Hak Notaris Untuk Mengajukan pengunduran Diri Sebagai Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Perkara di PN Denpasar.

(1)

Bidang Unggulan : Sosial, Ekonomi dan Bahasa Kode/Nama Bidang Ilmu : 567/Notariat

LAPORAN PENELITIAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

HAK NOTARIS UNTUK MENGAJUKAN PENGUNDURAN

DIRI (

THE RIGHT TO RESIGN/VERSCHONINGSRECHT

)

SEBAGAI SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA

DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR

TIM PENELITI

1. Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH., M.Kn (NIDN. 0028108202) 2. Nyoman Mas Aryani, SH., SE., MH. (NIDN.0029087904)

3. Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH. (NIDN.0340222029412)

Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Badan Layanan Umum (BLU) Satuan Kerja Unud No. SP DIPA 042.04.2.400107/2015 Dengan Kode MAK

5380.022.012525119 Tertanggal 04 Mei 2015

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

OKTOBER 2015


(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lembaga Notaris merupakan lembaga yang memang dibutuhkan keberadaannya ditengah-tengah masyarakat dalam perkembangan kehidupan yang semakin kompleks terutama terkait dengan ilmu hukum sebagai ladang praktisnya.

Jabatan Notaris adalah jabatan yang menjalankan profesi dalam memberikan pelayanan dan jasa di bidang hukum kepada masyarakat, sebelum diangkat dalam Jabatan Notaris itu, diwajibkan baginya untuk berjanji di bawah sumpah yang salah satunya adalah untuk merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan. Point ke-5 Sumpah Jabatan Notaris menyatakan : “Bahwa saya akan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan ini.” Pasal 4 Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan lebih luas, bahwa kewajiban merahasiakan ini juga meliputi keterangan yang diperoleh notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Hal ini lebih karena jabatan yang dipangku oleh notaris adalah jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepercayaan kepadanya.

Dalam Kode Etik Profesi Notarispun terdapat perihal wajib menyimpan atau memegang kerahasiaan. Etika memberikan kewajiban bagi kaum profesional hukum sebagai aparat atau pejabat untuk menyimpan rahasia, sehingga secara etis pula tidak dibenarkan kaum profesional hukum membuka rahasia yang diberitahukan, dipercayakan dan diperolehnya, dari klien.1 Menurut Ko Tjay Sing, rahasia pekerjaan notaris seperti rahasia pekerjaan-pekerjaan kepercayaan lain sudah lama sebelum tahun 1950 dianggap berdasar

1


(3)

2

untuk perkara perdata atas Pasal 1909 BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) dan Pasal 146 HIR (Het herziene Indonesisch Reglement) dan untuk perkara pidana atas Pasal 277 RIB (Reglemen Indonesia diperbaharui), maka rahasia pekerjaan tersebut tidak terbatas pada isi akta-akta, melainkanlah pekerjaan kepercayaan yang sebelumnya tidak diakui oleh hakim sebagai pekerjaan demikian.2

Jabatan Notaris yang bermartabat inilah yang menimbulkan hubungan kepercayaan. Kepercayaan yang diberikan dari seorang pengguna jasa (client) dalam memberitahukan segala kepentingannya, yang akan dituangkan dalam akta sesuai dengan kewenangan Notaris itu sendiri. Sebagai orang yang dipercaya, notaris wajib untuk merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya dalam jabatan tersebut. Hal ini merupakan pelaksanaan dari

confidential profession (jabatan kepercayaan) yang telah diberikan oleh masyarakat, khususnya pengguna jasanya (client). Rahasia ini tetap dijaga, meskipun hubungan Notaris dengan pengguna jasa (client) telah berakhir.

Terkait dengan jabatan kepercayaan, sudah barang tentu harus merahasiakan apa yang dipercayakan kepada Notaris. Manakala dihadapkan dengan perkara perdata maupun perkara pidana, dimana Notaris dijadikan sebagai seorang saksi di Pengadilan, maka timbulah suatu problematika, yang mana disatu sisi harus merahasiakan apa yang dipercayakan kepada Notaris tersebut, disisi lain adalah upaya penegakan hukum melalui proses pemeriksaan perkara di Pengadilan. Selain itu pasal 1909 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mewajibkan setiap orang yang cakap untuk menjadi saksi, untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan. Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi, akan tetapi dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) juga mengatur beberapa pihak yang tidak dapat menjadi saksi, yaitu dalam Pasal 168 KUHAP dan Pasal 170 KUHAP.

2


(4)

3

Pasal 168 KUHAP memberikan pengecualian bagi saksi yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan terdakwa dan dalam Pasal 170 ayat (1) KUHAP memberikan

verschoningsrecht (hak mengundurkan diri) dari pemberian kesaksian bagi mereka yang karena jabatan, harkat martabat dan pekerjaannya wajib menyimpan rahasia. Baik menurut Pasal 322 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) maupun menurut Pasal 146 HIR (Hetherzeine Indonesisch Reglement) dan 277 RBg (Rechtreglement vor de Buitengewesten) ada kategori-kategori orang yang yang karena jabatan atau pekerjaannya dianggap sebagai wajib penyimpan rahasia. Dalam Pasal 322 KUHP diadakan sanksi pidana terhadap mereka dari kategori-kategori tersebut yang dengan sengaja membuka rahasia itu, sedangkan menurut Pasal 146 HIR dan Pasal 277 RBg mereka boleh menolak untuk memberi kesaksian mengenai rahasia tersebut.3

Ketika melihat ketentuan ketentuan seperti yang disebut diatas, apabila notaris dipanggil menjadi saksi di muka persidangan pengadilan, maka ia berdasarkan Pasal 1909 ayat (2) KUHPerdata dan Pasal-pasal 146 HIR dan 227 RIB, dapat mempergunakan haknya untuk mengundurkan diri sebagai saksi, dengan jalan menuntut penggunaan

Verschoningsrecht (dahulu hak ingkar). Verschoningsrecht (hak mengundurkan diri) merupakan pengecualian terhadap ketentuan umum yang disebut tadi, yaitu bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi, wajib memberikan kesaksian.

Namun ketika kita menilik pada Undang-Undang jabatan Notaris sebagai payung dari Jabatan Notaris itu belum menentukan secara jelas mengenai hal tersebut. Seperti yang kita ketahui, seiring dengan kebutuhan akan perlindungan dan kepastian hukum serta perkembangan jaman, jumlah Notarispun meningkat dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan akta otentik. Dalam praktek kita tidak dapat memungkiri bahwa tidak mungkin dihindari adanya Notaris-Notaris yang dipanggil menjadi saksi untuk memberikan

3


(5)

4

keterangan tentang akta yang dibuatnya di muka persidangan bahkan ada pula Notaris yang dipaksa untuk memberikan keterangan di hadapan penyidik untuk melancarkan penyidikan.

Notaris adalah jabatan yang menjalankan profesi dalam pemberian pelayanan dan jasa di bidang hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Salah satunya adalah verschoningsrecht (hak mengundurkan diri) yang belum diatur secara sempurna di dalam Undnag-Undang Jabatan Notaris. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui berlakunya hak Notaris untuk mengajukan pengunduran diri (verschoningsrecht) sebagai saksi dalam proses pemeriksaan perkara khususnya di Pengadilan Negeri Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan dua rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana pemberlakuan Hak Notaris untuk mengajukan pengunduran diri (right to resign/verschoningsrecht) sebagai saksi pada proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri Denpasar?

2. Dapatkah Pengadilan tetap memberikan perintah (memaksa) kepada notaris untuk menjadi saksi pada proses pemeriksaan perkara?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Hak Notaris untuk mengajukan pengunduran diri (right to resign/verschoningsrecht) sebagai saksi pada proses pemeriksaan perkara.

2. Untuk mengetahui apakah dalam proses pemeriksaan perkara di Pengadilan, hakim dapat memaksa/memberikan perintah agar Notaris tetap menjadi saksi dan apakah ada sanksi apabila Notaris tetap mengajukan hak mengundurkan diri.


(6)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Notaris Sebagai Pejabat Umum

Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari istilah Public Officials dalam Bahasa Belanda disebut sebagai Openbare Amtbtenaren dan istilah tersebut juga dituangkan dalam Peraturan Jabatan Notaris ( Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie, Staatblaad 1860:3) yang menunjuk istilah tersebut sebagai sebutan Pejabat Umum. 4Secara lengkap dapat dilihat dari bunyi Pasal 1 Staatblaad 1860 : 3, yaitu :

De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om authentieke akten op te maken wegens alle handelingen, overeenkomsten en beschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift blijken zal, daarvan de dagtekenig te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afschrif akten en uittreksels uit te geven; alles voorzoover het opmaken dier akten door ene algemene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is.

(Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapanyang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan

4

Lihat istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Art. 1 dalam Regelement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Ord. Van Jan. 1860) S.1860-3, diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., h.5


(7)

6

grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain).

