MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM (1)

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

Biografi Sayyidi Quthb
Sayyidi Quthb adalah seorang ilmuwan,
sastrawan, ahli tafsir sekaligus pemikir dari Mesir. Ia banyak menulis
dalam berbagai bidang. Ia mempunyai nama lengkap Sayyid Qutb
Ibrahim Husain Syadzili. Ia lahir di daerah Asyut, Mesir tahun 1906, di
sebuah desa dengan tradisi agama yang kental. Dengan tradisi yang
seperti itu,maka tak heran jika Qutb kecil menjadi seorang anak yang
pandai dalam ilmu agama. Tak hanya itu, saat usianya masih belia, ia
sudah hafal Qur’an. Bakat dan kepandaian menyerap ilmu yang besar itu
tak disia-siakan terutama oleh kedua orang tua Qutb. Selama hidupnya
selain aktif menulis, ia juga aktif dalam gerakan Islam yang dipimpin oleh
Hasan Al-Banna.
Biografi Sayyidi Quthbi darii Googlei Biograf
Sayyid Quthb dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M. di kota Asyut,
salah satu daerah di Mesir. Dia merupakan anak tertua dari lima
bersaudara, dua laki-laki dan tiga perempuan. Ayahnya bernama al-Haj
Qutb Ibrahim, ia termasuk anggota Partai Nasionalis Musthafa Kamil
sekaligus pengelola majalah al-Liwâ`, salah satu majalah yang
berkembang pada saat itu. Qutb muda adalah seorang yang sangat

pandai. Konon, pada usianya yang relatif muda, dia telah berhasil
menghafal al-Qur`an diluar kepala pada umurnya yang ke-10 tahun.
Pendidikan dasarnya dia peroleh dari sekolah pemerintah selain yang dia
dapatkan dari sekolah Kuttâb (TPA).
Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya. Pada
tahun 1921 Sayyid Qutb berangkat ke Kairo untuk melanjutkan
pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah. Pada masa mudanya, ia pindah
ke Helwan untuk tinggal bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman
yang merupakan seorang jurnalis. Pada tahun 1925 M, ia masuk ke
institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. Lalu ia
melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dâr al-‘Ulûm hingga
memporelah gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus diploma
pendidikan.
Berbekal persedian dan harta yang sangat terbatas, karena memang ia

terlahir dalam keluarga sederhana, Qutb di kirim ke Halwan. Sebuah
daerah pinggiran ibukota Mesir, Cairo. Kesempatan yang diperolehnya
untuk lebih berkembang di luar kota asal tak disia-siakan oleh Qutb.
Semangat dan kemampuan belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua
orang tuanya. Sebagai buktinya, ia berhasil masuk pada perguruan tinggi

Tajhisziyah Dar al Ulum, sekarang Universitas Cairo. Kala itu, tak
sembarang orang bisa meraih pendidikan tinggi di tanah Mesir, dan Qutb
beruntung menjadi salah satunya. Tentunya dengan kerja keras dan
belajar. Tahun 1933 Qutb dapat menyabet gelar sarjana pendidikan.
Sepanjang hayatnya, Sayyid Qutb telah menghasilkan lebih dari dua
puluh buah karya dalam berbagai bidang. Penulisan buku-bukunya juga
sangat berhubungan erat dengan perjalanan hidupnya. Sebagai contoh,
pada era sebelum tahun 1940-an, beliau banyak menulis buku-buku
sastra yang hampa akan unsur-unsur agama. Hal ini terlihat pada
karyanya yang berjudul “Muhimmat al-Syi’r f al-Hayâh” pada tahun 1933
dan “Naqd Mustaqbal al-Tsaqâfah fî Misr” pada tahun 1939.
Pada tahun 1940-an, Sayyid Qutb mulai menerapkan unsur-unsur agama
di dalam karyanya. Hal itu terlihat pada karya beliau selanjutnya yang
berjudul “al-Tashwîr al-Fanni f al-Qur`an” (1945) dan “Masyâhid alQiyâmah f al-Qur`an”.
Pada tahun 1950-an, Sayyid Qutb mulai membicarakan soal keadilan,
kemasyarakatan dan fkrah Islam yang suci menerusi ‘al-Adalah alIjtima’iyyah f al-Islam dan ‘Ma’rakah al-Islam wa ar-Ra’s al-Maliyyah’.
Selain itu, beliau turut menghasilkan “Fî Zhilâl al-Qur`ân’” dan “Dirâsat
Islâmiyyah”. Semasa dalam penjara, yaitu mulai dari tahun 1954 hingga
1966, Sayyid Qutb masih terus menghasilkan karya-karyanya. Di antara
buku-buku yang berhasil ia tulis dalam penjara adalah “Hâdza al-Dîn”,

“al-Mustaqbal li Hâdza al-Dîn”, “Khashâ`is al-Tashawwur al-Islâmi wa
Muqawwimâtihi’ al-Islâm wa Musykilah al-Hadhârah” dan “Fî Zhilal alQur`ân’ (lanjutannya).
Tak lama setelah itu ia diterima bekerja sebagai pengawas pendidikan di
Departemen Pendidikan Mesir. Selama bekerja, Qutb menunjukkan
kualitas dan hasil yang luar biasa, sehingga ia dikirim ke Amerika untuk
menuntut ilmu lebih tinggi dari sebelumnya.Qutb memanfaatkan betul
waktunya ketika berada di Amerika, tak tanggung-tanggung ia menuntut
ilmu di tiga perguruan tinggi di negeri Paman Sam itu. Wilson’s Teacher’s

College, di Washington ia jelajahi, Greeley College di Colorado ia timba
ilmunya, juga Stanford University di California tak ketinggalan diselami
pula. Seperti keranjingan ilmu, tak puas dengan yang ditemuinya ia
berkelana ke berbagai negara di Eropa. Itali, Inggris dan Swiss dan
berbagai negara lain dikunjunginya. Tapi itupun tak menyiram
dahaganya. Studi di banyak tempat yang dilakukannya memberi satu
kesimpulan pada Sayyid Qutb.
Hukum dan ilmu Allah saja muaranya. Selama ia mengembara, banyak
problem yang ditemuinya di
beberapa negara. Secara garis besar Sayyid Qutb menarik kesimpulan,
bahwa problem yang ada ditimbulkan oleh dunia yang semakin

matrealistis dan jauh dari nilai-nilai agama. Alhasil, setelah lama
mengembara, Sayyid Qutb kembali lagi ke asalnya. Seperti pepatah,
sejauh-jauh bangau terbang, pasti akan pulang ke kandang. Ia merasa,
bahwa Qur’an sudah sejak lama mampu menjawab semua pertanyaan
yang ada. Ia kembali ke Mesir dan bergabung dengan kelompok
pergerakan Ihkawanul Muslimin. Di sanalah Sayyid Qutb benar-benar
mengaktualisasikan dirinya. Dengan kapasitas dan ilmunya, tak lama
namanya meroket dalam pergerakan itu. Tapi pada tahun 1951,
pemerintahan Mesir mengeluarkan larangan dan pembubaran ikhwanul
muslimin.
Saat itu Sayyid Qutb menjabat sebagai anggota panitia pelaksana
program dan ketua lembaga dakwah. Selain dikenal sebagai tokoh
pergerakan , Qutb juga dikenal sebagai seorang penulis dan kritikus
sastra. Kalau di Indonesia semacam H.B. Jassin lah. Banyak karyanya
yang telah dibukukan. Ia menulis tentang banyak hal, mulai dari sastra,
politik sampai keagamaan.Empat tahun kemudian, tepatnya Juli 1954,
Sayyid menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin.
Tapi harian tersebut tak berumur lama, hanya dua bulan tajam karena
dilarang beredar oleh pemerintah. Tak lain dan tak bukan sebabnya
adalah sikap keras, pemimpin redaksi, Sayyid Qutb yang mengkritik

