KUALITAS MUTU MENURUT 3 AHLI MANAJEMEN

KUALITAS MUTU BERDASARKAN DEMING, JURAN, DAN CROSBY
Abdul Haris Harahap
167007048
Magister Manajemen
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
abharishrp@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbedaan pendapat dari 3 ahli manajemen mutu lebih disebabkan oleh batasan
mereka tentang mutu yang berimplikasi pada tanggungjawab, standar motivasi, pendekatan,
struktur, pengendalian, perbaikan, kerjasama, biaya dan penilaian.
Mutu menurut Deming adalah suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman
dan ketergantungan pada biaya yang rendah sesuai pasar.
Juran mengatakan mutu adalah kemampuan untuk digunakan dan menurut Crosby
mutu adalah sesuatu produk yang sesuai dengan persyaratan.
Deming lebih fokus pada kemampuan pasar, sehingga lebih menekankan pada aspek
biaya produksi yang rendah dengan kualitas barang yang bermutu dengan harapan dapat
diminati dan terjangkau oleh oleh pasar. Hal inilah yang terjadi di Jepang saat ini. Barangbarang produksi Jepang bersifat kompetitif dan dijual lebih murah untuk merebut pasar,
sementara mutu barang produksi Jepang sangat tinggi terutama dalam bidang otomotif dan
elektronika. Itu sebabnya Deming dikenal di Jepang sebagai bapak Total Quality

Management (TQM).
Juran lebih memumpun pada aspek kemampuan untuk digunakan. Orientasi Juran
adalah pada kemampuan pasar untuk menggunakan barang-barang produk. Ukuran mutu bagi
juran adalah apakah pasar mampu menggunakan barang hasil produk atau tidak. Jika tidak
dapat digunakan oleh pasar maka barang produksi itu oleh Juran dianggap tidak berkualitas.
Pendapat Juran ini banyak digunakan oleh Taiwan, Korea, Cina, India yang produksi barang
dan jasanya beredar di seluruh dunia tentu juga dengan harga yang relatif murah.
Crosby lebih memumpun pada persyaratan yang wajib dipenuhi oleh barang produksi.
Apakah barang produksi, nyaman, dapat digunakan dengan mudah, tahan lama, indah dan
sebagainya. Untuk jelasnya diuraikan pandangan ketiga ahli tersebut.

BAB II
ISI
2.1

Pandangan Para Ahli

a.

W. Edwards Deming

Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan Total Quality

Management. Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang,
yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian
proses statistic (Statistical proses control). Atas jasa yang besar bagi industri Jepang, maka
setiap tahun diberikan penghargaan bernama Deming Prize kepada setiap perusahaan yang
berprestasi dalam hal kualitas. Deming prize sendiri terbagi dalam dua kategori, yaitu Hadiah
Deming bagi Individual yang berjasa dalam pengendalian kualitas dan metode statisitika
jepang serta Deming Application Prize yang diberikan kepada perusahaan yang
melaksanakan dengan baik pengendalian kualitas perusahaannya dan pengendalian mutu
statistiknya.
Deming menganjurkan penggunaan SPC (yang dikembangkan pertama kali oleh
Shewhart) agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematik dan penyebab khusus
dalam menangani kualitas. Ia berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu
fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan industri.
Kontribusi utama yang membuatnya terkenal adalah Deming Cycle, Deming Fourteen
Points, dan Seven Deadly Diseases.
1) Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara produksi suatu
produk dengan kebutuhan pelanggan, dan memfokuskan sumber daya semua departemen

(riset, desain, produksi, pemasaran) dalam suatu usaha kerja sama untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Tahap-tahap dalam Siklus Deming terdiri dari:
a) Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya da-lam perencanaan produk
(Plan).
b) Menghasilkan produk (do)
c) Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (Check).
d) Memasarkan produk tersebut (act).
e) Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pa-sar dalam hal kualitas, biaya,
dan criteria lainnya (analyze).

