bahan baku yang memenuhi standar lebih diminati. Saat ini petani belum menerapkan teknologi pasca panen yang terstandar sehingga mutu simplisia yang dihasilkan rendah baik fisik maupun mutunya.

3. Petani belum menerapkan teknologi pasca panen yang terstandar karena terbatasnya institusi yang melakukan sosialisasi kegiatan tersebut.

4. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut dilakukan sosialisasi SOP pasca panen dengan melibatkan petani, dimasudkan untuk mempercepat penyerapan teknologi pasca panen yang telah dihasilkan.

5. Pengamatan yang dilakukan meliputi produktivitas dan mutu berdasar kandungan asiatikosida dan sinesiten.

6. Kajian ekonomi dan sosial dilakukan untuk mengetahui respon petani terhadap perubahan SOP pasca panen

7. Pengukuran efisiensi teknis dan ekonomi teknologi pasca panen yang disosialisaikan dibandingkan dengan teknologi pasca panen yang dilakukan oleh petani.

5. METODOLOGI DAN MEKANISME PEMANFAATAN HASIL LITBANG

Ruang lingkup dan batas-batas penelitian : Penelitian penanganan pasca panen simplisia ini merupakan kegiatan lapang yang akan dilaksanakan di lokasi sentra produksi pada ekosistem Sukabumi. Lokasi ini diharapkan dapat mewakili kondisi sentra produksi pegagan dan kumis kucing.

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun. Pada tahun pertama (2012 di awal musim hujan), dilakukan penanaman pegagan dan kumis kucing, masing-masing menggunakan SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing dari Balittro (Januwati dan Yusron, 2004 dan Rosita dan Nurhayati, 2004), dan kemudian dibandingkan dengan SOP cara petani di sentra produksi (in situ).

Pada tahun pertama akan dilakukan pengamatan terhadap peubah mutu berdasar marker asiatikosida dan sinesitin. Pada tahun kedua (2013) dilakukan Pada tahun pertama akan dilakukan pengamatan terhadap peubah mutu berdasar marker asiatikosida dan sinesitin. Pada tahun kedua (2013) dilakukan

Kerangka Teoritis

Inovasi merupakan istilah yang telah dipakai secara luas dalam berbagai bidang termasuk pertanian. Simamora (2003) mendefinisikan inovasi adalah suatu ide, praktek atau produk yang dianggap baru oleh individu atau group yang relevan. Untuk dapat disebut inovasi, ke- tiga komponen tersebut harus mempunyai sifat “baru”, sifat tersebut tidak selalu berasal dari penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang belum mengenal sebelumnya.

Suatu inovasi teknologi akan mudah diterima oleh pengguna bila : (1) dibutuhkan oleh pengguna, (2) memberi keuntungan kepada kepada pengguna (efisien), (3) selaras dengan teknologi yang telah ada sebelumnya, pola pertanian yang berlaku, nilai sosial dan budaya petani, serta keperluan petani, (4) mengatasi faktor- faktor pembatas, (5) mendayagunakan sumberdaya yang ada, (6) terjangkau oleh kemampuan finansial petani, (7) harus sederhana dan mudah dicoba, serta (8) harus mudah diamati perubahannya (Musyafak dan Ibrahim, 2005).

Dalam mengintroduksikan SOP pasca panen di tingkat petani, kriteria yang diuraikan di atas akan digunakan untuk menganalisa tanggap petani terhadap inovasi teknologi pasca panen yang dihasilkan dibandingkan penerapan pasca panen yang biasa dilakukan petani. Parameter yang diamati meliputi; data asupan (input) berupa penggunaan sarana produksi sampai pasca panen pegagan dan kumis kucing, penggunaan tenaga kerja dan peralatan, serta data keluaran (output) berupa produktivitas dan mutu. Harga masukan dan keluaran yang digunakan mengacu pada harga standard/pasar yang berlaku pada saat penelitian dilakukan, serta tanggap petani terhadap inovasi teknologi yang dianjurkan.

Metodologi dan mekanisme pemanfaatan hasil Litbang

Metode Demplot dan Pelatihan digunakan pada kegiatan ini, merupakan pendampingan dalam melakukan SOP pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing. Pengamatan mutu produk dilakukan berdasar standar mutu MMI dan marker kadar asiatikosida dan sinesitin.

