HUBUNGAN ALOKASI DANA DESA DENGAN PEMBAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang

diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa pada Pasal 18 bahwa Alokasi Dana Desa berasal dari APBD
Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10 %
(sepuluh persen). Menurut Peraturan Daerah Kabupaten LangkatNomor 10 Tahun
2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDES adalah Rencana
Keuangan Tahunan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa
dan Dana Alokasi Desa terdapat pada Bantuan Keuangan Pemerintah Kabupaten
sebagaimana dimaksud ayat (5) pasal 10 Peraturan Daerah ini meliputi:

1. Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD)
2. Alokasi Dana Desa (ADD)
3. Penyisihan Pajak dan Retribusi Daerah
4. Sumbangan Bantuan lainnya dari Kabupaten
Dengan sasaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagikan kepada 277

desa di 23 kecamatan Kabupaten Langkat. Pembagian Alokasi Dana Desa (ADD)
dapat dilihat berdasarkan Variabel Independen utama dan Variabel Independen
tambahan dengan rincian sebagai berikut:
1. Asas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang
sama untuk di setiap Desa atau yang disebut dengan Alokasi Dana Desa
(ADD) minimal. Alokasi Dana Desa (ADD) Variabel Independen utama
sebesar 70% dan Variabel Independen Tambahan 30%.
2. Asas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi
secara proporsional untuk di setiap Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa
yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu atau Alokasi Dana Desa
(ADD) Proporsional (ADDP), Variabel Proporsional Utama sebesar 60%
dan Variabel Proporsional Tambahan sebesar 40%.
Variabel Independen Utama adalah Variabel yang dinilai terpenting untuk
menentukan nilai bobot desa. Variabel Utama ditujukan untuk mengurangi

kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa
secara bertahap dan mengatasi kemiskinan strukturan masyarakat di desa.
Variabel Independen Utama meliputi sebagai berikut:
1. Indikator kemiskinan
2. Indikator Pendidikan Dasar
3. Indikator Kesehatan
4. Indikator Keterjangkauan Desa
Variabel Tambahan merupakan Variabel yang dapat ditambahkan oleh
masing-masing daerah yang meliputi sebagai berikut :

1. Indikator Jumlah Penduduk
2. Indikator Luas Wilayah
3. Indikator Potensi Ekonomi (PBB)
4. Indikator Jumlah Unit Komunitas (Dusun)
2.1.1

Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDesa oleh karena

itu dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi
Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai berikut:
1. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD)
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip
dari, oleh dan untuk masyarakat.
2. Seluruh

kegiatan

harus

dapat

dipertanggungjawabkan

secara

administrative, teknis dan hukum.
3. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan prinsip
hemat, terarah dan terkendali.

4. Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD)
sengat terbuka untuk meningkatkan sarana Pelayanan Masyarakat berupa
Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penguatan Kelembagaan Desa dan kegiatan
lainnya yang dibutuhkan Masyarakat Desa yang diputuskan melalui
Musyawarah Desa.
5. Alokasi Dana Desa (ADD) harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDesa) dan proses penganggarannya mengikuti

mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kelancaran Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dibentuk Pelaksana Kegiatan Tingkat Desa, Tim Fasilitasi
Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Tingkat Kabupaten. Pelaksana Kegiatan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai berikut :
2.1.2 Pelaksana Kegiatan Tingkat Desa
Di Desa Pelaksana Kegiatan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa,
dengan Susunan sebagai berikut :
1.

Penanggungjawab : Kepala Desa atau pelaksana Tugas Kepala Desa dari
Perangkat Desa yang disetujui oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

atau Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD).

2.

Pelaksaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) : Sekretaris
Desa dan Perangkat Desa.

3.

Sekretaris Desa : Koordinator Pelaksanaan Keuangan Desa

4.

Bendahara Desa : Perangkat Desa yang ditunjuk oleh melalui Surat
Keputusan (SK) Kepala Desa (Penanggungjawab Administrasi Keuangan).

5.