keras Presiden Mesir kala itu, Kolonel Gamal Abdel Naseer. Saat itu
Sayyid Qutb mengkritik perjanjian yang disepakati antara pemerintahan
Mesir dan negara Inggris. Tepatnya 7 Juli 1954. Sejak saat itu, kekejaman
penguasa bertubi-tubi diterimanya. Setelah melalui proses yang panjang
dan rekayasa, Mei 1955, Sayyid Qutb ditahan dan dipenjara dengan
alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan
kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja

paksa di kamp-kamp penampungan selama 15 tahun lamanya.
Berpindah-pindah penjara, begitulah yang diterima Sayyid Qutb dari
pemerintahnya kala itu.
Hal itu terus di alaminya sampai pertengahan 1964, saat presiden Irak
kala itu melawat ke Mesir. Abdul Salam Arief, sang presiden Irak,
memminta pada pemerintahan Mesir untuk membebaskan Sayyid Qutb
tanpa tuntutan. Tapi ternyata kehidupan bebas tanpa dinding pembatas
tak lama dinikmatinya. Setahun kemudian, pemerintah kembali
menahannya tanpa alasan yang jelas. Kali ini justru lebih pedih lagi,
Sayyid Qutb tak hanya sendiri. Tiga saudaranya dipaksa ikut serta dalam
penahanan ini. Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah, serta 20.000
rakyat Mesir lainnya. Alasannya seperti semua, menuduh Ikhwanul

Muslimin membuat gerakan yang berusaha menggulingkan dan
membunuh Presiden Naseer. Ternyata, berjuang dan menjadi orang baik
butuh pengorbanan. Tak semua niat baik dapat diterima dengan lapang
dada. Hukuman yang diterima kali ini pun lebih berat dari semua
hukuman yang pernah diterima Sayyid Qutb sebelumnya. Ia dan dua
kawan seperjuangannya dijatuhi hukuman mati.
Meski berbagai kalangan dari dunia internasional telah mengecam Mesir
atas hukuman tersebut, Mesir tetap saja bersikukuh seperti batu. Tepat
pada tanggal 29 Agustus 1969, ia syahid di depan algojo-algojo
pembunuhnya. Sebelum ia menghadapi ekskusinya dengan gagah
berani, Sayyid Qutb sempat menuliskan corat-coret sederhana, tentang
pertanyaan dan pembelaannya. Kini corat-coret itu telah menjadi buku
berjudul, “Mengapa Saya Dihukum Mati”. Sebuah pertanyaan yang tak
pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir kala itu.

Ketika beliau diadili pada tahun 1954 juga berkata: “Apabila tuan-tuan menghendaki
kepala saya, inilah aku dengan kepalaku di atas tapak tanganku sendiri!”
Tidak lama setelah penembakan terhadap Hasan Al-Banna, terjadilah penangkapan
besar-besaran terhadap anggota Ihwanul Muslimin oleh rezim Nasser, yang beliau
waktu itu menjabat Perdana Menteri dan Ketua Dewan Revolusi Mesir. Anggota

Ikhwanul Muslimin yang ditangkap ketika itu sebanyak 10,000 (sepuluh ribu)
anggota dan seluruhnya dimasukkan ke dalam penjara, termasuk mereka yang berjasa
dalam perang melawan Inggris di Suez.

Baru 20 hari sejak penangkapan besar-besaran itu, terdapat 1,000 orang tahanan
anggota Ikhwanul Muslimin yang mati akibat siksaan dan penganiayaan. Dan 6
(enam) orang yang dijatuhi hukuman mati.
Di antara anggota-anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan dalam penjara itu adalah
Hakim Dr. Abdul Qadir Audah, Muhammad Faraghali, dan Sayyid Quthub. Para
tahanan itu tidak sedikit yang dijatuhi hukuman penjara antara 15 tahun sampai
seumur hidup, dan juga hukuman mati, dan kerja paksa memotong dan memecah
batu-batu di gunung-ganang. Mereka yang membangkang mogok tidak mau kerja
paksa kemudian ditembak. Pernah kejadian yang mogok itu ditembak sekaligus 22
orang dalam penjara mereka. Kejadian itu pada tahun 1977.
Adapun Sayyid Quthub, beliau pernah dihebahkan oleh pihak lnggris, barangsiapa
yang dapat menangkapnya akan mendapat hadiah 2000 Poundsterling.
Sayyid Quthub ini lahir pada tahun 1903 di Musha, sebuah kota kecil di Asyut,
Mesir. Beliau telah hafal Al-Quran 30 Juz sejak masih anak-anak, meraih gelar
sarjana dalam tahun 1933 dari Universitas Cairo, kemudian bekerja pada
Kementerian Pendidikan. Kementerian Pendidikan kemudiannya mengirim beliau

untuk belajar di Amerika Serikat selama dua tahun.
Sepulang dari Amerika Serikat beliau ke Inggris, Swiss, dan Itali. Sepulangnya dari
luar negeri beliau kemudian menyatakan keyakinannya bahawa Mesir harus
membebaskan diri dari kebudayaan asing yang negatif dan merusak keperibadian
Islam serta ketimuran itu.
Beliau adalah seorang penyair dan sastrawan yang hasil karyanya diperhatikan orang.
Pada tahun 1946 beliau menulis buku berjudul Keadilan Sosial Di Dalam Islam.
Buku ini amat populer dan cemerlang sehingga menjadikan beliau termasyhur.
Apalagi setelah buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, beliau benar-benar
seorang tokoh yang berwawasan. Terutama buku ini sebagai jawaban dari sikap
Nasser yang mengumandangkan Sosialisme Arab itu.
Sebenarnya Sayyid Quthub ditahan jauh sebelum peristiwa Sandiwara Penentangan
terhadap Nasser pada tanggal 26 Oktober 1954, yaitu dua hari setelah Ikhwanul
Muslimin dilarang oleh Nasser. Adapun kesalahan beliau yang paling banyak ialah
karena beliau mengarang dan menulis beberapa buku yang bersifat semangat Islam.
Selain Keadilan Sosial Dalam Islam, juga buku Tonggak-tonggak Jalan yang isinya
menolak kebudayaan jahiliyah moden dalam segala bentuk dan praktiknya.
Kekejaman terhadap para tahanan dan terhadap beliau dari penguasa mesir tak
terkira. Melebihi Nazi Jerman. Hal ini telah diungkapkan oleh para bekas tahanan


