Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi hari
commit to user
TESIS
Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh :
HARI HANDOKO
NIM. S. 4209065
PROGRAM PASCASARJANA STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
(2)
commit to user Disusun oleh
HARI HANDOKO
NIM. S. 4209065
Telah disetujui oleh Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Evi Gravitiani, M.Si Drs. Mulyanto, ME NIP. 19730605 200912 2 001 NIP.19680623 1999302 1 001
Ketua Program Studi
Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dr. JJ. Sarungu. Ms NIP. 19510701 198010 1 001
(3)
commit to user
Disusun oleh
HARI HANDOKO
NIM. S. 4209065
Telah disejui oleh Tim Penguji Pada Tanggal :
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Tim Penguji
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Mengetahui Ketua Program Studi
Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi
Pembangunan
(4)
commit to user
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : HARI HANDOKO
NIM : S4209065
Program Studi : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Ngawi. Januari 2012
Tertanda
HARI HANDOKO
(5)
commit to user
Kupersembahkan karya ini dengan tulus dan penuh rasa syukur kepada :
Isteri dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan doanya
Kabupaten Ngawi
Serta UNS Almamater yang selalu Aku Banggakan
(6)
commit to user
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi mengalami peningkatan, hal
ini berarti bahwa prioritas Kebijakan Anggaran adalah didasarkan pada Rata – rata
pertumbuhan Belanja Pembangunan daerah yang lebih tinggi dari Rata – rata
Belanja Rutin selama 2005 sampai dengan 2010. Kontribusi sektoral, Sektor Pertanian masih mendominasi pada Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) di Kabupaten Ngawi yang diikuti oleh Sektor Perdagangan dan Jasa, Hotel dan Restoran dan sektor pelayanan.
Hasil Estimasi menunjukkan bahwa Belanja Pembangunan dan Belanja Rutin berpengaruh positif dan negatif, akan tetapi kedua variabel statistik tersebut tidak berpengaruh secara signifikan dalam pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi.
Kata Kunci : Belanja Pembangunan, Belanja Rutin, Pertumbuhan Ekonomi
(7)
commit to user
The Economic Growth in Ngawi Regency is rising, meanwhile, in Budget Policy Priorities The Growth Rate of Development Expenditure is higher than The Routine Growth Rate Expenditure during 2005 to 2010. Sectoral contribution, The Agricultural Sector still dominates The Gross Regional Domestic Product (PDRB) in Ngawi Regency then followed by Trade and Commerce, Hotel and Restaurant and Services Sectors.
The Estimation Results shows that The Development Expenditure and The Routine Expenditure influence positively and negatively but both variables statistically do not give a significant influence to The Economic Growth in Ngawi Regency.
Key Words : The Development Expenditure, The Routine Expenditure, The
Economic Growth
(8)
commit to user
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala nikmat-nikmat dan rahmatnya yang tak terhitung nilainya serta berkatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini .
Tesis ini berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN
NGAWI “, disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai derajat magister pada Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada tesis ini, ucapan terima kasih Penulis sampaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril dan materiil.
Ucapan terima kasih secara khusus Penulis haturkan kepada isteri tercinta dan anak-anak yang selalu memberi semangat dan doa demi selesainya perjuangan Penulis serta teman-teman yang mendukung untuk keberhasilan dan kesuksesanku.
Selain itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1.Dr.A.M. Soesilo, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan
Studi Pembangunan UNS ;
(9)
commit to user
dalam penyusunan Tesis ini ;
3. Bapak Drs Amin Sunarto, M.Si selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ngawi;
4. Bapak-bapak dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis selama menuntut ilmu di Universitas Sebelas Maret Surakarta; 5. Teman-teman Angkatan XI Kelas Ngawi, terima kasih atas dukungan dan
kebersamaan yang tak pernah luntur;
6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Laporan Akhir ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan memberikan balasan yang lebih baik dan pahala yang lebih besar;
Penulis menyadari bahwa penulis tesis ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik sebagai masukan bagi perbaikan dimasa mendatang sangat Penulis harapkan.
Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala kekurangan dalam tesis ini Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima Kasih.
Surakarta, Pebruari 2012
Penulis
HARI HANDOKO
(10)
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN --- iii
KEASLIAN TESIS --- iv
HALAMAN PERSEMBAHAN--- v
ABSTRAK --- vi
ABSTRACT --- vii
KATA PENGANTAR --- viii
DAFTAR ISI --- x
DAFTAR TABEL --- xiii
DAFTAR GAMBAR --- xiv
DAFTAR LAMPIRAN --- xv
BAB I PENDAHULUAN --- 1
A. Latar Belakang --- 1
B. Perumusan Masalah --- 7
C. Tujuan Penelitian --- 7
D. Manfaat Penelitian --- 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 9
A. Teori Pertumbuhan Ekonomi --- 9
1. Pengertian Pertumbuhan ekonomi --- 9
2. Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi --- 10
a. Teori Pertumbuhan Klasik --- 11
b. Teori Pertumbuhan Neo - Klasik --- 12
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern --- 13
(11)
commit to user
1. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes --- 14
2. Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah --- 15
3. Hukum Wagner --- 16
4. Teori Peacock dan Wiseman --- 17
5. Teori Mikro --- 17
C. Faktor – Factor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi --- 18
D. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi --- 20
E. Penelitian Sebelumnya --- 25
G. Kerangka Pemikiran Studi --- 28
F. Hipotesis Penelitian --- 29
BAB III METODE PENELITIAN --- 30
A. Ruang Lingkup Penelitian --- 30
B. Jenis dan Sumber Data --- 30
C. Difinisi Operasional --- 31
D. Model Analisis --- 32
E. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik --- 33
1 Uji Multikolinieritas --- 33
2 Uji F --- 34
3 Uji Autokorelasi --- 35
(12)
commit to user
1 Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi --- 37
2 Kondisi Demografis Kabupaten Ngawi --- 38
3 Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi--- 38
4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah --- 46
B. Analisa dan Hasil Estimasi --- 49
1. Uji Asumsi Klasik --- 49
a. Multi kolinieritas --- 49
b. Korelasi Serial (Autokorelasi) --- 51
c. Uji F (Ramsey Reset test)--- 52
C. Interpretasi Hasil Estimasi --- 53
1. Variabel Pengeluaran Belanja Aparatur (PA)--- 55
2. Variabel Pengeluaran Pelayanan Publik (PP) --- 56
3.Variabel Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya {PE(-1) --- 57
4. Analisis Overal – Test --- 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN --- 60
A. Kesimpulan --- 60
B. Saran --- 60
DAFTAR PUSTAKA --- 62
(13)
commit to user
Tabel : Halaman
4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Kabupaten Ngawi Tahun
2005-2010 ( Juta Rupiah ) . . . .. . . 39
4.2 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah) . . . 40
4.3 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah) . . . 40
4.4 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah. . . . . . . . 44
4.5 APBD Kabupaten Ngawi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik Tahun 2006-2010……… 49
4.6 Hasil Estimasi Correlation Matrix . . . .. . .. . 50
4.7 Hasil Estimasi Uji LM Test . . . 51
4.8 Hasil Estimasi Ramsey Test . . . 52
4.9 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi dengan Metode OLS Tahun 2006-2010 . . . . . 53
(14)
commit to user
2.1 Kerangka Berpikir Studi . . ... . . . . . . . . . 28 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngawi . . . .. . . 38 3.2 Struktur Ekonomi Kabupaten Ngawi . . . . . . 41
(15)
commit to user
Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
Lampiran 2 APBD Kabupaten Ngawi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik Tahun 2006-2010
Lampiran 3 Hasil Olahan / regresi Tahun 2006-2010 Lampiran 4 Uji Asumsi Klasik
(16)
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi di samping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator pertumbuhan penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara, karena dapat memberikan gambaran makro atas kebijakan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi tersebut pada suatu waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat.