Ketua Perencana dan Pelaksana Partisipatif Pembangunan: Ketua
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).


6.

Pelaksana Kegiatan Dan Pemberdayaan Perempuan : Tim Penggerak PKK
Desa.
Tugas Penanggungjawab /Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan

Keuangan Desa (PKPKD) sebagai berikut :

1.

Menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
dan Perencanaan Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang melibatkan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Ketahanan Masyarakat
Desa (LKMD),Tim Penggerak PKK dan Lembaga lainnya, untuk
membahas masukan dan usulan-usulan yang dituangkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) dan Rencana Kegiatan Desa
(DRK) yang dibiaya dari Alokasi Dana Desa (ADD).

2.


Mensosialisasikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa)

melalui

rapat/pertemuan

untuk

mendapat

tanggapan

masyarakat tentang Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa).
3.

Mempertanggungjawabkan


semua

kegiatan

baik yang dibiaya dari

Pendapatan Asli Desa (PAD) dan yang dibiayai dari Alokasi Dana Desa
(ADD).
4.

Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di Desa.

5.

Menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Tim Pelaksana Kegiatan di
Desa.

6.

Menyampaikan laporan realisasi perkembangan fisik, pertanggungjawaban

keuangan Desa serta laporan swadaya masyarakat secara berjenjang
kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Kabupaten.

7.

Menetapkan Kebijakan tentang Pelaksana APBDesa.

8.

Menetapkan Kebijakan tentang Pengelolaan Barang Desa.

9.

Menetapkan Bendahara Desa.

10. Menetapkan Petugas yang melakukan Pemungutan Penerimaan Desa.
11. Menetapkan Petugas yang melakukan Pengelolaan Barang Milik Desa.
Tugas Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) sebagai
berikut :
1.


Mengkoordinasikan Kegiatan pada Penanggungjawab Kegiatan.

2.

Mengkoordinasikan Pelaksanaan Kegiatan kepada Tim Fasilitasi Tingkat
Kecamatan.

3.

Menyampaikan laporan kegiatan baik fisik dan keuangan kepada
Penanggungjawab kegiatan.
Tugas Sekretaris sebagai berikut:

1.

Menyusun dan Melaksanakan Pengelolaan APBDesa.

2.


Menyusun dan Melaksanakan Pengelolaan Barang Desa.

3.

Menyusun

Raperdes

APB

Desa,

Perubahan

APBDesa

dan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa.
4.

Menghimpun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pelaksanaan
Peraturan Desa.

5.

Membantu Penanggungjawab dalam menyusun rencana kegiatan yang
dibiayai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) yang dituangkan pada Rencana
Kegiatan Anggaran ( RKA ) dan dijabarkan dalam APBDesa.

6.

Membantu mengkoordinasikan tugas penanggungjawab.

7.

Melaksanakan pelayanan tekhnis Administrasi kepada Tim Fasilitasi
Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Tingkat Kabupaten.

8.

Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh Alokasi Dana
Desa (ADD).
Tugas Bendahara Desa sebagai berikut :

1.

Membuka Rekening Desa bersama

Kepala

Desa

atas

nama

Pemerintahan Desa yang bersangkutan.
2.

Membuka Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Pemerintah
Desa.

3.

Membukukan penerimaan dan pengeluaran uang disertai dengan buktibukti pendukung dan memelihara bukti-bukti.

4.

Menyimpan dan memelihara semua arsip, dan segala transaksi keuangan,
buku keuangan sebagai bahan pemeriksaan Pada buku Kas Umum.

5.

Menyusun Anggaran kegiatan.

6.

Menyetorkan Pajak.

7.

Menyampaikan laporan keuangan kepada Penanggung jawab.

Tugas Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) sebagai Wadah
Perencana dan Pelaksana Partisipasi pembangunan :
1.

Bersama Kepala Desa selaku Penanggungjawab Kegiatan memfasilitasi
kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan Pembangunan
Fisik dan non fisik yang dibiayai baik oleh Alokasi Dana Desa (ADD) atau
dari Pihak ke Tiga.

