Perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan metode problem solving secara kelompok dan individu (quasi eksperimen di SMAN 4 Tangerang Sealatan)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

RISKA HARYATI

NIM : 106016200630

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432/2011


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar dengan Metode Problem Solving Secara Kelompok dan Individu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan metode problem solving secara kelompok dan individu. Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Tangerang Selatan pada bulan Oktober 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 64 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah pretest-postest control group design. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen (rata-rata = 72,5 dan standar deviasi = 8,13) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (rata-rata = 63,38 dan standar deviasi = 6,34) dan setelah dilakukan uji “t” diperoleh nilai thitung sebesar 5,01 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan H1 diterima, yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan metode problem solving secara kelompok dan individu pada konsep ikatan kimia. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode problem solving secara kelompok dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa daripada penggunaan metode problem solving secara individu.


(6)

ii

Methods Of Problem Solving In Groups And Individuals.

This study aims to determine differences in outcomes between students who are taught learning by problem solving methods in groups and individually. This research was conducted in South Tangerang SMAN 4 in October 2010. The research method used was a quasi experiment, the sample was collected by purposive sampling of 64 students divided into 2 groups, experimental and control groups. Design research in this study was pretest-posttest design control group. The instrument used were the instrument of learning outcomes tests. Student learning outcomes of the experimental group (mean = 72.5 and standard deviation = 8.13) higher than in the control group (mean = 63.38 and standard deviation = 6.34) and after the test "t" obtained value of 5,01 whereas tcount, ttable at the 0.05 significance level of 1.99 or tcount> ttable. Then it can be concluded Ho refused and H1 accepted, stating there were significant differences studying the results of chemistry students who are taught with methods of problem solving in groups and individuals on the concept of chemical bonding. This shows that the use of methods of problem solving in groups can improve student learning outcomes than the use of chemical methods of problem solving individually.

Key Word : Problem Solving Methods, Student Learning Outcomes, The Consept of Chemical bonding .


(7)

iii

hidayah, dan karunia-Nya serta salawat juga salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar S1 pada Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar

dengan Metode Problem Solving Secara Kelompok dan Individu”. ini merupakan wujud tertulis dari penelitian yang penulis lakukan di SMA Negeri 4 Tangerang Selatan yang terletak di Jl. WR.Supratman, Komplek PERTAMINA. Pd. Ranji, Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan oktober 2010.

Penulis sangat menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati. Penulis ingin mengucapkan terima kasih, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd selaku dosen pembimbing I. 5. Bapak Tonih Feronika, M.Pd selaku dosen pembimbing II.

6. Ibu Astuti Murtiningsih, M.Pd. selaku guru pamong yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengajar di kelasnya dan pengarahannya selama penelitian.


(8)

iv

8. Kekasih tersayangku Effendie, SH. yang selalu memberikan semangat serta dukunganya dalam kehidupan penulis.

9. Teman-temanku semua, khususnya Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2006 yang selalu memberikan informasi dan semangat. Sukses selalu buat kalian semua.

10. Adik-adikku di kelas X-3 dan X- 4 SMAN 4 Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkkan satu persatu namun tidak mengurangi sedikit pun rasa terimakasih dan hormat penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, April 2011


(9)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 7

1. Hakikat Metode Pembelajaran ... 7

a. Pengertian Metode Pembelajaran ... 7

b. Faktor-Faktor Pemilihan dan Penentuan Metode ... 9

2. Pengertian Metode Problem Solving ... 10

a. Metode Problem solving Secara Kelompok dan Individu ... 12

b. Langkah-Langkah Metode Problem Solving ... 13

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving Secara Kelompok dan Individu ... 15

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar ... 17

a. Definisi Belajar ... 17


(10)

vi

a. Kestabilan Atom ... 22

b. Ikatan Ion ... 23

c. Ikatan Kovalen ... 23

d. Ikatan Logam ... 25

B. Penelitian Relevan ... 26

C. Kerangka Berpikir... 28

D. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian ... 32

C. Desain Penelitian ... 32

D. Populasi dan Sampel ... 34

E. Variabel Penelitian ... 34

F. Instrumen Penelitian ... 36

1. Tes... 36

a. Uji Validitas ... 37

b. Uji Reliabilitas ... 38

c. Tingkat Kesukaran ... 39

d. Daya Beda ... 40

G.Teknik Pengumpulan Data ... 41

H . Teknik Analisis Data ... 41

1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 41

2. Uji Hipotesis ... 43

I. Hipotesis Statistik ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data ... 46


(11)

vii

2.Hasil Uji Data Posttest ... 48

a. Data Posttest Kelompok Eksperimen ... 48

b. Data Posttest Kelompok Kontrol ... 49

B.Pengujian Prasyarat Analisis ... 50

1. Uji Normalitas ... 50

a. Uji Normalitas Pretes Dan Postes Kelompok Eksperimen... 50

b. Uji Normalitas Pretes Dan Postes Kelompok Kontrol... 51

2. Uji Homogenitas... 52

a. Uji Homogenitas Pretes Kelompok Eksperimen Dan Kontrol... 52

b. Uji Homogenitas Postes Kelompok Eksperimen Dan Kontrol... 53

3. Uji Hipotesis... 54

a. Uji Hipotesis Pretes Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol... 54

b. Uji Hipotesis Postes Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol... 55

C.Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(12)

viii

Tabel 3.3. Tingkat Kesukaran …... 39

Tabel 3.4. Klasifikasi Daya Beda... 40

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelompok Eksperimen... 47

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelompok Kontrol... 48

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Skor Postest Kelompok Eksperimen... 49

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Skor Postest Kelompok Kontrol... 50

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes Kelompok Eksperimen... 51

Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes Kelompok Kontrol... 52

Tabel 4.7. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes Kelompok Eksperimen Dan Kontrol ... 53

Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes Kelompok Eksperimen Dan Kontrol... 53

Tabel 4.9. Hasil Uji Hipotesis Pretes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 4.10. Hasil Uji Hipotesis Postes Kelompok Kontrol ... 55


(13)

(14)

x

Lampiran 3 RPP Kelas Kontrol ... 82

Lampiran 4 LKS Kelas Kontrol ... 92

Lampiran 5 Instrumen Penelitian ...101

Lampiran 6 Uji Coba Instrumen Penelitian ...105

Lampiran 7 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 112

Lampiran 8 Validitas Instrumen ...125

Lampiran 9 Hasil Data Pretest Kel. Eksperimen ...143

Lampiran 10 Uji Normalitas Pretest Kel. Eksperimen ...145

Lampiran 11 Hasil Data Pretest Kel. Kontrol ...146

Lampiran 12 Uji Normalitas Pretest Kel. Kontrol ...148

Lampiran 13 Uji Homogenitas Pretest Kel. Eksperimen dan Kontrol ...149

Lampiran 14 Uji Hipotesis Pretest Kel. Eksperimen dan Kontrol ...150

Lampiran 15 Hasil Data Postest Kel. Eksperimen ...152

Lampiran 16 Uji Normalitas Postest Kel. Eksperimen ...154

Lampiran 17 Hasil Data Postest Kel. Kontrol ...155

Lampiran 18 Uji Normalitas Postest Kel. Kontrol ...157

Lampiran 19 Uji Homogenitas Postest Kel. Eksperimen dan Kontrol ...158


(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Masalah pendidikan adalah masalah yang selalu berpusat pada manusia, tujuan pendidikan terarah kepada manusia dan oleh karena itu bergantung pada aspirasi masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan juga berorientasi pada keterlibatan sosial supaya manusia sebagai makhluk sosial dapat mengadaptasi diri dengan lingkungan sosialnya, bahkan dapat memperbaikinya ke arah yang lebih baik. Pendidikan pada akhirnya terarah pada pengembangan manusia sempurna. Ini berarti intelektual, sosial, emosional, etik dan religi dikembangkan secara terpadu, seimbang dan serasi. Dengan demikian, tujuan pendidikan di dalam suatu negara atau bangsa berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bahkan di dalam negara sendiri tujuan pendidikan selalu berubah sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang menjadi acuan dasarnya. Oleh karena itu, sukar bagi kita untuk melihat tujuan pendidikan yang berlaku bagi semua umat manusia didalam negara yang berbeda-beda. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sama,1 siapa pun tidak akan pernah menyangka bahwa kegiatan belajar mengajar berproses dalam kehampaan, tetapi dengan penuh makna. Di dalamnya terdapat sejumlah norma untuk ditanamkan ke dalam ciri setiap pribadi anak didik.

