Model Pendidikan ‘Aqīdaħ di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung (Studi Deskriptif Tahun Ajaran 2013/ 2014).

(1)

No. Daftar FPIPS : 1975/ UN.40.2.6.1/ PL/ 2014

Model Pendidikan Aqīdaħ di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung (Studi Deskriptif Tahun Ajaran 2013/ 2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh: Ema Rahmawati

0906253

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Model Pendidikan Aqīdaħ di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

(Studi Deskriptif Tahun Ajaran 2013/ 2014)

Oleh Ema Rahmawati

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Ema Rahmawati

Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Skripsi ini tidak boleh diperbanyak

seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI EMA RAHMAWATI

(0906253)

Model Pendidikan Aqīdaħ di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Disetujui dan disahkan oleh Pembimbing I,

Dr. H. Fahrudin, M. Ag. NIP. 19591008198803 1 003

Pembimbing II,

Drs. H. Wahyu Wibisina, M.Pd. NIP. 19591017 198803 1 001

Diketahui oleh

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. NIP. 1957.03.03.1988.03.1.001


(4)

Skripsi ini telah diuji pada:

Hari/Tanggal : Kamis/ 27 Februari 2014

Tempat : Gedung FPIPS UPI

Panitia Ujian :

1. Ketua :

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si. NIP. 19700814 199402 1 001

2. Sekretaris :

Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. NIP. 19570303 198803 1 001

3. Penguji :

Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd NIP. 19581016 198601 1 003

Drs. Udin Supriadi, M.Pd NIP. 19590617 198601 1 001

Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag NIP. 19811109 200501 1 001


(5)

KATA PENGANTAR ِ ْ ِ ِِ ِ َم ْ َلا ِ ِ َلا

Segala puji syukur penulis persembahkan kehadirat Allāh SWT yang selalu memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya kepada seluruh makhluk. Ṣalawat beserta salam juga penulis panjatkan kehadirat Nabi Besar Muhammad Saw., kepada keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita semua selaku umatnya.

Kemudian dari itu merupakan suatu keharusan bagi semua mahasiswa, khususnya Mahasiswa Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam yang telah sampai pada tahap penyelesaian studinya pada program Sarjana Strata satu ( S- 1) untuk menyusun sebuah karya ilmiah atau sekaligus sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Pendidikan Agama Islam.Sehubungan dengan hal itu, maka penulis telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Model Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas Vll Madrasah Tsanawiyah, Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung”.

Dalam penyelesaian skripsi ini, sangat banyak bantuan dan bimbingan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan walaupun penulis berusaha semaksimal mungkin. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allāh SWT penulis bermohon dan menyerahkan semua urusan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Bandung, Februari 2014


(6)

ii

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji hanya milik Allāh yang telah memberikan jalan kemudahan, kelancaran dan kesehatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan bantuan berbagai pihak. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. selaku Rektor Universitas Pendidikan Indonesia.

2. Bapak Prof. Dr. Karim Suryadi, M. Si dan Dr. Elly Malihah, M. Si. selaku Dekan FPIPS.

3. Bapak Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. selaku Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam (IPAI).

4. Dr. H. Fahrudin, M. Ag dan Drs. H. Wahyu, M. Pd. selaku Pembimbing I dan II yang telah memberikan pengarahan, petunjuk dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi IPAI UPI Bandung yang telah membekali ilmu kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Bapak dan Ibu Staff TU Prodi IPAI atas segala bantuan administrasi demi kelancaran skripsi ini.

7. H. Dede Rohanda, S. Pd. Abun Bunyamin, S. Pd. I, dan Usep Trisnadi, S. Pd. I yang telah mengizinkan dan banyak membantu dalam penelitian di sekolah yang dipimpinnya.

8. Kedua Orang Tua, Bapak Ucup dan Ibu Uji Jamilah yang telah merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang secara tulus,mendo‟akan, mencukupi moril dan materil kepada penulis (kasih sayang mereka tidak pernah terputus sepanjang hayat).


(7)

9. Suami tercinta Deden Rahmat, S. S. yang senantiasa memberikan bantuan baik moril maupun materil serta memberikan motivasi kepada penulis agar skripsi segera diselesaikan.

10.Kakak tercinta Nurlaela S. Pd. serta kakak ipar Atep Saeful Rochman yang selalu mendorong penulis agar skripsi ini dapat segera diselesaikan.

11.Teman-teman satu angkatan dan adik-adik tingkat di Prodi IPAI yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Akhirmya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi kemajuan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Bandung, Februari 2014 Penulis

(Ema Rahmawati) 0906253


(8)

iv

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Struktur Organisasi Skripsi... 15

BAB II MODEL PENDIDIKAN AQĪDAĦ A. Model 1. Pengertian Model... 16

2. Karakteristik Model ... 17

3. Macam-macam Model ... 17

B. Pendidikan Aqīdaħ 1. Tujuan Pendidikan ‘Aqīdaħ ... 19

2. Program Pendidikan ‘Aqīdaħ ... 22

3. Substansi Materi Pendidikan ‘Aqīdaħ ... 30

4. Proses Pendidikan „Aqīdaħ ... 39

5. Evaluasi Pendidikan „Aqīdaħ ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A.Lokasi Penelitian ... 50

B.Desain Penelitian ... 51

C.Definisi Operasional ... 70


(9)

A.Gambaran Umum ... 71

B.Pemaparan Data Hasil Penelitian 1. Tujuan Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ... 77

2. Program Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ... 78

3. Substansi Materi Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung ... 81

4. Proses Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung ... 98

5. Evaluasi Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung ...107

C. Pembahasan 1. Analisis Tujuan Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ...108

2. Analisis Program Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ...110

3. Analisis Substansi Materi Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ...111

4. Analisis Proses Pendidikan ‘Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ...112

5. Analisis Evaluasi Pendidikan Aqīdaħ di kelas 7 MTS Ponpes Modern Al-Ihsan, Baleendah Bandung ...113

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan ... 114

B.Rekomendasi ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 120

LAMPIRAN- LAMPIRAN ... 122

RIWAYAT HIDUP………..201


(10)

vi

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran. 1 Surat Izin Mengadakan Penelitian dari UPI 124 Lampiran. 2 Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Ponpes Al

Ihsan

125

Lampiran. 3 Kisi Instrumen Penelitian 129

Lampiran. 4 Pedoman Dokumentasi 134

Lampiran. 5 Pedoman Wawancara 135

Lampiran. 6 Hasil Wawancara Responden 1 141

Lampiran. 7 Hasil Wawancara Responden 2 146

Lampiran. 8 Hasil Wawancara Responden 3 150

Lampiran. 9 Hasil Wawancara Responden 4 155


(11)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi yang digunakan dalam buku ini berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 158 Tahun 1987- Nomor: 0543b/U/1987 dengan beberapa contoh berikut:

A. Konsonan

Arab Latin Arab Latin

ا Tidak dilambangkan ط ṭ

ب b ظ ẓ

ت t ع „

ث ṡ غ g

ج j ف f

ح ḥ ق q

خ kh ك k

د d ل l

ذ ż م m

ر r ن n

ز z و w

س s ه h

ش sy ء ´

ص ṣ ي y


(12)

viii

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Arab Nama Latin Contoh Arab Dibaca

fat a َ َ َ kataba

ِ kasraħ i َ ِ ُ ḍuriba

ammaħ u ُ ُ ْ َ na‟budu

2. Vokal panjang (maddah)

Arab Nama Latin Contoh Arab Dibaca

fat ā ِكِا َ māliki

ِ kasraħ ī َلْ ِ qīla


(13)