Untuk menentukan tingkat efisiensi teknologi pasca panen pegagan dan kumis kucing digunakan 2 pendekatan yaitu dengan mengukur tingkat efiisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis diukur berdasarkan hasil dan mutu simplisia yang Untuk menentukan tingkat efisiensi teknologi pasca panen pegagan dan kumis kucing digunakan 2 pendekatan yaitu dengan mengukur tingkat efiisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis diukur berdasarkan hasil dan mutu simplisia yang

OER = ______ x 100% .......................... (1)

GR

(3) Net Farm Income from Operation Ratio (NFIO) yaitu rasio antara pendapatan kotor (GR) dikurangi biaya operasional proses pasca panen (C V ) dan pendapatan kotor (GR), nilai ini menunjukkan persentase sisa pendapatan setelah dikurangi dengan biaya operasional. Makin besar persentase NFIO maka perlakuan mempunyai efsisiensi ekonomi semakin tinggi.

(GR- C

NFIO = ______ x 100% .......................... (1)

GR

(4) efisiensi ekonomi masing-masing perlakuan pasca panen (E k ) dibandingkan dengan perlakuan pasca panen yang dilakukan oleh petani (kontrol), diformulasikan

sebagai selisih antara Q t (nilai produksi dengan perlakuan pasca panen ke-t) dan Q 0 (nilai produksi dengan perlakuan pasca panen yang dilakukan oleh petani/kontrol), dibagi dengan selisih antara C t (total biaya yang digunakan pada usahatani atau pasca panen perlakuan ke-t), dan C 0 (total biaya yang digunakan untuk pada usahatani atau pasca panen yang dilakukan oleh petani/kontrol) t –Q Q 0

E t = __________

t –C 0 C

6. PRODUK TARGET YANG INGIN DICAPAI.

Penerapan SOP pasca panen oleh petani untuk meningkat mutu produk dan pendapatan.

7. BENTUK KEGIATAN PEMANFAATAN HASIL LITBANG

Penelitian dilakukan di lahan petani kooperator di sentra produksi. Diharapkan teknologi yang dihasilkan segera dapat diadopsi petani, sehingga dapat meningkatkan mutu produk dan memperluas peluang usaha baru "industri pembuatan produk berbasis pegagan dan kumis kucing".

Tahapan pemanfaatan inovasi teknologi pasca panen, meliputi

a. Sosialisasi inovasi teknologi pasca panen, dengan cara melakukan Demoplot di sentra produksi, berupa pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen.

b. Pelatihan teknologi pasca panen. Untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi pasca panen, maka dilakukan pelatihan agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP pasca panen, meliputi : b) Pasca Panen simplisia (pegagan dan Kumis kucing) dengan perlakuan cara pengeringan, menggunakan alat pengering dan matahari, dan c) Penyimpanan simplisia (Pegagan dan Kumis kucing) menggunakan perlakuan lama, tempat dan wadah penyimpanan tanaman obat .

8. PERSONIL PELAKSANA KEGIATAN

Nama Jenis

dalam Pendidi Alokasi Lembaga Kelamin

Unit Kerja

Ir. M. Perempuan Puslitbang

9 Badan Januwati, MS

Pertanian NIP.

dan membuat

Dr. M. Rizal Laki-laki

Litbang NIP.

Perkebunan Tanaman

dan membuat

laporan penelitian

Ir. Bagem Perempuan Puslitbang

9 Badan Sofiana

Litbang Sembiring

Perkebunan Panen

dan membuat laporan penelitian

Dr. Ireng Perempuan Puslitbang

9 Badan Darwati

Perkebunan Tanaman

membantu

Litbang

Pertanian NIP.

dan membuat

Ir. Ekwasita Perempuan Puslitbang

9 Badan Rini Pribadi

Management Peneliti,

S2

Perkebunan usahatani

membantu

Litbang

Pertanian NIP.

merancang,

melaksanakan

dan membuat

Ma’mun, Ssi Laki-laki

Puslitbang

Pasca panen membantu

Pertanian Ir. Sinta

penelitian

4 Badan Suhirman

Perempuan Puslitbang

Pasca panen membantu

Pertanian PM

penelitian

Puslitbang

Pasca panen Teknisi

4 Badan

Perkebunan

Litbang Pertanian

Litbang Pertanian

8. JADUAL KEGIATAN

Kegiatan

Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 Persiapan PS

Persiapan demplot

Pelaksanaan demplot

xxx Pendampingan demplot

xxx Pengamatan

xxx Persiapan bahan pelatihan

Pelaksanaan pelatihan

xx Pelaporan

xxx

10. PROFIL POTENSI MITRA INDUSTRI : tidak ada

11. DAFTAR PUSTAKA

BALITTRO. 2004. Standar Prosedur Operasional budidaya sambiloto, pegagan dan kumiskucing. Sirkular No.9. 47 h.

