IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG.

(1)

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA

PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

oleh

Endang Setia Permana NIM 1004990

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Identifikasi Dan Asesmen Hambatan Belajar

Matematika Pada Peserta Didik Kelas VII Di

Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif SMP

BPPI Baleendah Kabupaten Bandung

Oleh

Endang Setia Permana S.Pd Universitas Terbuka, 2000

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Endang Setia Permana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ……… ii

ABSTRACT ………. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

DAFTAR ISI ……… vii DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN ……….1

A. Latar Belakang Penelitian ………1

B. Perumusan Masalah………..………7

C. Tujuan Penelitian ……….8

D. Manfaat Penelitian………8

E. Struktur Organisasi Tesis ……….9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 11

A. Problema Belajar Matematika…….………..11

B. Pembelajaran Matematika ………27

C. Pendidikan Inklusif ………..32

D. Hambatan Belajar Matematika ……….34

E. Peserta Didik yang Mengalami Hambatan Belajar Matematika42 F. Identifikasi dan Asesmen Hambatan Belajar Matematika …...53.

G. Penelitian yang Relevan ………...57

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ……….…60

B. Subjek Penelitian ……….61


(5)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Desain dan Prosedur Penelitian ……….…67

D. Definisi Operasional ……….….77

E. Instrumen Penelitian ………..88

F. Teknik Pengumpulan Data ………95

G. Teknik Analisis Data ……….97

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………99

A. Hasil Penelitian ……….99

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………184

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...190

A. Simpulan………190

B. Saran ……….……….…...193

DAFTAR PUSTAKA ………195

LAMPIRAN ……….………..198

viii


(6)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Tiga System Penempatan Anak Berkesulitan Belajar

Matematika ………50

Tabel 3.1 Distribusi Subyek Penelitian dari Tiap Kelas ………61

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Sikap Belajar Matematika …………89

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Motivasi Belajar Matematika ……...90

Tabel 3.4 Statemen yang dimodifikasi A-selftest Math Anxiety ………. 91

Tabel 3.5 Tes Kecemasan Matematika ………92

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrument Wawancara ………..94

Tabel 4.1 Tabel Jenis Dukungan Sikap Belajar Matematika ……….102

Tabel 4.2 Pernyataan Skala Sikap ………..102

Tabel 4.3 Rekapitulasi data skala sikap responden ………103

Tabel 4.4 Rekap Respon Pernyataan Per Item ………...105

Tabel 4.5 Penskoran Respon Skala Sikap Belajar Matematika………..105

Tabel 4.6 Responden Skala Sikap Belajar Matematika Yang Disusun Berdasarkan Sekore Terbesar Ke Yang Terkecil ………...107

Tabel 4.7 Rekapitulasi Skore Sikap Favorabel dan Unfavorabel …………..109

Tabel 4.8 Rekap Skore Skala Sikap ………...109

Tabel 4.8 Sebaran Respon Jawaban Item No.1 ……….113

Tabel 4.9 Sebaran Respon Jawaban Item No.2 ……….113

Tabel 4.10 Sebaran Respon Jawaban Item No.3 ……….114

Tabel 4.11 Sebaran Respon Jawaban Item No.4 ………114 ix


(7)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.12 Sebaran Respon Jawaban Item No.5 ………115

Tabel 4.13 Sebaran Sikap Setuju Terhadap Lima Item Favorable …………..115

Tabel 4.14 Peringkat Pernyataan Favorable Berdasarkan Persentase Setuju...116

Tabel 4.15 Sebaran Respon Jawaban Item No.6 ………117

Tabel 4.16 Sebaran Respon Jawaban Item No.7 ………117

Tabel 4.17 Sebaran Respon Jawaban Item No.8 ………118

Tabel 4.18 Sebaran Respon Jawaban Item No.9 ………119

Tabel 4.19 Sebaran Respon Jawaban Item No.10 ……….….119

Tabel 4.20 Sebaran Sikap Tidak Setuju Terhadap Lima Item Unfavorabel ...120

Tabel 4.21 Peringkat Pernyataan Unfavorable Berdasarkan Persentase Tidak Setuju ……….120

Tabel 4.22 Skore Favorable dan Unfavorable Responden ………..122

Tabel 4.23 Contoh Respon Hasil Dua Responden Dengan Skore yang Sama.124 Tabel 4.24 Entri Respon Hasil Dua Responden Dengan Skore yang Sama …124 Tabel 4.23 Rekap Skore Skala Sikap Belajar Matematika Responden ………127

Tabel 4.24 Ruang Lingkup, Indikator dan Pernyataan Skala Motivasi ………129

Tabel 4.25 Rekap data responden Skala motivasi belajar matematika ……….131

Tabel 4.26 Tabel Jenis Pernyataan Skala Motivasi Belajar Matematika …….133

Tabel 4.27 Rekap skore responden Skala motivasi belajar matematika ……...133 Tabel 4.28 Rekap Skore Seluruh Item Skala Motivasi ……….135

Tabel 4.29 Skala Pengelompokkan Skore Motivasi ……….135

Tabel 4.30 Daftar Skala Motivasi Belajar Matematika Per Responden ……...136 x


(8)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.31 Pernyataan Instrumen Kecemasan ………143 Tabel 4.32 Data Mentah Skala Kecemasan ……….143 Tabel 4.33 Tabel Indeks Kemasan Per Responden ……….145 Tabel 4.34 Data Rekap Responden Berdasarkan Katagori Kecemasan

Matematika ………147

Tabel 4.35 Sebaran Respon Skala Kecemasan ………149 Tabel 4.36 Tabel Indeks Pernyataan Instrumen Skala Kecemasan ………….150 Tabel 4.37 Tabel Indeks Pernyataan Instrumen Sakal Kecemasan Yang Telah Diurutkan Berdasarkan Indeks ………..151 Tabel 4.38 Indeks Kecemasan Responden Yang Telah Diurutkan …………152 Tabel 4.39 Perbandingan Indeks Kecemasan Dua Responden Yang Memiliki

Nilai Indeks Sama ……….154

Tabel 4.40 Data Kecemasan Per Individual ………156 Tabel 4.41 Pengelompokkan Soal Kemampuan Dasar ………160 Tabel 4.42 Hasil Pengolahan Tes Kemampuan Matematika Dasar ………….161 Tabel 4.43 Rekap Rata-Rata Penguasaan Materi ……….165 Tabel 4.44 Indeks Kesipan dan Kecakapan (Per Sub Materi ) ………166 Tabel 4.46 Tabel Indeks Kesiapan dan Kecakapan (Kelompok Materi) …….170

Tabel 4.47 Tabel Indeks Kelompok Materi Atas Nama Fajar R.A…………...171 Tabel 4.48 Data Gabungan Keempat Indeks Hambatan Belajar Matematika ..174 Tabel 4.49 Data Indeks Gabungan Hambatan Belajar Matematika …………..177 Tabel 4.50 Data Terurut Indeks Gabungan Yang Telah Diurutkan …………..180


(9)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Pemilihan Subjek ………64

Gambar 3.2 Tahapan Terperinci Desain Penelitian ………..68

Gambar 4.1 Gambar Skala Kontinum Sikap Belajar Matematika ………..110

Gambar 4.2 Gambar Skala Kontinum dalam Indeks (Bilangan Desimal) Sikap Belajar Matematika ……….110

Gambar 4.3 Gambar Skala Kontinum Dalam Indeks (Bilangan %) Sikap Belajar Matematika ………..111

Gambar 4.4 Posisi Sikap Dari Seluruh Respon ………..112

Gambar 4.5 Diagram Radar Skala Siap Responden ………...125

Gambar 4.6 Diagram Batang Skore Skala Sikap Responden ………126

Gambar 4.7 Sebaran Skala Sikap Dari Seluruh Resonden ……….128

Gambar 4.8 Diagram Batang Proporsi Responden Skala Sikap Belajar Matematika ……….128

Gambar 4.9.a Diagram Radar Profil Skala Motivasi Responden ……….139

Gambar 4.9b Diagram Batang Profil Skala Motivasi Per Aspeknya …………...139

Gambar 4.9c Diagram Radar Aspek Motivasi ……….140

Gambar 4.10a Diagram Radar Profil Skala Motivasi Responden ………140

Gambar 4.10b Diagram Batang Profil Skala Motivasi Per Aspeknya …………...141

Gambar 4.10c Diagram Radar Aspek Motivasi ……….142

Gambar 4.11 Banyaknya Responden Kecemasan Matematika Berdasarkan Katagori ……….148


(10)

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 4.12 Grafik Radar (Profil Kecemasan ) Dua Responden Dengan

Indek Yang Sama ………155

Gambar 4.13 Profil Kecemasan Dimas M ………156

Gambar 4.14 Tampilan MS Excel Pada Sheet ke-1 (Instrumen) ………..157

Gambar 4.15 Tampilan MS Excel Pada Sheet ke-2 (Profil Grafik) ….……….158

Gambar 4.16 Lembar Kerja Tes Keberfungsian Mata ………..168

Gambar 4.17 Kesalahan Menulis Bilangan oleh Sugiana ………169

Gambar 4.18 Kesalahan Menulis Bilangan oleh Nanda ………...169

Gambar 4.19 Komparasi Indeks ………171

Gambar 4.20 Komparasi Indeks Fajar ………...177


(11)

1

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Setiap anak tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda dan dengan jalan/cara yang berbeda pula. Sebagai contoh kita tidak semuanya belajar berjalan atau berbicara pada usia yang sama (Kay Mathieson, 2007 ).

