Perubahan Sosial Budaya petani (1)

Perubahan social budaya
1. Pengertian Perubahan Sosial Budaya
Terdapat perbedaan yang mendasar antara perubahan sosial dengan perubahanbudaya.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.
Perubahan sosial meliputi perubahan dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran, dan
penurunan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat sebagai akibat terjadinya arus
urbanisasi dan modernisasi.
Perubahan kebudayaan jauh lebih luas dari perubahan sosial. Perubahanbudaya
menyangkut banyak aspek dalam kehidupan seperti kesenian , ilmu pengetahuan ,
teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi, dan filsafat.
Perubahan social dan perubahan budaya yang terjadi dimasyarakat salingberkaitan.
Tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada
kebudayaan tanpa masyarakat.
2. Sifat Perubahan Sosial
a. Perubahan social terjadi dimana saja dan setiap lapisan masyarakat
b. Perubahan social yang direncanakan dan tidak direncanakan.
c. Perubahan social sering menghasilkan kontroversi, atau perubahan yang terjadi dalam
suatu bidang akan selalu memunculkan bantahan dann konflik dengan paihak lain.
d. Beberapa perubahan memiliki nilai kepentingan lainnya.
3. Faktor yang Mendorong Terjadinya Perubahan Sosial
a. Ketidakpuasan terhadap sesuatu yang ada, sehingga timbul keinginan untuk mencari atau

menciptakan situasi baru yang lebih baik.
b. Timbuknya ketimpangan antara hal-hal yang sekarang ada dan yang seharusnya ada
dimasyarakat.
c. Timbul tekanan dari luar yang mengharuskan individu atau masyarakat untu
menyesuaikan diri dengan masyarakat.
4. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Budaya
a. Perubahan secara lambat dan perubahan secara cepat (dilihat dari waktu)
Perubahan secara lambat = evolusi, yaitu perubahan yang terjadi dalam waktulama.
Ciri-cirinya:
• Memerlukan waktu lama
• Perubahannya kecil
• Perubahan tidak disadari oleh masyarakat
• Tidak diikuti oleh konflik atau menimbulkan kekerasan. Contoh: perubahan mata
pencaharian masyarakat.
Perubahan Secara Cepat = Revolusi, yaitu perubahan yang terjadi dalam waktu sangat
cepat. Ciri-cirinya:
• Membutuhkan waktu singkat
• Perubahannya besar karena menyangkut sendi-sendi pokok kehidupan
• Perubahan disadari/direncanakan
• Seringkali diikuti oleh kekerasan dan menimbulkan konflik. Contoh:

revolusiIndonesia tahun 1945, reformasi Indonesia tahun 1998, revulusi Prancis dan Inggris.
b. Perubahan yang Pengaruhnya Kecil dan Pengaruhnya Besar
Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan yang tidak membawa pengaruh
langsung bagi kehidupan masyarakat. Contoh: Perubahan modepakaian, gaya potongan
rambut, dan sebagainya.
Perubahan yang membawa pengaruh besar adalah perubahan yang membawa pengaruh
langsung terhadap kehidupan masyarakat karena perubahan yang terjadi pada unsur-unsur
sosial budaya masyarakat. Contoh: Industrialisasi membawa pengaruh pada hubungan kerja
, lembaga kemasyarakatan, system pemilikan tanah, pelapisan social, hubungan
kekerabatan, dan lain-lain.
c. Perubahan yang Dikehendaki/Direncanakan dan Perubahan yang Tidak Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki/direncanakan = pembangunan adalah perubahan yang sudah
diperkirakan sebelumnya oleh pihak-pihak tertentu yang ada dalam masyarakat. Perubahan

yang tidak dikehendaki/tidak direncanakan adalah perubahan yang tidak diperkirakan
adalah perubahan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Biasanya perubahan yang tidak
dikehendaki muncul sebagai dampak dari perubahan yang direncanakan.
d. Faktor Pendorong Perubahan Sosial
• Menurut Alvin Betrand; awal dari proses peubahan social adalah komunikasi yaitu
penyampaian ide, gagagsan, nilai, kepercayaan, keyakinan dan sebagainya, dari satu pihak