Pertumbuhan ekonomi mutlak harus ada, sehingga pendapatan masyarakat akan bertambah, dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat diharapkan
(17)
commit to user
akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan dapat dipertahankan dalam jangka panjang maka perlu diketahui faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan faktor apa yang perlu dihindari agar pertumbuhan ekonomi tidak berjalan ditempat atau mengalami kemunduran.
Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang memegang peranan penting dalam sebuah perekonomian modern. Pemerintah memiliki kekuatan serta kemampuan untuk mengatur dan mengawasi perekonomian, di samping itu juga mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak dapat dilaksanakan oleh unit ekonomi lainnya seperti rumah tangga dan perusahaan.
Negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah relatif besar sehingga peranan pemerintah dalam perekonomian juga relatif besar. Pengeluaran pemerintah praktis dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi pada umumnya, bukan saja karena pengeluaran ini dapat menciptakan berbagai prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, tetapi juga merupakan salah satu komponen dari permintaan agregat yang kenaikannya akan mendorong produksi domestik atau Produk Domestik Bruto (PDB), sepanjang perekonomian belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.
Kemajuan ekonomi dari tahun ke tahun, menunjukan bahwa kegiatan pemerintah semakin meningkat dan semakin kompleks . Besar kecilnya peranan pemerintah dalam sebuah perekonomian dapat dilihat dari besar kecilnya proporsi pengeluaran pemerintah terhadap total kegiatan perekonomian atau pendapatan
(18)
commit to user
nasional. Berdasarkan data yang disajikan oleh (International Monetary Fund)
( IMF) tentang pengeluaran pemerintah dari 80 negara selama tahun 1983 sampai
dengan tahun 1990 yang diperoleh dari Goverment Statistics Yearbook, yang
terdiri dari 18 negara yang berpendapatan rendah (low-income countries),
36 negara berpendapatan menengah (middle-income countries) dan 26 negara
berpendapatan tinggi (high-income countries), menggambarkan bahwa proporsi
dari pengeluaran pemerintah untuk pengeluaran rutin lebih besar di negara yang berpendapatan tinggi dibandingkan dengan yang berpendapatan menengah dan berpendapatan rendah, begitu juga besarnya pengeluaran pemerintah apabila dibandingkan dengan pendapatan nasional negara tersebut (IMF, 1993).
Anggaran belanja pemerintah daerah baik sebagai belanja rutin (belanja tidak langsung) maupun belanja pembangunan (belanja langsung) merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di daerah, oleh karena itu meskipun investasi swasta terus merosot namun pertumbuhan ekonomi terus meningkat. Badan Pusat Statistik mengatakan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia didominasi oleh faktor konsumsi. Ekonom berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi semata tidak dapat meningkatkan pertumbuhan yang maksimal seperti yang ditargetkan pemerintah sekitar 5,93 persen di tahun 2010.
Sarana utama dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab yaitu adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearah (APBD) yang merupakan suatu rencana kerja keuangan yang dibuat untuk suatu
(19)
commit to user
jangka waktu tertentu di mana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dari sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Undang -Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4286 ) mengamanatkan dimulainya penerapan sistim penganggaran terpadu yang meleburkan belanja aparatur (belanja tidak langsung) dan belanja pelayanan publik (belanja langsung) dalam satu format anggaran.
Penggabungan belanja aparatur atau belanja tidak langsung (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas, dan belanja barang) dengan belanja pelayanan publik atau belanja langsung diharapkan mengurangi tumpang-tindih alokasi. Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomer 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4578). Juga tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomer 13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada pasal 8 disebutkan bahwa "APBD disusun dengan Pendekatan Anggaran Kinerja" dan anggaran kinerja tersebut merupakan suatu sistem penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya (pengeluaran) atau input yang ditetapkan (Departemen Keuangan RI, 2004).
(20)
commit to user
Penerapan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik perlu dilakukan perubahan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokkan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah dan menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) dan anggaran belanja pelayanan publik (belanja langsung) yang semula bertujuan memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan. Pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi dan penumpukan serta penyimpangan anggaran. Penuangan-penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana banyak
dilakukan negara maju.
Pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi diukur berdasarkan PDRB harga konstan menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan
(21)
commit to user
output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Perkembangan PDRB di kabupaten Ngawi dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi sektoral dan sisi penggunaan. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya, sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.
