SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG.

(1)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

pada Departemen Psikologi

Oleh Suci Saka Rahayu

1003523

DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Oleh: Suci Saka Rahayu

NIM. 1003523

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan

© Suci Saka Rahayu

Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2015

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lain tanpa seijin peneliti.


(3)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG


(4)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG


(5)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG


(6)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 A.Latar Belakang Penelitian

Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota (angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam kehidupan sehari-hari khususnya untuk orang-orang yang tidak menggunakan kendaraan pribadi sangatlah berjasa. Angkot dibutuhkan masyarakat untuk menjalani mobilitas kegiatan-kegiatan seperti bekerja, berbelanja, berwisata, sekolah, kuliah dan lain sebagainya (Klavert, 2007). Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menjadikan angkot sebagai alat transportasi umum yang populer bagi masyarakatnya (angkotday.info, 2013). Berdasarkan sumber dari dinas perhubungan kota Bandung terdapat 5521 armada angkot di kota Bandung pada tahun 2012 yang tersebar dalam 39 trayek (BPS kota Bandung, 2013).

Berjalannya sistem transportasi umum khususnya angkot tidak lepas dari peranan pengemudi angkot sendiri. Menurut Rudiono (2000), menjadi pengemudi angkot merupakan sebuah pekerjaan yang penting untuk kestabilan mekanisme sistem transportasi umum. Pekerjaan sebagai pengemudi angkot merupakan sebuah pekerjaan informal. Karakteristik pekerjaan informal diantaranya ialah tidak memiliki jam kerja yang tetap (tidak terikat dengan waktu) dan tidak memerlukan jenjang pendidikan (Risantoro, 2007). Risantoro (2007) mengungkapkan bahwa jenis pekerjaan yang masih dipilih oleh masyarakat yang memiliki jenjang pendidikan rendah salah satunya ialah menjadi pengemudi angkot.

Pengalaman kerja sebagai pengemudi angkot sangat berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai karakteristik kehidupan di jalan raya, kondisi jalan dan kendaraan, aturan-aturan maupun kendala-kendala yang dihadapinya (Maemuna & Kasnawi, 2011). Lebih lanjut Suprani (2010) mengungkapkan bahwa lamanya pengalaman kerja sebagai pengemudi angkot akan membentuk persepsi terhadap keselamatan berkendara di jalan raya sehingga pengemudi


(7)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akan mencegah risiko pada sebuah bahaya. Terdapat beberapa tuntutan dan kendala yang dirasakan pengemudi angkot yang disebabkan oleh faktor tekanan internal dan tekanan eksternal (Rudiono, 2000). Tekanan internal berupa sulitnya pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pribadi, sedangkan tekanan eksternal berupa kemacetan, biaya setoran, biaya retribusi, persaingan antar pengemudi dan lain sebagainya. Lingkungan pekerjaan di jalan raya dengan adanya kebisingan dan suhu yang tidak menentu akan memicu terjadinya stress pada pengemudi (Sarafino & Smith, 2010). Pekerjaan sebagai pengemudi angkutan umum pun mempunyai nilai stres psikososial yang tinggi karena kurangnya hubungan interpersonal, kurangnya pengakuan dan dukungan sosial terhadap pekerjaan tersebut.

Hisyamudin (2013) menyatakan banyaknya angkot yang beroperasi dalam satu trayek serta banyaknya pengendara motor menyebabkan kurangnya mendapatkan penumpang. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak pada biaya operasional kebutuhan sehari-hari dan perawatan mobil. Sulitnya mendapat uang setoran dan persaingan di jalan sangat berpengaruh buruk terhadap penghasilan pengemudi angkot. Secara sosial ekonomi kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan pengemudi angkot. Bahkan salah seorang pengemudi angkot mengungkapkan bahwa mendapatkan uang untuk biaya setoran saja sudah membuatnya bahagia (Hisyamudin, 2013).