ABSTRAK Pendidikandalamartiluasadalahsegalapengalamanbelajar yang

dilaluipesertadidikdengansegalalingkungandansepanjanghayat.Pendidikandalambatasan yang sempitadalah proses pembelajaran yang dilaksanakan di lembagapendidikan formal. Di

antarakomponenpentingdalampendidikanadalahtujuanpendidikan.Berkenaandenganrumusantujua npendidikanIslām, DjawadDahlan (1993: 10)

berpendapatbahwadalamajaranIslāmterdapatduakonsep yang diajarkanolehRasūlullāh Saw.yangmaknanyamemilikikaitaneratdengantujuanpendidikanIslām;

yaitukonsep māndanTaqwā.Dewasaini,

pendidikanmatapelajaran‘aq daħkurangdiperhatikanolehsebagianumatIslām.Kita

patutmenyadaribetapapentingnyaperan‘aq daħdalammenentukannasibbangsaini.Memeliharadan memperkokoh‘aq daħini pun hendaklahdibina di atasdasarimān yang kukuh, yang

diperkuatdenganilmudanamalsalehsertadipeliharadaripenyelewengandankesesatan.Seorangmusli m yang memiliki‘aq daħ yang

kuatakanmenampakkanhidupnyasebagaiamalsaleh.Dalampenelitianini,

penulismenggunakanpendekatankualitatifdenganmetodedeskriptif.Pertimbanganpenggunaanmeto deinilebihdiarahkanpadaupayamendeskripsikansuatufenomena yang terjadidanditemukanselama proses Pendidikan‘aq dāhmelaluimatapelajaran‘aq daħakhlāq yang berlangsungdi kelas 7 MTS PondokPesantren Modern Al IhsanBaleendah, Bandung. Melaluipenelitianini,

penelitiakanlebihmenekankanpadahasilanalisismelaluipengamatan,

wawancaradanstudidokumentasi yang terkaitdengantujuan, program, substansimateri, proses pembelajarandancaraevaluasimatapelajaran‘aq daħyang dilaksanakan.Dari

hasilpenelitiandiperoleh data

bahwatujuanpendidikan‘aq daħmelaluimatapelajaran‘aq daħakhlāqyang ingindicapai di kelas 7 MTS Al IhsanBaleendah, Bandung diantaranya:

siswamampuhidupdanbergauldimanasajamerekaberada, sertamenjadikan Kader Agama danbangsa yang berakhlāqAl-Kar maħ. Program pembelajaran‘aq daħ yang dirancangyaitu program pembelajaranberupamodel silabus yang sudahdidapatkandariKementrian Agama, pelajaranGontor, danaturan‘aq daħ yang sesuaidengan‘aq daħ

-akhlāq.Substansimateripendidikan‘aq daħdalammatapelajaran‘aq daħakhlāq yang diajarkanmeliputi : Dasar dan Tujuan ‘Aq daħ Islām, keimanan kepada Allāh melalui

pemahaman sifat-sifat Nya, memahami Asmāul usnā, dankeimanan kepada malaikat-malaikat

Allāh dan makhluk ghaib selain malaikat. Proses pendidikan‘aq daħ yang dilaksanakan di

kelasprinsipnyaselarasdenganapa yang tertulisdalamSilabus ‘Aq daħAkhlāq MTS, sedangkanevaluasipembelajaranpadamatapelajaran‘aq daħakhlāq yang

dilaksanakanyaituberupatestulisdanteslisan.Model pendidikan yang digunakanadalah model pendidikan formal.


(14)

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīdaħ di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Education in a wide meaning are means all of learning experiences of a student in all of his or her surroundings and in his or her entire lifetime. But in a more specificmeaning, education means it is a learning process held in a formal institution of education. Specifically, education means learning process in formal institution. Education has many components. Among those components, one of the important is the purpose of education. In the theme of Islamic education Djawad Dahlan (1993:10) said that in there are two concepts taught by Rasūlullah SAW, which had a strong relation with the concepts of faith and worship to Allāh SWT. Recently, the subject of faith education has lack of attention from some of the muslim communities. But basically, we still have to realize the important role of the faith education to rule the way of this nation. To obtain and strengthen the faith has to be cultivated on a strong faith, strengthen by the knowledge and good attitude, and also has to be protected from the lost and mistakes. A muslim with the strong faith, will run his or her life as a long way to do kindness. In this research, I use the qualitative methode with descriptiveapproach. The consideration of using this method in to emphasize on my effort to describe a phenomena that I found and happened during my

observation in ‘aq daħakhlāqlearning process held in 7th graders at Al Ihsan Boarding School. Through this research, I will emphasize to the analytical results that I have from my, observation, interviews and documentation study that connected to the purposes, programs, the substanceof material givens, learning process and the evaluation of the aqidaakhlaq subject that held in 7th grader’s students of Al Ihsan Boarding School. From the research that I did, I could understand that the purpose of the ‘aq daħakhlāqsubject is to make the student able to live and make relationship wherever they will promising generation of Islam and the nation who had good islamic attitudes. The design of the ‘aq daħakhlāqlearning program is based a form of syllabus from the Ministry of religion of Indonesia, from Gontor Islamic School, aqida rules which are relevant with aqida attitudes term. Main lessons of the program are explanation about the basic and goals of islamicaqida, faith to Allāhthrough the understanding of Allāh, understanding

Asmāulusnā, and believes the angels and all unseen creatures of Allāh. Principally, the

education processes are relevant with what has written in the syllabus. And for the evaluations themselves are writing test and oral test. And for the education model that has been used is the formal education model.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Ramayulis (2010: 17), Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar yang dilalui peserta didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat. Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsur pendidikan karena adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan semua itu dan dengan siapapun. Pendidikan dalam pengertian luas ini belum mempunyai sistem. Sebagai pendidik tentu saja memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan warna Islām pada lingkungannya.

Pendidikan dalam batasan yang sempit adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal (madrasaħ/sekolah). Dalam batasan sempit ini pendidikan Islām muncul dalam bentuk system yang lengkap. (Ramayulis, 2010: 17). Sedangkan pendidikan dalam arti luas terbatas adalah segala usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan yang diselenggarakan di lembaga pendidikan formal (sekolah), non-formal (masyarakat) dan in-formal (keluarga) dilaksanakan sepanjang hayat, dalam rangka mempersiapkan peserta didik agar berperan dalam berbagai kehidupan. Pendidikan dalam pengertian sempit sudah mempunyai sistem namun sistem tersebut terutama di lembaga pendidikan non-formal dan in-formal tidak begitu terikat secara ketat dengan peraturan yang berlaku (Ramayulis, 2010: 18).

Zuhairini (2008: 167) mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan bahwa: “Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup”. Ketika dirasakan pendidikan pun sebagai kebutuhan yang penting tiada terbatas ukurannya, dan sasarannya dari berbagai kalangan berhak mendapatkan pendidikan, dan harus menentukan tujuan


(16)

2

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang ingin dicapai bagi pelaku yang mendapatkan pendidikan dengan arahan atau petunjuk untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan dasar kebutuhan pendidikan ternyata masih luas cakupannya karena perkembangan zaman dengan berbagai kebutuhan yang berbeda dan permasalahan-permasalahan yang membutuhkan pemecahan masalahnya maka pendidikan pun dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan potensi manusia itu sendiri.

Dan tidak semua pelaksana pendidikan dapat mengemban tugas dan fungsi pendidikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, diperlukan penataan ulang konsep pendidikan yang ditawarkan sehingga lebih berperan bagi pengemban manusia yang berkualitas, tanpa menghilangkan nilai-nilai fitrah manusia yang dimiliki.Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islām, memerlukan Pendidikan Islāmī sebagai kebutuhan membenahi kualitas hidup manusia itu agar menjadi lebih baik. Sebagaimana Ramayulis (2010: 12) menyatakan bahwa:

“Dengan pendidikan Islām manusia sebagai khalīfaħ tidak akan berbuat sesuatu yang mencerminkan kemungkaran kepada Allāh, dan bahkan ia berusaha agar segala aktifitasnya sebagai khalīfaħ harus dilaksanakan dalam rangka „ubūdiyaħ kepada AllāhSWT”.

Pendidikan Islām berperan sebagai mediator dalam memasyarakatkan ajaran Islām kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan inilah, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islām sesuai dengan ketentuan Al-Qur´ān dan Sunnaħ. Sehubungan dengan itu tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengalaman masyarakat terhadap ajaran Islām amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islām yang diterimanya. Pendidikan Islām tersebut berkembang setahap demi setahap hingga mencapai tingkat seperti sekarang ini.

Berangkat dari konsep pendidikan Islām sekarang ini pendidikan Islām masuk dalam kurikulum sekolah yang dinamakan dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islām (PAI). Menurut Syahidin (2009:1) bahwa “Mata pelajaran PAI merupakan mata pelajaran wajib di sekolah umum sejak TK sampai


(17)

3

Perguruan tinggi, kurikulum PAI dirancang secara khusus sesuai dengan situasi kondisi dan penjenjangan pendidikan Islāmsecara utuh”.

