Makalah Kebijakan Pendidikan dalam ujian

MATA KULIAH ADMINISTRASI DAN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN
“Kebijakan Pendidikan Dalam Ujian Nasional”

Disusun Oleh :
Mutrilgandi

Dosen Pengampu :
1.
2.

Dr. Edi Harapan, M.Pd
Dr. H. Tobari, M.Si

PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2018

1


BAB I
PENDAHULUAN
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sector swasta, serta individu.kebijakan pendidikan dan kebijakan
ekonomi merupakan bagian dari ranah kebijakan pemerintah.
Kebijakan pendidikan sering disebut dengan istilah perencanaan
pedidikan (educational planning) atau rencana induk tentang pendidikan (master
plan

of

education),

pengaturan

pendidikan

(educational


regulation),

kebijaksanaan tentang pendidikan (policy of education). Menurut Riant Nugroho,
2008:37) kebijakan pendidikan sebagai bagian dari kebijakan public dibidang
pendidikan. Dengan demikian kebijakan pendidikan harus sebangun dengan
dengan kebijakan public dimana konteks kebijakan public secara umum yaitu
kebijakan pembangunan maka kebijakan pendidikan merupakan bagian dari
kebijakan public.Kebijakan pendidikan di pahami sebagai kebijakan dibidang
pendidikan menjadi bagian dari tujuan pembangunan Negara bangsa secara
keseluruhan.Jadi pengertian kebijakan pendidikan merupakan suatu sikap dan
tindakan yang diambil seseorang atau dengan kesepakatan kelompok membuat
kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi masalah atau persoalan dalam dunia
pendidikan. Tujuan dari pendidikan nasional itu sendiri juga diatur berdasarkan
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II
pasal

4 dikemukakan: “ Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu

manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan , sehat jasmani dan
rohani , kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Kebijakan ekonomi adalah mengacu pada tindakan sebuah kebijakan
pemerintah dalam mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi,
Kebijakan ini dapat pula mencakup didalamnya sistem untuk menetapkan sistem
perpajakan, suku bunga dan anggaran pemerintah serta pasar tenaga kerja,
kepemilikan nasional dan otonomi.

2

BAB II
KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL
1. Ranah Kebijakan Pendidikan
a. Ujian Nasional
Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi
lulusan pada mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu
pada Standar Kompetensi Lulusan sesuai dengan apa yang telah diatur
dalam Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian

Nasional yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Komponen biaya untuk pelaksanaan UN meliputi biaya persiapan dan
pelaksanaan ditingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan satuan
pendidikan.Biaya

dan

pelaksanaan

UN

menjadi

tanggung

jawab

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Biaya pelaksanaan UN di
satuan pendidikan dianggarkan melalui dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) baik Kementrian Pendidikan dan kebudayaan maupun di

Kementrian Agama.
Menurut Chairunnisa (2016:290-291) Penerapan Ujian Nasional
sebagai salah satu resep peningkatan mutu pendidikan sesungguhnya
mencerminkan sebuah kebijakan yang tidak didasarkan pada akar
permasalahan pendidikan yang sebenarnya. Problem utama merosotnya
mutu pendidikan sebenarnya tidak disebabkan oleh lemahnya sistem
evaluasi dan kurikulum, akan tetapi terletak pada rendahnya kualitas guru
secara umum dan tidak meratanya persebaran guru-guru professional.
Kebijakan Ujian nasional telah mengaburkan hakikat pendidikan bermutu,
karena parameter kebermutuan pendidikan tidak lagi didasarkan pada
kebermaknaan peran individu didalam kehidupan masyarakat, melainkan
didasarkan pada sejauh mana peserta didik mampu menjawab sederetan
soal di dalam UN.Selain itu kebijakan UN juga tidak lagi berpihak pada
kepentingan

siswa

tetapi

lebih


banyak

mendukung

kepentingan

kekuasaan, karena hasil UN setidaknya bisa menjadi alat legimitasi
pemerintah untuk mengklaim peningkatan tersendiri bagi pemerintah di
mata dunia Internasional.
3