2.

Memberdayakan bersama Ketua T.P.PKK dalam membina Lembaga
Pemberdayaan Posyandu di Desa.

3.

Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan bidang tugasnya.

4.

Menyusun Tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

5.

Merekapitulasi hasil-hasil kegiatan pelaksana teknis.

6.

Menggerakkan swadaya dan partispasi masyarakat.

7.

Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala
Desa selaku Penanggungjawab kegiatan.

8.

Ketua Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
Tugas

Tim

Penggerak

PKK

selaku

Ketua

Pemberdayaan

dan

Kesejahteraan Keluarga sebagai berikut :
1.

Bersama Kepala Desa selaku Penanggungjawab Kegiatan memfasilitasi
kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan

dan pelaporan Kegiatan

pemberdayaan Perempuan.
2.

Bersama Ketua LKMD membina perkembangan LPP Posyandu.

3.

Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan bidang tugasnya.

4.

Menyusun Tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

5.

Merekapitulasi hasil-hasil kegiatan pelaksana teknis.

6.

Menggerakkan swadaya dan partispasi masyarakat.

7.

Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa
selaku Penanggungjawab kegiatan.

2.1.3 Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan
Di kecamatan di bentuk Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan yang
ditetapkan dengan Keputusan Camat, dengan susunan sebagai berikut :
Penanggung Jawab

: Camat

Ketua

: Kepala Seksi PMD.

Anggota

: 1. Ketua T.P.PKK Kecamatan
2. Staf PMD Kecamatan.
3. Instansi Terkait Kecamatan.

Tugas Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan sebagai berikut :
1.

Memfasiltasi Pemerintah Desa dalam menyusun Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDesa) dan menghadiri Pelaksanakan
Musyawarah Rencana Pembangunan Desa.

2.

Melaksanakan

kegiatan

Fasilitasi

dan

Pembinaan,

Pengawasan,

Pemantauan, Penelitian dan memverifikasi kelayakan kegiatan Desa yang
dibiayai oleh Alokasi Dana Desa (ADD).
3.

Mensosialisasikan secara luas tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

4.

Camat selaku Penangungjawab memverifikasi Usulan Rencana Kegiatan
Desa (RKD) dan Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan
Desa.

5.

Mengadakan Monitoring dan Pengendalian Kegiatan Alokasi Dana Desa
(ADD).

6.

Membantu Menyusun dan

Rekapitulasi

Fisik dan Pelaporan Keuangan.

Laporan Kemajuan Kegiatan

7.

Memfasilitasi dan mencari solusi terhadap permasalahan ditingkat Desa
dan melaporkan kepada Bupati LangkatCq. Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa selaku Tim Pembina Kabupaten.

2.1.4 Tim Pembina Tingkat Kabupaten.
Tim Pembina Tingkat Kabupaten ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
1.

Bupati dan Wakil Bupati Langkat sebagai Pengarah.

2.

Sekretaris Daerah Kabupaten Sebagai Penanggungjawab.

3.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemerintahan

Desa

sebagai Ketua.
4.

Kepala Bidang Pemerintahan Desa sebagai Sekretaris.

5.

Inspektur Kabupaten Langkat sebagai Anggota

6.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Asset Kabupaten
Langkat sebagai Anggota.

7.

Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Langkat sebagai Anggota.

8.

Kepala Bagian Hukum Setdakab. Langkat sebagai Anggota.

9.

Sekretaris, Kepala Bidang dan Kasubbid Sebagai Anggota.

10. Dinas Instansi Terkait lainnya.
Tugas Tim Pembina Kabupaten sebagai berikut :
1.

Mendata variabel Independent utama dan variable tambahan untuk
menentukan beasarnya bagian dana yang diterima setiap Desa.

2.

Membina
(ADD).

dan

mensosialisasikan

Pengelolaan Alokasi Dana Desa

3.

Melaksanakan Pembinaan Administrasi Keuangan Desa bersama dengan
Tim Fasilitasi Kecamatan.

4.

Membuat laporan kegiatan Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD).

