Prevalensi Beberapa Dental Anomaly Pada Penderita Down Syndrome Menggunakan Radiografi Panoramik Pada Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan

(1)

PREVALENSI BEBERAPA DENTAL ANOMALY PADA

PENDERITA DOWN SYNDROME MENGGUNAKAN

RADIOGRAFI PANORAMIK PADA PELAJAR

SEKOLAH LUAR BIASA PEMBINA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NURSYUHADA BINTI CHE AZIMI NIM: 110600216

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Radiologi Kedokteran Gigi

Tahun 2015

Nursyuhada Che Azimi

Prevalensi Beberapa Dental Anomaly pada Penderita Down syndrome Menggunakan Radiografi Panoramik pada Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan

xi + 33 halaman

Penderita Down Syndrome memiliki insiden yang tinggi terhadap dental anomaly. Dental anomaly yang sering terjadi pada penderita Down syndrome adalah hipodonsia, taurodonsia dan mikrodonsia. Jenis penelitian ini deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi beberapa dental anomaly pada penderita

Down syndrome menggunakan radiografi panoramik digital.

Sampel pada penelitian ini berjumlah 12 penderita Down syndrome Sekolah Luar Biasa Pembina Medan yang melibatkan 299 gigi yang diketahui melalui radiografi panoramik. Metode pemilihan sampel adalah total sampling. Selanjutnya hasil foto diobservasi untuk mengetahui prevalensi hipodonsia, mikrodonsia, dan taurodonsia pada gigi desidui dan gigi permanen, kemudian dihitung menggunakan uji deskriptif.

Hasil penelitian didapatkan persentase prevalensi taurodonsia, mikrodonsia dan hipodonsia berbeda pada setiap penderita Down syndrome. Kesimpulannya, prevalensi beberapa dental anomaly pada penderita Down syndrome menggunakan radiografi panoramik adalah taurodonsia dijumpai pada 12 sampel dengan jumlah gigi 61 atau 20.40%, mikrodonsia pada sembilan sampel dengan jumlah gigi 54 atau 18.06% dan hipodonsia pada tiga sampel dengan jumlah gigi tiga atau 1.00%.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 7 Januari 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Cek Dara Manja, drg., Sp. RKG ... NIP. 19730713 200212 2 003


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi pada tanggal 7 Januari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Cek Dara Manja, drg., Sp. RKG

ANGGOTA : 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) 2. H. Amrin Thahir, drg


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Skripsi ini saya tujukan khas buat sepupu tersayang, Almarhum Intan Nurdamia yang telah banyak memberi insprirasi sepanjang penulisan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda, Che Azimi Bin Abd Hamid dan Ibunda, Suzana Binti Hj Zainol yang telah memberikan kasih sayang, didikan, doa dan dukungan kepada penulis selama ini. Tidak lupa juga terima kasih terdalam penulis haturkan kepada adinda Muhammad Asif, Nursyuhaiza dan Muhammad Afizzam atas segala doa dan semangatnya. Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing, Cek Dara Manja, drg.,Sp.RKG yang telah meluangkan begitu banyak waktu, pikiran, tenaga dan kesabaran dalam membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Trelia Boel, drg.,M.Kes.,Sp.RKG(K) selaku Ketua Departemen Radiologi Kedokteran Gigi dan tim penguji atas segala masukan dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.

3. Ika Dewi Adiana, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. H. Amrin Thahir, drg sebagai staf senior Departemen Radiologi Kedokteran Gigi dan tim penguji yang telah memberikan begitu banyak masukan dan saran yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun skripsi ini agar menjadi lebih baik.


(6)

5. Lidya Irani Nainggolan, drg., Sp.RKG sebagai staf Departemen Radiologi Kedokteran Gigi dan tim penguji yang telah memberikan begitu banyak masukan dan saran yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun skripsi ini agar menjadi lebih baik.

6. Dewi Kartika, drg dan Maria Sitanggang, drg selaku staf pengajar Departemen Radiologi Kedokteran Gigi atas segala masukan dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.

7. Pak Ari, Kak Rani dan Kak Tety yang telah sangat banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan memberikan saran yang membangun. 8. Semua senior dan sahabat penulis Intan Mariam, Salahuddin Azhar, Ong Voon

Gyee, dan Nurul Sukma yang telah banyak membantu melaksanakan dan menyemangati penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Seluruh orang tua sampel penelitian penulis yang sudi bekerjasama dengan penulis dalam membujuk sampel sehingga penelitian dapat dijalankan dan skripsi dapat diselesaikan.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pembangunan ilmu dan masyarakat.

Medan, 2014

Penulis

NIM : 110600216 (Nursyuhada Che Azimi)


(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Down syndrome ... 4

2.1.1 Etiologi Down syndrome ... 4

2.1.2 Tipe Down syndrome ... 5

2.1.3 Faktor Resiko terjadinya Down syndrome ... 5

2.1.4 Karakteristik Fisik Down syndrome ... 6

2.1.5 Kondisi Kesehatan Oral Down syndrome ... 7

2.1.6 Dental anomaly pada Down syndrome ... 8

2.1.6.1 Hipodonsia ... 8

2.1.6.2 Mikrodonsia ... 9

2.1.6.3 Taurodonsia ... 10

2.1.7 Tahap Kooperatif Down syndrome ... 11

2.2 Radiografi Panoramik ... 11

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Radiografi Panoramik ... 12


(8)

2.3 Kerangka Teori ... 14

2.4 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 16

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.3 Populasi dan Sampel ... 16

3.3.1 Populasi ... 16

3.3.2 Sampel ... 16

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 16

3.4.1 Variabel Penelitian ... 16

3.4.2 Definisi Operasional ... 17

3.5 Alat dan Bahan ... 17

3.6 Prosedur Penelitian ... 18

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

3.7.1 Pengolahan Data ... 20

3.7.2 Analisis Data ... 20

3.8 Ethical Clearance ... 20

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Prevalensi Hipodonsia ... 21

4.2 Prevalensi Mikrodonsia ... 21

4.3 Prevalensi Taurodonsia ... 24

4.4 Prevalensi Hipodonsia, Mikrodonsia dan Taurodonsia pada penderita Down syndrome ... 25

BAB 5 PEMBAHASAN ... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 30

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar

a) Karyotype Down syndrome

b) Anak Down syndrome berusia 8 tahum

c) Lipatan Simian pada tapak tangan Down syndrome

d) Jarak antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua pada

Down syndrome ... 7 2.Radiografi panoramik pada pasien Down syndrome ... 13 3.Kriteria penderita Down syndrome

a) Lipatan Simian b) Mulut agak terbuka

c) Jari yang pendek ... 18 4. Radiograf panoramik yang menunjukkan dental anomaly

a) Hipodonsia (gigi 42)

b) Mikrodonsia (gigi 31,32,41)


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Usia ibu mengandung dan kemungkinan untuk

mendapatkan bayi Down syndrome ... 5

2. Data statistik hipodonsia ... 20

3. Distribusi gigi permanen yang mengalami hipodonsia ... 21

4. Data statistik mikrodonsia ... 21

5. Distribusi gigi desidui yang mengalami mikrodonsia... 22

6. Distribusi gigi permanen yang mengalami mikrodonsia ... 22

7. Data statistik taurodonsia ... 23

8. Distribusi gigi desidui yang mengalami taurodonsia ... 23

9. Distribusi gigi permanen yang mengalami taurodonsia ... 24

10. Persentase hipodonsia, mikrodonsia dan taurodonsia pada penderita Down syndrome ... 25


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek/wakil calon subjek penelitian 2. Lembar persetujuan menjadi subjek penelitian

