Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Seksualitas pada Remaja SMA .SETYORINI R0108071

(1)

commit to user

PENGARUH PENYU

SEKSUALITAS PADA

Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan

PROGRAM STUDI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUALITAS PADA REMAJA SMA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan

SETYORINI R0108071

PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

PENGETAHUAN

FAKULTAS KEDOKTERAN SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Setyorini. R0108071. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Seksualitas pada Remaja SMA. Program Studi DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012

Latar belakang : Masa remaja merupakan masa transisi dimana mempunyai banyak life events yang terjadi untuk menentukan kehidupan masa dewasa dan menentukan kualitas generasi berikutnya. Masalah yang paling sering dialami oleh seorang remaja adalah masalah yang berkaitan dengan seksualitas. Permasalahan tersebut merupakan serangkaian dampak dari minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA.

Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain penelitian pretest posttest control group design. Sampel yang digunakan sebanyak 96 siswa kelas XI IPA dan IPS SMA Negeri 5 Surakarta, dibagi dua menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner sebanyak 38 pernyataan yang telah valid dan reliabel. Teknik analisis data dengan menggunakan Independent t-test.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata selisih nilai pretest dan posttest pengetahuan dari kelompok kontrol sebesar 1,27±0,9 sedangkan pada kelompok perlakuan sebesar 6,5±4,6. Analisis dengan Independent t-test menghasilkan nilai p (:0,000) < 0,05, sehingga terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan kelompok kontrol dan perlakuan.

Simpulan : Terdapat pengaruh pemberian penyuluhan yang bermakna terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA.


(5)

commit to user

ABSTRACT

Setyorini. R0108071. The Effect Of Elucidation To The Level Of Sexuality Knowledge On The Adolescent At Senior High School. Studies Program Diploma IV Midwife Educator in Medical Faculty of Sebelas Maret Surakarta University. 2012

Background : the adolescent is transition period when it has many life events happen to decide the adult time and decide the quality of the next generation. The problems are usually faced by the adolescent people is the problem related to the sexuality. That problem is a series effect from the lack information about sexuality on the adolescent people.

Purpose: this research aims to identify the effect of elucidation to the level of sexuality knowledge on the adolescent at senior high school.

Method: the research method used is quasi experiment with the research design pretest posttest control group design. The sample used was 96 students XI science class and XI social class in SMA Negeri 5 Surakarta. The sample was divided into 2 groups, treatment and control group. The instrument used was questionnaire with 38 questions which was valid and reliable. The technique of analyzing data is used independent t-test.

Result : the result of this research shows that the mean different between pretest scores and post test of the knowledge of adolescent from the control group is 1,27±0,9 while in the treatment group is 6,5±4,6. The analysis with independent t-test produce the score of p (:0,000)<0,05, therefore there is significant different between the level of knowledge in the treatment and control group.

Summary: there is an effect of elucidation to the level of sexuality knowledge on the adolescent at senior high school.


(6)

commit to user

vi M OTTO

M asa depan bukan tergantung dari keadaan. M asa depan tergantung dari keputusan yang kita buat

^ penulis ^

Tidak semua jalan kehidupan selurus dan semudah yang kita bayangkan.

K etika kita melewati dan berada pada jalan yang berkelok dan berkerikil, itu akan membuat kita menjadi orang yang semakin kuat.

^ Titi K urniasih ^

K alau kita memulai langkah dengan rasa takut, maka sebenarnya kita tidak pernah melangkah. ^N ayyar ^

Janganlah berharap pada orang lain, karena belum tentu mereka tahu dan mengerti sehingga membuat kita lelah pada akhirnya. B erharaplah selalu pada Allah, karena I a selalu memberi

kepastian dan sangat mengerti apa yang terbaik untuk kita. ^ R iadini ^


(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

“ Atas syukurku kepada I llahi R abbi, yang telah memiliki rencana, melaksanakan, dan mencukupi segala kebutuhanku selama ini. Y a Alloh, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan, dan jadikanlah barokah apa-apa- apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa- apa yang Engkau tunda dan menunda apa- apa yang Engkau segerakan”

A ku persembahkan karya t ulis ini unt uk :

Hart a paling berharga dalam hidupku, keluargaku. Unt uk Ibuku, Sariyem dan Bapakku, M . N urkholis....Terimakasih at as do’a dan harapan yang selalu kalian panjat kan, membuat ku selalu ingin menjadi lebih baik dan t erbaik. Kalian sosok yang t ak t ergant ikan...Luv u so much!!!!!

Buat adekku Tit i dan Juki, t erimakasih at as semangat , doa sert a cint a yang selalu kalian berikan. Lanjut kan misi qt membuat orang t ua bangga...aamin!!!

Buat mas A nggit , t erimakasih t elah m enjadi bat u pijakan yang kokoh dalam menggapai impianku selama ini, memberikanku kekuat an saat aku rapuh, selalu memberikanku semangat dengan segala kesabaranmu...

Teman t erbaikku Ifah, N esa, Ela, Rizka, Hanifa, Okt a, Ira, Pisco, Dini dan N iken. Terimakasih t elah mewarnai hidupku dan meluangkan wakt u unt uk mendengar keluh kesahku. Terimakasih t elah menjadi keluargaku di rant auan sini.

Teman2 yang membant uku berjuang: Fida, Rima, Pisco, Cint ika, Okt a, Ira, Juweni, Bengkas. Terimakasih kalian t elah meluangkan wakt u unt uk membant uku dalam menyelesaikan penelit ianku. Semoga pahala kalian dilipat gandakan.. 


(8)

commit to user

viii

M uffiers comunit ee. Yunit a, Dest ia, Tot alia, Pisco, Tika, A ma, Dyah, Sari, W iwik, Bengkas dan M ayang. Terimakasih t elah menjadi keluarga keduaku dan menjagaku selama ini. Kebersamaan kit a dalam sat u at ap t idak akan t erlupakan...Semoga kit a semua jadi orang hebat , A min.. 

Fika, Furo, Dewi, Erma .... Terimakasih t elah memberiku semangat dari jauh...Luv u A ll..:*

Teman- t eman seperjuangan angkat an 20 0 8.... Terimaksih t elah menemani perjalanan hidupku...


(9)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Seksualitas pada Remaja SMA”. Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mengalami hambatan dan rintangan, namun penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak sehingga pada akhirnya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Tri Budi Wiryanto, dr. Sp.OG selaku Ketua Program Studi D-IV Kebidanan

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Mulyani, S.Kep, Ns, M. Kes selaku Sekretaris Program Studi D-IV

Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Erindra Budi C., S.Kep, Ns, selaku ketua tim KTI.

4. Muthmainah, dr., M. Kes selaku dosen Pembimbing yang telah meluangkan

waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan selama proses penyusunan karya tulis ilmiah ini dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab.

5. Suyatmi, dr., M. Biomed. selaku dosen Pembimbing Pendamping, yang

dalam padatnya jadwal bersedia mencurahkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis menyusun karya tulis ilmiah ini.

6. Suhanantyo, drg., M. Si Med, PGK dan Sri Mulyani, S.Kep., Ns., M.Kes

selaku penguji, yang telah banyak memberikan masukan berharga dalam penyusunan karya tulis ini.

7. Sajidan, S.Pd, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 5 Surakarta, beserta staff


(10)

commit to user

x

8. Drs. Yusmar Setyobudi, MM, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 6 Surakarta,

beserta staff yang telah memberikan izin dan membantu proses penelitian.

9. Seluruh dosen dan staf DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

10. Kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

11. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian karya tulis ilmiah ini.

12. Seluruh rekan di DIV Bidan Pendidik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi semangat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberi dukungan demi lancarnya penyusunan karya tulis ilmiah ini. Semoga amal dan kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, Juli 2012


(11)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTACT... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Penyuluhan Kesehatan... 5

2. Seksualitas ... 8

3. Pengetahuan ... 25

4. Remaja ... 29

5. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Seksualitas pada Remaja... 30

B. Kerangka Konsep ... 32

C. Hipotesis ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33


(12)

commit to user

xii

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Populasi Penelitian ... 34

D. Sampel dan Teknik Sampling... 34

E. Estimasi Besar Sampel ... 35

F. Kriteria Restriksi ... 36

G. Pengalokasian Subjek... 36

H. Definisi Operasional... 37

I. Cara Kerja ... 38

J. Rencana Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 46

A. Analisis Univariat... 46

1. Karakteristik Responden... 46

2. Pengetahuan Responden tentang Seksualitas ... 47

B. Analisis Bivariat ... 48

BAB V PEMBAHASAN ... 51

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Simpulan... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(13)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel alat reproduksi dan fungsinya pada laki- laki ... 11