2) Empat Belas Point Deming (Deming’s Fourteen Points)
Empat belas point Deming ini merupakan ringkasan dari keseluruhan pandangan W.
Edwards Deming terhadap apa yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melakukan
transisi positif dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis berkualitas tingkat
dunia. Berikut ini adalah ringkasan dari keempat belas point Deming:
a) Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan jasa, dengan maksud
untuk menjadi lebih dapat bersaing, tetap berada dalam bisnis, dan untuk
menciptakan lapangan kerja.
b) Adopsilah Falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru dan

siap menghadapi tan-tangan, belajar bertanggung jawab, dan mengambil alih
kepemimpinan guna menghadapi perubahan.
c) Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam memben-tuk mutu produk. Bentuklah
mutu sejak dari awal.
d) Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawar-an yang rendah.
e) Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa, untuk
menignkatkan kualitas dan produktivitas, yang pada gilirannya secara konstan
menurukna biaya.
f) Lembagakan on the job training.
g) Lembagakan kepemimpinan. Tujuan dari kepemimpinan haruslah untuk membantu
orang dan teknologi dapat bekerja dengan lebih baik.
h) Hapuslah rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif.
i) Hilangkan dinding pemisah antar departemen sehingga orang dapat bekerja sebagai
suatu team.
j) Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja. Hal-hal tersebut dapat
menciptakan permusuhan.
k) Hilangkan kuota
kepemimpinan.

dan


manajemen

bersadarkan

sasaran.

Gantikan

dengan

l) Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggan karyawan atas keahliannya.
m) Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
n) Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
mengerjakannya.
3) Deming’s Seven Deadly Diseases
Deming’s Seven Deadly Diseases ini merupakan ringkas-an dari pandangan Deming
terhadap faktor-faktor yang dapat merintangi transformsi menuju kemajuan bisnis berkualitas
tingkat dunia. Ketujuh faktor tersebut yaitu:


a) Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk dan jasa yang memiliki pasar
yang cukup untuk dapat mempertahankan perusahaan dalam bisnis dan menyediakan
lapangan kerja.
b) Penekanan pada laba jangka pendek; pemikiran jangka pendek yang didorong oleh
ketakutan akan usaha-usaha pengambilalihan dan tekanan dari bankir dan pemilik
saham untuk menghgasilkan dividen.
c) Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen berdasarkan sasaran
tanpa menyediakan metode-metode atau sumber daya untuk mencapai sasaran
tersebut. Evaluasi prestasi, merit ratings, dan penilaian tahunan merupakan bagian
dari penyakit ini.
d) Job hopping oleh para manajer.
e) Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam pengambilan keputusan,
hanya memberikan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak sama sekali terhadap apa
yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
f) Biaya medis yang terlalu berlebihan.
g) Biaya hutang yang berlebihan, yang dikarenakan para pengacara yang bekerja
berdasarkan tariff kontingensi.
B.

Joseph M. Juran

Juran yang memiliki 2 gelar kesarjanaan (teknik dan hukum) ini merupakan pendiri

dari Juran Institute,Inc. Di Wilton, Connecticut. Institute ini bergerak dalam bidang pelatihan,
penelitian, dan konsultasi manajemen kualitas.
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/ sesuai untuk digunakan (fitness for use),
yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang
diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5
dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field
use.
Juran pernah mendapat penghargaan dari Kaisar Jepang berupa medali Order of the
Sacred Treasure atas usahanya dalam mengembangkan kualitas diu Jepang dan membina
pesahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat. Kontribusi Juran yang paling terkenal antara
lain Juran’s Three basic Steps to Progress, Juran’s Ten Steps to Quality Improvement, The
pareto Principle, dan The Juran Trilogy. Selain itu Juran juga mengembangkan konsep
Managing Business Process Quality, yang merupakan suatu teknik untuk melaksanakan
penyempurnaan kualitas secara fungsional silang (cross-functional).

1)

Juran’s Three Steps to progress

Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus diambil

perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Juran juga yakin bahwa ada
titik diminishing return dalam hubungan antara kualitas dan daya saing. Ketiga langkah
tersebut teridiri dari:
a) Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambung-an yang dikombinasikan
dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
b) Mengadakan program pelatihan secara luas.
c) Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
2)

Juran’s Ten Steps to Quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran meliputi:
a) Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
melakukan perbaikan.
b) Menetapkan tujuan perbaikan.
c) Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d) Menyediakan pelatihan.
e) Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
f) Melaporkan perkembangan.

g) Memberikan penghargaan.
h) Mengkomunikasi hasil-hasil.
i) Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
j) Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam system regular
perusahaan.