b. Kualitas Pendidikan
Kualitas dapat diartikan seberapa jauh barang atau jasa dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan sesuai atau melampaui
harapan pelanggan (Chairunnisa, 2016:289). Dalam mewujudkan mutu
pendidikan terdapat komponen-komponen yang harus ada dalam upaya
untuk mewujudkan mutu, beberapa komponen mutu tersebut adalah:
1) Kepemimpinan yang berorientasi pada mutu, dalam hal ini adalah:
manajer


puncak

(Rektor,

Kepala

Sekolah)

berperan

sebagai

penasihat, guru dan pimpinan.
2) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), adalah: merupakan ketrampilan
dan kemampuan pegawai/staf Tata Usaha Sekolah dan guru secara
terus menerus di upgrade/dipebaiki melalui pendidikan dan pelatihan
(Diklat).
3) Struktur


pendukung

dalam

hal

ini

adalah:

Manajer

Puncak

(Rektor/Kepala Sekolah) membutuhkan dukungan untuk suatu
perubahan.
4) Komunikasi, yaitu proses interaksi yang berupa pesan yang
disampaikan dari komunikan harus jelas dan efektif.
5) Ganjaran dan pengakuan adalah berwujudnya dari team work yang
berhasil menerapkan prinsip mutu harus diberikan ganjaran dan

diakui oleh organisasi.
6) Pengukuran yaitu penggunaan data hasil pengukuran (evaluasi)
menjadi sangat pentig dalam proses manajemen mutu.
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Pendidikan beberapa
tahun terakhir ini. Berdasarkan laporan dari United Nation Development
Program (UNDP) tentang indeks pembangunan manusia tahun 2010
masih menempatkan Indonesia pada posisi ranking ke-108 dari 177
negara, jauh di bawah Negara-negara tetangga, seperti Singapura (25),
Brunei Darussalam (34), dan Malaysia (61). Berbagai terobosan dan
kebijakan penting telah diambil oleh Kementrian Pendidikan dalam rangka
meningkatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu sejalan

4

dengan komitmen yang digariskan dengan UNESCO melalui program
Education For All (EFA).
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan
(fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah
sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih

jauh Juran mengemukakan lima dimensi kualitas yaitu:
1) Rancangan (desaign), sebagai spesifikasi produk;
2) Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain
dengan penyampaian produk actual.
3) Ketersediaan (availability), mencakup aspek dapat dipercaya, serta
ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan.
4) Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen.
5) Guna praktis (field use), kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan
pada penggunaannya oleh konsumen.
c. Biaya Pendidikan
Biaya Pendidikan merupakan hal penting yang tidak dapat
diabaikan dalam pengembangan pendidikan untuk operasional kerja demi
tercapainya kualitas sumber daya manusia yang mampu bekerja secara
efektif dan efisien.
Menurut Mulyasa (2005:167) pembiayaan pendidikan adalah
pengelolaan atau segala proses keuangan di sekolah atau madrasah
(lembaga pendidikan) guna memaksimalkan pencapaian tujuan kegiatan
sekolah.Faktor yang mempengaruhi pembiayaan pendidikan menurut
Bastian (20015:293) sebagai berikut:
a) Kenaikan harga (rising prices)

b) Perubaha relative dalam gaji pengajar (teacher’s salaries)
c) Perubahan dalam populasi dan kenaikannya presentasi peserta didik
di sekolah negeri.
d) Meningatnya standar pendidikan (educational standard)
e) Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah.
f)

Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher
education)

5

Pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut bagaimana
pendidikan itu dibiayai, tetapi menyangkut pula bagaimana dana yang
tersedia

tersebut

di

alokasikan.