3. Jadwal pelaksanaan penelitian 4. Rincian Biaya

5. Lembar hasil Down syndrome pada sampel 6. Ethical Clearance


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Down syndrome bukan merupakan suatu penyakit, tetapi penderita Down syndrome ini lebih beresiko menderita penyakit sistemik. Sindrom ini dikarakteristikkan dengan defisiensi tumbuh kembang yang melibatkan mental dan fisikal. Seluruh penderita Down syndrome mengalami gangguan mental yang terdiri dari beberapa tingkatan mulai dari ringan, sedang dan parah.1 Bagaimanapun, responden yang sering menghadiri program intervensi cenderung mengalami retardasi mental yang ringan.2

Manifestasi oral pada penderita Down syndrome yang dilaporkan dalam literatur termasuk protrusi lidah dan makroglossia, lidah berfisur dan hipertrofi dorsum lidah, langit-langit yang melengkung, mikrognasia, maksilari yang asimetris, gigitan terbuka, bernafas melalui mulut, angular cheilitis, maloklusi, bruksism, oral higene yang jelek, insiden karies yang rendah, gigi yang berjarak, lambat erupsi, tinggi prevalensi dalam penyakit periodontal, malformasi gigi, mikrodonsia, berbentuk konus, hipodonsia, supernumerary teeth, taurodonsia dan enamel hipoplasia.3 Dental anomaly pada penderita Down syndrome merupakan suatu yang biasa terlihat pada gigi desidui maupun permanen dimana dental anomaly terjadi lima kali lebih besar berbanding populasi normal. Menurut Seagriff-Curtin et al., variasi jumlah gigi dan morfologi adalah yang paling umum berkaitan dengan gigi penderita

Down syndrome.4

Penelitian Talitha et al. (2011) di Brazil pada 96 penderita Down syndrome

yang berusia 5-36 tahun menggunakan radiografi panoramik didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa dental anomaly tertinggi adalah hipodonsia yaitu sebesar 34.5%, mikrodonsia 9.4% dan taurodonsia 3.1%. Talitha et. al. menyimpulkan bahwa anak-anak Down syndrome perlu melakukan pemeriksaan radiografi untuk diagnosa awal hipodonsia, supernumerary teeth dan dental anomaly.3 Penelitian Mari Eli et al.


(13)

(2007) mengatakan bahwa di Brazil, dental anomaly pada gigi permanen dan gigi desidui penderita Down syndrome dapat dilihat menggunakan radiografi panoramik dan disimpulkan terdapat insiden dental anomaly yang tinggi pada penderita Down syndrome dan kebanyakannya mempunyai lebih dari satu anomali.4

Radiografi panoramik adalah pemeriksaan ekstra oral dua dimensi yang memperlihatkan rahang atas dan rahang bawah dalam satu gambar, termasuk gigi-geligi serta struktur pendukung.5 Radiografi panoramik juga nyaman digunakan untuk pasien dengan dosis radiasi yang lebih kecil dan waktu yang digunakan pendek biasanya 3-4 menit.6 Radiografi panoramik penting dalam deteksi awal lesi pada area yang luas dari maksilofasial.7

Dari hasil penelitian terdahulu, terdapat perbedaan persentase beberapa dental anomaly pada penderita Down syndrome menggunakan radiografi panoramik. Hal inilah yang menyebabkan peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui persentase beberapa dental anomaly pada penderita Down syndrome menggunakan radiografi panoramik pada sampel yang berbeda.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Berapakah prevalensi beberapa dental anomaly pada penderita Down syndrome menggunakan radiografi panoramik.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi beberapa dental anomaly pada penderita Down syndrome menggunakan radiografi panoramik.

1.4Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis: Dapat memberikan informasi ilmiah tentang dental anomaly pada penderita Down syndrome menggunakan radiografi panoramik.


(14)

2) Manfaat aplikatif: Dapat menjadi acuan untuk tenaga medis dalam merawat dental anomaly yang terdapat pada penderita Down syndrome.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai Down syndrome, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep.

2.1 Down syndrome

Down syndrome, Trisomy 21 atau Mongolism, diperkenalkan oleh Dr. Langdon Down pada tahun 1865.8 Sindrom ini merupakan sindrom yang umum diantara sindrom lain yang disebabkan oleh gangguan kromosom serta melibatkan keterbelakangan mental. Ini terjadi akibat penambahan kromosom 21 yang menyebabkan seseorang memiliki tiga kromosom, bukan dua seperti normal.1 Menurut Kaye et al., sindrom ini terjadi sekitar satu dalam 600 hingga 1500 kelahiran. De Mari mengatakan bahwa, berdasarkan data yang ada pada waktu itu, ekspektasi usia pasien Down syndrome adalah dari usia 10 dalam tahun 1920-an hingga 60 tahun.10

Data dari Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran, Departemen Biologi, pada tahun 1992 hingga 2004 terdapat 1,987 penderita Down syndrome berdasarkan evaluasi dari analisis kromosom. Walaupun tidak ada data yang tetap, dapat diperkirakan populasi pada tahun 2010, kira-kira 235,000 anak yang mengalami

Down syndrome di Indonesia.2

2.1.1 Etiologi Down syndrome

Etiologi Down syndrome berhubungan dengan masalah tidak terjadinya pemisahan pada kromosom 21 sewaktu oogenesis, kemudian terjadilah kromosom yang berlebihan pada kromosom 21 pada keturunan si ibu. Hasil studi terbaru juga menunjukkan tidak terjadinya pemisahan pada kromosom 21 sewaktu spermatogenesis.8 Kira-kira 96% anak Down syndrome mengalami Trisomy ini, sisa 4% mengalami formasi yang disebut “translokasi”, yaitu kromosom 21 yang berlebih


(16)

diperoleh dari beberapa cara atau formasi yang disebut “mosaic”, dimana tidak semua sel terpengaruh.11

2.1.2 Tipe Down syndrome

Down syndrome dibagi atas 3 tipe, dimana secara umum perbedaan klinis pada ketiga-tiga genotip ini tidak terlihat.8

a) Trisomi 21 (94%) : Kromosom 21 yang berlebih (yaitu tiga bukannya dua seperti normal) menghasilkan 47 kromosom pelengkap. Trisomi 21 juga dikenal sebagai Trisomi G.

b) Translokasi (5%) : Satu bagian dari kromosom 21 ditemui melekat dengan pasangan kromosom lain (biasanya #14, jadi dirujuk sebagai translokasi 14/21). Penderita ini mempunyai pasangan kromosom yang normal yaitu 46 kromosom.

c) Mosaicism (1%) : Tidak terjadinya pemisahan pada tahap divisi sel, sehingga beberapa sel mempunyai pasangan kromosom yang normal yaitu 46 kromosom dan beberapa sel lagi mempunyai 47 kromosom (dengan kromosom 21 yang berlebih)

2.1.3 Faktor resiko terjadinya Down syndrome11 1. Usia ibu.

Salah satu faktor yang diketahui dapat meningkatkan resiko melahirkan bayi

Down syndrome adalah dengan meningkatnya usia ibu.

Tabel 1. Usia ibu mengandung dan kemungkinan mendapat bayi Down syndrome Maternal Age Chance of having an affected baby

20 1 in 1667

30 1 in 952

35 1 in 385


(17)

Aneuploidy (bilangan kromosom yang abnormal) pada keturunan meningkat seiring dengan usia ibu. Bagaimanapun, untuk pasangan yang mempunyai anak

Down syndrome tipe translokasi Trisomi 21 berkemungkinan besar akan mendapat anak Down syndrome pada kelahiran berikutnya. Ini karena salah satu orang tua adalah pembawa translokasi yang tetap. Resiko mendapat translokasi ini bergantung kepada jenis kelamin orang tua yang pembawa kromosom 21 itu. Bila bapak yang menjadi pembawa, resikonya hanya 3% tetapi bila ibu yang pembawa, resikonya adalah 12%.