3)

The Pareto Principle
Juran menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam

manajemen. Prinsip ini kadang kala disebut pula kaidah 80/20, yang bunyinya “80% of the
trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan
energinya pada penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (Vital few sources) yang
menyebabkan sebagian besar masalah. Baik Juran maupun Deming yakin bahwa sistem yang
dikendalikan oleh manajemen merupakan sistem dimana sebagian besar masalah terjadi.

4)

The Juran Trilogy

The Juran Trilogy merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama.

Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut:
a) Perencanaan Kualitas. Perencanaan kualitas meliputi pe-ngembangan produk,
system, dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan
pelanggan. langkah-langkah yang dibutuhkan untuk itu adalah:
(1) Menentukan siapa yang menjadi pelangan.
(2) Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan.
(3) Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan.
(4) Mengembangkan system dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghsilkan keistimewaan tersebut.
(5) Menyebarkan rencana kepada level operasional.
b) Pengendalian Kualitas. Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah berikut:
(1) Menilai kinerja kualitas aktual.
(2) Membandingkan kinerj dengan tujuan.
(3) Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
c) Perbaikan Kualitas. Perbaikan kualitas harus dilakukan secara ongoing dan terusmenerus. Langakh-langkah yang dapat dilaku-kan adalah:
(1) Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas
setiap tahun.

(2) Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek
perbaikan.
(3) Membentuk suatu tim-tim tersebut apa yang mereka bu-tuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guna menentu-kan sumber penyebab utama, memberikan
solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang
diperoleh.
C.

Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan, yang

menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistik (aceptable quality level). Ia
juga dikenal dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Foruteen Steps to Quality Improvement.
Pandangan-pandangan Crosby dirangkumkan dalam ringkasan yang ia sebut sebagai
Dalil-dalil manajemen Kualitas. Dalil-dalil in dikemukakan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan pokok berikut:

 Apa yang dimaksud dengan kualitas?
 Sistem seperti apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas?
 Standar kinerja bagaimana yang harus digunakan?
 Sistem pengukuran seperti apa yang dibutuhkan?
Dalil pertama: Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan Dulu kualitas
diterjemahkan sebagai tingkat kebagus-an atau kebaikan (gooddness). Definis ini memiliki
kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara spesifik baik/bagus itu bagaimana. Misalnya
Shandy menginginkan sepeda motor yang bagus. Ini sangatlah subjektif. Bagus itu seperti
apa. Apakah kriterianya? Bagaimana kecepatannya? Modelnya yang sportif? Hemat BBM?
Suku cadang yang mudah didapat? Yang tidak cepat rusak? Semuanya ini tidak jelas?
Definisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratannya
(conformance to requirements). Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka semua produk
atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu dapat berubah sesuai dengan keinginan
pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar
atau persaingan.
Dalil kedua: sistem kualitas adalah pencegahan: Pada masa lalu sistem kualitas adalah
penilaian (appraisal). Misalnya dipabrik TV, pada akhir proses dinyatakan apakah TV yang
dihasilkan tergolong buruk atau bagus. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila
baik maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan bila buruk akan disingkirkan.
Penilaian seperti ini tidak menyelesaiakan masalah, karena yang buruk akan selalu ada.
Mengapa tidak dilakuak pencegahan sejak awal sehingga outputnya dijamin bagus serta
hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita
menemukan suatu kesalahan di awal proses kedua, maka biayanya menjdi 10 rupiah.
Diketemukan di proses berikutnya lagi biayanya menjadi 100 rupiah. Jadi sistem kualitas
menurut Crosby merupakan pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada input dan output. Di dalam proses kerja internal sendiri
ada 4 kendali input dimana proses pencegahan dapat dilakukan, yaitu:
 Fasilitas dan perlengkapan.
 Pelatihan dan pengetahuan.
 Prosedur, pedoman/ manual operasi standar, dan pedo-man standar kualitas.
 Standar kinerja/ prestasi.