Tabel 2.2. Tabel alat reproduksi dan fungsinya pada perempuan... 12

Tabel 3.1. Kisi- kisi soal untuk mengukur pengetahuan remaja tentang

seksualitas sebelum dan sesudah uji validitas... 42

Tabel 4.1. Karakteristik responden ... 46

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan... 47

Tabel 4.3. Rata- rata nilai pretest dan posttest pengetahuan seksualitas

pada kelompok kontrol dan perlakuan... 48

Tabel 4.4. Rata- rata nilai pengetahuan seksualitas responden pada

jurusan IPA dan IPS dari hasil pretest... .. 48

Tabel 4.5. Hasil uji normalitas data pengetahuan responden kelompok


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alat reproduksi laki- laki ... 10

Gambar 2.2. Alat reproduksi perempuan ... 11

Gambar 2.3. Skema kerangka konsep... 32


(15)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal penyusunan karya tulis ilmiah

Lampiran 2. Kuesioner penelitian sebelum uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 3. Kuesioner penelitian sesudah uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 4. Satuan Acara Penyuluhan

Lampiran 5. Data skor responden pada tiap item pernyataan

Lampiran 6. Hasil uji validitas Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas

Lampiran 8. Tabulasi data hasil pretest pengetahuan pada kelompok kontrol

Lampiran 9. Tabulasi data hasil pretest pengetahuan pada kelompok perlakuan

Lampiran 10. Tabulasi data hasil posttest pengetahuan pada kelompok kontrol Lampiran 11. Tabulasi data hasil posttest pengetahuan pada kelompok perlakuan Lampiran 12. Data pengetahuan pada kelompok kontrol dan perlakuan (SPSS) Lampiran 13. Data pengetahuan pada kelompok program jurusan IPA dan IPS

(SPSS)

Lampiran 14. Hasil uji normalitas data (SPSS) Lampiran 15. Hasil uji independent t-test (SPSS) Lampiran 16. Lembar Konsultasi

Lampiran 17. Lembar Surat Permohonan Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas di SMA Negeri 6 Surakarta dari Institusi

Lampiran 18. Lembar Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data di SMA Negeri 5 Surakarta dari Institusi

Lampiran 19. Surat Keterangan dari SMA Negeri 6 Surakarta Lampiran 20. Surat Keterangan dari SMA Negeri 5 Surakarta

Lampiran 21. Lembar Permohonan dan Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 22. Dokumentasi Penelitian


(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut ke dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (Internasional Conference on Population and Development, ICPD) di Kairo, Mesir. Sejak saat itu masyarakat internasional secara konsisten mengukuhkan hak- hak remaja akan informasi tentang kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan reproduksi termasuk konseling (Imron, 2012).

Masa remaja merupakan masa transisi dimana mempunyai banyak life events yang terjadi untuk menentukan kehidupan masa dewasa dan menentukan kualitas generasi berikutnya, sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis dalam siklus kehidupan sosial. Tahun 2007 tercatat jumlah remaja sebanyak 64 juta jiwa atau 28,6% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 222 juta. Semakin banyak jumlah remaja, maka semakin banyak pula permasalahan yang dihadapi (BKKBN, 2008).

Pemahaman tentang perkembangan seksual termasuk perilaku seksual remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting diketahui, sebab kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat


(17)

merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Imron (2012), masalah yang sering dialami remaja adalah masalah yang berkaitan dengan seksualitas atau kesehatan reproduksi. Permasalahan tersebut merupakan serangkaian dampak dari minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas.

Minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas tergambar dari hasil penelitian mengenai kebutuhan akan layanan kesehatan reproduksi di 12 kota di Indonesia yang menunjukkan bahwa pemahaman remaja akan seksualitas masih sangat terbatas (Suryoputro, 2006). Selain itu berdasarkan survey yang dilakukan Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah 2004 di Semarang mengungkapkan bahwa dengan pertanyaan- pertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara- cara pencegahan HIV/ AIDS, dan pengetahuan fungsi organ reproduksi, diperoleh informasi bahwa 43,22% pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuannya sedang, dan 19,50% pengetahuannya memadai (Husni, 2005 ).

Minimnya pengetahuan tentang seksualitas dikarenakan akses untuk mendapatkan informasi sangat terbatas dan masih terdapat anggapan bahwa membicarakan masalah seksualitas secara transparan masih dianggap tabu. Selain itu, faktor yang menyebabkan pendidikan seksualitas sulit diimplementasikan secara formal melalui jalur kurikulum dalam institusi pendidikaan sekolah karena persoalan budaya dan agama (Imron, 2012).


(18)

commit to user

Penulis melakukan studi pendahuluan di SMA Negeri (SMAN) 5 Surakarta pada tanggal 7 Maret 2012, didapatkan hasil bahwa kurikulum kesehatan reproduksi di SMAN 5 Surakarta hanya membahas masalah sistem reproduksi secara umum, sehingga siswa belum tahu mengenai kesehatan reproduksi khususnya seksualitas. Selain itu, juga pernah dilaporkan terdapat siswa yang hamil di luar nikah.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan “ Adakah pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA ? “

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang seksualitas di SMAN 5 Surakarta.

b. Mengidentifikasi perubahan pengetahuan tentang seksualitas pada remaja antara sebelum dan sesudah diberi penyuluhan di SMAN 5 Surakarta.


(19)

c. Menganalisis pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja di SMAN 5 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja.

2. Manfaat aplikatif a. Institusi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada institusi sekolah terkait agar lebih meningkatkan program pengajaran tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang seksualitas pada remaja.

b. Remaja

Sebagai bahan masukan dan informasi ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan tentang seksualitas sehingga diharapkan dapat membentuk pribadi remaja yang bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.


(20)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Penyuluhan Kesehatan a. Definisi

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Machfoedz dan Suryani, 2008).

b. Tujuan Penyuluhan

Tujuan dari penyuluhan merupakan investasi jangka panjang karena hasil penyuluhan berupa perubahan perilaku baru bisa dilihat beberapa tahun kemudian. Sedangkan dalam waktu pendek (immediate impact), hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

c. Langkah- langkah dalam penyuluhan

Machfoedz dan Suryani (2008) menjelaskan bahwa dalam melakukan penyuluhan kesehatan, penyuluh yang baik harus melakukan langkah- langkah sebagai berikut :

1) Mengenal masalah, masyarakat dan wilayah. 2) Menentukan prioritas masalah.


(21)

3) Menentukan tujuan penyuluhan. 4) Menentukan sasaran penyuluhan. 5) Menentukan isi penyuluhan.

6) Menentukan metode penyuluhan yang akan dipergunakan.

7) Memilih alat- alat peraga atau media penyuluhan yang dibutuhkan. 8) Menyusun rencana penyuluhannya.

9) Menyusun rencana kerja atau rencana pelaksanaannya. d. Metode penyuluhan

Suprapto (2004) menggolongkan metode penyuluhan menjadi tiga golongan berdasarkan jumlah sasaran yang dapat dicapai :

1) Metode berdasarkan pendekatan perseorangan

Yang termasuk ke dalam metode ini yaitu anjangsana, surat-menyurat, kontak informal, undangan, hubungan telepon, dan magang.

2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Dalam hal ini, penyuluh berhubungan dengan sekelompok orang untuk menyampaikan pesannya. Beberapa metode pendekatan kelompok antara lain yaitu ceramah dan diskusi, rapat, demonstrasi, temu karya, temu lapang, sarasehan, perlombaan, pemutaran slide, dan penyuluhan kelompok lainnya.

Dari beberapa metode di atas, ceramah merupakan metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.


(22)

commit to user

adalah tahap persiapan meliputi kesiapan materi dan penguasaan materi serta tahap pelaksanaan meliputi hal- hal yang harus diperhatikan oleh penceramah dalam menyampaikan materi. (Notoatmodjo, 2007a).

3) Metode berdasarkan pendekatan massal

Metode ini dapat menjangkau sasaran yang lebih luas (massa). Beberapa metode yang termasuk dalam golongan ini antara lain rapat umum, siaran melalui media massa, penerbitan visual dan pemutaran film.

e. Media penyuluhan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007a), media penyuluhan kesehatan digunakan untuk mempermudah penerimaan informasi kesehatan pada masyarakat atau klien. Berdasarkan fungsinya media tersebut dibagi menjadi media cetak, media elektronik, dan media papan ( billboard). f. Faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan

Keberhasilan penyuluhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya (Septalia, 2010).


(23)

2) Tingkat sosial ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru (Septalia, 2010).

3) Adat istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat merupakan sesuatu yang tidak boleh diabaikan (Notoatmodjo, 2003).

4) Kepercayaan masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampaian informasi (Septalia, 2010).

5) Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktivitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan (Septalia, 2010).

2. Seksualitas a. Definisi

Seks adalah karakteristik biologis- anatomis (khususnya sistem reproduksi dan hormonal), diikuti dengan karakteristik fisiologi tubuh,


(24)

commit to user

Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Seksualitas terkait erat dengan jenis kelamin, organ- organ reproduksi, perilaku seksual, orientasi seksual, dan kelainan seksual (Imron, 2012).