Sekolah merupakan salah satu lembaga yang berperan dalam mentransformasi nilai-nilai, budaya dan pengetahuan antar generasi maupun inter generasi dalam menyiapkan seorang anak memasuki pengenalan literasi dan numerasi.

Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat (1): “ Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ”.

Maka implikasi regulasi ini dapat menjadi dorongan moral bagi guru dalam mengaplikasikan pembelajaran yang bermutu bagi semua peserta didik di sekolah. Yaitu pembelajaran yang mampu memberi layanan yang ramah yang mengakui adanya keragaman peserta didik.

Pendidikan bermutu tiada lain bagaimana sebuah institusi pendidikan mampu dan mau secara bertanggungjawab melalui pemberdayaan komponennya dalam menyiapkan setiap peserta didik membangun kesiapan , kecakapan dan kecukupan dalam transisi belajar sepanjang hayat untuk mencapai kematangan perkembangannya.

Tantangan ini sejalan dengan kehadiran layanan pendidikan inklusif yang mengusung paradigma nilai –nilai inklusivitas dengan konsep sekolah ramah bagi


(12)

2

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

semua tanpa diskriminatif membuka lebar keluasan dan kedinian aksebilitas pengenyaman pendidikan. Nilai inklusivitas mendorong guru dalam praktek-praktek pembelajaran yang mengasah kepekaan dan kegigihan guru-guru untuk mewaspadai terjadinya peserta didik yang mengalami resiko belajar. Guru perlu dilatihkan ketajaman intuisinya untuk memahami problematika belajar yang terjadi di kelas sebagai akibat adanya keragaman peserta didik .

Problematika belajar sering dihubungkan dengan kemampuan numerasi peserta didik saat belajar matematika di kelas pada setiap jenjang pendidikan. Misalnya situasi pada jenjang pendidikan SMP dengan ilustrasi berikut. Pada suatu hari, kami (guru-guru matematika) terlibat dalam suatu diskusi antar guru. Dalam diskusi tersebut beberapa guru sering mengeluhkan dengan adanya fenomena prilaku-prilaku belajar yang terjadi pada peserta didik di kelas yang tidak kondusif dalam suasana belajar. Misalnya ada kasus dimana anak selalu tidak hadir pada hari tertentu, karena pada hari itu ada pelajaran matematika di kelasnya. Laporan guru matematika lainnya yaitu ada anak yang telah duduk di kelas IX selalu tidak memperhatikan pada saat guru matematika menerangkan, atau ada anak yang selalu cenderung pergi ke luar kelas pada saat belajar matematika. Sementara dari hasil tes formatif atau sumatif pada pelajaran matematika ditemukan adanya anak yang nilainya tidak beranjak meningkat dan selalu nilainya sangat kecil, demikian pula ketika ada pekerjaan rumah dengan soal-soal tertentu terdapat peserta didik yang tidak mau dan tidak bisa mengerjakannya. Setelah ditelusuri ternyata anak tersebut tidak menguasai kemampuan berhitung dengan baik dibandingkan teman seusianya atau teman sekelasnya. Untuk perkalian dua bilangan


(13)

3

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

anak sering mengeluh dengan keterbatasan daya ingat dalam mengingat “raraban” (daftar perkalian dua bilangan dibawah sepuluh).

Fenomena di atas selalu dibicarakan dan didiskusikan oleh guru dan teman sejawat untuk disikapi dan ditindaklanjuti. Pada saat senggang dan berkumpul para guru mendiskusikan dan menganalisisa fenomena tersebut dari berbagai perspektif teori belajar dan mengajar, namun salah satu resolusinya yaitu bahwa guru dianjurkan untuk mencoba dan melakukan pendekatan individual dalam menelusuri akar masalah dan alternatif intervensinya.

Dari studi kasus kegiatan belajar mengajar pada kelas IX di SMPN 1 Baleendah, terdapat dua peserta didik yang memang mengalami ketakcukupan pengetahuan dan ketidak cakapan keterampilan berhitung . Baik berhitung perkalian ataupun pembagian beberapa bilangan. Para guru menjadi terperangah sebab semua menjadi mengkhawatirkan kedua anak tersebut dimana mereka akan menghadapi kegiatan Ujian Nasional yang tidak diperbolehkan berhitung dengan menggunakan kalkulator atau hadphone. Tindakan intervensi sederhana oleh guru mata pelajaran matematika kepada anak-anak tersebut dengan cara sebagai berikut ; 1) Untuk anak A dicoba dilayani dengan melatihkan perkalian yang menggunakan konsep perpotongan beberapa garis. Misalnya untuk perkalian 5 dikali 4 dilakukan kegiatan memanipulasi 5 lidi dengan 4 lidi yang diposisikan saling berpotongan, hasilnya terdapat 20 titik potong dari lidi-lidi tersebut. Selanjutnya penggunaan lidi, cukup diganti dengan bantuan menggambarkan garis-garis yang saling berpotongan saja, untuk mengetahui jumlah titik potongnya. Setelah faham dilatihkan dengan bantuan menghitung biasa. Perubahan pemahaman pada Anak A ternyata memberi dampak prilaku belajarnya, yaitu adanya sikap antusias


(14)

4

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

belajar matematika yang lebih baik dari sebelumnya. 2) Namun bentuk intervensi yang sama bagi anak kedua (Anak B) tersebut tidak berhasil. Pada Anak B muncul sikap yang selalu cenderung menghindar dari guru matematikannya jika akan dilakukan tanya jawab atau dilatihakan teknik-teknik tertentu dalam menanggulangi kemampuan berhitungnya. Kedua kasus anak di atas menghasilkan kegiatan reflektif pada guru-guru matematika di sekolah kami. Dalam kegiatan reflektif akhirnya muncul diskusi bahwa walaupun kasusnya sama belum tentu intervensinya sama, sehingga kita berkeyakinan bahwa pada peserta didik terdapat keberagaman. Kegiatan diskusi sederhana tersebut mendorong berkembangnya pembahasan problema belajar matematika pada peserta didik di kelas untuk dicarikan pilihan solusi yang lebih efektif. Kami sepakat menyebutnya bahwa fenomena tersebut di atas adalah bagian fenomena hambatan belajar matematika yang terjadi pada peserta didik. Kita tidak mungkin menunggu masalah tersebut makin berlarut tanpa tindakan apapun, sehingga sangatlah bijak apabila hambatan belajar matematika pada peserta didik segera dideteksi lebih dini. Jadi proses identifikasi dan asesmen akan lebih baik diprioritaskan dan dimulai bagi peserta didik kelas VII tanpa harus mengabaikan peserta didik kelas VIII ataupun peserta didik kelas IX.

“Hambatan belajar matematika bisa beragam jenisnya, klasifikasinya, sifatnya, kepermanenan atau ketemporeannya, berat-ringannya. Selalu ada hal yang melatarbelakanginya dan dampak yang terjadi sebagai akibat kondisi tersebut” ( Gemari Edisi 73/Tahun VIII/Pebruari : 2007,hlm.37).


(15)

5

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada proses pembelajaran di sekolah seorang anak memiliki cara dan kecepatan yang beragam dalam pencapaian hasil belajarnya, sehingga kondisi tersebut melahirkan konsep keberagaman dalam konteks kebutuhan dan layanan belajar seorang anak.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak sedikit anak yang mengalami kesulitan belajar sebagaimana diungkap oleh Hallahan dalam Abduraahman bahwa “ Jumlah anak berkesulitan belajar meningkat secara dramatis; dan sebaliknya, jumlah anak tuna grahita menurun tajam” (Abdurrahman, 2009).