Dewasa ini, kecenderungan akan terjadinya apa yang dinamai sebagai kemunduran akhlak makin kental pada keseharian generasi muda. Zaman dulu, terutama di pesantren-pesantren, jangankan lewati kiai secara langsung, pintu rumah kiai yang tertutup rapat pun, begitu kita lewat di pekarangan rumahnya tetap ada tatakramanya, kita berjalan sambil badan sedikit menunduk. Sekarang ini, ada orang bertamu ke rumah kiai, lalu diminta untuk menunggu setengah jam saja sudah menggerutu dengan mengatakan tidak menghargai tamu.

Akhlāq adalah buah dari keimanan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa

yang perlu diselidiki terlebih dahulu adalah mengenai bagaimana seharusnya pendidikan di keluarga, pendidikan formal di sekolah, dan di masyarakat itu dapat secara langsung membuahkan akhlāq yang karīmaħ. Dan yang pertamakali disorot adalah tentang apa yang menjadi tujuan dari pendidikan sebagai salah satu komponen di antara sekian banyak komponen dalam pendidikan (Gymnastiar, 2004: 37).

Saat ini, memang tidak setiap keluarga terkena pengaruh buruk narkoba, namun banyak sekali keluarga yang terkena oleh gejala dari apa yang namanya tark al-ṣalāħ (meninggalkan salat). Ayah sibuk bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Memang, dari segi finansial kebutuhan keluarga terpenuhi, namun akibat lainnya tidak jarang rumah tangga menjadi sepi. Ibu pun demikian, di perkotaan di mana akses pendidikan menjadi lebih mudah, ada banyak sekali kaum perempuan yang lulusan sarjana. Kaum Ibu yang berpendidikan ini, merasa sayang jika menjadi satu di antara golongan pengangguran dari kalangan terdidik. Mereka tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya jika tidak berkesempatan untuk mengaktualisasikan kemampuan yang mereka peroleh di Perguruan Tinggi dan hanya menghabiskan kesehariannya dengan tugas-tugas rumah tangga. Yang pertamakali dirugikan dari keluarnya seorang Ibu untuk bekerja adalah anak (Gymnastiar, 2004: 37).


(18)

4

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Implikasi dari kehidupan finansial yang memadai adalah, anak menjadi tidak terbiasa untuk minta kepada Allāh. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang manja, yang ingin apapun tinggal minta kepada orangtua. Misalnya, anak ingin membeli hand phone baru, Ibunya menunjukkan bahwa uangnya ada di lemari. Anak menginginkan sepatu baru, ayahnya pun menunjukkan bahwa uangnya ada di lemari. Satu kali, dua kali, anak masih minta izin mau ambil uang, kali ketiga, keempat, bablas saja mengambil tanpa pamitan dulu. Dalam bukunya Sakinah: Manajemen Qalbu untuk Keluarga, K.H. Abdullah Gymanstiar memberikan sebuah jawab: “Rumah kita harus Allāh oriented.” (Gymnastiar, 2004: 38).

Kalau prinsip ini sudah dijalankan secara penuh, sudah bagus sekali, karena bukan main, prinsip yang pertama ini adalah tentang tauhīd. Suami akan melihat anak sebagai titipan Allāh. Suami akan mensyukuri kehadiran anak sebagai anugerah yang luar biasa besarnya dari Allāh. Ada banyak yang menikah setahun, dua tahun lamanya namun belum Allāh percayai untuk diberi titipan-Nya. Kalau rasa syukur ini yang menjadi pijakan, maka seorang suami tidak akan berleha-leha dalam bekerja untuk menafkahi keluarga di samping dia juga akan berhati-hati tentang darimana datangnya nafkah itu berasal (Gymnastiar, 2004: 38).

Penulis ingin mengutip peran seorang suami, tentang bagaimana idealnya menjadi seorang istri, serta kewajiban kita sebagai seorang anak secara lebih lengkap masih dari buku yang sama:

1. Suami sebagai pemimpin dalam keluarga

Kita mulai dengan firman Allāh dalam Surat An-Nisā ayat ke 34:






























(19)

5

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allāh telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lainnya (wanita), dan karena mereka telah membelanjakan sebagian dari harta mereka....”1

.

Seperti halnya dalam logika, peran sesuatu menjadi lebih spesifik karena kehadiran sesuatu yang lain. Demikian pula “suami dinamai pemimpin karena ada yang dipimpin. Artinya, jangan merasa lebih dari yang dipimpin.” (Gymnastiar, 2004: 44-46).

Alangkah lebih baiknya jika di dalam niatnya, jika di dalam buah fikirannya seorang suami kerap memikirkan, “saya harus mampu memimpin rumah tangga mengarungi episode hidup di dunia yang hanya sebentar ini, agar seluruh awak kapal dan penumpang bisa selamat sampai kepada tujuan akhir dalam naungan riḍāAllāh.” (Gymnastiar, 2004: 47).

Dalam Surat Tahrīm ayat 6 Allāh berfirman:





















“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...”

Jelas dalam ayat di atas bahwa tanggung jawab terberat untuk menyelamatkan rumah tangga dari api neraka dibebankan di pundak suami. Dan dengan ayat di atas nampaknya penulis telah menemukan penutup yang baik untuk pembahasan tentang peran seorang suami sebagai pemimpin keluarga. 2. Istri salehah

1

Seluruh teks dan terjemah Al-Qur`ān dalam skripsi ini dikutip dari Ms.Word menu Add-Ins Al-Qur`ān disesuaikan dengan al-Ḥikmaħ, Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah Departemen Agama RI.


(20)

6

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rasūlullāh Saw. bersabda: “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salehah.(HR. Muslim). “Memang sungguh sangat beruntung kehidupan dunia ini bagi istri salehah. Sebab dia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan dalam melahirkan generasi dambaan. Satu saat ketika ia wafat, Allāh akan menjadikannya bidadari Surga” (Gymnastiar, 2004: 50). Jika ada pertanyaan kapan sebenarnya pendidikan anak dimulai? Pendidikan dimulai saat seorang laki-laki memilih pasangan hidupnya. Apakah cikal bakal anak tersebut di dalam rahim wanita salehah atau wanita biasa.

Menurut Gymnastiar (2004: 50), seorang wanita salehah di Timur tengah diberitakan mengunci diri dan kandungannya di dalam kamar selama 24 jam dan membaca Qur´ān terus- menerus. Dari kerja keras itu kemudian lahirlah seorang doktor Qur´ān cilik yang terkenal itu. Seandainya wanita salehah ini menuntut ilmu sampai perguruan tinggi, bekerja di sebuah perusahaan bonafid, memperoleh bayaran tinggi dan kemudian menikah dengan laki-laki yang penghasilannya biasa-biasa saja, wanita ini tidak akan menjadikan suaminya merasa kerdil melainkan menjadi sosok Siti Khadījaħ yang kaya raya, yang memberikan hartanya yang banyak itu itu untuk mendukung dakwah Rasūlullāh Saw.

3. Memuliakan orangtua

“Ketika telah berumah tangga, saat berbagai macam persoalan dan desakan hidup mulai menerpa, terkadang kita mungkin agak melupakan orangtua.” (Gymnastiar, 2004: 53). Sekarang ini ada banyak anak yang kemudian tumbuh menjadi orang besar yang dulunya duduk di pangkuan Ibu yang miskin. Gaji dia setiap bulan hampir seluruhnya dia berikan ke istri. Tidak sedikitpun yang dia sisihkan untuk orangtuanya dan untuk mertuanya.

“Lebih parah lagi, ada sebagian anak yang tidak mau memuliakan orangtuanya. Manakala orangtua sudah semakin jompo dan si anak tidak mau mengurusnya, dititipkannyalah orangtuanya itu ke panti jompo, astagfirullāh, ini adalah perbuatan yang sangat tercela.” (Gymnastiar, 2004: 56).


(21)

7





















































dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang santun.”

Namun demikian, tentu ada lembaga pendidikan lain, yakni pendidikan formal. Dalam pendidikan formal ada suatu istilah yang sering digunakan oleh para pakar pendidikan untuk menyebut bagian-bagian dalam keseluruhan aktifitas pendidikan yaitu istilah komponen pendidikan. Namun para pakar tersebut tidak bersepakat dalam menyebut jumlah komponen yang dimaksud. Di antara komponen penting dalam pendidikan adalah tujuan pendidikan. Berkenaan dengan rumusan tujuan pendidikan Islām, Djawad Dahlan (Syahidin, 2009: 10) berpendapat bahwa dalam ajaran Islām terdapat dua konsep yang diajarkan oleh

Rasulullāh Saw. yang maknanya memiliki kaitan erat dengan tujuan pendidikan

Islām; yaitu konsep Imān dan taqwā. Untuk itu, dapat dipahami bahwa

pendidikan dalam Islām bertujuan untuk mencapai derajat Imān dan taqwā.