Keterbatasan

biaya

pendidikan

dikhawatirkan akan menurunkan mutu pendidikan dan meminimalisasi
efisiensi dan kesenjangan, baik menggali sumber biaya maupun
mengalokasikan

dana.Landasan

Hukum

Pembiayaan

Pendidikan

menurut Baharuddin (2010:117) terdiri atas:
a. Dasar Yuridis
1. Pancasila
Sebagai Negara yang berdaulat, Republik Indonesia mengakui
pancasila sebagai kedaulatan tertinggi dan menjadi landasan
hokum atas setiap penyelenggaraan segala bentuk kegiatan.
Didalam sila kelima Pancasila yang berbunyi “keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia”, dapat dimaknai, bahwa segala bentk
penyelenggaraan
bersama,

kegiatan,

termasuk

atas berdasarkan

dalam

lingkup

kesejahteraan

pembiayaan

pendidikan

sekalipun.
2. Undang-undang Dasar 1945
Di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam alenia k4 disebutkan adanya perkataan mencerdaskan kehidupan bangsa
ini berarti bahwa setiap lapisan masyarakat berkewajiban untuk
serta melaksanakan pendidikan sebagai upaya mempertahankan
kedaulatan Republik Indonesia.Oleh karena itu, setiap yang
mendukung

terlaksananya

pendidikan

tersebut

harus

dilaksanakan sebaik mungkin.
3. Peraturan perundang-undangan
Lembaga pendidikan dalam melaksanakan tugasnya, menerima
dana dari berbagai sumber. Penerimaan dari berbagai sumber
tersebut,

perlu

dikelola

dengan

baik

dan

benar.Banyak

pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaannya pendekatanpendekatan tersebut memiliki berbagai persamaan. Sejalan
dengan adanya Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M)
dapat menggali dan mencari sumber dana dari pihak masyarakat,
baik secara perorangan maupun secara kelembagaan.
b. Dasar Filosofis

6

Seperti yang telah dikemukakan bahwa proses pendidikan tidak dapat
berjalan tanpa dukungan biaya. Hal ini dikarenakan segala kegiatan
yang dilakukan sekolah memerlukan dana. Tanpa biaya atau dana
sudah dapat dipastikan bahwa proses pendidikan tidak akan dapat
berjalan dengan baik. Sementara itu pendidikan Nasional dihadapkan
pada masalah peningkatan, kualitas, pemerataan kesempatan,
keterbatasan anggaran, dan belum terpenuhinya sumber dana dari
masyarakat secara professional sesuai prinsip pendidikan sebagai
tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orang
tua.
Sumber keuangan sekolah menurut Nanang Fatah (2004) dapat berasal
dari orang tua, Pemerintah pusat, Pemerintah daerah, Masyarakat, Fasilitas
sekolah, Siswa, dan pemilik sekolah atau Yayasan. Adapun fungsi dari
pembiayaan pendidikan menurut Baharuddin (2010: 148) adalah sebagai berikut:
a. Memungkinkan penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara efesien,
dalam artian, dana yang diperoleh dapat digunakan untuk pencapaian
tujuan tertentu yang diinginkan;
b. Memungkinkan ketercapaian kelangsungan hidup lembaga pendidikan;
c. Dapat mencegah adanya kekeliruan, kebocoran, atau penyimpangan
penggunaan dana dari rencana semula; dan
d. Menggambarkan target-arget yang akan dicapai sekolah atau madrasah
(Puslitbang, 2005: 133-134)

7

BAB III
KEBIJAKAN EKONOMI
1. Pengangguran dan kemiskinan
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada tahun 1997
membuat kondisi ketenagakerjaan di Indonesia ikut memburuk yang
berdampak pada kemiskinan.Masalah pengangguran dan kemiskinan erat
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika ekomoni bagus, otomatis
penyerapan tenaga kerja juga meningkat dan kemiskinan pun ikut
berkurang. Pengangguran dan kemiskinan merupakan hal yang kompleks
karena

menyangkut

berbagai

macam

aspek

seperti

hak

untuk

terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya.
Agar pengangguran dan kemskinan di Indonesia dapat menurun
diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan
keseriusan pemerintah dalam menangani maslah ini.
Pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi
waktu tertentu, yaitu pada usia produktif namun tidak bekerja, baik dalam
arti mendapat upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan,
dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari pekerjaan tersebut.
Menurut Sandono Sukiro pengangguran adalah suatu keadaan dimana
seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapat
kerja tetapi belum memperolehnya. Menurut Payman J Simanjuntak
pengangguran adalah orang yang tidak bkerja berusia angkatan kerja
yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari dalam
seminggu.
a. Jenis – jenis pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang
belum bekerja atau tidak bekerja secara opimal, diantaranya:
1. Pengangguran terselubung, adalah tenaga kerja yang tidak
bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.