Berdasarkan penuturan Kurniasih (dalam Hisyamudin, 2013) salah satu masyarakat pengguna angkot menyatakan bahwa kesejahteraan pengemudi angkot perlu ditingkatkan dengan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Budi Riyadi kepala urusan pembinaan operasional satuan lalu lintas Polres Cilacap (dalam tabloidaspirasi.com, 2014) menegaskan bahwa pengemudi angkot harus siap secara fisik dan psikis dalam menjalankan pekerjaannya. Berdasarkan berita media online jamsosindonesia.com pada tanggal 17 Juli 2012 jaminan kesehatan untuk pengemudi angkot telah ada namun masih membebani pada pengemudi angkot melalui iuran kesehatan sebesar Rp 500 ke koperasi angkutan kota Bandung tertib (Kobanter) Baru.


(8)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Peneliti melakukan studi pendahuluan kepada dua orang pengemudi angkot trayek Kalapa-Ledeng yang bernama SA dan IS. Studi pendahuluan pertama peneliti pada pengemudi yang bernama SA dilakukan pada tanggal 23 Desember 2013. SA telah bekerja sebagai pengemudi angkot selama 6 tahun dan memiliki latar belakang pekerjaan sebelumnya sebagai pengemudi pribadi. Studi pendahuluan kedua pada pengemudi bernama IS yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2014. IS telah bekerja sebagai pengemudi angkot selama 10 tahun dan ia memiliki angkot sendiri sehingga tidak bekerja pada pengusaha angkot. Sebelumnya, IS merupakan seorang pegawai yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari salah satu perusahaan di kota Bandung.

Secara umum kedua pengemudi menceritakan mengenai kondisi kesejahteraan hidupannya serta tuntutan dan kendala yang dialami oleh pengemudi angkot. Dilihat dari kondisi tuntutan dan kendala yang dialami pengemudi angkot relatif sama namun dapat dimaknai berbeda oleh kedua pengemudi angkot. Hal tersebut terjadi karena setiap pengemudi memiliki latar belakang dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai dan menilai setiap kejadian yang dialaminya. Cara pandang seseorang menilai kesejahteraan hidupnya berbeda karena kesejahteraan bersifat subjektif yang berada dalam pengalaman hidup (Diener, 1984). Lebih lanjut Diener (1984) menyebutnya dengan kesejahteraan subjektif atau subjective well-being.

Diener, Lucas dan Oishi (2009) mendefiniskan subjective well-being sebagai evaluasi kognitif dan evaluasi afektif individu terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Evaluasi kognitif meliputi kepuasan dan pemenuhan hidup dalam diri sedangkan evaluasi afektif meliputi reaksi emosi individu terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Schimmack (2008) menyebutkan evaluasi kognitif dan evaluasi afektif sebagai komponen subjective well-being.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti terhadap salah seorang pengemudi yang bernama SA diperoleh gambaran bahwa pekerjaan SA sebagai pengemudi angkot memiliki jam kerja yang bebas dan memiliki penghasilan setiap harinya. Kondisi tersebut dirasakan lebih puas bila dibandingkan dengan pekerjaan dahulunya sebagai pengemudi pribadi yang mendapatkan tekanan


(9)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dari “majikan” dan hanya memiliki penghasilan bulanan yang secukupnya. Sedangkan pengemudi lain menyebutkan bahwa kondisi sebagai pengemudi angkot masih belum sejahtera dalam hal pendapatan ekonomi namun dari kedua pengemudi menyatakan bahwa mereka merasa cukup puas dan bersyukur atas segala pemberian Tuhan padanya.

Pekerjaan sebagai pengemudi angkot dirasa memiliki banyak pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan seperti banyaknya tuntutan dan kendala. Di satu sisi pengemudi angkot dihadapkan oleh tuntutan dan kendalanya namun di sisi lain para pengemudi merasakan pengalaman yang dapat menyenangkan hatinya. Adanya dukungan keluarga membuat pengemudi semangat dalam mencari penghasilan. Neve, Diener, Tay dan Xuereb (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa memiliki dukungan dari keluarga atau orang lain akan meningkatkan subjective well-being.