Menurut Yuliadi (2010), seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasakan tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian dan perbendaharaan kata.

b. Nilai seksual pada pria dan wanita

Menurut Sarwono (2011) remaja pria lebih awal melakukan berbagai perilaku seksual dari pada remaja putri. Namun di berbagai kebudayaan termasuk Indonesia sendiri, sikap pria memang pada umumnya lebih permisif dari pada wanita, yang pada hakikatnya mencerminkan perbedaan nilai seksual antara remaja pria dan wanita yaitu :

1) Laki- laki lebih cenderung terbuka daripada wanita untuk menyatakan bahwa mereka sudah berhubungan seks dan sudah aktif berperilaku seksual.


(25)

2) Remaja putri menghubungkan seks dengan cinta. Alasan mereka untuk berhubungan seks adalah cinta , sementara itu pada remaja pria kecenderungan ini jauh lebih kecil.

c. Sistem reproduksi

Alat reproduksi adalah organ- organ dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk proses reproduksi. Bentuk alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan, namun alat reproduksi mereka mempunyai fungsi yang sama (Akbidyo, 2007).

Di bawah ini merupakan alat reprodusi pria dan wanita beserta fungsinya :

1) Alat reproduksi laki- laki


(26)

commit to user

Tabel 2.1. Tabel alat reproduksi dan fungsinya pada laki- laki Alat reproduksi Fungsi atau keterangan Bagian luar

a) Penis

b) Skrotum Bagian dalam

a) Buah zakar (testis), jumlahnya sepasang b) Epididimis

c) Vas deferens (saluran mani)

d) Vesicular seminalis e) Kelenjar prostat f) Uretra (saluran

kencing)

Alat senggama dan saluran untuk keluarnya sperma dan air seni. Pada keadaan biasa ukuran penis kecil, ketika terangsang secara seksual darah banyak dipompakan ke penis sehingga menjadi tegang dan besar (ereksi).

Tempat bergantungnya testis.

Memproduksi hormon kelamin laki-laki (testosteron).

Saluran yang lebih besar dari pada vas deferens.

Saluran untuk menyalurkan sperma dari testis menuju ke vesicular seminalis. Menghasilkan dan menampung air mani sebagai media pengantar sperma.

Menghasilkan cairan mani (semen), tempat hidupnya sperma.

Saluran untuk mengeluarkan air mani dan air kencing.

Sumber : BKKBN, 2005 2) Alat reproduksi perempuan


(27)

Tabel 2.2. Tabel alat reproduksi dan fungsinya pada perempuan Alat reproduksi Fungsi atau keterangan Bagian luar

a) Bibir besar (labia mayora) b) Bibir kecil (labia minora) c) Klitoris

d) Lubang senggama (introitus vagina)

Bagian dalam

a) Liang senggama/ kemaluan (vagina)

b) Mulut rahim (serviks)

c) Rahim (uterus)

d) Saluran telur (tuba fallopi)

e) Indung telur (ovarium)

Berupa benjolan daging kecil dan yang paling peka dari seluruh alat kelamin perempuan yang banyak mengandung pembuluh darah dan syaraf. Terletak antara lubang kencing dan anus (dubur).

Alat untuk berhubungan seksual, jalan keluarnya bayi saat melahirkan dan keluarnya darah menstruasi.

Bawah rahim bagian luar yang ditetapkan sebagai batas penis masuk ke vagina. Membuka pada saat melahirkan sehingga bayi dapat keluar.

Tempat berkembangnya janin. Dinding rahim yang menebal dan berisi pembuluh darah yang keluar sebagai menstruasi.

Tempat berjalannya sel telur setelah keluar dari ovarium (ovulasi) dan tempat terjadinya pembuahan (konsepsi).

Menghasilkan sel telur dan hormon (estrogen dan progesteron)


(28)

commit to user d. Perilaku seksual remaja

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk tingkah laku ini bisa bermacam- macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2011).

Menurut Wahyudi dalam Yuliadi (2010), perilaku seksual secara rinci dapat berupa :

1) Berfantasi : merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang menimbulkan perasaan erotisme.

2) Pegangan tangan : aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.

3) Cium kering : Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.

4) Cium basah : Berupa sentuhan bibir ke bibir.

5) Meraba : merupakan kegiatan bagian- bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, payudara, paha, alat kelamin, dan lain- lain.

6) Berpelukan : aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah erogen atau sensitif).


(29)

7) Masturbasi : perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.

8) Oral seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.

9) Petting : merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin, tetapi masih menggunakan celana dalam).

10) Intercourse(senggama) : merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin laki- laki ke dalam alat kelamin wanita.

e. Orientasi seksual

Seksualitas memiliki beberapa komponen, salah satunya adalah orientasi seksual. Orientasi seksual adalah ketertarikan yang bersifat abadi (enduring) secara emosional, romantis, dan afeksional kepada manusia lain (Majid, 2007).

Terdapat 3 jenis orientasi seksual, yaitu : 1) Heteroseksual

Heteroseksual ditujukan untuk seseorang yang tertarik secara seksual hanya kepada lawan jenis. Laki- laki tertarik pada perempuan, sebaliknya perempuan tertarik pada laki-laki. Sebagian besar orang digolongkan kategori ini. Orientasi heteroseksual adalah yang dianggap paling normal dan paling diterima (Majid,


(30)

commit to user 2) Biseksual

Istilah untuk perempuan maupun laki-laki yang tertarik secara seksual baik kepada perempuan dan laki-laki sekaligus. Perempuan tertarik pada perempuan dan laki. Sebaliknya laki-laki juga tertarik secara seksual pada perempuan dan laki-laki-laki-laki sekaligus. Dalam kondisi ini, laki-laki tetap merasa dirinya sebagai laki-laki. Perempuan tetap merasa dirinya sebagai perempuan (Majid, 2007).

3) Homoseksual

Istilah untuk seseorang yang tertarik seksual pada sesama jenis. Istilah homoseksualitas dipakai untuk hubungan seksual antara dua orang pria. Dalam arti yang luas istilah ini berlaku pula bagi pasangan wanita- wanita yang lazim disebut lesbianisme (Wiknjosastro, 2005).

f. Kelainan dan gangguan seksual

Sering kali dalam masyarakat terdapat pengertian bahwa tingkah laku seksual yang khususnya tidak sesuai dengan norma- norma agama, hukum maupun susila yang dilakukan remaja adalah kelainan atau gangguan atau penyimpangan seksual (Sarwono, 2011).


(31)

Adapun jenis- jenis kelainan dan gangguan seksual menurut Sarwono (2011) yaitu :

1) Jenis- jenis gangguan seksual pada umumnya a) Gangguan identitas jenis

Gambaran utama dari gangguan ini adalah ketidaksesuaian antara alat kelamin dengan identitas jenis yang terdapat pada diri seseorang. Identitas jenis yang menyimpang ini dinyatakan dalam perbuatan (cara berpakaian, mainan kegemarannya, seperti laki- laki suka bermain boneka atau sebaliknya anak perempuan suka bermain sepak bola), ucapan maupun obyek seksualnya.

(1) Transeksualisme

Minat seksual kaum transeksual ini biasanya adalah yang sejenis kelamin (homoseksual walaupun mereka tidak mau disebut sebagai homoseks). Akan tetapi, ada juga orang melaporkan pernah mengalami hubungan heteroseksual dan beberapa diantara mereka dilaporkan aseksual (tidak berminat pada seks).

(2) Gangguan identitas jenis masa kanak- kanak

Walaupun transeksualisme biasanya mulai timbul sejak masa kanak- kanak, ada gangguan identitas jenis yang hanya terjadi pada masa kanak- kanak saja.


(32)

commit to user

(3) Gangguan identitas jenis tidak khas

Yaitu tidak sepenuhnya menunjukkan tanda- tanda transeksualisme, tetapi ada perasaan- perasaan tertentu yang menolak struktur anatomi dirinya, seperti merasa tidak mempunyai vagina atau vaginanya akan tumbuh menjadi penis ( pada wanita), atau merasa tidak punya penis atau jijik pada penisnya sendiri ( pada pria).

b) Parafilia

Ciri utama gangguan jiwa yang satu ini adalah diperlukannya suatu khayalan atau perbuatan seksual yang tidak lazim untuk mendapatkan gairah seksual.

(1) Zoofilia (Bestialitas)

Terdapat perbuatan atau fantasi mengadakan aktivitas seksual dengan hewan.

(2) Pedofilia

Perbuatan atau fantasi untuk melakukan aktivitas seksual dengan anak prapubertas.

(3) Transvestisme

Pemakaian pakaian wanita oleh laki- laki heteroseksual untuk mendapatkan kegairahan seksual. Transvestisme berlaku bagi laki- laki yang bukan transeksual.


(33)

(4) Ekshibisionisme

Mempertunjukkan alat kelamin secara tak terduga kepada orang yang tidak dikenalnya dengan tujuan untuk mendapat kegairahan seksual tanpa upaya lanjut untuk mengadakan aktivitas seksual dengan orang yang tak dikenalnya.