5.

Melakukan

fasilitasi

pemecahan

masalah

berdasarkan

pengaduan

masyarakat serta pihak lainnya dan mengkordinasikan dengan Inspektorat
Kabupaten Langkat.
6.

2.2

Melakukan monitoring / evaluasi kegiatan yang dilaksanakan oleh Desa.

Konsep Pembangunan
Sukirno

(1985)

mengemukakan

pendapatnya

tentang

konsep

pembangunan, mempunyai 3 sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan
secara terus menerus, adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita
masyarakat dan kenaikan pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu
yang panjang.
Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata,
namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan
keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya
dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah
pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial.
Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen
ekonomi maupun non ekonomi.
Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi telah
digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan,

ketimpangan dan pengangguran dalam kontenks pertumbuhan ekonomi atau
ekonomi negara yang sedang berkembang.
Rostow (1971) juga menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak
hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan tetapi juga lebih banyak output
daripada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan
melalui tahapan-tahapan : masyaralat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas
landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. Kunci
diantara tahapanini adalah tahap lepas landas yang didorong oleh satu atau lebih
sektor. Pesatnya pertumbuhan sektor utama ini telah menarik bersamanyabagian
ekonomi yang kurang dinamis.
Menurut

Hanafiah

(1892)

pengertian

pembangunan

mengalami

perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an
menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada kenaikan pendapatan
nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan. Hal ini terlihat dari taraf
hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target
kenaikan pendapatan nasional per tahun meningkat. Dengan kata lain, ada tandatanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan secara sempit.
Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan
hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan
ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara
untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefenisikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam
jangka panjang.

2.3

Pembangunan Desa

2.3.1

Pembangunan Masyarakat Desa
Esensi dari demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal

dari dan untuk rakyat. Tidak ada alasan untuk meyakini bahwa esensi utama dari
pemerintahan yang demokratis akan berubah dalam beberapa waktu mendatang.
Di Indonesia mekanisme perencanaan pembangunan baik yang berlaku dipusat
maupun didaerah diatur melalui peraturan menteri dalam negri no : 9 tahun 1982
tentang P5D atau (Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan Daerah), namun dengan beralihnya sistem pemerintahan dari
sentralisasi ke desentralisasi serta tuntutan reformasi yang berkembang, regulasi
tersebut dirasa kurang layak lagi untuk diterapkan.
Pembangunan

merupakan

proses

kegiatan

untuk

meningkatkan

keberdayaan dalam meraih masa depan yang lebih baik. Pengertian ini meliputi
upaya untuk memperbaiki keberdayaan masyarakat, bahkan sejalan dengan era
otonomi, makna dari konsep hendaknya lebih diperluas menjadi peningkatan
keberdayaan serta penyertaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
Oleh karenanya bahwa dalam pelaksanaannya harus dilakukan strategi yang
memandang masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek
pembangunan yang mampu menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan
mengarahkan proses pembangunan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Hal

ini sesuai dengan arah kebijakan pembangunan yang lebih diprioritaskan kepada
pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan menegakkan citra
pemerintah daerah dalam pembangunan.
Menurut Surjadi (1995:1) Pembangunan Masyarakat Desa adalah sebagai
suatu

proses

dimana

anggota-anggota

masyarakat

desa

pertama-tama

mendiskusikan dan menentukan keinginan mereka, kemudian merencanakan dan
mengerjakan bersama untuk memenuhi keinginan mereka tersebut. Pembangunan
Masyarakat Desa mempunyai ruang lingkup dan tujuan meningkatkan taraf hidup
masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah dalam strata
pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan terbawah atau desa yaitu
pemerintahan di tingkat ‘grass roots’ peningkatan taraf hidup yang berupa lebih
banyak pengenalan atas benda-benda fisik yang bernilai ekonomis, mungkin dapat
saja diberi penilaian secara standard an kemudian dijadikan ukuran.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk
mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan
sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga
masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental(
jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan
bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada
dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai
Sistem Pembangunan Desa. Menurut Maskun Sumitro (1994:49) Kebijaksanaan
Pembangunan Wilayah Pedesaan dirumuskan secara umum dan merata dan
menjadi pedoman setiap langkah Pembangunan Sektoral di Bidang Pedesaan.