Selanjutnya disebutkan dalam Yusuf (2003:9), bahwa menurut para ahli besarnya prevalensi anak-anak dengan problematika belajar cukup tinggi, ada yang memperkiran kisaran 1% -3% (Lerner,1981; Lovit,1989), di Amerika dan Eropa Barat anak yang berkesulitan belajar mencapai 15 % dari populasi anak sekolah tingkat dasar ( Gaddes,1985). Selanjutnya disebutkan pula menurut data Balitbang Dikbud dengan menggunakan instrument khusus dalam penelitian di empat provinsi pada tahun 1996 dan dilaporkan 1997, menemukan bahwa terdapat sekitar 10% anak mengalami kesulitan belajar menulis, 9% mengalami kesulitan membaca, dan lebih dari 8 % mengalami ke sulitan berhitung. Kesulitan tersebut disebabkan belum menguasainya berbagai konsep dasar berhitung pada saat memasuki SD.

Sedangkan menurut Vaugh (2011:372), bahwa para peserta didik yang mengalami learning disability dan berkesulitan matematika akan nampak menunjukkan prestasi hasil belajar yang rendah ketika mereka dihadapkan dengan tantangan pembelajaran yang meminta kemampuan pemecahan masalah, dan hal tersebut menjadi perhatian khusus dalam mengasesmen peserta didik untuk mengukur penguasaan materi matematika dengan level yang lebih tinggi.


(16)

6

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tidak semua anak ingin dan akan menjadi seorang ahli matematika di masa depannya kelak, namun tak seorangpun dapat menghindari dari pentingnya matematika pada setiap aspek kehidupan dalam sehari-hari maupun dunia kerjanya yang kelak akan dipilihnya. Sehingga sangatlah wajar bahwa intensitas dan respon belajar matematika bagi seorang peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika akan lebih rendah disbanding dengan anak lainnya. Mereka harus menyadari bahwa matematika akan tetap diperlukan untuk membantunya dalam menjalani kehidupan.

Menurut Standar Isi mata pelajaran matematika SMP pada Kurikulum 2006 dituliskan bahawa mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Kehadiran pendidikan inklusif membawa wacana baru dalam praktek pembelajaran di kelas bagi guru-gurunya dengan pemahaman “ Every children can learning ”. Sehingga bahwa belajar matematika tidak selalu menjadikan anak nantinya menjadi seorang ahli matematika. Maka peran kehadiran guru matematika di dalam kelas sangat strategis dalam memberi wawasan kepada peserta didik, mengapa mereka semua harus belajar matematika.

Adanya problematika di lapangan berkaitan dengan munculnya fenomena hambatan belajar matematika menjadi sangat penting untuk dicarikan soluisnya dalam proses menemukan hambatan, menginventarisir kebutuhan layanan serta melakukan


(17)

7

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

intervensinya secara spesifik bagi keragaman peserta didik yang mengalami resiko belajar.

Melalui proses identifikasi dalam pemetaan profil belajar, serta ditindaklanjuti dengan asesmen yang tepat maka akan menghasilkan program terbaik dalam mengintervensi akademik bagi mereka yang mengalami hambatan belajar matematika. Hal tersebut di atas merupakan alasan yang melatarbelakangi pentingnya studi tentang hambatan belajar matematika dalam praktek-praktek pembelajaran di kelas.

Secara khusus peneliti ingin berfokus pada peserta didik kelas VII sebagai peserta didik yang mengalami transisi belajar. Dimana mereka sebelumnya mendapat latar belakang pengalaman pembelajaran yang berbeda antara sekolah satu dengan lainnya. Sedangkan hal-hal yang diamati dari prilaku belajar matematikanya meliputi prilaku belajar yang berkaitan dengan sikap positif, motivasi dan kecemasan belajarnya. Sisi lain yang diamati pula adalah kondisi keterbatasan konsep dan ketakcukupan penguasaan level akademiknya.

B. Perumusan Masalah

Dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Kondisi nyata apa yang dimiliki oleh peserta didik yang mengalami

hambatan belajar matematika pada sekolah inklusi ?

2. Berapa besarnya indeks hambatan belajar matematika yang berkaitan dengan sikap belajar matematika, motivasi belajar matematika, kecemasan belajar matematika serta kemampuan penguasaan materi matematika pada peserta didik kelas VII yang mengalami hambatan belajar matematika ?


(18)

8

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Tujuan Penelitian

Bedasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran nyata pembelajaran bagi peserta didik kelas VII yang mengalami hambatan belajar matematika pada SMP Badan Paripurna Pendidikan Indonesia ( BPPI ) Baleendah Kabupaten Bandung sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

2. Tujuan Khusus

a Guru matematika kelas VII SMP BPPI Baleendah dapat mengidentifikasi hambatan dan kebutuhan pembelajaran matematika yang tepat bagi peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika.

b Guru matematika dan team pengelola inklusif SMP BPPI Baleendah dapat menyusun suatu prosedur identifikasi dan asesmen dalam menggali hambatan belajar matematika di kelas VII SMP.

3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Dari segi teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepustakaan untuk mengembangkan layanan pendidikan khusus dalam hal pemetaan hambatan belajar serta layanan yang tepat bagi peserta didik kelas VII SMP yang mengalami hambatan belajar matematika.


(19)

9

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Dari segi kebijakan sekolah

Munculnya kebijakan sekolah dalam merekomendasikan kegiatan identifikasi dan asesmen hambatan belajar matematika dengan mengalokasikan waktu, biaya dan sarana pendukung lainnya.

c. Dari segi praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dalam melakukan prosedur identifikasi dan asesmen yang praktis serta alternatif penanganannya. Sedangkan bagi peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika mereka dapat mengembangkan potensi kemampuannya yang dimilikinya. Selain itu mereka terhindar dari resiko pembelajar yang mengalami perasaan frustasi.

4. Struktur Organisasi Tesis

Pada tesis ini digunakan organisasi tesis dengan menyajikan lima bab , yaitu Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Organisasi Tesis. Sedangkan pada Bab II Kajian Teori terdiri dari Problema Belajar Matematika, Pembelajaran Matematika, Pendidikan Inklusif, Hambatan Belajar Matematika, Peserta Didik yang Mengalami Hambatan Belajar Matematika, Identifikasi dan Asesmen Hambatan Belajar Matematika Penelitian yang Relevan. Pada Bab III Metode Penelitian dibahas tentang Lokasi Penelitian, Subjek Peneitian, Desain dan Prosedur Penelitian , Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknis Analilsis Data. Pada Bab IV Hasil Penelitian


(20)

10

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diuraikan Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian serta pada Bab V Kesimpulan dan Saran terdiri dari Kesimpulan, Saran.


(21)

60

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah menengah pertama swasta yaitu Sekolah Menengah Pertama Badan Pendidikan Paripurna Indonesia (SMP BPPI) Baleendah. SMP BPPI terletak di kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat. Sekolah ini telah berdiri sejak tahun 1989. Pada tahun 2004 sekolah tersebut mendapat SK Penunjukkan Sekolah Penyelengara Pendidikan Inklusif di Kabupaten Bandung dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Beberapa peserta didik alumninya merupakan Anak Berkebutuhan Khusus, diantaranya satu peserta didik low vision dan beberapa peserta didik tuna grahita ringan .

Secara geografis SMP BPPI berada pada pusat pendidikan, banyak sekolah mulai dari TK sampai perguruan tinggi berada pada radius satu kilometer dengan SMP BPPI yaitu dua Perguruan Tinggi Swasta, tiga SMA, tiga SMK, empat SMP , enam SD dan tiga TK . Semua sekolah berada pada satu kelurahan. SMP BPPI Baleendah merupakan salah satu sekolah dari tujuh sekolah penyelenggara pendidikan inklusif lainnya yang berada pada lingkungan kecamatan Baleendah, yaitu SMA BPPI Baleendah, SMKN 2 Baleendah, SMPN 1 Baleendah, SDN Galih Pawarti, SDN KORPRI , SD Al Mabrur dan SD Ar-Rafi.

Pemilihan SMP BPPI sebagai lokasi penelitian dikarenakan peneliti pernah menjadi staf pengajar matematika di sana selama tiga tahun pelajaran.


(22)

61

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ketertarikan peneliti terhadap temuan fenomena layanan pendidikan inklusif menimbulkan motivasi dan dorongan untuk melakukan penelitian tersebut.