(5) Fetishisme

Penggunaan benda (fetish) yang lebih disukai atau sebagai satu- satunya cara untuk mendapatkan kegairahan seksual. Benda itu tidak terbatas pada perangkat pakaian wanita atau alat- alat perangsang gairah seksual (seperti vibrator). (6) Voyeurisme

Mengintip orang lain telanjang, membuka pakaian atau melakukan aktivitas seksual tanpa sepengetahuannya dan tidak ada upaya lanjut untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang diintip itu.

(7) Masokisme seksual

Mendapatkan kegairahan seksual melalui cara dihina, dipukul atau penderitaan lainnya.

(8) Sadisme seksual

Mencapai kepuasan seksual dengan cara menimbulkan penderitaan psikologik atau fisik ( bisa berakibat cedera


(34)

commit to user (9) Parafilia tidak khas

Pencapaian kepuasan melalui cara- cara yang tidak lazim yang belum disebut diatas misalnya dengan tinju (koprofilia), dengan menggosok (froteurisme), dengan kotoran (misofilia), dengan mayat (nekrofilia), dengan air seni ( urofilia), dan dengan bicara kotor melalui telepon (skatologia telpon).

2) Penyalahgunaan seksual pada anak- anak

Penyalahgunaan seks pada anak- anak (child sexual abuse) sebagai pemanfaatan (exploitation) anak- anak untuk kepuasan seksual orang dewasa.

Tiga golongan anak yang mengalami penyalahgunaan seksual : a) Anak- anak disiksa atau disakiti dengan luka- luka terutama di

daerah alat kelaminnya.

b) Anak- anak yang diajak bersenggama atau benar- benar bersenggama atau mengalami kontak alat kelamin secara tidak wajar dengan seorang dewasa.

c) Anak yang secara tidak semestinya dilibatkan dalam aktivitas seksual orang dewasa yang tidak termasuk dalam a dan b, misalnya pornografi anak- anak.


(35)

g. Masalah- masalah yang berhubungan dengan seksualitas remaja 1) Kehamilan remaja yang tidak diharapkan

Menurut Miron (2009), salah satu risiko dari seks bebas adalah terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan ( KTD). Akibat yang ditimbulkan karena kehamilan yang tidak diharapkan beberapa diantaranya adalah :

a) Risiko fisik

Kehamilan pada usia dini bisa menimbulkan kesulitan dalam persalinan seperti perdarahan bahkan kematian.

b) Risiko psikis

Ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya atau mempertanggungjawabkan perbuatannya. Remaja yang hamil diluar nikah memiliki berbagai permasalahan psikologis, yaitu rasa takut, kecewa, menyesal, rendah diri terhadap kehamilannya sehingga terjadi usaha menggugurkan kandungannya.

c) Risiko sosial

Salah satu risiko sosial adalah berhenti atau putus sekolah dikarenakan rasa malu atau dikucilkan oleh lingkungan sosial.


(36)

commit to user d) Risiko ekonomi

Merawat kehamilan, persalinan dan merawat bayi membutuhkan biaya yang besar, sementara itu remaja belum siap untuk bekerja.

2) Aborsi

Aborsi adalah proses pengeluaran embrio sebelum umur kehamilan 7 bulan baik spontan ( keguguran yang terjadi secara alamiah atau tidak disengaja) maupun aborsi buatan (usaha pengguguran yang disengaja). Beberapa alasan remaja yang terlanjur hamil memilih untuk aborsi diantaranya : ingin melanjutkan sekolah, takut dimarahi orang tua, belum siap secara mental dan ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak, malu pada lingkungan apabila ketahuan hamil sebelum nikah (BKKBN, 2005).

Dampak melakukan aborsi menurut Romauli (2009) yaitu : a) Risiko fisik

Perdarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu risiko aborsi. Aborsi yang berulang bisa menyebabkan kemandulan. b) Risiko psikologi

Pelaku aborsi sering kali mengalami perasaan takut, stress, dan trauma mengingat proses aborsi.


(37)

c) Risiko sosial

Dikucilkan dari lingkungan sosial karena melanggar norma yang ada.

3) Infeksi Menular Seksual ( IMS)

Infeksi menular seksual ( IMS) disebarkan oleh kontak seksual melalui semendan cairan vagina. Darah dan ASI juga bisa menularkan organisme yang menyebabkan infeksi, begitu pula kontak dengan luka terbuka. IMS dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri (Miron, 2006).

Macam- macam Infeksi Menular Seksual (IMS) antara lain yaitu :

a) Sifilis

Infeksi sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum (Wiknjosastro, 2007). Di Indonesia penyakit ini sering disebut

dengan istilah raja singa. Ciri- ciri infeksi ini terdapat 3 tahapan. Dalam sifilis primer ( tahap pertama), timbul luka di alat kelamin yang tidak menyakitkan yang berbentuk tepi luka meninggi dan bagian tengah yang cekung. Sifilis sekunder biasanya diawali dengan ruam kulit yang sangat menular dan bisa muncul pada telapak tangan dan tumit atau sekujur tubuh. Pada sifilis tersier bisa menyebabkan komplikasi yang mencakup gangguan mental, kelumpuhan, kebutaan, penyakit


(38)

commit to user b) Gonorea

Penyakit gonorea disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae. Penyakit ini sering disebut dengan istilah kencing nanah (Wiknjosastro, 2007). Pada laki- laki, penyakit ini menyebabkan pengeluaran cairan dari penis dan sensasi terbakar saat buang air kecil. Beberapa perempuan mengalami pengeluaran cairan vagina berwarna kekuningan atau berdarah, dan rasa sakit saat berkemih (Miron, 2006).

c) Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndrom (AIDS)

HIV adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh dan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Orang dengan AIDS rentan terhadap banyak penyakit yang mengancam jiwa (infeksi oportunis) dan kanker bentuk tertentu (Miron, 2006).

HIV disebarkan melalui pertukaran cairan vagina, semen, darah , ASI, dan cairan tubuh lainnya yang mengandung darah. Virus ini tidak menular melalui kontak biasa, seperti minum dari gelas yang sama, memeluk seorang teman, berjabat tangan, mencium pipi, atau duduk di dudukan toilet. HIV menular melalui kontak seksual (vaginal, oral atau anal) dengan seorang yang terinfeksi, melalui jarum suntik


(39)

yang terinfeksi, serta melalui transfusi darah yang terinfeksi (Miron, 2006).

Gejala infeksi HIV banyak dan bervariasi : kelelahan, demam, batuk, kehilangan berat badan yang drastis, diare berkepanjangan dan infeksi (Miron, 2006).

h. Pencegahan

Penanggulangan masalah seksual pada remaja menurut Abied (2010) antara lain memperdalam keimanan, mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat, berteman dengan teman yang saleh, menjauhi dan menghindari media massa yang buruk, berpuasa, dan menggunakan cara-cara medis (memperbanyak olahraga dan latihan fisik).

Selain itu menurut Soetjiningsih (2007), agar remaja tidak mengalami permasalahan seksual maka diperlukan :

1) Pendidikan seks secara holistik dan terpadu perlu diberikan kepada anak secara dini dan juga kepada orang tua dan konselor.

2) Perlu adanya perubahan pemahaman masyarakat terhadap seksualitas yaitu dari pemahaman yang kaku menjadi fleksibel. 3) Kepedulian masyarakat terhadap seks yang aman dan sehat perlu


(40)

commit to user 3. Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2007a).

Menurut Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sesudah melihat, mengalami atau diajarkan. Jadi, pengetahuan adalah apa yang telah diketahui maupun dianggap setelah ia melihat dan mendengarkan (KBBI, 2002).

b. Tingkatan Pengetahuan

Analisis taksonomi Bloom yang disampaikan Notoatmodjo (2007a) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari.


(41)

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretaskan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4) Analisis ( analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagan-bagan didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


(42)

commit to user

c. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Mubarak (2007) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :

1) Pendidikan

Tingkat pendidikan remaja mempengaruhi bagaimana seorang remaja itu menyikapi keadaan dirinya, termasuk dalam menghadapi perubahan kondisi tubuhnya memasuki masa kematangan reproduksi. Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal- hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut (Notoatmodjo, 2007b).

2) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai banyak akal dan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

3) Budaya

Sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi- informasi yang akan disaring, apakah sesuai atau tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut (Notoatmodjo, 2007b).

4) Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang mungkin akan menambah sesuatu yang bersifat formal. Dalam hal ini, umur dan pendidikan merupakan wujud dari pengalaman yang nantinya akan


(43)

menambah wawasan pengetahuan menjadi lebih banyak. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengalamannya dan semakin tua seseorang semakin tinggi pula pengalamannya. 5) Sosial ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup berbeda- beda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah. Sebaliknya bila ekonominya baik sehingga pendidikannya tinggi, tingkat pengetahuan akan tinggi juga (Notoatmodjo, 2007a)

d. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang diukur (Notoatmojo, 2003).