2.3.2

Keswadayaan Masyarakat Desa
Keswadayaan bisa dipahami sebagai ”semangat” yakni upaya yang

didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan berdasarkan pada sumber daya
yang dimiliki. Keswadayaan juga berarti semangat untuk membebaskan diri dari
ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas (Raharjo, 1992).
Penanganan masalah kemiskinan selama ini didasarkan pada asumsi
bahwa kemiskinan merupakan fenomena rendahnya kesejahteraan dan kurangnya
penguasaan terhadap sumber daya. Padahal sebenarnya fenomena kemiskinan
sangat kompleks dan bersifat multidimensional. Masalah kemiskinan ditandai
oleh banyak faktor misalnya kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses
kepada berbagai peluang kerja, kondisi fisik yang lemah akibat kurangnya gizi,
tingginya tingkat ketergantungan mereka dan terefleksikannya dalam budaya
kemiskinan yang digariskan satu generasi ke generasi berikutnya (Tjokrowinoto :
1993). Kondisi kemiskinan di atas terjadi bukan karena dikehendaki oleh si
miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
Orang miskin adalah orang yang serba kurang mampu dan terbelit dalam
lingkaran ketidakberdayaan (Bappenas-Depdagri, 1993)
Upaya penanggulangan kemiskinan, khususnya di pedesaan erat kaitannya
dengan partisipasi masyarakat dan kemandirian desa. Partisipasi masyarakat ini
dimulai dari perumusan persoalan, perencanaan, pengelolaan, pengendalian
kegiatan dan penilaian keberhasilan pembangunan. Dengan partisipasi ini
diharapkan masyarakat pada akhirnya memiliki kemampuan membangun dirinya
sendiri dan lingkungannya secara swadaya dan berkelanjutan.

Swadaya masyarakat merupakan semangat untuk membebaskan diri dari
ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas dengan memanfaatkan
sumberdaya yang mereka miliki. Swadaya masyarakat juga dapat dipahami
sebagai kemampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan fasilitas-fasililtas
yang telah tersedia sebagai hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah
(Raharjo, 1992).
Tidak berkembangnya swadaya masyarakat mengakibatkan penduduk
miskin tetap terperangkap dalam kemiskinan. Menurut Chambers (1983),
kemiskinan itu sendiri bukanlah hal yang melekat pada diri orang miskin itu
sendiri seperti ketidakberdayaan, kerawanan, kelemahan fisik, isolasi dan
kemiskinan itu sendiri, dan dapat pula merupakan sesuatu yang bersifat eksternal
seperti kebijaksanaan pembangunan yang lebih mendukung perkembangan
lapisan masyarakat ekonomi kuat ketimbang lapisan masyarakat lemah. Menurut
Soetrisno (1991) dominannya kepala desa dalam perencanaan program-program
pembangunan desa, telah mengabaikan aspirasi dan partisipasi masyarakat desa
menyebabkan matinya kemandirian politik pembangunan.
2.3.3 Perencanaan Pembangunan Berbasis Sosial Budaya Lokal
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik.
Secara horizontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan perbedaan suku bangsa, perbedaan perbedaan agama, adat
serta perbedaan perbedaan kedaerahan (bersifat majemuk). Secara vertikal,
struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan perbedaan vertikal
antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Perencanaan

pembangunan

melalui

pendekatan

sosial

budaya

ini

diarahkan

untuk

meningkatkan peranan dan pengembangan Lembaga Adat dan Budaya Lokal guna
menumbuh kembangkan kembali nilai-nilai budaya lokal dalam menunjang
pemberdayaan masyarakat sehingga akan tumbuh kondisi sosial budaya yang
sehat dan dinamis, yang pada akhirnya akan bermuara pada masyarakat madani
dan mengembalikan citra budaya bangsa Indonesia.
2.3.4

Perencanaan Pembangunan Partisipatif Desa
Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang

berlangsung didesa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia no : 72 tahun
2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan
pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai
dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun
perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.
2.