Begitu pula dengan terjemahan yang dilakukan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio seperti yang terdapat dalam pengertian akta otentik dalam Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek

(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) (BW).5

Sudahlah jelas bahwasanya istilah Openbaar Ambtenaren merupakan batasan peristilahan untuk menyebutkan Pejabat Umum seperti yang telah dijabarkan tersebut diatas. Mengenai yang dimaksud dari pejabat publik, maka Boedi Harsono memberikan pemahaman bahwa yang dimaksud Pejabat Umum adalah seorang yang diangkat oleh Pemerintah dengan tugas dan kewenangan memberikan pelayanan kepada umum di bidang tertentu.6Sejalan dengan Boedi Harsono, Sri Winarsi menyatakan bahwa pengertian pejabat umum mempunyai karakter yuridis, yaitu selalu dalam kerangka hukum publik.Sifat publiknya tersebut dapat dilihat dari pengangkatan, pemberhentian, dan kewenangan.7

Pejabat umum selalu dikaitkan dengan pejabat yang mempunyai tugas yang bertalian dengan kepentingan publik, sehingga tepat jika Openbare Ambtenaren diartikan sebagai Pejabat Publik. Khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada Notaris. Aturan hukum sebagaimana tersebut di atas yang mengatur keberadaan Notaris tidak

5

Istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1868 SW diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1983, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.

6

Boedi Harsono, 2007, PPAT Sejarah Tugas dan Kewenangannya, Majalah RENVOI, Edisi No. 8.44. IV 03 Januari 2007, Jakarta, h. 11.

7

Sri Winarsi, 2002, Pengaturan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat Umum, Majalah YURIDIKAVolume 17 No. 2, Maret 2002, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h. 186.


(8)

7

memberikan batasan atau definisi mengenai Pejabat Umum, karena sekarang ini yang diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum bukan hanya Notaris saja, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelangpun juga diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum, Pejabat Lelang. Pemberian kualifikasi sebagai Pejabat Umum kepada pejabat lain didasarkan pada hak, kewajiban, kewenangan yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

2.2Pengertian Notaris

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disebutkan definisi notaris, yaitu:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.”

Notaris adalah pejabat umum yang diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh Negara (pemerintah) untuk melayani publik dalam hal tertentu. Jabatan Notaris bukanlah Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang No 43 tahun 1999 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian, walaupun Notaris diangkat dan disumpah oleh Negara (pemerintah). Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, inilah kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang.

Notaris merupakan Pejabat Umum yang menjalankan profesi dalam pelayaanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.Pejabat Umum yang dimaksud disini adalah orang yang melaksanakan sebagian fungsi publik dari Negara, yang khususnya di bidang hukum perdata.


(9)

8 2.3Kewenangan Notaris

Secara umum kewenangan yang dimiliki Notaris sudah barang tentu dalam hal membuat akta otentik, karena hal ini merupakan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 1868 KUHPerdata yang mengatakan, bahwa:

“suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.” Dari pengertian ini harus dikorelasikan dengan Pengertian Notaris yang ditentukan dalam Undang-Undang jabatan Notaris.

Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu, artinya tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, semua pejabat lainnya hanya mempunyai wewenang “tertentu”, artinya wewenang mereka tidak meliputi lebih daripada pembuatan akta otentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh undang-undang. Apabila di dalam suatu perundang-undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik maka hal itu hanya dapat dilakukan dengan suatu akta notaris, kecuali oleh undang-undang dinyatakan secara tegas, bahwa selain notaris juga pejabat umum lainnya berwenang.

Secara khusus dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, dalam Pasal 15 menentukan batasan mengenai kewenangan Notaris secara komprehensif, sebagai berikut:

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.


(10)

9

2 Notaris berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan;

g. Membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2.4Kewajiban dan Hak Notaris

Disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris, bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk:

1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

3. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;


(11)

10

4. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

5. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang membuat tidak lebih dari 50 (limapuluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat lebih dari satu minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

7. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

9. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud pada angka 8 di atas atau daftar nihil yang berkenaan dengan surat wasiat ke Daftar Wasiat Departemen yang bersangkutan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulannya;

10.Mencatat dalam Repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

11.Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

12.Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris; 13.Menerima magang calon notaris.


(12)

11

Selain memiliki kewajiban sebagaimana disebutkan diatas notaries juga memiliki beberapa hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 Undang-Undang Jabatan Notaris, bahwa notaris berhak untuk cuti dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Notaris mempunyai hak cuti;

2. Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah notaris menjalankan jabatan selam 2 (dua) tahun;

3. Selama menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti.

Selain itu, notaris juga berhak untuk menerima honor atas jasa hukum yang dilakukannya, yang disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Jabatan Notaris:

1. Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya;

2. Besarnya honorarium yang diterima oleh notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.

Dalam pembuatan akta terkadang terdapat masalah yang mungkin terjadi dan menimbulkan sengketa hukum, hal ini tidak bisa dihindari sekalipun Notaris telah berhati-hati. Notaris akan dipanggil sebagai saksi yang diharapkan dapat menjadi titik terang atas sengketa hukum yang terjadi, akan tetapi Notaris sendiri mempunyai rahasia jabatan yang harus dijaga dengan pengenaan sanksi apabila melakukan pelanggaran. Apabila terjadi demikian, Notaris dapat menggunakan haknya untuk mengundurkan diri atau

verschoningsrecht. Hak tersebut dapat digunakan jika notaris dimintai keterangan oleh pejabat penyidik (polisi, jaksa, hakim) dan /atau diminta menjadi saksi di muka pengadilan. Sayangnya hak ini belum atau tidak secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Ketika melihat Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa untuk


(13)

12

kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim melalui persetujuan Majelis Pengawas Daerah dapat memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Disinilah letak ketidak-jelasan mengenai hak tersebut.


(14)

13 BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten melalui proses penelitian tersebut perlu diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telahdikumpulkan dan diolah.8

1. Pendekatan Masalah

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode pendekatan baik secara yuridis normatif maupun secara yuridis empiris. Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma hukum, baik hukum dalam arti Law as it is written in the books (dalam peraturan perUndang-Undangan), maupun hukum dalam arti Law as it is decided by judge through judicial process (putusan-putusan pengadilan).9 Secara yuridis normatif maka penelitian kepustakaan dilakukan dengan menggunakan data yang bersumber dari data sekunder, seperti peraturan-peraturan baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah yang mengatur tentang Notaris dan Hak Mengundurkan Diri dan buku literatur terkait. “Dalam melengkapi data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, maka dilakukan pula penelitian lapangan karena sasaran penelitian hukum disamping kaedah atau das Sollen (penelitian hukum normatif), dapat berupa perilaku atau das Sein (penelitian lapangan)”.10

8

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat,Rajawali Press, Jakarta, h. 1.

9

Enid Campbell, et.al., 1988, legal Research, Materials and Methods, Sydney : The Law Book Company Limited, h.1

10


(15)

14 2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari, mempelajari dan mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan obyek penelitian, dengan bantuan buku, literatur, peraturan perundang undangan dan dokumen-dokumen yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat.11 Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri atas :

1. Undang Undang No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. 2. Kitab undang-Undang Hukum Perdata.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

4. Hetherzeine Indonesisch Reglement (HIR) dan Rechtreglement vor de Buitengewesten (RBg)

b. Bahan Hukum Sekunder

“Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang mejelaskan bahan hukum primer”.12 Terutama buku-buku hukum termasuk skripsi, thesis, disertasi hukum dan jurnal jurnal hukum,(termasuk yang on-line). Bahan hukum sekunder berguna untuk meberikan petunjuk kearah mana peneliti akan melangkah.13

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 13

12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 14

13


(16)

15

c. Bahan Hukum Tersier

“Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder”,14 yang terdiri dari Kamus BesarBahasa Indonesia, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Kamus Inggris-Indonesia.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian kepustakaan, maka dilakukan studi dokumen yaitu mempelajari bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendukung data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier guna memperoleh kajian yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang akan dihadapi.Lokasi penelitian dilaksanakan di Pengadilan Negeri Denpasar dan Beberapa Kantor Notaris di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perUndang-Undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, yang berkaitan dengan penelitian ini.15 Selain itu dilakukan dengan studi lapangan melalui metode observasi dan wawancara.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal kedalam kategori-kategori atas dasar

14

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, loc.cit.

15


(17)

16

pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.16 Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dianalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan :

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut ;

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis atau berkaitan;

c. Menemukan hubungan di antara pelbagai kategori atau peraturan kemudian diolah ;

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara pelbagai kategori atau peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas permasalahan.

16


(18)

17 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Pemberlakuan Hak Notaris untuk Mengajukan Penguduran Diri (right to

resign/verschoningrecht) sebagai Saksi pada Proses Pemeriksaan Perkara di

Pengadilan Negeri Denpasar

Berdasarkan ketentuan Pasal 139 HIR/165 RBg dan 1909 BW disebutkan bahwa “Setiap orang yang bukan salah satu pihak dapat didengar sebagai sasi dan apabila telah dipanggil oleh pengadilan wajib memberikan kesaksian”.Selain itu bagi yang mengingkari kewajiban untuk bersaksi dapat dikenakan sansi apabila tidak memenuhinya. Meskipun demikian terdapat pengecualian bagi sebagian orang untuk memberikan kesaksian di Pengadilan; antara lain :

1. Pengecualian kepada orang-orang yang dianggap tidak mampu memberikan kesaksian secara mutlak (absolut) sebagaimana diatur dalam Pasal 145 HIR/Pasal 172 RBg dan 1910 BW); kelompok orang tersebut meliputi :

a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang harus dari salah satu pihak;

b. Suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai.

2. Pengecualian kepada orang-orang yang dianggap tidak mampu memberikan kesaksian secara nisbi (relatif) sebagaimana diatur dalam Pasal 145 HIR/173 RBg dan 1912 BW; kelompok orang tersebut meliputi :

a. Anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun;

b. Orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat.