BPOM. 2003. Pedoman penelitian budidaya, pascapanen dan produksi sediaan herbal. Pusat Riset Obat dan Makanan. Tidak dipublikasi. 129 h.

BPOM. 2005. Penyiapan Simplisia Untuk Sediaan Herbal. 29 h. BPOM. 2006. Pokok Pemikiran Menuju Integrasi Obat Asli/Obat Bahan Alam

Indonesia ke Dalam Pelayanan Kesehatan. 27 h. BPOM. 2006. Acuan Sediaan Herbal. 96 h. Dyatmiko, W., Achmad Fuad dan Mulja Hadi Santosa. 2000. Konsep standarisasi

pada bahan dan produk obat dari alam. Prosiding Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia (Simposium Penelitian Bahan Obat Alami X). Surabaya,

20-22 Nopember 2000 : 1-11 http://health.kompas.com/read/2011/10/22/09214142/4.FormulaJamu.dalam.Tahap.Uji.

Klinis Hidayat dan Ruslina. 2008. Formula bisnis sang jawara. Majalah SWA 19/XXIV:

1114-115 I.S.F.I. dan GP. JAMU dan Obat Tradisional 2008. Daftar Obat Alam (DOA). Edisi III.

Himpunan Seminar Apoteker Industri Obat Tradisional PD. ISFI. Jawa Tengah. 201 h.

Januwati, M. 2004. Potensi, aktivitas dan GAP tanaman rimpang dan sambiloto. Pros. Fasilitas Forum Kerjasama Pengembangan Biofarmaka. Yogyakarta. 14-18 Juli 2004. Makalah Utama. Hal. 108-134.

Januwati, M. dan M. Yusron. 2004. SOP budidaya pegagan (Centella asiatica L. Urban.). Balittro. 47 h. Kay, R.D. dan W. M. Edwards. 1999. Farm Management. Mc Graw-Hill Companies. 489 hal.

Materia Medika Indonesia. 1990. Departemen Kesehatan. Muhadi dan Siswanto, 2001. Akutansi Biaya 2. PT. Kanisius Yogyakarta.104. Hal. Musyafak, A. Dan T.M. Ibrahim. 2005. Strategi percepatan adopsi dan difusi inovasi

pertanian mendukung prima tani. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 3 (1) 20 –

37. Rosita, SMD dan Hera Nurhayati. 2004. SOP budidaya kumis kucing (Orthosiphon

aristatus Miq.) Sinambela, J. 2003. Standarisasi sediaan obat herba. Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXII. Jakarta. Pp.10 Simamora, B. 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen. PT. Gramedia. Jakarta.

Suryadi, D. dan Mubarak. 2008. Grup orang tua : Kiranti, cikal bakal rintisan jalur herbal. Majalah SWA 19/XXIV: 117-119

Sudarmadi. 2008. Strategi dan peluang obat herbal. Majalah SWA 19/XXIV: 120-125 WHO. 2003. WHO guidelines on good agricultural and collection practices (GACP) for

medicinal plants. 72P.

PROPOSAL BIAYA PENELITIAN

Uraian

Volume

Jumlah (Rp)

satuan

1. Belanja Gaji Upah

Jam

2. Belanja Bahan

Paket

3. Belanja Perjalanan

OP

4. Belanja Barang Operasional lainnya

Paket

TOTAL BIAYA

Rincian Anggaran

A1. Belanja Gaji dan Upah

No Nama lengkap

Biaya Biaya dan gelar

Jabatan

Posisi dalam

Jumlah jam

pajak (Rp.000) (Rp. 000)

Ir.M.Januwati, 1. MS

8 17,280,000 14,688,000 Dr. Ireng 2. Darwati

Peneliti

Ketua Tim

8 14,400,000 12,240,000 3 Dr.Molide Rizal

8 14,400,000 12,240,000 4 Ir.Rini P.