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian dipilih dari peserta didik kelas VII saja . Pemilihan didasarkan bahwa mereka merupakan peserta didik yang mengalami masa tahun transisi belajar dari jenjang yang berbeda yaitu dari SD ke SMP . Kriteria lainnya dalam penentuan subyek adalah peserta didik yang pencapaian hasil belajar matematika yang sangat rendah dari tiap kelas yang ada, mereka adalah peserta didik yang diduga mengalami hambatan belajar matematika . Mereka dipilih dikarenakan pencapaian UTS (Ulangan Tengah Semester) murni matematikanya dengan nilai 30 ke bawah. Nilai UTS murni ini merupakan nilai yang memiliki validitas tinggi dimana hasil tes ini dianggap lebih obyektif dalam penilainnya. Pemilihan data hasil belajar ini diasumsikan mampu menggambarkan pencapaian hasil belajar mereka selama setengah semester, sehingga materi yang diteskan merupakan materi yang cakupan pelajarannya lebih banyak.

Adapun sebaran subyek disajikan dalam tabel berikut : Tabel 3.1

Distribusi Subyek Penelitian dari Tiap Kelas

Kls Jumlah

Peserta didik perkelas

Jumlah yang dipilih sebagai subyek

Proporsi subyek terhadap peserta didik di kelasnya

(%)

1 2 3 4

7A 41 anak 10 anak 24 %


(23)

62

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 2 3 4

7C 40 anak 13 anak 33 %

7D 41 anak 8 anak 20 %

7E 41 anak 8 anak 20 %

7F 33 anak 1 anak 3 %

JML 235 anak 48 anak 20 %

Subjek penelitian merupakan peserta didik kelas VII SMP yang terdiri dari 235 peserta didik yang tersebar menjadi enam kelas, yaitu kelas VIIA, VIIB, VIIC, VIID , VIIE dan VIIF . Sebagai peserta didik yang mengalami transisi belajar maka mereka akan memiliki latar belakang pengalaman belajar dan latar belakang layanan yang beragam pada saat belajar di sekolah dasarnya , akibatnya base line kemampuannya menjadi tidak sama antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Informasi tentang kemampuan awal yang mereka miliki tidak diketahui oleh guru matematika kelasnya sehingga akan menjadi masalah pada saat pengetahuan tersebut digunakan dalam menunjang pelajaran matematika yang berkesinambungan di SMP . Kemampuan awal dan posisi hasil belajar peserta didik merupakan modal kesiapan untuk memasuki materi-materi matematika pada jenjang berikutnya.

Adapun langkah-langkah penentuan subyek adalah sebagai berikut :

1. Bertanya pada guru mata pelajaran matematika, peserta didik yang sering mendapat nilai rendah dalam hasil ulangan hariannya atau nilai proses di kelas.

2. Berdiskusi dengan guru matematika tentang kemungkinan adanya peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika di kelasnya.


(24)

63

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Berdiskusi dengan guru matematika berkaitan dengan data hasil belajar secara menyeluruh dari proses belajar mengajar di kelas VII.

4. Menentukan nilai yang digunakan sebagai kriteria utama dalam penyeleksian peserta didik. Hasil pertama yang digunakan adalah nilai Ulangan Tengah Semester (UTS ) ganjil.

5. Melengkapi data nilai UTS matematika dari guru mata pelajaran dan PKS kurikulum.

6. Selanjutnya membuatkan diagram garis nilai UTS matematika setiap kelasnya. Dari diagram garis tersebut dipilih beberapa peserta didik yang sangat rendah, batas kriteria yang digunakan adalah peserta didik dengan pencapaian nilai 25 % dari skala 100. Namun untuk pertimbangan data torensi maka dipilih peserta didik dengan nilai uts dari nilai 30 ke bawah.

7. Semua peserta didik yang memenuhi nilai dari tiap kelas tersebut di kumpulkan dalam satu kelompok. Dan data tersebut digabung serta dibuatkan diagram garis gabungan.

8. Menghubungi wali kelas VII masing-masing untuk meminta data pendukung lainnya. Data tersebut digunakan untuk memperkuat kelengkapan data yang ada , maka data yang ditambahkan adalah nilai raport uts dari semua mata pelajaran , tujuannya adalah melihat posisi nilia UTS matematika dengan nilai mata pelajaran lainnya. Dilengkapi pula data kehadiran setiap peserta didik di kelasnya. Peserta didik dengan absen kehadiran yang mencolok dari lainnya ditanyakan kepad wali kelas


(25)

64

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nilai Rendah UTS

ke Guru Matematika

Berdiskusi dengan Guru Matematika Tentang Peserta

Didik yang mengalami Hambatan Belajar

Matematika

Berdiskusi data hasil belajar yang

menyeluruh dari proses KBM

Menentukan nilai yang digunakan sebagai kriteria utama dalam penyeleksian Melengkapi data nilai uts matematika dari guru mata pelajaran dan PKS

kurikulum Membuatkan diagram garis nilai uts matematika setiap kelasnya Membuat diagram garis gabungan Melengkapi data-data pedukung dari wali kelas Mericek Buku Catatan Pelajaran Matematika Mereview data dan mengkonfirmasi data dari sumber

informan

berkaitan dengan gambaran peserta didik. Pengumpulan data selanjutnya adalah data keluarga yang diperoleh dari operator sekolah

9. Data pendukung yang terakhir adalah data yang berkaitan buku catatan matematika yang dimiliki setap peserta didik. Buku ini dijadikan peneliti sebagai gambaran prilaku baik yang membantu belajarnya.

10.Menghubungi wali kelas VII , guru BK, guru mata pelajaran matematika untuk mendapatkan informasi pendahulan tentang peserta didik yang menjadi subyek penelitian.

Secara diagram , maka prosedur pemilihan subjek diperlihatkan dalam Gambar 3.1 sebagai berikut :


(26)

65

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Diagram Prosedur Pemilihan Subjek

Semua data di atas merupakan kriteria dalam penentuan peserta didik yang mengalami hambatan beajar matematika.

C. Desain dan Prosedur Penelitian

Pada tahap awal peneliti melakukan eksplorasi yang berkaitan dengan subyek yang mengalami hambatan belajar matematika yang duduk di kelas VII SMP. Melalui penelitian ini peneliti mendapatkan gambaran yang luas dan lengkap dari subyek yang diteliti. Penelitian ini memiliki kekhususan dimana subyek yang diteliti terdiri dari suatu satuan (unit) secara mendalam, sehingga hasilnya merupakan gambaran lengkap subyek dimaksud terbatas pada suatu kelompok saja. Dalam penelitian ini peneliti ingin menggali secara mendalam kondisi nyata yang terjadi pada peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran wilayah hambatan yang terjadi dan klasifikasi hambatannya melalui kegiatan prosedur tahapan identifikasi, penjaringan dan asesmen terhadap peserta didik yang dimaksud. Instrumen yang digunakan dalam proses penjaringan penelitian ini melalui pengukuran tingkat peguasaan kemampuan matematika dasar melalui tes, pengukuran motivasi, pengukuran sikap dan pengukuran tingkat kecemasan yang dialami peserta didik melalui skala likert.

Menurut Susetyo (2010), tes dijelaskan sebagai berikut. Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang


(27)

66

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intekegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini digunakan tes prestasi (achievement test) dan tes sikap (attitude test) . Tes prestasi adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajarai sesuatu sedagkan tes sikap adalah tes yang digunakan utuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap seseorang.

Keseluruhan hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai indeks hambatan belajar matematika serta profil individu setiap subyek penelitian. Data tersebut dapat dijadikan pula sebagai baseline individu peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika. Melalui kriteria yang dikembangkan atas study literature , peserta didik akan dikelompokkan dan diklasifikasikan berdasarkan kecenderungan karakteristiknya. Gambaran ini akan ditindaklanjuti oleh kegiatan intervensinya melalui pendekatan pembelajaran tertentu.

Untuk memperjelas profil suatu individu maka setiap tes disajikan pula dalam bentuk grafik. Adapun grafik yang digunakan adalah grfaik diaram radar dan diagram batang.

Menurut Sunanto (2006), dijelaskan bahwa jenis ukuran untuk variabel terikat yang sering digunakan pada penelitian kasus tunggal di bidang modifikasi prilaku antara lain, frekuensi (frequency), rate, persentase (percentage), durasi (duration), latensi (latency), magnitude dan trial.

Persentase ( percentage ) sering digunakan oleh peneliti atau guru untuk mengukur prilaku dalam bidang akademik maupun sosial. Persentase


(28)

67

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menunjukkan peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut dikalikan dengan 100%.

