PROFIL KEMANDIRIAN ANAK DOWN SYNDROME DAN IMPLIKASINYA BAGI BIMBINGAN PRIBADI : Studi Deskriptif Tentang Kemandirian Anak Down Syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang Tahu

(1)

IMPLIKASINYA BAGI BIMBINGAN PRIBADI

(Studi Deskriptif Tentang Kemandirian Anak Down Syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak

Berkelainan (YPLAB) Lembang Tahun 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

LIANITA ZANITH 0804553

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

Oleh Lianita Zanith

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada fakultas Ilmu Pendidikan

©Lianita Zanith 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak cipta diindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian,


(3)

(4)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Lianita Zanith. (2014). Profil Kemandirian Anak Down Syndrome dan Implikasinya Bagi Bimbingan Pribadi (Studi Deskriptif Tentang Kemandirian Anak Down Syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang Tahun 2013/2014).

Setiap individu terlahir memiliki potensi kemandirian yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan, sekalipun terlahir dengan kondisi yang memiliki keterbatasan mental (tunagrahita), seperti anak down syndrome. Dalam pengembangan layanan bimbingan pribadi diperlukan terlebih dahulu identifikasi profil kemandirian setiap anak down syndrome, yang kemudian dirumuskan bimbingan pribadi anak tersebut. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menghasilkan profil kemandirian anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK) dan berdasarkan profil kemandirian dirumuskan bimbingan pribadi untuk anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif. Instrumen yang digunakan yaitu pedoman observasi anak down syndrome, pedoman wawancara orangtua anak down syndrome dan pedoman wawancara wali kelas. Hasil penelitian berupa profil kemandirian anak down syndrome pada aspek merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi dan keterampilan hidup. Rekomendasi berdasarkan hasil penelitian diantaranya untuk kepala sekolah, walikelas, guru dan penelitian selanjutnya.


(5)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Lianita Zanith. ( 2014 ). Profile Independence of Down Syndrome Children and Implications for personal guidance (Independence Descriptive Study about Down Syndrome Children in Kindergarten School Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang 2013/2014). Individual is born has the potential independence that can be developed through a process of education, though born with a condition that has mental retardation, such as Down syndrome child . In the development of personal guidance services necessary to first identify the profile of each child's independence Down syndrome , which is then formulated the child's personal guidance . The general objective of this research is to produce a profile of the independence of children with Down syndrome Kindergarten and based upon personal guidance independence formulated for children with Down syndrome Kindergarten. This study is a qualitative research and method used is a descriptive study. The instrument used is a Down syndrome child observation, interview parents of children with Down syndrome and interview teachers . Results of the research is a Down syndrome child independence profiles on aspects of self-care, self help, communication, socialization and life skills. Recommendations based on the results of such research to class guardian , teacher and further research.


(6)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………... iii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ………... 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ……… 4

C. Penjelasan Istilah ……….. 5

D. Tujuan Penelitian ………. 10

E. Manfaat Penelitian ………... 10

F. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….. 11

BAB II KONSEP KEMANDIRIAN, ANAK DOWN SYNDROME, DAN BIMBINGAN PRIBADI A. Konsep Kemandirian ……….……….. 12

B Konsep Anak Down Syndrome……….. ………. 26

C. Konsep Bimbingan Pribadi………... 36

C. Penelitian Terdahulu ……… 42

D. Kerangka Pikir Penelitian………. 46

BAB III METODE PENELITIAN A. LokasidanSumber Data……… ……….. 47


(7)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C. DefinisiOperasional…………..……….. 52

D. Proses PengembanganInstrumen ………. 56

E F Teknik Pengumpulan Data ………... Reliabilitas dan Validitas Data……….. 61 66 G Teknik Analisis Data………. 68

H Prosedur dan Tahap Penelitian ………... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……… 75

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 132

1. Merawat Diri………... 132

2. Mengurus Diri………... 138

3. Menolong Diri……… 140

4. Komunikasi………. 142

5. Sosialisasi……… 145

6. Keterampilan Hidup……… 147

C Arah Pengembangan Bimbingan Pribadi……… 148

BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……….. 153

B. Rekomendasi ……… 153

DAFTAR PUSTAKA ………... 161


(8)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 KeterampilanIndividu yang BerkaitandenganKemandirian………... 16

Tabel 2.2 UrutanPerkembanganKeterampilanKemandirian (Self Help) padausia 0 sampai 4 tahun………. 18

Tabel 2.3 PerilakuAdaptifsecarakonseptual, sosialdanpraktik ……… 22

Tabel 2.4 Tingkatankemampuanself helppadaanak yang menyandang mental retardasimenurut Sloan dan Birch (1955)………. 23

Tabel 2.5 Kamampuananakdown syndrome dibandingkandengananak normal padaumumnya………... 35

Tabel 3.1 Kisi-Kisi InstrumenPenelitian………... 58

Tabel 3.2 TeknikPengumpulan Data………. 60


(9)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR GAMBAR Gam bar Gamb ar 2.1 KerangkaPikirPenelitian Hala man 47 Gamb ar 3.1

Bangunan SLB YPLAB Lembang 49

Gamb ar 3.2

AlurPenelitianKemandirianAnakDown syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) SLB YPLABLembang

73 Gamb ar 4.1 KemampuanMakanSebagaiIndikatorMerawatDiri AZ 77 Gamb ar 4.2 Gamb ar 4.3 KemampuanMencuciTangansebagai IndikatorMerawatDiri AZ KemampuanMenggunakanTisu 81 82 Gamb ar 4.4

KemampuanMenyikat Gigi sebagaiIndikatorMerawatDiri AZ

84 Gamb

ar 4.5

BerpakaiansebagaiIndikatorMengurusDiri AZ 86

Gamb ar 4.6

BerhiassebagaiIndikatorMengurusDiri AZ 88

Gamb ar 4.7

Menggunakan Sepatu Sebagai Indikator Mengurus Diri AZ

89 Gamb Kemampuanmenyampaikanpesankepada orang lain


(10)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ar 4.8 secaraperbuatandanlisansebagaiindikatorkomunikasi AZ

93 Gamb ar 4.9 BermainSebagaiIndikatorKemampuanSosialisasi AZ 95 Gamb ar 4.10 MengambildanMerawatMainansebagaiIndikatorKeterampilanHi

dup AZ 96

Gamb ar 4.11 KemampunMenggunakanTisusebagaiIndikatorMerawatDiri YU 100 Gamb ar 4.12

KemampuanMenyikat Gigi sebagaiIndikatorMerawatDiri YU

103

Gamb ar 4.13

KemampuanMemakaidanMelepaskan Sepatu

sebagaiIndikatorMengurusDiri YU 107

Gamb ar 4.14

BermainsebagaiindikatorSosialisasi YU 110

Gamb ar 4.15 KemampuanMenyampaikanPesanSecaraPerbuatandanLisanseba gaiIndikatorKomunikasi YU 113 Gamb ar 4.16 KemampuanMakansebagaiindikatormerawatdiri ZI 117 Gamb ar 4.17 KemampuanMinumsebagaiIndikatorMerawatDiri ZI 118 Gamb ar 4.18 KemampuanMenyampaikanPesansecaraLisandanPerbuatanseba

gaiIndikatorKomunikasi ZI 128

Gamb ar 4.19

Kemampuan bermain sebagai indikator sosialisasi ZI

129 Gamb ar 4.20 Kemampuanmemperkenalkandirisebagaiindikatorsosialisasi ZI 131


(11)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: RANCANGAN INSTRUMEN

A.1 Kisi-Kisi InstrumenSebelumUjiKelayakan 166 A.2 PedomanObservasiSebelumUjiKelayakan 168 A.3 PedomanWawancaraWaliKelasSebelumUjiKelayakan 172 A.4 PedomanWawancara Orang TuaSebelumUjiKelayakan 174 A.5 Kisi-Kisi InstrumenSetelahUjiKelayakan 175 A.6 PedomanObservasiSetelahUjiKelayakan 176 A.7 PedomanWawancaraWaliKelasSetelahUjiKelayakan 180 A.8 PedomanWawancara Orang TuaSetelahUjiKelayakan 181

LAMPIRAN B: JUDGMENT INSTRUMEN

B.1 Lembar Judgment Instrumen oleh Pakar 182 LAMPIRAN C: HASIL PENELITIAN

C.1 JadwalPengumpulan Data 183

C.2 HasilObservasi AZ 187

C.3 HasilObservasi YU 195

C.4 HasilObservasi ZI 204


(12)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C.6 TranskripWawancara Orang Tua AZ 218