8

2. Setengah menganggur, adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan. Biasanya
tenaga kerja setengah mengganggur ini merupakan tenaga kerja
yang berkerja kurang dari 35 jam dalam seminggu.
3. Pengganguran terbuka, adalah tenaga kerja yang sungguhsungguh tidak mempunyai pekerjaan.
b. Macam-macam pengangguran
Berdasarkan

penyebab

terjadinya

pengangguran

dikelompokan

menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Penggangguran
diakibatkan

Konjungtural,
oleh

adalah

perubahan

pengganguran

gelombang

yang

kehidupan

perekonomian / siklus ekonomi.
2. Pengangguran Struktural, adalah pengganguran yang diakibatkan
oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam
jangka panjang.
3. Penggangguran Friksional, adalah penggangguran yang muncul
karena adanya ketidak sesuaian antara pemberi dan pencari
kerja.
4. Pengangguran musiman, adalah pengangguran yang akibat
pergantian musim, misalnya untuk petani, pergantian musim
tanam ke musim panen.
5. Penggangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan
oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi).
Penggangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan
masyarakat.
c. Sebab- sebab terjadinya pengangguran
Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah
sebagai berikut:
1. Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan
kerja, keseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih
besar dari pada kesempatan kerja yang tersedia. Sedangkan
kondisi sebaliknya jarang terjadi.

9

2. Struktur lapangan kerja yang tidak seimbang.
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan
tenaga kerja terdidik tidak seimbang.
4. Meningkatnya peranan dan aspirasi angkatan kerja wanita dalam
seluruh struktur angkatan kerja Indonesia.
5. Penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar daerah tidak
seimbang.
d. Kebijakan-kebijakan

pemerintah

dalam

mengatasi

masalah

pengangguran
1. Cara mengatasi penganguran structural yaitu:
-

Meningkatkan mobilitas modal dan tenaga kerja

-

Memindahkan tempat yang kelebihan tenaga kerja ketempat
yang membutuhkan tenaga kerja.

-

Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi
kesempatan kerja yang kosong.

-

Segera mendirikan industri padat karya.

2. Cara mengatasi penganguran Friksional, yaitu:
-

Deregulasi dan deribrokratisasi diberbagai bidang industry
untuk merangsang timbulnya investasi baru.

-

Mengalakan pengembangan sector informal, seperti home
industry.

-

Menggalakan program transmigrasi untuk menyerap tanaga
kerja di sector agraris dan sector formal lainnya.

-

Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti
pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain
sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung
maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan
swasta.

3. Cara mengatasi pengangguran musiman, yaitu:
-

Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di
sector lain.

-

Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk
memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.

10

4. Cara mengatasi pengangguran Siklus yaitu:
-

Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan
jasa.

-

Meningkatkan daya beli masyarakat.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang
biasa untuk dimiliki seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan air minum, dan
hal-hal lain yang berhubungan erat dengan kualitas hidup.Kemiskinan kadang
juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehirmatan yang layak
sebagai warga Negara.Kemiskinan merupakan masalah global.
1. Jenis-jenis kemiskinan
Besarnya kemiskinan dapat diatur dengan atau tanpa mengacu kepada garis
kemiskinan.Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut
kemiskinan

relative,

sedangkan

konsep

yang

pengukurannya

tidak

didasarkan pada garis kemiskinan adalah kemiskinan absolut.
a. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran kesenjangan di dalam distribusi
pendapat, biasanya dapat didefinisikan.
b. Kemiskinan

absolut

adalah

derajat

kemiskinan

dibawah,

dimana

kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat
terpenuhi.
2. Factor-faktor penyebab kemiskinan
Tidak sulit mencari factor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari factor
tersebut sangat memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya
serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
perubahan kemiskinan, factor-faktor itu diantaranya:
a. Tingkat dan laju pertumbuhan penduduk
b. Tingkat upah neto
c. Distribusi pendapatan
d. Kesempatan kerja
e. Tingkat inflansi
f.