Penggunaan grafik dalam menyusun profil peserta didik diasumsikan pada pendapat Sunanto. Bahwa dengan menampilkan grafik peneliti akan lebih mudah menjelaskn prilaku subyek secara efesien, kompak dan detail. Selain itu grfaik dapat mempermudah untuk mengkomunikasikan pada pembaca mengenai urutan kondisi eksperimen, waktu yang diperlukan setiap kondisi menunjukkan variabel bebas dan terikat, desain yang digunakan dan hubungan antara variabel bebas dan terikat. Peneliti berkewajiban untuk memilih jenis grafik yang paing sesuai dengan data yang ingin ditampilkan.

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap identifikasi awal yaitu tahapan untuk mendapatkan subyek penelitian , (2) tahap identifikasi lanjut dan asesmen dengan mengekplorasi data karakteristik subyek penelitian secara mendalam yang berkaitan dengan menelusuri faktor penyebab munculnya hambatan belajar matematika pada peserta didik serta klasifikasi dari hambatan belajar matematika berdasarkan instrument-instrumen khusus, (3) tahap ketiga adalah melakukan kegiatan intervensi melalui pendekatan tertentu.

Desain penelitian ini digambarkan dalam tahapan-tahapan seperti gambar di bawah berikut :


(29)

68

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Anak yang mengaami hambatan belajar matematika Indeks dan hambatan Varian peseta didik

1. Tes sikap matematika 2. Tes motivasi belajar matematika

3.Tes Tingkat Kecemasan 4.Tes kemampuan dasar : (Prerequisit SD-SMP) (a) Konten

(b) Kompetensi

5. Menentukan indeks sikap matematika, indeks motivasi , indeks kecemasan dan indeks kemampuan per peserta didik

6. Membuat grafik keempat indeks dan mengelompok- kannya kedalam kategori tertentu dari setiap indeks 7. Memetakan peserta didik berdasarkan cirri karakter dari indeks

Gambar 3.2

Tahapan Terperinci Desain Penelitian

1. Rancangan belajar dengan pendekatan mengajar matematika kreatif 2. Pretest Materi Dasar SMP 3. Intervensi pengajaran 3 kali pertemuan beserta kegiatan Observasi dan penulisan Jurnal perkembangan 4. Posttest Materi Dasar SMP 5. Analisis dan kesimpulan a. Pengolahan Statistika b. Deskripsi

6. Laporan Tahapan ke-II

Identifikasi Lanjut & Asesmen

Tahap ke-III ( Intervensi Akademik ) Tahapan ke-I

( Identifikasi Awal) 1. Data nilai UTS Kelas VII 2. Diagram garis nilai UTS setiap kelas.

3. Memilih Peserta Didik kelas bawah dengan nilai terendah 4. Menggabungkan data Peserta Didik menjadi satu grup ,

5. Menelusuri data screening Ke Guru Mapel, Wali Kelas Guru BK, ke PKS Humas dengan

a. Melengkapi dokumen Nilai Raport UTS, Absensi, Data keluarga

b. Wawancara c. Observasi di kelas


(30)

69

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan Gambar 3.2 maka pada penelitian ini dilakukan prosedur seperti yang diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap I ( Identifikasi Awal )

Pada tahap satu akan digali data dari peserta didik dan data dari guru mata pelajaran matematikanya. Data dari peserta didik merupakan data yang mengacu pada kondisi nyata peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika. Datanya merupakan hasil pencapaian belajar setengah semester ganjil yaitu data Ulangan Tengah Semester (UTS) kelas VII setiap kelas yang diminta dari data dokumen nilai guru mata pelajaran matematika. Nilai UTS tersebut dibuat dalam diagram garis dari peserta didik per kelasnya untuk memudahkan memilih subyek penelitian. Selanjutnya diagram garis peserta didik yang dipilih di gabungkan menjadi satu diagram grais. Tujuan penggabungan untuk melihat posisi pencapaian hasil belajar peserta didik secara parallel sebagai subyek penelitian. Pada dokumen lain data tes tersebut dilengkapi dengan nilai UTS mata pelajaran lainnya data kehadiran selama belajar, rata-ratan nilai gabungan UTS-nya , serta kepemilikan buku catatan matematika. Untuk mendapatkan informasi tambahan maka peneliti melegkapi data-data lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari peserta didik . Data langsung dilakukan dengan meminta subyek mengisi lembar wawancara (screening) dengan dipandu oleh peneliti di kelas dimana mereka disatukan dalam tempat yang sama. Lembar wawancara di bagi dua yaitu lembar pertama berisi pertanyaan tertutup sebanyak 16 butir pertanyaan. Mereka diminta menjawab ya atau tidak berkaitan dengan hambatan belajar matematika dalam dalam hal sikap, kemampuan, motivasi dan daya dukung belajar matematika secara umum.


(31)

70

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan pada lembar kedua mereka diminta menjawab enam pertanyaan terbuka yang diajukan peneliti . Pertanyaan yang diajukan adalah kondisi pengalaman belajar dan cara belajar matematika waktu di SD dan di SMP . Mereka diminta untuk menuliskan penjelasan jawabannya pada lembar tersebut. Data berikutnya dimintakan pula kepada guru mata pelajaran matematika tentang gambaran prilaku belajar sehari-hari dari subyek penelitian.

Lembar screening diberikan pula kepada guru mata pelajaran matematika berdasarkan kelasnya. Untuk guru matematika tersebut diberikan dua daftar pertanyaan yang dapat menunjukkan siapa saja peserta didik yang memiliki hambatan belajar matematika dan pertanyakan terbuka berdasarkan wawancara dengan sembilan pertanyaan yang berkaitan dengan data yang mengambarkan persepsi guru tentang fenomena karakteristik peserta didik yang mereka ajar, laporan fenomena kesulitan belajar pada peserta didik saat mengajar di kelas dan sekilas program penanganan yang telah mereka lakukan dalam menangani peserta didik yang diduga mengalami hambatan belajar matematika di kelasnya.

Untuk melengkapi lembar screening maka dilakukan pula wawancara dengan wali kelas , guru bimbingan konseling dengan beberapa pertanyaan yang mengarah pada pemahaman karakteristik belajar peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika serta penanganannya.

Sedangkan kepada Pembantu Kepala Sekolah (PKS) Hubungan Masyarakat (Humas) dilakukan wawancara berkaitan dengan sejarah sekolah dan program layanan inklusi serta prilaku guru-guru dalam melayani peserta didik di sekolah tertutam mereka yang mengalami ambatan belajar matematika.


(32)

71

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selanjutnya subyek diobservasi oleh peneliti di kelasnya masing-masing untuk mendapatkan gambaran umum prilaku belajar mereka di kelas. Observasi akan difokuskan pada beberpa anak saja yang telah discreening, mereka akan diminta menunjukkan catatan pelajaran matematikanya serta dilihat penggunaan buku paket atau Buku Lembar Kerja Peserta didik yang mereka punya.

2. Tahap II ( Identifikasi Lanjut dan Asesmen )

Pada tahap kedua semua peserta didik yang telah discreening dikumpulkan kembali di kelas dan dalam waktu yang sama untuk mendapatkan tes berkaitan dengan dengan sikap belajar matematika melalui skala sikap, tes berkaitan dengan pengukuran motivasinya serta tes pengukuran kecemasan belajar matematika.

Maka pada tahap ini dilakukan tahapan-tahapan secara terperinci sebagai berikut :

1. Tahap tes sikap;

Pada tes sikap terhadap pelajaran matematika ini menggunakan skala Likert dimana peserta didik diminta untuk menyatakan sikapnya dengan menceklis lima kolom yang terdiri dari Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS) dari lima pernyataan persetujuan ( faforable ) dan lima pernyataan tidak setuju ( unfafarable ). Untuk kepentingan pengolahan indeks sikap maka pada pernyataan faforable diberi bobot 5=Sangat setuju (SS), 4=Setuju (S), 3=Tidak Tahu (TT), 2=Tidak Setuju (TS) dan 1=Sangat Tidak Setuju (STS), sedangkan pada pembobotan pernyataan unfafarable menjadi sebaliknya atau dengan kata lain 1=Sangat setuju (SS), 2=Setuju (S), 3=Tidak Tahu (TT), 1=Tidak


(33)

72

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setuju (TS) dan 5=Sangat Tidak Setuju (STS). Jumlah kumulatif skala sikap untuk masing-masing sikap faforable dan unfafarable dibagi banyak pernyataan yang ada dikali nilai maksimumnya sehingga masing-masing sikap akan menghasilkan indeks dalam persen. Sedangkan dari kedua sikap tersebut akan diambil rata-ratanya persennya menjadi indeks gabungan dalam persen. Indeks dari setiap peserta didik selanjutnya diklasifikasikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Pengelompokkan didasarkan pada pertimbangan pengolahan nilai oleh peneliti berdasarkan rentang yang diperoleh dari indeks seluruh subyek.