Abdurrahman Saleh (Syahidin, 2009: 10) menyebutkan bahwa Al-Qur´ān dan As-Sunnaħ mengisyaratkan tujuan umum pendidikan Islām itu bersifat absolut. Finalitas kenabian Muhammad Saw., menyatakan finalitas yang diajarkannya kepada manusia yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Abdurrahman Saleh berpendapat bahwa karakteristik tujuan umum pendidikan Islām adalah


(22)

8

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diarahkan pada hal-hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Dengan mengutip pendapat Jamal Shaliba (Syahidin, 2009: 10), Abdurahman menegaskan bahwa tujuan praktis pendidikan Islām adalah mengejawantahkan realisasi kebahagiaan hidup di dunia saat ini dan kebahagiaan saat mendatang yang sering diterjemahkan dengan tingkah laku lahir. Islām mendidik bahwa kebaikan yang dilakukan di dunia itu pahalanya tersalur kepada kehidupan individu kelak di akhirat. Jadi, jarak antara dunia dengan akhirat tidaklah sejauh itu.

Seorang ulama yang baru-baru ini menjadi warga Indonesia yang bernama Syekh Muhammad „Ali Jaber mengumpamakan kehidupan di dunia dengan kehidupan di akhirat itu jaraknya seperti rentang antara ażān dan ṣalāt, “ketika lahir, kita diadzani, ketika meninggal kita disholati. Dan jarak antara adzan dengan shalat itu sebentar.” Jadi sebentar saja kehidupan di dunia itu, sementara yang menjadi tujuan dari pendidikan adalah terutama untuk bekal kehidupan kekal di akhirat. Dengan demikian,orang yang beriman kepada Allāh, akan selalu berikhtiar keras merefleksikan keimānannya di dalam tingkah laku lahiriah selama hidupnya di dunia (Syahidin, 2009: 10).

Sayyed Naquid Alattas (Syahidin, 2009: 11) merumuskan tujuan pendidikan Islām adalah menghasilkan manusia yang baik. Yang dimaksud manusia yang baik dalam konteks pendidikan Islām adalah manusia yang beradab, yakni manusia yang dapat menampilkan keutuhan antara jiwa dan raga dalam kehidupannya, sehingga ia selalu tampil berkualitas dan beradab. Selanjutnya Alattas (Syahidin, 2009: 11) memperjelas bahwa manusia yang baik, bukan warga negara yang baik sebagaimana dalam rumusan di negara Barat; makna konsep baik dalam definisi manusia yang baik; adalah konsep universalitas Islāmi yang mencerminkan manusia universal atau Insān Kāmil.

Menurut Abdurrahman An Nahlawi (1995: 34):

Pendidikan Islām merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta


(23)

9

bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.

Seluruh ide tersebut telah tergambar secara integratif (utuh) dalam sebuah konsep dasar yang kokoh. Islām pun telah menawarkan konsep „aqīdaħ yang wajib diimāni agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorongnya pada perilaku normatif yang mengacu pada syariat Islām. Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri, baik dilakukan secara individual maupun kolektif (Abdurrahman An Nahlawi, 1995: 34).

Aspek keimanan dan keyakinan menjadi landasan yang mengakar dan integral, serta menjadi motivator yang menggugah manusia untuk berpandangan ke depan, optimistis, sungguh-sungguh dan berkesadaran. Aspek syariat telah menyumbangkan berbagai kaidah dan norma yang dapat mengatur perilaku dan hubungan manusia. Aspek penghambaan merupakan perilaku seorang manusia yang berupaya mewujudkan seluruh gambaran, sasaran, norma, dan perintah syariat tersebut. Pendidikan merupakan sarana pengembangan kepribadian manusia agar seluruh aspek di atas menjelma dalam sebuah harmoni dan saling menyempurnakan (Abdurrahman An Nahlawi, 1995: 34).

Menurut Al-Syaibany (Syahidin, 2009: 12), Konferensi Islām Dunia I tentang pendidikan Islām yang diadakan di Makkaħ pada tahun 1977 merekomendasikan bahwa” ....tujuan hakiki pendidikan adalah kesempurnaan

akhlāq”. Sebab itu ruh pendidikan Islām adalah pendidikan akhlāq. Rumusan

tujuan pendidikan, baik itu menurut Al Gazali maupun para ulama kontemporer, nampaknya masih sangat umum. Untuk mengaplikasikannya ke dalam sistem pendidikan formal, rumusan di atas perlu dijabarkan dalam rumusan tujuan kurikuler.

Dari berbagai rumusan tujuan pendidikan Islām yang ideal, absolut, dan final, Al-Syaibany (Syahidin, 2009:13) mencoba menjabarkan dan mengklasifikasikannya ke dalam bentuk yang lebih praktis sebagai berikut:


(24)

10

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

“Tujuan pendidikan adalah suatu perubahan yang diingini, diusahakan melalui upaya pendidikan, baik pada tingkah laku individu untuk kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitarnya, di mana individu itu hidup atau pada proses pendidikan dan pengajaran itu sendiri sebagai suatu aktivitas asasi dan juga sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemudian Al-Syaibani (Syahidin, 2009:13) mengklasifikasikannya ke dalam tiga tujuan asasi yaitu:

a) Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan individu-individu yang semestinya dimiliki dalam mencapai kebahagiaan individual di dunia dan akhirat.

b) Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan juga dengan apa-apa yang berkaitan dengan kehidupan ini dan terutama tentang perubahan yang diingini, dan pertumbuhan yang dikehendaki.

c) Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas diantara aktivitas-aktivitas masyarakat.

Merujuk pada berbagai rumusan tujuan pendidikan Islām di atas, dapat ditafsirkan bahwa tujuan ideal pendidikan Islām adalah mencapai derajat Insān Kamīl atau manusia yang bertaqwa. Tujuan ideal tersebut dijabarkan dan diklasifikasikan ke dalam tujuan individual, sosial dan profesional. Dari uraian di atas dapat disimak bahwa tujuan pendidikan Islām bersifat final, ideal dan tidak akan pernah berubah, yang mana pada intinya adalah Insān Kāmil (Syahidin, 2009:13).

Menurut Ahmad Farid (2008: 20), ruh pendidikan Islām adalah pendidikan

akhlāq. Sasarannya adalah aspek fisik, akal dan jiwa yang berkembang secara

terpadu. Tujuan akhir dari pendidikan Islām yang ideal sudah dapat dipastikan tidak akan tercapai bila diupayakan hanya di lembaga-lembaga pendidikan formal akan kurang sekali. Upaya pendidikan mesti dilakukan juga oleh lembaga keluarga, lembaga sekolah dan lembaga masyarakat secara integral. Dari rumusan tujuan akhir pendidikan Islām, tujuan pendidikan hanya akan tercapai dengan baik bila ketiga lembaga di atas dapat bekerjasama secara harmonis dalam suatu landasan, visi, dan misi yang sama.


(25)

11

Islām secara teologis merupakan rahmat bagi manusia dan alam semesta.

Letak kerahmatannya ada pada kesempurnaan Islām itu sendiri. Islām mempunyai nilai-nilai universal yang mengatur semua aspek kehidupan manusia; mulai dari persoalan yang mikro sampai persoalan yang makro, dari persoalan individu hingga persoalan masyarakat, bangsa dan negara dimana ajaran yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang sinergis dan integral. Antarbagian di dalam ajaran Islām yang ada merupakan suatu sistem, yakni hubungan yang terdiri dari beberapa bagian ajaran yang satu sama lain saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yang selanjutnya membentuk bangunan yang utuh yang dinamai Islām (Ahmad Farid, 2008: 21).