Memiliki subjective well-being akan menciptakan hubungan sosial yang lebih baik. Hubungan sosial yang baik akan membuat individu merasa bahagia dan memiliki afek positif dalam hidupnya. Salah satu pengemudi angkot menyatakan bahwa bekerja sebagai pengemudi angkot ini membuat ia merasa senang dapat membantu orang lain. Ia dapat membantu orang lain yang tiba-tiba terjadi kecelakaan di jalan dan ia merasa senang dapat membantu orang yang cacat fisik menaiki angkotnya dan tidak memungut ongkos.

Compton (2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki subjective

well-being yang diperoleh dengan adanya dukungan sosial dapat membuat

harga diri yang lebih tinggi, keberhasilan mengatasi stres, kesehatan yang lebih baik dan lebih sedikit mengalami masalah psikologis. Lebih lanjut Page (2005) dalam penelitiannya menerangkan bahwa memiliki kontrol kerja, optimisme

dan self esteem memberikan sumber daya dalam mengatasi tekanan dalam

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan judul ”Subjective Well-Being Pengemudi Angkutan Kota di Kota Bandung”.


(10)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B.Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah gambaran subjective well-being pengemudi angkot yang masih aktif bekerja dan memiliki pengalaman kerja minimal 6 tahun di kota Bandung. Subjective well-being yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komponen evaluasi kognitif dan afektif pengemudi angkot terhadap pengalaman hidupnya secara keseluruhan. Komponen evaluasi kognitif meliputi kepuasan hidup secara keseluruhan dan kepuasan domain-domain dalam hidup yang didasarkan pada keyakinan evaluatif (sikap) tentang kehidupan pengemudi angkot, sedangkan komponen evaluasi afektif meliputi afek positif dan afek negatif untuk menilai sejumlah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap pengalaman hidup pengemudi angkot.

C.Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana gambaran

subjective well-being pengemudi angkot di kota Bandung?”.

D.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subjective

well-being pengemudi angkot di kota Bandung.

E.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan dalam pengembangan ilmu psikologi sosial dan psikologi positif mengenai gambaran subjective well-being pada pengemudi angkot.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis pada beberapa pihak, yaitu :


(11)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Bagi pengemudi angkot, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai subjective well-being dalam memaknai dan menilai setiap kejadian dalam kehidupan pengemudi angkot.

b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi dalam penelitiannya yang berkaitan dengan pembahasan subjective well-being khususnya subjective

well-being pada pengemudi angkot.

F. Struktur Organisasi Skripsi

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini berisi mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab II ini berisi mengenai uraian kajian pustaka yang menjadi pembahasan dalam penelitian. Kajian pustaka berupa teori-teori subjective

well-being danpengemudi angkutan kota.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III ini berisi mengenai uraian metode penelitian berupa desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, penjelasan konsep, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan uji keabsahan data.

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini berisi mengenai temuan penelitian berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasanya mengenai gambaran subjective well-being pengemudi angkot. Adapun pada bab ini berisikan analisis micro skill interview dan keterbatasan penelitian.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bab V ini berisi mengenai simpulan, implikasi dan rekomendasi yang telah diperoleh dari hasil analisis temuan penelitian.


(12)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA


(13)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan metode naratif. Creswell (2007) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu proses inquiry atau penelitian secara mendalam pada individu maupun kelompok dalam permasalahan sosial atau manusia yang disajikan sebagai gambaran menyeluruh dan kompleks berbentuk kata-kata, melaporkan informasi dari sumbernya langsung secara terperinci dan dilakukan dengan alamiah tanpa adanya intervensi dari peneliti.