Dalil ketiga: kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan.
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep yang mendekati (close enough),
misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen. Tetapi coba dihitung berapa besarnya
inefisiensi 5 persen dikalikan penjualan. Bila diukur dalam rupiah maka baru disadari besar
sekali nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai presentase, sehingga Crosby mengajukan
konsep kerusakan nol yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan melakukan sesuatu
secara bener semenjak pertama kali dan setiap kali.
Dalil keempat: ukuran kualitas adalah price of non conformance
Kualitas harus merupakan sesuatu yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan
kualitas juga harus terukur. Menurut Crosby, biaya mutu merupakan penjumlahan
antara Price of non Conformance dan price of Conformance.
Price of non Conformance(PONC) adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas
dilakukan karena melakukan kesalahan. Contohnya ketika terjadi salah kirim kertas ke
Jakarta ke Jogjakarta. Pelanggan meminta kertas CD tetapi dikirim kertas HVS. Misalnya
tidak ada yang mau menerima kertas HVS, maka biaya angkut Jakarta-Jogjakarta, sewa
gudang, biaya administrasi, biaya lain serta kemungkinan kerugian penjualan ditanggung oleh
produsen. Dengan konsep zero defect, diharapkan PONC ini tidak ada sehingga dapat
menurunkan biaya kualitas.
Price of Conformance (POC) adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas dilakukan
secara benar semenjak pertama kalinya. Untuk keperluan ini dibutuhkan konfirmasi
persyaratan dari para pelanggan. Sebelum pengiriman, DO-nya diperiksa apakah benar yang
dikirim kertas CD? Truknya juga diperiksa, apa betul yang dimuat kertas CD? Ekspedisi
dicek, apa betul truk menuju ke Jogjakarta? Dari semua langkah berapa biayanya.
Kesemuanya merupakan POC. Dalam praktik sehari-hari POC mencakup biaya pelatihan dan
pendidikan kualitas, inspeksi dan kalibrasi.
1)

Crosby’s Quality Vaccine

Crosby’s Quality Vaccine terdiri atas tiga unsur, yaitu Determinasi (Determination),
Pendidikan (Education), dan Pelaksanaan (Implementation). Determinasi adalah suatu sikap
dari manajemen untuk tidak menerima proses, produk atau jasa yang tidak memenuhi
persyaratan, seperti reject, scrap,lead delivey, wrong shipment, dan lain-lain.

Menurut Crosby, setiap perusahaan harus divaksinasi agar memiliki antibodi untuk
melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non-confronmances). Ketidaksesuaan ini
merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi,
suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yaitu:
a) Integritas
CEO (Cheif Executive Officer) harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima
apa yang telah dijanjikan,seperti kualitas produk/jasa, kualitas penyampaian, keamanan
dan lain-lain. COO (Chief Operating Officer) harus memiliki pemikiran bahwa kualitas di
atas segala-galanya.
b) Sistem
Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk
menjamin kualitas. Untuk itu diperlukan pendidikan kualitas yang merupakan proses
untuk membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama dalam kualitas dan mengerti
peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas.
c) Komunikasi
Setelah memiliki bahasa yang sama, maka komunikasi akan lebih mudah
terjalin. Komunikasi disini adalah proses mengirim dan menerima informasi mengenai
kualitas dan mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi mengenai usaha
peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh karyawan.
d) Operasi
Operasi dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga agar
tetap berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan mendidika pemasok agar mengirim rpoduk
dan jasa sesuai dengan persyaratan. Selain itu prosedur, produk dan sistem dikualifikasi
dan dibuktikan sebelum pelaksanaan dan diuii secara terus-menerus.
e) Kebijakan
Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan pengarahan dari manajemen yang
memperjelas dimana mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas. Kebijakan
harus jelas dan tidak ragu-ragu.

2) Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement
Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby terdiri dari:
a) Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka
panjang.
b) Membentuk tim kualitas antar departemen.
c) Mengindetifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial.
d) Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai alat
manajemen.
e) Meningkatkan kesadaran akan koalitas dan komitmen pribadi pada semua karyawan.
f) Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang telah
diidentifikasi.
g) Mengadakan program zero defects.
h) Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalamprogram kualitas tersebut.
i) mengadakan Zero Defects Day untuk meyakinkan seluruh karywan agar sadar akan
adanya arah baru.
j) Mendorng individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim.
k) Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa hambatanhambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan kualitas.
l) Mengakui/ menerima para karyawan yang berpartisipasi.
m) Membentuk Dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terusmenerus.
n) Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas dalah proses yang tidak
pernah berakhir.