C.7 TranskripWawancara Orang Tua YU 226

C.8 TranskripWawancara Orang Tua ZI 232

C. 9 Dokumentasi 237

LAMPIRAN D: ADMINISTRASI PENELITIAN

D.1 SK PengangkatanPembimbingSkripsi 238

D.2 SuratPermohonanIjinPenelitiandariFakultas 239 D.3 SuratPermohonanIjinPenelitiandari BAAK 240 D.4 SuratKeteranganTelahMengadakanPenelitiandariTK

YayasanPendidikanAnakBerkelainan (YPLAB) Kabupaten Bandung Barat

241

D.5 CatatanBimbinganSkripsidenganDosenPembimbing 242

LAMPIRAN E : RIWAYAT HIDUP PENULIS


(13)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan faktor penting dalam perkembangan setiap individu, termasuk perkembangan dari sisi kemandirian. Pendidikan individu, baik individu normal maupun individu yang mengalami tunagrahita, dapat mewujudkan cita-cita dan mencapai kehidupan yang bermakna baik bagi diri sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Salah satu tujuan pendidikan adalah berkembangnya kemandirian peserta didik. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Setiap individu terlahir dengan memiliki potensi kemandirian yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan, sekalipun terlahir dengan kondisi yang memiliki keterbatasan mental (tunagrahita), seperti anak down syndrome. Keterbatasan mental individu tidak menjadi hambatan dalam memperoleh pendidikan. Bahkan, individu dengan down syndrome dijamin mendapatkan pendidikan yang layak dalam sistem pendidikan di Indonesia. Direktotat Pendidikan Luar Biasa (Rahardja, 2006: 52) memaparkan bahwa tunagrahita merupakan kondisi anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterlambatan perkembangan mental dibawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.


(14)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Salah satu penyebab ketunagrahitaan adalah down syndrome. Harris (Wijaya, 2013: 24) mengungkapkan bahwa penyebab tunagrahita atau penurunan intelektual salah satunya adalah down syndrome. Senada dengan Rahardja (2006: 54) yang mengungkapkan bahwa down syndrome merupakan kelaninan genetik yang paling banyak diketahui yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan.

Jumlah anak down syndrome di dunia cukup besar dan semakin meningkat bila dilihat dari perbandingan setiap kelahiran anak. National Down Syndrome Society (2003) satu diantara 800 sampai 1000 kelahiran, anak dilahirkan dengan down syndrome. Pennington (Hallahan dan Kauffman, 2005:135) jumlah kelahiran, 1 dari setiap 600 kelahiran bayi yang dilahirkan hidup mengalami down syndrome, sekitar 94 persen bayi down syndrome dilahirkan dari orang tua normal. Pada tahun yang berbeda National Assosiation for Down Syndrome (2012) memaparkan down syndrome adalah suatu kondisi genetik yang menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan fisik dan intelektual hal ini terjadi dalam satu di setiap 691 kelahiran hidup. Menurut WHO (2012) anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7 persen dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6,2 juta anak pada tahun 2010, sebanyak 300.000 orang diantaranya menyandang down syndrome. Jumlah anak down syndrome yang terdaftar di Persatuan Orang Tua Anak Downs Syndrome (POTADS) sekitar 550 anak di Kota Bandung dan sekitarnya, jumlah tersebut tidak termasuk yang belum terdaftar mengingat belum semua menjadi anggota organisasi POTADS (POTADS, 2013).

Anak down syndrome memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk dapat hidup secara mandiri dan produktif tanpa harus selalu tergantung pada orang lain. Menurut Selikowitz (Wiranto, 2006: 5) anak down syndrome dan anak normal pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dalam tugas-tugas perkembangan yaitu mencapai kemandirian, meskipun perkembangan anak down syndrome lebih lambat dari pada anak normal. Menurut Papalia, Olds, dan


(15)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Feldman (2009: 103) mengungkapkan bahwa walaupun anak down syndrome penyebab utama ketunagrahitaan, anak dengan abnormalitas kromosom ini memiliki peluang untuk hidup secara produktif. Peluang hidup secara produktif dapat dilihat dari kemampuan individu menjalani kehidupannya tanpa harus tergantung pada orang lain.

Anak tunagrahita harus diberi kesempatan untuk bergaul atau hidup di lingkungan yang tidak terbatas (leased restrictive environment). Kenyataan lainnya adalah disekolah belum selarasnya antara kebutuhan penyelenggaraan latihan bina diri dengan kondisi sekolah sehingga program bina diri belum diimplementasikan dengan baik sekalipun secara teori dan cara melaksanakannya telah dipahami oleh guru secara rinci. Padahal program bina diri memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan pendidikan anak tunagrahita. Sebagai alasan belum optimalnya pelaksanaan bina diri adalah kurangnya fasilitas sedangkan guru sebenarnya dapat merancang hal tersebut secara sederhana disesuaikan dengan kondisi yang ada (Pandangan tersebut melahirkan perubahan pendekatan dalam Pendidikan Luar Biasa (PLB) yaitu dalam pendekatan medis dan pendekatan ekologis (Astati, 2011: 2-4).

Salah satu peluang untuk mengembangkan potensi kemandirian anak down syndrome adalah dengan menyekolahkan anak tersebut sedini mungkin pada institusi pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Anak dapat mengikuti pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK). Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (2011) menjelaskan bahwa Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur formal yang menyelenggarkan program pendidikan anak usia empat sampai enam tahun.

Dalam proses pengembangan kemandirian anak down syndrome pada Taman Kanak Kanak (TK) diperlukan layanan bimbingan pribadi. Guru bimbingan dan konseling dapat menerapkan bimbingan pribadi sebagai salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling dalam membantu atau menyelesaikan


(16)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

permasalahan pribadi yang dirasakan oleh peserta didiknya yang mangalami tunagrahita, seperti anak down syndrome. Guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik hendaknya dapat menerapkan suatu program yang dapat mengembangkan kemandirian anak tunagrahita ringan (Astati, 1999; Efendi, 1999).

Dalam pengembangan layanan bimbingan pribadi diperlukan terlebih dahulu identifikasi profil kemandirian setiap anak down syndrome, yang kemudian dirumuskan bimbingan pribadi anak tersebut. Identifikasi profil perlu dilakukan pada setiap anak down syndrome mengingat bahwa anak down syndrome memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut Rahardja (2006: 58) ketika membicarakan karakteristik umum anak dengan ketunagrahitaan, penting untuk diketahui bahwa, meskipun sebagai kelompok mereka mungkin mempunyai kebiasaan yang sama, tetapi tidak semua individu dengan ketunagrahitaan memiliki karakteristik tersebut. Orang-orang dengan ketunagrahitaan adalah populasi heterogen yang khsusus, perbedaan individu dapat dipertimbangkan. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku dan fungsi individu misalnya usia kronologis, berat ringannya kelainan, faktor penyebab dan kesempatan pendidikan.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Sejauh kajian literatur yang telah dilakukan dalam penelitian ini, kajian yang membahas kemandirian anak down syndrome pada usia Taman Kanak-Kanak (TK) dan implikasinya bagi bimbingan pribadi, belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian terdahulu fokus pada topik mengenai persiapan pekerjaan anak tunagrahita ringan dan bimbingan konseling dengan pendekatan ekologis (Astati, 1999); efektifitas program bimbingan dan konseling yang dijalankan di Sekolah Luar Biasa (SLB) (Effendi, 1999); bantuan orang tua dan guru dalam membimbing sholat anak tunagrahita ringan (Tarsono, 2004); bimbingan perilaku adaptif siswa tunagrahita dalam pembelajaran individual


(17)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(Delfhie, 2004), model pembelajaran anak tunagrahita melalui pendekatan konseling (Alimin, 2006), bentuk bimbingan dan faktor penghambat bimbingan pada anak down syndrome untuk mencapai kemandirian (Sa’Diah, 2006; Sopa, 2009); bimbingan agama bagi anak down syndrome (Mardianah, 2007); dukungan sosial orang tua dalam melatih self help anak yang mengalami down syndrome (Nurlailiwangi dkk, 2011). Padahal kajian kemandirian anak down syndrome pada usia Taman Kanak-Kanak (TK) dan implikasinya bagi bimbingan pribadi penting dilakukan untuk mengungkapkan pengetahuan yang jelas dan spesifik mengenai aspek-aspek dan indikator kemandirian anak down syndrome, karakteristik kemandirian anak down syndrome pada usia TK dan implikasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan bimbingan pribadi yang perlu diterapkan di TK. Pengetahuan tersebut diperlukan untuk memperkaya khasanah pengetahuan untuk pengembangan konsep bimbingan pada anak tunagrahita, khusunya anak down syndrome.