Menurut Nursalam (2011) skor yang didapat dari kuesioner kemudian diklasifikasikan menjadi :

Baik : jika hasil jawaban benar dari kuesioner 76- 100% Cukup : jika hasil jawaban benar dari kuesioner 56- 75% Kurang : jika hasil jawaban benar dari kuesioner < 56%


(44)

commit to user 4. Remaja

a. Definisi

Sarwono (2011) mendefinisikan bahwa remaja adalah suatu masa ketika :

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak- kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial- ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

b. Perkembangan perilaku seksual remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), perkembangan seksual remaja terdiri dari beberapa fase, antara lain :

1) Remaja awal (11- 13 tahun)

a) Mulai tampak ada perkembangan fisik (mulai matang dan berkembang).

b) Mulai mencoba melakukan onani.

c) Tidak jarang dari remaja yan memilih untuk melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan lawan jenisnya.


(45)

2) Remaja Madya (14- 16 tahun)

a) Sudah mengalami pematangan fisik secara penuh, remaja laki-laki mengalami mimpi basah, dan remaja perempuan mengalami haid.

b) Gairah seksual sudah mencapai puncak dan mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik.

c) Remaja tidak jarang melakukan pertemuan untuk bercumbu dan sebagian besar dari remaja tidak mau bertanggung jawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan.

3) Remaja Akhir (17- 20 tahun)

a) Sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh.

b) Telah mempunyai perilaku seksual yang lebih jelas dan remaja sudah mulai berpacaran.

5. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Seksualitas pada Remaja

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Machfoedz dan Suryani, 2008).


(46)

commit to user

merupakan dampak dari minimnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi (Imron, 2012).

Dengan pemberian pendidikan seksual melalui penyuluhan, remaja diharapkan dapat mentransfer serta melakukan pengindraan terhadap informasi yang diberikan sehingga terjadi peningkatan pengetahuannya tentang seksualitas. Selain itu, dapat terbentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual, dan membimbing remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggungjawab terhadap kehidupan seksualnya. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seksual kemungkinan akan lebih mudah untuk melalui setiap tugas perkembangan yang berkaitan dengan masalah seksual ( Aryani, 2010).


(47)

B. Kerangka Konsep

Gambar 2. 3. Skema kerangka konsep Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

C. Hipotesis

Ada pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas Penyuluhan tentang seksualitas

pada remaja

Peningkatan pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan : - Pendidikan - Informasi - Pengalaman - Budaya

- Sosial ekonomi

cukup

baik kurang

Transfer informasi tentang seksualitas

Peningkatan informasi Penginderaan oleh


(48)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu (quasi experiment), karena syarat- syarat sebagai eksperimen murni tidak cukup memadai. Salah satu desain yang tergolong quasi experiment adalah Pretest posttest control group design. Desain ini merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan pretest sebelum perlakuan diberikan dan posttest sesudah perlakuan diberikan, dan juga terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Shaugnessy, 2007).

Model rancangan penelitian adalah sebagai berikut :

Pretest Perlakuan Posttest Kelompok Perlakuan

Kelompok Kontrol

Gambar 3.1. Skema model rancangan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Keterangan :

01 : pengamatan awal pada kelompok perlakuan 02 : pengamatan awal pada kelompok kontrol

03 : pengamatan setelah intervensi pada kelompok perlakuan 04 : pengamatan setelah intervensi pada kelompok kontrol X : Penyuluhan seksualitas

01 X 03 02 04


(49)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMAN 5 Surakarta pada bulan Mei 2012.

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah kumpulan lengkap dari seluruh subjek, individu, atau elemen lainnya, yang secara implisit akan dipelajari dalam sebuah penelitian (Murti, 2010).

1. Populasi Target

Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling dan menjadi sasaran akhir penelitian (Nursalam, 2011). Populasi target dalam penelitian ini adalah semua remaja siswa- siswi SMA.

2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya (Nursalam, 2011). Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua remaja siswa-siswi SMAN 5 Surakarta tahun ajaran 2011/ 2012.

D. Sampel dan Teknik Sampling

1. Sampel

Sampel atau populasi studi merupakan hasil pemilihan subjek dari populasi untuk memperoleh karakteristik populasi (Taufiqurrahman, 2009). Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah siswa- siswi SMAN 5 Surakarta tahun ajaran 2011/ 2012 yang memenuhi kriteria restriksi.


(50)

commit to user 2. Teknik sampling

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling, dimana pengelompokkan didasarkan pada pembagian kelas (Sabri dan Sutanto, 2006).

E. Estimasi Besar Sampel

Dalam penelitian ini karena jumlah populasinya kurang dari 1000 maka penulis menggunakan rumus:

n = N 1 + N (d)2 keterangan :

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = tingkat signifikansi (p) (Nursalam, 2011).

Jumlah siswa- siswi SMAN 5 Surakarta adalah 919 orang, sehingga perhitungan estimasi besar sampel minimal :

n = 919 1 + N (d)2

n = 919 = 278, 69 1 + 919 (0,05)2

Jadi besar sampel minimal menurut perhitungan yaitu 278, 69 yang dibulatkan menjadi 279 siswa.

Namun, karena keterbatasan kemampuan peneliti dilihat dari waktu dan tenaga, maka besar sampel yang dapat diambil yaitu 10 % dari populasi


(51)

(Arikunto, 2006). Sehingga besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini minimal 92 siswa.

F. Kriteria Restriksi

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2011).

Dalam penelitian ini kriteria inklusinya adalah :

a. Siswa- siswi kelas XI SMAN 5 Surakarta, tahun ajaran 2011/ 2012 b. Bersedia dijadikan responden atau bersedia diteliti

c. Hadir pada saat pengambilan data 2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab (Nursalam, 2011). Adapun kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah bila siswa- siswi tersebut tidak mengikuti seluruh kegiatan penelitian (pretest, pemberian penyuluhan dan posttest).

G. Pengalokasian Subjek

Cara pengelompokkan subyek yaitu membagi sampel menjadi dua kelompok secara random yaitu sebagai kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Di SMAN 5 Surakarta kelas XI terdiri dari 10 kelas, yaitu kelas XI IPA terdiri dari 4 kelas dan kelas XI IPS terdiri dari 6 kelas. Kemudian 10 kelas tersebut diambil secara random sebanyak 4 kelas yaitu : 2 kelas sebagai


(52)

commit to user

kelompok kontrol (1 kelas IPA dan 1 kelas IPS). Jumlah total subjek penelitian (sampel) adalah 96 siswa dengan rincian kelompok perlakuan sebanyak 48 orang (kelas IPA 2 : 24 orang dan kelas IPS 1: 24 orang) dan pada kelompok kontrol sebanyak 48 orang (kelas IPA 4: 24 orang dan kelas IPS 5: 24 orang).

H. Definisi Operasional

1. Penyuluhan tentang Seksualitas

a. Definisi operasional : Upaya untuk memberikan pengetahuan berupa informasi tentang seksualitas meliputi definisi seksualitas, nilai seksual pada pria dan wanita, sistem reproduksi, perilaku seksual, orientasi seksual, kelainan dan gangguan seksual, masalah- masalah yang berhubungan dengan seksualitas remaja serta pencegahannya. Penyuluhan dilakukan pada kelompok perlakuan dengan metode ceramah dan tanya jawab sebanyak 1 kali selama 90 menit. .

b. Skala ukur : Nominal ( diberi penyuluhan, tidak diberi penyuluhan )

2. Tingkat Pengetahuan Seksualitas pada Remaja

a. Definisi operasional : Suatu ukuran mengenai seberapa jauh remaja dapat menerima informasi (mengetahui) mengenai definisi seksualitas, nilai seksual pada pria dan wanita, sistem reproduksi, perilaku seksual, orientasi seksual, kelainan dan gangguan seksual, masalah- masalah yang berhubungan dengan seksualitas remaja serta pencegahannya. Pengukuran pengetahuan remaja dilakukan dua kali.


(53)

Pertama dilakukan pretest pengukuran pengetahuan awal sebelum diberi penyuluhan dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya setelah dilakukan perlakuan (diberi penyuluhan) diukur lagi pengetahuannya dengan kuesioner (posttest).

b. Skala ukur : Interval.

I. Cara Kerja

1. Intervensi

Pada penelitian ini, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada masing- masing kelompok diberikan pretest untuk mengetahui pengetahuan tentang seksualitas pada hari yang sama yaitu pada tanggal 4 Mei 2012. Setelah ± 15 hari kemudian yaitu pada tanggal 19 Mei 2012, pada kelompok perlakuan diberi penyuluhan tentang seksualitas yang dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab dengan durasi waktu ± 90 menit. Penyuluhan pada kelompok perlakuan (kelas IPA 2 dan IPS 1), tidak dilakukan pada waktu yang sama, kelas IPS 1 diberikan penyuluhan pada pukul 06.30 - 08.00 WIB dan kelas IPA 2 diberikan penyuluhan pada pukul 08.10 - 09.40 WIB. Hal ini dikarenakan terdapat kendala waktu. Pada saat kelompok perlakuan diberikan penyuluhan, kelompok kontrol dilakukan posttest. Dua hari kemudian, tepatnya pada tanggal 21 Mei 2012 pada kelompok perlakuan baru diberikan posttest.