2. Faktor lingkungan.

Beberapa bukti mengatakan bahwa kasus Down syndrome rata-rata terjadi pada area geografis yang spesifik dalam suatu masa. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa beberapa faktor lingkungan yang menyebabkan meningkatnya resiko terjadi Down syndrome adalah :

• Terpapar agen yang terinfeksi seperti virus, ketika sedang hamil. • Menggunakan kontrasepsi oral.

• Merokok ketika sedang hamil. • Terpapar radiasi.

• Terpapar pestisida.

• Tinggal berdekatan dengan fasilitas pembuangan seperti lokasi pembuangan atau incinerator limbah.

2.1.4 Karakteristik fisik Down syndrome

1. Karakter fasial.

Midface dysplasia adalah karakteristik utama pada penderita Down syndrome. Malformasi hidung termasuk hidung yang mempunyai jembatan luas dan datar dilaporkan sebanyak 59-78% dari penderita Down syndrome. Malformasi telinga termasuk “lop” ears, low-set ears dan telinga yang mendatar atau tiada heliks dilaporkan sebanyak 54%. Malformasi mata sering terjadi pada penderita Down syndrome. Lipatan epichantal dengan mata miring berbentuk almond yang juga dikenali sebagai mongoloid dilaporkan sebanyak 78%. Strabismus sebanyak 14-54%


(18)

dan nistagmus dan refractive error biasa terjadi pada penderita Down syndrome. Mayoritas penderita Down syndrome mempunyai brachycephaly (kepala yang lebar dan pendek) dan kurangnya supraorbital ridge. Tidak adanya sinus frontal dan kurangnya sinus maksilaris juga dicatatkan. Nasal septum sering dijumpai mengakibatkan laluan udara menjadi sempit dan menyebabkan masalah pernafasan melalui mulut.8 Lidah penderita Down syndrome kelihatan sedikit terkeluar dan open bite karena kurangnya kaviti oral diakibatkan oleh penurunan pertumbuhan pada bagian tengah wajah.11

2. Karakteristik ekstremitas atas dan bawah.

Lipatan pada telapak tangan penderita Down syndrome mempunyai lipatan dalam dan jari yang pendek. Lipatan pada telapak tangan ini disebut sebagai lipatan Simian. Tangan penderita Down syndrome adalah lebar dan pendek (clinodactyly). Badan penderita Down syndrome mempunyai muscle tone yang jelek, loose ligament

dan sangat fleksibel. Selain dari itu, jarak diantara jari ibu kaki dengan jari kaki kedua kelihatan besar.11

Gambar 1. a. Karyotype Down syndrome.11

b. Anak Down syndrome berusia 8 tahun.13

c. Lipatan Simian pada tapak tangan Down syndrome.11 d. Jarak antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua pada

Down syndrome.11

2.1.5 Kondisi kesehatan oral Down syndrome

Penderita Down syndrome adalah kelompok yang umumnya memerlukan penjagaan kesehatan oral yang khusus. Mereka mempunyai missing teeth, malaligned teeth dan sering dikaitkan dengan maloklusi. Mereka mengalami karies gigi yang


(19)

ringan tetapi penyakit periodontal yang parah.1 Resiko terjadinya karies pada penderita Down syndrome rendah pada gigi desidui maupun permanen. Ini disebabkan oleh faktor seperti meningkatnya pH saliva dan tahap bikarbonat yang tersedia, penurunan jumlah bakteri stereptokokus mutan dan juga morfologi gigi yang mendatar tanpa pit dan fisur akibat dari kebiasaan bruksism yang sering dihadapi penderita Down syndrome.10 Gigi-geligi penderita Down syndrome berbentuk abnormal dengan irigularitas yang menyebabkan akumulasi debris dan plak.11 Tannenbaum, Bear dan Benjamin mengatakan prevalensi dan tahap keparahan penyakit periodontal pada anak Down syndrome adalah tinggi. Prevalensi yang tinggi juga terlihat pada gingivitis ulseratif nekrose.13

2.1.6 Dental anomaly pada Down syndrome

Penderita Down syndrome menunjukkan insiden yang tinggi terhadap dental anomaly dan pada kebanyakan kasus, penderita yang sama menunjukkan lebih dari satu dental anomaly.4 Menurut Oliveira et al., hasil pemeriksaan gigi pada 44% penderita Down syndrome ditemui anomali yang terjadi berupa congenital missing, mikrodonsia, pembentukan akar yang terhambat, hipoplasia enamel dan fusion.10

2.1.6.1 Hipodonsia

Hipodonsia didefinisikan sebagai kehilangan gigi kongenital akibat dari anomali pada pertumbuhan individu. Penyebab terjadinya hipodonsia terdiri dari non-syndromic dan syndromic. Non-syndromic hypodontia adalah disebabkan oleh mutasi gen MSX1 dan PAX9 manakala syndromic hypodontia pula adalah disebabkan oleh asosiasi sindrom tertentu seperti contoh Down syndrome yang melibatkan gen dan lokus pada trisomi kromosom 21.14 Gigi yang tidak terlihat secara klinis maupun radiografis dapat diidentifikasikan sebagai hipodonsia.15

Acerbi et al. (2001) dan Kumasaka et al. (1997) mengatakan bahwa hipodonsia sering terjadi pada penderita Down syndrome.3 Hipodonsia adalah anomali kongenital yang mempengaruhi formasi gigi yang menghasilkan jumlah gigi yang kurang pada gigi permanen manusia (32 gigi pada rahang atas dan rahang


(20)

bawah) dan gigi desidui (20 gigi pada rahang atas dan rahang bawah). Agenesis dental (hipodonsia) adalah karakteristik umum pada penderita Down syndrome, berkisar dari 30-53%, dan gigi geligi yang tidak terdapat pada mereka juga tidak terdapat pada gigi populasi individu normal (Kieser et al., 2003). Dijumpa 60-63% penderita Down syndrome mengalami satu atau lebih missing teeth. Russell dan Kjaer (1995) melakukan penelitian lebih detail pada 100 penderita Down syndrome dan membandingkan mereka dengan populasi normal. Missing teeth terjadi 10 kali lebih sering pada penderita Down syndrome berbanding populasi umum dan sering terjadi pada laki-laki berbanding perempuan.1 Kebanyakan kasus hipodonsia adalah karena genetik. Agenesis gigi sering dijumpai pada individu yang ada hubungan dengan populasi yang mempunyai penyakit genetik.15

Tingkatan keparahan hipodonsia dibuktikan dengan banyaknya penderita yang mengalami kehilangan satu atau dua gigi. Sebesar 10% mewakili kehilangan 4 atau lebih gigi dan kurang dari 1% mengalami hipodonsia yang parah yaitu kehilangan 6 atau lebih gigi (Lamour et al, 2005). Kasus yang menunjukkan hipodonsia yang parah adalah berhubungan dengan sesuatu sindroma.16 Hipodonsia dapat didiagnosa apabila kehilangan gigi bukan disebabkan oleh ekstraksi. Shapira et al. (2000) menyatakan bahwa prevalansi agenesis molar tiga pada penderita Down syndrome sangat tinggi (74% penderita berusia diatas 14 tahun).17