3. Pengecualian kepada orang-orang yang atas permintaan mereka sendiri dibebaskan dari kewajibannya untuk member kesaksian. Adapun ketentuan ini


(19)

18

disebut dengan hak mengundurkan diri atau hak ingkar

(verschoningrecht)sebagaimana diatur dalam Pasal 146 HIR/174 RBg dan 1909 BW; kelompok orang tersebut meluputi :

a. Saudara laki-laki serta perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak;

b. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;

c. Semua orang yang karena martabat, jabatan, atau hubungan kerja yang sah diwajibkan menyimpan rahasia, akan tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang sah saja.

Mengacu kepada ketentuan pasal 145 HIR tersebut yang dapat mengajukan pengunduran diri karena martabat, jabatan, dan hubungan yang sah antara lain diberikan kepada dokter, advokat, notaris, dan polisi17.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia rahasia jabatan didefinisikan sebagai: sesuatu yang tersembunyi hanya diketahui oleh seseorang atau beberapa orang saja; atau yang sengaja disembunyikan supaya orang lain jangan mengetahuinya; yang sengaja disembunyikan atau dibuat supaya orang jangan mengetahuinya18. Yahya Harahap kemudian menyimpulkan bahwa rahasia jabatan adalah “suatu hal, keadaan, atau barang yang tidak dibenarkan diketahui umum, tapi hanya diketahui secara terbatas oleh pejabat yang

17

Sudikno Mertokusumo, 2010, Hukum Acara Perdata di Indonesia Edisi Revisi, Cahaya AtmaPustaka, Yogyakarta, h. 183.

18

Yahya Harahap, 2004, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 668, dikutip dari WJS. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 790.


(20)

19

diwajibkan menyimpan kerahasiaannya”19. Adapun tujuan dari rahasia jabatan disimpan adalah untuk melindungi kepentingan umum dan bukan untuk melindungi kepentingan individu yang bersangkutan. Sehingga tidak dibenarkan bilamana seorang Notaris menggunakan hak mengundurkan diri sebagai saksi untuk melindungi dirinya ketika diminta menjadi saksi dalam perkara dengan alasan melindungi rahasia jabatan padahal pokok perkara tersebut tidak berkaitan atau tidak menyangkut rahasia jabatan yang ia pegang sebagai notaris. Menurut Ko Tjay Sing terdapat 3 teori mengenai rahasia jabatan, yakni20:

1. Teori Rahasia Mutlak

Menurut teori ini kewajiban menyimpan rahasia pekerjaan merupakan suatu kewajiban yang harus dipatuhi yang mana dalam keadaan apapun baik biasa maupun luar biasa rahasia pekerjaan wajib disimpan.

2. Teori Rahasia Nisbi

Menurut teori ini kewajiban menyimpan rahasia tidak merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan. Bilamana pemegang rahasia dalam kondisi tertentu (terdapat pertentangan kepentingan) diperbolehkan mengungkapkan rahasia dengan catatan bahwa jika menyimpan rahasia mengakibatkan kepentingan yang lebih besar dikorbankan. Sehingga kepentingan yang lebih besar ini harus dilindungi meskipun dengan membuka rahasia yang telah dipercayakan kepadanya.

3. Teori yang hendak menghapuskan rahasia pekerjaan

Teori ini merupakan kebalikan dari Teori Rahasia Mutlak, dimana teori ini menganggap atau menolak adanya pengakuan terhadap rahasia pekerjaan.

Profesi Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Umum bersumpah untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya sebagai

19

Ibid, h. 669.

20


(21)

20

mana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang No. 30 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.Perihal ketentuan mengenai menjaga rahasia juga disebutkan dalam Pasal 16 dan Pasal 54 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris. Namun berdasarkan ketentuan Pasal 66 ayat (1) huruf b disebutkan bahwa, “untuk kepentingan proses peradilanpenyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang untuk memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan denganAkta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris”. Berkaitan dengan wewenang perangkat peradilan untuk memanggil notaris sebagai saksi memiliki dasar hukum yang kuat. Adapun maksud dari dimungkinkannya penghadiran notaris sebagai saksi di pemeriksaan perkara adalah adanya penerapan asas equality before the law yang mana menjelaskan kesamaan status seseorang dimuka hukum, sehingga sekalipun Notaris berstatus sebagai Pejabat Umum Undang-undang menyamaratakan kedudukannya bilamana dipanggil sebagai saksi, sehingga dapat didengar keterangannya untuk kepentingan proses peradilan demi ditemukannya kebenaran. Menurut Sudikno Mertokusumo ada tiga kewajiban bagi seseorang yang dipanggil sebagai saksi, yaitu:21

1. Kewajiban untuk menghadap (Pasal 140-141 HIR), artinya bahwa jika seseorang dipanggil sebagai saksi maka harus memenuhi panggilan tersebut sepanjang hal tersebut tidak merupakan suatu pengecualian dan bahkan jika mereka menolak tanpa alasan yang sah menurut hukum maka dapat dikenakan sanksi-sanksi.

2. Kewajiban untuk bersumpah (Pasal 147 HIR dan 1911 KUHPer), artinya bahwa pada dasarnya semua orang sebelum memberikan keterangan di muka pengadilan harus di sumpah terlebih dahulu tetapi ada juga yang tidak di sumpah dan

21

R. Wiryono Prodjodikoro, 1983, Asas-Asas Hukum Perdata, Cetakan Kesembilan, Sumur Bandung, Bandung, h. 62


(22)

21

keterangannya semata-mata hanya menjadi sebuah keterangan biasa saja dan kebenarannya dikembalikan kepada penilaian hakim yang memeriksa.

3. Kewajiban untuk memberikan keterangan, artinya bahwa setiap orang yang menjadi saksi wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tidak menyesatkan.

Sebelum lebih jauh membahas mengenai hak mengundurkan diri sebagai saksi dalamPraktek Peradilan Perdata akan diulas sedikit perbandingan mengenai pemberian kesaksian dalam Praktek Peradilan Pidana mengenai saksi yang memiliki hubungan darah dan orang yang mempunyai ikatan kerja dengan terdakwa.

Masalah ini sering menjadi pertanyaan apabila mengikuti proses on the spot judicial monitoring di Pengadilan Negeri. terkadang menyaksikan dalam persidangan saksi disumpah dan tidak disumpah. Bagaimanakah ketentuan mengenai saksi yang disumpah dan tidak disumpah ini (dalam persidangan pidana), darimana asal muasalnya sehingga ada 2 model saksi seperti ini. Saksi yang disumpah dan tidak disumpah berkaitan dengan adanya hubungan antara saksi dengan terdakwa. Kalau disimak pertanyaan hakim sebelum meminta keterangan saksi, setelah hakim menanyakan identitas saksi, lalu menanyakan hubungan saksi dengan terdakwa: Apakah saksi kenal dengan terdakwa? Apakah saksi ada hubungan saudara? Apakah saksi ada hubungan pekerjaan dengan terdakwa? Tindakan/pertanyaan hakim selanjutnya tergantung pada jawaban saksi tersebut. Apabila saksi memiliki hubungan famili dengan terdakwa, maka hakim akan menanyakan lebih lanjut mengenai bagaimana hubungan famili tersebut. Misalkan atas pertanyaan hakim saksi mengatakan bahwa, “Saya anak kandung terdakwa”, maka hakim harus memperhatikan Pasal 168 KUHAP dan Pasal 169 KUHAP.


(23)

22

Pasal 168 KUHAP berbunyi sebagai berikut :

Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Sedangkan Pasal 169 KUHAP menyebutkan:

a. Dalam hal mereka sebagaimana dalam Pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta tegas menyutujinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah;

b. Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mereka diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah;

Berarti hakim ketua sidang yang memeriksa anak kandung terdakwa sebagai saksi (dan juga orang-orang lain seperti tersebut dalam Pasal 168 KUHAP):

a. Pertama kali Hakim ketua sidang harus menanyakan kepada anak kandung yang menjadi saksi tersebut, apakah ia tetap akan menjadi saksi atau akan menggunakan haknya untuk mengundurkan diri dari menjadi saksi.

b. Kalau anak kandung terdakwa tersebut menggunakan haknya untuk mengundurkan diri dari menjadi saksi, maka anak kandung terdakwa tersebut tidak didengar sebagai saksi dan dipersilakan meninggalkan kursi tempat memeriksa saksi;

c. Kalau anak kandung terdakwa tersebut tidak menggunakan haknya untuk mengundurkan diri dari menjadi saksi, maka Hakim Ketua sidang selanjutnya wajib


(24)

23

menanyakan kepada penuntut umum dan terdakwa, apakah penuntut umum dan terdakwa setuju jika anak kandung terdakwa tersebut menjadi saksi.

d. Kalau penuntut umum dan terdakwa dengan tegas menyetujui anak kandung terdakwa menjadi saksi, maka anak kandung terdakwa tersebut, sebelum memberikan keterangannya harus disumpah terlebih dahulu (Vide Pasal 169 ayat (1) KUHAP);

e. Kalau penuntut umum dan atau terdakwa tidak menyetujui anak kandung terdakwa menjadi saksi, maka anak kandung terdakwa tersebut didengar keterangannya di luar sumpah.