Masalah lainnya yang mendasari perlunya penelitian ini adalah identifikasi profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi belum dilakukan secara spesifik kepada peserta didik down syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Bekelainan (YPLAB) Lembang. Kondisi tersebut merupakan fenomena yang diketahui pada awal proses penelitian ini. Padahal, menurut Departemen Pendidikan Nasional dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia atau ABKIN (2008), pada jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) juga perlu bimbingan pribadi, terutama yang bersifat pencegahan (preventif) dan pengembangan (developmental). Kegiatan konselor di jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan layanan konsultasi kepada guru dan orang tua (Departemen Pendidikan Nasional dan ABKIN, 2008: 188). Hal ini sangat penting untuk melakukan intervensi pada perilaku karakteristik anak down syndrome dengan disesuaikan kemampuannya, sehingga anak down syndrome


(18)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan selanjutnya, termasuk pada aspek-aspek kemandirian (Jones, A & Feeley, 2006:65). Selain itu, intervensi dini dan dukungan dari keluarga anak serta dukungan dari kalangan profesional, membuat banyak anak down syndrome dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri (Hallahan dan Kauffman, 2005:135).

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian “Bagaimana profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi di Taman Kanak-Kanak (TK) SLB Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang tahun ajaran 2013/2014?”. C. Penjelasan Istilah

1. Kemandirian

Kemandirian diartikan berbeda-beda, menurut Kirk (1962), Umansky dan Fallen (1985) kemandirian sebagai self-help, menurut Grossman (1977) perilaku adaptif sebagai tingkatan kemandirian, menurut Gunarhadi (2005) kemandirian sebagai kepercayaan diri anak, menurut Farrell (2009) kemandirian diartikan sebagai otonomy dan menurut Astati (2011) kemandirian sebagai bina diri.

Kirk (1962:144) menyatakan bahwa self-help merupakan karakteristik utama yang membedakan hal yang dilatih pada anak retardasi mental yaitu perawatan diri. Jika seorang anak mampu belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri, makan dengan benar, untuk mengurus dirinya sendiri di kamar mandi dan memiliki rutinitas tidur, maka anak retardasi mental tidak tergantung pada orang lain untuk kebutuhan pribadinya. Meskipun kemandirian tersebut adalah umum di antara anak-anak yang normal setelah usia masa bayi perlu untuk mendidik dan dilatih dalam unsur perawatan diri. Hal ini mencangkup kemampuan berhias, toilet, berpakaian, makan, menyikat gigi, mencuci dan merawat diri sendiri.


(19)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Grossman (Patton dan Payne, 1981:189-190) menggambarkan perilaku adaptif sebagai tingkatan atau derajat dimana seorang individu mampu memenuhi standar kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial. Dalam hal ini meliputi; (a) kemandirian (independent functioning), yaitu makan (eating), penggunaan toilet (toilet use), kebersihan (cleanliness), penampilan (appearance), care of cloting, memakai dan membuka pakaian (dressing and undressing), berpergian (travel), general independent fungtioning; (b) perkembangan fisik (psysical development), yaitu perkembangan sensori (sensory development) dan perkembangan motorik (motor development); (c) kegiatan ekonomi (economic activity), yaitu penggunaan dan penganggaran uang (money handling and budgeting), keterampilan berbelanja (shopping skill); (d) perkembangan bahasa (language development), yaitu ekspresi (expression), pemahaman (comprehension), perkembangan bahasa (social language development). (e) angka dan pehitungan (numbers and term), 6) kegiatan domestik (domestic activity), yaitu kebersihan (cleaning), tugas dapur (kitchen duty), dan kegiatan harian lainnya (other domestic activities). (f) aktivitas pekerjaan (vocational activity), (g) memanfaatkan waktu luang (sel direction), yaitu prakarsa (initiative), ketekunan (perseverance), waktu luang (leisure time), (h)tanggungjawab (responsibility) (i) sosialisasi (sosialized).

Fallen dan Umansky (1985: 365-366) mendefinisikan bahwa self-help sebagai keterampilan bantuan (makan, berpakaian, berhias, dan toilet) yang merupakan sebagian besar tugas-tugas sehari-hari individu. Self-help dapat membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dan memungkinkan mereka berkesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam rumah, sekolah, dan kegiatan masyarakat yang meliputi aspek keterampilan makan (eating skills), keterampilan menggunakan kamar mandi (toileting skills), berpakaian dan berhias (dressing and grooming skills).

Gunarhardi (2005: 119-120) memaparkan bahwa kemandirian anak down syndrome merupakan tercapainya keberhasilan-keberhasilan seorang anak yang


(20)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dilalui dalam membentuk percaya diri anak. Oleh karena itu, kepercayaan diri harus ditanamkan kepada anak down syndrome. Hal tersebut dapat dilatihkan kepada anak down syndrome dalam keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah. Penguasaan keterampilan-keterampilan tersebut menandai bahwa anak dapat hidup mandiri, meliputi; (a) keterampilan bina diri, keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan mengurus badannya sendiri (mandi, makan, kebersihan) dan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumah tanggaan (merapikan tempat tidur, mencuci alat makan, menyapu, dan sebagainya); (b) keterampilan pengetahuan dan fungsional, keterampilan ini menyangkut penguasaan pengetahuan dasar (membaca, menulis, matematika, pengetahuan umum, agama, kesenian yang bersifat terapan dan berfungsi untuk memecahkan masalah yang dihadapi setiap hari, misalnya keterampilan membaca koran, resep, undangan dan sebagainya); (c) keterampilan fisik, keterampilan ini menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan tubuh dan fungsinya (pengenalan tubuh, gerak perabaan, penciuman, identifikasi suara, mobilitas, melindungi badan dan sebagainya); (d) keterampilan sosial, keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan berkomunikasi dengan orang lain (penggunaan bahasa, sopan santun, kemasyarakatan); (e) keterampilan vokasional, keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan produk tertentu baik yang bersifat jasa maupun kerumahtanggaan mandiri (berkebun, masak-memasak, berdagang, mengatur tempat tinggal, penggunaan uang dan sebagainya.

Menurut Farrell (2009:23-24) mengembangkan kemandirian (otonomy) bagi anak disability/disorder merupakan pendidikan untuk membantu memastikan bahwa kesulitan yang ditimbulkan oleh penyandang disability/disorder dapat ditangani, serta keterampilan dan pengetahuan lainnya anak telah dibawa untuk menanggung aktifitas menuju kemandirian. Keseimbangan yang memerlukan kebijaksanaan dan kepekaan dari orang dewasa untuk memberikan dukungan yang diperlukan dan mendorong kemandirian.


(21)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Menurut Astati (2011: 9-10) bina diri merupakan usaha membangun diri individu baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga, sekolah dan di masyarakat sehingga terwujudnya kemandirian dengan keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari secara memadai meliputi; (a) merawat diri, meliputi makan, minum, kebersihan badan; (b) mengurus diri, meliputi berpakaian, berhias; (c) menolong diri, menghindari dan mengendalikan bahaya; (d) komunikasi meliputi komunikasi perbuatan, lisan, tulisan, dan penggunaan media komunikasi; (e) sosialisasi, meliputi sosial akademis (membaca, menulis dan berhitung termasuk mengelola uang), kesadaran sosial (peraturan/tata tertib di rumah, di masyarakat, membantu orang lain, memelihara lingkungan, dan menunggu giliran), hubungan sosial (memperkenalkan diri, berteman, bermain, penggunaan sumber-sumber di masyarakat seperti berbelanja, penggunaan kendaraan umum); (f) keterampilan/persiapan pekerjaan, meliputi tata laksana rumah, penguasaan keterampilan, dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan.

Berdasarkan pemaparan diatas kemandirian adalah kemampuan individu down syndrome dalam melakukan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan pribadinya yang ditandai dengan merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi, keterampilan hidup, pengetahuan sosial, berpartisipasi, tanggung jawab, memanfaatkan waktu luang, aktivitas pekerjaan, mengatur keuangan/aktivitas ekonomi, keterampilan fisik.

2. Bimbingan pribadi

Program bimbingan pribadi merupakan bagian dari bimbingan dan konseling. Telebih dahulu akan dijelaskan konsep program bimbingan dan konseling kemudian diuraikan program bimbingan pribadi. Winkel (2005:119) menjelaskan bahwa program bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisisr, dan terkoordinasi selama periode tertentu. Suherman (2007:59) menyatakan bahwa program bimbingan dan konseling merupakan serangkaian rencana aktivitas layanan bimbingan dan


(22)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

konseling di sekolah, yang selanjutnya akan menjadi pedoman bagi setiap personel dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Struktur pengembangan program terdiri dari rasional, visi, misi, deskripsi kebutuhan, tujuan, komponen program, rencana operasional, pengembangan tema/topik, pengembangan satuan layanan, evaluasi dan anggaran. Berdasarkan uraian tersebut, maka program bimbingan dan konseling dapat merupakan serangkaian aktivitas yang terencana dan terorganisasi yang dilaksanakan untuk membantu individu dalam mencegah dan mengatasi permasalahannya yang meliputi bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir sesuai kebutuhannya.