Pengeluaran pembiayaan Anggaran Pembangunan Belanja Daerah di kabupaten Ngawi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan tersebut berupa pengeluaran pemerintah daerah baik rutin maupun pembangunan. Peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam menciptakan sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada akhirnya akan mendorong aggregate demand juga akan meningkat, sehingga dapat merangsang kegiatan produksi daerah, yang selanjutnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pada umumnya, baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan untuk pembangunan di daerah tersebut. Namun pertumbuhan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin mengalami pertumbuhan yang berbeda.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu objek penelitian yang banyak menarik minat dari para peneliti, hal ini tercermin dari banyaknya
(22)
teori-commit to user
teori yang membahas dan mengkaji tentang pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian tentang sejauhmana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan baik secara internasional maupun nasional bahkan regional, berdasarkan latar
belakang dan uraian di atas study ini berjudul : ”Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :
1. Apakah pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah
daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi?
2. Apakah pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik (belanja
langsung) pemerintah daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi?
3. Apakah pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah :
1. Menganalisa pengaruh pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung)
(23)
commit to user
2. Menganalisa pengaruh pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik
(belanja langsung) pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
3. Menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain sebagai berikut:
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah
Kabupaten Ngawi dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah khususnya bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat
untuk meneliti mengenai pengeluaran pemerintah dan hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi.
(24)
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang ( Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup 3 ( tiga ) aspek yaitu : (i) proses, (ii) output perkapita dan (iii) jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita yang hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain.
Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Waktu tersebut bisa
(25)
commit to user
terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan kecenderungan naik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan kenaikan bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Proses pertumbuhan
ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses
pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periode- periode selanjutnya.
2. Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999 : 10).
Ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Pada ekonom mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori, yaitu:
(26)
commit to user
a. Teori Pertumbuhan Klasik
Teori pertumbuhan klasik mencakup teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang pertama kali
mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem
mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Teori klasik pertumbuhan ekonomi dilambangkan oleh fungsi (Eva Susanti, 2008: 24) :
O = Y = f (K, L, R, T) Dimana:
O = Output Y = Pendapatan K = Kapital L = Labor R = Tanah T = Teknologi
Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap.
Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus dalam ekonomi. David Ricardo pesimis
(27)
commit to user
bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung
pertumbuhan ekonomi, menurutnya pada jangka panjang (long run)
perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali.
David Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat
berjalannya the law of diminishing return, walaupun tehnologi bersifat
rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum
klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan yang berarti.
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori Pertumbuhab Neo-Klasik diwakili teori pertumbuhan Joseph Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat
neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut : ( Suryana, 2000 : 58) :
1) Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam
pembangunan ekonomi;
2) Perkembangan merupakan proses yang gradual;
3) Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;
4) Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;
(28)
commit to user
Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu, tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga turun, hasrat menabung turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional.
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern diwakili oleh Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow dalam Suryana (2000: 60), pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern melalui tahapan:
1) Masyarakat tradisional ( The traditional society)
2) Prasyarat lepas landas (The precondition for take-off)
3) Lepas landas (The take-off)
4) Tahap kematangan (The drive to maturity)
5) Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption)
Kuznet (dalam Suryana, 2000: 61) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.
(29)
commit to user
Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000: 62) mengembangkan analisa Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Harrod-Domar menjelaskan adanya hubungan ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal ( ∆ k ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).
B. Teori – Teori Pengeluaran Pemerintah 1. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes
Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + X –M
merupakan sumber legitimasi kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari notasi tersebut dapat ditelaah bahwa kenaikan (penurunan) pengeluaran pemerintah akan menaikkan (menurunkan) pendapatan nasional.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat. Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan
pengeluaran bahwa Y = C + I + G + X – M. Formula ini dikenal sebagai
identitas pendapatan nasional. Variabel Y melambangkan pendapatan
nasional, sekaligus mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan vaiabel –
variabel di ruas kanan disebut permintaan agregat. Variabel G melambangkan
(30)
commit to user
nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Dumairy, 1996 : 161).
2. Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 2001 : 171).
a. Tahap Awal
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.
b. Tahap Menengah
Investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin besar ini
banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan pemerintah harus
menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sehtor yang semakin rumit. Investasi swasta dalam
(31)
commit to user
persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil.
c. Tahap Lanjut
Pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari
penyediaan prasarana ke pengeluaran – pengeluaran untuk aktivitas sosial
seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan masyarakat.
3. Hukum Wagner
Teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah
yang semakin besar terhadap GNP. Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Mangkoesoebroto, 2001 : 173). Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
n t n t 2 t 2 t 1 t 1 t t t Yp C Gp C ... Yp C Gp C Yp C Gp C Yp C Gp C
. . . (2.0)
Keterangan :
GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita
YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita
t : indeks waktu (tahun)
Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan
(32)
commit to user
keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1996 : 162).
4. Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar. Peacock dan Wiseman menyatakan sebagai berikut: perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.
5. Teori Mikro
Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran akan barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta (Mangkoesoebroto, 2001: 177-180).
(33)
commit to user
Perkembangan pengeluaran pemerintah tergantung pada :
a. Permintaan barang publik antara lain karena jumlah penduduk, pendapatan dan gaya hidup
b. Pola kegiatan pemerintah dalam proses pruduksi c. Kualitas barang publik yang dihasilkan
d. Harga-harga faktor produksi di pasar.
Pengeluaran pemerintah dari tahun ke tahun menggambarkan kegiatan pemerintah semakin meningkat, dengan mengalokasikan dana secara tepat maka efisiensi pengeluaran pemerintah dapat ditingkatkan sehingga produksi nasional pun diharapkan meningkat.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, factor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya, Semua itu merupakan faktor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor
(34)
commit to user
produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah: (i) Sumber Alam, (ii) Akumulasi modal, (iii) Organisasi, (iv) Kemampuan Teknologi, (v) Pembagian Kerja dan Skala Produksi.
Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan adalah:
1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi.
2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan ekonomi.
3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah
merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.
Nurkse dalam Jhingan, (1995: 93) menerangkan bahwa pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang histories. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.
(35)
commit to user
D. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai
”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan
peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
memproduksikan barang dan jasa di masa depan” (Sadono Sukirno, 2000: 366).
Menurut Boediono (1992) investasi adalah pengeluaran oleh sector produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981) adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan
fisik dan sumber daya manusia;
2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja
dan keahliannya;
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk (output) dan pendapatan di kemudian hari. Membangun itu seyogyanya mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya
(36)
commit to user
produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif. Sadono Sukirno (2000) menyatakan kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.