8 14,400,000 12,240,000 Ir. Bagem S. 5 Sembiring

8 11,520,000 9,792,000 Ir. Sinta 6. Suhirman

8 5,120,000 4,352,000 7. Ma’mun Msi

Jumlah Biaya

A2. Honorarium tidak tetap

No Pelaksana

Jumlah

Jumlah Honor/hari Biaya setelah

1 Penyiapan lahan

12 Pengolahan data

14 Pemeliharaan dan pengamatan

Jumlah Biaya

B. Bahan Bahan

B1. Bahan baku

No Nama Bahan

1 Bibit pegagan

2 Bibit kumis kucing

Jumlah Biaya

B2. Bahan Pembantu

No Nama Bahan

Volume

Biaya satuan Biaya

1 Kantong plastik besar ukuran 5 kg

5 Pak

2 Tampah kecil

40 Buah

3 Pisau stainless

15 Buah

4 Plastik jenis PP

6 Pak

5 Karung goni

7 Kain hitam

60 M

8 Sarung tangan

10 Psg

9 Masker kain

11 Garpu/sekop

2 Bh

12 Tali rapia

1 Gulung

13 Pupuk kandang

30 ton

14 Pupuk SP36

200 kg

15 Pupuk KCl

200 kg

16 Pupuk urea

200 kg

Jumlah Biaya 19,960,000

ATK

1 Kertas HVS A4 80 gr

6 Rim

2 Pulpen Boxy

1 Box

3 Stop map karton

40 Lembar

4 Map plastic

10 Buah

5 Map snel buffalo

10 Buah

6 Tinta hp 21 black

1 Buah

7 Tinta hp 22 color

1 Buah

8 Spidol permanen

5 Buah

9 ATK untuk kegiatan administrasi penelitian

1 Paket

Jumlah Biaya 1,870,000

C. Belanja perjalanan

No Kota/Tempat Tujuan

Volume

Biaya (Rp) Satuan (Rp)

Biaya

1 Bogor-Sukabumi (penanaman, pengamatan, pemanenan)

7 Oj x 10

2 Bogor – Bandung (mengambil bahan baku)

7 Oj x 3

3 Bogor – Cipanas (mengambil bahan baku)

7Oj x 2

4 Bogor-Jakarta (seminar, Studi litertur, studi banding)

7 Oj X 2

5 Koordinasi penelitian

11 OJ

Jumlah Biaya

D. Belanja Barang Operasional Lainnya

No Uraian Kegiatan

Volume

Biaya Satuan Biaya

1 Laporan kemajuan tahunan

3 Rapat koordinasi penelitian(Akomodasi dan

6 kali

konsumsi rapat)

pertemuan

4 Foto copy

2000 lembar

5 Liflet SOP

7 Rapat koordinasi dengan petani (konsumsi + transport) 50 x 2 kali

8 Analisis mutu kumis kucing dan pegagan

24 sampel

9 Analisis bahan aktif pegagan dan kumis kucing

24 sampel

Jumlah Biaya

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. N a m a

Ir. Mariyam Januwati, MS.

2. Tempat dan tanggal lahir

Madiun, 1 Januari 1948

3. Alamat Kantor

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jl. Tentara Pelajar No.3 Bogor. 16111. Tilp. 0251 – 8321879, Fax. 8327010

4. Alamat Rumah/Tilp.genggam : Jl. Villa Duta Raya No.7. Bogor. 16143. Tilp. 0251-8322026/08129428108

5. Alamat E-mail

nunukmjanuwati@gmail.com

6. Riwayat Pendidikan

Sarjana Pertanian, Agronomi UniBra : 1979 Master - IPB, Ekologi Tanaman : 1989

7. Riwayat Kerja

Peneliti Pemuliaan

Peneliti Ekofisiologi

1988 – 2004 : Mengajar Mata Kuliah Tanaman Obat, di Dept. Agronomi-IPB

1995 : Unido, Indonesian Team To Establish Research & Development Facility. A Pilot Plant And A Training Centre For Improvement Of Process Technologies For Herbal Medicine.

1 Februari 2003 :

Ahli Peneliti Utama

8. Editor Majalah

1. Tim Redaksi Warta Tumbuhan Obat Indonesia 2000-2003 .

2. Mitra Bestari Buletin Agronomi IPB 2007-2009.

3. Anggauta P2JP Puslitbun 2008-sekarang

4. Tim Penyusun Buku Jamu, Brand Indonesia, 2008

5. Penasehat Ahli, Buku Serial Tanaman Herbal Indonesia, Meniran, Temulawak. PT. Dexa Medika. 2008.

6. Anggauta Redaksi Jurnal Puslitbangtri mulai 2009

7. Penanggung jawab Penyusunan Modul Pedoman penerapan GAP (Good Agriculture Practices) pada Tanaman Rimpang. Kerja sama Dengan Direktorat OAI. BPOM. 2008