Pemanfaatan
Pengembangan
Tindak Lanjut

1.

1. PERENCANAAN
a. Musrenbang Dusun/RW/Kampung
b. Musrenbang Desa/Kel
c. Musrenbang Kecamatan
d. Pembiayaan

3.

2. PELAKSANAAN
a. Pola swakelola
b. Pola kerjasama operasional
c. Pola swadaya
d. B T O

Pengendalian

3. PENGENDALIAN/PELESTARIAN
a. Musrenbang Dusun/RW/Kampung
b. Musrenbang Desa/Kel
c. Musrenbang Kecamatan
d. Pembiayaan

Sumber: Pedoman sosialisasi Penyusunan RPJMDES BPMPD Kabupaten Langkat
Tahun 2008
Gambar 2. Siklus Pembangunan Partisipatif Desa
Prinsip Pembangunan Partisipatif sebagai berikut :
1.

Pemberdayaan

2.

Transparansi

3.

Akuntabilitas

4.

Berkelanjutan

5.

Partisipasi
Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut:

1.

Mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.

2.

Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan Pembangunan
Daerah.

3.

Menjamin

keterkaitan

dan

konsistensi

antara

Perencanaan,

Penganggaran, Pelaksanaan dan Pengawasan.
4.

Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat

5.

Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

2.3.5

Pembangunan Desa yang Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berkelanjutan

dapat diartikan secara luas sebagai kegiatan-kegiatan di suatu wilayah untuk

memenuhi kebutuhan pembangunan di masa sekarang tanpa membahayakan daya
dukung sumberdaya bagi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Tantangan

pembangunan

berkelanjutan

adalah

menemukan

meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya

cara

alam

untuk
secara

bijaksana. Arus globalisasi yang semakin kuat perlu diimbangi dengan kesadaran
bahwa mekanisme pasar tidak selalu mampu memecahkan masalah ketimpangan
sumberdaya. Kebijakan pembangunan harus memberi perhatian untuk perlunya
menata kembali landasan sistem pengelolaan aset-aset di wilayah pedesaan.
Penataan kembali tersebut lebih berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, yaitu
ekonomi

dan

lingkungan/ekosistem.

Walaupun

wawasan

agroekosistem

merupakan sesuatu pengelolaan yang kompleks dan rumit, akan tetapi
keberhasilannya dapat dilihat dan dirumuskan dengan melihat indikator-indikator
antara lain: kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi
terhadap keberlanjutan penggunaan sumberdaya alam, kontribusi terhadap
peningkatan lapangan kerja, kontribusi terhadap keberlanjutan ekonomi makro,
efektifitas biaya dan kontribusi terhadap kemandirian teknis.
Ada empat aspek umum ciri-ciri spesifik terpenting mengenai konsep
agroekosistem. Empat aspek umum tersebut adalah:
1. Kemerataan (equitability)
2. Keberlanjutan (sustainability)
3. Kestabilan (stability) dan
4. Produktivitas (productivity).

Secara sederhana, equitability merupakan penilaian tentang sejauh mana
hasil suatu lingkungan sumberdaya didistribusikan diantara masyarakatnya.
Sustainability dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sistem sumberdaya
mempertahankan produktivitasnya, walaupun menghadapi berbagai kendala.
Stability merupakan ukuran tentang sejauh mana produktivitas sumberdaya bebas
dari keragaman yang disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. Productivity
adalah ukuran sumberdaya terhadap hasil fisik atau ekonominya. Dimasa yang
akan datang, dalam konteks pembangunan pedesaan yang berkelanjutan,
pengelolaan sumberdaya di desa haruslah dilaksanakan dalam satu pola yang
menjamin kelestarian lingkungan hidup, menjaga keseimbangan biologis,
memelihara kelestarian dan bahkan memperbaiki kualitas sumberdaya alam
sehingga dapat terus diberdayakan, serta menerapkan model pemanfaatan
sumberdaya yang efisien.
Pemerintah Kabupaten memberikan Alokasi Dana Desa merupakan
wujud nyata pemenuhan Hak Desa dalam membiayai Program Pemerintahan Desa
dalam melaksanakan kegiatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat di
desa. Alokasi Dana Desa tersebut digunakan dalam Pembangunan fisik atau non
fisik dengan tujuan Perkembangan Desa. Indikator dalam hal ini meliputi tingkat
pendidikan, tingkat kesehatan dan tingkat pendapatan.
Alokasi Dana Desa