Suryana (2000) menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut: (1) Kecilnya jumlah mutlak kapita material, (2) Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk, (3) Rendahnya investasi netto. Keterbatasan tersebut mengakibatkan negara-negara berkembang mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih potensial.
Peningkatkan produktivitas diperlukan untuk mempercepat investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan, hal ini sejalan dengan teori
(37)
commit to user
ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup, (2) kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman modal, (3) taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah; tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal di negara berkembang.
Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi daerah (Arsyad, 1997). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa:
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.
2. Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan) berarti
sektor pemerintah dan perdagangan tidak ada
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol)
4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)
besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital Outpu
Ratio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio)
Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka panjang. Demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak
(38)
commit to user
konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi investasi.
Model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Investasi swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu produktivitas yang mampu mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi
keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam
modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan penelitian. Investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung.
Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
(39)
commit to user
Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing.
Besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah, hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.
Korelasi (hubungan) positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar. Investasi dan ICOR (the incremental capital output ratio)
merupakan dua variabel fundamental, yang secara garis besar dapat dijelaskan
seperti berikut ini. Investasi yang dimaksud adalah investasi neto, yang
didefenisikan sebagai perubahan/penambahan stok barang modal, atau
It = ΔKt ……….. (2.1)
= Kt – Kt-1 ……… (2.2)
ICOR adalah kebalikan dari rasio pertumbuhan output terhadap pertumbuhan investasi, yang pada intinya menunjukkan hubungan antara penambahan stok barang modal dan pertumbuhan output, atau melihat seberapa besar peningkatan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan laju
pertumbuhan ekonomi tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (target).
Hubungan tersebut digambarkan dengan rumus sebagai berikut :
(40)
commit to user
1/y = K/Y ……….. (2.4)
Dimana y = rasio output-kapital, dan 1/y = rasio kapital-output (COR). Dalam perkembangannya, pemakaian konsep COR mengalami modifikasi menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :
ICOR = (ΔK/Y) / (ΔY/Y) ………. (2.5)
ICOR = (I/Y) / (ΔY/Y) ………. (2.6)
Dimana sejak per definisi ΔK = I.
Hasil-hasil studi kuantitatif yang telah dilakukan pada tahun 1990-an, misalnya Levine dan Renelt, 1992 (dalam Tambunan, 2001 : 42) menemukan bukti adanya korelasi positif dan signifikan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi. Studi-studi lain yang memakai analisis fungsi produksi neo-klasik menemukan bahwa investasi, bukan progres teknologi, merupakan faktor utama dibalik pertumbuhan ekonomi yang cemerlang yang dialami negara-negara Asia Tenggara. Argumen utama dibalik hasil dari studi-studi ini adalah bahwa investasi menambah jumlah stok kapital per pekerja dan oleh karena itu menaikkan produktivitas.
E. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan rujukan yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan referensi, antara lain : Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara berkembang selama 20 tahun menunjukkan peningkatan pengeluaran rutin dan
(41)
commit to user
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kweka dan Morrissey (2000), menunjukkan bahwa meningkatnya pengeluaran produktif (investasi fisik) ternyata memberikan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania, sementara pengeluaran untuk konsumsi terutama konsumsi swasta berhubungan positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran publik untuk human capital tidak signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa pengeluaran investasi publik di Tanzania tidak produktif dan ini berlawanan dengan pendapat yang lebih luas, dimana pengeluaran konsumsi pemerintah Tanzania telah menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Parulian (2003), yang menggunakan sampel 62 negara (20 negara yang tergolong negara maju dan 42 negara sedang berkembang) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengeluaran pemerintah tidak signifikan untuk 42 negara sedang berkembang, akan tetapi memberikan pengaruh yang signifikan untuk 20 negara maju.
Sjoberg (2003) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengeluaran pemerintah untuk konsumsi, investasi dan transfer
dengan pertumbuhan ekonomi di Swedia selama kurun waktu 1960 –
(42)
commit to user
yang sesuai dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Swedia untuk kurun waktu yang sama.
Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square)
antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil ini secara tegas mendukung hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, ceteris paribus.
Bustaman (2004) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah Propinsi Riau tahun berjalan secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya. Pengeluaran pembangunan tahun berjalan secara signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pembangunan tahun sebelumnya yang dilakukan oleh pemerintah Propinsi Riau. Hasil penelitian Nurlina (2004) menunjukkan bahwa semua variable bebas (pengeluaran rutin, pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, dan pengeluaran pembangunan dua tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD. Sementara itu untuk pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh yang negatif tetapi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD selama kurun waktu penelitian.
(43)
commit to user
F. Kerangka Pemikiran Studi
Penelitian ini mendasar pada model pertumbuhan ekonomi neo klasik maka fungsi penelitian yang digunakan adalah : berpengaruhnya pengeluaran pemerintah dimana ada pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran belanja aparatur (belanja tak langsung) dan belanja pelayanan publik (belanja langsung) terdapat pengaruh yang positip terhadap pertumbuhan ekonomi.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Studi Sumber : Data diolah
Pengeluaran Pemerintah didalam APBD terdiri dari Pengeluaran Belanja
Aparatur / Belanja Rutin (PA) yang antara lain belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja pegawai dinas dan belanja lainnya sedangkan Belanja Pengeluaran Publik / Belanja Pembangunan (PP) antara lain belanja bidang ekonomi, belanja bidang sosial, belanja bidang umum dan belanja
lainnnya. Pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh Produk Regional Bruto APBD
NGAWI
PENGELUARAN PEMERINTAH
PDRB
PENGELUARAN BELANJA APARATUR
(PA)
PENGELUARAN PELAYANAN
PUBLIK (PP)
TUMBUHAN EKONOMI SEBELUMNYA (PE (n-1))
(44)
commit to user
(PDRB) sangat berpengaruh oleh faktor yang memberi andil dalam pertumbuhan produksi dari masing-masing sektor. Perkembangan PDRB baik berdasarkan atas dasar konstan maupun atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun mencerminkan laju pertumbuhan ekonomi.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pengeluaran belanja aparatur
(belanja tidak langsung) dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
2. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pengeluaran pelayanan
publik (belanja langsung) pemerintah daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
3. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pertumbuhan ekonomi tahun
(45)
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi selama kurun waktu 2005 - 2010. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung), pengeluaran pelayanan publik (belanja langsung), dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data time series
(runtun waktu) selama kurun waktu 2005 - 2010. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Jawa Timur dalam Angka dan Ngawi dalam Angka yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), serta sumber-sumber lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah daerah baik pengeluaran belanja aparatur (PA) /belanja tidak langsung maupun pengeluaran pelayanan publik (PP) / belanja langsung dalam satuan miliar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi (PE).