Jadi, yang berhak menentukan apakah ia mau bersaksi atau tidak adalah si anak kandung terdakwa sendiri, bukan terdakwa dan penuntut umum. Keberatan terdakwa atau penuntut umum tidak membuat anak kandung terdakwa itu meninggalkan kursi saksi, tapi mengakibatkan anak kandung terdakwa tidak perlu bersumpah.

Bahwa orang yang berhak mengundurkan diri dari menjadi saksi tidak sama dengan orang boleh dibebaskan dari kewajiban menjadi saksi, karena kalau orang yang boleh mengundurkan diri dari menjadi saksi diatur dalam Pasal 168 KUHAP, maka orang yang boleh dibebaskan dari kewajiban menjadi saksi diatur dalam Pasal 170 KUHAP yang berbunyi:

1. Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabatnya atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban menympan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka;

2. Hakim menentukan sah tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut;

Dalam praktek kadang dijumpai karena saksi mempunyai ikatan/hubungan kerja dengan terdakwa, langsung saja saksi tersebut didengar keterangannya di luar sumpah. Praktek ini jelas tidak sesuai dengan KUHAP, maksud pertanyaan ini bukanlah karena saksi


(25)

24

mempunyai hubungan/ikatan kerja dengan terdakwa lalu saksi tersebut didengar keterangannya di luar sumpah, melainkan maksudnya adalah untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Hakim, apakah saksi itu bisa dipercaya dan Hakim harus bisa memilah dan menilai apakah keterangan saksi tersebut objektif atau tidak. Dan dalam menilai keterangan saksi, Hakim harus berpedoman pada Pasal 185 ayat (6) KUHAP, dalam menilai keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:

a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

c. Alasan yang mungkin digunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu;

d. Cara hidup dan kesusilaan serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;

Lalu saksi yang bagaimanakah yang bisa memberikan keterangan tanpa disumpah terlebih dahulu?

1. a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin (Pasal 171 huruf a KUHAP);

.b. Orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali (Pasal 1712 huruf b KUHAP);

2. Saksi yang berhak mengundurkan diri dari menjadi saksi, tetapi tidak mempergunakan haknya untuk mengundurkan diri dari menjadi saksi, namun Penuntut Umum dan atau terdakwa, tidak setuju (keberatan) orang tersebut menjadi saksi (diatur dalam Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHAP).

3. Saksi yang menolak untuk bersumpah/berjanji tanpa alasan yang sah, maka pemeriksaan tetap dilakukan, hakim dapat mengeluarkan penetapan untuk mengenakan sandera di rumah tahanan negara paling lama 14 hari, tetapi sampai masa sanderanya habis jika masih tetap


(26)

25

tidak mau bersumpah, maka dalam keadaan yang demikian, keterangan yang telah diberikan oleh saksi yang menolak bersumpah/berjanji itu merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim (Pasal 161 ayat (1) dan (2) KUHAP).Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabatnya atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban

Lebih lanjut dalam Praktek Peradilan Perdata berdasarkan ketentuan Undang-Undang penghadiran notaris sebagai saksi di persidangan berdasarkan izin dari Majelis Kehormatan Notaris. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Hasoloan Sianturi pada hari, Senin 22 Juni 2015 selaku Hakim di Pengadilan Negeri Denpasar dianggap sebagai suatu keistimewaan dan bentuk perlindungan yang telah diberikan oleh undang-undang karena notaris merupakan Pejabat Umum. Hal ini menjadi polemik dikalangan notaris karena disatu sisi ia harus mempertahankan rahasia yang telah dipercayakan kepadanya selaku Pejabat yang membuat Akta, disisi lain ia harus tunduk dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu notaris memiliki hak ingkar atau hak pengunduran diri sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara.Meskipun dalam praktiknya pada penelitian ini tidak semua notaris menggunakan hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara di persidangan. Dari 6 (enam) notaris di daerah kerja denpasar yang dibagikan kuisioner hanya 2 (dua) orang yang mau memberikan jawaban atas kuisioner tersebut. satu notaris yakni Vidi Dandi Yanta, S.H.,M.Kn. menyatakan belum pernah mengajukan hak pengunduran diri sebagai saksi ketika diperiksa di pengadilan karena memang belum pernah dipanggil sebagai saksi. Selain itu responden notaris lain yakni Agung Satrya Wibawa Taira, S.H., MKn menyatakan bahwa dirinya pernah beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam perkara perdata mengenai pengangkatan anak dan juga perkara pidana. Kemudian lebih lanjut responden mengatakan bahwa ia pernah juga mengajukan hak pengunduran diri sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan Negeri Denpasar. Pengunduran diri tersebut dikabulkan oleh


(27)

26

hakim yang memeriksa perkara dikarenakan relevansi keterangan notaris sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara tersebut tidak urgent untuk disampaikan. Selain itu notaris di daerah kerja Badung yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah dua orang. Adapun notaris tersebut yakni Ni Made Kariani, S.H., M.Kn. dan Chyntia Yuniati, S.H.,MKn; keduanya menyatakan bahwa belum pernah dipanggil sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara di persidangan dan belum pernah pula menggunakan hak pengunduran diri sebagai saksi.

Disamping keterangan responden yang menyatakan bahwa ada yang menggunakan hak pengunduran diri tersebut, lebih lanjut Hasoloan Sianturi dalam wawancara tanggal 22 Juni di Pengadilan Negeri Denpasar tersebut menyatakan bahwa beberapa notaris tetap hadir sebagai saksi ketika dipanggil untuk memberikan keterangan di pengadilan. Dalam wawancara tersebut Hasoloan Sianturi berpendapat mengenai rahasia jabatan yang diemban notaris sebagai hakim beliau menilai bahwa jika itu disampaikan di muka persidangan dengan tujuan untuk kepentingan proses peradilan demi ditemukannya kebenaran maka notaris yang bersaksi mengenai akta yang dibuat dikecualikan dari tindak pidana menyebarkan rahasia. Dalam hal memberikan keterangan di muka persidangan bagi hal-hal yang tidak ingin disampaikan dapat tetap disimpan jika memang tidak boleh diberitahukan. Apabila notaris dipanggil sebagai saksi harus datang dan hadir pada persidangan itu dan pada waktu kehadirannya itulah notaris akan menentukan apakah notaris akan menggunakan hak ingkarnya, karena jika notaris tidak hadir sebagai saksi, bagaimana caranya untuk mengetahui apakah ia akan mempergunakan hak ingkarnya atau tidak. Disini terlihat bahwa sebenarnya rahasia jabatan yang ada pada notaris tidak merupakan hal yang mutlak adanya, melainkan bersifat kasuistis atau dilihat dari konteks antara suatu perkara dikaitkan dengan notaris itu sendiri. Adanya kontradiksi antara Pasal 16 huruf f, Pasal 54 ayat (1) dan Pasal 66 ayat (1) UUJN merupakan alasan bahwa hak ingkar yang dimiliki notaris tidak mutlak. Dimana di


(28)

27

satu sisi aturan melarang notaris membuka rahasia jabatan berdasarkan sumpah, tetapi di sisi lain untuk proses peradilan notaris wajib memberikan fotocopi minuta akta dan lain-lainnya. Apabila hak ingkar notaris berlaku secara mutlak, maka notaris bisa dikatakan kebal hukum. Karena tidak jarang terdapat oknum-oknum notaris yang melakukan pemufakatan tindak pidana atau perbuatan melawan hukum dengan oknum-oknum dari pihak lain. Serta sangat mungkin status saksi dari seorang notaris berubah menjadi tersangka sehingga tidak ada alasan bagi seorang notaris untuk mangkir dari pemeriksaan baik itu sebagai tersangka maupun saksi mahkota dalam perkara yang saling berkaitan.

Kejelasan makna dari bunyi Pasal 16 ayat (1) huruf f ini menjadi tolak ukur penting untuk mengetahui jangkauan hak ingkar notaris yang dapat digunakan dalam persidangan. Perihal keterangan yang hendak diketahui oleh hakim ketika meminta kesaksian notaris di persidangan biasanya terkait kepastian bahwa memang notaris yang bersangkutanlah yang membuat akta tersebut, kepastian terkait tempat kedudukan notaris, kepastian mengenai bahwa memang akta ditandatangani oleh notaris yang bersangkuttan. Keterangan-keterangan yang berkaitan dengan hal-hal itu hanya dapat diperoleh langsung dari notaris yang bersangkutan, sehingga apabila pertanyaan-pertanyaan hakim hanya masih sebatas itu notaris boleh memberikan keterangannya.

Mengutip pendapat Komar Andasasmita, bahwa di dalam menentukan sampai seberapa jauh jangkauan hak ingkar notaris, harus bertitik tolak dari kewajiban bagi para notaris untuk tidak berbicara mengenai isi akta-aktanya maupun mengenai yang diberitahukan kepadanya, dalam kedudukannya sebagai notaris kecuali dalam hal-hal dimana untuk itu oleh sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku membebaskannya secara tegas dari sumpah jabatannya.22 Berdasarkan pada pendapat di atas dapat diketahui bahwa

22

Komar Andasasmita, 1983, Notaris Selayang Pandang, The Notary Public At a Galance, Alumni, Bandung, h. 5


(29)

28

untuk menentukan seberapa jauh hak ingkar yang dimiliki oleh notaris harus dilihat dari lahirnya hak ingkar tersebut. Sebagaimana dipahami bahwa hak ingkar notaris lahir dari kewajiban ingkar notaris untuk merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan.