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Disana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.

1

W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.Grasindo. Cet.pertama. hal. 40-41


(16)

Sebagai guru sudah sepatutnya menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengatarkan anak didik kedalam tujuan pembelajaran. Di sini tentu saja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang mengairahkan dan menyenangkan bagi semua anak didik. Suasana belajar yang kurang mengairahkan dan menyenangkan bagi anak didik biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis. Anak didik gelisah duduk berlama-lama di kursi mereka masing-masing. Anak didik cenderung menunjukkan sikap acuh tak acuh atas apa yang disampaikan guru, sementara guru memberikan pelajaran, anak didik juga melakukan kegiatan lain yang terlepas dari masalah pelajaran. Guru mengajar sendiri, anak didik juga melakukan kegiatan sendiri dengan topik bahasan masing-masing. Guru yang hanya mengajar dan tanpa memperhatikan mengerti tidaknya anak didik terhadap bahan pelajaran yang disampaikan akan mendapatkan reaksi negatif dari anak didik, anak didik kurang senang. Umpan balik dari anak didik pun tidak terjadi.

Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evaluasi dengan seperangkat item soal yang sesuai dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran. Sejauh mana tingkat keberhasilan belajar mengajar, dapat dilihat dari daya serap anak didik dan persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran khusus.2

Pada pendidikan IPA khususnya kimia, dengan standar kompetensinya (SK) yaitu memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur dan ikatan kimia, dan kompetensi dasarnya (KD) yaitu membandingkan proses pembentukkan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan koordinasi dan ikatan logam serta hubungannya dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk.3 Menuntut kemampuan guru yang tinggi untuk memilih dan menetapkan metode belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk memotivasi anak didik agar terdorong dan mampu

2

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. hal. 3- 4.

3


(17)

berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Rendahnya hasil belajar kimia siswa disebabkan karena guru lebih sering menyampaikan materi kepada peserta didik dengan tujuan agar terjadi proses belajar pada peserta didik, namun membuat sebaliknya, yaitu peserta didik tidak melibatkan secara aktif dalam proses belajar, tetapi hanya sekedar memperhatikan dan mencatat tanpa ada keinginan untuk mau mengerti materi itu dan sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pemberian tugas yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan merasa terbebani dalam belajar kimia. Akhirnya dapat dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar-mengajar.4

Berdasarkan kondisi belajar tersebut, maka untuk mengatasinya diperlukan adanya suatu metode yang dapat menarik siswa untuk mempelajari ilmu kimia. Metode yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran serta jenis materi yang diajarkan. Kurang tepatnya menggunakan metode pembelajaran, dapat menimbulkan kebosanan, atau bahkan siswa kesulitan dalam memahami konsep yang diajarkan. Untuk membantu siswa memahami konsep-konsep kimia khususnya pada konsep ikatan kimia ini, diperlukan adanya suatu strategi belajar yang tepat yang didalamnya tercakup metode pembelajaran yang mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar-mengajar.

Saat ini banyak sekali metode pembelajaran bermunculan, metode-metode tersebut mengharuskan adanya suatu perubahan lingkungan belajar. Suatu variasi dimana siswa belajar, bekerja dan berinteraksi di dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa dapat saling bekerjasama, saling membantu berdiskusi dalam memahami materi pembelajaran maupun mengerjakan tugas secara individu maupun kelompok. Salah satunya adalah pembelajaran dengan menggunakan soal-soal yang dibuat oleh guru, kemudian soal tersebut dijawab secara individu maupun kelompok dengan mencari alternatif pemecahan masalahnya. Metode yang dimaksud adalah metode problem solving

4


(18)

Dengan metode problem solving, siswa diharapkan dapat berpartisipatif untuk mengembangkan diri masing-masing individu maupun kelompok dan termotivasi untuk belajar serta mampu menggiatkan siswa untuk berpikir kritis sebagai suatu proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data dan evaluasi data dengan mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif serta melakukan seleksi berdasarkan hasil evaluasi. Dan dapat menjadikan siswa aktif, kreatif, dan inovatif dalam mencari dan memahami konsep-konsep kimia yang bersifat abstrak dengan cara memvisualisasikannya, khususnya pada konsep ikatan kimia. Serta tercipta dialog antara siswa dan guru sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.

Dari latar belakang itulah, maka peneliti akan meneliti tentang “Perbedaan

Hasil Belajar Antara Siswa yang Diajar dengan Metode Problem Solving Secara Kelompok dan Individu”.

B. Identifikasi Masalah

Berbagai macam latar belakang masalah yang mendasari terhadap hasil belajar yang telah diuraikan, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini antara lain :

1. Hasil belajar siswa yang masih rendah.

2. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.

3. suasana belajar yang kurang mengairahkan dan menyenangkan 4. Minimnya pemahaman guru tentang metode pembelajaran. 5. Guru tidak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. 6. Tidak sesuainya pemilihan metode dengan konsep ikatan kimia.

C. Pembatasan Masalah

Dari berbagai permasalah yang telah diidentifikasikan, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti hanya pada masalah perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajarkan secara kelompok dan individu melalui metode problem solving.


(19)

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan masalah pada skripsi ini dan agar pembahasanya lebih terarah lagi, maka peneliti berusaha untuk memberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Adapun hasil belajar yang akan di bahas disini adalah hasil belajar kimia siswa dengan menggunakan metode problem solving pada konsep Ikatan Kimia.

2. Perlakuan berupa penggunaan metode problem solving yang diajar secara individu pada kelompok kontrol dan metode Problem solving yang diajar secara kelompokpada kelompok eksperimen.

3. Adapun Konsep yang akan dibahas adalah konsep ikatan kimia yang meliputi kestabilan ion, ikatan ion, ikatan kovalen dan ikatan logam.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang akan diteliti yaitu: ”Bagaimana perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diajar dengan metode problem solving secara kelompok dan individu?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kimia siswa yang menggunakan metode problem solving secara kelompok dengan menggunakan metode problem solving secara individu.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi calon peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai metode pembelajaran

2. Diharapkan skripsi ini menjadi bahan masukan bagi guru dalam memilih metode pembelajaran yang paling tepat agar proses belajar-mengajar menjadi lebih efektif dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.


(20)

3. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama duduk dibangku kuliah.

4. Sebagai panduan bagi calon guru untuk memulai mengajar disekolah-sekolah.


(21)

7

A. Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Metode Pembelajaran a. Pengertian metode pembelajaran

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan manfaat segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Maka siapapun yang telah menjadi guru harus mengenal, memahaminya dan mempedomaninya ketika akan melaksanakan pemilihan metode. Bila ada para ahli yang mengatakan bahwa makin baik metode itu, maka makin efektif pula pencapaian tujuannya.1

Metode adalah tehnik/cara mengajar. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan/sasaran. Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efisien untuk mencapai tujuan.2

Dalam hal ini metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan atau alat untuk mengoperasionalkan apa yang direncanakan dalam strategi. Metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar.3

1

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. hal.1 dan 78.

2

Anissatul Mufarakah. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta : Teras. hal.80 3


(22)

Dalam strategi pembelajaran terdapat beberapa metode yang digunakan, 4seperti berikut :

1) Ceramah, metode pembelajaran dengan cara memberikan penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.

2) Tanya Jawab, metode pembelajaran dengan menggunakan pertanyaan sebagai stimulasi dan jawaban-jawabannya sebagai pengarahan aktivitas belajar.

3) Diskusi, metode pembelajaran dengan cara penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah tentang suatu topik guna mengumpulkan/ mengemukakan pendapat.

4) Demonstrasi, metode pembelajaran dengan jalan guru atau siswa sendiri memperlihatkan gerakan-gerakan, suatu proses dengan prosedur yang benar disertai dengan keterengan-keterangan kepada seluruh siswa.