ke pihak lainnya sehingga dicapai kata kesepahaman.
• Menurut David Mc Clelland: Dorongan untuk perubahan adalah adanya hasrat meraih
prestasi (need for achievement) yang melanda masyarakat.
• Prof. Soerjono Soekarno: Perubahansosial disebabkan oleh faktor intern dalam masyarakat
itu dan faktor ekstern.
Faktor intern antara lain:
1) Bertambah dabn berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
2) Adanya penemuan baru:
• Discovery: Penemuan idea tau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada.
• Invention: Penyempurnaan penemuan baru.
• Innovation/inovasi: Pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan
masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang ada.
Penemuan baru didorong oleh; Kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam
kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.
3) Konflik yang terjadi dalam masyarakat
4) Pemberontakan atau revolusi
Faktor Ekstern antara lain:
1) Perubahan alam
2) Peperangan
3) Pengaruh Kebudayaan lain meliputi difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi

(pembauran antar budaya yang menghasilkan sifat khasnya), Asimilasi (pembauran
antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak
tampak lagi)
4) Ciri perubahan social adalah :
• Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, baik lambat maupun cepat.
• Perubahan yang terjadi pada suatu lembaga kemasyarakatan atan diikuti dengan
perubahan pada lembaga-lembaga social lainnya.
• Perubahan social yang cepat biasanya menimbulkan disintegrasi yangbersifat sementara
karena berada dalam proses penyesuaian diri.
5. Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya
a. Kurangnya hubungan terhadap masyarakat lain, contoh; Suku-suku bangsa yang masih
dipedalaman.
b. Pendidikan yang terbelakang
c. Masyarakat yang bersikap tradisional; mempertahankan tradisi, penguasa yang
konservatif.
d. Adanya kepentingan yang tertanam dengan kuat sekali pada sekelompok orang (vested
interest)
Contoh: Kelompok yang sudah mapan biasanya tidak mengkehendaki terjadinya perubahan
karena takut posisinya terancam, takut hidup susah.
e. Ketakutan akan terjadinya disintegrasi.

f. Prasangka buruk terhadap unsur budaya asing.
g. Hambatan ideologis, contoh; adanya anggapan bahwa suatu perubahanbertentangan
dengan suatu ajaran agama tertentu dan lain lain.
6. Macam-macam Proses Perubahan Sosial Budaya
a. Akulturasi
Akulturasi adalah proses pertemuan unsure-unsur dari berbagai kebudayaan yang bersedia

yang dikuti dengan pencampuran unsur-unsur tersebut. Misalnya proses pencampuran
dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi.
b. Asimilasi
Asimilasi adalah suatu penyesuaian atau peleburan sifat-sifat asli yang dimiliki oleh suatu
masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
c. Difusi
Difusi adalah proses penyebaran atau perembesan suatu unsur budaya kepada orang lain
dan suatu kelompok masyarakat kedalam masyarakat lainnya.
Difusi ada dua yaitu:
• Difusi Primer adalah penyebarluasan unsure-unsur kebudayaan baru dalam masyarakat
asal kebudayaan tersebut.
• Difusi Sekunder adalah proses penyebarluasan unsure-unsur kebudayaan suatu
masyarakat kedalam masyarakat lain.

d. Discovery
e. Invenion
f. Inovasi
perubahan sosial budaya diindonesia #
Setelah melihat konteks tempat diskusi di ORE, diputuskan bahwa ada baiknya
meluaskannya di dalam apa yang disebut sebagai budaya visual. Bagaimanabudaya visual
dan perubahan sosial terkait? Antariksa memberi contoh dengan menggunakan komik-komik
murah yang dia temukan di Ampel, seperti Siksa Neraka, Taman Surga, Pedihnya Siksa
Neraka, Kado buat Anakku Komik Teladan: Kisah 25 Nabi dan Rasul.