2.1.6.2 Mikrodonsia

Mikrodonsia adalah ukuran gigi yang kecil dari ukuran gigi normal.18 Penderita Down syndrome mengalami true generelized microdontia pada gigi permanen (Lowe,1990), tetapi kurang dicatatkan pada gigi desidui (Bell et al., 2001, Kieser et al., 2003). Gambaran klinis mahkota gigi mikrodonsia adalah berbentuk konus, pendek dan kecil (Townsend 1983, 1987). Desai (1997) melaporkan bahwa seluruh gigi berukuran kecil dengan akar yang tumbuh sempurna kecuali molar satu rahang atas dan insisivus rahang bawah. Insisivus lateral yang berbentuk konus(Cheng et al., 2007), insisivus berbentuk sekop dan kaninus yang tipis sering terlihat (Scully, 1976).1


(21)

Mikrodonsia dapat terjadi akibat dari gangguan sewaktu pertumbuhan gigi dan mangakibatkan dental anomaly. Mikrodonsia dibagi atas tiga tipe (Neville et al., 2009, Shafer 1993)18 :

a) True generalized microdontia - Gigi geligi berukuran kecil daripada normal, ianya sangat jarang ditemui, boleh ditemukan pada orang kerdil, Down syndrome dan bermacam penyakit herediter yang lain.

b) Relative generelized microdontia – Gigi geligi yang berukuran normal kelihatan kecil disebabkan oleh makrognasia.

c) Mikrodonsia yang melibatkan hanya satu gigi.

Bargale et al., (2011) mengklasifikasikan mikrodonsia pada satu gigi kepada:18

a) Mikrodonsia pada seluruh satu gigi b) Mikrodonsia pada mahkota gigi c) Mikrodonsia pada akar saja

2.1.6.3 Taurodonsia

Taurodonsia dapat didefinisikan sebagai perubahan pada bentuk gigi disebabkan oleh kegagalan Hertwig’s epithelial shcath diaphragm untuk menginvaginasi arah horizontal yang benar. Karakteristiknya termasuk kamar pulpa yang besar, lantai pulpa mendekati apikal, bifurkasi akar menjauhi cementoenamel junction (CEJ). Salah satu abnormalitas penting pada morfologi gigi adalah taurodonsia. Gambaran klinis taurodonsia kelihatan seperti gigi biasa. Leher dan akar gigi yang tertanam didalam margin alveolar menyebabkan taurodonsia tidak diketahui secara klinis (Terezhalmy et al. 2001, White & Pharoah 2004). Jadi, taurodonsia dapat didiagnosa melalui gambaran radiografi (Durr et al. 1980, Neville et al. 2002). Taurodonsia dilaporkan berhubungan dengan beberapa sindroma dan abnormalitas (Shifman & Buchner 1976, Genc et al. 1999, Yeh & Hsu 1999, Gedik & Cimen 2000). Salah satu sindroma yang berhubung dengan taurodonsia adalah Down syndrome. Jaspers 1981 membuktikan prevalansi taurodonsia pada penderita Down


(22)

syndrome adalah 55%, Bell et al. 1989 - 36%, Alpoz & Eronat 1997 - 66%, dan Rajic & Mestrovic 1998 - 56%.19

Penelitian Mari Eli et al. (2007) mengatakan bahwa taurodonsia adalah dental anomaly yang sering terjadi, 49 penderita Down syndrome dianalisa dan telah diidentifikasi bahwa 42 dari 49 penderita (85.71%) didiagnosa taurodonsia. Taurodosia diklasifikasi kepada 3 kategori:4

a) hipotaurodonsia (ringan) b) mesotaurodonsia (sederhana) c) hipertaurodonsia (parah).

Taurodonsia secara dominan dijumpai pada molar pada rahang bawah (mandibular) dan dikatakan menunjukkan prevalansi yang meningkat pada pasien hipodonsia (Seow dan Lai, 1989).16

2.1.7 Tahap kooperatif Down syndrome

Sebagian anak Down syndrome mempunyai kemampuan kognitif yang rendah, tidak kooperatif sewaktu perawatan dental, tetapi kebanyakannya adalah ramah, ceria, penyayang, dan berperilaku baik.13 Tingkat kooperatif penderita Down syndrome dalam perawatan dental dapat meningkat dengan adanya orang tua atau wali sewaktu perawatan.1

2.2 Radiografi Panoramik

Radiografi dapat membantu dokter gigi mengevaluasi dan mendiagnosa berbagai penyakit oral dan kondisi oral.20 Kasus yang dievaluasi menggunakan radiografi adalah satu tindakan yang bijak dalam perawatan dental karena ia dapat mendukung diagnosa awal serta perawatan setelah patologi terdeteksi.7

Radiografi panoramik adalah radiografi ekstra oral yang dapat menggambarkan daerah yang lebih luas berbanding radiografi intra oral yaitu rahang atas dan rahang bawah dalam satu film.6 Radiografi panoramik adalah efektif dalam mendiagnosa dan merencana perawatan. Status pertumbuhan dental boleh dinilai dengan radiografi panoramik.20 Karakteristik bagi dental anomaly dilihat dari


(23)

radiografi panoramik pada kedua gigi permanen dan gigi desidui.4 Radiografi panoramik memberikan informasi kepada dokter gigi melalui gambaran maksilaris, mandibularis dan gigi geligi. Film panoramik digunakan oleh dokter gigi secara meluas karena gambarannya yang mencakupi semua.21

2.2.1 Indikasi dan kontraindikasi radiografi panoramik

Menurut panduan dari FDA mengenai pemeriksaan radiografi, pada tahun 1997, American Academy of Pediatric Dentistry menegaskan rekomendasinya tentang penggunaan radiografi dalam proses pertumbuhan gigi dan proses fase gigi bercampur dan masa remaja. Rekomendasi ini diikuti dengan pengambilan foto panoramik pada pasien apabila mereka berusia 5-7, 9-12 dan 16-18 tahun.17

Indikasi pengambilan radiografi panoramik adalah22:

• Penilaian perkembangan dan pertumbuhan gigi bercampur serta evaluasi molar ketiga pada gigi anak dan remaja

• Pemeriksaan pada pasien edentulus • Pemeriksaan tulang fasial post trauma • Evaluasi ukuran lesi tulang

Kontraindikasi pengambilan radiografi panoramik adalah20: • Pemeriksaan karies

• Pemeriksaan penyakit periodontal

2.2.2 Kelebihan dan kekurangan radiografi panoramik

Kelebihan radiografi panoramik sebagai berikut6: • Gambar meliputi tulang wajah dan gigi

• Dosis radiasi lebih kecil • Nyaman untuk pasien

• Cocok untuk pasien yang susah membuka mulut • Waktu yang digunakan pendek biasanya 3-4 menit


(24)

• Sangat membantu dalam menerangkan keadaan rongga mulut pada pasien diklinik

• Membantu dalam menegakkan diagnostik yang meliputi tulang rahang secara umum dan evaluasi terhadap trauma, perkembangan gigi geligi pada fase gigi bercampur

• Evaluasi terhadap lesi, keadaan rahang • Evaluasi terhadap gigi terpendam

Kekurangan radiografi panoramik adalah sebagai berikut6:

• Detail gambar yang tampil tidak sebaik periapikal intraoral radiograph

• Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi karies kecil

• Pergerakan pasien selama penyinaran akan menyulitkan dalam interpretasi

Gambar 2. Radiografi panoramik pada penderita Down syndrome. a. Menunjukkan adanya taurodonsia.4

b. Menunjukkan tidak adanya gigi 12 (hipodonsia) dan mikrodonsia pada gigi 15.10

b a


(25)