5) Discovery, metode pembelajaran dengan melakukan penemuan atau pendapatan definisi-definisi dan kesimpulan-kesimpulan.

6) Simulasi, metode pembelajaran dalam bentuk permainan yang diatur, yang dilakukan oleh siswa, sehingga terjadi proses belajar mengajar untuk memperoleh pemahaman tentang hakekat suatu konsep prinsip. 7) Bermain peran, metode pembelajaran dengan cara interaksi siswa

dengan siswa dengan memerankan peranan yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.

8) Pemecahan masalah (Problem solving), bertujuan untuk mengembangkan proses berpikir siswa melalui pemberian masalah yang harus dipecahkan.5

4

Anissatul Mufarokah, M.Pd.I. 2009. Strategi Belajar-Mengajar. Yogyakarta : Teras. hal.86-97

5

Mulyati Arifin.1994. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya : Airlangga University Press. hal. 115.


(23)

Akhirnya, dapat dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar-mengajar. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya, dikarenakan adanya pengaruh atau perangsang dari luar. Oleh karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan minat belajar seseorang.6

b. Faktor-Faktor Pemilihan dan Penentuan Metode

Untuk memilih metode mengajar yang akan dilakukan dalam rangka perencanaan pengajaran, perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar, yaitu :

1) Kemampuan atau keterampilan guru, yaitu bagaimana kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan metode yang ditetapkan. 2) Kebutuhan peserta didik, diruang kelas guru akan berhadapan dengan

sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. 3) Fasilitas, lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi

belajar anak didik disekolah.

4) Tujuan pembelajaran, dalam arti apakah metode yang dipilih dan akan dipakai cukup baik untuk membantu tercapainya tujuan belajar.

5) Situasi kegiatan, guru menciptakan situasi belajar mengajar yang berbeda.

6) Bidang studi/mata pelajaran, setiap mata pelajaran atau bidang studi memiliki karakteristik tersendiri baik obyek dan ruang lingkupnya.7

6

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar(edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. hal.73.


(24)

2. Pengertian Metode Problem Solving

metode Problem solving adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa dalam menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.8

belajar memecahkan masalah bertujuan untuk mengembangkan proses berpikir siswa melalui pemberian masalah yang harus dipecahkan. Tergantung dari sifat masalah yang dibawa kedalam kelas, teknik pemecahanya dapat dilaksanakan secara berkelompok atau secara individu.

Dalam pelaksanaan pengajaran sehari-hari, metode problem solving banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya. Dengan metode ini guru tidak memberikan informasi dulu, tetapi informasi diperoleh siswa setelah memecahkan masalahnya.9

Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan, seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep, membedakan, dan seterusnya. Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Belajar pemecahan masalah merupakan metode belajar-mengajar taraf tinggi.10 Kerena metode ini menuntut siswa untuk berpikir secara logis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang mengacu pada proses mental individu dalam menghadapi suatu masalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi masalah itu melalui proses berpikir yang sistematis dan cermat.

8

Iif khoiru Ahmadi, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. hal. 55

9

Mulyati Arifin. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya : Airlangga University Press. hal. 115.

10

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta. hal. 47


(25)

Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving dalam pembelajaran IPA yaitu :11

a. Problem solving sebagai tujuan. Bila problem solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary reason) belajar.

b. Problem solving sebagai proses. Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.

c. Problem solving sebagai keterampilan dasar terakhir. Pengertian problem solving sebagai keterampilan dasar lebih dari sekedar menjawab tentang pertanyaan. Apa itu problem solving?

Dalam pembelajaran, pemecahan masalah menjadi semakin penting, dikarenakan IPA merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari IPA, siswa terasah kemampuannya dalam memecahkan masalah.

Menurut Jhon Dewey, masalah adalah sesuatu yang belum pasti. Menurut pendapatnya masalah yang perlu dikemukakan memiliki 2 kriteria yaitu :12

11

Sumardyono. Pengertian Dasar Problem Solving- http://problemsolving.p4tkmatematika.org/ . diakses tanggal 27 juli 2010. Pukul 11: 05 WIB.

12

Mulyati Arifin. 1994. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya : Airlangga University Press. hal. 99.


(26)

1. Masalah yang dipelajari harus sesuatu yang penting untuk masyrakat dan perkembangan kebudayaan.

2. Masalah yang dipelajari adalah suatu yang penting dan relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa.

a. Metode Problem Solving Secara Kelompok Dan Individu. 1) Problem Solving Secara Kelompok

Problem solving secara kelompok adalah suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial, dimana proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif.

Proses kelompok adalah usaha guru mengelompokkan anak didik kedalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang bergairah dalam belajar.13 Hal ini dapat melatih siswa untuk dapat menyelesaikan soal-soal secara bersama dan tepat, sehingga siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membantu siswa yang kemampuannya rendah dalam memahami konsep dan memecahkan masalah. Tiap-tiap kelompok memiliki kemampuan yang berbeda sehingga terjadi saling bantu-membantu satu dengan lainnya. Keuntungan lainnya murid memiliki kesempatan untuk bisa berbicara banyak, lebih nyaman untuk ambil resiko dalam menguji coba pemikirannya selama aktivitas problem solving. Oleh karena itu, perlu merubah posisi tempat duduk siswa agar memungkinkan mereka aktif berpartisipasi dalam diskusi.

2) Problem Solving Secara Individu

Sedangkan problem solving secara individu adalah cara belajar aktif dan partisipatif untuk mengembangkan diri masing-masing individu yang tidak terikat dengan kehadiran guru dan kehadiran teman

13

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. hal. 183.


(27)

sekolah. hal yang terpenting adalah peningkatan kemauan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik akan berusaha sendiri dahulu untuk memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya, kalau mendapat kesulitan barulah bertanya dengan guru.14 Siswa mengikuti kegiatan belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan belajar sudah diantisipasi sebelumnya. Metode ini dapat membuat siswa mempertajam analisis, memupuk tanggung jawab, mengembangkan daya tahan mental, memecahkan masalah, berpikir kreatif, kritis dan dapat membuat siswa bergairah dalam belajar karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar yang berhubungan dengan perkembangan dan keberanian dalam mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri tentang apa yang dipelajarinya.15

b. Langkah-Langkah Metode Problem Solving.

1) Langkah-Langkah Metode Problem Solving Secara Kelompok Penyelesaian masalah menurut David Johnson dan Johnson dilakukan melalui kelompok. Suatu isu yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam pembelajaran diberikan kepada siswa untuk diselesaikan. David Johnson dan Johnson mengemukakan lima langkah, yaitu :16

a) Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang dikaji.

b) Mendiagnosis masalah, yaitu membentuk kelompok kecil. Kelompok ini mendiskusikan sebab-sebab timbulnya masalah serta

14

Martinis Yamin. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada Press Jakarta. hal. 107.

15

Anissatul Mufarakah. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta : Teras.hal. 96. 16

W. Gulo. 2002 .Strategi belajar-mengajar. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. hal. 116.


(28)

menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun factor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.

c) Merumuskan alternative strategi, yaitu pada tahap ini kelompok mencari dan menemukan berbagai alternative tentang cara menyelesaikan masalah. Untuk itu kelompok harus kreatif, berpikir secara divergen, memahami pertentangan diantara berbagai ide dan memiliki daya temu yang tinggi.

d) Menemukan dan menerapkan strategi, yaitu mengambil keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.

e) Mengevaluasi keberhasilan strategi, yaitu dalam langkah terakhir ini kelompok mempelajari tentang evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.

2) Langkah-Langkah Metode Problem Solving Secara Individu banyak para ahli yang menjelaskan tentang bentuk penerapan strategi pembelajaran problem solving. Salah satunya adalah John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan enam langkah SPBM yang kemudian dia namakan metode Problem Solving, yaitu : 17

a) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

b) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

c) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

17

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : kencana. hal.217.


(29)

d) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakkan hipotesis yang diajukan.

e) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakkan hipotesis yang diajukan.

f) Merumuskan rekomendasi, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

c. Kelebihan Dan Kekekurangan Metode Problem Solving Secara Kelompok Dan Individu.

