PERBEDAAN PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTSN KOTA MEDAN ANTARA YANG DIAJAR MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING SECARA KELOMPOK DAN INDIVIDU.

(1)

PERBEDAAN PENINGKATAN PENALARAN DAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTsN

KOTA MEDAN ANTARA YANG DIAJAR

MELALUI PENDEKATAN PROBLEM

POSING SECARA KELOMPOK

DAN INDIVIDU

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

HELMIWANIDA HARAHAP NIM : 0809715008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

M E D A N

2 0 12


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Perbedaan Peningkatan

Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa MTsN Kota Medan Antara yang Diajar Melalui Pendekatan Problem Posing Secara Kelompok dan Individu”. Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam kepada seluruh umat manusia.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd, M.A, M.Sc, Ph.D, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan memberikan motivasi sangat berarti bagi penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika sekaligus sebagai narasumber yang telah banyak memberikan arahan dalam penyempurnaan tesis ini.


(7)

3. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarcana UNIMED yang telah memberikan kemudahan, arahan dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih M. Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupuluh, MS dan Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd, selaku narasumber yang telah memberikan arahan dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Dapot Tua Manullang, SE selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarcana UNIMED yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Direktur, Asisten Direktur I, Asisten Direktur II, beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Ibu Dra. Nursalimi, M.Ag selaku Kepala Sekolah MTsN 2 Kota Medan beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melalukan penelitian.

8. Teristimewa kepada Ibunda Asniro Siregar, Kakakku Rusnadewi Harahap, Abang Amran Soilangaon Hasibuan serta keponakan-keponakanku Nadia Ulfa, Cici, Andre yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang besar selama dalam pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.

9. Sahabat seperjuangan angkatan XV Prodi Matematika yang telah memberikan dorongan, semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis.

10.Sahabat seperjuangan, para mutuiara kebangkitan umat yang memiliki semangat juang dan kesabaran yang tinggi dalam mengarungi dakwah


(8)

bersama Hizbut Tahrir untuk memuliakan umat dengan menegakkan Islam dibawah naungan Khilafah Islamiyah. Semoga kita semua Istiqomah dalam perjuangan ini. Terima kasih atas do’a, motivasi, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis hingga terselesaikannya tesis ini

11.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan dalam penyelesaian tesis ini yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kirannya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari tesis ini, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Agustus 2012 Penulis


(9)

ABSTRAK

HELMIWANIDA HARAHAP. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa MTsN Kota Medan Antara yang Diajar Melalui Pendekatan Problem Posing Kelompok dan Individu. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2012. Kata Kunci : Komunikasi matematis, Penalaran matematis, Pendekatan

Problem Posing

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang dilaksanakan di MTsN 2 Kota Medan dengan menerapkan pendekatan pendekatan problem posing. Terdiri dari dua kelas eksperimen, yaitu kelas eksperimen 1 melalui pendekatan

problem posing kelompok dan kela kelas eksperimen 2 melalui pendekatan

problem posing individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1)

peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang lebih tinggi antara yang memperoleh pendekatan problem posing kelompok dan individu, (2) peningkatan komunikasi matematis siswa yang lebih tinggi antara yang memperoleh pendekatan problem posing kelompok dan individu, (3) proses jawaban yang lebih dari kedua kelas pembelajaran dalam menyelesaikan tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan penalaran matematis, (2) tes kemampuan komunikasi matematis, pokok bahasan himpunan, tes berbentuk uraian. Untuk menganalisis kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan uji Mann

Withney sedangkan proses jawaban siswa dianalis secara deskriptif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: (1) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran problem posing kelompok lebih tinggi dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran problem posing individu. Melalui pendekatan problem posing kelompok diperoleh rata-rata peningkatan pada aspek menyajikan pernyataan dengan simbol atau diagram adalah 2,214 (tinggi), aspek menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan 0,594 (sedang), aspek manipulasi terhadap pernyataan matematis 1,935 (tinggi) dan pada keseluruhan aspek penalaran matematis 0,527 (sedang). Sedangkan pada siswa yang memperoleh pembelajaran problem posing individu rata-rata peningkatan pada aspek menyajikan pernyataan dengan simbol atau diagram adalah 0,267 (rendah), aspek menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan 0,186 (rendah), aspek manipulasi terhadap pernyataan matematis 0,204 (rendah) dan pada keseluruhan aspek penalaran matematis 0,233 (rendah). (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

problem posing kelompok lebih tinggi dibanding siswa yang memperoleh

pembelajaran problem posing individu. Melalui pembelajaran problem posing

kelompok diperoleh rata-rata peningkatan pada aspek menyatakan masalah ke bahasa atau simbol matematis 0,829 (tinggi), aspek menginterpretasikan model matematis ke dalam gambar atau diagram 0,714 (tinggi), aspek menginterpretasikan gambar atau diagram ke model matematis 0,596 (sedang) dan pada keseluruhan aspek komunikasi matematis 0,712 (tinggi). Melalui pembelajaran problem posing individu diperoleh rata-rata peningkatan pada


(10)

aspek menyatakan masalah ke bahasa atau simbol matematis 0,712 (tinggi), aspek menginterpretasikan model matematis ke dalam gambar atau diagram 0,304 (sedang), aspek menginterpretasikan gambar atau diagram ke model matematis 0,483 (sedang) dan pada keseluruhan aspek komunikasi matematis 0,545 (sedang). Proses jawaban siswa yang memperoleh pendekatan problem posing kelompok lebih baik dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran problem posing individu. proses jawaban siswa pada problem posing kelompok memiliki langkah penyelesaian yang lebih lengkap.


(11)

ABSTRACT

HELMIWANIDA HARAHAP. The Difference in The Improvement in MTsN Kota Medan Students’ Mathematical Reasoning and Communication Competence Between Those Who Apply Group and Individual Problem Posing Approach. Thesis. Medan: Post-Graduate Program State University of Medan, 2012.

Key Words : Mathematical Communication, Mathematical Reasoning, Problem Posing Approach.