Pajak dan subsidi

g. Investasi

11

h. Alokasi serta kualitas SDA ( ketersediaan fasilitas umum, penggunaan
teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam, suhu politik
dan bencana alam)
3. Kebijakan anti kemiskinan
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yaitu:
a. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan.
b. Pemerintah yang baik (good government).
c. Pembangunan social
Untuk

mendukung

strategi

tersebut

diperlukan

intervensi-intervensi

pemerintah yang sesuai dengan sarana atau tujuan yang bila dibagi menurut
waktu, yaitu:
a. Investasi jangka pendek, terutama pembanguna pada sector pertanian
dan ekonomi pedesaan.
b. Investasi jangka menengah dan panjang meliputi pembangunan sector
swasta, kerjasama regional, APBD dan admnistrasi, desentraisasi,
pendidikan dan kesehatan, penyediaan air bersih dan pembangunan
perkotaan.
2. Ketenagakerjaan
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk
tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas
usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun.
Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai
tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini,
ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20
tahun.

12

1. Klasifikasi Tenaga Kerja
a) Berdasarkan penduduknya
b) Tenaga kerja, adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat

bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut
Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai
tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan
64 tahun.
c) Bukan tenaga kerja, adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan

tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut UndangUndang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di
luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di
atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia
(lanjut usia) dan anak-anak.
d) Berdasarkan batas kerja
e) Angkatan kerja, adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun

yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja,
maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.
f)

Bukan angkatan kerja, adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas
yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan
sebagainya. Berdasarkan kualitasnya

g) Tenaga kerja terdidik, adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian

atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau
pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru,
dan lain-lain.
h) Tenaga kerja terlatihadalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam

bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil
ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya: Apoteker, ahli bedah, mekanik dan lainlain.
i)

Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, adalah tenaga kerja kasar
yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut,
pembantu rumah tangga, dan sebagainya

13

2. Kesempatan Kerja
Secara umum, kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang mencerminkan
seberapa jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut serta
secara aktif dalam kegiatan perekonomian. Selain itu kesempatan kerja juga
dapat diartikan sebagai jumlah penduduk yang bekerja atau orang yang sudah
memperoleh pekerjaan, semakin banyak orang yang bekerja semakin luas
kesempatan kerja.
Kesempatan kerja dimaknai sebagai lapangan pekerjaan atau kesempatan yang
tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi atau produksi. Dengan
demikian pengertian kesempatan kerja nyata mencakup lapangan pekerjaan
yang masih lowong. Kesempatan kerja nyata bisa juga dilihat dari jumlah
lapangan pekerjaan yang tersedia, yang tercermin dari jumlah penduduk usia
kerja (15 tahun) ke atas yang bekerja (Sapsuha, 2009).
Kesempatan kerja merupakan partisipasi seseorang dalam pembangunan baik
dalam arti memikul beban pembangunan maupun dalam menerima kembali hasil
pembangunan. Dari definisi tersebut, maka kesempatan kerja dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu :
a.

Kesempatan

kerja

permanen,

yaitu

kesempatan

kerja

yang

memungkinkan orang bekerja secara terus menerus sampai mereka pensiun
atau tidak mampu lagi untuk bekerja. Dimisalkan orang yang bekerja pada
instansi pemerintah atau swasta yang mempunyai jaminan sosial hingga tua
dan tidak bekerja di tempat lain.
b.

Kesempatan

kerja

temporer,

adalah

kesempatan

kerja

yang

memungkinkan orang bekerja dalam waktu yang relatif singkat, kemudian
menganggur untuk menunggu kesempatan kerja yang baru. Dalam hal ini
dimisalkan pegawai lepas pada perusahaan swasta di mana pekerjaan
mereka tergantung pesanan.
3. Upaya Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia
Manusia adalah faktor produksi yang sangat penting selain tanah, teknologi
dan

modal.

Ada

beberapa

upaya

yang

dilakukan

pemerintah

dalam

meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia yaitu :
a) Mengadakan latihan-latihan kerja bagitenaga kerja agar memiliki
kemampuan kerjayang baik.