1) Kelebihan metode problem solving

a) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh.

b) Proses belajar mengajar melalaui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.18

c) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

d) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

e) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa

f) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.19

18

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar(edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. hal.92.


(30)

2) Kekurangan metode problem solving

a) Sulit untuk memuat kelompok yang homogen.

b) Pengetahuan guru tentang pengelompokkan ini kadang-kadang masih belum mencukupi.

c) Anggota kelompok tidak mematuhi tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpin kelompok.

d) Dalam belajar bersama kadang-kadang tidak terkendali, sehingga menyimpang dari rencana dan berlarut-larut.20

e) Interaksi antar anggota kelompok dapat juga terhambat karena ada anggota yang ragu-ragu mengemukkan pendapatnya.

f) Status sosial anggota, ada anggota yang statusnya lebih tinggi dan kurang mampu mengintegrasikan diri dengan anggota-anggota lain. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba21.

g) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah memerlukan waktu yang cukup lama dan sering terpakasa mengambil waktu pelajaran lain.

h) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.22

19

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : kencana. hal.220.

20

Anissatul Mufarakah. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta : Teras.hal.93. 21

W. Gulo. 2002.. Strategi belajar-mengajar. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. hal. 130 – 131.

22

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar(edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. hal.93.


(31)

i) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.23

3. Hakikat Belajar Dan Hasil Belajar a. Definisi Belajar

Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas.24 Sedangkan belajar kimia dapat diartikan sebagai hasil perubahan tingkah laku yang disengaja sebagai hasil belajar kimia yang dapat ditunjukkan oleh adanya perubahan dari tak biasa atau peningkatan pengetahuan, pemahaman, perubahan sikap dan tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri siswa yang bersangkutan setelah menerima pembelajaran. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepajang kehidupan manusia akan selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapai.

Ada empat pilar pendidikan universal yang dirumuskan UNESCO (1996),25 yaitu :

1) Learning to know atau learning to learn, belajar pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar.

2) Learning to do, bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir pengusaan kompetensi yang sanagt diperlukan dalam era persaingan globalisasi.

23

Wina Sanjaya. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan cet. ketujuh. Jakarta : kencana. hal.221

24

Wina Sanjaya. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan cet. ketujuh. Jakarta : kencana. hal.110.

25

Wina Sanjaya. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan cet. ketujuh. Jakarta : kencana. hal. 110-111.


(32)

3) Learning to be, bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri” dengan kpribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.

4) Learning to live together, adalah belajar untuk bekerja sama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global di mana manusia baik secara individual maupun kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.

Dalam interaksi belajar-mengajar terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain. Bukan hanya guru yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa juga dapat mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda, apabila menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif. Siswa mempunyai peran yang lebih besar karena, mereka sebagai subyek yang berinteraksi bukan hanya guru tetapi dengan sesama siswa, dengan buku-buku serta medinya.

Seorang guru perlu menyadari dan memahami bahwa prinsip-prinsip belajar sangat penting dalam proses belajar-mengajar. Beberapa prinsip yang perlu diketahui oleh seorang guru adalah sebagai berikut : 1) Prinsip perkembangan, sehubungan dengan perkembangan ini maka

kemampuan anak pada setiap jenjang usia berbeda dan tingkat kelas berbeda-beda. Guru hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.

2) Prinsip perbedaan individu, guru perlu mengarti benar tentang adanya keragaman ciri-ciri siswa, baik didalam menyiapkan dan menyajikan pelajaran maupun dalam memberikan tuigas-tugas.

3) Minat dan kebutuhan anak, pengajaran perlu memperhatikan minat dan kebutuhan. Kareana, setiap anak mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-sendiri.

4) Aktivitas siswa, guru hendaknya merencakan pengajaran, yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar.


(33)

5) Motivasi, motif disebut dorongan atau kebutuhan merupakan suatu tenaga yang ada pada diri individu atau siswa yang mendorongnyauntuk mencapai suatu tujuan.26

Dari uraian diatas kita ketahui, bahwa proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang memegang peranan penting bagi keberhasilan pengajaran. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sedang mengajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru. Kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa.

b. Hasil belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tidak mengajar. hal ini dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat kemampuan mental yang lebih baik sedangkan dari sisi guru merupakan suatu pencapaian tujuan pembelajaran.27

Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor.

1) Ranah Kognitif, siswa dapat memiliki pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan mengevaluasi.

2) Ranah Afektif, siswa dapat melakukan penerimaan, partisipatif, menentukan sikap, mengorganisasi, dan membentuk pola hidup. 3) Ranah Psikomotor, siswa dapat mempersepsi, bersiap diri, membuat

gerak-gerakan sederhana dan kompleks, membuat penyesuaian pola gerak dan menciptakan gerak-gerak baru.28

26

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2003. Perencaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta .hal.24-27.

27

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Mengajar Jakarta : Rineka Cipta. hal. 3-4. 28


(34)

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku individu melalui interaksi yang lebih baik lagi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam proses belajar mengajar terjadilah interaksi antara berbagai komponen (guru, siswa, tujuan, bahan, metode dan lain-lain). masing-masing komponen saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran. melalui materi pembelajaran yang dipelajari oleh siswa dengan menggunakan metode problem solving secara kelompok dan individu menjadikan siswa untuk berpikir secara logis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang mengacu pada proses mental individu dalam menghadapi suatu masalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi masalah itu melalui proses berpikir yang sistematis dan cermat, serta bertanggung jawab dalam mengambil keputusan dan berdiri sendiri tentang apa yang dipelajarinya.

berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa yaitu :29

29

Anissatul Mufarakah. 2009. Strategi Belajar-Mengajar. Yogyakarta : Sukses Offset. hal.26-29.


(35)

1) Bahan atau hal yang dipelajari siswa. Bahan yang dipelajari akan menentukan metode belajar yang akan ditempuh dan waktu yang digunakan.

2) Fakto-faktor lingkungan. Dibagi dua : lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara yang sejuk dan lingkungan sosial; baik yang berwujud manusia maupun yang berwujud hal-hal lain yang mempengaruhi hasil belajar.

3) Faktor-faktor instrumental. Adalah faktor yang adanya pengaruhnya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan, faktor ini beerupa : gedung sekolah, ruang belajar dan perlengkapan, program belajar-mengajar dan sebagainya.

4) Kondisi individu si pelajar. Merupakan salah satu faktor pemegang peranan paling menentukkan. Kondisi si pelajar dibedakan menjadi : kondisi fisiologis ; kondisi fisik dan panca indra. Kondisi psikologis; bakat, minat, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif.

4. Ilmu kimia

Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengatuhan alam yang mempelajari tentang sifat, struktur materi, komposisi materi, perubahan dan energi yang menyertai perubahan materi.30

Pemahaman ilmu kimia tercermin dalam materi sains yang diberikan, yang dapat diterangkan dan dipahami baik-baik jika dilengkapi dengan landasan-landasan ilmu kimia dan bahasa sebagai alat berpikir. Konsep dasar tersebut berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang membantu untuk memahami bagaimana bangunan sains itu dibuat. Dengan mempelajari ilmu kimia, siswa yang diharapkan :

1) Dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebebasan serta kekuasaan tuhan yang maha esa.

2) Memahami konsep-konsep Kimia dan saling keterkaitan.

30


(36)

3) Mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

4) Mengembangakan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep Kimia dan menumbuhkan sikap dan sifat ilmiah.

5) Menerapkan konsep-konsep Kimia untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.

5. Ikatan Kimia31

Ikatan kimia adalah gaya yang bekerja pada gabungan atom atau ion. Atom-atom di alam cenderung bergabung dengan atom yang lain membentuk molekul unsur atau senyawa, atau membentuk senyawa ion. Pada proses penggabungan atom-atom tersebut dapat terikat satu sama lain.

Atom-atom yang sukar mengalami perubahan disebut sebagai atom stabil. Oleh karena itu, untuk bergabung atom akan berubah dahulu, maka atom-atom yang stabil sukar bergabung dengan atom yang lain. Pada saat atom-atom yang lain bergabung, yang berubah hanyalah elektron-elektronnya.

a. Kestabilan Atom32

Atom-atom dari unsur yang tidak stabil mempunyai kecendrungan bergabung dengan atom-atom lain (atom yang sama maupun yang berbeda). Atom-atom tersebut bergabung melalui suatu ikatan kimia.