This study is a quasi-experimental study which was conducted in MTsN 2 Medan by applying problem posing approach. There were two experimental classes; those were the experimental class 1 through group problem posing and the experimental class 2 through individual problem posing. This study aimed to determine: (1) an improvement in mathematical reasoning higher abilities of students between those who obtain group and individual problem posing approach, (2) an increase of higher students' mathematical communication between those who obtain group and individual problem posing approach, (3) the answer process which was more than two classes of learning in completing tests of mathematical reasoning and communication. The instrumental which were used consisted of: (1) tests of mathematical reasoning competence, (2) tests of mathematical communication competence, the learning subject of set, the test in descriptive form. The competence of mathematical reasoning and communication was analyzed by using the Mann Withney test while the students' answer process was analyzed descriptively. The results of this study showed: (1) the improvement in mathematical reasoning competence of students who obtained the group problem posing of learning was higher than that of students who obtained the individual problem posing of learning. Through the group problem posing approach, it was found that the average improvement in the aspect of presenting statements with symbols or diagrams was 2,214 (high), the aspect of drawing conclusions from some statements was 0,594 (medium), the aspect of manipulation to the mathematical statements was 1,935 (high), and 0,527 (medium) was in the overall aspects of mathematical reasoning. While students who obtained the individual problem posing of learning had 0,267 (low) as the average improvement in the aspect of presenting statements with symbols or diagrams, the aspect of drawing conclusions from some statements was 0,186 (low), the aspect of manipulation to the mathematical statements was 0,204 (low) and 0,233 (low) was in the overall aspects of mathematical reasoning. (2) the improvement in mathematical


(12)

communication competence of students who obtained group problem posing of learning was higher than that of students who obtained the individual problem posing of learning. Through the group problem posing of learning, it was found that the average improvement in the aspect of stating problems into language or mathematical symbol was 0,829 (high), the aspect of interpreting mathematical model into pictures or diagrams was 0,714 (high), the aspect of interpreting pictures or diagrams into mathematical model was 0,596 (medium), and 0,712 (tinggi) was in the overall aspects of mathematical communication. Through the individual problem posing of learning, it was found that the average improvement in the aspect of stating problems into language or mathematical symbol was 0,712 (high), the aspect of interpreting mathematical model into pictures or diagrams was 0,304 (low), the aspect of interpreting pictures or diagrams into mathematical model was 0,483 (medium) and 0,545 (medium) was in the overall aspects of mathematical communication. The answer process of students who obtained the group problem posing approach was better than that of students who obtained the individual problem posing of learning. The students’ answer process in group problem posing had the more complete solving steps.


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 13

1.3. Batasan Masalah ... 13

1.4. Rumusan Masalah ... 13

1.5. Tujuan Penelitian ... 14

1.6. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 16

2.1 Kerangka Teoritis ... 16

2.1.1 Hakekat Matematika dan Belajar Matematika... 16

2.1.2 Penalaran Matematis ... 20

2.1.3 Komunikasi Matematis ... 35

2.1.4 Pendekatan Pembelajaran Problem Posing ... 42

2.1.5 Pembelajaran secara Kelompok ... 53

2.1.6 Pembelajaran secara Individual ... 54

2.1.7 Proses Jawaban Siswa ... 57

2.1.8 Teori Belajar yang Mendukung ... 58

2.2 Penelitian yang Relevan... 61

2.3 Kerangka Berfikir ... 63


(14)

BAB III METODE PENELITIAN ... 70

3.1 Jenis Penelitian ... 70

3.2 Lokasi Penelitian... 70

3.3 Populasi dan Sampel ... 71

3.4 Prosedur Penelitian ... 73

3.5 Desain Penelitian ... 73

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 75

3.7 Teknik Pengumpulan Data... 77

3.8 Analisis Instrumen Penelitian ... 81

3.9 Analisis Data ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 101

4.1 Hasil Penelitian ... 101

4.1.1 Hasil Analisis Data Pretest ... 102

4.1.2 Hasil Analisis Data Postest ... 116

4.1.3 Uji Hipotesis... 123

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 173

4.2.1 Faktor Pembelajaran ... 173

4.2.2 Hasil Penelitian Penalaran Matematis ... 180

4.2.3 Hasil Penelitian Komunikasi Matematis ... 182

4.2.4 Proses Jawaban Siswa ... 184

4.3 Keterbatasan Penelitian... 188

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 189

5.1 Kesimpulan ... 189

5.2 Saran ... 191

DAFTAR PUSTAKA ... 194 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Matriks Karakteristik Pendekatan Problem Posing

terhadap Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 51

Tabel 2.2 Langkah Pembelajaran Problem Posing ... 52

Tabel 2.3 Perbedaan Efek Pembelajaran Pembelajaran secara Kelompok dan Individu ... 56

Tabel 2.4 Kriteria Penilaian Proses Jawaban Siswa ... 57

Tabel 3.1 Data Akreditasi MTsN Kota Medan Tahun 2010/2011 ... 70

Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 74

Tabel 3.3 Tabel Weiner Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 76

Tabel 3.4 Acuan Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 78

Tabel 3.5 Acuan Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 80

Tabel 3.6 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 82

Tabel 3.7 Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 83

Tabel 3.8 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 83

Tabel 3.9 Hasil Analisis Validitas Ujicoba Tes Penalaran Matematis ... 85

Tabel 3.10 Hasil Analisis Validitas Ujicoba Tes Komunikasi Matematis ... 86

Tabel 3.11 Hasil Analisis Daya Pembeda Ujicoba Tes Penalaran Matematis ... 89

Tabel 3.12 Hasil Analisis Daya Pembeda Ujicoba Tes Komunikai Matematis ... 90

Tabel 3.13 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Ujicoba Tes Penalaran Matematis ... 91 Tabel 3.14 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Ujicoba Tes Komunikasi


(16)

Matematis ... 91

Tabel 3.15 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik... 92

Tabel 4.1 Data Hasil Pretest Kemampuan Penalaran Matematis ... 102

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Penalaran Matematis 104 Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Penalaran Matematis ... 105

Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rata-rata Pretest Kemampuan Penalaran Matematis ... 105

Tabel 4.5 Data Hasil Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 109

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 111

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 112

Tabel 4.8 HasilUji Perbedaan Rata-rata Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 112

Tabel 4.9 Data Hasil Postest Kemampuan Penalaran Matematis ... 116

Tabel 4.10 Data Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 120

Tabel 4.11 Data Gain Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 124

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Gain Peningkatan Penalaran Matematis ... 125

Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Gain Peningkatan Komunikasi Matematis 126 Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Peningkatan Kemampuan Menyajikan Pernyataan Matematis dengan Diagram atau Simbol ... 127

Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Peningkatan Kemampuan Menarik Kesimpulan dari Beberapa Pernyataan ... 129 Tabel 4.16 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Peningkatan


(17)

Kemampuan Manipulasi terhadap Pernyataan Matematis ... 130 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Peningkatan

Kemampuan Keseluruhan Aspek Penalaran Matematis ... 131 Tabel 4.18 Kesimpulan Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 132 Tabel 4.19 Data Gain Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 134 Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Gain Peningkatan Komunikasi Matematis 135 Tabel 4.21 Hasil Uji Homogenitas Gain Peningkatan Komunikasi Matematis 136 Tabel 4.22 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain peningkatan

Kemampuan Menyatakan Masalah ke Bahasa atau Simbol

Matematis ... 138 Tabel 4.23 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Peningkatan

Kemampuan Menginterpretasikan Model Matematis

ke Diagram atau Gambar ... 139 Tabel 4.24 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain peningkatan

Kemampuan Menginterpretasikan Diagram atau Gambar

ke Model Matematis ... 140 Tabel 4.25 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Peningkatan

Kemampuan Keseluruhan Aspek Komunikasi Matematis ... 141 Tabel 4.26 Kesimpulan Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 143 Tabel 4.27 Proses Jawaban Siswa pada Setiap Indikator Penalaran

Matematis ... 152 Tabel 4.28 Rangkuman Proses Jawaban Siswa Berdasarkan Skor

Tertinggi ... 156 Tabel 4.29 Rata-rata Jumlah Siswa yang Memperoleh Kriteria Proses


(18)

Jawaban Sangat Baik pada Kemampuan Penalaran Matematis . 158 Tabel 4.30 Proses Jawaban Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 166 Tabel 4.31 Rangkuman Proses Jawaban Siswa Berdasarkan Skor

Tertinggi ... 170 Tabel 4.32 Rata-rata Jumlah Siswa yang Memperoleh Kriteria Proses


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Cara Siswa Menjawab Soal ... 6

Gambar 1.2 Cara Siswa Menjawab Soal ... 8

Gambar 2.1 Pembuktian Jumlah Sudut Segitiga ... 25

Gambar 2.2 Kesimpulan Pembuktian Jumlah Sudut Segitiga ... 26

Gambar 2.3 Penalaran Induktif dalam Pembuktian Jumlah Sudut Segitiga ... 30

Gambar 2.4 Kesimpulan Pembuktian Jumlah Sudut Segitiga dengan Penalaran Induktif ... 31

Gambar 3.1 Tahap Alur Penelitian ... 100

Gambar 4.1 Skor Rata-rata Gain Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 124

Gambar 4.2 Skor Rata-rata Gain Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 134

Gambar 4.3 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis Nomor 4 Kelas Eksperimen 1 ... 145


(20)

Nomor 4 Kelas Eksperimen 2 ... 145

Gambar 4.5 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 5 Kelas Eksperimen 1 ... 146

Gambar 4.6 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 5 Kelas Eksperimen 2 ... 147

Gambar 4.7 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 1 Kelas Eksperimen 1 ... 148

Gambar 4.8 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 1 Kelas Eksperimen 2 ... 148

Gambar 4.9 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 2 Kelas Eksperimen 1 ... 149

Gambar 4.10 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 2 Kelas Eksperimen 2 ... 149

Gambar 4.11 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 3 Kelas Eksperimen 1 ... 150

Gambar 4.12 Proses Jawaban Siswa pada Soal Penalaran Matematis

Nomor 3 Kelas Eksperimen 1 ... 151


(21)

Nomor 3 Kelas Eksperimen 2 ... 151

Gambar 4.14 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 1 Kelas Eksperimen 1 ... 160

Gambar 4.15 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 1 Kelas Eksperimen 2 ... 160

Gambar 4.16 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 2 Kelas Eksperimen 1 ... 161

Gambar 4.17 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 2 Kelas Eksperimen 2 ... 161

Gambar 4.18 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 4 Kelas Eksperimen 1 ... 162

Gambar 4.19 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 4 Kelas Eksperimen 2 ... 163

Gambar 4.20 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 3 Kelas Eksperimen 1 ... 164

Gambar 4.21 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi

Matematis Nomor 3 Kelas Eksperimen 2 ... 164


(22)

Matematis Nomor 5 Kelas Eksperimen 1 ... 165

Gambar 4.23 Proses Jawaban Siswa pada Soal Komunikasi


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. RPP Pendekatan Problem Posing Kelompok ... 198

2. RPP Pendekatan Problem Posing Individu ... 237 3. LAS Problem Posing kelompok ... 276 4. LAS Problem Posing Individu ... 288 5. Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis ... 300 6. Uji Coba Instrumen ... 309 7. Validasi Ahli ... 325 8. Data Hasil Tes Penalaran Matematis dan

Perhitungan Uji Hipotesis ... 374 9. Data Hasil Tes Komunikasi Matematis dan

Perhitungan Uji Hipotesis ... 392 10. Dokumentasi Penelitian ... 410 11. Surat-surat ... 413


(24)

194

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. 2011. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM POSING (http://blog.uin-malang.ac.id/abdussakir/category/pendidikan-matematika PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM POSING) diakses 2 Agustus 2012

Akay, Hayri & Sutcu Imam University. 2010. The Effect of Problem Posing Oriented Analyses-II Course on the Attitudes toward Mathematics and Mathematics Self-Efficacy of Elementary Prospective Mathematics