Halaman Siksa Neraka yang menggambarkan pelilitan tubuh dengan payudara
“Imajinasinya sungguh-sungguh liar—kalau Anda pernah membaca novel-novel fantastic
Prancis, atau novel fantastis lainnya, saya kira imajinasinya tidak seliar ini. Komik-komik ini
sangat mempengaruhi saya ketika saya kecil. Menciptakan bayangan saya mengenai neraka
dan surga yang abstrak menjadi kurang lebih riil karena disesuaikan dengan apa yang kita
lihat sehari-hari.” Misalnya, kita lihat ada siksaan dalam wujud setrika raksasa di atas
punggung. Kemudian ada juga pesawat. Padahal kita tahu di zaman nabi-nabi belum ada
setrika maupun pesawat.
Mengutip verbatim dari Siksa Neraka, dengan gambaran orang yang diikat tangan kakinya,
“ada sekelompok wanita yang kedua tangan dan kakinya diikat dengan kedua buah dadanya

melilit tubuhnya hingga ke tumit.” Jadi kedua buah dadanya itu membentuk sulur yang
mengikat dirinya, sedang di bawahnya terbentang air mendidih menggelegak siap merebus
mereka. “Itu adalah siksa bagi tante-tante girang, oom senang, para pelucur dan wanita
yang suka menggugurkan kandungannya (aborsi). Di sini alat vital mereka ditusuk dengan
besi panas membara.” Digambarkan betul besi panas membara menusuk alat kelamin

mereka, meskipun konsepsi mengenai tante senang maupun om girang tidak ada dan tidak
pernah ditulis di Quran ataupun di kitab manapun.
Komik ini sebenarnya adalah karya lama yang Antariksa ingat tidak berubah sejak tahun
1970an, kecuali mungkin bahasanya. (Oya, penerbitnya ternyata adalah penerbit
Surabaya…) Produk-produk murahan ini—dijual dengan harga Rp. 2500-3000—adalah salah
satu contoh mengenai bagaimana gagasan kita mengenai agama, mengenai kebenaran,
berkait erat dengan apa yang terjadi di lingkungan sosial kita, dan masuk ke dalam citra
visual.

Kaos polos pun bisa ditelusuri perubahan sosialnya :)
Contoh lain bisa dilihat dari misalnya kaos. T-shirt mulai banyak muncul tahun 1950an garagara James Dean dengan filmnya Rebel without a Cause, yang kemudian dijiplak oleh orangorang kelas menengah atas di Indonesia. Saat itu kaos masih banyak yang polos, karena
sablon baru masuk ke Indonesia tahun 1972. Beberapa pengajar di ISI dan ITB itu mendapat
beasiswa ke Jepang dan di sana mereka belajar teknik grafis mencetak di atas kain, salah
satunya sablon. Ini tidak akan terjadi jika Orde Baru tidak membiarkan investor-investor

asing menanamkan modal dan membuat banyak mahasiswa Indonesia bisa belajar di luar
negeri dengan beasiswa.
Dalam diskusi ini, Antariksa menelusuri perubahan visual dari Perang Diponegoro sebagai
momen yang penting, karena setelah lama berkuasa, tiba-tiba Belanda terancam bangkrut
karena Perang Diponegoro ini. Tanam Paksa kemudian diterapkan untuk memaksa
penanaman beberapa tanaman untuk diekspor. Jika semula persoalan tanah, ekonomi
ditangani oleh negara, sejak Tanam Paksa investor asing, swasta masuk. Ini menandai
swastanisasi, dan masuknya sistem kapitalisasi.

Masuknya Fotografi dan Film
Kemudian, sekitar tahun 1857, fotografi masuk pertama kali ke Indonesia, di Batavia.
Bersama fotografi, tentu saja, masuk juga seluruh gagasan kultur berpose di depan kamera.
Jika kita melihat foto-foto lama sekitar tahun 1857-1870an, di Indonesia, yang di foto
menunjukkan semacam kecanggungan tertentu pada suatu benda baru. Tentu saja kita
perlu mengingat bahwa fotografi zaman itu menggunakan peralatan hampir sebesar meja,
dengan cahaya yang sangat menyilaukan. Jadi kalau kita lihat foto-fotonya para priyayi
Jawa, posenya hampir tidak ada pose tersenyum, tertawa, apalagi pose-pose kita sekarang,
tapi pose menghadapi teknologi baru yang menegangkan. Fotografi ini segera
mempengaruhi meluasnya budaya media massa. Tahun 1900 muncul gambar bergerak yang
disebut gambar idoep.