Kossel dan Lewis membuat kesimpulan bahwa atom-atom akan stabil bila konfigurasi elektron terluarnya dua (duplet) atau delapan (oktet). Untuk membentuk keadaan stabil seperti gas mulia, dengan cara membentuk ikatan ion atau ikatan elektron bersama.

31

Unggul Sudarmo. 2007. Kimia Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Phibeta. hal.42 32


(37)

1) Ikatan Ion

Ikatan ion (ikatan elektrokovalen) adalah jenis ikatan kimia yang dapat terbentuk antara ion-ion logam dengan non-logam (atau ion poliatomik seperti amonium) melalui gaya tarik-menarik elektrostatik. Dengan kata lain, ikatan ion terbentuk dari gaya tarik-menarik antara dua ion yang berbeda muatan.

Unsur-unsur logam umumnya mempunyai energi ionisasi rendah, sedangkan unsur-unsur nonlogam mempunyai afinitas elektron yang tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara unsur-unsur logam dengan unsur-unsur nonlogam umumnya akan membentuk ikatan ion.33

Contoh :

NaCl merupakan contoh yang mudah untuk memahami terjadinya ikatan ion. Disini terjadi pelepasan dan penangkapan elektron, yaitu atom Natrium melepaskan sebuah elektron valensinya sehingga terjadi ion natrium, Na+ dan elektron ini ditangkap oleh atom Klor sehingga terjadi ion klorida, Cl-.

Na (2, 8, 1) → Na(2, 8) + e Cl (2, 8, 7) + e → Cl(2, 8, 8)

Selanjutnya ion klorida dan ion natrium saling tarik menarik dengan gaya elektrostatis sehingga terjadi ikatan ion.34

2) Ikatan Kovalen

Ikatan kovalen merupakan ikatan yang terbentuk karena pemakaian pasangan elektron bersama atau Ikatan yang terjadi karena atom-atom yang berikatan memiliki kelektronegatifan yang setara dan tidak

33

Sudarmo Unggul. 2007. Kimia Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Phibeta. hal. 45 34


(38)

memiliki kelebihan orbital kosong yang berenergi rendah.35dan ikatanya disebut ikatan kovalen, sedangkan bila pasangan elektron yang digunakan berasal dari salah satu atom yang berikatan disebut ikatan kovalen koordinasi atau kovalen dativ.36

Ikatan kovalen dapat terbentuk dari beberapa pasangan elektron, seperti tunggal contohnya F2 atau H2, namun dapat pula terjadi rangkap dua seperti pada molekul gas CO2, dan rangkap tiga terjadi gas astilen C2H2.

Contoh pembentukkan ikatan kovalen tunggal, ikatan ganda dan ikatan rangkap tiga.

35

Ikatan kovalen. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/ikatan-kimia/ikatan-kovalen-2/. Diakses 23 juli 2010.

36


(39)

Contoh pembentukkan ikatan kovalen koordinasi:

Reaksi proses pembentukan ikatan kovalen koordinasi,(a) pembentukan ion H+ dari atom H dan (b) NH3 menyumbang elektron bebasnya membentuk ion amonium (NH4+).37

3) Ikatan Logam38

Ikatan logam adalah ikatan yang terbentuk akibat adanya gaya tarik-menarik yang terjadi antara muatan positif dari ion-ion logam dengan muatan negatif dari elektron-elektron yang bebas bergerak. Atom logam mempunyai sedikit elektron valensi, sehingga sangat mudah untuk dilepaskan dan membentuk ion positif.

Logam mempunyai beberapa sifat yang unik, antara lain mengkilat, dapat menghantarkan listrik, dan kalor dengan baik, mudah dan dapat diulur menjadi kawat. Gaya tarik ion positif atom-atom logam dengan lautan elektron mengakibatkan terjadinya ikatan logam.39

37

Ikatan kovalen. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/ikatan-kimia/ikatan-kovalen-2/. Diakses 23 juli 2010

38 Unggul Sudarmo. 2007. Kimia Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Phibeta. hal. 53


(40)

ion positif awan elektron

B. Penelitian Relevan

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian yang peneliti ambil adalah:

1. Penelitianyang dilakukan oleh Muhammad Adim dengan judul “Pengaruh

Pembelajaran Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hidrolisis Garam Pada Siswa Kelas XI SMAN 2 Malang Tahun Ajaran 2007/2008”. Menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar swiswa yang diajar dengan problem solving dan model konvensional. Pembelajaran dengan problem solving dapat meningkatkan nilai rata-rata kelas siswa dari 85,1 menjadi 89,1, sedangkan pembelajaran model konvensional menurunkan rata-rata kelas kelas dari 85,5 menjadi 84,7. Siswa yang diajar dengan problem solving memiliki rata-rata efektif yang lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model konvensional.40

2. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Yuningsih dengan judul “Pengaruh

Pendekatan Metode Belajar Problem Solving Dan Minat Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pelajaran Ekonomi Kelasa VIII SMP Negeri 2

40 Diakses 25 juli 2010Skripsi Muhammad Adim. 2008. “Pengaruh Pembelajaran

Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hidrolisis Garam Pada Siswa Kelas

Xi Sman 2 Malang Tahun Ajaran 2007/2008”. Universitas Negeri Malang. Program Studi

Pendidikan Kimia. Jurusan Kimia FMIPA.


(41)

Kertasura”. Menunjukkan bahwa metode problem solving dan minat belajar terhadap hasil belajar ekonomi diperoleh persamaan regresi : Y = 11,684 + 0,840X1 + 0,322X2. Uji regresi diperoleh Fhitung > Ftabel atau 31,226 > 3,12 (taraf signifikan 5%). Berarti antara metode problem solving dan minat belajar secara bersama-sama berpengaruh terhadap hasil belajar ekonomi. Uji t untuk variabel metode problem solving diperoleh thitung > dari ttabel atau 5,865 > 1,99 dan untuk variabel minat belajar diperoleh thitung > ttabel atau 3, 412 > 1,99(taraf signifikan 5%). Kedua variabel menunjukkan bahwa variabel metode problem solving dan minat belajar berpengaruh terhadap hasil belajar ekonomi sebesar 44, 8% sedangkan sisanya sebesar 55,2 % dipengaruhi oleh variabel lain.41

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fachru Rizal Fatoni dengan judul

“Pengembangan Metode Problem Solving Dengan Menggunakan Mind

Mapping Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas X SMA Negeri Malang”. Menunjukkan bahwa pengembangan metode problem solving dengan menggunakan mind mapping meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik pada mata pelajaran ekonomi. Diketahui nilai aktivitas belajar siswa pada tiap-tiap siswa dan dipeoleh rata-rata 53,9 dan dari hasil analisis ketuntasan belajar siswa yang ditinjau dari aspek kognitif pada siklus I, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus I sebanyak 16 siswa atau 50 % dari jumlah siswa dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar sama sebanyak 16 siswa atau 50% dari jumlah siswa. Pada siklus II dilakukan koreksi dan perbaikan dengan bertolak dari hasil refleksi pada siklus I. Bila dilihat dari aktivitas belajar siswa dapat diketahui nilai aktivitas belajar siswa dan diperoleh rata-rata 78,2 dan dari ketuntasan hasil belajar pada siklus II terjadi kenaikan ketuntasan belajar, bahkan semua siswa mencapai ketuntasan

41

Skripsi Retno Yuningsih . 2008. Pengaruh Pendekatan Metode Belajar Problem Solving Dan Minat Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pelajaran Ekonomi Kelasa VIII

SMP Negeri 2 Kertasura”Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/651/. Diakses 25 juli 2010.