Adapun definisi bimbingan pribadi yang dipaparkan oleh beberapa ahli sebagai berikut. W. S. Winkel (2006:118) bimbingan pribadi adalah bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri dibidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seks dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama diberbagai lingkungan. Walgito (2004:5) menyatakan bimbingan pribadi adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Nurihsan (2006: 15) mendefiniskan mengenai pengertian bimbingan pribadi sosial, yang menyatakan bimbingan pribadi sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi-sosial. Yusuf (2009: 53) mendefinisikan mengenai pengertian bimbingan pribadi, yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling pribadi-sosial merupakan layanan yang mengarah kepada pencapaian pribadi yang mantap, dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi-sosial serta ragam permasalahan yang dialami siswa. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi program bimbingan pribadi adalah serangkaian rencana


(23)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kegiatan layanan bimbingan yang diberikan kepada peserta didik dari seorang ahli (konselor) untuk mencegah dan mengatasi masalah, sehingga dapat mencapai perkembangan dan merencanakan masa depan, serta dapat melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan profil kemandirian anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK) Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang Tahun Ajaran 2013/2014. Selanjutnya, berdasarkan profil kemandirian dirumuskan bimbingan pribadi untuk anak down syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang Tahun Ajaran 2013/2014.

4. Manfaat penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat dalam rangka pengembangan konsep, aspek, indikator dan karakteristik kemandirian anak down syndrome beserta implikasinya bagi bimbingan pribadi anak tersebut di Taman Kanak-Kanak (TK) sekolah luar biasa (SLB). Adapun secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru dan Penelitian selanjutnya dengan pemaparan sebagai berikut.

a. Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk merumuskan bimbingan pribadi untuk mengoptimalkan kemandirian anak down syndrome di sekolah

b. Wali Kelas dan Guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk pengembangan konseptual dalam melaksanakan bimbingan pribadi untuk mengembangkan kemandirian anak down syndrome. Penelitian ini dapat


(24)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dimanfaatkan sebagai masukan dalam memahami anak down syndrome di lingkungan sekolah agar dapat memberikan perhatian untuk mewujudkan kemandirian yang optimal pada anak down syndrome.

c. Bagi Penelitian selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dikembangkan dengan fokus-fokus penelitiannya pada kajian yang lebih relevan dan dapat pula dikembangkan pada jenjang pendidikan yang berbeda atau tingkatan yang berbeda pada jenjang pendidikan yang sama.

5. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan perilaku kemandirian anak down syndrome pada kehidupan sehari-hari saat di sekolah, di rumah, dan lingkungan sekitarnya. Pendekatan kualitatif cocok digunakan pada penelitian ini karena karakteristik utama pendekatan tersebut adalah mengungkap perilaku anak-anak down syndrome dalam konteks (setting) alami. Creswell (2010: 261) menyatakan bahwa karakteristik utama penelitian kualitatif adalah mengumpulkan informasi dengan berbicara langsung kepada orang-orang dan melihat mereka bertingkah laku dalam konteks alami. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena memberikan gambaran yang kompleks mengenai kemandirian anak down syndrome. Creswell (2010: 263) menyatakan bahwa karakteristik pendekatan kualitatif adalah pandangan menyeluruh (holistic account), yang berarti memberikan gambaran kompleks dari suatu masalah atau isu yang diteliti. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6). Pengumpulan data


(25)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dilakukan dengan observasi dan wawancara. Penjelasan secara rinci metode penelitian disajikan pada Bab 3 Metode Penelitian.


(26)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Sumber Data 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Taman Kanak-Kanak (TK) pada Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang yang berlokasi di Jalan Barulaksana Nomor 183, Kelurahan Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Sekolah ini merupakan sekolah khusus untuk anak berkelainan kategori A, B, C, dan autis. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut.

a. TK SLB YPLAB Lembang memiliki tiga anak down syndrome yang terindikasi memiliki masalah pada aspek-aspek kemandirian namun belum pernah dilakukan identifikasi karakteristik kemandirian anak tersebut. Padahal, identifikasi profil masing-masing anak down syndrome sangat penting sebagai masukan pengembangan intervensi untuk mengembangkan kemandirian individu anak tersebut. Orang-orang dengan ketunagrahitaan adalah populasi heterogen yang khsusus, perbedaan individu menjadi pertimbangan dalam pengembangan program (Rahardja, 2006: 58).

b. TK SLB YPLAB Lembang belum ada layanan khusus untuk mengembangkan kemandirian pada peserta didik anak down syndrome baik dari pihak wali kelas maupun dari layanan bimbingan dan konseling yang dikolaborasikan dengan orang tua anak. Padahal, guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik hendaknya dapat menerapkan suatu program yang dapat mengembangkan kemandirian anak tunagrahita ringan (Astati, 1999; Efendi, 1999). Selain itu, keterlibatan orang tua sangat penting dalam intervensi untuk mengembangkan kemampuan anak tunagrahita (Fallen dan Umansky, 1985:362).


(27)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Taman Kanak-Kanak (TK) yang menjadi lokasi penelitian merupakan bagian dari SLB Lembang yang berada pada naungan lembaga Yayasan Pendidikan dan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB). Kantor berada di Jalan Gamelan Nomor 19, Turangga, Kota Bandung, Kode Pos 40264. YPLAB didirikan mulai tanggal 03 Oktober 1998 dengan izin Kabid Diknas Kanwil DEPDIKBUD Provinsi Jawa Barat Nomor 045/SLB/JB/II/1989 Tanggal 16-02-1989. Komplek sekolah YPLAB Kabupaten Bandung Barat memiliki 3 (tiga) bangunan besar dengan 10 ruang belajar, satu ruang kepala sekolah dan guru, serta satu dapur sekolah. Sekolah ini memiliki visi dan misi sebagai berikut.

Visi SLB YPLAB Lembang adalah “Dengan semangat kebersamaan kita ciptakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang terampil, kreatif dan mandiri”. Misi SLB YPLAB Lembang adalah sebagai berikut.

a. Memberikan pelayanan bagi semua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mengembangkan minat dan bakat Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui potensi yang dimiliki.

b. Mengembangkan fasilitas yang disesuaikan dengan kelainannya. c. Meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM).

d. Meningkatkan hubungan kekeluargaan. e. Meningkatkan suasana aman dan nyaman.


(28)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 3. 1

Bangunan SLB YPLAB Lembang Sumber: Observasi, 2014

2. Sumber Data

Data yang diperlukan adalah kemandirian tiga peserta didik anak down syndrome pada aspek merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi, dan keterampilan hidup. Beragam sumber data (multiple sources of data) digunakan dalam penelitian kualitatif, biasanya memilih mengumpulkan data dari beragam sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi, ketimbang bertumpu hanya pada satu sumber data saja (Creswell, 2010: 261). Dalam penelitian ini data diperoleh dari hasil observasi perilaku tiga peserta didik anak down syndrome, wawancara terhadap seorang guru wali kelas, serta wawancara terhadap tiga orang tua (ibu) anak down syndrome.

a. Tiga peserta didik anak down syndrome

Perilaku tiga peserta didik anak down syndrome saat di sekolah, di rumah dan di lingkungan sekitarnya menjadi sumber data utama. Tiga peserta didik anak down syndrome meliputi AZ peserta didik yang berusia 5 tahun 6 bulan sudah sekolah selama 1 tahun, YU peserta didik berusia 7 tahun 7 bulan sudah sekolah selama 1 tahun dan ZI peserta didik usia 9 tahun 1 bulan sudah sekolah selama 2 tahun. Ketiganya merupakan peserta didik di Taman Kanak-Kanak (TK) di SLB YPLAB Lembang. Perilaku tiga peserta didik anak down syndrome saat di sekolah, di rumah dan di lingkungan sekitarnya menjadi sumber data utama karena penelitian ini menggambarkan perilaku kemandirian anak down syndrome pada situasi alami. Creswell (2010:261) menyatakan bahwa penelitian kualitatif cenderung mengumpulkan data lapangan di lokasi dimana para partisipan mengalami isu atau masalah yang akan diteliti. Peneliti kualitatif tidak membawa


(29)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

individu-individu ini ke dalam laboratorium (atau dalam situasi yang telah di-setting sebelumnya), tidak pula membagikan instrumen-instrumen kepada mereka (Creswell, 2010:261). Dalam setting yang alamiah, para peneliti kualitatif melakukan interaksi face to face sepanjang penelitian (Creswell, 2010:261).