(54)

commit to user 2. Instrumentasi

a. Alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi penyuluhan dan kuesioner yang dibuat oleh penulis sendiri yang mengacu pada referensi baik pada buku ataupun dari internet. Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang seksualitas berbentuk kuesioner tertutup yaitu dichotomous choice yaitu dalam pernyataan disediakan 2 jawaban (benar atau salah) dan responden hanya memilih satu diantara jawaban tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Cara pengisian kuesioner dengan memberikan tanda (√) pada pernyataan yang dianggap benar.

Skoring yang digunakan : 1) Untuk pernyataan positif

Nilai 1 : untuk jawaban benar Nilai 0 : untuk jawaban salah 2) Untuk pernyataan negatif

Nilai 0 : untuk jawaban benar Nilai 1 : untuk jawaban salah b. Cara pengambilan data

Cara pengambilan data pada penelitian ini adalah secara langsung dari responden (data primer) dengan cara mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti.


(55)

Pengetahuan tentang seksualitas pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diukur sebelum penyuluhan (pretest) dan sesudah penyuluhan (posttest). Pretest dan posttest dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner yang telah valid dan reliabel. Posttest dilakukan 15 hari setelah pretest, sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pretest dan posttest idealnya tidak dilaksanakan dalam hari yang sama, melainkan berselang waktu antara kira-kira 15-30 hari. Apabila terlalu dekat kurang baik, sebab responden masih mengingat jawaban yang pertama, apabila terlalu lama juga kurang baik karena mungkin sudah terjadi perubahan pada diri responden dalam hal variabel yang hendak diukur (Machfoedz, 2005).

3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Instrumen penelitian berupa kuesioner, sebelum disebarkan terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, jumlah responden untuk uji coba sebanyak 30 orang (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini, uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 siswa kelas XI IPA dan IPS SMA Negeri 6 Surakarta pada tanggal 30 April 2012. Untuk mempermudah peneliti, uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS For Windows versi 17.

a. Uji Validitas


(56)

commit to user

seharusnya diukur. Dengan kata lain sejauh mana kesesuaian antara alat ukur, cara pengukuran dengan objek pengukuran (Taufiqurrahman, 2009). Uji validitas ini dilakukan dengan analisis butir soal yaitu skor yang ada pada butir dipandang sebagai nilai x dan skor total dipandang sebagai nilai y. Selanjutnya dihitung dengan korelasi pearson product moment(Notoatmodjo, 2010).

Pengujian validitas ini dengan bantuan program SPSS for windows versi 17. Butir pertanyaan kuesioner dikatakan valid jika diperoleh hasil perhitungan r hitung > r tabel dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan uji validitas, jika ada soal-soal yang tidak valid akan dihapus apabila jumlah soal yang valid telah mewakili indikator soal (Hidayat, 2007).

Berdasarkan hasil uji validitas, dari 50 item pernyataan dalam kuesioner yang dinyatakan tidak valid sebanyak 12 soal yaitu soal nomor 7, 16, 19, 21, 25,26, 31, 32, 35, 38, 45 dan 48. Sehingga jumlah pernyataan kuesioner yang digunakan untuk penelitian adalah 38 item. Item pernyataan yang tidak valid tersebut dihapus, hal ini tidak mempengaruhi isi kuesioner karena masing-masing indikator sudah terwakili. Data hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran 6.


(57)

Tabel 3.1. Kisi- kisi soal untuk mengukur pengetahuan remaja tentang seksualitas sebelum dan sesudah uji validitas

Variabel Indikator

Nomor item pernyataan sebelum uji validitas

Nomor item pernyataan yang dinyatakan valid (sesudah uji validitas)

(+) (-) (+) (-)

Tingkat pengetahuan

seksualitas pada remaja

1. Definisi seksualitas 14, 46 1, 2 14, 46 1, 2 2. Nilai seksual pada

pria dan wanita 3. Sistem reproduksi

6 3, 9, 17, 29

4 16, 27, 39,

43, 50

6 3, 9, 17, 29

4 27, 39,

43, 50 4. Perilaku seksual 8, 19, 22,

23, 24

7, 21, 33 8, 22, 23, 24

33

5. Orientasi seksual 5 12, 47 5 12, 47 6. Kelainan dan

gangguan seksual 7. Masalah- masalah

yang berhubungan dengan seksualitas remaja

8. Pencegahan

18, 36, 40 10, 25, 31,

35, 41, 45, 48 15, 26, 38

20, 30, 49 11, 32, 34,

42

13, 28, 37, 44

18, 36, 40 10, 41

15

20, 30, 49 11, 34, 42

13, 28, 37, 44

Jumlah 26 24 18 20

Total 50 38

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengandung maksud sejauh mana instrumen menghasilkan pengukuran yang sama, meskipun digunakan oleh pengamat yang berbeda pada waktu yang sama, maupun oleh pengamat yang sama pada waktu yang berbeda (Taufiqurrahman, 2009).


(58)

commit to user

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengukuran reliabilitas internal dengan rumus Spearman-Browndengan teknik belah dua ganjil genap.

Pengujian reliabilitas ini dengan bantuan program SPSS for windows versi 17. Jika hasil r11 > r tabel dengan taraf signifikansi 5%

maka item dikatakan reliabel, sebaliknya jika hasil r11 < r tabel maka

dikatakan tidak reliabel. Instrumen yang tidak reliabel tidak dapat digunakan sehingga dihilangkan ( Arikunto, 2006).

Berdasarkan hasil uji reliabilitas, dari 38 item yang dinyatakan valid setelah diuji reliabilitasnya diperoleh nilai r11 : 0,958 yang lebih

besar nilainya dari pada r tabel : 0,320, sehingga pernyataan dalam kuesioner semuanya dinyatakan reliabel. Data hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 7.

J. Rencana Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data melalui tahap berikut ini (Nursalam, 2011) : a. Editing

Dalam penelitian ini, setelah data didapatkan kemudian dilakukan pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh.

b. Coding

Kegiatan pengkodean berupa pemberian nilai. Bila jawaban benar diberi nilai 1 dan bila jawaban salah diberi nilai 0, nilai tersebut disusun


(59)

kembali ke dalam lembaran dengan kode tersendiri untuk pedoman analisis data dan penulisan laporan.

c. Entri Data

Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam database komputer.

d. Melakukan Teknik Analisis. 2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan alat bantu komputer dan langkah- langkah analisis data yang akan dilakukan sebagai berikut : a. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu menganalisis tiap- tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensinya. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik responden serta pengetahuan seksualitas responden.

b. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan kedua variabel, antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji yang digunakan pada analisis bivariat ini menggunakan uji beda t- test (uji T). Rumus t- test independent digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara satu kelompok dengan kelompok lain, dimana antara satu


(60)

commit to user

Pada penelitian ini akan dibandingkan besarnya selisih atau perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberi penyuluhan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Taraf signifikan yang digunakan adalah 0, 05, selanjutnya hasil t hitung dibandingkan dengan t tabel. Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat beda secara signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (Fajar dkk., 2009).


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 5 Surakarta, dimana lokasi penelitian terletak di Jl. Letjend Sutoyo 18, Surakarta . Di dalamnya terdapat 28 kelas yang terbagi menjadi tiga tingkat yaitu kelas X, kelas XI, dan kelas XII. Jumlah siswa SMAN 5 Surakarta adalah sebanyak 919 orang.

A. Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Jenis Frekuensi

(Orang)

Persentase (%)

Usia 16 tahun 40 41,67

17 tahun 56 58,33

Jenis Kelamin Laki- Laki 40 41,67

Perempuan 56 58,33

Suku Bangsa Jawa 95 98,96

Arab 1 1,04

Pekerjaan Orangtua Sopir 2 2,08

Wiraswasta 55 57,29

Guru 8 8,33

Karyawan 11 11,46 PNS 16 16,67 Buruh 3 3,13

TNI 1 1,04

Agama Islam 92 95,83

Kristen 3 3,13 Katolik 1 1,04

Akses Informasi Seksualitas Remaja Sudah 96 100

Belum 0 0

Sumber Informasi Seksualitas Remaja Penyuluhan 50 52,08

Media Elektronik 32 33,33 Media Cetak 37 38,54


(62)

commit to user

Berdasarkan tabel 4.1., pada bagian sumber informasi seksualitas remaja menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang seksualitas remaja dari internet yaitu sebanyak 58 orang (60,42%). Pada penelitian ini, satu responden bisa memperoleh informasi seksualitas remaja dari beberapa sumber informasi.