Teachers, (online), vol. 35, No. 1

(http://ajte.education.ecu.edu.au/issues/PDF/351/Akay.pdf/ diakses 23 Agustus 2011)

Ansari, L. Bansu. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh:Yayasan PeNa Banda

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara Persada

Attribution Share Alike. 2010. Indeks Gain, (online), (http://blog.matematika.us/2010/05/indeks-gain.html/ diakses 6 Juli 2011 Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas

Dwirahayu, Gelar. 2005. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan

Menggunakan Pendekatan Analogi Terhadap Peningkatan Kemampuan

Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak

Diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung

Hamzah. 2003. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. (Online), (http://blog.muhfida.com/modelpembelajaran-metodepembelajaran), diakses 5 Agustus 2010

Herdian. 2009. Model Pembelajaran Problem Posing. (Online),(http://herdy07.wordpress.com), diakses 26 Mei 2011

Istiqomah, Noor. 2007. Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok


(25)

195

Menggunakan Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Bercirikan Pendayagunaan Alat Peraga dan Pendampingan Tahun

pelajaran 2006/2007. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. (Online),

(http://www.ask.com/web?qsrc=2871&o=14988&l=dis&q=AS%20NEGE RI%20SEMAR%0D%0A2007%20) diakses 2 September 2010.

Irwan. 2011. Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Matematis Mahasiswa Matematika, (online), vol. 12, No. 1

(http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/edition/25/vol.-12-no.-1,--april-2011/ diakses 23 Agustus 2011)

Manurung, Rudolf, B. 2009. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Formal dalam Pembelajaran Matematika SMP dengan Pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik. PPs Universitas Negeri Medan: Tidak

Dipublikasikan

Kholilatun. 2012. Pengajuan masalah (problem posing) secara

kelompok/individu. (Online), http://id.shvoong.com/tags/ Pengajuan

masalah (problem posing) secara kelompok/individu) diakses 2 Agustus

2012

Manurung, Sri Lestari. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Berfikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Model Creative Problem

Solving (CPS) dengan Menggunakan Software Autograph. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan Mira, Risna, 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Tesis tidak diterbitkan.

Medan: Program Pascasarjan Universitas Negeri Medan

Nainggolan, Peri. 2009. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik dan Motivasi terhadap Kemampuan Pemodelan Matematika Siswa SMP di Lubuk

Pakam. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas

Negeri Medan

National Council Of Teacher Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation

Standard for School Mathematics. (Online),

(http://www.google.co.id/search?q=jurnal%20NCTM&ie) diakses 13

september 2011

Romadhina, Dian. 2007. Pengaruh Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi

Matematik Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas IX SMP Negeri 29 Semarang


(26)

196

Melalui Model Pembelajaran Pemecahan Masalah. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan

Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program UPI

Bandung

Setiawan, 2011. Pengaruh Penerapan Pembelajaran dan Locos of Control

Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi.

Disampaikan pada Instruktur/ Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta, Yogyakarta, 6 s.d 19 Agustus 2004

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Simanjuntak, Lamhot Mauli. (2010). Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa

SMP Memecahkan Masalah Matematika dengan Menerapkan Perpaduan

Teori Vigotsky dan Bruner. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program

Pascasarjana Universitas Negeri Medan

Sinaga, Dorhayani. (2009). Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan

Pebdekatan Kontekstual pada Siswa Kelas VIII SMP di Rantau Selatan.

Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan

Sudjana, Nana. 1992. Metode Statistik. Bandung: Tarsito

Sukmawarti. 2010. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Kelipatan Persekutuan Terkecil dan Faktor Persekutuan Terbesar dengan Problem

Posing pada Siswa kelas V SD Medan. Tesis tidak diterbitkan. Medan:

Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan

Sumarmo, Utari. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. (Online),

(http://www.jstor.org/pss/40248099) diakses 12 Mei 2011

Surtini, S & Sri Rahardjo. 2003. Implementasi Problem Posing Pada Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa Kelas IV SD di Salatiga. Laporan Penelitian, Lembaga Penellitian Universitas Terbuka


(27)

197

Tantris, Riken. 2007. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing pada Materi Segitiga bagi Siswa Kelas VII B SLTP

Muhammadiyah 06 dau Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:

Universitas Muhammadiyah Malang

Widyantini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran

Matematika SMP. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP

Matematika, Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

...2010. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. (Online), (.http://blog.muhfida.com/?page_id=25) diakses 16 Agustus 2010

……….,2010 .Komunikasi Matematika,

(Online),(http://www.edukasi-online.info/matematika/96-komunikasi-matematika.html) diakses 9 Februari 2010

………2010. Pelaksanaan Pendekatan Problem posing dalam Pembelajaran.

(Online), (http://blog.muhfida.com/). Diakses 5 Agustus 2010

……..2011.Problem posing.(Online),http://goez17.wordpress.com/2011/11/23


(28)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa:

Salah satu alasan utama diberikan matematika kepada siswa-siswa di sekolah adalah untuk memberikan kepada individu pengetahuan yang dapat membantu mereka mengatasi berbagai hal dalam kehidupan, seperti pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan sebagai warga Negara.

Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yaitu: tujuan bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak sebagai cara pembentukan pribadi anak, dan tujuan yang bersifat material, memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.

Sesuai dengan tujuan formal tersebut, pendidikan matematika dapat menata nalar siswa agar mereka menjadi siswa yang befikir kritis karena dalam proses pembelajaran matematika daya nalar siswa senantiasa diasah. Dengan tujuan yang bersifat material tersebut siswa dapat menerapkan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari dan mereka dapat memecahkan soal-soal matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan matematika menjadi bagian yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas generasi. Tujuan pendidikan matematika tersebut sejalan dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh NCTM (National Council of


(29)

2

Teachers of Mathematics) tahun 1999 yang dikenal dengan kemampuan

matematis (mathematical Power) yaitu: 1) Kemampuan pemecahan masalah

(problem solving), 2) Kemampuan penalaran (reasoning), 3) Kemampuan

berkomunikasi (communication), 4) Kemampuan membuat koneksi (connection), 5) Kemampuan representasi (representation).

Tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh NCTM tersebut juga sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP tahun 2006 (Depdiknas, 2006) yaitu :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah,

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematikan serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah


(30)

3

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Indonesia sejalan dengan apa yang telah dirumuskan oleh NCTM yaitu untuk membentuk beberapa keterampilan pada siswa yaitu: 1) kemampuan pemecahan masalah; 2) kemampuan komunikasi matematis; 3) kemampuan koneksi matematis; 4) kemampuan penalaran matematis; dan 5) kemampuan representasi matematis.

Salah satu keterampilan matematika (doing math) yang harus dicapai oleh siswa adalah penalaran (reasoning). Penalaran ini sangat dekat dengan karakteristik matematika. Russeffendi (Saragih, 2007: 9) menyatakan bahwa untuk menumbuhkan berfikir logis siswa tidak sulit, sebab penalaran itu sesuai dengan hakikat matematika itu sendiri. Jadi dalam mempelajari matematika mutlak diperlukan kemampuan bernalar. Menurut Encyclopedia Britanica (dalam Rudolf, 2010: 27) penalaran adalah “a mental process and the name of

philosophical concept aspects which are treated under thought processes type of”.

Maksudnya adalah suatu proses mental dan suatu konsep pada cabang filsafat yang menyadarkan diri pada proses berfikir.

Penalaran adalah proses yang dilakukan untuk mencapai kesimpulan yang logis berdasarkan pengkaitan fakta dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fakta tersebut serta berbagai sumber yang relevan. Aktivitas bernalar harus dilakukan oleh para siswa, jika mereka tidak melakukan aktivitas berfikir ketika belajar maka apa yang mereka peroleh hanya sekedar hafalan dan tidak memahami inti ataupun konsep dari materi yang telah dipelajari. Dengan adanya aktivitas penalaran ketika belajar maka siswa akan mendapatkan suatu kesimpulan


(31)

4

yang benar mengenai materi yang dipelajari karena sudah melalui proses berfikir yang logis ketika belajar.

Kemampuan lain yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 24). Komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan matematika yang telah dipelajarinya. Menurut Baroody (www.edukasi-online.com) sedikitnya ada 2 alasan penting yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus perhatian yaitu

(1) mathematics as language (matematika sebagai bahasa); matematika tidak

hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan

pola, atau menyelesaikan masalah namun matematika juga “an invaluable tool for

communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succintly, dan (2)

mathematics learning as social activity; sebagai aktivitas sosial, dengan adanya

interaksi antar siswa, dengan guru dalam mengkomunikasikan ide matematika. Uraian tentang pentingnya komunikasi matematis juga dideskripsikan dalam NCTM tahun 1996 (dalam www.edukasi-online.com) yaitu sebagai berikut:

1. Komunikasi dapat membantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika;


(32)

5

2. Komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman; dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa;

3. Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka;

4. Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk: pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan keterampilan sosial.

Oleh karena itu, komunikasi matematis merupakan hal penting yang harus dicapai dalam proses pembelajaran matematika. Hal-hal yang akan dilihat pada komunikasi matematis siswa menurut Utari (dalam Noor Istiqomah, 2007: 31) adalah sebagai berikut :

1. Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika;

2. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode oral, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar;

3. Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta informasi matematika;

4. Merespon suatu pernyataan/persoalan dalam bentuk argumen yang meyakinkan.

Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa masih rendah, belum menunjukkan hasil yang memuaskan bahkan memprihatinkan. Kondisi ini masih dilihat dari capaian hasil belajar yang


(33)

6

digambarkan secara kuantitatif, belum dilihat secara spesifik pencapaian kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Pada tingkat Internasional laporan TIMMS (Trends International Mathematics Science Study) tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48 negara. Demikian juga perolehan hasil nilai Ujian Nasional siswa yang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Selain itu Mendiknas (2010) dari hasil perolehan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) juga menyebutkan, mata pelajaran Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang angka ketidaklulusannya tinggi untuk jurusan IPS (15,11 %) dan Agama (28,17 %). Ini menunjukkan bahwa sistem pembelajaran dalam matematika perlu suatu inovasi perubahan atau perbaikan.

Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada salah satu soal yang diberikan oleh guru di MTsN 2 Kota Medan kepada para siswa. Ketika guru memberikan soal sebagai berikut “Amir memiliki 40 kelereng berwarna merah dan 35 berwarna putih. Kelereng ini akan dibagikan kepada temannya, sehingga masing-masing mendapat kelereng 8 kelereng merah dan 7 kelereng putih. Tulislah pernyataan tersebut dalam bentuk aljabar, dan berapa banyak teman Amir yang mendapat kelereng ? Dari soal yang diajukan tersebut, para siswa hanya menjawab dengan model sebagai berikut :

Gambar 1.1 Cara siswa menjawab soal Sumber: Buku Latihan Siswa


(34)

7

Dari jawaban soal siswa tersebut terlihat bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa masih rendah. Ketika mereka ditanya dari mana 5m dan 5p mereka kesulitan menjawabnya, dan mereka hanya sekedar memberikan jawaban tanpa memikirkan apakah jawaban bentuk aljabar tersebut benar atau salah, hanya sekedar jawaban verbal. Dan ketika ditanyakan berapa teman Amir yang memperoleh kelereng masih ada yang bingung berapa jawabannya. Demikian juga dalam menyelesaikan soal, proses jawaban siswa belum lengkap dan sistematis. Sementara proses penyelesaian jawaban dapat kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran.