Menurut Lumban Tobing, bahwa hak mengundurkan diri notaris dapat dikesampingkan dalam hal terdapat kepentingan-kepentingan yang lebih tinggi yang mengharuskan notaris untuk memberikan kesaksian.23 Hak ingkar yang dimiliki seorang notaris tidaklah tepat jika digunakan dalam hal yang menyangkut kepentingan yang lebih tinggi atau mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu. Dalam teori rahasia relatif, kalau wajib penyimpan rahasia dapat atau harus membuka rahasianya kalau dengan menyimpan rahasianya harus dikorbankan kepentingan yang dianggap lebih besar. Dengan demikian kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan harus dibandingkan yang satu dengan yang lain. Yang dianggap lebih besar harus dilindungi, yang lain harus dikorbankan. Penggunaan hak ingkar relatif dikembalikan kepada diri notaris yang bersangkutan. Apabila dirasakan terdapat kepentingan yang lebih tinggi, seperti kepentingan peradilan dapat melepaskan hak ingkarnya. Namun disini notaris wajib meneliti secara cermat dan hati-hati agar keputusannya tersebut tidak menjadi boomerang untuk dirinya sendiri karena dianggap telah melanggar kewajibannya menjaga rahasia jabatan. Begitupun sebaliknya, apabila notaris memilih untuk tetap mempertahankan kewajiban ingkarnya dapat menggunakan hak ingkarnya dalam persidangan, dan notaris wajib memberikan alasan-alasan yang rasional serta dapat dinyatakan secara tegas.

Berdasarkan ketentuan Pasal 170 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa, “hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan pengunduran diri seseorang

23


(30)

29

sebagai saksi”. Kemudian beranjak dari ketentuan pasal tersebut dan hasil wawancara dengan Hakim Hasoloan Sianturi diterangkan bahwa prosedur seorang notaris untuk mengajukan pengunduran diri sebagai saksi disampaikan secara tertulis oleh notaris kepada Hakim yang memeriksa perkara disertai dengan alasan-alasan pengajuan pengunduran diri sebagai saksi. Disini Majelis Hakim yang memeriksa perkara menilai sah atau tidak nya alasan pengunduran diri tersebut untuk kemudian dikabulkan atau ditolak. Hakim karena jabatannnya sebelum mengambil keterangan dari saksi , terlebih dahulu hakim akan memberikan penjelasan kepada saksi tentang maksud dan kedudukan notaris dipanggil sebagai saksi dan hak-hak yang akan dipakainya sebagai saksi selama jalannya persidangan. Karena tugas hakim itu adalah untuk menegakan hukum, kebenaran dan keadilan serta menggali kebenaran formil dan materiil. Contohnya dalam perkara tindak pidana korupsi, seorang notaris tidak boleh menggunakan hak ingkarnya. Dalam perkara pidana, pemanggilan seseorang baik sebagai saksi maupun tersangka, wajib dilakukan oleh pengadilan, sedangkan dalam perkara perdata, bahwa saksi diajukan oleh para pihak yang berperkara akan tetapi terhadap orang-orang tertentu karena jabatannya, maka para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk menggunakan hak ingkar sebagai saksi. Ada beberapa perkara yang melibatkan notaris dipanggil sebagai saksi di pengadilan, misalnya akta itu memuat tanggal akta yang berlaku mundur, membuat perjanjian tanpa hadirnya salah satu pihak, dan perjanjian itu seharusnya hutang-piutang tetapi dibuat akta jual beli. Ada dua keterangan yang harus dibedakan terdapat dalam suatu akta, yaitu:

1. Keterangan notaris sendiri yang membuat akta yang bersangkutan. Yang dimaksud dalam hal ini adalah mengenai hari dan tanggal para pihak menghadap serta bahwa akta telah dibacakan di hadapan saksi-saksi.


(31)

30

Memang dalam undang-undang tidak mengatur secara jelas mengenai bagaimana tolak ukur seorang hakim dalam menilai sah tidaknya pengunduran diri seseorang, akan tetapi hakim diharapkan mampu memberikan alasan yang tepat dalam menentukan patut atau tidaknya seseorang sebagai saksi dalam persidangan tidak terkecuali notaris. Yahya Harahap menyebutkan bahwa tidak semua pejabat memiliki hak pengunduran diri dan dapat dibebaskan menjadi saksi. Untuk mendapatkan hak tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yakni :

1. Kedudukan, pekerjaan, atau jabatan yang diembannya berdasar undang-undang atau jabatan yang sah menurut hukum;

2. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar landasan pekerjaan, kedudukan atau jabatan itu memikulkan kewajiban hukum kepadanya untuk menyimpan rahasia jabatan yang bersangkutan dengan tugas pekerjaannya;

3. Kewajiban menyimpan rahasia itu berkaitan langsung dengan fungsi kedudukan pekerjaan, atau jabatan yang dimaksud;

4. Hanya terbatas semata-mata mengenai hal yang diketahuinya yang dipercayakan kepada saksi24.

Dengan demikian tidaklah dibenarkan bilamana Notaris dengan tameng memegang atau memiliki kewajiban menyimpan rahasia jabatannya mangkir sebagai saksi dalam perkara yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan rahasia jabatan yang ia pegang sebagai orang yang membuat akta. Ia diperbolehkan mengundurkan diri bilamana dipanggil sebagai saksi dalam perkara yang berkaitan dengan akta yang ia buat, namun pengunduran diri tersebut bersifat opsional atau pilihan dengan mempertimbangkan kepentingan untuk dilindungi yang mana lebih besar. Bilamana notaris tersebut mengajukan pengunduran diri maka sekarang tugas hakimlah yang menilai apakah layak untuk dikabulkan ataukah ditolak. Adapun yang

24


(32)

31

dapat menjadi pertimbangan hakim untuk menentukan diterima atau ditolaknya pengunduran diri notaris sebagai saksi dijelaskan oleh Yahya Harahap bahwa dapat didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

a. Sejauh mana terlindunginya kepentingan umum bilamana pejabat tersebut menggunakan hak mengundurkan diri; atau

b. Seberapa besar bahaya yang mengancap kepentingan umum bilamana pejabat tersebut menjadi saksi25.

Disinilah letak peranan pengadilan negeri atau hakim yang memeriksa perkara untuk menentukan sah atau tidaknya penggunduran diri seseorang sebagai saksi. Hak pengunduran diri sebagai saksi diterima bila memang yang bersangkutan memiliki alasaan yang relevan atau dalam hal ini memang perkara yang diperiksa akan mengakibatkan orang yang bersaksi membeberkan rahasia jabatannya, namun bilamana perkara yang diperiksa tidak berkaitan dengan rahasia jabatan dari pejabat tersebut maka hak pengunduran diri tersebut tidak dapat diterima atau ditolak. Namun melihat pada pendapat Yahya Harahap teresbut, dengan melihat tolak ukur kepentingan umum yang dilindungi dari rahasia jabatan tersebut, maka mungkin saja dengan dengan pejabat tersebut bersaksi malah akan lebih melindungi kepentingan umum. Contoh kasus yang diambil oleh Yahya Harahap yaitu seorang notaris sebagai PPAT menemukan sertifikat HGB palsu atau ganda. Sehingga dalam hal ini hak mengundurkan diri merupakan pilihan bagi notaris tersebut, apakah ia akan mengundurkan diri menjadi saksi atas alasan menyimpan rahasia atau menjadi saksi untuk mengungkapkan fakta kasus tersebut. Tolak ukur yang harus dilihat adalah lebih bermanfaat bila notaris tersebut bersaksi di persidangan sehingga fakta hukum mengenai adanya sertifikat HGB yang palsu akan terungkap dibandingkan ia menutup rahasia tersebut dan mempergunakan hak mengundurkan

25


(33)

32

dirinya26. Disamping itu Djoko Sukisno menyatakan bahwa, pemanggilan Notaris sebagai saksi bukan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Notaris, melainkan suatu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang terhadap Notaris untuk mencegah agar dalam persidangan tidak terjadi pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh pihak-pihak berperkara yang justru malah membuat Notaris berada dalam posisi yang sulit.

Oleh karena itu meskipun berkaitan dengan rahasia jabatan yang timbul akibat pekerjaan, bilamana hakim yang memeriksa perkara memerlukan keterangan Notaris tersebut dalam pemeriksaan di persidangan maka ia memiliki wewenang untuk memanggil Notaris tersebut untuk bersaksi di muka persidangan atau menolak bila yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri. Penggunaan hak mengundurkan diri seorang Notaris bersifat tidak mutlak, karena dilihat dari beberapa sudut panddan yakni: pertama ada tidaknya relevansi rahasia jabatan yang disimpannya dengan perkara yang diperiksa; kedua meskipun ada hubungannya dengan rahasia jabatan namun dilihat kembali urgensitas keterangan yang ia berikan pada pemeriksaan di persidangan untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa meskipun harus membuka rahasia jabatan, dan ketiga pertimbangan hakim yang memeriksa perkara apakah akan mengabulkan atau menolak pengunduran diri tersebut.

4.2 Upaya Hakim dalam Menghadirkan Notaris yang Mengundurkan Diri sebagai Saksi dalam Pemeriksaan Perkara

Saksi merupakan salah satu alat bukti, yang keterangannya dibutuhkan untuk keperluan proses pembuktian di muka Hakim, dalam suatu perkara di persidangan. Seorang saksi tentunya memiliki hak dan kewajiban. Hukum sebagai suatu aturan bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, akan tetapi hukum tersebut berasal dari masyarakat, yang kemudian oleh masyarakat dipergunakan untuk mengatur bentuk-bentuk hubungan antar manusia.