2. Pengetahuan Responden tentang Seksualitas

Tabel 4.2. Distribusi FrekuensiResponden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan Responden

Frekuensi (Orang)

Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan

Pretest Posttest Pretest Posttest

Baik 19 28 19 47

Cukup 28 20 28 1

Kurang 1 0 1 0

Jumlah 48 48 48 48

Sumber: Data Primer 2012

Dari tabel 4.2., menunjukkan bahwa hasil pretest pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan frekuensi jumlah respondennya sama, responden yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 19 orang, pengetahuan cukup sebanyak 28 orang, dan pengetahuan kurang sebanyak 1 orang. Pada hasil posttest, responden dengan pengetahuan baik jumlahnya pada kelompok perlakuan lebih banyak dari pada kelompok kontrol. Responden dengan pengetahuan baik pada kelompok perlakuan jumlahnya meningkat lebih banyak dari pada kelompok kontrol setelah dilakukan penyuluhan.


(63)

Tabel 4.3. Rata- rata Nilai Pretest dan Posttest Pengetahuan Seksualitas pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Kelompok Mean

Pretest

Mean Posttest

Selisih Mean

Std. Deviation

Kontrol 27,54 28,81 1,27 0,9

Perlakuan 27,63 34,13 6,5 4,6

Sumber: Data Primer 2012

Tabel 4.3., menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan memiliki selisih mean antara pretest dan posttest yang lebih besar dari pada kelompok kontrol (6,5 > 1,27).

Tabel 4.4. Rata- rata Nilai Pengetahuan Seksualitas Responden pada Jurusan IPA dan IPS dari Hasil Pretest

Kelompok N Mean Std. Deviation

IPA 48 75,38 76,32

IPS 48 69,79 68,42

Sumber: Data Primer 2012

Tabel 4.4., menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penyuluhan pengetahuan responden pada program jurusan IPA (75,38 ± 76,32) memiliki nilai rata- rata yang lebih tinggi dari pada program jurusan IPS (69,79 ± 68,42).

B. Analisis Bivariat

Uji statistik parametrik memerlukan suatu persyaratan, salah satunya yaitu data harus berdistribusi normal. Uji normalitas menggunakan metode shapiro wilk dengan asumsi bahwa data dikatakan berdistribusi normal jika


(64)

p-commit to user

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan shapiro wilk maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan Responden Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan

Kelompok

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

Selisih nilai Kontrol .958 48 .082

Perlakuan .962 48 .121

Sumber : Data Primer 2012

Dari tabel 4.5., dapat dilihat bahwa pada uji Test of Normality Shapiro-Wilk, kelompok kontrol mempunyai nilai p= 0,082 sedangkan pada kelompok perlakuan mempunyai nilai p=0,121. Karena nilai p > 0,05, dapat diambil kesimpulan bahwa kedua data berdistribusi normal.

Untuk mengetahui adanya pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA, maka dilakukan pengujian terhadap signifikansi perbedaan rerata selisih pretest dan posttest pada kelompok kontrol dan perlakuan.

Setelah dilakukan uji statistik dengan Independent t-test diperoleh nilai thitungsebesar │- 9,791│. Pengujian dilakukan dengan derajat kebebasan

(df) sebesar 94 dan pada taraf signifikansi 0,05 sehingga diperoleh nilai kritis distribusi ttabel sebesar │- 1,665│. Apabila dibandingkan terlihat bahwa

│- thitung│> │- ttabel │ atau │- 9,791│ > │- 1,665│, sehingga disimpulkan

bahwa selisih atau kenaikan nilai yang terjadi termasuk signifikan. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai p= 0,000, jadi p < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pengetahuan


(65)

kelompok kontrol dengan pengetahuan kelompok perlakuan. Dengan kata lain diketahui bahwa penyuluhan seksualitas remaja secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan pada remaja SMA. Perhitungan uji statistik dengan Independent t- testdapat dilihat pada lampiran 15.


(66)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 5 Surakarta. Penyuluhan pada kelompok perlakuan (kelas XI IPS 1 dan XI IPA 2) dilakukan pada waktu yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya kendala waktu. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi proses penyuluhan, karena peneliti pada saat melakukan penyuluhan berlandaskan pada SAP, sehingga kemungkinan terjadinya bias informasi dapat diminimalisir.

Pada tabel 4.1. mengenai karakteristik responden, menunjukkan bahwa rentang usia responden yaitu 16- 17 tahun. Dilihat dari usia, responden ini termasuk remaja sesuai dengan batasan usia remaja menurut Soetjiningsih (2007), yaitu berumur 11- 20 tahun. Pada saat remaja inilah peran pendidikan seksual sangat diperlukan, karena pada saat ini remaja masih mencari jati dirinya.

Notoatmodjo (2007b) menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain budaya dan status ekonomi. Dalam penelitian ini budaya khususnya suku bangsa dan agama tidak mempengaruhi, hal ini dimungkinkan karena mayoritas responden bersuku bangsa yang sama yaitu suku bangsa Jawa. Perbedaan agama kemungkinan besar tidak berpengaruh terhadap pengetahuan, karena setiap agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan. Sedangkan pada status ekonomi, sebagian besar responden status ekonominya termasuk golongan ekonomi menengah ke atas, sehingga dimungkinkan hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi pengetahuan responden.


(67)

Dalam distribusi akses informasi tentang seksualitas, seluruh responden yaitu 96 orang (100%) menyatakan sudah pernah mendapatkan informasi mengenai seksualitas. Hal ini berkaitan dengan akses sumber informasi yang tersedia di lingkungan responden. Misalnya penyuluhan yang dilakukan oleh sekolah, media elektronik (televisi, radio, dan lain- lain), media cetak (leaflet, buku, dan lain- lain), serta internet. Responden memperoleh informasi tentang seksualitas paling banyak berasal dari internet yaitu sebanyak 58 orang (60,42%). Hal ini dikarenakan perkembangan internet mulai merambah dan menempatkan pada posisi kuat di deretan media massa yang lebih dahulu ada sehingga sebagian besar remaja menggunakan internet untuk mendapatkan berbagai informasi. Selain itu sambutan masyarakat terhadap media ini sangat antusias terutama oleh remaja (Bungin, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2007a), pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan ini mencakup enam tingkatan, namun dalam penelitian ini hanya diteliti pada tingkatan pertama yaitu tahu (know). Menurut Nursalam (2011) untuk mengukur tingkatan pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori baik (jika jawaban benar dari kuesioner 76- 100%), cukup (jika jawaban benar dari kuesioner 56-75%) dan kurang (jika jawaban benar dari kuesioner < 56%).

Pada tabel 4.2., dapat diketahui bahwa pada kelompok perlakuan, untuk tingkat pengetahuan dengan kategori baik mengalami peningkatan dari 19 orang pada saat pretest menjadi 47 orang pada saat posttest. Pada kelompok kontrol juga


(68)

commit to user

mengalami peningkatan, tetapi tidak sebesar pada kelompok perlakuan yaitu dari 19 orang pada saat pretest menjadi 28 orang pada saat posttest.

Tabel 4.4. menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penyuluhan, responden program jurusan IPA memiliki rata- rata nilai pengetahuan yang lebih tinggi (75,38 ± 76,32) jika dibandingkan dengan program jurusan IPS (69,79 ± 68,42). Hal ini dikarenakan pada program jurusan IPA sendiri terdapat mata pelajaran yang mendukung pengetahuan seksualitas remaja yaitu pada mata pelajaran biologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu sumber informasi, bahwa seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas. Sehingga apabila sumber informasi yang diperoleh kurang maka tingkat pengetahuanpun akan kurang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai posttest pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan dari nilai pretest sebelumnya yaitu mempunyai nilai rerata selisih sebesar 6,50. Sedangkan untuk kelompok kontrol, hasil pretest dan posttest terdapat perbedaan, tetapi tidak setinggi pada kelompok perlakuan yaitu sebesar 1,27. Pada perhitungan dengan Independent t-test didapatkan nilai

│- thitung│ > │- ttabel│ atau │- 9,791 │> │- 1,665│, selain itu juga didapatkan

nilai signifikansi p= 0,000, jadi p < 0,05. Maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan atau terdapat pengaruh penyuluhan yang bermakna terhadap pengetahuan seksualitas responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan investasi jangka pendek


(69)

karena dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Pada penelitian ini, pemberian penyuluhan mengenai seksualitas pada remaja dapat menyebabkan transfer serta pengindraan terhadap informasi seksualitas remaja, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan seksualitas pada remaja. Selain itu, dapat terbentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual, dan membimbing remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggungjawab terhadap kehidupan seksualnya. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seksual kemungkinan akan lebih mudah untuk melalui setiap tugas perkembangan yang berkaitan dengan masalah seksual ( Aryani, 2010).

Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Hikmawati (2010) dengan judul Pengaruh Pemberian Layanan Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja Terhadap Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMP N 3 Kebumen. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian layanan informasi kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan siswa SMP N 3 Kebumen.

Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak bisa mengendalikan variabel-variabel luar yang seharusnya dikontrol. Selain itu, sampel yang digunakan terlalu sedikit, hanya 10% dari populasi.


(70)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA, dengan hasil analisis Independent t-test │- thitung│ : │- 9,791 │ dan signifikansi p= 0,000, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat pengaruh pemberian penyuluhan yang bermakna terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA.

B. Saran

1. Responden

Siswa diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang seksualitas remaja yang tepat dan benar agar bersikap dan berperilaku yang baik sehingga diharapkan dapat membentuk pribadi remaja yang bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

2. Instansi SMAN 5 Surakarta

Meningkatkan program pengajaran tentang seksualitas remaja melalui program penyuluhan kesehatan reproduksi remaja.

3. Instansi Kesehatan

Instansi kesehatan setempat, seperti Puskesmas hendaknya bekerja sama dengan pihak SMAN 5 Surakarta, untuk meningkatkan pemberian


(71)

informasi tentang seksualitas remaja melalui program penyuluhan kesehatan reproduksi remaja.

4. Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penelitian lebih lanjut dengan mengendalikan variabel-variabel luar yang dapat menimbulkan bias informasi serta meningkatkan jumlah sampel penelitian.


(1)

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 5 Surakarta. Penyuluhan pada kelompok perlakuan (kelas XI IPS 1 dan XI IPA 2) dilakukan pada waktu yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya kendala waktu. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi proses penyuluhan, karena peneliti pada saat melakukan penyuluhan berlandaskan pada SAP, sehingga kemungkinan terjadinya bias informasi dapat diminimalisir.

Pada tabel 4.1. mengenai karakteristik responden, menunjukkan bahwa rentang usia responden yaitu 16- 17 tahun. Dilihat dari usia, responden ini termasuk remaja sesuai dengan batasan usia remaja menurut Soetjiningsih (2007), yaitu berumur 11- 20 tahun. Pada saat remaja inilah peran pendidikan seksual sangat diperlukan, karena pada saat ini remaja masih mencari jati dirinya.

Notoatmodjo (2007b) menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain budaya dan status ekonomi. Dalam penelitian ini budaya khususnya suku bangsa dan agama tidak mempengaruhi, hal ini dimungkinkan karena mayoritas responden bersuku bangsa yang sama yaitu suku bangsa Jawa. Perbedaan agama kemungkinan besar tidak berpengaruh terhadap pengetahuan, karena setiap agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan. Sedangkan pada status ekonomi, sebagian besar responden status ekonominya termasuk golongan ekonomi menengah ke atas, sehingga


(2)

commit to user

Dalam distribusi akses informasi tentang seksualitas, seluruh responden yaitu 96 orang (100%) menyatakan sudah pernah mendapatkan informasi mengenai seksualitas. Hal ini berkaitan dengan akses sumber informasi yang tersedia di lingkungan responden. Misalnya penyuluhan yang dilakukan oleh sekolah, media elektronik (televisi, radio, dan lain- lain), media cetak (leaflet, buku, dan lain- lain), serta internet. Responden memperoleh informasi tentang seksualitas paling banyak berasal dari internet yaitu sebanyak 58 orang (60,42%). Hal ini dikarenakan perkembangan internet mulai merambah dan menempatkan pada posisi kuat di deretan media massa yang lebih dahulu ada sehingga sebagian besar remaja menggunakan internet untuk mendapatkan berbagai informasi. Selain itu sambutan masyarakat terhadap media ini sangat antusias terutama oleh remaja (Bungin, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2007a), pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan ini mencakup enam tingkatan, namun dalam penelitian ini hanya diteliti pada tingkatan pertama yaitu tahu (know). Menurut Nursalam (2011) untuk mengukur tingkatan pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori baik (jika jawaban benar dari kuesioner 76- 100%), cukup (jika jawaban benar dari kuesioner 56-75%) dan kurang (jika jawaban benar dari kuesioner < 56%).

Pada tabel 4.2., dapat diketahui bahwa pada kelompok perlakuan, untuk tingkat pengetahuan dengan kategori baik mengalami peningkatan dari 19 orang pada saat pretest menjadi 47 orang pada saat posttest. Pada kelompok kontrol juga


(3)

mengalami peningkatan, tetapi tidak sebesar pada kelompok perlakuan yaitu dari 19 orang pada saat pretest menjadi 28 orang pada saat posttest.

Tabel 4.4. menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penyuluhan, responden program jurusan IPA memiliki rata- rata nilai pengetahuan yang lebih tinggi (75,38 ± 76,32) jika dibandingkan dengan program jurusan IPS (69,79 ± 68,42). Hal ini dikarenakan pada program jurusan IPA sendiri terdapat mata pelajaran yang mendukung pengetahuan seksualitas remaja yaitu pada mata pelajaran biologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu sumber informasi, bahwa seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas. Sehingga apabila sumber informasi yang diperoleh kurang maka tingkat pengetahuanpun akan kurang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai posttest pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan dari nilai pretest sebelumnya yaitu mempunyai nilai rerata selisih sebesar 6,50. Sedangkan untuk kelompok kontrol, hasil pretest dan posttest terdapat perbedaan, tetapi tidak setinggi pada kelompok perlakuan yaitu sebesar 1,27. Pada perhitungan dengan Independent t-test didapatkan nilai

│- thitung│ > │- ttabel│ atau │- 9,791 │> │- 1,665│, selain itu juga didapatkan

nilai signifikansi p= 0,000, jadi p < 0,05. Maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan atau terdapat pengaruh penyuluhan yang bermakna terhadap pengetahuan seksualitas responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo


(4)

commit to user

karena dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Pada penelitian ini, pemberian penyuluhan mengenai seksualitas pada remaja dapat menyebabkan transfer serta pengindraan terhadap informasi seksualitas remaja, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan seksualitas pada remaja. Selain itu, dapat terbentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual, dan membimbing remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggungjawab terhadap kehidupan seksualnya. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seksual kemungkinan akan lebih mudah untuk melalui setiap tugas perkembangan yang berkaitan dengan masalah seksual ( Aryani, 2010).

Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Hikmawati (2010) dengan judul Pengaruh Pemberian Layanan Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja Terhadap Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMP N 3 Kebumen. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian layanan informasi kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan siswa SMP N 3 Kebumen.

Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak bisa mengendalikan variabel-variabel luar yang seharusnya dikontrol. Selain itu, sampel yang digunakan terlalu sedikit, hanya 10% dari populasi.


(5)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA, dengan hasil analisis Independent t-test │- thitung│ : │- 9,791 │ dan signifikansi p= 0,000, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh pemberian penyuluhan yang bermakna terhadap tingkat pengetahuan seksualitas pada remaja SMA.

B. Saran

1. Responden

Siswa diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang seksualitas remaja yang tepat dan benar agar bersikap dan berperilaku yang baik sehingga diharapkan dapat membentuk pribadi remaja yang bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

2. Instansi SMAN 5 Surakarta

Meningkatkan program pengajaran tentang seksualitas remaja melalui program penyuluhan kesehatan reproduksi remaja.

3. Instansi Kesehatan

Instansi kesehatan setempat, seperti Puskesmas hendaknya bekerja sama dengan pihak SMAN 5 Surakarta, untuk meningkatkan pemberian


(6)

commit to user

informasi tentang seksualitas remaja melalui program penyuluhan kesehatan reproduksi remaja.

4. Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penelitian lebih lanjut dengan mengendalikan variabel-variabel luar yang dapat menimbulkan bias informasi serta meningkatkan jumlah sampel penelitian.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Pengaruh Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA PGRI 3 Purwakarta.

0 0 16

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Pengaruh Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA PGRI 3 Purwakarta.

0 1 15

Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja SMP N 16 Surakarta IMG 20150806 0001

0 0 1

PENGARUH PENYULUHAN SEKSUALITAS TERHADAPTINGKAT PENGETAHUAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PUTRI PADA SISWA DI SMK MUHAMMADIYAH 4 YOGYAKARTA TAHUN 2009

0 0 11

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN PADA REMAJA PUTRI DI DUSUN KAYEN SENDANGSARI PAJANGAN BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Perempuan pada Remaja Put

0 2 15

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIVAIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pemberian Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan tentang HIV/AIDS pada Remaja Sis

0 0 7

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

0 0 10

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI SMA N 1 PUNDONG YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja terhadap Tingkat Pe

0 0 12

PENGARUH PENYULUHAN PENCEGAHAN HIVAIDS TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA DI SMA MA’ARIF KOTA YOGYAKARTA

0 0 12

Pengaruh Penyuluhan Seksualitas dengan Metode Stratagem Terhadap Pengetahuan Bahaya Seks Pranikah pada Remaja Awal - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 121