2. Tahap tes motivasi;

Selain tes sikap peserta didik mendapatkan tes motivasi yang masih menggunakan skala Likert. Pada tes ini mereka diminta merepon pernyataan tentang motivasi belajar matematika dengan menyatakan Selalu (Sl), Sering (Sr), Kadang-kadang (Kd), Jarang (Jr) dan Tidak pernah (Tp) . Namun untuk kepentingan indeks yang dihasilkan dari tes tersebut maka skala tersebut dikonversi ke angka dimana konversinya adalah sebagai berikut 5=Selalu (Sl), 4=Sering (Sr), 3=Kadang-kadang (Kd) , 4=Jarang (Jr ) dan 5=Tidak pernah (Tp). Tes ini terdiri dari 20 butir pernyataan yang terbagi menjadi 4 kelompok , setiap kelompoknya terdiri dari lima butir pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik. Aspek motivasi yang diukur terdiri terdiri dari aspek 1) Pemilihan Tugas, 2) Kerja keras, 3) Durasi, dan 4) Prestasi. Karena terdiri dari lima rentang nilai setiap butirnya maka perhitungan indeks menggunkan jumlah kumulatif tiap kelompok aspek dibagi banyak pernyataan kali maksimumnya dengan dinyatakan persen. Jadi setiap peserta didik akan mendapatkan empat indeks dan satu indeks rata-rata dari skala motivasi. Indeks ini dikelompokkan ke dalam


(34)

73

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tiga posisi yaitu indeks dengan motivasi rendah, indeks dengan motivasi sedang dan indeks dengan motivasi tinggi.

3. Tahap tes skala kecemasan matematika;

Tes ini merupakan modifikasi dari tes yang sudah ada sebelumnya yang diadaptasi dari tes aslinya tentang ” A Self Test Math Anxiety ” karya Profesor Ellen

Fredman’s yang disadur dari website: http://www.mathpower.com , selanjutnya oleh peneliti diadaptasi menjadi Istrumen Kecemasan Matematika yang dipergunakan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Karena tes ini menggunakan Bahasa Inggris maka peneliti mencoba mengadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan aspek yang komunikatif bagi peserta didik kelas VII dan aspek budaya serta lingkungan di Indonesia. Untuk aspek bahasa peneliti meminta bantuan judgement expert praktisi yaitu pengurus dan anggota MGMP Bahasa Inggris Kabupaten Bandung yang ada disekolah, melalui diskusi dan sharing kami menterjemahkan instrument ini ke dalam Bahasa Indonesia dengan memperhatikan unsur kepraktisan dan budaya sekolah yang ada di Kabupaten Bandung.

Selain dari segi bahasa peneliti mempertimbangkan aspek isi , pernyataan yang berkaitan dengan aspek kecemasan maka peneliti meminta bantuan dua judgement expert praktisi yaitu Ketua MGMP Matematika Kabupaten Bandung dan bantuan Praktisi Guru Umum lulusan Pascasarjana PKKh UPI Bandung yang ada di Kabupaten Bandung.

Untuk keperluan keterbacaan dan keterujian kami cobakan instrumen ini beberapa peserta didik terlebih dahulu yang bukan subyek. Berdasarkan ujicoba


(35)

74

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kepada mereka maka bentuk tampilan istrumen disusun dengan menggunakan format MS Ecxel , hal ini digunakan kepraktisan dalam pengunaan di lapangan.

Setelah dua alat ukur tes yang diujikan maka pada tahap akhir kegiatan pengetesan , peserta didik diminta mengetes secara mandiri berkaitan dengan tingkat kecemasan yang dimilikinya ketika belajar matematika.

4. Tahap tes kemampuan penguasan materi dasar matematika;

Pada hari yang lain mereka diteskan tentang penguasaan pengetahuan dan keterampilan matematika dasar . Mereka diminta mengerjakan pada lembar kerja yang disusun oleh peneliti untuk diberi skor dan untuk mendapatkan indeks hasil tes pengetahuan matematika dasar.

Tes yang diujikan berkaitan : a. fakta bilangan;

b. penguasaan keterampilan berhitung ( komputasi ), baik penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian;

c. penguasaan empat operasi dasar pada bilangan pecahan baik pecahan desimal maupun pecahan biasa;

d. pemahaman mereka tentang pengetahuan fakta-fakta pada geometri berkaitan dengan sudut, pengelompokkan bangun datar (huruf Kapital) ke dalam kelompok bangun datar simetri lipat dan simetri putar;

e. penulisan beberapa titik koordinat kartesius dari dari gambar yang disajikan; f. pemahanan dan mengingat jenis segitiga, segiempat, bangun ruang dari


(36)

75

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

g. menentukan jaring-jaring kubus yang dapat dikontruksi secara sempurna (kubus yang keenam permukaanya tidak saling tumpuk) melalui pengamatan gambar;

h. pemahaman dan penguasaan statistika dasar yang menuntut kemampuan menyusun data-data bilangan, menyusun tabelnya, menentukan rata-rata, nilai tengah serta modusnya.

Dari pengerjaan lembar kerja tersebut peneliti akan mendapatkan nilai pencapaian kemampuan untuk peserta didik, sekaligus pula akan mendapatkan data penguasaan materi terlemahnya serta jenis kesalahan-kesalahan yang sering mereka lakukana baik dalam pemahaman konsep maupun keterampilan-ketrampilan matematika dasar lainnya berdasarkan area materi dengan soal yang frekuensi kesalahan terbanyak. .

Kumpulan data hasil identifikasi, asesmen matematika kelas VII SMP , tingkat sikap, tingkat motivasi, dan tingkat kecemasan matematika dari tahap satu dianalisa untuk mendapatkan indeks gabungan hambatan belajar matematika setiap individu dari subyek penelitian baik secara kuantitaif maupun kualitatif. Munculnya indeks yang beragam akan dikelompokkan atas karakter tertentu dari peegelompokkan peserta didik yang mengalami hambatan belajar matematika.

c.Tahap III ( Intervensi Akademik )

Sedangkan pada tahap ketiga , peneliti mencoba menyusun program pembelajaran individual/kelompok khusus yang merupakan kajian dan analisis hasil indeks gambungan hambatan belajar matematika melalui intervensi akademik atas


(37)

76

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dasar data akhir dan simpulan di tahap dua. Sebelum penyusunan program pembelajaran individual tersebut akan dilaksanakan terlebih dahulu kegiatan pretes sebagai data awal yang mampu menggambarkan penguasaan materi sebelum perlakuan.

Pretes berbentuk tes dasar matematika SMP yang mampu mengungkap dimensi penguasaan pembelajaran matematika dalam aspek konten dan kompetensinya. Untuk kepentingan praktis tes difokuskan pada daerah materi yang esensial namun lemah dikuasai dari data sebelumnya. Hasil pretest kemudian diolah datanya sebagai nilai awal, selanjutnya akan dilakukan intervensi melalui pendekatan pengajaran matematika kreatif selama tiga kali pertemuan dengan menguji cobakan materi yang sangat rendah penguasaannya oleh peserta didik dari hasil tes kemampuan pada tahap kedua. Lembar kerja peserta didik ini diberikan kepada beberapa peserta didik yang dipilih saja, pada ruang khusus dan jam khusus secara berturut-turut pada hari yang berbeda. Setiap pertemuan akan memakan waktu dua jam pelajaran. Selama pengajaran akan dilakukan pengamatan-pengamatan (observasi) dan catatan-catatan (jurnal) berkaitan dengan prilaku belajar setiap individunya. Selama perlakuan intervensi akan dianalisa dan dibandingkan dengan data analisas tahap satu untuk melihat besarnya dan kemajuan perubahan akibat dilakukan intervensi akademik tersebut. Setelah enam jam pelajaran selesai, maka akan dipilih hari untuk pelaksanaan posttest. Di akhir kegiatan akan diujikan sekali lagi tes tingkat kecemasan matematikanya. Hasil post test ini akan dipakai sebagai data kedua. Maka dengan mengolah kedua nilai pretest dan posttest akan dilakukan proses analisis statistik dengan pengujian perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah intervensi . Selain itu


(38)

77

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akan dianalisis pula perubahan perindividu dari perubahan motivasi, sikap dan kecemasan matematikanya.

D.Definisi Operasional

1. Problema Belajar Matematika

Kualitas daya tahan seseorang dalam memasuki lingkungan baru pada konteks transisi belajar tersebut dipengaruhi oleh modal kualitas kehidupan keluarganya (quality life of family). Corak nature dan nuture keluarga mempengaruhi energy seorang ketika belajar.