Pembangunan fisik dan non fisik

Pendidikan

Kesehatan

Pendapatan

Gambar 3. Penggunaan Alokasi Dana Desa
2.4

Persepsi Masyarakat

2.4.1 Definisi Persepsi
Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal
dari bahasa Latin perception, dari percipere, yang artinya menerima atau
mengambil (Sobur, 2003 : 445).
Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terjadi dalam
pengamatan seseorang terhadap orang lain. Pemahaman terhadap sesuatu
informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi,
berhubungan atau bekerjasama, jadi setiap orang tak terlepas dari proses persepsi.
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorag
melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003 : 445).
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2007 : 179).
Definisi lain tentang persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli) (Rakhmat, 2001 : 57).
Lahlry (1991) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang kita gunakan
untuk menginterpretasikan data – data sensoris. Data – data sensoris sampai
kepada kita melalui lima indra kita (Severin, 2005 : 83).
Sementara Joseph A. De Vito mendefinisikan persepsi sebagai proses yang
menjadikan kita sadar akan banyaknya yang mempengaruhi indra kita (Mulyana,
2007 : 180).
Brian Fellows juga mendefinisikan persepsi sebagai proses yang
memungkinkan kita memperoleh kesadaran menerima dan menganalisis informasi
(Mulyana, 2007 : 180).
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi
merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan
menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang dating
dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang
diterimanya tersebut diolah, dan selanjutnya diproses.
2.4.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor yang

mempengaruhi. David Krech dan Richard S. Crurchfield (1977 : 235) (dalam
Rakhmat, 2001 : 58) menyebutnya sebagai faktor fungsional, faktor struktural,
faktor situasional, dan faktor personal.
1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan
hal – hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk
stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada
stimuli itu. Dari sini Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi
yang pertama,

yaitu : Persepsi bersifat selektif. Ini berarti bahwa

objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya
objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal semata – mata dari sifat stimuli fisik dan
efek- efek saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu. Dari
sini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua, yaitu
: Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.
3. Faktor Situasional
Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk
proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralingusitik
adalah beberapa dari faktor situasional yang memengaruhi.
4. Faktor Personal
Faktor personal terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian.
Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah
dihadapi. Sementara motivasi adalah faktor yang mempengaruhi
stimuli yang akan diproses. Sedangkan kepribadian adalah ragam pola
tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap yang dapat

dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang
individu.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi)
adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-penyandian balik (decoding)
dalam proses komunikasi (Mulyana, 2007 : 170).
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat,
tidak mungkin kita berkomunikasi efektif. Persepsilah yang menetukan kita
memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat
kesamaan persepsi antarindividu, semakin mudah dan semakin sering mereka
berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk
kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2007 : 180).
2.4.3

Proses Persepsi
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan

tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologis
lainnya adalah pengenalan, penalaran, perasaan, tanggapan. Seperti dinyatakan
dalam bagan berikut ini :
Penalaran

Rangsangan

Persepsi

Pengenalan

Tanggapan
Perasaan

Sumber : Sobur, 2003 : 447
Gambar 4. Variabel Psikologis Diantara Rangsangan dan Tanggapan