yang kemudian selamat kembali kepada keluarga mereka. Mereka banyak berkisah
tentang kekejaman penguasa zaman Raja Farouk maupun oleh Pemerintah Nasser.
Ramai para bekas tahanan itu yang bercerita sambil bercucuran air mata bila teringat
kawan-kawannya yang mati disiksa dan dibantai di hadapan mata kepala mereka
sendiri. Hukuman cambuk, cuci otak dengan alat-alat elektronik sehingga para korban
menjadi hilang akal, dan sebagainya. Bermacam-macam tuduhan yang dilontarkan.
Tuduhan palsu, fitnah yang dibuat-buat, yang kesemuanya itu tidak ada kesempatan
bagi para anggota Ikhwan untuk membela diri. Mereka tetap mengatakan Ikhwanul
Muslimin salah, mengkhianati negara dan bangsa, dan sebagainya serta tuduhantuduhan yang tidak masuk akal.
Adik Sayyid Quthub yang bernama Muhammad Quthub meninggal dalam penjara.
Dan Sayyid Quthub sendiri dibebaskan oleh penguasa pada tahun 1964 atas usaha
Presiden lrak, Abdus Salam Aref almarhum. Selepas dari tahanan ini keluarlah buku
beliau berjudul Tonggak-tonggak Islam, sehingga pada bulan Agustus 1965 beliau
ditangkap dan ditahan lagi bersama 46,000 (empat puluh enam ribu) anggota
Ikhwanul Muslimin.
Dalam pengadilan beliau berkata, “Aku tahu bahwa kali ini yang dikehendaki oleh
pemerintah (Nasser) adalah kepalaku. Sama sekali aku tidak menyesali kematianku,
sebaliknya aku berbahagia kerana mati demi cinta. Tinggal sejarah yang
memutuskan, siapakah yang benar, Ikhwan ataukah rezim ini”.
Ketika beliau diadili pada tahun 1954 juga berkata: “Apabila tuan-tuan menghendaki

kepada saya, inilah aku dengan kepalaku di atas tapak tanganku sendiri!”
Pada bulan Agustus 1966 Mahkamah Militer menjatuhkan hukuman gantung kepada
tokoh Ikhwanul Muslimin termasuk beliau. Dengan sebuah senyum pada hari Senin,
di waktu fajar menyingsing tanggal 29 Agustus 1966, beliau meninggal dunia di tiang
gantung sebagai jalan untuk menemui Allah! Selama dalam masa penahanan, beliau
menulis kitab tafsir Al-Quran yang sangat populer (Fi Zilalil Qur’an) yang saat ini
banyak dijadikan kitab referensi dalam berbagai kajian Islam.
Demikianlah hukum yang terjadi di dunia ini, yang benar belum tentu menang dan
yang salah belum tentu kalah. Namun pada umumnya yang berkuasa itulah yang
dibenar-benarkan, karena pihak yang tidak mendapat kesempatan untuk berbicara
karena bukan penguasa, walau tidak kuasa berkata bahwa dirinya benar. Dan Nasser
merasa dirinya di pihak yang benar sehingga Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai
pengkhianat bangsa dan negara. Padahal setiap Mesir ditimpa bahaya, penguasa
selalu minta tolong kepada para anggota Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke depan
membela tanah air, tetapi setelah keadaan aman, Ikhwanul Muslimin dijauhkan dari
kebenaran, dipinggirkan, dianggap sebagai organisasi yang najis dan ekstrim.

Demikianlah nasib para pejuang dalam membela kebenaran, bahawa risiko yang
dihadapinya tidak sedikit dan bahkan sering membawa korban, disiksa, dianiaya dan
demikian itulah cara Allah untuk mengetahui keimanan dan ketakwaan seseorang.

Dengan demikian, jelaslah bahwa siapa saja yang tidak mau berjuang untuk membela
kebenaran adalah orang yang lemah mentalnya, dan akan mendapat siksa di akhirat
nanti.
Waallahu A’lam
“The history of the world is but the biography of great man”, sejarah adalah tak lebih
merupakan kumpulan biografi orang-orang besar. Pernyataan yang pernah
dilontarkan oleh Thomas Carlyle tersebut adalah pernyataan yang tepat untuk
melukiskan makna sejarah. Karena ketika membaca sejarah, kita akan menemukan
sepak terjang dan aksi orang-orang besar yang ada di dalamnya. Yaitu mereka yang
pernah melakukan pekerjaan yang besar. Pekerjaan yang mampu merubah mata angin
dan pola pikir umat manusia.
Salah satu orang besar yang mampu menorehkan sejarah hidupnya dengan indah
adalah Sayyid Quthb. Karya-karyanya menjadi inspirasi bagi bangkitnya jihad Islam
di seluruh dunia. Setidaknya itulah yang diakui oleh pengamat ‘terorisme’ dan ulama’
su’ yang menjadi pelayan Thoghut. Ya, ia bernama Sayyid Quthb –Rahimahullah-. Di
antara mereka yang begitu tergetar dengan sosok mulia ini adalah seorang polisi yang
menyaksikan eksekusi matinya pada tahun 1966.
Polisi tersebut mengetengahkan kisahnya kepada kita, “Penugasan kami yang terakhir
di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya ada seorang lelaki yang
dipenjara. Kami diberitahu bahwa orang ini adalah yang paling berbahaya dari
kumpulan ‘pengkhianat’ itu. Orang ini adalah pemimpin dan perencana seluruh
makar jahat mereka. Namanya Sayyid Quthb. Orang ini agaknya telah mengalami
siksaan sangat berat hingga ia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka harus
menyeretnya ke Pengadilan Militer ketika ia akan disidangkan. Suatu malam,
keputusan telah sampai untuknya, ia harus dieksekusi mati dengan cara digantung.
Malam sebelum eksekusi gantung, seorang syaikh datang menemuinya, untuk
mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah. Syaikh itu berkata, “Wahai Sayyid,
ucapkanlah Laa Ilaaha Illallah…” Sayyid Quthb hanya tersenyum lalu berkata,
“Sampai juga engkau wahai Syaikh, menyempurnakan seluruh sandirawa ini ?
Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan
kalimat Laa Ilaaha Illallah, sementara engkau mencari makan dengan Laa
Ilaaha Illallah.”

Dini hari esoknya, aku dan temanku menuntun tangannya dan membawanya ke
sebuah mobil tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang
juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil penjara itu berangkat ke tempat
eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentara
bersenjata lengkap.
Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan senjata. Para
perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang
gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara eksekutor mengalungkan tali gantung
ke leher beliau dan para tahanan lain. Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap
menunggu perintah eksekusi. Di tengah suasana ‘maut’ yang begitu mencekam dan
menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan
mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing-masing
saling menasehati saudaranya untuk tetap tsabat dan sabar, serta menyampaikan kabar
gembira, saling berjanji untuk bertemu di surga, bersama dengan Rasululloh tercinta
dan para shahabatnya. Nasehat ini kemudian diakhiri dengan pekikan, “ALLAHU
AKBAR, WA LILLLAHIL HAMD.” Aku tergetar mendengarnya.
Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang ruangan
dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan tergesa-gesa sembari
memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda. Perwira tinggi itu mendekati
Sayyid Quthb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan tutup mata
dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bibir bergetar,
“Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera menghadap anda, dengan membawa
kabar gembira dan pengampunan dari presiden kita yang sangat pengasih. Anda
hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga anda dan seluruh teman-teman anda
akan diampuni.” Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan
sebuah notes kecil dari saku bajunya dan sebuah bolpen, lalu berkata, “Tulislah
saudaraku, satu kalimat saja…Aku bersalah dan aku minta maaf…”
(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Quthb dipenjara, lalu datanglah
Aminah, saudari beliau, sembari membawa pesan dari rezim thaghut Mesir, meminta
agar Sayyid Quthb sekedar mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada
presiden Jamal Abdul Nasher, sehingga ia akan diampuni. Sayyid Quthb
mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang senantiasa
mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalatnya, menolak untuk menuliskan
barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rezim thaghut….”)
Sayyid Quthb menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum
tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa beliau berkata, “Tidak akan
pernah ! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini
dengan akherat yang abadi.” Perwira itu berkata dengan nada suara bergetar karena

rasa sedih yang mendalam, “Tetapi Sayyid, itu artinya kematian…” Ustadz Sayyid
Quthb berkata tenang, “Selamat datang kematian di jalan Allah….Sungguh Allah
Maha Besar !”
Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami
menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan
keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda eksekusi
untuk dilanjutkan. Segera, para eksekutor akan menekan tugas, dan tubuh Sayyid
Quthb beserta kawan-kawannya akan menggantung. Lisan mereka yang akan
menjalani eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan
untuk selama-lamanya. Mereka mengucapkan, “Laa ilaaha illallah, Muhammadur
Rasululloh…”

Sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada Allah, dan
berusaha menjadi hamba-Nya yang shaleh. Aku senantiasa berdoa kepada Allah agar
Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga diriku di dalam iman hingga akhir
hayatku.”
–Sumber : Mereka yang kembali kepada Allah, oleh Muhammad Abdul Aziz alMusnad dan diterjemahkan oleh Dr. Muhammad Amin Taufiq-.
Buku Petunjuk Jalan atau Ma’aalim fi Ath-Thoriq karya AsySyahid Sayyid Quthb
rahimahullah merupakan buku yang mengantarkan sang penulis meraih kesyahidan
di tiang gantungan rezim zalim penguasa Mesir Gamal Abdul Nasser. Beliau
dihukum mati hukum gantung pada tanggal 29 Agustus 1966. Mahkamah Revolusi
merujuk pada buku-buku Sayyid Quthb terutama Ma’aalim fi Ath-Thoriq, yang
mendasari pernyataan seruan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang tidak
berdasarkan Syari’at Allah. Sedangkan ideologi yang diserukan oleh Nasser
merupakan Nasionalisme-Sekuler.
Petunjuk Jalan memang buku yang membangkitkan semangat penegakkan kalimat
Tauhid Pengesaan Allah, terutama dalam menegakkan Hakimiyyah Allah (Kedaulatan
Allah). Prinsipnya, penulis mengajak setiap Muslim agar menegakkan kekuasaan
Allah dan menolak kekuasaan siapapun selain Allah. Sebab bentuk ketaatan kepada
siapapun dapat diartikan sebagai bentuk penghambaan. Sedangkan di antara misi
utama datangnya Islam ialah seperti yang disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa
sallam sebagai berikut:

‫فإني أدعوكم إلى عبادة ا من عبادة العباد‬
“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan
meninggalkan penghambaan sesama hamba.” (HR Al-Baihaqi 2126)
‫اا ابتعثنا ا لنخرا الناس من عبادة العباد لعبادة ا وحده‬
“Kami (umat Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan
sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata.”
Dalam bab kedua bukunya, Sayyid Quthb memberinya judul Thobi’ah Al-Manhaj AlQur’aaniy (Wujud Metode Al-Qur’an). Beliau membahas di dalamnya bentuk
da’wah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam semasa di Mekkah sebelum hijrah ke
Madinah. Qur’an Makki yang turun selama tigabelas tahun di Mekkah hanya
membicarakan satu persoalan, yaitu persoalan aqidah, dengan titik perhatian kepada
dua hal: ketuhanan (Al-Uluhiyah) dan penghambaan (Al-’Ubudiyah) serta hubungan
antara keduanya.

Berdasarkan itu, maka Sayyid Quthb menjelaskan mengapa Rasulullah shollallahu
’alaih wa sallam mengawali da’wahnya dengan mengibarkan bendera aqidah Laa
ilaaha illA-llah padahal pilihan tersebut mengundang perlawanan dan penganiayaan
kaum musyrik Mekkah. Mereka sangat faham apa konsekuensi makna kalimat
tersebut. Iniliah sebagian yang ditulis Sayyid Quthb mengomentari hal ini:
Dipandang dari segi kenyataan yang ada dan menurut pandangan otak manusia
yang terselubung itu, ini bukanlah .merupakan jalan yang termudah ke hati bangsa
Arab. Dalam bahasa mereka, mereka telah mengenal pengertian ilah (Tuhan) dan
pengertian la ilaha illa-llah.
Mereka mengetahui bahwa uluhiyah (ketuhanan) itu
berarti hakimiyah (penguasaan) yang tertinggi. Mereka mengerti bahwa
mentauhidkan ketuhanan dan menyatukan Allah itu dengan tauhid berarti melucuti
kekuasaan yang dipergunakan oleh pemuka (dukun) agama, ketua suku, pangeran
dan penguasa, dan mengembalikan semuanya kepada Allah. Kekuasaan atas hati
nurani, kekuasaan atas perasaan, kekuasaan atas kenyataan hidup,
kekuasaan atas harta, kekuasaan atas hukum dan kekuasaan atas jiwa dan
raga. Mereka mengetahui bahwa la ilaha illa-llah itu adalah suatu revolusi
terhadap kekuasaan bumi yang telah merampas cirikhas ketuhanan yang pertama :
revolusi terhadap situasi yang timbul atas prinsip perampasan ini; dan
pemberontakan terhadap orang yang memerintah dengan hukum yang dibuatnya
sendiri tanpa izin Tuhan. Orang Arab bukan tidak tahu karena mereka mengetahui
bahasa mereka dengan baik dan mengetahui petunjuk yang sesungguhnya dari

seruan la ilaha illa-llah apa yang dimaksud oleh seruan ini tentang situasi,
kepemimpinan dan kekuasaan mereka. Karena itu mereka telah menyambut seruan
ini atau revolusi itu dengan sambutan yang amat keras itu, dan mereka perangi
dengan peperangan yang belum di kenal orang sebelumnya.

Jadi, menurut penulis, bila ingin mewujudkan kembali lahirnya generasi muslim
seperti para sahabat kita harus menekankan kepada pembangunan aqidah secara
konsisten. Dan kegiatan ini tidak bisa diharapkan berlangsung dalam waktu singkat.
Ia membutuhkan kesabaran untuk menjalankannya dalam waktu yang panjang. Para
sahabat saja, di bawah bimbingan pendidik (murabbi) terbaik yi Rasulullah,
memerlukan tidak kurang dari 13 tahun. Jika kualitas kita separuh para sahabat, maka
kira-kira diperlukan waktu 2 x 13 tahun = 26 tahun. Kalau kualitas kita hanya
sepesepuluh para sahabat, maka dibutuhkan waktu kira-kira 10 x 13 tahun = 130
tahun..!!!

Yang pasti penulis memandang bahwa inilah jalan sekaligus metode satu-satunya
penegakkan Islam untuk melahirkan generasi pertama. Dan ini pulalah jalan sekaligus
metode untuk mewujudkan Islam di tempat dan zaman kapanpun. Perhatikan
tulisannya di bawah ini:
Inilah wujud (nature) agama ini, sebagaimana disarikan dari metode Quran Makki.
Kita harus mengetahui wujudnya ini. Kita jangan mencoba merobahnya hanya untuk
memenuhi keinginan sesaat yang kalah di depan bentuk-bentuk teori-teori manusia.
Dengan bentuknya yang seperti ini, ia telah membentuk ummat Islam yang pertama.
Dan dengan cara yang begitu pulalah ia akan membentuk ummat Islam setiap kali ia
ingin untuk mengulang mengeluarkan ummat Islam sekali lagi ke alam nyata,
sebagaimana Allah telah mengeluarkannya pertama kali.
Ketua persatuan ulama Muslim internasional, Syekhi Yusufi al-Qardhawi,
menyatakan pemikiran takfr (pengkafran pada muslim lain) dalam kitabkitab Sayyid Quthb sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam
Ahlussunnah wal Jamaah yang dianut mayoritas umat Islam di dunia.
Pemikiran ini, tambah Qardhawi, juga tidak mencerminkan pemikiran
gerakan al-Ikhwan al-Muslimin, karena pemikiran takfr sama sekali tidak
selaras dengan pemikiran Ikhwan al-Muslimin.