(42)

belajar yaitu 32 siswa atau 100% dari jumlah siswa, sehingga terjadi kenaikkan 50%.42

4. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Yuni Astuti dengan judul

“Pengaruh Metode Problem Solving Terhadap Pengusaan Konsep Getaran

Dan Gelombang Bernuasan Nilai”. Menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan antara pengusaan konsep siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode problem solving pada pokok bahasan getaran dan gelombang bernuansa nilai dengan yang memperoleh pembelajaran getaran dan gelombang tidak bernuansa nilai. Dengan kata lain, penerapan metode problem solving memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan konsep getaran dan gelombang bernuansa nilai. Hasil rata N-gain untukl pengusaan konsep kelas eksperimen 0,78 dan kelas kontrol sebesar 0, 56 dengan hasil uji hipotesis thitung= 3,7263 yang berada diluar ttabel ± 1, 6723.43

C. Kerangka Berpikir

Pada dasarnya pengajaran Kimia merupakan hasil dari proses belajar yang mengarahkan peserta didik kepada cara berpikir ilmiah dengan mengupayakan supaya kondisi belajar dapat berlangsung secara efektif guna menimbulkan kesadaran pada diri masing-masing untuk memelihara dan menjaga keseimbangan, dan keharmonisan termasuk sikap saling menghargai sesama makhluk hidup.

Oleh karena itu, dalam mempelajari Kimia siswa dituntut untuk lebih peka terhadap permasalahan yang ada dan berusaha untuk menyelesaikannya sehingga siswa tersebut dapat mengerti apa yang sedang ia pelajari. Dan dengan membiarkan siswa dihadapkan pada belajar dari masalah, maka kelak nantinya ia

42

Skripsi Fachru Rizal Fatoni . 2010.“Pengembangan Metode Problem Solving Dengan Menggunakan Mind Mapping Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ekonomi Pada

Siswa Kelas X Sma Negeri Malang”. Jurusan Ekonomi Pembangunan FE Universitas Negeri Malang. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ekonomi-pembangunan/article/.. diakses 25 juli 2010.

43

Widya yuni astuti. 2009. Skripsi “Pengaruh Metode Problem Solving Terhadap Pengusaan Konsep Getaran Dan Gelombang Bernuasan Nilai”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(43)

juga akan terbiasa memecahkan masalah sendiri dengan baik dan dalam kaitanya dengan Kimia. Dengan latar belakang dan siafat pembawaan individu yang berbeda-beda, mengakibatkan adanya perbedaan kemampuan dari setiap siswa dalam menerima dan memahami suatu materi pelajaran, ada siswa yang kemampuannya rendah, sedang dan cepat dalam menerima materi.

Dan biasanya seorang siswa akan merasa senang dengan sesuatu hal yang baru, jika ia tahu langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya.

Salah satu tolak ukur kepandaian siswa adalah di tentukan dari kemampuan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, dalam proses belajar-mengajar siswa perlu diberi soal-soal yang menjadi masalah agar siswa nantinya lebih peka terhadap masalah yang akan dihadapi.

Berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran disekolah tergantung pada strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Cara guru dalam menciptakan suasana kelas akan mempengaruhi pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru harus mampu menggunakan metode yang bisa melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan secara sendiri atau secara bersama-sama.

Metode pembelajaran yang dengan kondisi tersebut adalah metode problem solving, dengan metode ini siswa akan lebih semangat dalam belajar. Dengan demikian hasil belajar kimia siswa yang menggunakan metode problem solving secara kelompok diharapkan akan lebih baik daripada hasil belajar kimia siswa yang menggunakan metode problem solving secara individu pada materi ikatan kimia.


(44)

Proses Belajar-Mengajar

Metode problem solving Individu

Hasil Belajar Kimia Metode problem solving

kelompok

Faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar

a) Siswa terbiasa untuk berpikir kritis, sistematis dan logis.

b) Siswa memperoleh pengalaman lebih banyak dalam upaya menemukan cara-cara yang efektif dalam menyelesaikan masalah.

c) Siswa merasa memiliki keberanian untuk aktivitas-aktivitas belajar semacam itu.

Oleh karena itu, dapat dibuat kerangka berpikirnya, sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir 1. Bahan atau hal yang dipelajari 2. Faktor-faktor lingkungan 3. Faktor-faktor instrumental 4. Kondisi individu si pelajar


(45)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu: Terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan metode Problem solving secara kelompok dan individu.


(46)

32

Penelitian ini dilaksanakandi SMAN 4 Tangerang Selatan yang beralamat di Jln. Pd. Ranji. Komp. Pertamina. Tangerang Selatan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 – 29 Oktober, tahun ajaran 2010-2011.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen atau pre-eksperimental yaitu eksperimen yang belum baik.1 karena pengontrolannya hanya dilakukan tehadap satu variabel saja. Jadi sesuai dengan tujuan peneliti yang hanya ingin melihat sejauhmana perkembangan suatu hasil pada kelompok eksperimen selama diberi perlakuan.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian pada penelitian ini menggunakan pretest-postest contol group design, desain ini merupakan pengembangan desain pretest-posttest group dengan desain static group comparison.2 Perbedaanya terletak pada baik kelompok pertama dan kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pretest).3 Sebelum diberi perlakukan pada kedua kelompok diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada konsep ikatan kimia, kemudian diberi perlakuan yang berbeda, yaitu kelompok yang satu menggunakan metode problem solving secara kelompok, sedangkan kelompok yang lain menggunakan metode problem solving secara individu dan terakhir diberikan postest untuk mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman siswa tentang konsep ikatan kimia. Berikut adalah urutan pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti :

1

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010). Jakarta : Rineka Cipta. hal.123.

2

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010). Jakarta : Rineka Cipta. hal.125

3

Jhonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Luantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal.87.


(47)

1. Menentukan kelas-kelas yang akan dijadikan kelompok subjek penelitian serta menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu kelas yang akan diberi perlakuan problem solving secara kelompok dan yang akan diberi perlakuan problem solving secara individu.

2. Memberikan tes kemampuan awal (pretes) tentang konsep ikatan kimia pada kedua kelas tersebut.

3. Memberikan treatment (perlakuan) kepada kelas yang dijadikan subjek penelitian pada konsep ikatan kimia, dengan perlakuan problem solving secara kelompok dan problem solving secara individu.

4. Memberikan tes kemampuan akhir (postes) tentang konsep ikatan kimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan soal-soal yang sama.

5. Menilai hasil tes yang diperoleh dari kedua kelompok perlakuan, yaitu: kelompok atau kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan metode problem solving secara kelompok dan yang akan diberi perlakuan problem solving secara individu.

6. Untuk selanjutnya data yang telah diperoleh dianalisis dan dipersiapkan untuk membuat laporan penelitian.

Selanjtnya Desain penelitiannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

E(kel)

O1 X1 O2

E(indv)

O1 X2 O2

Keterangan :

E(kel) = Kelompok eksperimen secara kelompok E(indv) = Kelompok Kontrol secara individu O1 = Pretes untuk kelompok eksperimen O1 = Pretes untuk kelompok kontrol


(48)

X1 = Perlakukan dengan menggunakan metode Problem solving secara kelompok

X2 = Perlakukan dengan menggunkan metode Problem solving secara individu

O2 = Postes untuk kelompok eksperimen O2 = Postes untuk kelompok kontrol

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok besar yang akan dijadikan generalisasi temuan penelitian.4 Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa- siswi SMAN 4 Tangerang Selatan. Dan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa-siswi SMAN 4 Tangerang Selatan kelas X tahun pelajaran 2010-2011. Sedangkan sampel adalah kelompok kecil yang diselidiki dalam proses penelitian.5 Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu sampel bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.6 Di SMAN 4 Tangerang Selatan jumlah kelas X ada 10 kelas. 8 kelas regular dan 2 kelas bilingual dengan jumlah masing-masing sebanyak 32 siswa/kelas. Tetapi peneliti hanya mengambil dua kelas saja sebagai sampelnya yang memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu kelas X-3 sebagai kelompok eksperimen dan kelas X-4 sebagai kelompok kontrol.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulanya.7

4

Susilo. 2009. Prinsip-Prinsip Dan Teori Dasar Penelitian Pendidikan. Jakarta : Poliyama Widya Pustaka. hal. 69.

5

Susilo. 2009. Prinsip-Prinsip Dan Teori Dasar Penelitian Pendidikan. Jakarta : Poliyama Widya Pustaka hal.69.

6

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010). Jakarta : Rineka Cipta. hal.183.