Metode naratif menurut Creswell (2007) yaitu penelitian yang dipahami sebagai bentuk teks mengenai penjelasan suatu peristiwa atau tindakan maupun serangkaian peristiwa atau tindakan yang terhubung secara kronologis. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan metode naratif bertujuan untuk mengetahui pengalaman dan pemahaman pengemudi angkot dalam kehidupan yang dialaminya secara langsung secara mendalam terhadap segala peristiwa atau tindakan berkaitan dengan subjective well-being.

B.Partisipan dan Tempat Penelitian

Partisipan atau subjek penelitian yaitu pengemudi angkot dan penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Pengambilan sumber data atau subjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan pengemudi angkot yang dijadikan subjek penelitian sesuai dengan kriteria penelitian.

Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya adalah pengemudi angkot yang memiliki kriteria sebagai berikut :


(14)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Telah bekerja atau memiliki pengalaman kerja minimal 6 tahun. Pengalaman kerja minimal 6 tahun dirasa memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait karakteristik jalan dan kehidupan


(15)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pengemudi di jalan raya (Maemuna & Kasnawi, 2011). 3. Memiliki Kartu Pengenal Pengemudi (KPP).

C.Penjelasan Konsep

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan subjective well-being adalah komponen evaluasi kognitif dan evaluasi afektif individu terhadap kehidupan secara keseluruhan. Komponen evaluasi kognitif meliputi life satisfaction (kepuasaan hidup secara umum) dan domain satisfaction (kepuasaan hidup terhadap domain tertentu). Life satisfaction (kepuasaan hidup secara umum) merupakan cara individu mengevaluasi atau menilai kehidupnya secara keseluruhan. Domain satisfaction (kepuasaan hidup terhadap domain tertentu) merupakan penilaian individu dalam mengevaluasi domain besar dalam hidupnya seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, waktu luang, hubungan sosial dan keluarga.

Komponen evaluasi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Afek positif menunjukkan suasana hati yang menyenangkan dan emosi-emosi seperti sukacita dan kasih sayang dalam pengalaman hidup. Afek negatif menunjukkan suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan dan menggambarkan respon negatif pengalaman hidup individu.

D.Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (human instrument). Sebagai human intrument, dalam proses pengambilan data peneliti menggunakan bantuan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang dibuat berupa kisi-kisi dari peristiwa atau kejadian yang akan diungkap. Dalam proses pelaksanaannya kisi-kisi pertanyaan akan dikembangkan lebih lanjut sesuai pemaparan yang diungkapkan oleh subjek penelitian. Adapun kisi-kisi pedoman wawancara yang akan digunakan sebagai berikut :


(16)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Komponen Sub Komponen Kisi-kisi Pertanyaan

Evaluasi Kognitif

Life satisfaction (kepuasaan hidup): evaluasi atau penilaian individu terhadap kehidupannya

- Bagaimana penilaian Anda terhadap kehidupan sebagai pengemudi angkot? Apakah Anda puas dengan kehidupan Anda selama ini?

Domain satisfaction (kepuasaan hidup terhadap domain tertentu) meliputi:

- Kepuasan terhadap kesehatan fisik dan mental

- Bagaimana penilaian Anda terhadap kondisi kesehatan Anda? Apakah Anda merasa puas dengan kondisi kesehatan Anda?

- Apakah kondisi kesehatan Anda mendukung dalam menjalani aktivitas pekerjaan Anda?Jelaskan

-Kepuasan terhadap pekerjaan

-Pandangan tentang pekerjaan yang ideal

-Keinginan mengubah pekerjaan

- Bagaimana penilaian mengenai pekerjaan Anda sebagai pengemudi angkot? Apakah Anda sudah merasa puas dengan pekerjaan Anda sebagai pengemudi angkot?

- Jenis pekerjaan yang bagaimana yang menurut Anda ideal?

- Apakah Anda ingin mengubah pekerjaan Anda sebagai pengemudi angkot? Jelaskan -Kepuasan terhadap

waktu luang

- Berapa banyak Anda dapat memiliki waktu luang? Apa saja hal yang biasa Anda lakukan di saat waktu luang tersebut? - Seberapa sering Anda memanfaatkan waktu

luang Anda? Apakah Anda puas dengan waktu luang yang Anda miliki?