Pernyataan Qardhawi ini disampaikan dalam dialog dengan Dr. Dhia
Rishwan, peneliti gerakan Islam terkemuka asal Mesir, dalam program
acara televisi "Manabir wa Madaf" (Mimbar dan Debat) yang disiarkan
oleh kanal al-Fara'in Mesir pada Jumat (7/8), sebagaimana dilansir
IslamOnline.net.
Darii Moderati kei Konservatif
Menurut Qardhawi, Sayyid Quthb bergabung dan aktif di organisasi
Ikhwan al-Muslimin sejak awal tahun 50-an atas dasar ketertarikan dan
kekagumanya pada Ikhwan. Pada mulanya, Quthb berpemikiran moderat
dan selaras dengan Ikhwan, namun lama kelamaan, Quthb berubah
menjadi lebih konserfatif. Perubahan ini terjadi pada akhir-akhir masa
hidupnya, khususnya dalam kitab tafsir Fi Dzilal al-Qur'an (Dalam
Naungan Alquran) dan kitab Ma'alim f at-Thariq (Rambu-Rambu Jalan).
Perubahan ini juga sangat jelas ketika kita bandingkan Dzilal cetakan
pertama dan cetekan keduanya, pada cetakan kedua lah mulai muncul
pemikiran hakimiyah (masyarakat hukum) dan jahilyah (masyarakat
jahiliyah. Read More
"Ahlussunnah tidak pernah condong kepada takfr, tidak sebagaimana
yang sering dilakukan oleh sekte Khawarij," jelas Qardhawi.
Pemikiran takfr tersebut, lanjut Qardhawi, berkembang ketika ia
mendekam di penjara. Kondisi ini cukup memengaruhi pemikiranya.
Quthb menganggap pemerintah yang ada sebagai komunis dan jauh dari
agama.
Meski demikian, jika saja Sayyid Quthb saat itu tidak digantung (pada 29
Agustus 1966) dan diberi kesempatan untuk hidup normal (tidak dalam
tekanan politik) dan berbaur dengan masyarakat, kemungkinan pemikiran
Quthb akan berubah dan kembali lagi kepada pemikiran moderat.
Quthbi dani Pendidikani Ikhwan
Menurut Qardhawi, Sayyid Quthb merupakan salah seorang yang sangat
mengagumi sosok Imam Hasan al-Banna, pendiri Ikhwan. Atas
ketertarikan ini, Quthb pun menulis buku berjudul Hasan al-Banna wa
'Abqariyyah al-Banna (Hasan al-Banna dan Kejeniusan Seorang Pendiri).

Meski demikian, pada perjalanan selanjutnya, masih menurut Qardhawi,
Quthb lebih dipengaruhi oleh pemikiran Abul A'la al-Mawdudi, tokoh Islam
sezamannya dari Pakistan.
Namun menurut Qardhawi pemikiran takfr dan tajhil (menganggap
masyarakat Islam saat ini adalah jahiliyyah) sangat berbeda dengan
pemikiran Mawdudi sendiri.
"Pemikiran Quthb lebih kepada pencampuran antara Ikhwan, Salaf, dan
Jihadi," jelas Qadhawi.
"Sayyid Quthb adalah sastrawan, pemikir, cendikiawan, penafsir, dan
tokoh Islam terbesar pada masanya," terang Qardhawi. Namun, tambah
Qardhawi, Quthb adalah orang yang paling bertanggung jawab atas
berkembangnya aliran pemikiran radikal yang sekarang marak di
kalangan sebagian umat Islam.(rpb/sbl)

Sayyid Quthb
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Sayyid Quthb

Sayyid Quthb di balik jeruji besi di sebuah penjara Mesir
Nama: Sayyid Quthb
Judul:
Lahir: 9 Oktober 1906
Kematian: 29 Agustus 1966 (umur 59)
Etnis: Mesir
Region: Timur Tengah

Maddhab: Syafi'i
Sekolah tradisi: Sunni
Kepentingan utama: Islam , Politik , penafsiran Al-Quran ( tafsir )
Gagasan penting: Jahiliyah , Ubudiyya
Pekerjaan: Tonggak, Dalam Shade dari Quran
Hassan al-Banna , Ibnu al-Qayyim , Sayyid Abul Ala
Pengaruh:
Maududi

Sayyid Quthb (Arab pengucapan: [ˤ qʊt sajjɪd b] ) (juga Said, Syed, Sayyid, Sayid, atau
Sayed; Koteb, Qutub, Kotb, atau Kutb) ( bahasa Arab : 9 ,‫ سيد قطب‬Oktober 1906 [1] 29 Agustus , 1966) adalah seorang Mesir penulis, pendidik, Islam , penyair , dan
terkemuka teolog Islam dari Mesir Ikhwanul Muslimin pada 1950-an dan 60-an.
Penulis 24 buku, termasuk novel, 'kritik seni sastra, bekerja pada pendidikan, ia
paling dikenal di dunia Muslim untuk karyanya pada apa yang diyakini dan peran
sosial politik Islam , khususnya dalam bukunya Keadilan Sosial dan Ma 'alim fi-lTariq (Milestones). Nya magnum opus , Fi Zilal al-Qur'an (Di bawah naungan Al
Qur'an), adalah jilid 30 komentar pada Alquran.
Meskipun sebagian besar pengamatan dan kritik yang ditujukan pada dunia Muslim,
Qutb juga dikenal karena penolakan tentang masyarakat dan budaya Amerika Serikat
[2] [3]
yang dilihatnya sebagai terobsesi dengan materialisme dan kekerasan. [4]
pandangan tentang Quthb sangat bervariasi. Dia telah digambarkan oleh pendukung
sebagai yang besar seniman dan martir untuk Islam , [5] [6] tetapi banyak pengamat
Barat sebagai seorang yang berbentuk ide-ide Islam [7] Hari ini, pendukungnya sering
diidentifikasi sebagai Qutbists [8] atau "Qutbi", meskipun mereka tidak menggunakan
istilah untuk menggambarkan diri mereka sendiri.