26


(34)

33

Masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang ada ditengah-tengahnya, oleh sebab itu maka merupakan suatu kenyataan yang harus diakui bahwa: ”Dimana ada masyarakat, maka disitu pula pasti ada hukum”. Hukum haruslah ditegakkan. Dalam kerangka penegakan hukum (law enforcement) di Pengadilan, khususnya dalam hal pembuktian, saksi merupakan salah satu alat bukti yang telah diatur dalam undang-undang. “Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBG, dan Pasal 1866 KUH Perdata menentukan bahwa alat-alat bukti itu terdiri dari bukti tertulis, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.”

Istilah ”saksi” tentu bukan merupakan istilah yang baru dalam dunia ilmu hukum, khususnya pada hukum acara.”Saksi adalah orang yang memberikan keterangan/kesaksian di depan Pengadilan mengenai apa yang mereka ketahui, lihat sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri, yang dengan kesaksian itu akan menjadi jelas suatu perkara.”

Siapa saja yang bisa dikatakan sebagai saksi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian;

2. Orang yang memberikan keterangan di muka Pengadilan untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa;

3. Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialami sendiri.

Menurut sifatnya, saksi dapat dibagi atas, sebagai berikut:

1. Saksi kebetulan. Yang dimaksud dengan saksi kebetulan adalah saksi yang secara kebetulan melihat, mengalami, atau mendengar sendiri peristiwa-peristiwa yang menjadi perkara. Saksi demikian misalnya para tetangga, orang yang secara kebetulan melihat, ataupun mendengar peristiwa itu;


(35)

34

2. Saksi sengaja. Saksi demikian adalah saksi yang pada waktu perbuatan hukum itu dilakukan sengaja telah diminta untuk menyaksikan. Misalnya: Kepala Desa, Camat, Notaris, dan lain-lain.

Adapun yang dilarang menjadi saksi itu, sebagai berikut:

1. ”Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak;

2. Suami atau istri salah satu pihak, meskipun telah bercerai;

3. Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan jelas bahwa mereka sudah berumur 15 (lima belas) tahun;

4. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang”.

Pasal 1909 ayat (1) KUH Perdata, menentukan bahwa: ”Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka Hakim”. ”Keterangan yang diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yang dialaminya sendiri, sedang pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berpikir tidaklah merupakan kesaksian.

“Hak adalah benar; sungguh ada; kekuasaan yang besar untuk menuntut sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya); kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu; derajat atau martabat”. Pendapat lain mengenai hak, sebagaimana ditegaskan bahwa: “Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu”.

“Secara umum hak dibagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu hak mutlak atau hak absolut (absolute rechten, onpersoonlijke rechten), dan hak relatif (nisbi, relative rechten, persoonlijke rechten). Hak mutlak atau hak absolut merupakan setiap kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum untuk berbuat sesuatu atau untuk bertindak dalam memperhatikan kepentingannya, hak ini berlaku secara mutlak terhadap subjek hukum lain, dan wajib dihormati oleh setiap subjek hukum. Hak mutlak atau hak absolut terdiri dari


(36)

35

Hak Asasi Manusia, hak publik absolut, dan sebagian dari hak privat. Sedangkan hak relatif (nisbi) merupakan setiap kekuasaan/kewenangan yang oleh hukum diberikan kepada subjek hukum lain/tertentu supaya ia berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, atau memberi sesuatu. Hak ini timbul akibat terjadinya perikatan. Hak relatif (nisbi) terdiri dari hak publik relatif, hak keluarga relatif, dan hak kekayaan relatif.”

Dalam hal memberikan keterangan di persidangan, saksi juga mempunyai hak. Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa yang menjadi hak saksi dalam perkara perdata, antara lain sebagai berikut:

1. Hak untuk tidak diajukan pertanyaan yang bersifat menjerat oleh Hakim;

2. Hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi apabila mempunyai hubungan sedarah atau semenda, mempunyai hubungan perkawinan, ataupun tidak mempunyai hubungan perkawinan lagi karena sudah bercerai;

3. Hak untuk mendapatkan juru bahasa, apabila saksi tidak paham bahasa Indonesia; 4. Hak untuk mengangkat penterjemah, apabila saksi bisu.

Selain memiliki hak, seorang saksi tentunya juga memiliki kewajiban. Secara umum kewajiban dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan, untuk atau setelah mendapatkan hak. ”Kewajiban adalah sesuatu yang wajib diamalkan, dilakukan, keharusan; tugas kewajiban; tugas pekerjaan, perintah yang harus dilakukan”.

Dapat diketahui bahwa yang menjadi kewajiban saksi dalam perkara perdata, antara lain sebagai berikut:

1. Kewajiban untuk memberikan kesaksian di persidangan;

2. Kewajiban untuk melakukan sumpah sebelum memberikan keterangan;

3. Kewajiban untuk tidak bercakap-cakap selama jalannya persidangan, kecuali pada saat memberikan keterangan.


(37)

36

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pembahasan rumusan masalah pertama bahwa seorang notaris memiliki hak untuk mengajukan pengunduran diri namu bersifat tidak mutlak untuk diterapkan karena dilihat dari beberapa sudut panddan yakni: pertama ada tidaknya relevansi rahasia jabatan yang disimpannya dengan perkara yang diperiksa; kedua meskipun ada hubungannya dengan rahasia jabatan namun dilihat kembali urgensitas keterangan yang ia berikan pada pemeriksaan di persidangan untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa meskipun harus membuka rahasia jabatan, dan ketiga pertimbangan hakim yang memeriksa perkara apakah akan mengabulkan atau menolak pengunduran diri tersebut. Adapun prosedur pengunduran diri itu diajukan secara tertulis disertai dengan alasan pengunduran diri kepada Hakim yang memeriksa perkara yang kemudian dinilai sah atau tidaknya alasan tersebut. Menurut Hasoloan Sianturi dalam wawancara tanggal 22 Juni 2015 pertimbangan yang dilakukan hakim untuk menilai sah atau tidaknya alasan tersebut untuk kemudian dikabulkan atau ditolaknya pengunduran diri notaris sebagai saksi yakni adanya relevansi dan urgensi untuk dihadirkannya notaris tersebut sebagai saksi dalam persidangan. Bilamana dirasa perlu oleh hakim untuk dihadirkannya notaris tersebut sebagai saksi karena keterangannya dianggap memiliki relevansi dan penting untuk didengarkan maka pengunduran diri notaris akan ditolak, namun bilamana keterangan notaris dalam persidangan tersebut tidak memiliki relevansi maka alasan pengunduran diri tersebut dapat diterima. Ini dikarenakan akta yang dibuat oleh notaris sudah dirasa cukup untuk mewakilkan keterangan notaris tersebut dalam pemeriksaan perkara di persidangan.

Peraturan perundang-undangan menentukan bahwasanya setiap orang dipanggil oleh pengadilan untuk menjadi saksi dalam suatu perkara, wajib memenuhi panggilan tersebut. Untuk terwujudnya negara hukum yang tercantuk dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, setiap warga negara Indonesia sudah seyogyanya mempunyai kewajiban


(38)

37

untuk menjadi saksi.Ada beberapa peraturan yang mewajibkan setiap orang wajib memberikan kesaksian. Adapun pasal-pasal yang dimaksud sebagai berikut:

a. Pasal 36 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa kewajiban memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga bagi mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali pejabat agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.

b. Pasal 224 KUHP yang menyatakan bahwa siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya diancam dalam perkara pidana, dengan pidana paling lama sembilan bulan dan dalam perkara lain dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

c. Pasal 522 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum diancam dengan denda paling banyak Rp. 900,-

d. Pasal 161 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandra di tempat rumah tahanan negara paling lama 14 hari.

e. Pasal 159 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal saksi tidak hadir meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi tidak akan mau hadir, maka hakim ketua dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.


(39)

38

Namun bila Notaris hadir sebagai saksi baik dalam persidangan perkara Perdaata maupun Pidana dihadapkan pada kondisi adanya rahasia jabatan yang ia pegang. Dalam hal ini, Notaris yang membuka rahasia tidak perlu kawatir karena ia melakukan perintah hakim dalam membantu proses penegakan hukum, pada diri notaris yang bersangkutan tidak dapat dikenakan Pasal 322 KUHP yang menyatakan bahwa “barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”. Karena secara implisit sebenarnya notaris dilindungi oleh ketentuan Pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa “barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.” Seorang notaris yang dipanggil sebagai saksi merupakan perintah undang-undang dalam proses penegakan hukum. Demi kepentingan justicianotaris haruslah melepaskan hak ingkarnya terlebih dahulu karena ada kepentingan yang lebih tinggi.

Apabila notaris membuka rahasia yang disimpannya berdasarkan suatu ketentuan umum, dan ketentuan umum tersebut merupakan ketentuan eksepsional dari Pasal 16 huruf f UUJN, maka Pasal 322 KUHP tidak dapat diterapkan, karena kewajiban merahasiakan tersebut telah digugurkan oleh ketentuan eksepsional tadi dan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh notaris berdasarkan ketentuan eksepsional tersebut adalah perbuatan yang tidak ada unsur perbuatan melawan hukumnya.