-Kepuasan terhadap hubungan sosial

- Bagaimana hubungan dengan tetangga di lingkungan tempat tinggal Anda?

- Bagaimana hubungan Anda dengan penumpang angkot?

- Bagaimana hubungan Anda dengan rekan pengemudi angkot yang lain?

- Bagaimana hubungan Anda dengan pemilik mobil angkot?

-Kepuasan terhadap keluarga

- Bagaimana hubungan Anda dengan anggota keluarga Anda?

- Apakah keluarga mendukung Anda bekerja sebagai pengemudi angkot? Jelaskan - Setelah yang Anda paparkan sebelumnya,


(17)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

apakah Anda merasa puas dengan kehidupan keluarga Anda? Evaluasi

Afektif

Afek Positif :

menunjukkan suasana hati dan emosi positif dalam hidup

- Selama kehidupan Anda sebagai pengemudi Angkot, pengalaman-pengalaman atau hal-hal menyenangkan apa saja yang pernah Anda alami?

- Hal apa yang paling mengesankan dalam kehidupan Anda?

- Apa saja perasaan positif yang Anda alami selama Anda bekerja sebagai pengemudi angkot?

Afek Negatif:

menunjukkan suasana hati dan emosi negatif dalam hidup

- Selama kehidupan Anda sebagai pengemudi Angkot, pengalaman-pengalaman atau hal-hal yang tidak menyenangkan apa saja yang pernah Anda alami?

- Apa saja perasaan negatif yang Anda alami selama bekerja sebagai pengemudi angkot?

E.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi tidak terstruktur. Pada proses wawancara, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur (semistructure

interview), dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2008:233). Keunggulan pada wawancara semistruktur pun yaitu mampu memfasilitasi hubungan baik atau empati, memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam hal cakupan wilayah wawancara dan memungkinkan wawancara masuk ke dalam wilayah yang benar-benar baru dan cenderung dapat menghasilkan data yang lebih kaya (Smith, 2009).

Pengumpulan data pada subjek satu (AK), wawancara dilakukan sebanyak tiga kali. Wawancara dilakukan di terminal angkot Kebon Kalapa sebanyak dua kali dan di dalam angkot yang terparkir di pinggir jalan Dewi Sartika satu kali. Pada subjek dua (PO) wawancara dilakukan sebanyak tiga kali. Ketiga wawancara dilakukan di dalam angkot sepanjang jalan Bumi


(18)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Panyileukan-Sekemirung. Pada subjek tiga (AE) wawancara dilakukan sebanyak dua kali. Wawancara pertama dilakukan di terminal angkot Kebon Kalapa dan wawancara kedua dilakukan di halaman rumah pa RT (rumah tangga) tempat tinggal subjek di Palasari

Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi tidak terstruktur. Observasi tidak terstruktur adalah pengamatan dengan menggunakan latar alamiah atau terjadi secara spontan terhadap segala sesuatu maupun gejala tertentu tanpa adanya kontrol dari peneliti (Moleong, 2013). Peneliti melakukan observasi untuk mengamati beberapa hal meliputi penampilan fisik subjek, situasi tempat wawancara berlangsung, orang yang terlibat dalam situasi wawancara dan emosi maupun perilaku yang ditampilkan oleh subjek. Dalam penelitian ini, hasil observasi yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif. Pada pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat bantu perekam suara, buku catatan dan alat dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif menurut Miles & Huberman (dalam Sugiyono, 2011). Pada teknik analisis data tersebut terdapat tiga tahapan yang dilakukan yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data ialah merangkum, memilih hal-hal yang pokok memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Pada reduksi data dilakukan pemberian kode pada aspek-aspek tertentu.

2. Display data atau penyajian data

Setelah data direduksi, maka tahapan selanjutnya adalah mendisplaykan data. Display data dalam penelitian ini berupa uraian text dan tersusun sesuai tema yang disajikan dalam bentuk tabel sehingga mudah untuk dipahami.