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan PDRB Kabupaten Ngawi periode 2006 sampai dengan 2010. Akan tetapi ketidak
(46)
commit to user
ketersediaan data dalam bentuk bulanan tersebut diperlukan cara untuk membagi data bulanan secara otomatis. Untuk merubah data PDRB secara tahunan menjadi bulanan digunakan metode yang disebut Quadratic Match Sum. Metode ini membagi data tahunan menjadi dua belas data bulanan dengan metode interpolasi. Hasil dari interpolasi tersebut tidak sama antara yang satu dengan yang lain, namun apabila data bulanan dijumlahkan maka jumlahnya sama seperti data aslinya. Quadratic Match Sum tidak akan merubah sifat dan bentuk dari data dan mengasumsikan penyelarasan data PDRB tahunan menjadi bulanan bersifat linear ( Harerio, 2009 : 26). Data kurun waktu tahun 2006 -2010 akan diinterpolasi menjadi perbulan dimana setiap tahun ada 12 bulan, selama 5 tahun akan menjadi 60 data, sedangkan hasil dari interpolasi menggunakan Program Eviews versi 6.0
C. Difinisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini didefinisioperasionalkan dari variabel tersebut sebagai berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi daerah (PE) adalah total output yang dihasilkan oleh
daerah dalam satu tahun yang direpresentasikan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung berdasarkan harga berlaku dalam satuan miliar rupiah.
2. Pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah
(47)
commit to user
aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah selama satu tahun anggaran dalam satuan miliar rupiah.
3. Pengeluaran pelayanan publik pemerintah daerah (PP) adalah total anggaran
yang dialokasikan untuk pengeluaran pelayanan publik (belanja langsung) pemerintah daerah selama satu tahun anggaran dalam satuan miliar rupiah.
4. Pertumbuhan ekonomi daerah tahun sebelumnya (PE-1) adalah pertumbuhan
ekonomi satu tahun sebelum tahun berjalan.
D. Model Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten
Ngawi, maka dilakukan analisis dengan menggunakan model persamaan Ordinary
Least Square (OLS). Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε ………..…………(3.0)
Kemudian dari fungsi tersebut ditransformasi ke dalam model persamaan sesuai dengan definisi operasional variabel di atas, yakni :
PE = β0 + β1 PA + β2 PP + β3 PE-1 + ε ……….…….(3.1)
dimana :
PE = pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB(rupiah)
PA = pengeluaran belanja aparatur pemerintah daerah (rupiah)
PP = pengeluaran pelayanan publik pemerintah daerah (rupiah)
PE-1 = pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang diproxy DRB
(48)
commit to user
β0 –β3 = koefisien regresi
ε = variabel gangguan (error term)
E. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Permasalahan yang akan terjadi ada beberapa model regresi linier dimana secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari (Insukindro, 2000) :
1. Uji Multikolinieritas
Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu dideteksi multikolinieritas dengan besaran - besaran regresi yang didapat sebagai berikut :
a. Variasi besar (dari taksiran OLS).
b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar sehingga standar error
besar yang berdampak pada interval kepercayaan lebar).
c. Uji-t (t rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik
secara substansi maupun secara statistik jika dilakukan regresi sederhana maka terjadi bias dan tidak signifikan karena variasi besar akibat adanya
(49)
commit to user
kolinieritas. Bila standar error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan.
d. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.
e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga dapat menyesatkan interpretasi.
2. Uji F
Uji F ini digunakan untuk mencari pengaruh simultan variabel bebas
terhadap variabel terikat. Untuk menentukan nilai Fhitung menurut Sudjana,
1996: 91) :
a. Menentukan Jumlah Kuadrat Regresi dengan rumus :
b x y b x y b x y
JK(Reg) 1 1 2 2 ... k k ……….(32)
b. Menentukan Jumlah Kuadrat Residu dengan rumus :
) (Re 2 2 )(Res JK g
n Y Y JK
………(3.3)c. Menghitung nilai F dengan rumus:
1 ) (Re ) (Re k n JK k JK F s g hitung ……….. (3.4)
Dimana: k = banyaknya variabel bebas.
Untuk uji F dalam penelitian ini digunakan Uji Ramsey (Ramsey
(50)
commit to user
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Kriteria keputusannya sebagai berikut :
a. Bila nilai Fhitung > Ftable, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak ditolak.
b. Bila nilai Fhitung < nilai Ftable, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak dapat ditolak.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbasi. Dengan menggunakan lambang E (µi,µj) = 0 ;
i ≠ j. Secara sederhana dikatakan bahwa model klasik mengasumsikan unsur
gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbasi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini
dilakukan uji Lagrange Multiplier Test (LM Test). Dengan membandingkan
nilai X2hitung dengan X2tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut
(Rahmanta, 2009 : 16) :
a. Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
(51)
commit to user
b. Jika nilai X2hitung < X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
(52)
commit to user
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah
1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi.
Kabupaten Ngawi di wilayah barat propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan propinsi JawaTengah Luas wilayah Kabupaten
Ngawi adalah 1.298,58 km2, dimana sekitar 40 persen atau sekitar506,6 km2
berupa lahan sawah. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Ngawi tahun 2004 secara administrasi wilayah ini terbagi kedalam 19 kecamatan dan 217 desa , dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak 7021’ – 7031’ lintang
Selatan dan 110010’ -111040’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah
berupa dataran tinggi dan tanah datar. Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabuapaten
Bojonegoro.
- Sebelah Timur: Kabupaten Madiun.
- Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
- Sebelah Barat: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen.
(53)
commit to user
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngawi Sumber : Ngawi Dalam Angka 2010
2. Kondisi Demografis Kabupaten Ngawi
Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir Tahun 2010 adalah 892.051 jiwa, terdiri dari 438.223 penduduk laki-laki dan 453.828 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 96 artinya bahaw setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki.Peningkatan penduduk di Kabupaten Ngawi setiap tahun meningkat 0,36 persen.