7


(49)

Dalam penelitian ini, varibel penelitiannya terdiri dari varibel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu metode problem solving secara kelompok dan metode problem solving secara individu, dan varibel terikat yaitu hasil belajar kimia siswa.

1. Variabel bebas (Metode problem solving secara kelompok dan individu) a. Definisi konseptual

Problem solving adalah belajar memecahkan masalah yang bertujuan untuk mengembangkan proses berpikir siswa melalui pemberian masalah yang harus dipecahkan. Tergantung dari sifat masalah yang dibawa kedalam kelas, teknik pemecahanya dapat dilaksanakan secara berkelompok atau secara individu.

b. Definisi operasional

Problem solving secara kelompok adalah suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial, dimana proses kelompok merupakan yang paling utama. Dimana siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras, yang didalamnya mereka saling bekerja sama agar memahami materi pelajaran sehingga kelompok mereka dapat menjadi kelompok terbaik dan materi yang disampaikan menggunakan LKS sebagai media pembelajarannya sehingga pemahaman akan lebih mudah.

2. Variabel terikat (Hasil balajar) a. Definisi konseptual

Hasil belajar adalah terjadinya perubahan perilaku, kepandaian, atau kemampuan seseorang dimana proses perubahan itu terjadi secara bertahap.

b. Definisi operasional

Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai oleh siswa yang dapat dillihat dari hasil tes yang dilakukan setelah proses belajar mengajar dilaksanakan.


(50)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunkan oleh peneliti untuk mengukur hasil belajar siswa atau alat pada waktu peneliti menggunakan sesuatu metode.8 penelitian yang digunakan berupa tes obyektif (pilihan ganda) sebanyak 29 soal. Tes digunakan untuk mengukur ketuntasan dan kemampuan individu dalam bidang pengetahuan tertentu dengan cara memberikan serangkaian pertanyaan yang mengukur ranah kognitif.9

Sebelum instrumen digunakan, instrumen tersebut terlebih dahulu harus memenuhi uji prasyarat yaitu uji validitas, uji reliabilitas, selain itu juga di cari taraf kesukaran dan daya beda dengan rumus-rumus dibawah ini.

1. Tes

Tes yang digunakan adalah tes objektif pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban. Tes dilakukan sebelum dan setelah pembelajaran dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadap suatu konsep sebelum dan setelah pembelajaran dilakukan. Kisi-kisi untuk soal disesuaikan dengan materi yang diajarkan, yaitu ikatan kimia.

8

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010). Jakarta : Rineka Cipta. hal. 192.

9

Susilo. 2009. Prinsip-Prinsip Dan Teori Dasar Penelitian Pendidikan. Jakarta : Poliyama Widya Pustaka hal. 48.


(51)

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

No Indikator C1 C2 C3 C4 Jumlah

1. Menjelaskan proses terjadinya ikatan ion 1,3,9*, 10*,11*, 2*,4*,5, 6*,7,8, 12*,13*,14*, 15

16* 16

2. Menjelaskan proses pembentukkan ikatan kovalen 17*,21,27*, 18*,19*,26, 28,32,34, 35 20*,22,23, 24*,25,29*,

31, 30*,33*,36 20

3. Membedakan senyawa polar dan nonpolar berdasarkan data percobaan 38*,39*,40, 41* 42*,43,44,

45* 37* 9

4. Menjelaskan proses terjadinya ikatan logam

46*,47*,48,

49*,50* 5

Jumlah 17 21 8 4 50

*Soal yang valid

a. Uji Validitas

Validitas dapat diartikan tepat atau sahih, yakni sejauhmana ketepatan dan kecermatan suaru alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.10 Artinya bahwa valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat tersebut

10

Ahmad Sofyan, dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta : Uin Jakarta Press. hal.105.


(52)

mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Pengujian validitas dapat dilakukan secara rasional maupun empiris. Validitas rasional diperoleh atas dasar hasil pemikiran secara logis. Sedangkan validitas empiris diperoleh berdasarkan hasil analisis yang bersifat empirik. Adapun cara pengujian validitas tes hasil belajar dapat ditentukan dengan menggunakan rumus.11

=

��−� �

Keterangan :

rbis = Koefisien korelasi point biserial

Xi = Skor rata-rata hitung yang dijawab benar bagi item yang dicari validitasnya

Xt = Rerata skor total

P = Proporsi siswa yang menjawab benar q = Proporsi siswa yang menjawab salah

q = 1- p

St = Standar deviasi dari skor total

b. Uji Reliabilitas

Selain pengujian validitas, sebuah tes juga harus memiliki reliabilitas. Reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui keandalan, kepercayaan, keajegkan. Dapat diartikan sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.12 Untuk uji reliabilitas ini menggunakan rumus Kuder-Richardon.

11

Ahmad Sofyan, dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta : Uin Jakarta Press. hal. 109

12

Ahmad Sofyan, dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta : Uin Jakarta Press. hal.105


(53)

Keterangan :

rii = Reliabilitas tes n = Banyaknya butir soal St2 = Varians total

pi = Proporsi siswa menjawab benar qi = Proporsi siswa menjawab salah

c. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang baik tidak hanya didasarkan pada validitas dan reliabilitasnya saja. Tetapi juga perlu dilakukan tes taraf kesukaran. Untuk menghitung indeks kesukaran tiap soal digunakan rumus.13

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab benar N = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tingkat kesukaran soal dapat dibagi menjadi tiga, yaitu mudah, sedang, dan sukar. Dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 3.3 Tingkat Kesukaran Tingkat

Kesukaran Nilai P

Mudah 0,00 0.25 Sedang 0,26 – 0,75 Sukar 0,75 1,00

13

Ahmad Sofyan, dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta : Uin Jakarta Press. hal.103


(54)

d. Daya Beda

daya beda soal mengkaji soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang (lemah prestasinya).

Cara menghitung daya pembeda adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut 14:

=

(

� − �

)

,

Keterangan :

D = indeks daya beda

Ba = banyaknya siswa kelas atas menjawab benar Bb = banyaknya siswa kelas bawah menjawab benar N = jumlah siswa peserta tes

Adapun klasifikasi daya beda, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Beda Klasifikasi

Daya beda

Indeks Daya beda

Jelek Cukup

Baik Baik Sekali

Tidak baik (soal dibuang)

14

Ahmad Sofyan, dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta : Uin Jakarta Press. hal.104


(55)

G. Teknik Pengumpulan Data

Pada pelaksanaanya peneliti terlibat langsung dalam pengumpulan data. Data dalam penelitian ini diperoleh dari tes yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Tes ini adalah untuk mengukur hasil belajar siswa. Tes yang akan dilakukan berupa pretest dan postest, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan mendapatkan tes yang sama.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data diawali dengan pengujian prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Kedua uji tersebut sebagai syarat analisis data yang dilakukan sebelum analisis statistik.

1. Pengujian Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini untuk mengetahui sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu uji liliefors, dengan langkah-langkah sebagai berikut :15

1) Urutkan data sampel dari yang paling kecil sampai yang terbesar 2) Tentukan Zi dari masing-masing data dengan rumus :

Dengan :

Xi = Skor data Zi = Skor baku X = Skor rata-rata S = Simpangan baku

3) Tentukan besar peluang proporsi untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan tabel Zi sebut dengan F(Zi) dengan aturan :

Jika Zi > 0, maka F(Zi) = 0,5 + nilai tabel, dan Jika Zi < 0, maka F(Zi) = 0,5 – nilai tabel

15


(56)

4) Selanjutnya hitung proporsi Z1,Z2,…,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S(Zi) maka :

5) Hitung selisih F(Zi) – S(Zi), kemudian tentukan harga mutlak.

6) Ambil nilai terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut, nilai ini kita namakan Lo. Kita bisa lihat pada tabel harga Lo = 0,0989. 7) Memberikan interprestasi Lo dengan membandingkannya dengan

dengan Lt, Lt adalah harga yang diambil dari tabel harga kritis uji liliefors.