(19)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Kesimpulan atau verifikasi

Tahapan terakhir adalah kesimpulan atau verifikasi data yang mengarah pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan.

G.Uji Keabsahan Data

Moleong (2013) mengemukakan bahwa untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu dan salah satu kriteria yang digunakan adalah derajat kepercayaan atau uji kredibilitas.

Dalam uji kredibilitas, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dan member check. Teknik triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber (Patton dalam Moleong, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi sumber pada rekan pengemudi angkot dan tetangga di sekitar tempat tinggal subjek.

Selanjutnya peneliti menggunakan member check. Menurut Sugiyono (2008:276) member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Dalam penelitian ini peneliti membawa kembali hasil laporan akhir atau deskripsi-deskripsi yang telah diproses ke hadapan subjek penelitian untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Creswell (2010) menerapkan


(20)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 109

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, berikut gambaran subjective

well-being pada masing-masing subjek:

1. Subjek AK merasa belum puas terhadap kehidupannya sebagai pengemudi angkot. Subjek AK merasa puas terhadap sebagian besar domain kehidupannya yaitu kesehatan fisik dan mental, waktu luang, hubungan sosial dan keluarga, namun dalam domain kepuasan terhadap pekerjaannya subjek AK merasa biasa saja. Dengan kata lain subjek AK tidak merasa puas maupun tidak puas terhadap pekerjaannya sebagai pengemudi angkot. Afek positif yang dirasakan subjek AK adalah ia merasa senang dan semangat, sedangkan afek negatif yang dirasakan subjek AK adalah rasa sedih dan khawatir.

2. Subjek PO merasa puas dan bersyukur terhadap kehidupannya sebagai pengemudi angkot. Subjek PO pun merasa puas terhadap 5 domain besar dalam kehidupannya yaitu kesehatan fisik dan mental, waktu luang, pekerjaan, hubungan sosial dan keluarga. Afek positif yang dirasakan oleh subjek PO adalah rasa senang dan semangat, sedangkan afek negatif yang dirasakan subjek PO adalah rasa sedih, khawatir, dan penghinaan.

3. Subjek AE merasa puas terhadap kehidupannya selama ini sebagai pengemudi angkot. Subjek AE pun merasa puas terhadap 5 domain besar dalam kehidupannya yaitu kesehatan fisik dan mental, waktu luang, pekerjaan, hubungan sosial dan keluarga. Afek positif yang dirasakan oleh subjek AE adalah ia merasa senang atau bahagia, sedangkan afek negatif yang dirasakan oleh subjek AE adalah rasa sedih, khawatir dan penghinaan.


(21)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(22)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

jumlah pengguna sepeda motor, subjek AK dan subjek AE pun menambahkan bahwa adanya bus sekolah gratis yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Bandung saat ini menurunkan jumlah penumpang angkot pelajar. Selain itu subjek AK mengungkapkan bahwa penertiban PKL di jalan mempengaruhi sulitnya ia mencari tempat untuk mendapatkan penumpang. Sedangkan hal lain yang diungkapkan oleh subjek PO ialah kemajuan alat teknologi seperti banyaknya pengguna HP (handphone) pun mempengaruhi tingkat orang menggunakan angkot. Oleh karena itu, HP memudahkan orang untuk saling berkomunikasi sehingga orang tidak perlu lagi pergi menggunakan alat transportasi seperti angkot untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketiga subjek memiliki hubungan sosial yang baik dengan keluarga, teman dan lingkungannya. Adanya dukungan sosial (social support) yang berasal dari keluarga. Rasa syukur

(gratitude) pada Tuhan terhadap keadaan dan segala yang diperolehnya

ditunjukkan oleh ketiga subjek. Ketiga subjek pun memiliki perilaku altruisme atau perilaku menolong.