b. Wali kelas

Sumber data lainnya adalah guru wali kelas anak down syndrome. Wali kelas yang menjadi sumber data yaitu guru yang memliki latar belakang pendidikan Strata 1 Pendidikan Luar Biasa, pengalaman bekerja yaitu selama tiga tahun mengajar di sekolah dan menangani anak berkebutuhan khusus usia Taman Kanak-Kanak (TK). Wali kelas dijadikan sumber data karena wali kelas merupakan orang yang mengetahui perilaku dan masalah anak down syndrome saat di sekolah. Selain itu, guru mengetahui bentuk intevensi yang pernah diberikan kepada anak down syndrome di sekolah.

c. Orang tua

Orang tua dijadikan sumber data untuk melengkapi dan mengkonfirmasi data mengenai kemandirian anak down syndrome. Orang tua merupakan orang yang mengetahui perkembangan keseharian anak selama di rumah. Dalam penelitian ini orang tua yang dimakusd adalah ibu dari anak down syndrome. Ibu merupakan sumber data untuk mengungkapkan kemandirian anak down syndrome, karena ketiga subyek dalam kesehariannya selalu didampingi oleh ibu baik di sekolah maupun di rumah. Selain itu, ibu dari anak down syndrome juga yang paling mengetahui bentuk perlakukan yang pernah diberikan kepada anaknya selama di rumah dan di lingkungan sekitarnya.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan perilaku kemandirian anak down syndrome pada kehidupan sehari-hari saat di sekolah di rumah dan lingkungan sekitarnya. Pendekatan


(30)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kualitatif cocok digunakan pada penelitian ini karena karakteristik utama pendekatan tersebut adalah mengungkap perilaku anak-anak down syndrome dalam konteks (setting) alami. Creswell (2010: 261) menyatakan bahwa karakteristik utama penelitian kualitatif adalah mengumpulkan informasi dengan berbicara langsung kepada orang-orang dan melihat mereka bertingkah laku dalam konteks alami. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena memberikan gambaran yang kompleks mengenai kemandirian anak down syndrome. Creswell (2010: 263) menyatakan bahwa karakteristik pendekatan kualitatif adalah pandangan menyeluruh (holistic account), yang berarti memberikan gambaran kompleks dari suatu masalah atau isu yang diteliti. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).

C. Definisi Operasional 1. Kemandirian

Kemandirian diartikan berbeda-beda, menurut Kirk (1962), Fallen dan Umansky (1985) kemandirian sebagai self-help, menurut Grossman (1977) perilaku adaptif sebagai tingkatan kemandirian, menurut Gunarhadi (2005) kemandirian sebagai kepercayaan diri anak, menurut Farrell (2009) kemandirian diartikan sebagai otonomy dan menurut Astati (2011) kemandirian sebagai bina diri.

Kirk (1962:144) menyatakan bahwa self-help merupakan karakteristik utama yang membedakan hal yang dilatih pada anak retardasi mental yaitu perawatan diri. Jika seorang anak mampu belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri, makan dengan benar, untuk mengurus dirinya sendiri di kamar


(31)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mandi dan memiliki rutinitas tidur, maka anak retardasi mental tidak tergantung pada orang lain untuk kebutuhan pribadinya. Meskipun kemandirian tersebut adalah umum di antara anak-anak yang normal setelah usia masa bayi perlu untuk mendidik dan dilatih dalam unsur perawatan diri. Hal ini mencangkup kemampuan berhias, toilet, berpakaian, makan, menyikat gigi, mencuci dan merawat diri sendiri.

Grossman (Patton dan Payne, 1981:189-190) menggambarkan perilaku adaptif sebagai tingkatan atau derajat dimana seorang individu mampu memenuhi standar kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial. Dalam hal ini meliputi; (a) kemandirian (independent functioning), yaitu makan (eating), penggunaan toilet (toilet use), kebersihan (cleanliness), penampilan (appearance), care of cloting, memakai dan membuka pakaian (dressing and undressing), berpergian (travel), general independent fungtioning; (b) perkembangan fisik (psysical development), yaitu perkembangan sensori (sensory development) dan perkembangan motorik (motor development); (c) kegiatan ekonomi (economic activity), yaitu penggunaan dan penganggaran uang (money handling and budgeting), keterampilan berbelanja (shopping skill); (d) perkembangan bahasa (language development), yaitu ekspresi (expression), pemahaman (comprehension), perkembangan bahasa (social language development). (e)angka dan pehitungan (numbers and term), 6) kegiatan domestik (domestic activity), yaitu kebersihan (cleaning), tugas dapur (kitchen duty), dan kegiatan harian lainnya (other domestic activities). (f)aktivitas pekerjaan (vocational activity), (g) memanfaatkan waktu luang (sel direction), yaitu prakarsa (initiative), ketekunan (perseverance), waktu luang (leisure time), (h) tanggungjawab (responsibility) (i) sosialisasi (sosialized).

Fallen dan Umansky (1985: 365-366) mendefinisikan bahwa self-help sebagai keterampilan bantuan (makan, berpakaian, berhias, dan toilet) yang merupakan sebagian besar tugas-tugas sehari-hari individu. Self-help dapat


(32)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dan memungkinkan mereka berkesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam rumah, sekolah, dan kegiatan masyarakat yang meliputi aspek keterampilan makan (eating skills), keterampilan menggunakan kamar mandi (toileting skills), berpakaian dan berhias (dressing and grooming skills).

Gunarhardi (2005: 119-120) memaparkan bahwa kemandirian anak down syndrome merupakan tercapainya keberhasilan-keberhasilan seorang anak yang dilalui dalam membentuk percaya diri anak. Oleh karena itu, kepercayaan diri harus ditanamkan kepada anak down syndrome. Hal tersebut dapat dilatihkan kepada anak down syndrome dalam keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah. Penguasaan keterampilan-keterampilan tersebut menandai bahwa anak dapat hidup mandiri, meliputi; (a) keterampilan bina diri, keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan mengurus badannya sendiri (mandi, makan, kebersihan) dan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumah tanggaan (merapikan tempat tidur, mencuci alat makan, menyapu, dan sebagainya); (b) keterampilan pengetahuan dan fungsional, keterampilan ini menyangkut penguasaan pengetahuan dasar (membaca, menulis, matematika, pengetahuan umum, agama, kesenian yang bersifat terapan dan berfungsi untuk memecahkan masalah yang dihadapi setiap hari, misalnya keterampilan membaca koran, resep, undangan dan sebagainya); (c) keterampilan fisik, keterampilan ini menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan tubuh dan fungsinya (pengenalan tubuh, gerak perabaan, penciuman, identifikasi suara, mobilitas, melindungi badan dan sebagainya); (d) keterampilan sosial, keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan berkomunikasi dengan orang lain (penggunaan bahasa, sopan santun, kemasyarakatan); (e) keterampilan vokasional, keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan produk tertentu baik yang bersifat jasa maupun kerumahtanggaan mandiri (berkebun, masak-memasak, berdagang, mengatur tempat tinggal, penggunaan uang dan sebagainya.


(33)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Menurut Farrell (2009:23-24) mengembangkan kemandirian (otonomy) bagi anak disability/disorder merupakan pendidikan untuk membantu memastikan bahwa kesulitan yang ditimbulkan oleh penyandang disability/disorder dapat ditangani, serta keterampilan dan pengetahuan lainnya anak telah dibawa untuk menanggung aktifitas menuju kemandirian. Keseimbangan yang memerlukan kebijaksanaan dan kepekaan dari orang dewasa untuk memberikan dukungan yang diperlukan dan mendorong kemandirian.

Menurut Astati (2011: 9-10) bina diri merupakan usaha membangun diri individu baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga, sekolah dan di masyarakat sehingga terwujudnya kemandirian dengan keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari secara memadai meliputi; (a) merawat diri, meliputi makan, minum, kebersihan badan; (b) mengurus diri, meliputi berpakaian, berhias; (c) menolong diri, menghindari dan mengendalikan bahaya; (d) komunikasi meliputi komunikasi perbuatan, lisan, tulisan, dan penggunaan media komunikasi; (e) sosialisasi, meliputi sosial akademis (membaca, menulis dan berhitung termasuk mengelola uang), kesadaran sosial (peraturan/tata tertib di rumah, di masyarakat, membantu orang lain, memelihara lingkungan, dan menunggu giliran), hubungan sosial (memperkenalkan diri, berteman, bermain, penggunaan sumber-sumber di masyarakat seperti berbelanja, penggunaan kendaraan umum); (f) keterampilan/persiapan pekerjaan, meliputi tata laksana rumah, penguasaan keterampilan, dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan.

Secara operasional kemandirian dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik Taman Kanak-Kanak (TK) yang mengalami down syndrome dalam melakukan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan pribadinya yang ditandai dengan merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi, dan keterampilan hidup.