Kehadiran agama Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., diyakini oleh umat muslim sebagai ajaran yang dapat menjamin bagi terujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk normatif tentang bagaimāna seharusnya manusia menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Membicarakan dasar-dasar ajaran Islām, pada hakikatnya adalah membicarakan kerangka umum dari ajaran Islām. Jika Islām diibaratkan sebagai sebuah bangunan, dengan melihat dasar-dasar ajaran saja, orang Islām sudah mengetahui bagaimana bentuk bangunan Islām seutuhnya. Sebagaimana layaknya bangunan rumah yang utuh, maka padanya terdapat fondasinya, berdiri tembok-temboknya, ada pintu dan jendela serta jelas terlihat atapnya (Zuhairini, 2008: 52).

Aqīdaħ diletakkan pertamakali sebagai fondasi rumah tersebut karena

memang kedudukannya yang sangat penting dalam ajaran Islām. Seluruh dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran Islām adalah penting dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Seandainya Islām diumpamakan pohon, maka

„aqīdaħ adalah akarnya, dan pohon tanpa akar tentu akan tumbang (Sayyid Sabiq,

2006: 95).

Menurut Syahidin (2009: 5) Pelaksanaan Pendidikan Agama Islām di sekolah dewasa ini dihadapkan kepada dua tantangan besar, baik secara eksternal maupun internal. Sementara tantangan eksternal lebih merupakan perubahan-


(26)

12

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat karena kemajuan Iptek yang begitu cepat. Di zaman modern seperti sekarang ini yang sering disebut sebagai era globalisasi, pergaulan hidup antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya semakin terbuka seolah-olah sudah tidak ada lagi batas wilayah. Sekitar satu setengah tahun lagi, kita akan dapat menemui makanan Filipina di lingkungan kita seperti halnya orang Myanmar akan mampu untuk menikmati masakan Padang di negara mereka sendiri karena perdagangan bebas di kawasan ASEAN.

Dalam situasi seperti ini, di mana pertukaran informasi, budaya, pola hidup antara bangsa terjadi secara alamiah dan tidak dapat dielakan lagi. Pertukaran pola kehidupan tersebut berdampak pada perubahan dalam berbagai segi kehidupan bangsa Indonesia sehingga persoalan yang dihadapi masyarakat dirasakan semakin kompleks. Berbagai perubahan itu secara cepat atau lambat akan ikut serta mendorong terjadinya pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat (Syahidin, 2009: 5).

Menurut Arif Rahman (Syahidin, 2009: 5) ada lima bentuk pergeseran nilai sebagai akibat dari kemajuan Iptek yang tidak terkendali, yaitu:

a) Ditinggalkannya era berfikir mistik menuju pada cara berfikir analistis logis dengan peralatan modern yang canggih, b) Pendidikan (pengajaran) dianggap lebih penting daripada pengalaman dan prestasi akademis sangat dihormati, c) Kompetisi akan menjadi ciri khas dalam era teknologi modern, d) Etos kerja tidak asal selesai mengerjakan tugas, dan e) Agama tidak lagi dijadikan pegangan hidup yang bersifat rutin dan dogmatis.

Kepentingan „aqīdaħ kurang diambil perhatian oleh sebagian umat

Islāmmasa kini. Mereka lebih bimbang akan nasib anak bangsa dan anak cucu

mereka kelak akan menjadi miskin harta dan tanah setelah mereka tiada nanti. Tetapi apakah banyak dari kalangan umat Islām yang mengkhawatirkan nasib anak cucu mereka jika mereka miskin īmān dan jiwa? Kita yang berada di akhir zaman ini, sepatutnya lebih bimbang lagi akan keutuhan „aqīdaħ anak-anak kita. Kita patut menyadari akan betapa pentingnya peran „aqīdaħ dalam menentukan nasib bangsa ini (Ahmad Farid, 2008: 22).


(27)

13

Sebagai umat Islām yang menginginkan kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat, kita hendaklah menjadi masyarakat Islām yang memelihara dan menegakkan „aqīdaħ dan syariat Islām. Memelihara dan memperkokoh„aqīdaħ ini pun hendaklah dibina di atas dasar īmān yang kukuh, yang diperkuat dengan ilmu dan amal saleh serta dipelihara dari dicemari oleh berbagai gejala penyelewengan dan kesesatan. Seorang muslim yang memiliki

„aqīdaħ yang kuat akan menampakkan hidupnya sebagai amal saleh. Jadi amal

saleh merupakan fenomena yang tampak sebagai pancaran dari„aqīdaħ (Ahmad Farid, 2008: 22).

Dengan melihat segala permasalahan itulah, akhirnya penulis ingin menganalisis dan memberikan judul skripsinya “Model Pendidikan „Aqīdaħ di kelas Vll Madrasah Tsanawiyah, Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas dapat dirumuskan permasalahan pokok sebagai berikut:

“Bagaimanakah Model Pendidikan „Aqīdaħ di kelas Vll Madrasah Tsanawiyah, Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung ? “.

Dari masalah pokok tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tujuan pendidikan „aqīdaħ yang ingin dicapai di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung ?

2. Bagaimanakah program pendidikan „aqīdaħ yang dirancang di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung ?

3. Bagaimanakah substansi materi pendidikan „aqīdaħ yang dilaksanakan di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung ?


(28)

14

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimanakah proses pendidikan „aqīdaħ yang dilaksanakan di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung ?

5. Bagaimanakah bentuk evaluasi pendidikan „aqīdaħ di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pokok penelitian ini adalah memperoleh data tentang Model Pendidikan Aqīdaħ di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung .

Sedangkan secara khusus, tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui tujuan pendidikan „aqīdaħ yang ingin dicapai di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung.

2. Untuk mengetahui program pendidikan „aqīdaħ yang dirancang di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung.

3. Untuk mengetahui substansi materi pendidikan„aqīdaħ yang dilaksanakan di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung.

4. Untuk mengetahui proses pendidikan „aqīdaħ yang dilaksanakan di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung.

5. Untuk mengetahui bentuk evaluasi pendidikan „aqīdaħ di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis


(29)

15

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan model pendidikan

„aqīdaħ sebagai solusi dari model pendidikan yang dilaksanakan lembaga

pendidikan formal. Maka dari itu model pendidikan „aqīdaħ ini diharapkan dapat memberikan pengembangan dalam pengajaran pendidikan „aqīdaħ.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak yang terkait. Manfaat tersebut di antaranya:

a) Bagi peserta didik, khususnya bagi pelajar agar menanamkan nilai-nilai aqīdaħ dalam kehidupan sehari-hari.

b) Bagi guru IPAI, diharapkan model dalam pencapaian pendidikan „aqīdaħ ini menjadi suatu pedoman dalam mengajarkan „aqīdaħ kepada peserta didik. c) Bagi kepala sekolah, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan contoh

dalam menerapkan „aqīdaħ yang kokoh bagi sekolahnya yang berbasis agama. d) Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan mampu menanamkan keimanan

kepada anak-anaknya.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Kajian teoretis tentang „aqīdaħ. Pada bab ini diuraikan data-data yang berkaitan dengan fokus penelitian serta teori-teori yang mendukung pendekatan pendidikan „aqīdaħ, serta mengenai hasil penelitian yang relevan.

BAB III: Metode penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan metode penelitian, pendekatan, definisi operasional, lokasi dan subjek/ sampel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, desain penelitian, analisis dan pengolahan data.


(30)

16

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV: Hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian pengolahan data serta membahas temuan-temuan penelitian disertai dengan analisisnya

BAB V: Kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis berusaha mencoba memberikan kesimpulan dan saran, serta menyertakan lampiran yang berhubungan dengan skripsi ini.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah (MTS) Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung yang terletak di Jalan Adipati Agung No 40, Baleendah Kab.Bandung. MTS ini dijadikan lokasi penelitian karena kurikulum yang diajarkan di sekolah ini bukan hanya kurikulum dari Departemen Agama (Depag), tetapi juga Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Kurikulum Pondok Modern Gontor. Selain itu, penanaman ‘aqīdaħ tidak hanya di dalam kelas, tetapi mencakup seluruh kegiatan santri diluar kelas.

MTS ini merupakan salah satu unit pendidikan yang berada di Pondok pesantren Modern Al Ihsan Baleendah yang didirikan pada tahun 1989. MTS ini dijadikan penelitian karena memiliki visi, misi dan strategi yang lain daripada sekolah lainnya.

Visi Pondok Pesantren Modern Baleendah, yaitu: Mempersiapkan Pondok Pesantren Al Ihsan terdepan dalam prestasi, mempunyai daya saing, daya sanding dan Islāmī dalam budi pekerti.