(26)

2.3 Kerangka teori

Down syndrome

Etiologi

Tipe

Faktor resiko

Radiografi Panoramik

Manifestasi di rongga mulut Indikasi dan kontraindikasi

Hipodonsia

Taurodonsia Mikrodonsia Karakteristik fisik

Kondisi kesehatan oral

Dental anomaly

Tahap kooperatif

Kelebihan dan keuntungan


(27)

2.4 Kerangka konsep

Down syndrome

berusia 12-26

Radiografi panoramik

Prevalensi

dental anomaly


(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa Pembina, Medan dan Laboratorium Klinik Pramita. Waktu penelitian pada bulan Oktober hingga Desember 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah penderita Down syndrome yang berusia 12 tahun keatas di Sekolah Luar Biasa Pembina, Jl Karya Ujung, Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi karena jumlah populasi yang sedikit. Metode pengumpulan sampel menggunakan

total sampling. Kriteria inklusi adalah penderita Down syndrome berusia 12-26 tahun. Kriteria eksklusi adalah penderita Down syndrome yang tidak kooperatif.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas : jenis kelamin

b. Variabel Terkendali : pelajar Down syndrome kooperatif berusia 12-26 tahun


(29)

c. Variabel Tergantung : dental anomaly pada radiograf panoramik d. Variabel Tidak Terkendali : faktor diet, ketinggian dan berat badan

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dan variabel-variabel tersebut adalah:

Variabel Definisi Operasional

Dental anomaly

Kekurangan atau kecacatan pada rongga mulut yang ditinjau menggunakan radiografi panoramik :

• Hipodonsia  Kehilangan gigi kongenital akibat dari anomali pada pertumbuhan individu

• Mikrodonsia  Ukuran gigi yang kecil daripada ukuran gigi normal

• Taurodonsia  Perubahan pada

bentuk gigi berupa kamar pulpa yang besar, lantai pulpa mendekati apikal, bifurkasi akar menjauhi

cementoenamel junction (CEJ)

Down syndrome

Suatu sindroma yang melibatkan kromosom berlebih pada pasangan kromosom 21 yang mempunyai 3 kromosom. Usia Usia sampel pada saat dilakukan radiografi panoramik yang

dihitung sejak ulang tahun terakhir Radiografi

panoramik

Radiografi ekstra oral yang memperlihatkan struktur tulang dan gigi pada rahang atas dan rahang bawah secara keseluruhan.

3.5 Alat dan Bahan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pesawat radiografi panoramik merk Asahi

b. Komputer merk Acer

c. Alat tulis d. Viewer box


(30)

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Lembar pencatatan

3.6 Prosedur Penelitian

a) Mengumpulkan sampel penelitian yang telah diidentifikasi sebagai penderita Down syndrome dengan bantuan guru Sekolah Luar Biasa Pembina Medan dan juga orang tua sampel dan diperkuat dengan seleksi secara klinis oleh peneliti (Gambar 3).

b) Memberikan inform consent kepada orang tua subjek penelitian, setelah orang tua subjek setuju, maka dilakukan teknik Tell Show Do sebelum subjek dibawa untuk pengambilan radiografi panoramik.

c) Kemudian melakukan pengambilan radiografi pada sampel yang memenuhi kriteria inklusi di Laboratorium Klinik Pramita.

d) Mengidentifikasi dental anomaly (hipodonsia, mikrodonsia dan taurodonsia) yang terdapat pada hasil radiograf (Gambar 4).

e) Mencatat dental anomaly yang telah diidentifikasi. f) Melakukan pengolahan data dan membuat kesimpulan.

Gambar 3. Kriteria penderita Down syndrome. a) Lipatan Simian b) Mulut agak terbuka c) Jari yang pendek

a

b c


(31)

Gambar 4. Radiograf panoramik yang menunjukkan dental anomaly a) Hipodonsia (gigi 12,32) b) Mikrodonsia (gigi 31,32,41) c) Taurodonsia (gigi 34,35,36)

a

b


(32)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan data

a. Identifying, yaitu mengenal pasti hasil penelitian yang telah diperoleh b. Entry data, yaitu kegiatan memasukkan data dalam komputer untuk dilakukan analisa dengan uji statistik deskriptif dengan menyajikan data dalam bentuk frekuensi dan persentase

c. Tabulating, yaitu proses menghitung setiap variabel berdasarkan kategori yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian

3.7.2 Analisa data

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah jumlah dental anomaly

dirongga mulut berupa hipodonsia, mikrodonsia, dan taurodonsia. Selanjutnya untuk menentukan besarnya insiden dental anomaly tersebut, dilakukan perhitungan persentase dengan uji statistik deskriptif.

3.8 Ethical Clearance

Mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional. Persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan bidang kesehatan nomor: 505/KOMET/FK USU/2014.


(33)

BAB 4

HASIL

Penelitian ini dilakukan pada penderita Down syndrome yang ada di Sekolah Luar Biasa Pembina, Medan. Sebanyak 12 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan radiografi panoramik di Laboratorium Klinik Pramita.

4.1 Prevalensi Hipodonsia

Pada 12 sampel yang diobservasi radiograf panoramiknya didapatkan hipodonsia terjadi pada tiga sampel dan melibatkan tiga gigi (Tabel 2).

Tabel 2. Data statistik hipodonsia

Sampel Jumlah Gigi Permanen dan Desidui

Frekuensi Hipodonsia

1 24 0

2 22 0

3 27 0

4 24 1

5 23 0

6 23 1

7 28 0

8 23 1

9 27 0

10 24 0

11 26 0

12 28 0

TOTAL 299 3

Distribusi gigi permanen penderita Down syndrome yang mengalami hipodonsia dijumpai bervariasi yaitu pada gigi insisivus lateral maksilaris dan gigi insisivus lateral mandibular (Tabel 3).


(34)

Tabel 3. Distribusi gigi permanen yang mengalami hipodonsia

Hipodonsia Jumlah Persentase (%)

Insisivus lateral (maksilaris)

1 33.33

Insisivus lateral (mandibular)

2 66.67

TOTAL 3 100

4.2 Prevalensi Mikrodonsia

Mikrodonsia terlihat pada sembilan sampel dan melibatkan 54 gigi (Tabel 4).

Tabel 4. Data statistik mikrodonsia

Sampel Jumlah Gigi Permanen dan Desidui

Frekuensi Mikrodonsia

1 24 0

2 22 10

3 27 10

4 24 0

5 23 12

6 23 3

7 28 3

8 23 0

9 27 10

10 24 2

11 26 2

12 28 2

TOTAL 299 54

Distribusi gigi desidui penderita Down syndrome yang mengalami mikrodonsia dijumpai bervariasi dari gigi insisivus sentralis rahang atas hingga molar satu rahang atas (Tabel 5).


(35)

Tabel 5. Distribusi gigi desidui yang mengalami mikrodonsia

Mikrodonsia Jumlah Persentase (%)

Insisivus sentralis (Mandibular)

2 3.70

Insisivus lateralis (Maksilaris)

2 3.70

Insisivus lateralis (Mandibular)

2 3.70

Kaninus (Maksilaris) 1 1.85

Kaninus (Mandibular) 2 3.70

Molar satu (Maksilaris) 1 1.85

TOTAL 10 18.50

Distribusi gigi permanen penderita Down syndrome yang mengalami mikrodonsia dijumpai bervariasi dari gigi insisivus sentralis rahang atas hingga premolar dua rahang bawah (Tabel 6).