Isi
[hide]
 1 Kehidupan dan karir publik
o 1.1 Anak Usia Dini
o 1.2 Kunjungan ke Amerika
o 1.3 Kembali ke Mesir
 2 Evolusi Pemikiran, Views & Laporan
o 2.1 Sekularisme
 3 Politik filsafat
o 3.1 Jahiliyah vs kebebasan

 4 Kritik
 5 Legacy
o 5.1 Al-Qaeda dan Jihad Islam
 6 Pekerjaan
 7 Lihat juga
 8 Referensi
o 8.1 Bibliografi
 9 Pranala luar

[ sunting ] Kehidupan dan karier publik
[ sunting ] Anak Usia Dini
Qutb dibesarkan di desa Mesir Musha , yang terletak di Upper Provinsi Asyut Mesir.
Ayahnya adalah seorang pemilik tanah dan administrator kebun keluarga, tapi ia juga
dikenal karena aktivitas politiknya, mengadakan pertemuan mingguan untuk
membahas peristiwa politik dan pembacaan Al Qur'an. Pada usia muda, Sayyid
Quthb pertama kali belajar tentang ilustrasi melodi Al Qur'an, yang akan bahan bakar
sisi artistik dari kepribadiannya semua cara untuk buku terakhirnya. Pada remaja,
Quthb juga seorang kritikus lembaga keagamaan ia datang ke dalam kontak dengan,
ia tidak menyukai bagaimana lembaga-lembaga yang digunakan untuk membentuk
opini publik dan pikiran. Dia memiliki penghinaan khusus, namun untuk sekolahsekolah yang mengkhususkan diri dalam studi agama saja, dan berusaha untuk
membuktikan bahwa sekolah penduduk setempat yang memegang kelas akademis
biasa maupun agama lebih bermanfaat daripada ketidakseimbangan program sekolah
agama. Pada saat ini, Quthb dikembangkan membungkuk melawan Imam dan
pemahaman tradisional mereka pendidikan, dan ini akan menjadi standar konfrontasi
sepanjang hidupnya. [9]
Dia pindah ke Kairo , tempat ia bisa menerima pendidikan yang didasarkan pada gaya
Inggris sekolah, antara 1929 1933, dan sebelum memulai karirnya sebagai guru di
Departemen Instruksi Publik. Pada awal karirnya, Quthb mengabdikan dirinya untuk
sastra sebagai penulis dan kritikus, menulis novel seperti Ashwak (duri) dan bahkan
membantu untuk meningkatkan novelis Mesir Naguib Mahfouz dari ketidakjelasan.
Pada 1939, ia menjadi pejabat di Mesir Departemen Pendidikan (wizarat al-Ma'arif).
Dari tahun 1948 sampai 1950, ia pergi ke Amerika Serikat pada beasiswa untuk
belajar sistem pendidikan tersebut, menghabiskan beberapa bulan di Colorado State
College Pendidikan (sekarang University of Northern Colorado ) di Greeley,
Colorado . utama teoritis adalah pekerjaan pertama Quthb kritik sosial keagamaan,

Al-'adala al-Ijtima'iyya fi-l-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam), diterbitkan pada
tahun 1949, selama waktunya di Barat.
Meskipun Islam memberikan banyak kedamaian dan kepuasan, [10] ia menderita lain
masalah kesehatan dan pernapasan sepanjang hidupnya dan dikenal untuk ",, nya
introvertedness depresi isolasi dan keprihatinan." Dalam penampilan, ia "pucat
dengan mata mengantuk." [11] Quthb tidak pernah menikah, sebagian karena agama
teguh keyakinannya. Sementara masyarakat Mesir ia tinggal di perkotaan telah
menjadi lebih kebarat-baratan, Quthb percaya bahwa "ide saat ini masyarakat dan
tradisi umum yang berlaku tekanan besar - tekanan balik-melanggar, terutama dalam
hal perempuan; wanita muslim benar-benar di bawah ekstrim dan tekanan menindas '.
[12]
Quthb bercanda kepada pembaca bahwa ia tidak pernah dapat menemukan seorang
wanita dan harus mendamaikan dirinya untuk kesarjanaan. [13]

[ sunting ] Kunjungan ke Amerika
Ini titik balik yang dihasilkan dari kunjungan Quthb ke Amerika Serikat untuk studi
yang lebih tinggi dalam administrasi pendidikan. Selama periode dua tahun, ia
bekerja di berbagai lembaga termasuk apa yang kemudian Wilson Guru 'College-di
Washington, DC dan Colorado State College untuk Pendidikan di Greeley, serta
Universitas Stanford . [14] Ia juga melakukan perjalanan secara ekstensif, mengunjungi
kota-kota besar Amerika Serikat dan menghabiskan waktu di Eropa dalam perjalanan
kembali ke Mesir.
Setelah kembali ke Mesir, Quthb menerbitkan sebuah artikel berjudul "Amerika yang
I Have Seen." Dia adalah kritis terhadap banyak hal ia telah mengamati di Amerika
Serikat: pada materialisme , kebebasan individu , sistem ekonomi, rasisme , brutal
tinju pertandingan, "miskin" potongan rambut , [3] pendangkalan dalam percakapan
dan persahabatan, [15] pembatasan perceraian , antusiasme untuk olahraga , kurang
artistik perasaan, [15] "hewan-seperti" pencampuran jenis kelamin (yang "lanjut
bahkan di gereja-gereja"), [16] dan dukungan yang kuat untuk negara Israel yang baru.
[17]
Hisyam Sabrin, mencatat bahwa:
Sebagai orang coklat di Greeley, Colorado pada 40-an, belajar bahasa Inggris dia
menemukan prasangka banyak. Dia juga merasa cukup terkejut dengan apa yang
dianggap sebagai keterbukaan seksual longgar pria Amerika dan wanita (jauh berbeda
dengan ukuran apapun, dari Musha, Asyut di mana ia dibesarkan). Namun, dalam
pengalaman Amerika fakta ini tidak benar-benar krisis untuk Quthb, melainkan saat
pilihan dan fine-tuning identitasnya sudah Islam. Dia sendiri mengatakan kepada kita
dalam perjalanan perahu di atas "Haruskah saya pergi ke Amerika, dan menjadi tipis,
dan biasa, seperti mereka yang puas dengan omong kosong dan tidur. Atau harus saya
membedakan diri dengan nilai-nilai dan semangat. Apakah ada selain Islam yang aku

harus teguh dalam karakter dan berpegang pada instruksi, di tengah-tengah kekacauan
kehidupan menyimpang, dan sarana tak berujung memuaskan hasrat kebinatangan,
kesenangan, dan dosa-dosa mengerikan? Aku ingin menjadi orang yang terakhir. ".
Quthb mencatat dengan ketidaksetujuan seksualitas perempuan Amerika:
gadis Amerika akrab dengan kapasitas menggoda tubuhnya. Dia tahu itu terletak di
wajah, dan di mata ekspresif, dan bibir haus. Dia tahu godaan terletak pada payudara
bulat, pantat penuh, dan di paha indah, kaki ramping - dan ia menunjukkan semua ini
dan tidak menyembunyikannya. [3]
Dia juga berkomentar tentang selera Amerika dalam seni:
Amerika adalah primitif dalam rasa artistik, baik dalam apa yang ia menikmati
sebagai seni dan dalam karya seni sendiri. "Jazz" musik adalah musik pilihan. Ini
adalah musik yang bahwa orang Negro diciptakan untuk memuaskan kecenderungan
primitif mereka, serta keinginan mereka untuk menjadi bising di satu sisi dan
membangkitkan kecenderungan binatang di sisi lain. keracunan Amerika di musik
"jazz" tidak mencapai penyelesaian penuh sampai musik disertai dengan menyanyi
yang sama kasar dan menyebalkan sebagai musik itu sendiri. Sementara itu, suara
instrumen dan suara tunggangan, dan cincin di telinga ke tingkat yang tak tertahankan
... ini agitasi orang banyak [2] meningkat, dan suara persetujuan meningkat, dan
telapak tangan mereka cincin di keras, tepuk tangan terus-menerus bahwa semua tapi
deafens telinga. [15]