Salah satu posisi transisi belajar yang menjadi fenomena pada studi penelitian ini adalah ketika mengalami perpindahan dari kelas VI Sekolah Dasar ke kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Seiring pertumbuhannya dalam masa perkembangan akan memberikan gambaran fenomena belajar yang ditandai dengan prilaku belajar yang dikaitkan dengan kemampuan literasi maupun numerasiya.

Problema belajar pada peserta didik tidak bisa dipisahkan dengan kesiapannya dalam belajar. Pengertian kesiapan dijelaskan oleh Slamento , yaitu kesiapan adalah kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon/ jawaban di dalam cara tertentu terhadap situasi. (Slamento:2003).

Selanjutnya Slamento menjelaskan bahwa penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh pada suatu kecenderungan untuk memberi respon. Kondisi mencakup setidak-tidaknya tiga aspek , yaitu :


(39)

78

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan;

3. Keterampilan , pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.

Menurut Dja’ali bahwa kemampuan belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Di dalam proses belajar tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain motivasi, sikap, minat , kebiasan belajar, dan konsep diri. (Dja’ali :2009).

Faktor-faktor yang dipilih dalam memahami problema belajar matematika pada penelitian ini berkaitan dengan kesiapan, kecakapan dan kecukupan pada aspek akademik maupun non akademik. Aspek akademik meliputi penguasaan konten dengan melihat kemampuan dasar matematika seorang peserta didik. Sedangkan aspek non akademik meliputi sikap, motivasi, dan kecemasan.

1. Sikap

Dja’ali menjelaskan, bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibanding dengan sikap belajar yang negatif. Sikap belajar yang positif bertkaitan erat dengan minat dan motivasi. Peserta didik yang sikap belajarnya posistif akan belajar lebih aktif dan dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang sikap belajarnya negatif.

Sikap adalah sikap peserta didik terhadap mata pelajaran matematika. Menurut Howard Kendler dalam Yusuf Samsyu (2005;169) bahwa sikap merupakan kecenderungan (tendency) untuk mendekati (approach) atau


(40)

79

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjauhi (avoid ), atau melakukan sesuatu, baik secara positif maupun negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep.

Sedangkan menurut Azwar ,S (2013:87), sikap merupakan respons evaluative yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Menurut Sax (1980) dalam Azwar, bahwa terdapat karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas.

2. Motivasi Belajar

Dja’ali menjelaskan definisi motivasi sebagai berikut. Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai sutu tujuan (kebutuhan).

Peserta didik yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademik yang tinggi apabila :

1. rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil;

2. tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sukar, sehingga memberi kesempatan untuk berhasil.

Pintrich dan Schunk (2002: 5) menyatakan bahwa ”Motivation is the procces whereby goal-directed activity is instigated and sustained”. Pada dasarnya kata motivasi adalah proses dimana dilakukannya aktivitas yang terarah untuk mencapai tujuan secara terus menerus. Kita dapat melihat motivasi melalui empat indeks motivasi yaitu choice of task (pilahan


(41)

80

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengerjakan tugas), effort ( kerja keras), persistence (durasi), dan achievement (prestasi) .

Menurut Martin Handoko (1992: 59), untuk mengetahui kekuatan motivasi belajar peserta didik, dapat dilihat dari beberapa indicator sebagai berikut : 1) Kuatnya kemauan untuk berbuat;

2) Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar;

3) Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain; 4) Ketekunan dalam mengerjakan tugas.

Sedangkan menurut Sardiman (2011:83) indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut :

1) Tekun menghadapi tugas;

2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);

3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah orang dewasa; 4) Lebih senang bekerja mandiri;

5) Cepat bosan pada tugas tugas rutin; 6) Dapat mempertahankan pendapatnya.

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri diatas berarti seseorang itu memiliki motivasi yang tinggi.

3. Kecemasan Matematika

Penelitian-penelitian yang dilakukan Sarason dan kawan-kawan membuktikan peserta didik dengan tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi sebaik peserta didik dengan tingkat kecemasan yang rendah pada


(42)

81

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

beberapa jenis tugas , yaitu tugas-tugas yang ditandai dengan tantangan, kesulitan, penilaian prestasi dan batas waktu. ( Slamento : 2003).

Peserta didik dengan kecemasan yang tinggi membuat lebih banyak kesalahan pada situasi waktu yang terbatas, sedangkan peserta didik dengan tingkat kecemasan rendah lebih banyak membuat kesalahan dalam situasi waktu yang tidak terbatas. Interaksi ini jelas menunjukkan kelemahan peserta didik dengan tingkat tinggi dalam situasi yang sangat menekan. Peserta didik dengan tingkat kecemasan yang rendah berprestasi lebih baik daripada peserta didik dengan tingkat kecemasan yang tinggi.

Menurut Tobias ( Wahyudin : 2010 ) bahwa kecemasan matematika sebagai perasaan–perasaan tegang dan cemas yang mencampuri manipulasi bilangan-bilangan dan pemecahan masalah matematika dalam beragam situasi kehidupan sehari-hari dalam situasi akademik.

Pengukuran tingkat kecemasan matematika yang sudah ada yaitu Instrumen ”A Self Test Math Anxiety” karya Ellen Fredman’s website: http://www.mathpower.com . Dalam websitenya Ellen memberikan sepuluh item pernyataan berkaitan dengan kecemasan matematika . Selanjutnya Indeks kecemasan diperoleh dari pengisian tes yang menggunakan skala Likert. Namun untuk kepentingan penelitian ini , instrument tersebut diadaptasi dan digunakan peneliti dalam mengukur tingkat kecemasan matematika bagi peserta didik.


(43)

82

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Pembelajaran Matematika

Abdurrahman menjelaskan bahwa banyak hal yang menjadi alasan mengapa peserta didik perlu mempelajari matematika, seperti yang dikemukakan oleh Cornelis (1982:38) dalam Abdurrahman , bahwa terdapat lima alasan mengapa kita perlu belajar matematikia, yaitu ;

1. matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis;

2. matematika merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari; 3. matematika merupakan sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi

pengalaman;

4. matematika merupakan sarana untuk mengembangkan kreatifitas;

5.matematika merupakan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Sedangkan menurut Cockroft (1982:1-5) bahwa matematika perlu diajarkan kepada peserta didik karena ;

1. matematika selalu digunakan dlam segi kehidupan;

2. semua mata pelajaran memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; 3. matematika merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas;

4. matematika dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara;

5. matematika meningkatkan kemampuan berpikir logis ,ketelitian , dan kesadaran keruangan;

6. matematika memberikan kepuasan terhadap memacahkan masalah yang menantang. Materi matematika pada kurikulum menempatkan kompetensi-kompetensi yang dirancang dalam spriral kurikulum, atau dengan kata lain pembelajaran


(44)

83

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematika secara bertahap akan bertambah tingkat kompleksitasnya dan tingkat kedalamannya. Menurut Purwoto (1998:14), ”Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”.

Sesuai dengan Standar Isi pada Kurikulum 2006 jenjang SMP maka mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu beru

Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMP meliputi aspek-aspek : Bilangan, Aljabar, Geometri dan Pengukuran, Statistika dan Peluang.

Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh peserta didik, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung berupa fakta, skills, konsep dan prosedur. Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya. Skills berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat. Konsep adalah ide abstraks yang memungkinkan kita dapat objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Prosedure adalah objek yang paling abstrak yang berupa sifat atau teorema. Sedangkan objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika , dan tahu bagaimana semestinya belajar.


(45)

84

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tujuan dari mata pelajaran matematika diajarkan pada peserta didik agar mereka memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

3. Pendidikan Inklusif

Dalam memahami pendidikan inklusif maka sebaiknya kita memaknai pendidikan dalam arti luas , hal ini sebagaimana ditulis Alimin dalam blognya “ Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak memiliki perbedaan dalam perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi. Akan tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun setiap anak mempunyai


(46)

perpedaan-85

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang arang anak, yang pertama harus dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat. Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya”. (http://www.z-alimin.blogspot.com/ )

Hadirnya pendidikan inklusif pada pembelajaran matematika di sekolah umum akan memberi nuansa pada kepekaan guru matematika dalam membangun nilai inklusivitas, yang mampu memahami keberagaman peserta didik dalam belajar matematika. Kepekaannya tersebut akan mendorong dirinya dalam mencarikan solusi jika bertemu dengan kondisi munculnya hambatan belajar matematika pada peserta didik.