(34)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

a. Merawat diri, artinya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan kebutuhan pribadinya dalam hal kebersihan badan seperti makan, minum, menggunakan toilet, mencuci tangan, tata cara mandi dan menyikat gigi. b. Mengurus diri, artinya kemampuan peserta didik dalam memenuhi kebutuhan

pribadinya dalam hal berpakaian, berhias, memakai sepatu dan memakai sandal.

c. Menolong diri, artinya kemampuan peserta didik dalam menghindari dan mengendalikan bahaya dari benda tajam, listrik dan jalan raya.

d. Komunikasi, artinya kemampuan peserta didik dalam kegiatan berhubungan dengan orang lain secara perbuatan dan lisan.

e. Sosialisasi, artinya kemampuan peserta didik berkaitan dengan hubungan sosial (berteman dan bermain), memperkenalan diri dengan menyebutkan nama dan identitas sederhana.

f. Keterampilan hidup, artinya kemampuan peserta didik dalam penguasaan keterampilan sederhana untuk maksud tertentu, seperti memelihara mainannya, mengambil mainannya serta merapikan mainannya setelah bermain.

2. Bimbingan Pribadi

Bimbingan pribadi merupakan suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi dan dilaksanakan secara terpadu, melalui kerjasama antara personal BK dan personal sekolah lainnya, keluarga, sekolah serta masyarakat dalam upaya membantu peserta didik menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah pribadi.

Bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menyesuaikan diri serta menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah pribadi. Bimbingan pribadi diharapkan dapat memandirikan peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.


(35)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan bimbingan pribadi untuk mengembangkan kemandirian peserta didik anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK) adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi, dan dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama antara guru wali kelas, orang tua dan personal sekolah lainnya, terkait dengan upaya mengembangkan kemandirian peserta didik anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK).

D. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut yaitu penentuan jenis instrumen, penentuan definisi operasional, pengembangan kisi-kisi, perumusan butir pertanyaan instrumen dan pengujian instrumen. Langkah-langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kemandirian anak down syndrome berupa pedoman observasi perilaku anak down syndrome, pedoman wawancara guru wali kelas dan pedoman wawancara orang tua anak down syndrome.

2. Penentuan definisi operasional

Secara operasional kemandirian dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik Taman Kanak-Kanak (TK) yang mengalami down syndrome dalam melakukan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan pribadinya yang ditandai dengan merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi dan keterampilan hidup.

a. Merawat diri, artinya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan kebutuhan pribadinya dalam hal kebersihan badan seperti makan, minum, menggunakan toilet, mencuci tangan, tata cara mandi dan menyikat gigi.


(36)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Mengurus diri, artinya kemampuan peserta didik dalam memenuhi kebutuhan pribadinya dalam hal berpakaian, berhias, memakai sepatu dan memakai sandal.

c. Menolong diri, artinya kemampuan peserta didik dalam menghindari dan mengendalikan bahaya dari benda tajam, listrik dan jalan raya.

d. Komunikasi, artinya kemampuan peserta didik dalam kegiatan berhubungan dengan orang lain secara perbuatan dan lisan.

e. Sosialisasi, artinya kemampuan peserta didik berkaitan dengan hubungan sosial (berteman dan bermain), memperkenalan diri dengan menyebutkan nama dan identitas sederhana.

f. Keterampilan hidup, artinya kemampuan peserta didik dalam penguasaan keterampilan sederhana untuk maksud tertentu, seperti memelihara mainannya, mengambil mainannya serta merapikan mainannya setelah bermain.

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan bimbingan pribadi untuk mengembangkan kemandirian peserta didik anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK) adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi, dan dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama antara guru wali kelas, orang tua dan personal sekolah lainnya, terkait dengan upaya mengembangkan kemandirian peserta didik anak down syndromeTaman Kanak-Kanak (TK).

3. Pengembangan Kisi-Kisi

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh gambaran kemandirian peserta didik anak down syndrome di Taman Kanak-Kanak (TK) SLB/ABC YPLAB Lembang disusun berdasarkan definisi operasional. Berikut kisi-kisi instrumen penelitian.


(37)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Indikator Batasan Ruang Lingkup Teknik Pengumpulan

Data

Sumber Data Merawat diri Makan, minum, menggunakan

toilet, mencuci tangan, tata cara mandi, dan menyikat gigi.

Observasi 3 Peserta didik Wawancara 3 Orang

Tua, 1 Guru Wali Kelas Mengurus diri Berpakaian, berhias, memakai

dan melepaskan sepatu/sandal.

Observasi 3 Peserta didik Wawancara 3 Orang

Tua, 1 Guru Wali Kelas

Menolong diri Menghindari dan mengendalikan bahaya benda tajam, api, listrik, jalan raya.

Observasi 3 Peserta didik Wawancara 3 Orang

Tua, 1 Guru Wali Kelas

Keterampilan hidup

Kemampuan dalam penguasaan keterampilan sederhana untuk maksud tertentu, mengambil mainan, merapikan kembali mainannya.

Observasi 3 Peserta didik Wawancara 3 Orang

Tua, 1 Guru Wali Kelas


(38)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Indikator Batasan Ruang Lingkup Teknik Pengumpulan

Data

Sumber Data Komunikasi Berhubungan dengan orang lain

baik dengan perbuatan, lisan, maupun penggunaan media komunikasi

Observasi 3 Peserta didik Wawancara 3 Orang

Tua, 1 Guru Wali Kelas Sosialisasi Bermain dengan teman Observasi 3 Peserta

didik

Wawancara 3 Orang Tua, 1 Guru Wali Kelas Keterangan :Pedoman observasi dan pedoman wawancara dapat di lihat pada Lampiran A

4. Uji Kelayakan

Uji kelayakan instrumen memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi konstruk, isi, dan bahasa yang digunakan. Dalam penelitian ini pengujian dilakukan oleh empat pakar yaitu tiga dosen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang ahli pada bidang bimbingan pribadi dan pengembangan instrumen, serta seorang dosen Pendidikan Luar Biasa yang ahli pada bidang anak tunagrahita. Pada tanggal 8 Desember 2013 uji kelayakan dilakukan oleh dosen pendidikan luar biasa. Dengan perubahan pada indikator merawat diri, mengurus diri dan keterampilan hidup.

Pada tanggal 6, 11, 17 Februari 2014 uji kelayakan dilakukan oleh dosen psikologi pendidikan dan bimbingan dengan perubahan pada pedoman wawancara dan pada pedoman observasi. Perubahan pada pertanyaan yang sebaiknya dilakukan (hasil judgement oleh pakar dapat dilihat pada lampiran A).


(39)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(40)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.2

Teknik Pengumpulan Data No

Teknik Pengumpul

an Data

Sumber Data Prosedur Pengumpulan Data Maksud

1 Observasi a. Kondisi lingkungan sekolah dan rumah b. Perilaku tiga anak

down syndrome saat di sekolah dan di rumah

a. Observasi dilakukan secara langsung di Taman Kanak-Kanak (TK)

b. Mengamati perilaku anak down syndrome dalam setiap melakukan aktivitas disekolah

c. Mencatat setiap perilaku yang muncul pada pedoman observasi.

d. Memotret kejadian-kejadian dengan menggunakan camera.

a. Untuk mendapatkan data yang akurat mengenai kemandirian anak down syndrome.

b. Pedoman observasi sebagai panduan agar observasi tidak keluar dari konteks masalah dan menjadi alat bantu dalam pencatatan data hasil observasi. 2 Wawancara a. Seorang Guru Wali

Kelas

b. Tiga Orang Tua

anak down

syndrome.

a. Wawancara tatap muka dengan menggunakan perangkat rekam suara di telepon seluler dan catatan lapangan. b. Wawancara dengan pedoman wawancara semi

terstruktur dan tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan pertanyaan sesuai dengan situasi dan kondisi.

c. Setelah proses wawancara dan penulisan transkrip hasil wawancara. Hasil analisis data tersebut ditunjukan kepada orang yang diwawancara untuk mengkonfirmasi kebenaran hasil wawancara.

a. Informasi tambahan dan gambaran yang kompleks mengenai kemandirian anak down syndrome Taman Kanak-Kanak (TK ). b. Pedoman wawancara sebagai

panduan agar wawancara tidak keluar dari konteks masalah.


(41)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara. Peneliti mengumpulkan data melalui beragam sumber data (multiple sources of data), para peneliti kualitatif biasanya memilih mengumpulkan data dari beragam sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi, ketimbang bertumpu hanya pada satu sumber data saja (Creswell, 2010: 261). Berikut ini dijelaskan lebih rinci teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.