Sekali lagi ini lebih cepat daripada negara-negara Eropa. Batavia dan Surabaya waktu itu
kurang lebih sekosmopolitan New York, karena seluruh teknologi ajaib yang merubah abad
gelap, betul-betul terjadi di Surabaya dan Jakarta. Berbarengan dengan itu, setelah kita
dipaksa menanam kopi, tebu, dan rempah-rempah tertentu, mulai muncul juga Politik Etis,
yang secara resmi disahkan di 1901 oleh Wilhelmina. Timbul kesadaran di sekelompok kecil
orang Eropa untuk membalas budi, terutama dengan pendidikan (meskipun hanya meliputi
sebagian kecil pribumi, yakni priyayi keturunan dan priyayi profesional).
Bangkitnya kesadaran ini juga membangkitkan hasrat untuk mengontrol, termasuk
mengontrol isi gambar idoep dan fotografi. Dari sini, kita bisa melihat bagaimana
kepentingan-kepentingan penjajah untuk mempertahankan kekuasaannya berkaitan erat
dengan budaya massa. Sebagai contoh, peraturan sensor yang muncul di awal abad 20
mengkategorikan hal-hal yang tidak “tertib” sebagai kelompok “liar”. Ordonansi bioskop
1916, kalau dicermati isinya, selisihnya sedikit sekali dengan Undang-undang Perfilman
sekarang. Isinya kurang lebih sama. Hanya ada perubahan sedikit saja. Dunia sudah
berubah, tapi cara berpikir kita tidak berubah!
Bioskop muncul pertama kali tahun 1903, menggantikan fungsi dari pusat-pusat
kebudayaan harmoni dan societeit. Societeit itu tempat di mana kita mengenal budayabudaya Eropa seperti cara makan yang benar, cara dansa, dan juga jual beli lukisan. Jadi
balai lelang itu awalnya ada di societeit, yang terbatas hanya pada golongan tertentu.

Bioskop kemudian menggantikansocieteitdengan menghapuskan sekat priyayi dan orang

biasa. Jadi, budayaBarat yang semula hanya bisa diakses oleh golongan atas, kini bisa
diakses orang biasa. Ini yang menarik. Tiketnya waktu itu tidak murah, tapi kurang lebih
sama dengan sekali makan—sama dengan harga sepiring nasi yang cukup baik. Jadi itu
tidak murah, tapi cukup terjangkau.
Film pertama yang diputar di Kebon Jahe, adalah perjalanan Ratu Belanda naik kereta
kerajaan dari istananya. Bioskop menawarkan akses ke modernitas, ke dunia gemerlap.
Banyak pula kegiatan-kegiatan di luar bioskop, karena banyak orang berkerumun di sekitar
gedung bioskop, dan ada banyak kasus kriminal—copet, berantem, bunuh-bunuhan,
dsb. Sehingga sekitar tahun 1907, mulai dibuat peraturan kelas, kelas I, II, dan kelas III yang
juga disebut kelas kambing. Disebut kelas kambing untuk mengejek orang-orang Islam yang
berjenggot, dan juga karena mereka ribut (seperti kambing). Kita bisa lihat adanya
penggolongan kelas dalam mengakses budaya visual, bahkan dalam peraturan yang baku.
Nah, ketika film-film Hollywood mulai masuk ke Indonesia, ada film-film koboi, ciuman, ini
kemudian mulai disensor oleh Belanda untuk menjaga citra kulit putih. Selain itu, pada
tahun-tahun itu sudah ada kompetisi antara industri-industri film Hollywood dan film-film
Eropa.

Pelita, cahja dan modernitas
Kalau kita melihat gambar-gambar iklan zaman itu, kerlip-kerlip dan kilatan cahaya menjadi
citra modernitas. Jadi, koran-koran Indonesia zaman itu dipenuhi dengan citra cahaya,

terang, dari iklan Philips hingga bedak Purol. Cahaya menjadi lambang modernitas. Dalam
novel Marco Kartodikromo,Student Hidjo, citra yang digambarkan seringkali menggunakan
kata-katapelita, cahja, terang. Hiburan berpacaran digambarkan dengan minum limun,
menonton bioskop, menonton di alun-alun yang terang. Lantas, ada satu buku pelajaran
bahasa Belanda, dengan sampul seorang ibu memakai kebaya kurang lebih seperti Kartini,
berjalan menuju puncak pyramid di mana puncak pyramid ada cahayanya. Kurang lebih,
pencitraannya seperti itu.