Bagi seorang notaris yang dipanggil untuk menjadi saksi baik dalam lingkup penyidikan maupun di muka pengadilan hendaknya tidak perlu mengajukan hak ingkar atau takut untuk hadir memenuhi panggilan tersebut. Menghadapi panggilan dari pihak kepolisian, kejaksaan, ataupun hakim harusnya seorang notaris bersikap profesional. Apabila notaris merasa tidak melakukan kesalahan dalam pembuatan akta, maka notaris tidak perlu takut atau


(40)

39

mangkir dari panggilan. Ini berkaitan dengan moral seorang notaris dalam menjalankan suatu profesi, dimana harus selalu berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keterangan saksi diperlukan dalam proses peradilan guna menemukan kebenaran formil dalam perkara perdata dan kebenaran materiil jika dalam perkara pidana. Karena itu pembuktian dalam hukum pidana jauh lebih hati-hati dibanding dengan pembuktian dalam hukum perdata. Sehingga kita sering mendengar adagium yaitu “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”. Oleh karena itu,yang paling urgensi sebenarnya keterangan saksi dalam perkara pidana karena saksi merupakan alat bukti utama dalam sistem peradilan pidana. Menurut Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa alat bukti yang sah ialah :

a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa;

Esensi dari urutan alat bukti yang dibentuk oleh legislator kita bukan tanpa arti melainkan saksi merupakan hal yang penting karena saksi adalah orang yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri suatu peristiwa pidana. Dalam proses persidangan keterangan saksi diperlukan sebagai alat bukti untuk membuktikan sesuatu dalam perkara yang sedang diperiksa, sehingga dapat membantu hakim dalam memberikan pertimbangan yang terbaik untuk kemudian memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam perkara pidana tersebut.

Jika ingin membandingkan dengan hukum acara perdata, karena hanya mencari kebenaran dalam arti formil yakni kebenaran dari apa yang diperoleh berdasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak yang berperkara. Sehingga dalam pembuktian perkara perdata alat bukti yang paling utama adalah surat/ bukti tertulis atau pembuktian tertinggi adalah


(41)

40

bukti tulisan. Bukti tertulis ini dapat berupa akta otentik maupun akta di bawah tangan dan yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris. Untuk itu negara mendelegasikan tugas itu kepada notaris seperti tertera dalam Pasal 1868 KUHPer mengenai adanya pejabat umum, yaitu pejabat yang diangkat oleh negara untuk membantu masyarakat dalam pembuatan akta otentik. Kemudian menurut Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHPer) bahwa alat bukti meliputi:

a. Bukti tertulis b. Saksi

c. Persangkaan d. Pengakuan e. Sumpah

Dalam pembuktian pada perkara perdata, saksi tidak merupakan alat bukti utama tetapi dalam pembuktian tersebut tetap diperlukan guna mencari kebenaran formil. Konsekuensinya adalah notaris yang dipanggil untuk memberikan keterangan saksi dalam perkara perdata sebenarnya tidaklah terlalu urgensi berbeda dengan perkara pidana. Karena notaris secara tidak langsung sudah diwakilkan oleh akta otentik yang mereka buat sebagai pejabat umum. Sehingga hak ingkar notaris dalam perkara perdata lebih mungkin dikabulkan oleh hakim daripada perkara pidana. Walaupun demikian, bukan berarti notaris tidak dapat dipanggil sebagai saksi tetapi tetap dapat dipanggil dan hanya menjelaskan atau menerangkan keadaan riil misalkan adalah bahwa benar para pihak telah menghadap kehadapannya sebagaimana tercantum dalam akta tersebut. Di samping itu, notaris mungkin dikatakan sebagai saksi kunci dalam perkara yang sedang terjadi di mana keterangan-keterangan yang akan diberikan oleh notaris tersebut akan membantu kelancaran pemeriksaan di muka persidangan dan tidak ada ruginya apabila notaris tersebut mau memenuhi panggilan sebagai saksi karena kembali yang diharapkan dalam masalah ini adalah penegakan keadilan dan kepastian hukum. Disamping itu kehadiran


(42)

41

Notaris sebagai saksi dalam pemeriksaan di Persidangan dapat dijadikan suatu tindakan prefentif yang setidak-tidaknya dapat menguntungkan notaris karena dapat menghindari adanya pemutarbalikan fakta riil yang terjadi oleh para pihak yang berperkara sehingga malah menempatkan notaris pada posisi yang bersalah.

Dalam perkembangannya terdapat 3 macam kedudukan notaris dalam menggunakan hak ingkar, yaitu sebagai berikut:

a. Sebagai saksi

Pilihan menggunakan hak ingkar yang dimiliki notaris merupakan pilihan yang subjektif tetapi tidak mutlak sifatnya. Jika berkaitan dengan akta yang dibuatnya, notaris dapat menggunkan hak ingkar, jika tidak berkaitan dengan akta yang dibuatnya, tergantung kepada notaris untuk menggunakan hak ingkar atau tidak. b. Sebagai ahli

Notaris dapat sebagai ahli dengan menerangkan sesuai keahlian yang dimilikinya yang diperlukan oleh hakim. Sebenarnya disini hak ingkar tidaklah diperlukan, karena notaris tidak sebagai saksi melainkan ahli, bahkan menjadikan kebanggan kepada notaris dapat menggunakan keahlian untuk membantu proses penegakan hukum dengan catatan tidak membuka rahasia kliennya yang tidak ada hubungannya dengan perkara dimana notaris sebagai ahli.

c. Sebagai terdakwa

Notaris dinyatakan sebagai tersangka kemudian terdakwa tidak bisa lagi berlindung dari hak ingkar yang dimilikinya. Perbuatan notaris sudah sepantasnya diberikan sanksi yang tegas agar dirinya menjadi jera sekaligus juga memberikan peringatan kepada notaris-notaris yang lain agar tidak mengulangi perbuatan yang sama.


(43)

42

Seorang notaris yang akan diperiksa atau dimintai keterangan harus jelas kedudukan dan perannya, apakah sebagai saksi, ahli, atau tersangka terutama mengenai akta-akta yang dibuatnya sebagai alat bukti pemeriksaan.

Walaupun undang-undang tidak mengatur secara jelas mengenai bagaimana tolak ukur seorang hakim dalam menilai sah tidaknya pengunduran diri seorang notaris, akan tetapi hakim diharapkan mampu memberikan alasan yang tepat dalam menentukan patut atau tidaknya seorang notaris menjadi saksi dengan mempertimbangkan berbagai hal. Terhadap notaris yang mengundurkan diri sebagai saksi, hakim dapat mengeluarkan dua keputusan yakni menerima dan menolak pengunduran diri tersebut. Bilamana diterima oleh hakim pengunduran diri notaris sebagai saksi maka secara langsung tanggal kewenangan hakim untuk menghadapkan Notaris sebagai saksi serta tidak dapat dikenakan Pasal 139 s/d 142 HIR berkaitan dengan sanksi bagi saksi yang tidak hadir memenuhi panggilan persidangan27. Namun bilamana pengunduran diri Notaris tersebut ditolak oleh hakim yang memeriksa perkara bagaimanakah upaya pengadilan untuk menghadapkan notaris tersebut sebagai saksi. Berdasarkan ketentuan Pasal 159 ayat (2) KUHAP seperti yang telah dijelaskan di atas, kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 139-141 HIR maka saksi dapat dipanggil secara paksa untuk memberikan keterangan di muka persidangan. Artinya saksi notaris yang telah ditolak pengunduran dirinya sebagai saksi dalam pemeriksaan suatu perkara di pengadilan namun tidak hadir memenuhi panggilan pengadilan sebagai saksi dapat dikenakan upaya paksa oleh ketua pengadilan atau hakim yang memeriksa perkara untuk hadir secara memberikan kesaksian. Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris jika tetap menggunakan hak ingkar sekalipun majelis hakim menolak permohonan notaris menggunakan hak ingkar adalah pembayaran biaya ganti rugi atas pemanggilan sebagai saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 139-141; sanksi penyanderaan sebagaimana diatur dalam 148 HIR maupun sanksi

27


(44)

43

pemidanaan berupa pidana penjara selama 9 (Sembilan) bulan dalam Perkara Pidana dan 6 (enam) bulan dalam perkara lain sebagaimana diatur dalam Pasal 224 KUHP serta pidana denda paling banyan Sembilan ratus rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 522 KUHP.


(45)

44 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

5.1.1 Notaris yang dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi di pengadilan negeri khusunya Pengadilan Negeri Denpasar dalam peraturan perundang-undangan baik HIR/RBg; KUHPer memiliki hak untuk mengajukan pengunduran diri sebagai saksi. Namun pengajuan hak pengunduran diri tersebut bersifat opsional dan tidak berlaku secara mutlak dengan beberapa kondisi serta alasan yakni :

a. didasarkan pada ada tidaknya hubungan rahasia jabatan notaris dengan perkara yang diperiksa ;

b. ada tidaknya kepentingan yang lebih tinggi untuk dilindungi sehingga rahasia jabatan tersebut boleh dikesampingkan dan Notaris bersaksi di Persidangan; dan c. pertimbangan hakim yang memeriksa perkara untuk menolak atau mengabulkan

hak pengunduran diri Notaris sebagai saksi.