14

b) Menyiapkan tenaga kerja terampil dengan meningkatkan pendidikan
formal bagipenduduk usia sekolah.
c) Mengadakan pelatihan-pelatihan untukmemberikan ketrampilan kepada
tenaga kerjayg sedang mencari kerja agar dapat mengisi lowongan
sesuai dgn kebutuhan pasar tenaga kerja.
Menyiapkan tenaga kerja yg mampu bekerjakeras dan produktif dengan
meningkatkankesehatan melalui perbaikan gizi penduduk
4. Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Molenaar dalam Asikin (1993: 2) “Hukum Perburuhan adalah bagian
hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja
dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja serta antara pengusaha
dan tenaga kerja.”
Menurut Syahrani (1999: 86) “Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan
hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara
buruh dengan majikan, dan hubungan antara buruh dan majikan dengan
pemerintah (pengusaha).”
Berdasarkan uraian diatas hukum ketenagakerjaan memiliki unsur:
a) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
b) Mengatur

tentang

kejadian

hubungan

kerja

antara

pekerja

dan

pengusaha.
c) Adanya orang bekerja pada dan dibawah orang lain dengan mendapat
upah sebagai balas jasa.
d) Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit,
haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja, dan sebagainya.
Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa:
“Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Selanjutnya

dalam

pasal

tersebut

di

tegaskan

bahwa:“Pembangunan

ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil makmur,
daan merata, baik materiil maupun spritiual.”

15

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa:
“Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas keterpaduan melalui
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.”
Berdasarkan ketentuan pasal 4 UU Nomor 13 tahun 2003 pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan:
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secaraoptimal dan
manusiawi.
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberika perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan.
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

16

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkanapa yang sudah diuraikan dalam makalah ini, maka dapat
disimpulkan

bahwa

Kebijakan

merupakan

pedoman

dan

dasar

dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, baik dibidang pendidikan maupun bidang
ekonomi. Dengan adanya sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah
ataupun swasta dapat mempengaruhi segala bidang yang dikerjakan kepada
tujuan produktivitas kerja dan hasil yang jelas, yaitu:
1. Kebijakan

Pendidikan

yang

meliputi

UN,

Kualitas

Pendidikan

dan

Pembiayaan Pendidikan memiliki dampak dan pengaruh yang besar terhadap
kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia, sekalipun pendidikan yang ada
sekarang ini belum seperti yang kita harapkan.
2. Kebijakan

Ekonomi

yang

meliputi

pengangguran,

kemiskinan

dan

ketenagakerjaan juga berdampak positif dalam mendorong perekonomian
masyarakat di Indonesia. Terbukti dengan semakin meningkatnya taraf hidup
masyarakat dan juga semakin berkurangnya pengangguran di Indonesia.
Kebanyakan pengangguran terjadi karena kurangnya kualitas keterampilan
yang dimiliki oleh penduduk sehingga mereka tidak dapat bekerja. Oleh
karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhatikan masyarakat untuk
dapat menciptakan tenaga kerja yang berkualitas, misalnya:
a) Lebih mengoptimalkan program Belajar 9 tahun karena kebanyakan
pengangguran terjadi disebabkan pendidikannya rendah/hanya lulus
sampai SD.
b) Memberikan bantuan kepada anak yang tidak mampu misalkan
memberikan beasiswa.
c) Memberikan sarana dan prasarana pendidikan misalkan gedung sekolah,
perpustakaan dan laboratorium.

17

DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, Moh. Makin.(2010). Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UIN
Maliki Press.
Bastian, Indra.(2015). Akuntansi Pendidikan. Yogyakarta: BPFE
Benggolo. A. Tanpa tahun. Tenaga Kerja dan Pembangunan. Jakarta: Jasa
Karya.
Chairunnisa, Connie. (2016). Manajemen Pendidikan Dalam Multi Perspektif.
Jakarta: Rajawali Pers.
Kristiawan dkk.(2017). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: CV.Budi Utama
Khakim, Abdul. 2014. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Manulang, SH. 1995.Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.Jakarta:
Rineka Cipta.
Mulyasa,E. (2005). Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun
Pelajran 2017/2018
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinana
http://id.wikipedia.org/wiki/pengangguran
http://www.slideshare.net/alifasya/ketenagakerjaan

18

19