B.Implikasi dan Rekomendasi

Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut terdapat rekomendasi yang dapat dipertimbangkan bagi beberapa pihak yang terkait, diantaranya:

1. Bagi ketiga subjek diharapkan dapat mempertahankan kondisi yang dirasakannya telah baik. Bagi subjek yang belum merasa baik atau belum merasa puas terhadap kondisi yang dirasakannya saat ini diharapkan dapat meningkatkan kondisi tersebut dengan selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala yang telah diperolehnya dan selalu semangat bekerja dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk melanjutkan atau melakukan penelitian dengan tema yang serupa direkomendasikan untuk dapat menggali lebih mendalam faktor-faktor lain yang berhubungan dengan


(23)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

subjective well-being seperti hubungan sosial dan dukungan sosial, rasa

syukur (gratitude) dan prilaku altruisme atau perilaku menolong. Pada saat melakukan proses wawancara direkomendasikan untuk memilih tempat yang mendukung. Bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan wawancara dalam proses pengambilan datanya pun disarankan untuk perlu memanfaatkan micro skill interview seperti direct leading, paraphrasing,

perception checking dan lain-lain dalam pelaksanaannya sehingga proses

pengambilan data berlangsung dengan baik. Sebaiknya peneliti pun menghindari penggunaan leading question atau closed ended question karena hal tersebut akan membuat subjek memberikan jawaban tertutup atau bias.

3. Bagi masyarakat hendaknya dapat memanfaatkan alat transportasi umum seperti angkot dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, masyarakat pun diharapkan dapat memahami dan menghargai terhadap pekerjaan sebagai pengemudi angkot. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membayar biaya ongkos yang sesuai, masyarakat pun hendaknya dapat berperilaku baik seperti tidak menghina serta menasehati dengan cara yang baik dan sopan bila terjadi suatu hal kurang menyenangkan yang dilakukan oleh pengemudi angkot. Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan

subjective well-being pada pengemudi angkot.

4. Bagi pemerintah disarankan untuk meninjau kembali peraturan, kebijakan maupun program baru yang berdampak langsung terhadap pekerjaan sebagai pengemudi angkot agar dapat meningkatkan subjective well-being pengemudi angkot tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meninjau kembali program diadakannya bus sekolah gratis serta meninjau kembali tarif angkot yang sesuai dengan kondisi saat ini agar pengemudi dapat memenuhi biaya setoran maupun mendapatkan pendapatan yang cukup.


(24)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG


(25)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 112

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, Y. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1992

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta: Visimedia.

Anonim. (2012). Sopir Angkot Dapat Jaminan Kesehatan. Jamsosindonesia.com.

Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari:

http://www.jamsosindonesia.com/newsgroup/selengkapnya/sopir-angkot-dapat-jaminan-kesehatan-_3712

Anonim. (2013). Tentang Macet di Bandung. Riset Indie: Angkot day. Diakses tanggal 10 Desember 2013 dari: http://angkotday.info/

Anonim. (2013). Polres Cilacap Gelar Operasi Gabungan-Razia 35 Sopir Bus dan Angkot. Aspirasi. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari: http://tabloidaspirasi.com/polres-cilacap-gelar-operasi-gabungan-razia-35-sopir-bus-dan-angkot.html

Badan Pusat Statistik kota Bandung. (2013). Kota Bandung dalam Angka 2013, Bandung: BPS. Diakses tanggal 12 Desember 2013 dari : http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angka-2013 Chang, W. (2009). Religious Attendance and Subjective Well-Being in an

Eastern-Culture Country: Empirical Evidence from Taiwan. Marburg

Journal of Religion, 14 (1), 1-30

Compton,W.C. (2005). Introduction to Positive Psikologi. Belmont, CA: Thomson Wadsworth.

Creswell, J, W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among

Five Approaches Second Edition. California: Sage Publications, inc.

Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Alih Bahasa: Achmad F. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Diener, E. (1984). Subjective Well-Being. Psychological Bulletin, 95 (3), 542-575

Diener, E. (2006). Guidelines for National Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. Quality of Life, 1, 151-157.