5.1.2 Dalam Hal Notaris mengajukan Pengunduran diri sebagai saksi Hakim yang memeriksa perkara dapat menerima atau menolak pengunduran diri tersebut. bila hakim mengabulkan atau menerima maka wewenang hakim unutk menghadapkan notaris sebagai saksi di pengadilan menjadi hilang dan kepada Notaris tersebut tidak dapat dikenakan sanksi. Namun apabila hakim yang memeriksa perkara menolak pengunduran diri Notaris sebagai saksi dan Notaris tersebut tetap mangkir dari pemeriksaan di Persidngan maka hakim dapat memanggil notaris tersebut sebagai saksi secara paksa serta kepada Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi baik secara perdara sebagaimana diatur dalam HIR dan dikenakan ancaman pidana penjara


(46)

45

sebagaimana diatur dalam Pasal 224 KUHP serta denda sebagaimana diatur dalam Pasal 522 KUHP.

5.2 Saran

Melalui penelitian ini adapun saran yang dapat diberikan khususnya kepada Notaris dan Hakim yang memeriksa perkara yakni :

1. Bagi Notaris yang dipanggil sebagai saksi oleh Pengadilan hendaknya memberikan keterangan di persidangan meskipun memiliki hak untuk mengajukan pengunduran diri. Hal ini bertujuan agar hakim yang memeriksa perkara menemukan kebenaran dalam proses pembuktian sehingga pemeriksaan perkara dapat memenuhi asas trilogi peradilan. Selama notaris menjalankan jabatanya sesuai dengan prosedur yang berlaku maka ia tidak perlu takut untuk menjadi saksi baik dalam perkara perdata maupun pidana. disamping itu hal ini dapat menjadi suatu keuntungan bagi Notaris karena dapat memberikan keterangan secara gamblang dan mencegah adanya pemutarbalikan fakta oleh para pihak yang berperkara.

2. Bagi hakim yang memeriksa perkara agar lebih mencermati alasan-alasan pengunduran diri Notaris sebagai saksi tersebut. bilamana memang keterangannya diperlukan agar tidak segan-segan menghadirkan Notaris tersebut dalam pemeriksaan di Persidangan demi ditemukannya suatu kebenaran dalam rangka penegakan hukum sehingga menjamin kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi para pihak yang berperkara.


(1)

42

Seorang notaris yang akan diperiksa atau dimintai keterangan harus jelas kedudukan dan perannya, apakah sebagai saksi, ahli, atau tersangka terutama mengenai akta-akta yang dibuatnya sebagai alat bukti pemeriksaan.

Walaupun undang-undang tidak mengatur secara jelas mengenai bagaimana tolak ukur seorang hakim dalam menilai sah tidaknya pengunduran diri seorang notaris, akan tetapi hakim diharapkan mampu memberikan alasan yang tepat dalam menentukan patut atau tidaknya seorang notaris menjadi saksi dengan mempertimbangkan berbagai hal. Terhadap notaris yang mengundurkan diri sebagai saksi, hakim dapat mengeluarkan dua keputusan yakni menerima dan menolak pengunduran diri tersebut. Bilamana diterima oleh hakim pengunduran diri notaris sebagai saksi maka secara langsung tanggal kewenangan hakim untuk menghadapkan Notaris sebagai saksi serta tidak dapat dikenakan Pasal 139 s/d 142 HIR berkaitan dengan sanksi bagi saksi yang tidak hadir memenuhi panggilan persidangan27. Namun bilamana pengunduran diri Notaris tersebut ditolak oleh hakim yang memeriksa perkara bagaimanakah upaya pengadilan untuk menghadapkan notaris tersebut sebagai saksi. Berdasarkan ketentuan Pasal 159 ayat (2) KUHAP seperti yang telah dijelaskan di atas, kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 139-141 HIR maka saksi dapat dipanggil secara paksa untuk memberikan keterangan di muka persidangan. Artinya saksi notaris yang telah ditolak pengunduran dirinya sebagai saksi dalam pemeriksaan suatu perkara di pengadilan namun tidak hadir memenuhi panggilan pengadilan sebagai saksi dapat dikenakan upaya paksa oleh ketua pengadilan atau hakim yang memeriksa perkara untuk hadir secara memberikan kesaksian. Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris jika tetap menggunakan hak ingkar sekalipun majelis hakim menolak permohonan notaris menggunakan hak ingkar adalah pembayaran biaya ganti rugi atas pemanggilan sebagai saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 139-141; sanksi penyanderaan sebagaimana diatur dalam 148 HIR maupun sanksi

27


(2)

43

pemidanaan berupa pidana penjara selama 9 (Sembilan) bulan dalam Perkara Pidana dan 6 (enam) bulan dalam perkara lain sebagaimana diatur dalam Pasal 224 KUHP serta pidana denda paling banyan Sembilan ratus rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 522 KUHP.


(3)

44 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

5.1.1 Notaris yang dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi di pengadilan negeri khusunya Pengadilan Negeri Denpasar dalam peraturan perundang-undangan baik HIR/RBg; KUHPer memiliki hak untuk mengajukan pengunduran diri sebagai saksi. Namun pengajuan hak pengunduran diri tersebut bersifat opsional dan tidak berlaku secara mutlak dengan beberapa kondisi serta alasan yakni :

a. didasarkan pada ada tidaknya hubungan rahasia jabatan notaris dengan perkara yang diperiksa ;

b. ada tidaknya kepentingan yang lebih tinggi untuk dilindungi sehingga rahasia jabatan tersebut boleh dikesampingkan dan Notaris bersaksi di Persidangan; dan c. pertimbangan hakim yang memeriksa perkara untuk menolak atau mengabulkan

hak pengunduran diri Notaris sebagai saksi.

5.1.2 Dalam Hal Notaris mengajukan Pengunduran diri sebagai saksi Hakim yang memeriksa perkara dapat menerima atau menolak pengunduran diri tersebut. bila hakim mengabulkan atau menerima maka wewenang hakim unutk menghadapkan notaris sebagai saksi di pengadilan menjadi hilang dan kepada Notaris tersebut tidak dapat dikenakan sanksi. Namun apabila hakim yang memeriksa perkara menolak pengunduran diri Notaris sebagai saksi dan Notaris tersebut tetap mangkir dari pemeriksaan di Persidngan maka hakim dapat memanggil notaris tersebut sebagai saksi secara paksa serta kepada Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi baik secara perdara sebagaimana diatur dalam HIR dan dikenakan ancaman pidana penjara


(4)

45

sebagaimana diatur dalam Pasal 224 KUHP serta denda sebagaimana diatur dalam Pasal 522 KUHP.

5.2 Saran

Melalui penelitian ini adapun saran yang dapat diberikan khususnya kepada Notaris dan Hakim yang memeriksa perkara yakni :

1. Bagi Notaris yang dipanggil sebagai saksi oleh Pengadilan hendaknya memberikan keterangan di persidangan meskipun memiliki hak untuk mengajukan pengunduran diri. Hal ini bertujuan agar hakim yang memeriksa perkara menemukan kebenaran dalam proses pembuktian sehingga pemeriksaan perkara dapat memenuhi asas trilogi peradilan. Selama notaris menjalankan jabatanya sesuai dengan prosedur yang berlaku maka ia tidak perlu takut untuk menjadi saksi baik dalam perkara perdata maupun pidana. disamping itu hal ini dapat menjadi suatu keuntungan bagi Notaris karena dapat memberikan keterangan secara gamblang dan mencegah adanya pemutarbalikan fakta oleh para pihak yang berperkara.

2. Bagi hakim yang memeriksa perkara agar lebih mencermati alasan-alasan pengunduran diri Notaris sebagai saksi tersebut. bilamana memang keterangannya diperlukan agar tidak segan-segan menghadirkan Notaris tersebut dalam pemeriksaan di Persidangan demi ditemukannya suatu kebenaran dalam rangka penegakan hukum sehingga menjamin kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi para pihak yang berperkara.


(5)

46

Daftar Pustaka

Buku

Andasasmita, Komar 1983, Notaris Selayang Pandang, The Notary Public At a Galance, Alumni, Bandung.

Campbell, Enid, et.al., 1988, legal Research, Materials and Methods,: The Law Book Company Limited., Sydney.

Harahap, Yahya, 2004, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 668, dikutip dari WJS. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2005,Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta. Mertokusumo, Sudikno, 1996, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta.

---, 2010, Hukum Acara Perdata di Indonesia Edisi Revisi, Cahaya AtmaPustaka, Yogyakarta.

Prodjodikoro, R. Wiryono , 1983, Asas-Asas Hukum Perdata, Cetakan Kesembilan, Sumur Bandung, Bandung.

Riduan, 2004, Metode& Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung.

Sing, Ko Tjay, 1978, Rahasia Pekerjaan Dokter dan Advokat, PT Gramedia, Jakarat.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat,Rajawali Press, Jakarta.

Tedjosaputro, Liliana, 2003, Etika profesi dan Profesi Hukum, CV Aneka Ilmu, Semarang. Tobing, G.H.S Lumban, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.


(6)

47 Majalah

Harsono,Boedi, 2007, PPAT Sejarah Tugas dan Kewenangannya, Majalah RENVOI, Edisi No. 8.44. IV 03 Januari 2007, Jakarta.

Winarsi, Sri, 2002, Pengaturan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat Umum, Majalah YURIDIKAVolume 17 No. 2, Maret 2002, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.

Peraturan Perundang-Undangan

Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (BW) / Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Het herziene Indonesisch Reglement (HIR)

Rechtreglement vor de Buitengewesten (RBg)

Wetboek van Strafrecht (Wvs)/ Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang Undang No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.