Untuk melihat apa penyebab rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, maka salah satu yang perlu dicermati adalah proses pelaksanaan pembelajaran. Karena pada saat proses pembelajaranlah materi pelajaran dapat dipahami oleh siswa. Rendahnya kemampuan siswa tidak terlepas dari peran guru dalam mengelola pembelajaran. Pada proses pembelajaran guru cenderung memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa, mementingkan hasil dari pada proses, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan antar konsep atau masalah. Dalam kondisi seperti ini, akhirnya tidak jarang guru hanya memberikan catatan pelajaran kemudian menjelaskannya. Pembelajaran menjadi berpusat pada guru (teacher

oriented), sementara siswa siswa jadi pasif karena hanya mendengarkan dan

mencatat pelajaran yang diberikan oleh guru. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga aktivitas penalaran dan komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru. Guru sering memberikan soal kepada siswa yang berasal dari buku paket untuk


(35)

8

dikerjakan di rumah, soal tersebut tidak menstimulus komunikasi dan penalaran siswa, seperti soal dibawah ini:

Gambar 1.2 Cara Siswa Menjawab Soal Sumber: Buku Latihan Siswa

Dari soal tersebut kita lihat, siswa menyelesaikan soal hanya mengikuti algoritma yang sudah ada. Siswa tidak dirangsang oleh guru untuk melakukan proses berfikir untuk menentukan berapa hasil pemetaan yang memungkinkan. Sehingga siswa kesulitan untuk menentukan bentuk pemetaan yang selanjutnya.

Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru. Pembelajaran masih menekankan pada hasil dan siswa tinggal menggunakan rumus dan algoritma yang sudah ada. Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal dan latihan. Oleh karena itu pembelajaran yang berpusat pada guru sudah dianggap tradisional dan tidak cocok lagi digunakan, sebab siswa tidak kreatif dalam mengekspresikan ide-ide mereka, dan hanya diberi informasi yang


(36)

9

berkenaan dengan materi. Siswa hendaknya dapat membangun sendiri konsep berpikirnya yang berkaitan dengan ide-ide dan konsep matematika. Untuk itu perlu dirancang sebuah proses pembelajaran yang akan meningkatkan pengetahuan siswa seperti yang dikemukakan oleh Zamroni (Risna, 2011) tentang paradigma baru pendidikan matematika, ia menyatakan bahwa:

Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui peradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar. Aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang, memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 65) bahwa agar siswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan dengan tepat, seefisien dan seefektif mungkin. Karena betapapun tepatnya bahan ajar matematika yang telah ditetapkan, itu belum menjamin tercapainya tujuan pendidikan.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa guru adalah orang yang paling dekat dengan siswa, untuk itu guru perlu memikirkan dan menerapkan sebuah pendekatan pembelajaran yang berbeda dengan pendekatan yang dipakai setiap hari. Guru harus mengubah perannya sebagai pusat informasi menjadi fasilitator dalam belajar, dengan siswa diajak untuk membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, tetapi berpusat pada siswa, sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran serta dapat membangun kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.


(37)

10

Maka dalam hal ini pendekatan yang dipilih untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa adalah pendekatan pembelajaran problem posing. Dipilihnya pendekatan ini karena dalam proses pembelajaran siswa diajak untuk membentuk soal sendiri, yang kemudian nanti akan diselesaikan oleh siswa lain atau kelompok yang lain dan bisa juga dikerjakan oleh siswa itu sendiri. Upaya membantu siswa memahami soal dapat dilakukan dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional. Problem

Posing dapat diartikan membangun atau membentuk permasalahan. Pembentukan

soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam yaitu : 1) pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman siswa, dan 2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada (dalam Hamzah, 2003).

Mengenai peranan problem posing dalam pembelajaran matematika, Sutiarso (dalam http://blog.muhfida.com/?page_id=25) menjelaskan bahwa

problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika

yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Problemposing juga sangat penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk aktivitas di mana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver dan Simon (dalam http://blog.muhfida.com/?page_id=25) mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting matematika.


(38)

11

Selanjutnya semakin bertambah banyak pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa diberi kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri. National Council Of Teacher Mathematics

1989 (dalam http.www.jurnalNCTM.com) menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu pembelajaran problem

posing ini sangat mempengaruhi penalaran dan komunikasi matematis siswa.

Dalam kurikulum pendidikan matematika di Amerika (NCTM Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics, 1989) menganjurkan agar

siswa-siswa diberi kesempatan yang banyak untuk melakukan investigasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan soal-soal dari situasi masalah.

Penerapan pendekatan problem posing dapat dilakukan secara kelompok maupun individu. menurut Wina (dalam Widyantini: 2008) pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kelompok, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Dalam hal ini siswa akan bekerja sama untuk memaksimalkan kemampuan mereka secara bersama-sama. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil, kemudian mereka secara kelompok mendiskusikan soal yang akan diajukan oleh kelompok mereka berdasarkan situasi yang diberikan oleh guru. Pembentukan kelompok dalam


(39)

12

pembelajaran sangat efektif meningkatkan kemampuan siswa karena didasarkan pada filosofi getting better together, yang artinya untuk mendapatkan hasil belajar yang terbaik hendaklah dilakukan secara bersama-sama.

Penerapan pembelajaran berkelompok ini diupayakan agar mampu meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Ini bisa terjadi apabila hubungan kerja sama antar siswa terjalin dengan baik, komunikasi tercipta secara ideologis, partisipasi terbina secara efektif serta hubungan saling percaya terbina dengan baik. Pembelajaran yang berorientasi kepada penciptaan iklim yang kondusif dapat membangun kerja sama, berbagai informasi, pengetahuan dan pengalaman antar sesama siswa maupun guru.

Hal ini berbeda dengan pendekatan problem posing secara individu. Karena belajar secara individual berbeda dengan belajar kelompok. Dalam pembelajaran secara individual siswa bekerja sendiri, memikirkan sendiri soal yang akan diajukan dan menyelesaikan sendiri masalah yang disajikan. Oleh karena itu dalam pembelajaran secara individual ini kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa juga dapat meningkat karena siswa dipacu dan berusaha untuk mengajukan soal dan menyelesaikan pertanyaan.

Oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan penelitian dengan membandingkan penerapan pendekatan problem posing kelompok dan individu terhadap peningkatan komunikasi dan penalaran matematika siswa. . Judul penelitian tersebut adalah sebagai berikut: “Perbedaan Peningkatan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa MTsN Kota Medan Antara yang Diajar melalui Pendekatan Problem Posing Secara Kelompok dan Individu”.


(40)

13 1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas, maka ditemukan identifikasi masalah: 1. Hasil belajar matematika siswa rendah

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah 3. Kemampuan penalaran matematis siswa rendah 4. Siswa tidak memahami konsep materi pelajaran 5. Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru

6. Dalam menyampaikan pelajaran, guru masih terfokus pada buku ajar 7. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal belum sistematis

1.3. Batasan Masalah

Dari berbagai masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti :

1. Kemampuan penalaran siswa yang masih rendah 2. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah

3. Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru, dan siswa cenderung pasif

4. Dalam menyampaikan pelajaran, guru masih terfokus pada buku ajar 5. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal belum sistematis

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(41)

14

1. Apakah peningkatan penalaran matematis siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara kelompok lebih tinggi daripada siswa yang diajar melalui pendekatan problemposing secara individu ?

2. Apakah peningkatan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara kelompok lebih tinggi daripada siswa yang diajar melalui pendekatan problemposing secara individu ?

3. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis yang diberikan pada masing-masing pembelajaran

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Peningkatan penalaran matematis yang lebih tinggi antara siswa yang diajar melalui pendekatan pembelajaran problem posing kelompok dan siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara individu 2. Peningkatan komunikasi matematis yang lebih tinggi antara siswa yang

diajar melalui pendekatan problem posing secara kelompok dan siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara individu

3. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan tes penalaran dan komunikasi matematis yang diberikan pada masing-masing pembelajaran


(42)

15 1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi para guru matematika khususnya agar dapat memberikan pendidikan secara persuasif terhadap siswa

2. Sebagai motivasi bagi para siswa bahwa perilaku, tindakan dan kendali diri dalam belajar matematika merupakan faktor yang paling menentukan hasil belajar siswa

3. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pendekatan pembelajaran sesuai dengan tujuan materi pelajaran dan karakteristik siswa

4. Bahan perbandingan atau rujukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian terkait topik penelitian ini.


(43)

189 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran

problem posing kelompok dan pembelajaran problem posing individu diperoleh

kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan pada rumusan masalah. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan penalaran matematis siswa yang diajar melalui pendekatan

problem posing kelompok lebih tinggi dari siswa yang diajar melalui

pendekatan problem posing individu. Diperoleh rata-rata peningkatan di kelompok eksperimen 1 (pembelajaran problem posing kelompok) pada aspek menyajikan pernyataan dengan simbol atau diagram 2,214, aspek menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan 0,594, dan aspek manipulasi terhadap pernyataan matematis sebesar 1,935. Pada aspek penalaran secara keseluruhan rata-rata peningkatan siswa adalah 0,527. Sedangkan pada pembelajaran kelompok eksperimen 2 (pembelajaran problem posing individu) diperoleh rata-rata pada aspek menyajikan pernyataan dengan simbol atau diagram sebesar 0,267, aspek menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan sebesar 0,186 dan pada aspek manipulasi terhadap pernyataan matematis sebesar 0,204. Selanjutnya pada aspek penalaran matematis secara keseluruhan rata-rata peningkatan sebesar 0,233.

2. Peningkatan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui pendekatan


(44)

190

pendekatan problem posing individu. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata peningkatan tiap aspek komunikasi matematis maupun aspek komunikasi matematis secara keseluruhan. Diperoleh rata-rata peningkatan di kelompok eksperimen 1 (pembelajaran problem posing kelompok) pada aspek menyatakan masalah ke bahasa atau simbol sebesar 0,829, aspek menginterpretasikan model matematis dengan gambar atau diagram mengalami peningkatan 0,714, aspek menginterpretasikan gambar atau diagram ke model matematis mengalami peningkatan sebesar 0,596. Pada keseluruhan aspek komunikasi matematis mengalami peningkatan sebesar 0,751. Sedangkan pada problem posing individu, aspek menyatakan masalah ke bahasa atau simbol mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,712, aspek menginterpretasikan model matematis dengan gambar atau diagram mengalami peningkatan 0,304, aspek menginterpretasikan gambar atau diagram ke model matematis mengalami peningkatan 0,483, sedangkan keseluruhan aspek komunikasi matematis mengalami peningkatan 0,545. 3. Proses jawaban siswa yang diajar melalui pendekatan pembelajaran problem

posing kelompok lebih baik dibandingkan siswa yang diajar melalui

pendekatan problem posing individu. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis lebih tinggi pada kelas eksperimen 1 dibandingkan kelas eksperimen 2. Proses jawaban siswa yang diajar melalui pendekatan problem

posing kelompok lebih lengkap langkah penyelesaian jawaban dari pada siswa


(45)

191 5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran problem posing kelompok maupun pembelajaran problem posing individu yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran matematika dengan problem posing kelompok dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa lebih tinggi dari problem posing individu. Oleh karena itu pendekatan

problem posing secara kelompok dapat dijadikan sebagai pembelajaran

yang inovatif pada materi himpunan

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran problem posing kelompok pada materi himpunan

c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.

d. Adapun langkah-langkah pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut: 1) guru memberikan konteks, 2) siswa menemukan masalah


(46)

192

pada konteks, 3) mengajukan soal, 4) merencanakan penyelesaian, 5) menyelesaikan soal.

e. Pada proses pembelajaran, guru harus mengkondisiskan siswa dengan baik. Misalnya dalam pembagian kelompok, diusahakan dalam satu kelompok kemampuan siswa heterogen artinya ada yang rendah, sedang dan tinggi. Biasanya yang sulit bagi siswa adalah pada saat mengajukan pertanyaan dari konteks, maka dalam hal ini guru harus bisa membimbing siswa dalam menemukan masalah dari konteks yang diberikan. Mendorong siswa untuk berani dan percaya diri dalam mengajukan pertanyaan. Guru harus senantiasa mengontrol kerja siswa pada kelompok masing-masing, sehingga guru dapat mengarahkan siswa dalam menyelesaikan soal yang mereka buat. Soal yang diajukan tiap kelompok dapat beragam, maka guru perlu mengarahkan pertanyaan yang sejalan dengan tujuan pembelajaran.