Kekosongan dalam sejarah Seni Rupa Indonesia
Berbeda dengan dunia applied art yang dijabarkan di atas, di seni rupa situasinya tidak
begitu berbuah. Raden Saleh yang terlahir 1811 (sesuai dengan penelitian Werner Kraus), ini
penting karena dia orang pribumi pertama yang dididik menggambar secara Barat. Ciri seni
rupa barat, adalah penggunaan perspektif (meskipun sekarang pendapat ini juga mulai
diperdebatkan). Raden Saleh sempat ke Eropa, belajar di Belanda, Prancis dan Jerman.
Raden Saleh saat itu adalah seniman yang sangat kosmopolitan, dan menerima banyak
pesanan dari patron-patron seni rupa Barat. Nah, tapi ada periode sejarah yang
kosong/gelap (belum kita ketahui) antara kematian Raden Saleh, 1880, hingga lahirnya
Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia), 1938. Satu pertanyaan memicu penjelasan lebih
panjangan mengenai Raden Saleh sebagai orang Eropa yang lahir di dan berdarah Jawa.
Lukisan Perang Diponegoro, yang katanya berada dalam ruang kerja SBY, dan menunjukkan
kemarahan Diponegoro, seringkali digunakan untuk menunjukkan nasionalisme Raden
Saleh.
Tapi menariknya gagasan ini tidak terungkap pada tindak tanduknya. Raden Saleh
menghabiskan hampir seluruh karir profesionalnya di Eropa. Dalam kebudayaan dan gaya
hidupnya, dia sudah bukan lagi kelas menengah, tapi sudah kelas raja-raja. Raden Saleh
memang berjasa sekali menyusun pengetahuan-pengetahuan mengenai Jawa, tapi ini
semuanya dia serahkan kepada lembaga pengetahuan Belanda, sehingga naskah-naskah ini
kini tidak lagi kita miliki. Kalau kita baca di bukunya Peter Carey, ada sekian naskah-naskah,
senjata-senjata Jawa, yang dia serahkan ke Belanda, agar Raden Saleh bisa mendapatkan
beasiswa. Perlu diingat juga, kalaupun Raden Saleh seorang radikal, nasionalisme yang yang
dia bayangkan pada zamannya kemungkinan besar adalah nasionalisme Jawa, bukan Hindia.
Selain itu, kebiasaan melukis dan menggantung lukisan di tembok, saat itu belum menjadi

suatu yang familiar di Hindia. Menariknya, dulu LEKRA memiliki kebijakan membuat posterposter lukisan pelukis top Indonesia dengan harga murah. Sekarang ini kita mungkin hanya
tahu nama-nama pelukis Indonesia, tapi tidak familiar dengan karyanya, karena kurangnya
reproduksi dan akses pada lukisan-lukisan Indonesia.
Pada tahun 1900an, muncul Asosiasi Seni dan Pengetahuan Hindia (sekarang menjadi LIPI)
yang mendidik seniman pribumi menggambar sketsa untuk menemani pegawai pemerintah
ke pelosok daerah. (Salah satu yang dilatih di sini adalah bapak-anak Basoeki Abdoellah.)
Terciptanya apa yang kita kenal sebagai Mooi Indie (Hindia yang molek) itu lahir pada
periode ini. Karena memang waktu itu, seni lukis lahir dari kebutuhan untuk memotret alam.
Ini juga terjadi di film (seperti Loetoeng Kasaroeng), novel-novel awal Balai Pustaka,
fotografi yang diawali oleh Kassian Chepas (lahir 1845), fotografer resmi kraton Yogyakarta,
dan sebagainya. Jadi, kesenian berawal dari kepentingan “ilmu pengetahuan” kolonial untuk
memotret bangsa jajahan dengan mendokumentasikan—menginventarisasi—kekayaan
Indonesia. Salah satunya juga untuk pariwisata dan menarik orang luar untuk datang ke
Indonesia. Hal ini lah yang kemudian dilawan oleh Sudjojono. Menurutnya, seni gambar
Indonesia harus memotret yang kotor, dan menggambar dengan cara Indonesia. Ini juga
diterapkan pada mural.