Tabel 6. Data statistik distribusi gigi yang mengalami mikrodonsia (permanen)

Mikrodonsia Jumlah Persentase (%)

Insisivus sentralis (Maksilaris)

4 7.41

Insisivus sentralis (Mandibular)

15 27.78

Insisivus lateralis (Maksilaris)

3 5.56

Insisivus lateralis (Mandibular)

8 14.81

Kaninus (Maksilaris) 1 1.85

Kaninus (Mandibular) 5 9.26

Premolar satu (Maksilaris) 2 3.70

Premolar satu(Mandibularis) 2 3.70

Premolar dua (Maksilaris) 3 5.56

Premolar dua (Mandibularis) 1 1.85


(36)

4.3 Prevalensi Taurodonsia

Taurodonsia terlihat pada kesemua sampel dan melibatkan 61 gigi (Tabel 7).

Tabel 7. Data statistik taurodonsia

Sampel Jumlah Gigi Permanen dan Desidui

Frekuensi Taurodonsia

1 24 4

2 22 1

3 27 8

4 24 2

5 23 8

6 23 6

7 28 10

8 23 6

9 27 3

10 24 2

11 26 3

12 28 8

TOTAL 299 61

Distribusi gigi desidui penderita Down syndrome yang mengalami taurodonsia adalah pada pada gigi molar satu rahang bawah (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi gigi desidui yang mengalami taurodonsia

Taurodonsia Jumlah Persentase (%)

Molar satu desidui (Mandibular)

2 3.28

TOTAL 2 3.28

Distribusi gigi permanen penderita Down syndrome yang mengalami taurodonsia dijumpai bervariasi dari gigi insisivus sentralis rahang atas hingga gigi molar dua rahang bawah (Tabel 9).


(37)

Tabel 9. Distribusi gigi permanen yang mengalami taurodonsia

Taurodonsia Jumlah Persentase (%)

Insisivus sentralis (Maksilaris)

5 8.20

Insisivus lateralis (Maksilaris)

2 3.28

Kaninus (Maksilaris)

1 1.64

Kaninus (Mandibular)

3 4.92

Premolar satu (Maksilaris)

2 3.28

Premolar satu (Mandibularis)

3 4.92

Premolar dua (Maksilaris)

1 1.64

Premolar dua (Mandibularis)

5 8.20

Molar satu (Maksilaris)

14 22.95

Molar satu (Mandibularis)

13 21.31

Molar dua (Maksilaris)

5 8.20

Molar dua (Mandibularis)

5 8.20


(38)

4.4 Prevalensi Hipodonsia, Mikrodonsia dan Taurodonsia pada penderita Down syndrome

Dental anomaly yang terlihat menggunakan radiografi panoramik pada penderita Down syndrome adalah hipodonsia, mikrodonsia dan taurodonsia yang melibatkan 118 gigi dari 299 gigi (Tabel 10).

Tabel 10. Persentase hipodonsia, mikrodonsia dan taurodonsia pada penderita Down syndrome

Dental anomaly Penderita Down syndrome

Jumlah gigi Persentase (%)

Hipodonsia 3 1.00

Mikrodonsia 54 18.06

Taurodonsia 61 20.40

Lain-lain 181 60.54


(39)

BAB 5

PEMBAHASAN

Sampel pada penelitian ini adalah penderita Down syndrome di Sekolah Luar Biasa Pembina yang berada di Jl. Karya Ujung yaitu. Sampel penelitian pertama kali diidentifikasi dengan bantuan guru sekolah dan orang tua serta dilihat lagi melalui gambaran klinis seorang penderita Down syndrome, seperti lipatan Simian pada telapak tangan, lidah yang mengalami makroglosia dan strabismus pada mata. Kemudian sampel yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan foto rontgen panoramik untuk mengetahui adanya dental anomaly, seperti hipodonsia, mikrodonsia, dan taurodonsia.

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 12 orang atau sebanyak 299 gigi. Hasil penelitian pada penderita Down syndrome di Sekolah Luar Biasa Pembina Medan menunjukkan bahwa prevalansi dental anomaly tertinggi adalah taurodonsia, setelah itu mikrodonsia dan selanjutnya hipodonsia.

Pada penelitian ini, taurodonsia paling banyak yang terdapat pada gigi geligi penderita Down syndrome dengan hasil persentase 20.40% atau sebanyak 61 gigi. Gigi molar satu permanen rahang atas adalah gigi yang paling sering terjadi taurodonsia dengan hasil persentase 22.95% yaitu sebanyak 14 gigi, dan gigi molar satu rahang bawah dengan hasil persentase 21.31% yaitu sebanyak 13 gigi. Mellara T S et al (2011) mengatakan bahwa taurodonsia adalah dental anomaly yang biasanya terjadi pada penderita Down syndrome disebabkan oleh kurangnya aktivitas mitotik sel pada perkembangan pertumbuhan gigi geligi.3 Taurodonsia ditandai dengan pembesaran kamar pulpayang bisa terlihat dari radiografi panoramik. 19

Hasil ini sesuai dengan penelitian Moraes MEL et al (2007) yang mendapatkan hasil bahwa frekuensi terjadinya taurodonsia pada Down syndrome

paling tinggi dengan persentase 85.71%.4 Berbeda dengan hasil penelitian, Park et al


(40)

sering terkena taurodonsia pada pasien non-sindromik di Korea.19 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor sindromik pada individu Down syndrome.

Penelitian ini membuktikan bahwa mikrodonsia adalah dental anomaly kedua tertinggi yang terjadi pada penderita Down syndrome dengan hasil persentase 18.06% yaitu sebanyak 54 gigi. Gigi yang paling banyak terkena mikrodonsia adalah gigi insisivus sentralis permanen rahang bawah dengan hasil persentase 27.78% yaitu 15 dari 54 gigi, dan insisivus lateralis rahang bawah dengan hasil persentase 14.81% yaitu 8 dari 54 gigi. Mikrodonsia pada gigi desidui atau permanen ditandai dengan diameter gigi yang kecil atau berbentuk ”peg shape”.18

Hasil ini sesuai dengan penelitian Mellara T S et al (2011) yang juga mendapati mikrodonsia sebagai dental anomaly kedua tertinggi pada penderita Down syndrome dengan persentase 9.4%. Berbeda dengan hasil penelitian, Gupta S et al

(2012) menyatakan bahwa mikrodonsia lebih sering terjadi pada gigi-geligi rahang atas dibandingkan rahang bawah.23 Ini mungkin ada hubungannya dengan faktor penyebab terjadinya mikrodonsia. Faktor genetik dan faktor lingkungan dapat menyebabkan terjadinya mikrodonsia.23 Penelitian sebelumnya dilakukan di negara lain, terjadi mungkin karena faktor lingkungan yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi terjadinya mikrodonsia. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada penderita Down syndrome yang tidak diketahui sejarah genetiknya sehingga mungkin mengalami dan mempengaruhi terjadinya mikrodonsia.