Misi Pondok Pesantren Modern Baleendah, yaitu:

1) Menjadikan Pondok Pesantren Modern Al Ihsan sebagai pusat pembelajaran dan pelayanan informasi yang Islāmī.

2) Membekali warga pesantren dengan keseimbangan wawasan IPTEK, Imtaq dan Life Skill serta penguasaan bahasa Arab dan Inggris untuk menghadap persaingan global.

3) Menanamkan pada warga pesantren jiwa bekerja yang ikhlas, keras, cerdas, tangkas, tuntas dan berkualitas, serta ramah dan toleransi dalam perbedaan dan menjadi ahli pikir yang berdzikir.


(32)

51

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Desain Penelitian

Dalam desain penelitian ini ada dua hal yang akan dijelaskan, sesuai dengan yang dilakukan oleh peneliti selama di lapangan, yaitu meliputi : 1) Pendekatan penelitian. 2) Tahapan penelitian.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Perspektif, strategi, dan model yang dikembangkan sangat beragam. Sebab itu, tidak mengherankan jika terdapat anggapan bahwa, Qualitative research is many thing to many people (Denzin dan Lincoln, 1994: 4).

Sejalan dengan itu, Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan:

Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh).

Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sependapat dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986: 9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dengan ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.

Metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Miles and Huberman, 1994: 6-7).

Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masayarakat, dan suatu organisasi tertentu


(33)

dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic (Bogdan dan Taylor, 1992: 22).

Menurut Nana Syaodih (2005: 60), penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996: 33-34).

Berdasarkan kepada teori di atas bahwasanya tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran tentang Model Pendidikan

‘aqīdaħ di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung. Oleh karena itu, penelitian ini lebih diarahkan pada upaya mendeskripsikan suatu fenomena yang terjadi dan ditemukan selama proses Pendidikan ‘aqīdaħ tersebut berlangsung di MTS Pondok Pesantren Baleendah, yang berlangsung di dalam kelas.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982) dalam Sugiyono (2011: 21) bahwa karakteristik pendekatan kualitatif adalah seperti berikut :

 Dilakukan dengan kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.

 Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

 Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada output atau outcome.

 Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.

 Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Erickson dalam Susan Stainback (2003) dalam Sugiyono (2011: 22) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :


(34)

53

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Intensive, long term participation in field setting (dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan).

Careful recording of what happens in the setting by writing fields notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence. (mencatat secara hati-hati apa yang terjadi).

Analytic reflection on the documentary records obtained in the field. (melakukan analisis reflektif terhadap terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan).

Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes from interview, and interpretative commentary. (membuat laporan secara mendetail).

Berdasarkan kepada teori pendidikan kualitatif seperti yang dikemukakan di atas, peneliti berusaha untuk terjun sendiri ke lapangan untuk memperoleh data yang dibutuhkan, kemudian mendeskripsikan fenomena yang terjadi yang berkaitan dengan Model Pendidikan ‘aqīdaħ di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung, yang meliputi : (1) Tujuan Pendidikan ‘aqīdaħ di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung (2) Program Pendidikan ‘aqīdaħ di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung (3) Substansi Materi

‘aqīdaħ di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung (4) Proses Pembelajaran ‘aqīdaħ di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung (5) Cara Evaluasi Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung.

Dalam proses menemukan Model Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung yang dicari melalui penelitian ini, peneliti akan lebih menekankan pada hasil analisis melalui pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi yang terkait dengan tujuan, proses, substansi materi, proses pembelajaran dan cara evaluasi. Oleh karena itu pendekatan kualitatif lebih berorientasi pada penelitian interpretasi. Dengan pendekatan kualitatif ini peneliti berusaha memotret situasi pendidikan yang terjadi di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung, terutama yang berkaitan dengan Model Pendidikan ‘aqīdaħ sebagai upaya untuk membentuk karakter manusia yang beriman di Madrasah Tsanawiyah


(35)

Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung. Kemudian mendeskripsikan fenomena tersebut dari sudut ilmu kependidikan untuk menggali makna di balik fenomena pendidikan yang nampak.

Peneliti menemukan beberapa keunggulan dan kegunaan penelitian kualitatif ini. Menurut Nana Syaodih (2005: 100), Penelitian kualitatif memiliki beberapa kegunaan, diantaranya : bagi perkembangan teori, penelitian kualitatif dengan studi kasusnya sangat cocok untuk melakukan pengungkapan (exploratory) dan penemuan (discovery). Study pengungkapan (exploratory studies) berkenaan dengan sesuatu topic yang pada penelitian terdahulu hanya memberikan hasil-hasil yang sangat terbatas. Studi ini selanjutnya diarahkan pada penemuan yang lebih lanjut. Studi lanjut ini diarahkan pada menjabarkan konsep, mengembangkan suatu model, preposisi atau hipotesis.

Bagi penyempurnaan praktik, penelitian kualitatif menghasilkan deskripsi dan analisis tentang kegiatan, proses atau peristiwa-peristiwa penting. Studi-studi kasus yang dilakukan secara terpisah dan dalam kurun waktu yang berbeda, tentang fokus-fokus masalah, kegiatan atau program yang sama dapat menjadi masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan praktik. Hasil sejumlah penelitian kualitatif yang bersifat mendalam dan rinci mempunyai nilai yang lebih tinggi dari penelitian kuantitatif (Nana Syaodih, 2005: 100).

Bagi penentuan kebijakan, hasil penelitian kualitatif juga dapat memberikan sumbangan bagi perumusan, implementasi dan perubahan kebijakan. Beberapa studi kasus difokuskan pada proses informal perumusan dan implementasi kebijakan dalam tatanan yang berbeda, dengan nilai-nilai yang berbeda pula, untuk menjelaskan hasil-hasil kebijakan tersebut. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat memberikan masukan yang berharga bagi penentuan kebijakan. Sedangkan bagi klarifikasi isu-isu dan tindakan sosial. Studi kasus dapat difokuskan pada pengalaman-pengalaman dalam kehidupan antar ras dan kelompok etnik, kelas sosial, peranan gender. Peneliti kualitatif dapat menempatkan isu-isu tersebut dalam konteks sosial yang lebih luas, untuk


(36)

55

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memberikan kritik terhadap ideologis kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi yang diambil daripadanya (Nana Syaodih, 2005: 100).

Adapun bagi studi-studi khusus, yang tidak mungkin diteliti dengan penelitian biasa: penelitian bagi orang-orang sibuk, ada hambatan bahasa, topik yang kontroversial, atau rahasia, dan penelitian-penelitian yang tidak bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif-statistikal. Pengumpulan dan analisis data penelitian kualitatif bersifat interaktif, berlangsung dalam lingkaran yang saling tumpang tindih. Langkah-langkahnya biasa disebut strategi pengumpulan analisis data, teknik yang digunakan fleksibel, tergantung pada strategi terdahulu yang digunakan dan data yang telah diperoleh (Nana Syaodih, 2005: 101).

Secara umum langkah-langkah pengumpulan dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

 Perencanaan

Menurut Nana Syaodih (2005: 102) bahwa perencanaan meliputi perumusan dan pembatasan serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan pada kegiatan pengumpulan data. Kemudian merumuskan situasi penelitian, satuan dan lokasi yang dipilih serta informan-informan sebagai sumber data. Deskripsi tersebut merupakan pedoman bagi pemilihan dan penentuan sampel purposif.

 Memulai pengumpulan data

Sebelum pengumpulan data dimulai, peneliti berusaha menciptakan hubungan baik (rapport), menumbuhkan kepercayaan serta hubungan yang akrab dengan individu-individu dan kelompok yang menjadi sumber data. Sebagaimana Sugiyono (2011: 309) bahwa pengumpulan data melalui interview dilengkapi dengan data pengamatan dan data dokumen (triangulasi). Data pada pertemuan pertama belum dicatat, tetapi data pada pertemuan-pertemuan selanjutya dicatat, disusun, dikelompokkan secara intensif kemudian diberi kode agar memudahkan dalam analisis data.


(37)

Setelah peneliti berpadu dengan situasi yang diteliti, pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam, observasi dan pengumpulan dokumen yang lebih intensif. Dalam pengumpulan data dasar peneliti benar-benar “melihat, mendengarkan, membaca, dan merasakan” apa yang ada dengan penuh perhatian. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis data mulai dilakukan dan keduanya terus dilakukan berdampingan sampai tidak ditemukan data baru lagi (Sugiyono, 2011: 309). Deskripsi dan konseptualisasi diterjemahkan dan dirangkumkan dalam diagram-diagram yang bersifat integrative. Setelah pola-pola dasar terbentuk, peneliti mengidentifikasi ide-ide dan fakta-fakta yang membutuhkan penguatan dalam fase penutup.