8. Tim Penyusun Buku Vademekum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu, Balitbangkes (2010-2011)

9. Ketua Dewan Redaksi Buletin Perkembangan Tanaman Rempah dan Obat . Balittro. 2010.

10. Anggauta Redaksi Buletin Tanaman Rempah dan Obat, Balittro, 2011-

9. Riwayat Penelitian

1. Formulasi jamu berbasis jahe merah (gingerol) dan sambiloto (andrographolid) efektif mengendalikan ookiste Eimeria tenella penyebab penyakit coccidiosis ayam sebesar >70% (2009-2011)

2. Formulasi jami ternak (xanthorrhizol, mycene dan limonen) untuk meningkatkan fertilitas sapi jantan (2010-2012)

3. Respon pegagan (C. asiatica) yang dibudidayakan secara ratoon terhadap waktu dan dosis pemupukan N dan K. 2004.

4. Pengaruh sistim panen dan dosis pupuk N terhadap produksi tanaman pegagan (C. asiatica). 2004.

5. Pengaruh tingkat kebutuhan air terhadap produksi dan mutu Sambiloto. 2007.

6. Pengaruh pupuk bio terhadap pertumbuhan dan produksi jahe,temulawak. 2007.

7. Teknologi penyiapan bahan baku tanaman obat terstandar untuk produk obat bahan alam. 2006.

8. Karakterisasi mutu simplisia untuk produksi ekstrak terstandar sambiloto sebagai penurun kadar lipid darah. 2003-2005.

10. Publikasi Ilmiah

1. Januwati, M., Elza Surmiani dan Taryono. 1997. Pengaruh jenis Alas tanam dan tinggi bedengan terhadap pertumbuhan tanaman jahe. Laporan Teknis Balittro 1998/1999.

2. Januwati, M, Joko Pitono dan Momo Iskandar. 1997. Pengaruh panjang setek dan dosis pupuk Nitrogen terhadap pertumbuhan tanaman katuk. Warta Tumbuhan Obat Indon 3/3 : 15-16.

3. Joko Pitono, M. Januwati dan M. Iskandar. 1997. Tanggap tanaman katuk pada berbagai dosis NPK dan tingkat naungan. Warta Tumbuhan Obat Indon. 3/3 : 13-

4. M. Januwati dan Joko Pitono,. 1998. Pengaruh pupuk P dan K terhadap pertumbuhan tanaman adas (Finiculum vulgare L.). Warta Tumbuhan Obat Indon. 4 (1): 27-28

5. Elza Surmaini, Januwati, M., dan Joko Pitono. 1998. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap bibit tanaman secang. Warta Tumbuhan Obat Indon. 10/1 : 26-27.

6. Januwati, M., Elza Surmaini dan Taryono. 1998. Pengaruh perlakuan rimpang dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan lempuyang wangi. Warta Tumbuhan Obat Indon. 10/1 : 30-31.

7. Januwati, M. dan M. Yusron. 1998. Pertumbuhan dan produksi pegagan ( C. asiatica L. Urban ) di bawah kelapa. Pros. Konperensi Nasional Kelapa IV di Bandar Lampung : 595-603.

8. Januwati, M., S. Sudiatso dan R.S. Fatimah. 1998. Pengaruh pemberian air dan kepadatan gulma goletrak terhadap pertumbuhan dan produksi pegagan (C. ctsiatica). Jurnal. Penel. Tan. Industri. 4/2 : 35-41.

9. Januwati, M., S. Sudiatso dan Andri Kurniawati. 1998. Pertumbuhan dan produksi pegagan (C. asiatica) pada berbagai populasi jagung (Zea mays L.). Bull. Gakuryoku 4/1 : 16-27.

10. Elza Surmaini, M. Januwati dan Joko Pitono. 1998. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap bibit tanaman secang. Warta Tumbuhan Obat.

11. Sri Yuliani, M. Januwati dan Tritianingsih. 1998. Pengaruh penyimpanan lempuyang wangi segar terhadap kandungan minyak atsiri dan pati. Warta

Tumbuhan Obat Indon. 5/1 : 23-24.

12. Hermanto, H. Muhammad dan M. Januwati. 1998. Studi aplikasi pupuk daun dan pemangkasan terhadap pertumbuhan daun salam (Eugenia polyanta Wight). Warta Tumbuhan Obat Indon. 5/3 : 1-2.

13. Januwati., M. dan Elza Surmaini. 1999. Manipulasi permukaan tanah untuk meningkatkan efisiensi serapan hara, produktifitas dan mutu rimpang jahe. Lap. Tek. BALLITRO. 1997/1998 : 89 - 94.