Hasil penelitian ini membuktikan hipodonsia adalah dental anomaly yang paling rendah didapatkan pada penderita Down syndrome dengan hasil persentase 1.00% yaitu sebanyak 3 gigi. Dua diantaranya adalah gigi insisivus lateral pada rahang bawah yaitu 66.67% dan satu pada gigi insisivus lateral rahang atas yaitu 33.33%.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Mellara TS et al (2011) yang mendapatkan hasil bahwa hipodonsia adalah anomali tertinggi pada penderita Down syndrome di Brazil dengan persentase 35.4%. Bagaimanapun, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mellara TS et al (2011) yang mengatakan bahwa hipodonsia sering terjadi pada gigi insisivus lateral rahang atas dan rahang bawah.3


(41)

Menurut Kotecha S (2011), usia, perbedaan suku dan genetik adalah faktor yang mempengaruhi prevalensi terjadinya hipodonsia. Prevalensi hipodonsia pada gigi permanen remaja lebih rendah dibandingkan gigi orang dewasa.16 Penelitian ini dilakukan pada sampel berusia rata-rata 12 tahun sedangkan penelitian Mellara T S et al dilakukan pada sampel berusia rata-rata 20 tahun. Prevalensi hipodonsia pada suku Asia lebih rendah dibandingkan dengan suku Timur Tengah dan Inggris.16 Penelitian Mellara T S et al dilakukan pada suku Amerika Latin dan suku Asia. Prevalensi hipodonsia lebih tinggi pada individu yang mempunyai saudara atau orang tua yang mengalami hipodonsia dengan persentase 50% dibandingkan dengan individu normal dengan persentase 6%.16 Pada penelitian ini, dilakukan pemeriksaan pada sampel tanpa mempertimbangkan faktor lingkungan dan genetik yang mungkin dapat mempengaruhi kondisi dental anomaly pada penderita Down syndrome.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah prevalensi beberapa dental anomaly pada penderita Down syndrome usia 12-26 tahun dengan jumlah sampel 12 atau sebanyak 299 gigi adalah :

1) Taurodonsia : 12 sampel dengan jumlah gigi 61 (20.40%) 2) Mikrodonsia : 9 sampel dengan jumlah gigi 54 (18.06%) 3) Hipodonsia : 3 sampel dengan jumlah gigi 3 (1.00%)

6.2 Saran

1. Diharapkan adanya penelitian yang sama pada sekolah luar biasa yang berbeda.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. H.W. Cheng R, Yiu C K Y, Leung W.K ed. Prenatal Diagnosis and Screening for Down Syndrome. China: In Tech. 2011: 63-71

2. Kawanto F H, Soedjatmiko, Hendarto A. Paediatrica Indonesiana 2012; Vol 52 No 4: 199

3. Mellara T S, Pardini L C, Nelson-Filho P et al. Occurence of hypodontia, supernumerary teeth and dental anomalies in Brazilian individuals with Down Syndrome. Journal od Disability and Oral Health 2011; Vol 12 No 1: 31-4 4. Moraes M E L, Moraes L C, Dotto G N et al. Dental Anomalies in Patients

with Down Syndrome. Braz Dent J 2007; Vol 18 No 4: 346-50

5. RadiologyInfo.org. Panoramic Dental X-ray. 2012.

. 16

August 2014

6. Boel T. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik. 2012. Indonesia: USU Press. 2012: 56

7. Jose M, Varghese J. Panoramic Radiograph a Valuable Diagnostic Tool in Dental Practice-Report of Three Cases. International Journal of Dental Clinics 2011; Vol 3: 47-8

8. Southern Assosiation of Institutional Dentists.

2014

9. Carlifornia Department of Public Health. Down Syndrome. 2009.

10.Faria F G, Lauria R A, Bittencourt M A V. Dental and Skeletal Characteristic of Patients with Down Syndrome. Clinico. 2010;

11.Bagnal S, Gough N. Down Syndrome. 2012.


(44)

12.Rachidi M, Lopes C. Molecular Mechanism of Mental Retard in Down Syndrome. United States: Nova Science Publishers. 2008: 23

13.McDonald R E, Avery D R, Dean J A. Dentistry for the Child and Adolescent. 8th Edition. United States: Mosby, 2004: 192,194

14.Chhabra N, Goswami M, Chhabra A. Genetic Basis of Dental Agenesis – Molecular Genetics Patterning Clinical Dentistry. Journal Section: Oral Medicine and Pathology 2014; Vol 19 No 2: 112, 115-6

15.Pemberton T J, Das P, Patel P I. Hypodontia: Genetics and Future Perspectives. Braz J Oral 2005; Vol 4 No 3: 698, 700

16.Kotecha S. The Impact of Hypodontia on The Oral Health-Related Quality of Life in Children. Master of Philosophy: Birmingham: University of Birmingham, 2011: 5,8,11

17.Farman A G. Panoramic Radiologic Appraisal of Anomalies of Dentition: Chapter #1. Panoramic Imaging News 2003; Vol 3:

18.Malleshi S N, Basappa S, Negi S et al. The Unusual Peg Shaped Mandibular Central Incisor-Report of Two Cases. Journal of Research and Practice in Dentistry 2014; Vol 2014 No 2014: 1,4

19.Jafarzadeh H, Azarpazhooh A, Mayhall J T. Taurodontism: A Review of The Condition and Endodontic Treatment Challenges. International Endodontic Journal 2008; Vol 41: 375,377,382

20.American Dental Association. Dental Radiographic Examinations; Recommendations for Patient Selection and Limiting Radiation Exposure. United States. 2012: 1-2

21.Anynomous. What Parents Should Know about the Safety of Dental Radiology.

. 16


(45)

22.Scarfe W C, Williamson G F. Practical Panoramic Radiography. 2007.

23.Gupta S, Garg K N, Gupta O.P et al. Non Syndromic True Localized Microdontia of Permanent Central Incisor – A Case Report. Indian Journal of Dental Sciences 2012; Vol 4: 964-65


(46)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK/WAKIL CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Bapak/Ibu.

Perkenalkan nama saya Nursyuhada Binti Che Azimi. Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi dan saat ini saya sedang menjalani penelitian pada individu

Down Syndrome di kota Medan. Saya ingin memberitahukan kepada Bapak/ibu bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Manifestasi Down

Syndrome terhadap Dental Anomali Menggunakan Radiografi Panoramik pada

Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala-gejala Down Syndrome yang muncul di rongga mulut berdasarkan radiografi panoramik. Manfaat dari penelitian ini adalah gejala-gejala yang terdapat pada subjek penelitian dapat dirawat dan dijadikan acuan untuk tenaga medis dalam merawat kelainan yang terdapat pada rongga mulut penderita Down Syndrome.

Bapak/ibu, kegunaan radiografi panoramik pada pemeriksaan rongga mulut sangat diperlukan karena dapat menggambarkan jaringan keras pada rahang atas dan rahang bawah. Radiografi panoramik tidak berbahaya terhadap subjek penelitian dan dapat digunakan untuk mendeteksi gejala-gejala pada rongga mulut yang tidak dapat dideteksi secara klinis. Pengambilan radiografi panoramik ini tidak akan menimbulkan rasa sakit pada subjek penelitian.

Pertama, saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu dan anak Bapak/Ibu yang menderita Down Syndrome. Setelah itu, saya akan melakukan simulasi tentang apa saja yang akan dilakukan sepanjang pengambilan radiografi panoramik dan kemudian akan saya lanjutkan membawa subjek penelitian untuk pengambilan radiografi panoramik di Laboratorium Klinik Pramita. Pengambilan radiografi ini hanya membutuhkan waktu kira-kira 2 menit. Seluruh biaya pengambilan radiografi panoramik ini akan ditanggung sepenuhnya oleh saya sebagai peneliti.