 Pengumpulan data penutup

Pengumpulan data berakhir setelah peneliti meninggalkan lokasi penelitian, dan tidak melakukan pengumpulan data lagi. Batas akhir penelitian tidak bisa ditentukan sebelumnya seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dalam proses penelitian sendiri. Akhir masa penelitian terkait dengan masalah, kedalaman dan kelengkapan data yang diteliti. Sebagaimana Sugiyono (2011: 336) menyebutkan bahwa peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan atau tidak ditemukan lagi data baru.

 Melengkapi

Langkah melengkapi merupakan kegiatan menyempurnakan hasil analisis data dan menyusun cara menyajikannya. Analisis data dimulai dengan menyusun fakta-fakta hasil temuan lapangan. Kemudian peneliti membuat diagram-diagram, tabel, gambar-gambar dan bentuk-bentuk pemaduan fakta lainnya. Hasil analisis data, diagram-diagram, table, dan gambar-gambar tersebut diinterpretasikan, dikembangkan menjadi proposisi dan prinsip-prinsip (Sugiyono, 2011: 336).

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan peneliti untuk menganalisis skripsi ini yaitu menggunakan metode deskriptif.


(38)

57

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Metode deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar. Ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Metode ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain (Nana Syaodih, 2005: 74).

Dengan metode ini, peneliti berusaha menggali suatu gejala, peristiwa dan kejadian di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung. Kemudian dianalisis dan dideskripsikan menjadi sebuah rumusan ilmiah.

Dalam metode deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap variabel atau merancang sesuatu yang diharapkan terjadi pada variabel. Tetapi semua kegiatan, keadaan, kejadian, aspek, komponen atau variabel berjalan sebagaimana adanya.

Tanpa penelitian pun semua kegiatan, keadaan, komponen variabel berjalan seperti itu. Penelitian ini berkenaan dengan keadaan atau kejadian-kejadian yang biasa berjalan. Satu-satunya unsur manipulasi atau perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi, wawancara, pengedaran angket atau studi dokumentasi (John W, Best, 1970: 117).

Untuk memecahkan suatu masalah atau menentukan suatu tindakan diperlukan sejumlah informasi. Informasi tersebut dikumpulkan melalui penelitian deskriptif. Ada beberapa jenis informasi yang bisa diperoleh melalui penelitian deskriptif bagi pemecahan masalah. Pertama, informasi tentang keadaan saat ini (present condition). Kedua, informasi yang kita inginkan (what we may want). Penelitian deskriptif dilakukan untuk menghimpun informasi tentang tuntutan atau tantangan yang dihadapi, kebutuhan yang dirasakan, kekurangan yang dialami, dan lain-lain. Ketiga, bagaimana sampai ke sana, bagaimana mencapainya (how to get there). Informasi yang dikumpulkan adalah pengalaman orang lain yang mengalami atau menghadapi tuntutan dan kebutuhan yang sama.

Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 234), ada beberapa jenis penelitian yang dapat dikategorikan sebagai penelitian deskriptif, yaitu:


(39)

Penelitian survey (survey studies), studi kasus (case studies), penelitian perkembangan (developmental studies), penelitian tindak lanjut (follow-up studies), analisis dokumen (documentary analisis), dan penelitian korelasional (correlational studies).

Survei merupakan satu jenis penelitian yang banyak dilakukan oleh peneliti dalam bidang sosiologi, bisnis, politik, pemerintahan dan pendidikan. Penelitian survey yang terkenal adalah dengan The Gallup Poll yang dimaksudkan untuk mengetahui pendapat masyarakat. Informasi yang diperoleh dari penelitian survey dapat dikumpulkan dari seluruh populasi dan dapat pula hanya sebagian dari populasi. Surveyyang dilakukan kepada semua populasi dinamakan penelitian sensus, sedangkan jika pengumpulan data hanya dilakukan pada sebagian dari popualsi disebut sebagai survey sampel (Suharsimi Arikunto, 2009: 234).

Menurut pendapat Ronald Ary, dkk. (1985) dalam Suharsimi Arikunto (2009: 234) dikatakan bahwa survey dapat dilakukan untuk sesuatu hal data yang sifatnya nyata (tangible). Penelitian nyata dapat dilakukan terhadap populasi

sehingga disebut dengan istilah “sensus nyata”.

Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 235), penelitian kasus dengan penelitian eksperimen untuk satu variabel dapat dikatakan mempunyai kemiripan. Penelitian eksperimen satu variabel mengenai satu subjek tungga sedangkan penelitian kasus mengenai sebuah unit terpisah yang tunggal. Pada studi kasus, peneliti mencoba menggambarkan subjek penelitian di dalam keseluruhan tingkah laku. Di dalam studi kasus peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam. Peneliti mencoba menemukan semua variabel penting yang melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut. Peneliti berusaha mengumpulkan data yang menyangkut individu atau unit yang dipelajari mengenai gejala yang ada saat penelitian dilakukan, pengalaman waktu lampau, lingkungan kehidupannya, dan bagaimana faktor-faktor ini berhubungan satu sama lain. Kebanyakan studi kasus dilakukan karena didorong oleh keperluan pemecahan masalah.

Penelitian perkembangan merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mencoba mengetahui perkembangan subjek, misalnya bagaimana bayi


(40)

59

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berkembang ditinjau dari fisik dan psikisnya. Contoh lain untuk pendidikan misalnya perkembangan kurikulum dari waktu ke waktu, kecenderungan perkembangan metode mengajar dalam satu kurikulum waktu, perkembangan untuk tingkat kecanggihan termometer, perkembangan alat peraga tampak dengar (audio visual), dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2009: 235).

Penelitian tindak lanjut merupakan lanjutan dari penelitian perkembangan dengan metode alur panjang lagi. Penelitian tindak lanjut tidak berhenti pada satu seri runutan pengukuran tetapi peneliti masih terus melakukan pelacakan untuk kejadian yang menjadi tindak lanjutnya (Suharsimi Arikunto, 2009: 240).

Penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan, atau lain-lain. Bentuk rekaman biasa dikenal dengan penelitian analisis dokumen atau analisis isi. Dengan analisis ini peneliti bekerja secara objektif dan sistematis untuk mendefinisikan isi bahan komunikasi melalui pendekatan kuantitatif. Contoh penelitian isi yang berkaitan dengan pendidikan adalah: penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui seberapa banyak materi psikologi digunakan dalam buku-buku metodologi pengajaran. Dengan penemuannya ini peneliti bermaksud untuk mengetahui sudah seberapa banyak ahli kurikulum telah memanfaatkan ilmu jiwa di dalam kegiatan pendidikan di sekolah atau seberapa banyak subjek didik di sekolah telah diperlukan sebagaimana manusia seutuhnya (Suharsimi Arikunto, 2009: 244).

3. Tahap- tahap Penelitian

Tahap- tahap yang dilakukan peneliti untuk mengungkap penelitian meliputi 3 hal: (a) Studi Pendahuluan (b) Pengumpulan Data (c) Analisis Data (a) Studi Pendahuluan

Langkah pertama yang dilakukan peneliti yaitu tahap orientasi. Dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lengkap dan jelas tentang kondisi MTS Al Ihsan Baleendah, sehingga memudahkan peneliti dalam menemukan data. Menurut Basrowi dan Suwandi (2008: 85) pada tahap ini ada beberapa hal


(41)

yang dilakukan, pertama menyusun rancangan penelitian yaitu menyusun latar belakang masalah, alasan pelaksanaan penelitian, dan kajian kepustakaan, memilih lapangan atau setting penelitian, menentukan jadwal penelitian, memilih alat penelitian, merancang pengumpulan data, analisis data, peralatan dan pengecekan kebenaran data. Setelah itu, memlilih lapangan fokus penelitian. Pemilihan lapangan penelitian diarahkan oleh teori substantive yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis kerja walaupun masih bersifat tentative.