1. Observasi

Observasi untuk mengamati perilaku peserta didik anak down syndrome pada aspek merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi dan keterampilan hidup. Penelitian ini menggunakan observasi kualitatif. Observasi kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara peneliti turun langsung ke sekolah dan rumah untuk mengamati tiga perilaku anak down syndrome yang berkaitan dengan aspek-aspek kemandirian kemudian peneliti merekam/mencatat secara terstruktur dengan pedoman observasi (pedoman observasi dapat dilihat pada Lampiran A) dan mendokumentasikan beberapa aktivitas tersebut melalui kamera digital. Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian baik secara terstruktur maupun semi terstruktur (Creswell, 2010: 267).

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini menempatkan peneliti sebagai partisipan utuh. Peneliti menyembunyikan perannya sebagai observer. Anak down syndrome tidak menyadari dirinya sedang diobservasi. Kelebihan dari cara ini adalah dapat mengamati perilaku anak down syndrome yang berlangsung secara alami. Obsevasi dilakukan dengan merekam/mencatat tingkah laku anak down syndrome yang muncul secara wajar, tanpa dibuat-buat, atau tanpa merusak dan menganggu kegiatan-kegiatan anak down syndrome. Peneliti menjadi


(42)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

partisipan utuh pada saat observasi memiliki kelebihannya peneliti mendapatkan pengalaman langsung dari partisipan (Creswell, 2010: 268).

Observasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Penelitian ini melakukan observasi awal. Observasi awal dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi penelitian dan individu-individu yang diteliti. Observasi awal juga dilakukan untuk memahami kondisi lokasi dan permasalahan awal yang dihadapi terkait kemandirian anak down syndrome. Selain itu, observasi awal juga sekaligus merupakan kunjungan awal untuk menjalin komunikasi dengan pihak sekolah dan orang tua anak down syndrome. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan (trust) antara peneliti dengan pihak sekolah dan orang tua anak down syndrome. Pada akhirnya kepercayaan yang terbangun sangat berguna untuk memperlancar jalannya penelitian dan keterbukaan data yang diperlukan untuk penelitian ini. Observasi awal dilakukan pada tanggal 22 September 2013 sampai dengan 25 September 2013. Observasi awal menghasilkan informasi awal mengenai jumlah anak down syndrome yang ada di sekolah dan indikasi permasalahan kemandirian anak down syndrome.

Kemudian penelitian ini melakukan observasi mendalam perilaku kemandirian anak down syndrome di lingkungan SLB YPLAB Lembang dan di rumah anak down syndrome. Observasi dilakukan untuk mengenali karakteristik perilaku kemandirian anak down syndrome saat melakukan aktivitas di sekolah dan di rumah anak down syndrome. Observasi sebagian besar dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh peneliti langsung dengan dibantu oleh guru wali kelas.

Observasi dilakukan kepada anak down syndrome saat berada di sekolah. Observasi tersebut dilakukan untuk mengenali karakteristik kemandirian anak down syndrome melakukan aktivias di sekolah. Di sekolah aspek-aspek kemandirian yang teramati antara lain merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, sosialisasi dan keterampilan hidup. Namun, terdapat


(43)

indikator-Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

indikator aspek yang belum bisa diamati di sekolah seperti mandi, cuci kaki, berpakaian, mengendalikan bahaya listrik dan benda tajam. Hal itu karena anak down syndrome tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian bahaya dan mandi saat di sekolah. Observasi anak down syndrome di sekolah dilakukan pada tanggal 17 Februari 2014 sampai dengan 22 Februari 2014 dengan rincian dapat dilihat pada tabel 3.3 (hasil observasi dan dokumentasi terlampir).

Observasi kemudian dilengkapi dengan mengamati perilaku anak down syndrome pada aspek-aspek kemandiran saat di rumah dan lingkungan sekitarnya. Tujuannya untuk melengkapi dan mengkonfirmasi perilaku kemandirian anak saat di sekolah. Namun, ternyata tetap ada keterbatasan yang belum diobservasi pada indikator aspek mandi, mencuci kaki, dan menggunakan toilet. Hal itu karena saat observasi berlangsung di rumah anak down syndrome tidak melakukan kegiatan tersebut. Observasi anak di rumah dilakukan pada tanggal 22 Februari 2014 sampai dengan 25 Februari 2014 dengan rincian pada tabel 3.3 (hasil observasi dan dokumentasi terlampir).

Hasil observasi kemudian dikonfirmasikan juga kepada orang tua dan wali kelas dengan cara melakukan wawancara kepada mereka. Selain itu, untuk melengkapi keterbatasan pada observasi yang dapat diobservasi hanya pada aspek-aspek tertentu saja, maka dilengkapi dengan wawancara. Penjelasan mengenai teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

2. Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang keadaaan kemandirian peserta didik Taman Kanak-Kanak (TK).Wawancara dilakukan untuk mengkonfirmsi dan melengkapi data hasil observasi. Wawancara dalam pengumpulan data penelitian ini untuk


(44)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

menggali berbagai informasi yang berkenaan dengan masalah penelitian yaitu kemandirian anak down syndrome di SLB YPLAB Lembang. Wawancara bersifat luwes, terbuka, dan semi terstruktur dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara mendalam dengan rumusan kata-kata yang disusun sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertanyaan wawancara menanyakan seputar karakteristik dan permasalahan perilaku anak down syndrome dan bentuk intervensi yang pernah diberikan kepada mereka saat di sekolah dan saat di rumah. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap, peneliti menggunakan pedoman wawancara. Sumber data diperoleh dari seorang guru wali kelas dan tiga orang tua anak down syndrome karena mereka merupakan pihak-pihak yang mengetahui perilaku anak down syndrome sehari-hari baik di sekolah maupun di rumah (Pedoman wawancara dapat dilihat pada Lampiran A).

Wawancara yang dilakukan dengan semi terstruktur dengan melakukan wawancara dipandu dengan panduan wawancara namun tetap terbuka pada informasi lain yang berkaitan dengan kemandirian anak down syndrome. Wawancara juga dilakukan dengan wawancara berhadap-hadapan (face to face interview) pada perorangan. Wawancara ini penting karena peneliti tidak bisa mengobservasi secara langsung semua anak down syndrome. Creswell (210: 268) menyatakan bahwa wawancara perorangan penting dilakukan karena peneliti kualitatif tidak bisa mengobservasi secara langsung semua partisipan.

Penelitian ini merekam informasi dari wali kelas dan orang tua anak down syndrome dengan menggunakan catatan-catatan tangan, dengan alat rekaman video dan rekaman suara. Wawancara ini direkam menggunakan rekaman suara dan kamera digital, tetapi peneliti tetap mencatatnya karena sebagai back up data. digunakan kemudian mentranskrip hasil rekaman video tape tersebut (Creswell, 2010) (transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran A).

Wawancara dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Penelitian ini melakukan wawancara awal. Wawancara awal dilakukan untuk mengidentifikasi


(45)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

lokasi penelitian dan individu-individu yang diteliti. Wawancara awal juga dilakukan untuk memberikan pemahaman terhadap kondisi lokasi dan permasalahan awal yang dihadapi terkait kemandirian anak down syndrome. Selain itu, wawancara awal juga sekaligus merupakan kunjungan awal untuk menjalin komunikasi dengan pihak sekolah dan orang tua anak down syndrome. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan (trust) antara peneliti dengan pihak sekolah dan orang tua anak down syndrome. Pada akhirnya kepercayaan yang terbangun sangat berguna untuk memperlancar jalannya penelitian dan mau terbuka mengenai data yang diperlukan untuk penelitian ini. Wawancara awal dilakukan pada 22 September 2013 sampai dengan 25 September 2013. Wawancara dilakukan di sekolah. Wawancara awal menghasilkan informasi awal mengenai jumlah anak down syndrome yang ada di sekolah dan indikasi permasalahan kemandirian anak down syndrome.

Kemudian penelitian ini melakukan wawancara mendalam kepada wali kelas di sekolah dan orang tua anak down syndrome saat di sekolah dan di rumah. Wawancara dilakukan untuk mengkonfirmsi dan melengkapi data hasil observasi. Wawancara dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar wawancara berdasarkan kesedian dari wali kelas dan orangtua agar tidak mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Februari 2014 sampai dengan 24 Februari 2014 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 3.3. Wawancara ini menghasilkan gambaran secara kualitatif mengenai karaktersitik kemandirian anak down syndrome berdasarkan pengetahuan dan pengalaman wali kelas dan orang tua saat berinteraksi dengan anak down syndrome sehari-hari.