Kepadatan penduduk menunjukan rasio antara jumlah penduduk dengan luas wilayah . Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi naik sekitar 2 jiwa untuk setiap kilometer persegi dari tahu sebelumnya.
3. Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di suatu daerah. Hal ini dapat
(54)
commit to user
diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun. Dengan kata lain PDRB merupakan tolok ukur perkembangan ekonomi secara regional, yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan nasional.
Tabel 4.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan (2000) Kabupaten Ngawi Tahun 2005 – 2010 (Juta Rupiah)
Tahun Harga Berlaku Harga Konstan
2005 3,831,351.82 2.256.039,62
2006 4,445,555.02 2.385.681,99
2007 5,031,429.00 2.510.075,52
2008 5,770,273.08 2.639.717,89
2009 6,444,782.65 2.785.335,43
2010 6,618,922.70 2.942.602,51
Sumber : BPS Kab Ngawi
Pertumbuhan ekonomi regional yang dicerminkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang turut memberi andil dalam pertumbuhan produksi dari masing-masing sektor. Perkembangan PDRB baik berdasarkan atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun dapat mencerminkan laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah perkembangan ini tentunya akan dapat menggambarkan kemajuan pembangunan ekonomi di daerah tersebut selama kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah yang diukur berdasarkan PDRB harga konstan menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Perkembangan PDRB di
(55)
commit to user
suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi sektoral dan sisi penggunaan. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya, sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.
Tabel 4.2 Produk Domestik Regional Bruto Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)
No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Pertanian 1,629,981.80 1,843,370.50 2,129,128.28 2,378,578.04 2,442,114.51 2 Penggalian 23,924.26 27,821.13 31,159.67 34,743.03 21,120.65 3 Industri 275,496.96 306,568.98 354,275.13 399,597.13 374,343.95 4 Listrik, Gas dan Air
minum 31,946.84 36,199.99 44,111.18 53,443.97 53,361.98 5 Bangunan 202,821.88 243,130.70 276,908.89 304,976.38 283,303.88 6 Perdagangan 1,241,254.87 1,412,591.98 1,610,680.64 1,807,677.16 1,948,482.87 7 Pengangkutan 181,477.29 205,072.67 233,711.75 259,515.53 251,771.58 8 Bank dan Lembaga
Keuangan 218,291.53 243,939.08 273,336.32 302,413.64 300,586.38 9 Jasa-Jasa 640,359.59 712,733.97 816,961.22 903,837.77 943,836.90 PDRB 4,445,555.02 5,031,429.00 5,770,273.08 6,444,782.65 6,618,922.70
Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)
No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Pertanian 905.474,59 941.025,58 985.007,46 1.039.356,65 1.092.374,15 2 Penggalian 13.864,37 14.403,57 15.442,31 16.286,80 16.983,88 3 Industri 149.370,19 155.405,22 162.856,61 173.860,51 184.792,71 4 Listrik, Gas dan Air minum 13.032,72 13.730,36 14.673,00 16.013,48 17.819,46 5 Bangunan 104.902,34 110.420,20 116.758,32 120.634,70 127.066,94 6 Perdagangan 651.328,99 697.427,05 745.925,20 793.681,83 848.170,35 7 Pengangkutan 82.364,00 87.412,59 92.497,17 98.137,08 104.975,22 8 Bank dan Lembaga
Keuangan 129.690,39 137.199,62 142.016,95 148.281,52 154.159,75 9 Jasa-Jasa 335.654,41 353.051,03 364.537,86 379.082,87 396.260,05 PDRB 2.385.681,99 2.510.075,52 2.639.717,89 2.785.335,43 2.942.602,51
(56)
commit to user
Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi menunjukkan perkembangan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Memasuki tahun 2006, kondisi perekonomian di Kabupaten Ngawi sudah menunjukkan kondisi yang stabil. Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan walaupun tidak terlalu besar.dan masih jauh dari kondisi sebelum terjadinya krisis moneter.
Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari distribusi persentase masing-masing sektor ekonomi terhadap total PDRB suatu daerah. Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentasem menunjukkan kontribusi masing-masing sektor ekonomi dalam kemampuannya menciptakan nilai tambah. Persentase yang besar pada suatu sektor menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi dari sektor tersebut.
Pertanian, 36.91% Bank dan
Lembaga Keuangan,
4.69%
Jasa-Jasa, 14.02%
Pengangkutan , 4.03%
Perdagangan, 28.05%
LGA 0.83% Bangunan,
4.73%
Industri, 6.20% Penggalian,
0.54%
Gambar 3.2 Strutur Ekonomi Kabupaten Ngawi
(57)
commit to user
Struktur perekonomian Kabupaten Ngawi tahun 2010 terlihat pada gambar 3.2, dimana sektor pertanian masih mendominasi kontribusi mencapai 36,91 persen. Kontribusi sektor ini mengalami kenaikan tahun sebelumnya yang mencapai 36,90 persen. Kenaikan tersebut didorong oleh kenaikan produksi beberapa komoditi tanaman bahan makanan utamanya padi.
Sektor perdagangan menjadi kontributor terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Ngawi. Pada Tahun 2010 sektor ini memberi kontribusi sebesar 28,05 persen. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sekotr jasa menjadi kontributor terbesar ketiga setelah pertanian dan perdagangan. Pada tahun 2010 sektor ini menyumbang sebesar 14,02 persen terhadap total PDRB.
Besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ngawi merupakan jumlah seluruh nilai tambah dari produk barang dan jasa yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Ngawi tahun 2005 mencapai 3.831. 351,83 juta rupiah. Angka tersebut secara konsisten naik dari tahun ke tahun hingga 2010 baik atas harga berlaku maupun harga konstannya. Pada tahun 2009 PDRB atas dasar harga berlaku (adhb) mencapai 6.444.782,83 juta rupiah, atau meningkat sekitar 11,69 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan PDRB adhb tahun 2010 jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan PDRB adhb pada tahun 2009 yang mencapai 14,68 persen. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (adhk) pada tahun 2010 mencapai 2.942.602,51 juta rupiah atau meningkat sekitar 5,65 persen.
(58)
commit to user
PDRB berlaku dan konstan mempunyai pola pertumbuhan masing-masing seperti yang terlihat pada gambar1. PDRB atas dasar harga berlaku mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih tinggi. Hal ini karena di dalamnya masih dipengaruhi oleh factor harga, sedangkang pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan lebih lambat karena angka tersebut murni menggambarkan produksi yang terjadi dari tahun ke tahun.