Kemudian mengurus perizinan. Pertama-tama yang perlu diketahui oleh peneliti ialah siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. Dilanjutkan dengan menjajaki dan menilai keadaan lapangan. Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik apabila peneliti telah membaca terlebih dahulu dari kepustakaan atau mengetahuinya dari orang dalam mengenai situasi dan kondisi daerah tempat penelitian akan dilakukan. Hal penting lainnya yaitu memilih dan memanfaatkan informan. Sebagaimana dijelaskan Basrowi dan Suwandi (2008: 87) bahwa pemanfaatan informan bagi penelitian ialah agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau. Selain itu menyiapkan perlengkapan penelitian harus dipersiapkan oleh peneliti antara lain: perlengkapan fisik, surat izin mengadakan penelitian, kontak dengan daerah yang menjadi latar penelitian, pengaturan perjalanan, dan perlengkapan pendukung yang dibutuhkan.

Langkah kedua dalam studi penelitian ini yaitu tahap eksplorasi. Dalam tahap ini, peneliti membangun suatu keakraban dengan responden. Sebagai realisasi dari membangun keakraban ini, peneliti melakukan silaturahmi dengan Kepala MTS Al Ihsan dan guru-guru yang lain yaitu pada tanggal 16 Juli 2013. Karena kebetulan pada hari itu sedang dilaksanakan Masa Orientasi Peserta didik, sehingga KBM pun belum berlangsung. Dalam silaturahmi ini, peneliti mengemukakan maksud dan tujuan kedatangan sekaligus menanyakan pihak-pihak terkait yang bisa dihubungi untuk melakukan wawancara dan memperoleh data.


(42)

61

Ema Rahmawati, 2014

Model Pendidikan Aqīd di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam tahap pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu membuat instrumen penelitian terkait dengan tujuan, proses, substansi materi, proses pembelajaran dan cara evaluasi pendidikan ‘aqīdaħ di MTS Ponpes Modern Al Ihsan Baleendah. Selain itu cara yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data pun, dilakukan dengan semaksimal mungkin. Menurut Sugiyono (2011: 193), terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu:

Kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Menurut Sugiyono (2011: 193) bahwa pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di sekolah dengan tenaga pendidikan dan kependidikan, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain.

Menurut Sugiyono (2011 : 193) bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya (Sugiyono, 2011 : 194).


(1)

dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan alat belajar.

3. Secara umum, substansi materi pendidikan ‘aq daħ yang dilaksanakan di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung adalah mengenai rukun mān yang enam. Sedangkan secara khusus, substansi materi pendidikan ‘aq daħ di kelas 7 untuk semester 1 dan 2 ini meliputi : Dasar dan Tujuan‘Aq daħ Islām, keimanan kepada

Allāh melalui pemahaman sifat-sifat Nya, memahami Al-Asmā al-Ḥusnā, dan keimanan kepada malaikat-malaikat Allāh SWT dan makhluk ghaib selain malaikat. Materi yang paling banyak disukai oleh peserta didik adalah materi tentang keimanan pada malaikat. Sedangkan materi yang dianggap sulit adalah mengenai keimanan kepada Allāh melalui pemahaman sifat-sifat Nya. 4. Proses pendidikan ‘aq daħ yang dilaksanakan di kelas 7 MTS Pondok

Pesantren Al Ihsan, lebih sering menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Setelah dianalisis, metode ceramah dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya minat belajar peserta didik terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, tetapi anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena metode pembelajaran klasik maupun metode pembelajaran modern sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang saling melengkapi satu sama lain.

5. Evaluasi pendidikan ‘aq daħ yang diaksanakan di kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan, Baleendah, Bandung adalah berupa tes lisan dan tes tulisan. Yang dimaksud dengan tes tulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Sedangkan tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik.

6. Model pendidikan dalam penelitian ini menggunakan model formal. Model ini biasanya menggunakan cara pendekatan yang bersifat keagamaan


(2)

pelaku agama yang loyal, memiliki sifat commitment (keterpihakan), dan dedikasi (pengabdian yang tinggi terhadap agama yang dipelajarinya).

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka penulis mengajukan beberapa saran yang kiranya bisa dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas Model Pendidikan ‘aq daħ di kelas 7 MTS Al Ihsan, Baleendah.

Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Kepala Sekolah

Agar Kepala Sekolah/ MTS bisa mengajak guru-guru supaya memberikan contoh kepada peserta didik dalam pembentukan karakter manusia yang beriman. Kepala Sekolahpun seyogyanya lebih meningkatkan dukungan terhadap pengembangan inovasi metode pembelajaran dan memberikan kemudahan terhadap pelaksanaan pembelajaran agar proses pembelajaran lebih optimal. 2. Bagi Guru

Guru sebaiknya dapat menyusun RPP pada setiap pertemuan dengan maksimal agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran. Guru pun diharapkan mampu melaksanakan perannya sebagai fasilitator dalam pembelajaran dengan baik terutama saat menyampaikan materi. Selain itu ketika di kelas, guru tidak hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, tetapi bisa menggunakan metode lainnya.

3. Bagi Siswa

Siswa diharapkan untuk aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, baik bertanya maupun berpendapat. Siswa pun diharapkan meningkatkan motivasi dalam dirinya untuk belajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Selain itu, materi Pendidikan ‘aq daħ yang diajarkan tidak hanya dijadikan subjek pelajaran, tetapi benar-benar ditanamkan dalam kehidupan masing-masing.


(3)

Dalam Model Pendidikan ‘aq daħ, masih banyak yang perlu dikaji dan diteliti oleh peneliti selanjutnya seperti Model Pendidikan ‘aq daħ di kelas 8 atau 9, dan Model Pendidikan ‘aq daħ yang diajarkan di luar kelas


(4)

DAFTAR PUSTAKA

... (2009). Al-Hikmah Al-Qur'an dan Terjemahnya. Penerjemah: Tim Penerjemah Departemen Agama RI, Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an.

Bandung: Diponegoro

Ahmad, A. (2008). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta. An Nahlawi, Abdurahman. (1995). Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan

Masyarakat. Jakarta: Insani Press.

Basrowi dan Suwandi. (2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Darmawan, S. (2013, 03 05). Pembelajaran Metode Ceramah. Retrieved September 10, 2013, from http: //www. m-edukasi. web. id/ 2013/ 05/ pembelajaran-metode-ceramah.

Farid, A. (2008). Pohon Iman. Solo: Pustaka Arafah.

Hasibuan dan Moedjiono. (1986). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hidayat, J. (2009). Ayo Memahami Akidah Dan Akhlak Untuk MTS kelas 7. Jakarta: Erlangga.

Muhaimin, et al. (2008). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukniah. (2011). Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi

Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Rama Yulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Rasikh, A. (2012, 03 30). Kriteria Orang Bertaqwa. Retrieved September 15, 2013, from http: //alrasikh. uii. ac. id/ 2012/ 03/ 30/ 6–kriteria– orang-bertaqwa.

Rizky. (2013, 04 06). Pengertian Model Pembelajaran. Retrieved July 15, 2013, from http: // www. Trigonal world. com/ 2013/ 04/ 06/ pengertian- model- pembelajaran.


(5)

Rosmiati, M. (2013, 01 05). Tujuan Pendidikan. Retrieved August 02, 2013, from http:// metirosmiati. tujuan pendidikan.wordpress. com.

Rozaq, A. (2009, 04 20). Silabus-Akidah Akhlak-Madrasah Tsanawiyah. Retrieved June 28, 2013, from http : //blogspot.com/ Silabus-Akidah Akhlak-Madrasah Tsanawiyah.

Sabiq, S. (2006). Aqidah Islam (Ilmu Tauhid). Bandung: Diponegoro.

Sanjaya, W. (2008). Perencanaan dan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.

Sardiman. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Bandung: Rajawali Pers.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan (Kompetensi dan Praktiknya). Jakarta: Bumi Aksara.

Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning dan Teori Aplikasi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suryasubroto. (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Susilo, J. (2012). KTSP: Manajemen Pelaksanaan & Kesiapan Sekolah

Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Quran. Bandung: Alfabeta.

Syahidin, dkk. (2009). Moral dan Kognisi Islam. Bandung. Alfabeta.

Syaodih, N. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wedhiastuty. (2013). Pdf Bab 2 Landasan Teori. Retrieved July 09, 2013, from Wedhiastuty, A. (2013). Pdf Bab 2 Landasan Teori. http// www.damandiri.or.id/ file/ anywedhistutynairbab2pdf.


(6)