14. Januwati, M. dan M.Yusron . 2000. Usahatani temu-temuan di bawah tegakan hutan rakyat di sentra produksi tanaman obat di Jawa Tengah. Prosiding Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia . Surabaya, 20-22 Nopembar 2000

15. Januwati, M., S. Sudiatso dan Azima Napitupulu. 2000. Tanggap tanaman pegagan (C. asiatica ) terhadap beberapa jarak tanam dan dosis pupuk N di bawah tegakan kelapa...Prosiding Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia . Surabaya, 20-22 Nopembar 2000.

16. Januwati, M., S. Sudiatso dan S.W. Andriani. 2002. Pengaruh dosis pupuk kandang dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi pegagan ( C. asiatica ) di bawah tegakan kelapa (Cocos nucifera L. ). Jurnal Bahan Alam Indonesia: 1 (2):49-57

17. M. Januwati, Hoerudin dan Taryono 2001. Respon tanaman temu kunci (Kampferia angustifolia L.)pada berbagai taraf pemberian nitrogen dan pupuk kandang.

Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XVII, Bandung,28-29 Maret 2000. h: 162-166.

18. M. Januwati, Didy Sopandie dan Nurlia Ismatika. 2002. Pengaruh frekuensi pembarian air dan dosis kalium terhadap pertumbuhan dan produksi Som Jawa (Talinum triangulare Wild). Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Bogor, 8-10 Agustus 2001. h: 241-146

19. M. Januwati, Didy Sopandie dan Rahayu Y. 2002. Pengaruh jenis pupuk kandang dan dosis pupuk bio terhadap produksi temu giring (Curcuma heyneana Val. Et v. Zijp.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI, Surabaya, 27-28 Maret 2002 h: 390-394.

20. Bermawie, N., M. Januwati and Sudiarto. 2002. Conservation and cultivation of herbal and medicinal plants. A country repot on workshop on conservation of herbal and medicinal plants. 12-13 December 2002. Bogor. Indonesia. 8p.

21. M. Januwati dan M. Yusron. 2003. Uji produksi untuk penentuan kesesuaian lahan dringo (Acorus calamus L.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII, Jakarta, 25-26 Maret 2003 h: 132-135.

22. Yusron, M. dan M. Januwati. 2003. Pemanfaatan lahan pada kelapa sawit muda dengan temu-temuan sebagai tanaman sela. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi kelapa sawit. Bengkulu, 9-10 September 2003. h: 199-210.

23. Yusron, M. dan M. Januwati. 2003. Pengaruh P-alam, pupuk bio dan zeolit terhadap produksi jahe ( Zingiber officinale Rosc ). Jurnal. Gakuryoku 9 (2): 125- 128

24. Ekwasita Rini, P. dan M. Januwati 2003. Usahatani kencur dan palawija di bawah tegakan hutan rakyat. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional TOI XXIII. Jakarta, 25-26 Maret 2003.h: 370-376.

25. Ekwasita Rini, P., M. Januwati, Joko Pramono dan JT Yuhono. 2003. Polatanam jahe gajah dan palawija di bawah tegakan hutan rakyat. Jurnal Gakuryoku. 9 (2):133-137.

26. M. Yusron dan M. Januwati 2003. Produktivitas dan mutu kencur (Kaempferia galanga L.) pada kondisi agroekologi yang berbeda. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional TOI XXIII. Jakarta, 25-26 Maret 2003. h: 377-382.

27. M. Januwati dan M. Yusron, M. 2003. Improvement phosphate use efficiency on east Indian galangal production. Procidings of International Symposium on biomedicines. Bogor, 18-19 September 2003. p: 156-163.

28. M. Januwati. 2004. Potensi, Akifitas dan GAP tanaman rimpang dan sambiloto. Prosiding Fasilitas Forum Kerjasama Pengembangan Bofarmaka. Jogyakarta, 14-18 Juli 2004. Makalah Utama. H:108-134.

29. M. Januwati dan Hermanto. 2004. Pengaruh sistem panen dan dosis pupuk N terhadap produksi tanaman pegagan. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIV, Bogor 19-20 September 2003 h: 136-140

30. M. Januwati dan M. Yusron. 2004. Keragaman mutu simplisia sambiloto (Andrographis paniculata ) pada beberapa kondisi agroekologi . Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXV, Tawangmangu, 27-28 April 2004. 2003 h: 722-727.