Perkembangan harga secara umum dari PDRB dapat dilihat dari perubahan Indeks harga Implisit. Peningkatan indeks harga implicit menunjukkan kenaikan harga barang dan jasa, dan sebaliknya penurunan indeks harga implicit menunjukkan penurunan harga barang dan jasa. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa perubahan itu sebenarnya adalah inflasi yang didapatkan dari PDRB yang komponennya meliputi seluruh barang dan jasa yang ada dalam suatu perekonomian. Selanjutnya angka tersebut sering diistilahkan inflasi PDRB.
Pola laju infalsi PDRB Kabupaten Ngawi dalam 5 tahun terkahir cenderung turun dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2008. Inflasi tertinggi dalam 5 tahun terkahir terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 12,26 persen. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada waktu itu membawa dampak kenaikan beberapa harga barang/jasa lainnya, hal ini menjadi pendorong utama inflasi tinggi tersebut. Imbas kenaikan herga BBM tersebut tidak bertahan lama. Dua tahun kemudian secara berturut-turut turun menjadi 11,75 persen pada tahun 2006 dan7,62 persen pada tahun 2007. walaupun
(59)
commit to user
sempat naik pada tahun 2008 ke level 8 persen, pada tahun terkahir (2009) inflasi kembali turun menjadi 5,72 persen.
Inflasi pada tahun 2009 ini adalah yang terendah dalam 10 tahun terakhir, hal ini setidaknya mengindikasikan tingkat harga cenderung stabil.
Dalam menghitung output suatu wilayah, walaupun diketahui lebih banyak barang atau jasa yang dihasilkan, tetapi kita tidak dapat menceritakan apakah rata-rata per orang menjadi lebih baik kesejahteraanya, jika tidak melihat PDRB per kapita dan pendapatan regional per kapitanya.
Biasanya semakin meningkat nilai PDRB per kapita dan pendapatan regional per kapita suatu wilayah, semakin baik pula tingkat perekonomian wilayah itu. Walaupun kedua ukuran tersebut belum bisa memperlihatkan kesenjangan pendapatan antar produk, namun paling tidak diperoleh indikasi apakah rata-rata per orang lebih sejahtera atau tidak.
Tabel 4.4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Ngawi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
No Lapangan Usaha
Atas Dasar Berlaku 2005-2010
2005 % 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %
1 Pertanian 1,422,944.90 37.1 1,629,981.80 36.7 1,843,370.50 36.6 2,129,128.28 36.9 2,378,578.04 36.9 2,442,114.51 36.9 2 Penggalian 20,444.39 0.53 23,924.26 0.54 27,821.13 0.55 31,159.67 0.54 34,743.03 0.54 21,120.65 0.32 3 Industri 243,982.92 6.37 275,496.96 6.2 306,568.98 6.09 354,275.13 6.14 399,597.13 6.2 374,343.95 5.66 4 Listrik, Gas dan Air minum 27,322.24 0.71 31,946.84 0.72 36,199.99 0.72 44,111.18 0.76 53,443.97 0.83 53,361.98 0.81 5 Bangunan 172,033.04 4.49 202,821.88 4.56 243,130.70 4.83 276,908.89 4.8 304,976.38 4.73 283,303.88 4.28 6 Perdagangan 1,049,123.88 27.4 1,241,254.87 27.9 1,412,591.98 28.1 1,610,680.64 27.9 1,807,677.16 28.1 1,948,482.87 29.4 7 Pengangkutan 146,204.02 3.82 181,477.29 4.08 205,072.67 4.08 233,711.75 4.05 259,515.53 4.03 251,771.58 3.8 8 Bank dan Lembaga
Keuangan 188,861.99 4.93 218,291.53 4.91 243,939.08 4.85 273,336.32 4.74 302,413.64 4.69 300,586.38 4.54 9 Jasa-Jasa 560,434.44 14.6 640,359.59 14.4 712,733.97 14.2 816,961.22 14.2 903,837.77 14 943,836.90 14.3
PDRB 3,831,351.82 100 4,445,555.02 100 5,031,429.00 100 5,770,273.08 100 6,444,782.65 100 6,618,922.70 100
(60)
commit to user
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi menunjukkan perkembangan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Memasuki tahun 2006, kondisi perekonomian di Kabupaten Ngawi mengalami kemajuan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,21 persen. Lalu pada periode tahun 2006 mengalami sedikit penurunan yaitu dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,16 persen.
Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari PDRB merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Angka pertumbuhan menunjukkan kenaikan produksi barang atau jasa terhadap tahun sebelumnya, dengan tidak dipengaruhi variabel harga. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak dipengaruhi oleh sektor yang dominan. Apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya, apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, maka aabila sektor tersebut mempunyai pertumbuhan tinggi secara langsung akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi secara total.
Kemajuan ekonomi kabupaten ngawi merangkak naik dari 4,53 persen pada tahun 2005 menjadi 5,65 pada tahun 2010. Kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2008 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi selalu dibawah pertumbuhan Propinsi Jawa Timur. Hal ini bisa dimengerti karena
(61)
commit to user
perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor industri sedangkan perekonomian Kabupaten Ngawi didominasi sektor pertanian, dimana pada umumnya pertumbuhan sektor industri akan lebih cepat dibandingkan dengan sektor pertanian. Akan tetapi sejak tahun 2009 untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi di atas pertumbuhan ekonomi propinsi Jawa Timur yang pada tahun itu mencapai 5,01 persen.
4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Fungsi utama anggaran pemerintah daerah adalah sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Bagi pemerintah pusat realisasi kegiatan pemerintah tercermin dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) sedangkan bagi pemerintah daerah tercermin dalam Anggaran Pandapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu pada bagian pengeluaran (belanja) yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Menurut Budiono (1981) pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, pembelian faktor-faktor produksi (input) dan pembelian produk (output). Kedua, untuk pengeluaran konsumsi pemerintah (belanja rutin) serta untuk investasi pemerintah (belanja pembangunan/ barang-barang modal). Pengeluaran pemerintah yang diukur dari pengeluaran rutin dan pembangunan mempunyai peranan dan fungsi cukup besar mendukung sasaran pembangunan dalam menunjang kegiatan pemerintah serta peningkatan jangkauan dan misi pelayanan yang secara langsung
(62)
commit to user
berkaitan dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi. Layaknya pengeluaran masyarakat maka pengeluaran pemerintah akan
memperbesar permintaan aggregat melalui multiplier effect dan selanjutnya
akan meningkatkan produksi atau penawaran aggregate sehingga PDRB akan meningkat.