(47)

Tidak ada resiko yang akan timbul dari penelitian ini karena dosis radiografi panoramik ini adalah 0.02mSv (rendah). Partisipasi Bapak/Ibu serta anak Bapak/Ibu dalam penelitian ini tidak dikenakan biaya serta tidak akan menimbulkan masalah atau komplikasi. Apabila ada keluhan di kemudian hari yang disebabkan oleh penelitian ini, maka dapat menghubungi saya di :

Alamat : Kompleks Tasbi Blok B Nomor Hp : 087869574279

Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu serta anak Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,


(48)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN

Setelah mendengar semua keterangan tentang keuntungan, risiko dan hak-hak anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul :

“Manifestasi Down Syndrome pada Rongga Mulut Menggunakan Radiografi

Panoramik pada Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan”

Maka saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ... Nama Anak : ... Alamat : ... Telepon/Hp : ...

dengan penuh kesedaran atau tanpa paksaan bersedia membenarkan anak saya berpartisipasi dalam penelitian tersebut diatas. Saya berhak mengundurkan diri kapan saja apabila saya atau anak saya merasa keberatan.

Medan,...2014

Yang menyetujui, Orang Tua Subjek Penelitian


(49)

Lampiran 3

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No Kegiatan Waktu Penelitian

Agustus September Oktober November Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusunan

proposal 2 Seminar proposal 3 Persiapan

lapangan 4 Pengumpulan

data

5 Pengolahan dan analisis

data 6 Penyusunan


(50)

Lampiran 4

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

“Manifestasi Down Syndrome Terhadap Dental Anomali Menggunakan Radiografi Panoramik Pada Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan”

Besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini sebesar Rp 3.451.000,- dengan rincian sebagai berikut:

1. Radiografi panoramik 12 lembar @Rp.112.000,- Rp

1.344.000,-2. Transportasi

- Rental mobil Rp

1.000.000,-- Taksi Rp

300.000,-3. Bahan ATK

- Kertas HVS Kuarto 2 rim @Rp. 30.000,- Rp 60.000,-- Kertas HVS A4 2 rim @Rp. 30.000,- Rp 60.000,-- Tinta Printer 4 kotak @Rp. 20.000,- Rp 80.000,-4. Biaya Literatur

- Internet Rp

100.000,-- Fotokopi Rp

7.000,-5. Penjilidan Rp

100.000,-6. Kegiatan Lapangan (Rekam Medis) Rp 100.000,-7. Tanda terimakasih Rp 300.000,-

Rp


(51)

Lampiran 5

LEMBAR HASIL DENTAL ANOMALI PADA SAMPEL

NAMA JENIS

KELAMIN

UMUR (TAHUN)

DENTAL ANOMALI JUMLA

H GIGI

H M T

Rizki L 12 - - 4 24

Riko Setiawan L 12 - 10 1 22

Rico L 12 - 10 8 27

Amanda P 12 1 - 2 24

Damia Arsya Putri P 12 - 12 8 23

Intan Purwanti P 12 1 3 6 23

Reza Hanip Maulana L 13 - 3 10 28

Amanda Shakila P 12 1 - 6 23

M. Riadi Fahrenza L 12 - 10 3 27

Ahmad Dhanu L 13 - 2 2 24

Siti Azizah P 12 - 2 3 26

Nadia P 12 - 2 8 28

Petunjuk : L – Laki-laki P – Perempuan H – Hipodonsia M – Mikrodonsia T – Taurodonsia


(52)

(53)

Lampiran 7

CURRICULUM VITAE

Riwayat Peneliti

Nama : Nursyuhada Binti Che Azimi

Tempat dan Tanggal lahir : Kuala Lumpur, 18 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : Pertama dari 4(empat) bersaudara

Alamat : Tasbi, Medan

Alamat e-mail :

Riwayat Pendidikan

1996 – 2001 : Menjalani pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Kebangsaan Taman Nirwana, Malaysia.

2002 – 2006 : Menjalani pendidikan Sekolah Menengah di Sekolah Menengah Pandan Jaya, Malaysia. 2007 – 2009 : Menjalani pendidikan Cambridge A-Levels di

Mahsa College, Malaysia.

2009 – 2011 : Menjalani pendidikan Pre-Dental di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

2011 – sekarang : Menjalani Program Sarjana-1 Pendidikan Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(1)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN

Setelah mendengar semua keterangan tentang keuntungan, risiko dan hak-hak anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul :

“Manifestasi Down Syndrome pada Rongga Mulut Menggunakan Radiografi Panoramik pada Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan”

Maka saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ... Nama Anak : ... Alamat : ... Telepon/Hp : ...

dengan penuh kesedaran atau tanpa paksaan bersedia membenarkan anak saya berpartisipasi dalam penelitian tersebut diatas. Saya berhak mengundurkan diri kapan saja apabila saya atau anak saya merasa keberatan.

Medan,...2014

Yang menyetujui, Orang Tua Subjek Penelitian


(2)

Lampiran 3

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No Kegiatan Waktu Penelitian

Agustus September Oktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusunan

proposal 2 Seminar proposal 3 Persiapan

lapangan 4 Pengumpulan

data

5 Pengolahan dan analisis

data 6 Penyusunan


(3)

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

“Manifestasi Down Syndrome Terhadap Dental Anomali Menggunakan Radiografi Panoramik Pada Pelajar Sekolah Luar Biasa Pembina Medan”

Besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini sebesar Rp 3.451.000,- dengan rincian sebagai berikut:

1. Radiografi panoramik 12 lembar @Rp.112.000,- Rp

1.344.000,-2. Transportasi

- Rental mobil Rp

1.000.000,-- Taksi Rp

300.000,-3. Bahan ATK

- Kertas HVS Kuarto 2 rim @Rp. 30.000,- Rp 60.000,-- Kertas HVS A4 2 rim @Rp. 30.000,- Rp 60.000,-- Tinta Printer 4 kotak @Rp. 20.000,- Rp 80.000,-4. Biaya Literatur

- Internet Rp

100.000,-- Fotokopi Rp

7.000,-5. Penjilidan Rp

100.000,-6. Kegiatan Lapangan (Rekam Medis) Rp 100.000,-7. Tanda terimakasih Rp 300.000,-

Rp


(4)

Lampiran 5

LEMBAR HASIL DENTAL ANOMALI PADA SAMPEL

NAMA JENIS

KELAMIN

UMUR (TAHUN)

DENTAL ANOMALI JUMLA

H GIGI

H M T

Rizki L 12 - - 4 24

Riko Setiawan L 12 - 10 1 22

Rico L 12 - 10 8 27

Amanda P 12 1 - 2 24

Damia Arsya Putri P 12 - 12 8 23

Intan Purwanti P 12 1 3 6 23

Reza Hanip Maulana L 13 - 3 10 28

Amanda Shakila P 12 1 - 6 23

M. Riadi Fahrenza L 12 - 10 3 27

Ahmad Dhanu L 13 - 2 2 24

Siti Azizah P 12 - 2 3 26

Nadia P 12 - 2 8 28

Petunjuk : L – Laki-laki P – Perempuan H – Hipodonsia M – Mikrodonsia T – Taurodonsia


(5)

(6)

Lampiran 7

CURRICULUM VITAE

Riwayat Peneliti

Nama : Nursyuhada Binti Che Azimi

Tempat dan Tanggal lahir : Kuala Lumpur, 18 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : Pertama dari 4(empat) bersaudara

Alamat : Tasbi, Medan

Alamat e-mail :

Riwayat Pendidikan

1996 – 2001 : Menjalani pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Kebangsaan Taman Nirwana, Malaysia.

2002 – 2006 : Menjalani pendidikan Sekolah Menengah di Sekolah Menengah Pandan Jaya, Malaysia. 2007 – 2009 : Menjalani pendidikan Cambridge A-Levels di

Mahsa College, Malaysia.

2009 – 2011 : Menjalani pendidikan Pre-Dental di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

2011 – sekarang : Menjalani Program Sarjana-1 Pendidikan Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.