8) Mengambil kesimpulan berdasarkan harga Lo dan Lt yang telah didapat. Apabila Lo < Lt, maka sampel berasal dari distribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan melihat keadaan kehomogenan populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji fisher. Dengan langkah-langkah sebagai berikut: 16

1) Tentukan hipotesis

Ho = data tidak memiliki varians homogen Ha = data memiliki varians homogen 2) Bagi data menjadi dua kelompok

3) Tentukan simpangan baku dari masing-masing kelompok 4) Tentukan Fhitung dengan rumus :

5) Tentukan taraf nyata yang akan digunakan

6) Tentukan db pembilang (varians terbesar) dan db penyebut (varians terkecil).

16


(57)

7) Tentukan kriteria pengujian :

a) Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima yang berarti varians kedua populasi homogen.

b) Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka Ho ditolak yang berarti varians kedua populasi tidak homogen.

2. Uji Hipotesis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus t-test untuk menguji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode problem solving secara kelompok dengan metode problem solving secara individu. Langkah-langkah pengujian hipotesisnya adalah :

a. Rumus hipotesis17 Ho : μ1 = μ2 Ha : μ1 ≠ μ2 Keterangan :

Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan metode Problem solving secara kelompok dan individu. Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan

metode Problem solving secara kelompok dan individu.

b. Tentukan uji statistik

1) Jika varians populasi homogen.18

=

1

2

1

�1

+

1

�2

17 Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : alfabeta. hal.121 18


(58)

Keterangan :

X1 = rata-rata hasil belajar kimia siswa dari kelompok eksperimen X2 = rata-rata hasil belajar kimia siswa dari kelompok control S = standar deviasi

n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen n2 = jumlah sampel kelompok kontrol

2) Jika varians heterogen19

=

1

−�

2 �12 �1

+

22 �2

c. Tentukan tingkat signifikan

Tingkat signifikan yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan derajat keyakinan 95% dan taraf signifikan α = 5%

serta dk = n1 + n2 –2 rumus t (α) (dk).

d. Tentukan kriteria pengujian pada pengolahan data dilakukan dengan operasi perhitungan, pengujiannya dengan melihat perbandingan antara thitung dengan ttabel. Dengan kriteria :

Jika thitung ≤ttabel, maka Ho diterima. Jika thitung≥ttabel, maka Ho ditolak

e. Lakukan pengambilan kesimpulan, jika thitung dan ttabel sudah didapat.

19


(59)

I. Hipotesis Statistik

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Ho: μ1= μ2

Ha : μ1≠μ2

Keterangan :

Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan metode Problem solving secara kelompok dan individu.

Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan metode Problem solving secara kelompok dan individu.


(60)

46

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes sebagai instrumen penelitian. Sebelum menerapkan pembelajaran kimia dengan menggunakan metode problem solving secara kelompok pada kelompok eksperimen dan pembelajaran kimia dengan menggunakan metode problem solving secara individu pada kelompok kontrol, kedua kelompok masing-masing diberikan pretest. Pretest ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai konsep ikatan kimia. Setelah masing-masing kelompok melakukan proses belajar-mengajar dengan perlakuan yang berbeda, setelah itu pada masing-masing kelompok dilakukan posttest yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan tujuan yang telah dirumusksn di atas, data yang telah terkumpul meliputi data skor pretest dan skor posttest dari sebanyak 32 siswa kelompok eksperimen dan 32 siswa kelompok kontrol. Pada data-data tersebut selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai berikut:

1. Hasil Uji Data Pretest

a. Data Pretest Kelompok Eksperimen

Hasil perhitungan data pretest kelompok eksperimen diperoleh dari tes kognitif pilihan ganda sebanyak 29 soal yang diberikan kepada siswa sebelum perlakuan, Instrumen tes pilihan ganda ini sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada kelas XI IPA 5 SMAN 4 Tangerang Selatan, butir soal juga telah diuji tingkat kesukaran dan daya bedanya sehingga instrumen ini layak digunakan dalam penelitian ini. data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut ini :


(61)

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pretest Kelompok Eksperimen

No Interval Batas Kelas Nilai Tengah (xi)

1 24 – 28 23,5 26 9 28,13

2 29 – 33 28,5 31 2 6,25

3 34 – 38 33,5 36 10 31,25

4 39 – 43 38,5 41 3 9,34

5 44 – 48 43,5 46 5 15,63

6 49 – 53 48,5 51 3 9,38

Jumlah (∑) 32 100

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat, bahwa skor pada interval 34-38 merupakan skor yang paling banyak diperoleh oleh siswa yaitu sebesar 31,25% dan siswa yang mendapat skor tertinggi yaitu siswa pada interval 49–53 sebesar 9,38% sedangkan siswa yang mendapat skor terendah yaitu pada interval 24–28 sebesar 28,13%. Dari tabel distribusi frekuensi tersebut, diketahui hasil perhitungan data penelitian pada kelompok eksperimen didapat skor terendah 24 dan skor tertinggi 52, nilai rata-rata (mean) sebesar 36,31, nilai tengah (median) sebesar 36, modus sebesar 36,17 dan standar deviasi sebesar 8,42. Untuk hasil perhitungan pretest kelompok eksperimen dapat dilihat pada lampiran 9.

b. Data Pretest Kelompok Kontrol

Hasil perhitungan data pretest kelompok kontrol diperoleh dari tes kognitif pilihan ganda sebanyak 29 soal yang diberikan kepada siswa sebelum perlakuan, data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut ini :


(62)

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pretest Kelompok Kontrol

No Interval Batas Kelas Nilai Tengah (xi)

1 21 – 25 20,5 23 5 15,63

2 26 – 30 25,5 28 2 6,25

3 31 – 35 30,5 33 13 40,63

4 36 – 40 35,5 38 2 6,25

5 41 – 45 40,5 43 6 18,75

6 46 – 50 45,5 48 4 12,5

Jumlah (∑) 32 100

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat, bahwa skor pada interval 31-35 merupakan skor yang paling banyak diperoleh oleh siswa yaitu sebesar 40,63% dan siswa yang mendapat skor tertinggi pada interval 46– 50 sebesar 12,5% sedangkan siswa yang mendapat skor terendah yaitu pada interval 21– 25 sebesar 15,63%. Dari tabel distribusi frekuensi tersebut, diketahui hasil perhitungan data penelitian pada kelompok kontrol didapat skor terendah 21 dan skor tertinggi 48, nilai rata-rata (mean) sebesar 35,19, nilai tengah (median) sebesar 33,96, modus sebesar 33 dan standar deviasi 7,92. Untuk hasil perhitungan pretest kelompok kontrol dapat dilihat pada lampiran 11.

2. Hasil Uji Data Posttest

a. Data Posttest Kelompok Eksperimen

Hasil perhitungan data posstest kelompok eksperimen diperoleh dari tes kognitif pilihan ganda sebanyak 29 soal yang diberikan kepada siswa setelah dilakukan perlakuan, data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut ini :


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penguasaan konsep oleh siswa melalui metode problem solving pada konsep sistem respirasi (eksperimen di MTS Negeri Cipondoh Tangerang)

1 53 182

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa : quasi eksperimen di SMP Negeri 6 kota Tangerang Selatan

0 4 182

Pengaruh Penggunaan Media Gambar Kartun Terhadap Hasil Belajar Ips Pada Siswa Kelas Viii Smp Al-Amanah, Setu Tangerang Selatan

2 23 191

Pengaruh Penggunaan Media Video Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi (Penelitian Quasi Eksperimen Pada Kelas X di SMAN 8 Kota Tangerang Selatan)

2 28 299

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang yang diajar menggunakan metode demontrasi dengan metode ceramah : Studi eksperimen di SMPN I Cikarang Barat

0 3 148

Perbedaan hasil belajar siswa antara yang menggunakan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan pendekatan ekspositori melalui metode demonstrasi : quasi eksperimen pada kelas x SMA Negeri 2 Ciputat Tangerang

0 3 163

Penerapan pendekatan problem solving dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa terhadap konsep mol dalam stoikiometri (PTK di kelas X SMAN 2 Cisauk-Tangerang

7 44 219

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

PERBEDAAN PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTSN KOTA MEDAN ANTARA YANG DIAJAR MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING SECARA KELOMPOK DAN INDIVIDU.

0 4 47

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN EKOSISTEM DI KELAS

0 2 15