2. Kepada lembaga terkait

a. Pembelajaran problem posing kelompok dengan menekankan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

b. Pembelajaran problem posing kelompok dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan


(47)

193

komunikasi matematis siswa pada pokok bahasan himpunan sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada peneliti lanjutan

a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara maksimal

b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran problem

posing kelompok ataupun individu dalam meningkatkan kemampuan

matematika dalam jumlah sampel yang lebih luas, yang berasal dari dua atau lebih dari dua sekolah.


(1)

15 1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi para guru matematika khususnya agar dapat memberikan pendidikan secara persuasif terhadap siswa

2. Sebagai motivasi bagi para siswa bahwa perilaku, tindakan dan kendali diri dalam belajar matematika merupakan faktor yang paling menentukan hasil belajar siswa

3. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pendekatan pembelajaran sesuai dengan tujuan materi pelajaran dan karakteristik siswa

4. Bahan perbandingan atau rujukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian terkait topik penelitian ini.


(2)

189 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran

problem posing kelompok dan pembelajaran problem posing individu diperoleh

kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan pada rumusan masalah. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan penalaran matematis siswa yang diajar melalui pendekatan

problem posing kelompok lebih tinggi dari siswa yang diajar melalui

pendekatan problem posing individu. Diperoleh rata-rata peningkatan di kelompok eksperimen 1 (pembelajaran problem posing kelompok) pada aspek menyajikan pernyataan dengan simbol atau diagram 2,214, aspek menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan 0,594, dan aspek manipulasi terhadap pernyataan matematis sebesar 1,935. Pada aspek penalaran secara keseluruhan rata-rata peningkatan siswa adalah 0,527. Sedangkan pada pembelajaran kelompok eksperimen 2 (pembelajaran problem posing individu) diperoleh rata-rata pada aspek menyajikan pernyataan dengan simbol atau diagram sebesar 0,267, aspek menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan sebesar 0,186 dan pada aspek manipulasi terhadap pernyataan matematis sebesar 0,204. Selanjutnya pada aspek penalaran matematis secara keseluruhan rata-rata peningkatan sebesar 0,233.

2. Peningkatan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui pendekatan


(3)

190

pendekatan problem posing individu. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata peningkatan tiap aspek komunikasi matematis maupun aspek komunikasi matematis secara keseluruhan. Diperoleh rata-rata peningkatan di kelompok eksperimen 1 (pembelajaran problem posing kelompok) pada aspek menyatakan masalah ke bahasa atau simbol sebesar 0,829, aspek menginterpretasikan model matematis dengan gambar atau diagram mengalami peningkatan 0,714, aspek menginterpretasikan gambar atau diagram ke model matematis mengalami peningkatan sebesar 0,596. Pada keseluruhan aspek komunikasi matematis mengalami peningkatan sebesar 0,751. Sedangkan pada problem posing individu, aspek menyatakan masalah ke bahasa atau simbol mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,712, aspek menginterpretasikan model matematis dengan gambar atau diagram mengalami peningkatan 0,304, aspek menginterpretasikan gambar atau diagram ke model matematis mengalami peningkatan 0,483, sedangkan keseluruhan aspek komunikasi matematis mengalami peningkatan 0,545. 3. Proses jawaban siswa yang diajar melalui pendekatan pembelajaran problem

posing kelompok lebih baik dibandingkan siswa yang diajar melalui

pendekatan problem posing individu. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis lebih tinggi pada kelas eksperimen 1 dibandingkan kelas eksperimen 2. Proses jawaban siswa yang diajar melalui pendekatan problem

posing kelompok lebih lengkap langkah penyelesaian jawaban dari pada siswa


(4)

191 5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran problem posing kelompok maupun pembelajaran problem posing individu yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran matematika dengan problem posing kelompok dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa lebih tinggi dari problem posing individu. Oleh karena itu pendekatan

problem posing secara kelompok dapat dijadikan sebagai pembelajaran

yang inovatif pada materi himpunan

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran problem posing kelompok pada materi himpunan

c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.

d. Adapun langkah-langkah pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut: 1) guru memberikan konteks, 2) siswa menemukan masalah


(5)

192

pada konteks, 3) mengajukan soal, 4) merencanakan penyelesaian, 5) menyelesaikan soal.

e. Pada proses pembelajaran, guru harus mengkondisiskan siswa dengan baik. Misalnya dalam pembagian kelompok, diusahakan dalam satu kelompok kemampuan siswa heterogen artinya ada yang rendah, sedang dan tinggi. Biasanya yang sulit bagi siswa adalah pada saat mengajukan pertanyaan dari konteks, maka dalam hal ini guru harus bisa membimbing siswa dalam menemukan masalah dari konteks yang diberikan. Mendorong siswa untuk berani dan percaya diri dalam mengajukan pertanyaan. Guru harus senantiasa mengontrol kerja siswa pada kelompok masing-masing, sehingga guru dapat mengarahkan siswa dalam menyelesaikan soal yang mereka buat. Soal yang diajukan tiap kelompok dapat beragam, maka guru perlu mengarahkan pertanyaan yang sejalan dengan tujuan pembelajaran.

2. Kepada lembaga terkait

a. Pembelajaran problem posing kelompok dengan menekankan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

b. Pembelajaran problem posing kelompok dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan


(6)

193

komunikasi matematis siswa pada pokok bahasan himpunan sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada peneliti lanjutan

a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara maksimal

b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran problem

posing kelompok ataupun individu dalam meningkatkan kemampuan

matematika dalam jumlah sampel yang lebih luas, yang berasal dari dua atau lebih dari dua sekolah.