BAB III
KESIMPULAN
Pada bagian diatas telah diuraikan beberapa pemikiran dari tiga pakar kualitas. Ada
sejumlah kesamaan yang dikemukakan oleh ketiga pakar tersebut, yaitu:
1. Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci untuk melaksanakan perbaikan kualitas.
2. Ketelibtan dan kepemimpinan manajemen puncak sangat penting dan esensial dalam
menciptakan komitmen dan budaya kualitas.
3. Program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh/ pihak dalam organisasi dan
merupakan komitmen jangka panjang. Untuk itu dibutuhkan pula pendidikan dan
pelatihan.
4. Kualitas merupakan faktor primer, sementara scheduling merupakan faktor sekunder.

1. Definisi Kualitas
2. Tingkat tanggung
jawab
manajemen
senior
3. Standar prestasi/
motivasi
4. Pendekatan
umum
5. Struktur
6. Pengendalian
proses statistik
(statistic proses
control)
7. Basis Perbaikan.
8. Kerja sama tim
9. Biaya Kualitas
10. Pembelian dan
barang yang
diterima
11. Penilaian
pemasok
12. Hanya satu
Sourcing of
supply

Perbandingan Pandangan Akan Kualitas
Deming
Juran
Suatu tingkat yang
Kemampuan untuk
dapat diprediksi dari digunakan (Fitness
keseragaman dan
of use)
ketergantungan pada Kurang dari 20%
biaya yang rendah
masalah kualitas
dan sesuai dengan
karena kinerja
pasar
Menghindari
Bertanggung jawab kampanye untuk
94% atas masalah
melakukan
kualitas
pekerjaan yang
Kualitas memiliki
sempurna
banyak skala,
Pendekatan
sehingga perlu
manajemen umum
digunakan statistik
terhadap kualitas,
untuk mengukur
khususnya unsur
prestasi pada semua manusia
bidang; kerusakan
10 langkah
nol sangat penting
perbaikan kualitas
Mengurangi
Merekomendasi
keanekaragaman
SPC akan tetapi
dengan berbaikan
memperingatkan
berkesinambungan
bahwa SPC dapat
dan menghentikan
mengakibatkan
inspeksi massa
Total Driven
14 butir untuk
Approach
manajemen
Pendekatan
Metode statistik
kelompok proyekuntuk pengendalian proyek; menetapkan
khusus harus
tujuan
digunakan
Pendekatan tim dan

Crosby
Sesuai dengan
persyaratan.
Bertanggung jawab
untuk kualitas
Kerusakan nol (zero
defects).
Pencegahan,
bukanlah inspeksi.
14 langkah
perbaikan kualitas
Menolak tingkat
kualitas yang dapat
diterima secara
statistik
Suatu proses,
bukanlah suatu
program, tujuan
perbaikan.
Kelompok
perbaikan kualitas
dan Dewan Kualitas
Cost of
noncomformance,
Quality is free.
Nyatakan
persyaratan;
pemasok adalah
perluasan.

Secara terusmenerus
mengurangi
penyimpangan;
menghilangkan
tujuan tanpa metode
Partisipasi karyawan
dalam pengambilan
keputusan dan
memecahkan
kendala antar
departemen
Tidak ada optimum
perbaikan terusmenerus
Inspeksi terlalu
terlambat;
menggunakan
tingkat kualitas
yang dapat diterima
Tidak, kritikal dari
kebanyakan sistem
Ya

gugus kendali mutu
Quality is not
free,terdapat suatu
optimum
Msalah pembelian
merupakan hal yang
rumit sehingga
diperlukan survey
formal
Ya, akan tetapi
membantu pemasok
memperbaiki
Tidak, dapat
diabaikan untuk
meningkatkan daya
saing

DAFTAR PUSTAKA
Crosby, P.B, (1986), Quality is Free, The Art Of making Quality Certain, New York, McGraw-Hill Book Co
Deming W.Edwards, (1986), Out Of The Crisis, Cambridge University Press
Juran M. Joseph (1989), Juran on Quality By Design, New York, McMillan Company
Oakland, J.S. (1989), Total Quality Management. London: Heinemann professional
Publishing Ltd,