Tabel 3.3 Pengumpulan Data

No Kegiatan Hari/Tanggal Waktu Tempat

1 Observasi AZ Senin, 17 Februari 2014 Pukul 08.00-09.00 Ruang kelas 2 Observasi YU Senin, 17 Februari 2014 Pukul 09.00-09.30 Ruang kelas


(46)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

No Kegiatan Hari/Tanggal Waktu Tempat

3 Observasi ZI Senin, 17 februari 2014 Pukul 10.00-10.30 Ruang kelas 4 Observasi AZ Selasa, 18 Februari 2014 Pukul 08.00-09.00 Ruang kelas 5 Observasi YU Selasa, 18 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Ruang kelas 6 Observasi ZI Selasa, 18 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Ruang kelas 7 Observasi AZ Rabu, 19 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Ruang kelas 8 Observasi AZ Kamis, 20 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Ruang kelas 9 Observasi

YU

Kamis, 20 Februari 2014 pukul 09.00-10.00 Ruang kelas 10 Observasi ZI Kamis, 20 Februari 2014 pukul 09.00-10.00 Ruang kelas 11 Observasi AZ Jumat, 21 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Lapangan

Olahraga 12 Observasi

YU

Jumat, 21 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Lapangan Olahraga 13 Observasi ZI Jumat, 21 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Lapangan

Olahraga 14 Observasi YU Sabtu, 22 Februari 2014 pukul 08.00-10.00 Lapangan

Sekolah 15 Observasi ZI Sabtu, 22 Februari 2014 Pukul 08.00-10.00 Lapangan

Sekolah 16 Wawancara

wali kelas

Kamis, 20 Februari 2014 Pukul 11.00-12.00 Ruang kelas 17 Wawancara

orang tua AZ

Jumat, 21 Februari 2014 Pukul 09.00-10.00

Ruang kelas 18 Wawancara

orang tua YU dan observasi YU

Sabtu, 22 februari 2014 Pukul 12.00-13.30 Rumah YU

19 Wawanca orang tua ZI dan observasi ZI

Senin, 24 Februari 2014 Pukul 16.00-18.00 Rumah ZI

Keterangan : Hasil Observasi dan Transkrip Wawancara dapat dilihat pada Lampiran A

F. Reliabilitas danValiditas Data

Prosedur-prosedur reliabilitas dan validitas data diuraikan untuk menyampaikan langkah-langkah yang dilakukan untuk memeriksa akurasi dan


(1)

155

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

usia remaja dan dewasa. Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan yaitu mengidentifikasi kemandirian pada aspek yang disesuaikan dengan usia remaja dan dewasa down syndrome.

Peneliti terbatas pada mengidentifikasi kemandirian anak down syndrome secara kualitatif. Peneliti mengidentifikasi fenomena kemandirian anak down

syndrome dengan menganalisis fenomena-fenomena yang terkait dengan teori.

Padahal, kemandirian anak down syndrome dipengaruhi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak down syndrome tersebut. Peneliti selanjutnya dapat mengidentifikasi dan mengukur keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak down syndrome dengan mentode kuantitatif dengan jumlah anak down syndrome yang lebih banyak.

Peneliti terbatas pada membuat arah pengembangan bimbingan pribadi untuk mengembangkan kemandirian anak down syndrome usia Taman Kanak-Kanak (TK). Peneliti tidak mengujicoba bimbingan pribadi pada anak down

syndrome usia taman Kanak-Kanak (TK). Peneliti selanjutnya dapat membuat

model kerjasama guru dan orang tua yang efektif dalam merancang dan mengimplementasikan bimbingan pribadi untuk mengembangkan kemandirian anak down syndrome.


(2)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan formal.Naskah Akademik ABKIN.

Alimin, Zaenal. (2006). Model Pembelajaran Anak Tunagrahita Melalui

Pendekatan Konseling. Bandung: Tesis Program Studi Bimbingan dan

Konseling Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

America Assotioation Mental Retardation (AAMR). (2002) [Online] Tersedia

:https://law.resource.org/pub/us/cfr/ibr/001/aamd.classification.1973.pdf.

(September 2013)

Astati. (1999). Program Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling dalam

Meningkatkan Kesiapan Kerja Anak Tunagrahita Ringan. Bandung: Tesis

Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Astati. (2011). Bina Diri untuk Anak Tunagrahita. Bandung: Amanah Ofset.

Creswell, John W. (2010). Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed, (terjemahan Achmad Fawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita (Suatu Pengantar

dalam Pendidikan Inklusi). Bandung: Refika Aditama.

Delfhie, Bandi. (2004). Bimbingan Perkembangan Perilaku Adaptif Siswa Tunagrahita Dengan Memanfaatkan Permainan Terapeutik Dalam

Pembelajaran. Bandung: Disertasi Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.


(3)

156

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dokumen POTADS (Persatuan Orang tuaAnakSindroma Down. (2013). Tidakditerbitkan.

Effendi, Jon. (1999). Pengembangan Program Bimbingan Konseling Perkembangan Melalui Kegiatan Belajar Mengajar dalam Peningkatan

Kemandirian Anak Tunagrahita Ringan. Bandung: Program Studi

Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Esherick, Joan. (2009). Hak-Hak yang terjamin (Undang-Undang yang

Melindungi Pemuda Berkebutuhan Khusus). Sleman: Intan Sejati Klaten.

Fallen, N.H & Umansky,W. (1985). Young Children with Special Needs. Secon

Edition. Ohio: A Bell & Howell Company.

Farrell, Michael. (2009). The Special Education Handbook An A-Z guide. Canada: Routledge.

Gunarhadi. (2005). Penanganan Anak Sindroma Down dalam Lingkungan

Keluarga dan Sekolah. Jakarta: DEPDIKNAS Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Hapsari, Septodia. (2008). Penerimaan Ibu Terhadap Anaknya Yang Mengalami

Down Syndrome. Semarang: Skripsi Program Studi Psikologi Universitas

Katolik Soegijapranata.

Hardman, L. Clifford J,D. & Wiston. (1999). Human Exeptionality: Society,

School, and Family. Boston: Allyn dan Bacon.

Hallahan, P. Daniel & James M. Kauffman. (1994), Exeptional Learner,

Introduction to Special Education, Boston: Allyn dan Bacon.

Kirk, A Samuel. (1962). Educating Exeptional Children. Boston: Houghton Mifflin Company.


(4)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Macintyre, Christine. (2010). Play for Children with Special Needs, Supporting

Children with Learning differences, 3-9. Canada: Routledge.

Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Rosda Karya.

National Down syndrome society (NDSS). (2013). [Online].Tersedia:

http://www.ndss.org/Down-Syndrome/What-Is-Down-Syndrome/.(11

desember 2013)

Nasional association down syndrome (NADS) (2013) [Online]. Tersedia:

http://www.nads.org/http://www.nads.org/pages_new/ADSC-celiac-research.html (4desember 2013)

Nurlailiwangi, Eneng. dkk. (2011). Studi Mengenai Dukungan Sosial Orang Tua

dalam Melatih “Self Help” Anak yang Mengalami “Down Syndrome”.

Jurnal Penelitian Vol 2, No 1. Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.

Nurihsan, J. (2006). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Papalia, Diane E. & Olds, Sally Wendkos. (1995). Human Development. New York: Mc Graw-Hill Inc.

Paton & Payne. (1986). Mental Retardation. Ohio: Charles E. Merril Publishing Company.

Rahardja, Djadja. (2006). Pengantar Pendidikan Luar Biasa (Introduction to

Special Education). Criced Universitas of Tsukuba.

Septiningtyas, Nika. (2006). Menumbuhkan Kemandirian pada Anak Tunggal

Melalui Pendidikan dalam keluarga. Semarang: Tugas Akhir DIII

Universitas Negeri Semarang. Tidak Diterbitkan.

Setyosari, P. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(5)

158

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Santrock, John W. (2004). Psikologi Pendidikan Edisi kedua. McGraw-Hill Company.

Santrock, John W. (2002). Live Span Development (alih bahasa Achad Chusairi

& Juda Damanik). Jakarta: Erlangga.

Sutopo. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sopa, I. Marwa. (2009). Pelaksanaan Bimbingan dalam Menumbuhkan Kemandirian Anak yang Mengalami Down Syndrome di SLB-C Yayasan

Khrisna Murti Jakarta Selatan. Jakarta: Skripsi Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Tidak Diterbitkan.

Somantri. Sutjihati. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Refika Aditama.

Tarsono. (2004). Program Peningkatan Kemampuan Orangtua dan Guru dalam

Membantu Kemandirian Sholat Anak Tunagrahita Ringan. Bandung: Tesis

Program Studi Pendidikan Luar Biasa Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Wiranto. (2011). Perancangan Animasi Bertema Daily Living Skills untuk Anak

Down Syndrome Menggunakan Metode Belajar dengan Melihat. Surabaya:

Tesis Jurusan Industri Desain produk Institut Teknologi Surabaya (ITS).

Winkel, W.S. dan Hastuti, S. (2006). Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

World Health Organization (WHO). (2013). Genes and chromosomal diseases.

[Online].Tersedia

:http://www.who.int/genomics/public/geneticdiseases/en/index1.html.(4

Desember 2013).

Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(6)

Lianita Zanith, 2014

Profil kemandirian anak down syndrome dan implikasinya bagi bimbingan pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.