4. Hambatan Belajar Matematika

Dengan keseksamaannya dalam proses identifikasi hambatan seorang peserta didik dalam mata pelajaran matematika maka guru dapat mengungkap kecenderungan kesalahan yang sering terjadi dalam proses belajar serta menyelesaikan tugas-tugas aktivitas belajar, selanjutnya guru dapat mencari dan menemukan pula hal-hal yang menjadi penyebabnya.

Kekurangan penguasaan pengetahuan prasarat dan rendahnya motivasi belajar pada peserta didik pada saat kesiapan belajar matematika di tahun awal masuk SMP dapat menjadi pangkal kesulitan belajar khususnya bagi peserta didik di sekolah inklusi. Untuk itu diperlukan tingkat fleksibilitas guru pada praktek pembelajarannya


(47)

86

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam mengadaptasi program serta strategi intervensi pengajaran yang spesifik oleh guru kepada mereka .

5. Peserta Didik Yang Mengalami Hambatan Belajar Matematika

Secara garis besar kesulitan belajar menurut Mulyono Abdurrahman (1995:16-17) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu; (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan matematika.

Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sedangkan kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.

Menurut Fanu (2008) dalam Mubiar (2011:45), bahwa elemen-elemen yang dibutuhkan dalam belajar matematika adalah kemampuan membaca, menulis, kemampuan mebedakan suatu ukuran, kemampuan mengidentifikasi urutan-urutan,


(1)

196

Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Martin, Handoko (1992). Motivasi Daya Pengenal Tingkah Laku. Jakarta : Rineka Cipta

Majalah Gemari .(2007) Edisi 73 / Tahun VIII / Februari 2007 hal. 37

Matheison ,Kay .(2007). Identifying Special Needs In The Early Years. London : Paul Chapman Publishing

Mercer ,et.all .(1996). Math Learning Problem. Tersedia di

http://www.ehow.com/print/how [ di akses Mei 2013 ]

Pintrich, P.P dan Schunk, H.D (2002). Motivation in Education, Theory, Research

& Applications. New Jersey : Merril Prenti ce Hall

Rusefendi,E.T, (1988) .Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Sardiman, A. M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo

Slameto . (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Susetyo,Budi (2010). Statistika Untuk Analisis data Penelitian. Bandung : Refika Aditama.

Sugiyono .(2011). Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Sunanto, Juang dan Takeuchi, Kaji serta Nakata, Hideo (2006) Penelitian dengan

Subjek Tunggal. Bandung : UPI Press

Stubbs, Sue, Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Sedikit Sumber, The Atlas Alliance, Juli, 2002

Syamsu, Y dan Nurihsun, AJ (2005); Landasan Bimbingan dan Konseling; Bandung : PT Remaja Rasdakarya

Tim (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Utami,Munandar.S.C (1992) .Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak

Sekolah. Jakarta :Gramedia


(2)

197

Vaughn, Sharon, Candall S. Bos. Jeanas Shy Schumm (2011). Teach Students

Who Are Exceptional, Diverge, and At Risk In The General Education Classroom (5th Edition). New Jersey : Pearson Education

Wahyudin (2010). Monograf : Kecemasan Matematika. Bandung : Program Studi Pendidikan Matematika SPS UPI.

Wood,Derek dkk.( 2011). Kiat Mengatasi Gangguan Belajar. Jogjakarta : Kata hati.

Yusuf, Munawir dkk .(2003). Pendidikan Bagi Anak Dengan Problem Belajar. Solo : Tiga Serangkai

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika (2010). Landasan Bimbingan & Konseling Ed. 5. Bandung : Remaja Rodsakarya


(3)

198 Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LAMPIRAN

1. Kisi-Kisi Penelitian

2. Dokumen Penelitian

3. Instrumen Penelitian

4. Sampel Data Penelitian

5. Dokumen Perizinan Penelitian

6.Dokumentasi Penelitian


(4)

Tabel

Kisi-kisi dan Teknik Pengumpulan Data

IDENTIFIKASI BAGI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA

SMP KELAS VII

Pertanyaan Penelitian

Aspek Indikator Teknik Subjek Instr

Kondisi nyata apa g dimiliki oleh serta didik yang mengalami hamba-tan belajar

pada sekolah inklusif ?

Hasil Belajar Nilai Tes Ulangan Tengah Semester Ganjil mata pelajaran matematika yang sangat rendah  Penelaahan Dokumentasi -Nilai UTS Matematika  Penjaringan dengan mengunakan diagram garis

 Studi dokumen Bio data, Kehadiran, Buku catatan matematika  Seluruh Peserta Didik Kelas VII  Guru Matematika Kelas VII

 Wali Kelas, Guru BK, PKS Humas

 Peserta didik

 Dafta  Da list dok men  Re nil keha buku c Kondisi subjek penelitian

1. Deskripsi kebiasaan belajar peserta didik

2. Deskripsi prilaku peserta didik yang diduga mengalami hambatan belajar

3. Deskripsi lingkungan pendukung kegiatan belajar di sekolah

 Wawancara  Peserta Didik

 Guru matematika

 Wali Kelas

 Guru BK

 PKS Humas

 Pedoman Wawa

aktor-faktor nghambat apa saja

g menyebabkan serta didik

Faktor penghambat

A. Faktor Psikologis

1. Sikap Belajar Matematika 2. Motivasi Belajar Matematika 3. Kecemasan Belajar Matematika

 Kuesioner  Kuesioner  Kuesioner  Subjek Penelitian  Ska  Ska  Ska


(5)

200 Endang Setia Permana, 2014

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN HAMBATAN BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

RIWAYAT HIDUP

Endang Setia Permana lahir di Bandung pada tanggal 4 April 1969. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri , Bapak M.Didi Dj. dan Ibu Ii I.

Penulis menikah dengan Eri Juariah pada tahun 1997 dan dikaruniai dua orang puteri yang bernama Echa Nurlaeli Naufal ( 16 tahun) dan Emil Kalam Khairina ( 8 tahun ).

Penulis merupakan alumni SDN Korpri III Baleendah , SMP N 1 Baleendah dan SMAN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Selesai dari SMA pada tahun 1989 , diterima di DIII ITB Fakultas MIPA Jurusan Pendidikan Matematika. Setelah lulus DIII , penulis bekerja sebagai pengajar di SMPN 4 Sumedang, penulis melanjutkan kuliah di Universitas Terbuka mengambil Jenjang S1 Jurusan Pendidikan Matematika pada tahun 1995. Pada tahun 1997 penulis beralih tugas ke SMPN 1 Baleendah.


(6)

Setelah bekerja di SMPN 1 Baleendah , penulis mulai banyak terlibat pada kegiatan MGMP Matematika dan aktif menjadi pengurus Gugus sejak tahun 2000. Mulai tahun 2006 sering mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan luar biasa khususnya bidang sekolah akselerasi. Keikutsertaan tersebut menyebabkan penulis berinteraksi dan berkomnikasi dengan dunia pendidikan luar biasa dan pendidikan inklusif. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan jenjang pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengan mengambil Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus ( PKKh ).

Pendidikan Pascasarjana diselesaikan pada tahun 2014 dengan mengangkat judul

penelitian ” Identifikasi dan Asesmen Hambatan Belajar Matematika Pada Peserta

Didik di Sekolah Inklusif SMP di Kabupaten Bandung ( Studi Kasus di SMP BPPI


Dokumen yang terkait

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

0 7 145

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar Negeri Iii Giriwono Wonogiri.

0 5 21

STUDI KOMPARATIF KEMAMPUAN MANAJEMEN STRATEGIK KEPALA SEKOLAH DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMA NEGERI 6 DAN SMA MUTIARA BUNDA BANDUNG.

1 8 85

HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN PSIKOLOGIS DI SEKOLAH DENGAN KEBAHAGIAAN SUBJEKTIF PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Studi Deskriptif-Korelasional pada Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 13 Bandung.

1 9 68

MODIFIKASI PENILAIAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF.

3 10 86

PROFIL SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF DI SD NEGERI TAMANSARI 1 YOGYAKARTA.

8 72 199

Proposal Dana Belanja Hibah Untuk Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif - Dapodikblog.com PROPOSAL INKLUSIF

0 0 7

PENERAPAN FRAMEWORK YII PADA PEMBANGUNAN SISTEM PPDB SMP BPPI BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

0 2 10

PENGARUH PENGGUNAAN METODE KARYAWISATA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP MUHAMMADIYAH 6 PALEMBANG

0 1 103

PENGARUH GAYA BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 2 PATALASSANG KABUPATEN GOWA TAHUN AJARAN 20152016

0 0 128