Dari bagan di atas, digambarkan bahwa persepsi dan kognisi diperlukan
dalam semua kegiatan psikologis. Bahkan diperlukan bagi orang yang paling
sedikit terpengaruh atau sadar akan adanya rangsangan menerima dan dengan
suatu cara menahan dampak dari rangsangan.
Secara singkat persepsi dapat didefinisikan sebagai cara manusia
menangkap rangsangan. Kognisi adalah cara manusia memberi arti terhadap
rangsangan. Penalaran adalah proses sewaktu rangsangan dihubungkan dengan
rangsangan lainnya pada tingkat pembentukan psikologi. Perasaan adalah
konotasi emosional yang dihasilkan oleh rangsangan baik sendiri atau bersama –
sama dengan rangsangan lain pada tingkat kognitif atau konseptual.
Dari segi psikologis dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan
fungsi dari cara dia memandang. Oleh sebab itu untuk mengubah tingkah laku
seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya. Dalam persepsi terdapat
tiga komponen utama (Sobur, 2003 : 446) :
1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari
luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi,

yaitu

proses

mengorganisasikan

informasi

sehingga

mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi
kepribadian,

dan

kecerdasan.

Interpretasi

juga

bergantung

pada

kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang
diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi
sederhana.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah
laku sebagai reaksi.
Persepsi adalah sumber pengetahuan kita tentang dunia, kita ingin
mengenali dunia dan lingkungan yang mengenalinya. Pengetahuan adalah
kekuasaan. Tanpa pengetahuan kita tidak dapat bertindak secara efektif. Persepsi
adalah sumber utama dari pengetahuan itu. Dari definisi yang dikemukakan oleh
Pareek (dalam Sobur, 2003 : 451) yaitu “persepsi adalah proses menerima,
menyeleksi, mengorganisir, mengartikan, dan memberikan reaksi kepada
rangsangan panca indra dan data”, tercakup beberapa segi atau proses yang
selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :
1. Proses menerima rangsangan
Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data
dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indra.
Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau
menyentuhnya, sehingga kita memperlajari segi – segi lain dari sesuatu
itu. Dalam hal ini para warga masyarakat ataupun pimpinan desa
menerima stimulus dari pemberian ADD di wilayah kecamatan Stabat
2. Proses menyeleksi rangsangan
Setelah rangsangan diterima atau data diseleksi. Tidaklah mungkin
untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi
menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan – rangsangan itu
disaring dan diseleksi untuk proses yang lebih lanjut. Para warga
masyarakat dan pimpinan desa menyeleksi rangsangan yang diberikan

kepada mereka yakni mengenai ADD di kecamatan Stabat Kabupaten
Langkat.
3. Proses pengorganisasian
Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu
bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan,
yakni

pengelompokkan

(berbagai

rangsangan

yang

diterima

dikelompokkan dalam suatu bentuk), bentuk timbul dan latar (dalam
melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan untuk memusatkan
perhatian pada gejala-gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan
gejala atau rangsangan yang lain berada di latar belakang), kemantapan
persepsi (ada suatu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan
perubahan-perubahan

konteks

tidak

mempengaruhinya).

Pengorganisasian persepsi para warga masyarakat dan pimpinan desa
menyeleksi rangsangan yang diberikan kepada mereka yakni mengenai
ADD di kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
4. Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu
menafsirkan data itu dengan berbagai cara, Dikatakan bahwa telah
terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya
memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima.
Informasi yang diterima berupa pemberian ADD di wilayah kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat.
5. Proses pengecekan

Setelah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil tindakan
untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses ini
terlalu cepat dan orang mungkin tidak menyadarinya. Proses ini
didapat setelah terdapat penafsiran dari pihak warga masyarakat dan
pimpinan desa kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
6. Proses reaksi
Tahap terakhir dari proses perseptual adalah bertindak sehubungan
dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika
seseorang bertindak sehubungan dengan persepsinya. Reaksi yang
diharapkan adalah reaksi positif mengenai ADD dari warga
masyarakat dan pimpinan desa kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.