[ sunting ] Kembali ke Mesir
Quthb menyimpulkan bahwa aspek utama dari kehidupan di Amerika adalah primitif
dan "mengejutkan", orang-orang yang "mati rasa iman dalam agama, iman dalam
seni, dan iman dalam nilai-nilai spiritual sama sekali". Pengalamannya di Amerika
Serikat diyakini telah terbentuk di bagian dorongan untuk penolakannya terhadap
nilai-nilai Barat dan bergerak ke arah konservatisme setelah kembali ke Mesir.
Mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil, ia bergabung dengan Ikhwanul
Muslimin pada awal 1950-an [18] dan menjadi editor-in-chief of Brothers 'mingguan
Al-Ikhwan al-Muslimin, dan kemudian kepala yang propaganda [19] [20] [ 21] [22] [23] [24] [25]
[26] [27] [28]
bagian, serta anggota yang ditunjuk komite kerja dan bimbingan dewan,
cabang tertinggi dalam organisasi. [29 ]
Pada bulan Juli 1952, pro-Barat pemerintah Mesir digulingkan oleh nasionalis
Pejabat Free Gerakan dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser . Baik Qutb dan Ikhwanul
Muslimin menyambut baik kudeta terhadap monarki pemerintah - yang mereka lihat
sebagai un-Islam dan tunduk kepada imperialisme Inggris - dan menikmati hubungan

yang erat dengan gerakan sebelum dan segera setelah kudeta. Banyak anggota
Persaudaraan diharapkan Nasser untuk mendirikan pemerintahan Islam. Namun,
kerjasama antara dan Free Pejabat Persaudaraan yang ditandai revolusi keberhasilan
segera memburuk tampak jelas ideologi nasionalis sekuler Nasserisme sangat tidak
sesuai dengan Islamisme Persaudaraan. rezim Nasser menolak untuk melarang
alkohol , atau untuk menerapkan aspek lain dari hukum Islam.
Setelah percobaan pembunuhan Nasser pada tahun 1954, pemerintah Mesir
digunakan insiden itu untuk membenarkan tindakan keras di Ikhwanul Muslimin,
memenjarakan Qutb dan banyak lainnya untuk oposisi vokal mereka untuk berbagai
kebijakan pemerintah. Selama tiga tahun pertama di penjara, kondisi buruk dan Quthb
disiksa. Dalam tahun kemudian ia diperbolehkan mobilitas lebih lanjut, termasuk
kesempatan untuk menulis. [30]
Periode ini melihat komposisi dua karya yang paling penting: sebuah komentar dari
Qur'an Fi Zilal al-Qur'an Dalam Naungan Al Qur'an), dan sebuah manifesto (Islam
politik yang disebut Ma'alim fi-l -Tariq (Milestones). Karya-karya ini merupakan
bentuk akhir dari pemikiran Quthb, meliputi nya radikal anti-sekuler dan anti-Barat
klaim berdasarkan interpretasi tentang Alquran, sejarah Islam, dan masalah sosial dan
politik Mesir. Sekolah pemikiran dia terinspirasi telah menjadi dikenal sebagai
Qutbism .
Quthb dibiarkan keluar dari penjara pada akhir 1964 di atas perintah Perdana Menteri
Irak , Abdul Salam Arif , hanya 8 bulan sebelum menahan kembali pada bulan
Agustus 1965. Ia dituduh merencanakan untuk menggulingkan negara dan tunduk
dengan apa yang mempertimbangkan sebuah penelitian menunjukkan. [31] Banyak dari
tuduhan yang ditempatkan terhadap Quthb di pengadilan diambil langsung dari
Ma'alim fi-l-Tariq dan ia teguh mendukung pernyataan tertulisnya . Uji coba ini
memuncak pada hukuman mati bagi Quthb dan enam anggota lain dari Ikhwanul
Muslimin. Ia dijatuhi hukuman mati sebagai pemimpin kelompok berencana untuk
membunuh Presiden dan pejabat Mesir lainnya dan kepribadian, meskipun ia bukan
penghasut atau pemimpin dari plot yang sebenarnya. [32] Pada tanggal 29 Agustus
1966, ia dihukum gantung.

[ sunting ] Evolusi Pemikiran, Views & Laporan
[ sunting ] Sekularisme
teori yang berbeda telah maju seperti mengapa Quthb berpaling dari kecenderungan
sekuler ke arah syariat Islam. Satu penjelasan umum adalah bahwa kondisi ia
menyaksikan di penjara from 1954-1964, termasuk penyiksaan dan pembunuhan
Muslim Brothers, meyakinkannya bahwa hanya sebuah pemerintahan terikat oleh

hukum Islam bisa mencegah pelanggaran seperti itu. Lainnya adalah yang
pengalaman Quthb di Amerika sebagai berkulit orang lebih gelap dan anti-Barat
kebijakan kurang dari Nasser menunjukkan kepadanya dan berbahaya daya tarik kuat
dari kebodohan ( Jahiliyah ')' - suatu ancaman tak terbayangkan, di's estimasi Quthb,
ke pikiran sekuler . Dua kutipan pembukaan Milestones bukunya berisi tampilan
berikut:
Hal ini diperlukan untuk kepemimpinan baru untuk melestarikan dan
mengembangkan buah material dari jenius kreatif dari Eropa, dan juga untuk
menyediakan manusia dengan cita-cita tinggi seperti dan nilai-nilai yang sejauh ini
masih belum ditemukan oleh umat manusia, dan yang juga akan memperkenalkan
umat manusia dengan cara kehidupan yang harmonis dengan alam manusia, yang
positif dan konstruktif, dan yang praktis. [33]
Demokrasi di Barat telah menjadi subur sedemikian rupa bahwa itu adalah pinjaman
dari sistem blok Timur, terutama dalam sistem ekonomi, atas nama sosialisme. Ini
adalah sama dengan blok Timur. Teori sosial, terutama di antara yang Marxisme,
pada awalnya tidak hanya menarik sejumlah besar orang dari Timur tetapi juga dari
Barat, karena itu adalah jalan hidup berdasarkan kredo. Tapi sekarang Marxisme
dikalahkan di pesawat pemikiran, dan jika dinyatakan bahwa tidak satupun negara di
dunia adalah benar-benar Marxis, tidak akan berlebihan. Pada keseluruhan konflik
teori ini dengan alam manusia dan kebutuhan-kebutuhannya. Ideologi ini hanya
makmur dalam masyarakat merosot atau dalam suatu masyarakat yang telah menjadi
takut sebagai hasil dari beberapa bentuk kediktatoran berkepanjangan. Tapi sekarang,
bahkan di bawah keadaan ini, sistem ekonomi materialistik adalah gagal, meskipun
ini adalah satu-satunya fondasi yang didasarkan struktur. Rusia, yang merupakan
pemimpin negara-negara komunis, itu sendiri menderita kekurangan makanan.
Meskipun selama zaman para Rusia Tsars digunakan untuk menghasilkan makanan
surplus, sekarang harus mengimpor pangan dari luar negeri dan harus menjual
cadangan emas untuk tujuan ini. Alasan utama untuk ini adalah kegagalan sistem
pertanian kolektif , atau, dapat dikatakan, kegagalan sistem yang bertentangan dengan
sifat manusia. [33]
Akhirnya, Qutb menawarkan penjelasan sendiri di Ma'alim fi-l-Tariq, dengan alasan
bahwa apa saja yang non-Islam adalah jahat dan korup, saat mengikuti Syariah
sebagai sebuah sistem yang lengkap memperluas ke dalam semua aspek kehidupan,
akan membawa setiap jenis bermanfaat bagi kemanusiaan , dari kedamaian pribadi
dan sosial, dengan "harta" alam semesta. [34]
Secara umum, pengalaman Quthb sebagai masa kanak-kanak-desa Muslim Mesir itu,
karir profesional, dan aktivisme dalam Ikhwanul Muslimin-meninggalkan tanda yang
jelas pada karya-karyanya teoritis dan agama. Bahkan awal Quthb, menulis sekuler
menunjukkan bukti tema-tema di kemudian hari. Sebagai contoh,'s otobiografi