Gelanggang dan LEKRA
Gelanggang muncul sekitar tahun 1950an dengan memegang pedoman bahwa merereka
adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia. Mereka tidak mau memperlakukan tradisi
sebagai sesuatu yang dilap-lap. Mereka menggambar, menulis novel, membuat film atau
foto, tidak lagi peduli apakah itu Indonesia, Barat atau Timur. Karena kesenian menurut
mereka tidak bisa disekat-sekat. Tradisi bukan suatu yang suci—mereka percaya kreatifitas
melampaui tradisi dan modernitas. Tahun 50 juga berdiri LEKRA, Lembaga Kebudayaan
Rakyat, yang berpegang pada prinsip yang sama dengan Gelanggang, tapi mereka juga
berpandangan bahwa seni harus berpihak pada rakyat. Dalam perkembangannya, LEKRA
cenderung anti Barat, dan cenderung dekat dengan PKI dan Sukarno karena kemiripan
ideologi anti-imperialisme.
Salah satu wujud anti-imperialisme Sukarno adalah dengan pelarangan musikngak-ngikngok. Juga pada waktu itu adalah pelarangan segala sesuatu yang berbau barat. Di
Bandung, ada razia rambut gondrong. Beberapa anak muda berambut gondrong dibawa ke
tukang cukur. Koes Plus dipenjara. Di beberapa daerah, seperti Madiun dan Solo, beberapa
organ-organ pemuda rakyat bahkan membakari bioskop-bioskop yang memutar film-film
Barat. Dibentuk pula Panitia Pemboikotan Film-film Imperialis. Meskipun ini tidak
menghalangi Sukarno untuk berkunjung ke Hollywood dan bertemu dengan Marilyn Monroe.
Kita membayanghkan hal-hal ini selesai setelah Sukarno jatuh. Tapi tidak begitu
kenyataannya. Tahun 1973, ada kasus pembunuhan, dan yang dituduh adalah geng
berambut gondrong. Kemudian, ada juga pembunuhan orang-orang bertato oleh Petrus
(Penembak Misterius) sebagai operasi preman yang marak di tahun 1980an. Mayatmayatnya kemudian digeletakkan di tempat umum sebagai shock therapy. Sekarang ini
tato menjadi simbol keren, tapi dulu tidak ada orang berani bertato. Tato dulu identik
dengan kriminalitas.

Lagu cengeng
Lagu cengeng pun sempat dilarang, termasuk seluruh simbolisasinya. Gambar-gambar dan
poster-poster lagu pop sempat menghilang dari pasaran. Argumennya, adalah karena dalam
kondisi patah semangat dan cengeng, sulit untuk mengajak orang bekerja keras. Tapi kalau
kita melihat konteks zaman itu, sebenarnya, pada tahun 1970an, Indonesia menjadi negara
yang sangat kaya karena minyak. Pada tahun 1988, tiba-tiba krisis, harga minyak turun.
Kalau kita lihat lagi lebih jauh, pada zaman-zaman ini, mulai giat dikembangkan programprogram UKM untuk menggiatkan ekonomi.

Ini kemudian sedikit banyak mendorong pelarangan lagu-lagu cengeng. Di zaman sekarang,
kita melihat hal-hal ini bermunculan lagi. Patung koleksi Sukarno ditutupi karena dianggap
tidak mencerminkan nilai Timur. Sebagaimana kita lihat, gagasan kita tentang hubungan
baik dan buruk dengan gambar, terus menerus berubah, dan sangat terikat
dengan perubahan sosialpolitik.
Tapi kita juga melihat bagaimana gagasan kita tentang moral, dalam beberapa hal juga
tidak berubah. Kita selalu khawatir kalau kita melihat orang telanjang, orang ciuman.
Meskipun sudah ribuan tahun kita hidup dengan hal-hal seperti ini. Menurut Antariksa, saat
ini kita seperti sedang kembali ke awal 1900an. Setelah Reformasi, kita sempat merasakan
euphoria di mana kita boleh melakukan apapun. Tapi 14 tahun setelahnya, kita kembali
memasuki era di mana apa-apa mulai dilarang kembali. Mulai banyak muncul ketakutanketakutan pada hal-hal baru. Ini adalah periode yang genting, di mana kalau kita tidak hatihati, ini bisa berdampak pada kita juga. Sekarang kita masih bisa tertawa melihat patung
ditutupi di luar kota. Cepat atau lambat, itu bisa terjadi di Surabaya, dalam bentuk lunak
maupun keras.