Pengeluaran pemerintah biasanya mencerminkan kebijakan
pemerintah dalam penentuan anggarannya. Pengeluaran pemerintah terus berkembang seiring dengan meningkatnya aktivitas pemerintah dalam perekonomian yang antara lain disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam suatu perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi, perubahan demografi, dan perubahan kegiatan sektor swasta. Dengan demikian, pemerintah harus dapat memainkan peranannya dalam mengatur tingkat alokasi penggunaan sumber-sumber daya serta distribusi pendapatan diantara konsumen sehingga dapat mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, dan tingkat stabilitas harga, serta laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Perkembangan penduduk di Kabupaten Ngawi menuntut adanya pengeluaran pembiayaan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan tersebut berupa pengeluaran pemerintah daerah baik rutin maupun pembangunan. Peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam menciptakan sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada akhirnya akan mendorong aggregate demand juga akan
(63)
commit to user
meningkat, sehingga dapat merangsang kegiatan produksi daerah, yang selanjutnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan semakin
meningkatnya kebutuhan untuk pembangunan di daerah tersebut.
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin mengalami pertumbuhan yang berbeda.
Pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten Ngawi tahun 2005 – 2010 dapat
(1)
commit to user
sehingga kecenderungan meningkatnya pengeluaran rutin setiap tahunnya belum berperan dalam menggerakkan roda perekonomian di Kabupaten Ngawi.
2. Variabel Pengeluaran Pelayanan Publik (PP)
Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran pelayanan publik di Kabupaten Ngawi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten ngawi, hal ini terbukti dari nilai koefisien regresi sebesar 0,887. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan pengeluaran pelayanan publik sebesar 1 milyar rupiah maka akan terjadi pertumbuhan(PDRB) milyar rupiah sebesar 0,887 satuan (skor). Atau dengan kata lain apabila pengeluaran pelayanan publik mengalami peningkatan sebesar 1 miliar rupiah, ceteris peribus, maka akan menambah laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi sebesar 887 juta rupiah. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang positif antara pengeluaran pelayanan publik dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi terbukti dan diterima kebenarannya. Nilai t-statistik variabel pengeluaran pelayanan publik sebesar 3,074 > ttabel sebesar 2,003
dengan nilai probabilitas 0,0033 < 0,05. Berdasarkan hasil uji t tersebut menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi pada tingkat kepercayaan 95 persen selama kurun waktu penelitian, yakni dari tahun 2006 – 2010. Hasil temuan ini ternyata sejalan dan semakin
(2)
commit to user
57
menguatkan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Devarajan, Swaroop dan Zou (1996), dan Kweka dan Morrissey (2000).
Hasil temuan di atas memperlihatkan bahwa anggaran pengeluaran pelayanan publik yang dialokasikan setiap tahunnya untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Ngawi ternyata mampu memberikan pengaruh yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
3. Variabel Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya (PE n-1)
Hasil estimasi tersebut dapat dilihat bahwa variable pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya di Kabupaten Ngawi memiliki tanda koefisien regresi yang positif sebesar 0,866 dengan nilai t-statistik sebesar 26,6695. Hal ini menunjukkan apabila pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya di Kabupaten Ngawi mengalami peningkatan sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi sebesar 0,866 miliar rupiah selama kurun waktu penelitian. Nilai yang diestimasi bertanda positif telah sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya dan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi, ceteris paribus.
Uji t–statistik untuk variabel pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya di Kabupaten Ngawi menunjukkan nilai t–statistiknya memiliki nilai sebesar 26,6695 dan ternyata lebih besar bila dibandingkan dengan nilai t–tabel sebesar 2,003, hal ini mengandung arti bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
(3)
commit to user
tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi pada tingkat kepercayaan 99 persen.
Hasil analisis di atas, bahwa variabel pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya di Kabupaten Ngawi ternyata memberikan pengaruh yang positif
dan signifikan dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi pada
tahunberjalan di daerah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi masih dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi tahun sebelumnya. Disamping itu untuk menentukan besarnya pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, pada umumnya menggunakan tingkat pertumbuhan ekonomi tahun-tahun sebelumnya sebagai acuan dalam memproyeksi maupun menentukan pertumbuhan ekonomi yang akan datang.
4. Analisis Overall – Test
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang ada, yakni pengeluaran pelayanan publik (PP), pengeluaran belanja aparatur (PA) dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya {PE(-1)} mampu secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (PE) di Kabupaten
Ngawi selama kurun waktu 2006 – 2010. Untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas tersebut maka dapat dilakukan analisis melalui uji F. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dimana F–statistik > F–tabel (548,862 > 4,310) dengan demikian semua variabel bebas yang ada dalam model
(4)
commit to user
59
persamaan tersebut, yakni pengeluaran pelayanan public (PP), pengeluaran belanja aparatur (PA) dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya {PE(-1)} secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi (PE) di Kabupaten Ngawi secara statistik pada tingkat kepercayaan 99 persen untuk kurun waktu 2006-2010.
(5)
commit to user BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan kajian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
2. Pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik (belanja langsung)
pemerintah daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
3. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi.
B. Saran
Dari hasil analisis yang dilakukan maka saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Pengeluaran belanja aparatur terbukti tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten ngawi. Oleh karena itu perlu dikaji efektifitas pemberian anggaran belanja aparatur ini atau dikurangi untuk dialihkan pada belanja yang lain.
2. Pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik terbukti berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi. Hal ini membuktikan pengeluaran
(6)
commit to user
61
belanja pelayanan publik benar-benar dimanfaatkan oleh publik untuk lebih membangun ekonominya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Ngawi. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan alokasi anggaran pengeluaran belanja pelayanan publik ini demi terciptanya ekonomi Kabupaten Ngawi yang lebih baik.
3. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten Ngawi. Oleh karena itu pemerintah daerah Kabupaten Ngawi harus terus menerus berupaya supaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan maju. Karena dapat dijadikan landasan yang kuat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun berikutnya.