Quthb-nya kanak-kanak al Tifl min-Qarya (A Anak Dari Desa) membuat sedikit
menyebutkan Islam atau teori politik dan biasanya digolongkan sebagai sastra,
pekerjaan sekuler. Namun, penuh dengan referensi ke mistisisme desa, takhayul,
Alquran, dan insiden ketidakadilan. Quthb kemudian bekerja mengembangkan
bersama tema yang serupa, berurusan dengan penafsiran Al-Qur'an, keadilan sosial,
dan Islam politik.
Quthb karir sebagai seorang penulis juga sangat dipengaruhi filsafatnya. Dalam alTaswiir al-Fanni fil-Quran (Artistik Perwakilan dalam Al Qur'an), Quthb
mengembangkan apresiasi sastra Qur'an dan metodologi komplementer untuk
menafsirkan teks. hermeneutika Nya yang diterapkan dalam komentarnya yang luas
pada Alquran, Fi zilal al-Qur'an (Dalam Naungan Al-Quran), yang berfungsi sebagai
landasan bagi deklarasi Ma'alim fi-l-Tariq.
Akhir dalam hidupnya, Quthb disintesis pengalaman pribadinya dan pengembangan
intelektual dalam terkenal Ma'alim fi-l-Tariq , dan politik manifesto agama untuk apa
ia percaya adalah sistem Islam yang benar. Itu juga dalam teks yang Quthb mengutuk
pemerintahan Muslim, seperti rezim Abdul Nasser di Mesir, sebagai sekuler dengan
legitimasi berdasarkan manusia (dan dengan demikian korup), daripada otoritas ilahi.
Karya ini, lebih dari yang lain, yang didirikan Quthb sebagai salah satu, jika bukan
Islamis utama abad ke-20.

[ sunting ] Filsafat Politik
Bagian dari seri Politik di

Islamisme

Dasar topik [show]
Mutasi [show]

Manifestasi [show]
Konsep [show]
Kunci teks [show]
Portal Islam
Politik portal

v·d·e

Apakah ia disertai kediktatoran, [35] atau lambat pemerintahan oleh Syariah hukum
dengan dasarnya pemerintah sama sekali, [36] defensif jihad atau lambat jihad
ofensif,'s matang politik Quthb pandangan Sayyid selalu berpusat pada Islam - Islam
sebagai sebuah sistem lengkap moralitas, keadilan dan pemerintahan, yang undangundang dan prinsip-prinsip Syariah harus menjadi satu-satunya dasar pemerintahan
dan segala sesuatu dalam hidup. Dalam karya sebelumnya, [37] Quthb menggambarkan
jihad sebagai pertahanan militer, kampanye Islam untuk melindungi dirinya. [38]
Tentang masalah pemerintahan Islam, Quthb berbeda dengan Muslim modernis dan
reformis banyak yang mengklaim demokrasi adalah Islam karena lembaga Al-Quran
dari Syura didukung pemilu dan demokrasi. Qutb menunjukkan bahwa bab Syura AlQur'an diturunkan selama periode Mekkan, dan oleh karena itu, tidak menangani
masalah pemerintahan. Itu membuat referensi tidak untuk pemilihan dan panggilan
hanya untuk penguasa untuk berkonsultasi beberapa memerintah, sebagai kasus
khusus dari aturan umum Syura . [39]
Quthb berpendapat (pada waktu itu) bahwa 'hanya kediktatoran' akan lebih Islam dari
satu tirani. [40] Quthb juga menentang ideologi yang populer kemudian dari
nasionalisme Arab , telah menjadi kecewa dengan Revolusi Nasser 1952 dan telah
terpapar ke rezim praktek penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan
kekerasan mematikan selama penahanannya.

[ sunting ] kebebasan vs Jahiliyah

Ini paparan penyalahgunaan kekuasaan diragukan lagi berkontribusi terhadap ide-ide
dalam-terkenal ditulis Islam manifesto penjara Ma'alim fi-l-Tariq (Milestones), di
mana ia menganjurkan sebuah sistem politik lawan kediktatoran - satu yaitu dengan
pemerintah tidak ada. Ada Qutb berpendapat:
 Sebagian besar dunia Muslim mendekati Al Qur'an sebagai sarana untuk
sekadar memperoleh budaya dan informasi, untuk berpartisipasi dalam diskusi
akademik dan kenikmatan. Ini evades tujuan sebenarnya, untuk lebih, harus
didekati sebagai sarana untuk merubah masyarakat, untuk menghapus
manusia dari perbudakan laki-laki lain ke perbudakan Allah. [41]
 Daripada aturan dukungan oleh beberapa saleh, (apakah diktator (s) atau
dipilih secara demokratis [42] ), umat Islam harus menolak setiap sistem
dimana laki-laki dalam "perbudakan orang lain" - yaitu mematuhi orang lain sebagai un-Islam dan pelanggaran terhadap kedaulatan Allah (Hakamiyya)
atas semua ciptaan. Sebuah negara Islam akan benar-benar tidak memiliki
penguasa - bahkan tidak memiliki yang teokratis - Muslim tidak perlu hakim
atau polisi untuk mematuhi ilahi. Hukum sejak [43] [44] jenis anarko-Islam. "Ini
apa yang pengamat telah disebut" adalah [36]
 Cara untuk membawa tentang kebebasan ini adalah untuk seorang pelopor
revolusioner [45] untuk melawan jahiliyah dengan pendekatan ganda:
organisasi dan wewenang Jahili sistem dengan "kekuatan fisik dan
berkhotbah dan, menghapuskan Jihad . "
 Gerakan pelopor akan tumbuh dengan khotbah dan jihad sampai membentuk
komunitas Islam benar-benar, kemudian menyebar ke seluruh tanah air Islam
dan akhirnya ke seluruh dunia, mencapai kepemimpinan kemanusiaan.
Sementara mereka yang telah "dikalahkan oleh serangan dari orientalis
pengkhianat!" mungkin mendefinisikan jihad "sempit" sebagai defensif, Jihad
islami yang benar (menurut Quthb) berada di ofensif fakta, bukan defensif. [46]
Qutb menekankan perjuangan ini akan sesuatu tetapi mudah. Benar Islam akan
mengubah setiap aspek masyarakat, menghilangkan semua non-Muslim. [47] True
Muslim bisa berharap untuk kehidupan "kemiskinan, kesulitan, frustrasi, siksaan dan
pengorbanan." Jahili ersatz-Islam, Yahudi dan Barat semuanya akan berperang dan
bersekongkol melawan Islam dan penghapusan Jahiliyah.
Artikel utama: Ma'alim fi-l-Tariq
Diantara musuh Quthb terutama marah oleh orang Yahudi , yang ia lihat sebagai
sebuah ancaman besar bagi Islam meskipun jumlah kecil mereka. Quthb berulang kali
berbicara tentang "oposisi jahat orang Yahudi ke Islam," mereka "konspirasi" dan
"licik melawan Islam" selama berabad-abad. [48]

[ sunting ] Kritik
Artikel ini membutuhkan tambahan kutipan untuk verifikasi .