DAMPAK KETERLAMBATAN PENYERAHAN PUTUSAN PENGADILAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP PELAKSANAAN PEMBEBASAN NARAPIDANA DI RUTAN KEBON WARU BDG DIHUBUNGKAN dgn UU No.12 tahun 1995 dan UU No. 8 thn 1981.

ABSTRAK
Hak asasi manusia yang merupakan non-derogable human rights dimiliki oleh setiap
manusia, bahkan juga untuk terpidana maupun narapidana sekalipun, tanpa terkecuali.
Meskipun terpidana merupakan seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan narapidana
merupakan terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS), namun non-derogable human rights tetap melekat kepada
mereka sebagai manusia yang utuh. Seorang Narapidana dapat dilakukan pembebasan
atas dirinya bilamana ia telah selesai menjalani masa pidananya. Keterlambatan
pembebasan narapidana bukan tidak mungkin terjadi di Lembaga Pemasyarakatan di
seluruh wilayah hukum Indonesia, baik di kota-kota besar maupun di kota-kota kecil.
Namun keterlambatan yang terjadi terhadap pembebasan narapidana yang diakibatkan
adanya keterlambatan penyerahan putusan pengadilan kepada lembaga pemasyarakatan
tidak serta merta membuat petugas pengadilan yang terlambat menyerahkan salinan
putusan kepada lembaga pemasyarakatan bisa terlepas dari pertanggung-jawabannya
baik secara pidana, perdata maupun administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan memahami dampak keterlambatan penyerahan putusan Pengadilan
berkekuatan hukum tetap kepada lembaga pemasyarakatan terhadap pelaksanaan
pembebasan bagi narapidana serta pertanggungjawaban petugas pengadilan yang
terlambat menyerahkan salinan putusan kepada lembaga pemasyarakatan.

Metode penelitian dalam penelitian ini, dengan menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada kepustakaan
atau data sekunder. Penelitian ini bersifat deksriptif analitis yaitu menggambarkan
mengenai keterlambatan penyerahan Salinan Putusan Pengadilan oleh petugas
pengadilan terhadap pembebasan narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa keterlambatan penyerahan
putusan pengadilan memberikan dampak bagi narapidana yang seharusnya bebas akan
tetap berstatus sebagai narapidana yang masih menjalani hukuman. Sehingga secara
langsung hal tersebut dikategorikan ke dalam pelanggaran HAM karena kemerdekaan
seseorang telah dirampas oleh petugas pengadilan yang telah lalai dalam menjalankan
tugas. Sehingga upaya perlindungan hukum yang dapat ditempuh seorang narapidana
terkait dengan adanya pelanggaran administratif yang dilakukan oleh suatu lembaga
negara yang mengakibatkan terampasnya hak-haknya sebagai individu, dengan
mengajukan gugatan ganti kerugian sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana,
namun demikian syarat dan prosedur pengajuannya dilakukan berdasarkan Hukum
Acara Perdata mengingat dalam Hukum Acara Pidana tidak diatur mengenai gugatan.

iv