Diener, E. (2009). Assessing Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.


(26)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 113

Diener, E. (2009). The Science of Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.


(27)

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2009). Subjective well-being: The science of happiness and life satisfaction. In S. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds. ),

Handbook of positive psychology. Oxford: Oxford University Press.

Eddington, N., & Shuman, R. (2006). Subjective Well-Being (Happiness). CA: Continuing Psychology Education

Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The Science of Subjective Well Being. New York: The Guilford Pres.

Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting Blessings Versus Burdens, An Experimental Investigation of Gratitude and Subjective Well-Being in Daily Life. Journal of Personality and Social Psychology, 84 (2), 377–389

Eurobarometer. (2011). Eurobarometer Qualitative Studies Well-Being Aggregate

Report September 2011. European Commission.

Froh, J. J., Yurkewicz, C., & Kashdan, T, B. (2009). Gratitute and Subjective Well-Being in Early Adolescence: Examining Gender Differences. Journal

of Adolescence, 32, 633-650

Hisyamudin, F. (2013). Pertengahan Puasa Penumpang Masih Sepi.

Inilahkoran.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari:

http://m.inilah.com/read/detail/2012900/pertengahan-puasa-penumpang-angkot-masih-sepi

Hurlock, E.B. (1974). Personality Development. New York: Mc.Graw Hill Book Company.

Klavert, I. (2007). Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Angkutan Kota Di Kota Semarang Ditinjau dari Persepsi Terhadap Penegakan Hukum Lalu Lintas. Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang: tidak diterbitkan.

Kobanter Baru. (2013). Laporan Pertanggung Jawaban Kobanter Baru tahun 2013. Bandung: Kobanter baru

Maemuna, M. A., & Kasnawi, T. (2011). Perilaku Pengemudi Angkutan Umum (Pete-Pete) Terhadap Penerapan Eco Drive di Makassar, Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar: tidak diterbitkan.

Moleong, L. J. (2013). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Neve, J. E. D., Diener, E., Tay. L., & Xuereb, C. (2013). The Objective Benefits of


(28)

Page, K. (2005). Subjective Well-being in the Workplace. Tesis. Deakin University, Melbourne: tidak diterbitkan.

Pemerintah Kota Bandung. (2012). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16. Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan,

Bandung. Diterima dari: http://www.bandung.go.id/

Risantoro, P. D. (2007). Coping Terhadap Stres Pada Sopir Angkutan Kota Semarang. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang: tidak diterbitkan.

Rudiono, P. (2000). Kehidupan Sopir Angkutan Kota Mikrolet M-20: Studi Kasus Koperasi Mikrolet Purimas Jaya. Abstrak Tesis

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2010). Health Psychology: Biopsychosocial

Interaction, Seventh Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Schimmack, U. (2008). The Structure of Subjective Well-Being. In Eid, M., & Larsen, J. R. (Eds). The Science of Subjective Well Being. New York: The Guilford Press.

Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart and Winston

Seligman, M. E. P. (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan

dengan Psikologi Positif. Alih Bahasa: Eva Yulia Nukman. Bandung: PT.

Mizan Pustaka.

Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif, Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Suprani, B. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Tidak diterbitkan.

Taylor. S, E., Peplau. L, A., & Sears. D, O. (2009). Psikologi Sosial (edisi kedua

belas). Jakarta: Kencana

Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and Validation of Brief Measures of Positive and Negative Affect: The PANAS Scales.


(29)

Wiramihardja, S. A. (2012). Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika Aditama


(1)

112

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG


(2)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

112

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, Y. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta: Visimedia.

Anonim. (2012). Sopir Angkot Dapat Jaminan Kesehatan. Jamsosindonesia.com.

Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari:

http://www.jamsosindonesia.com/newsgroup/selengkapnya/sopir-angkot-dapat-jaminan-kesehatan-_3712

Anonim. (2013). Tentang Macet di Bandung. Riset Indie: Angkot day. Diakses tanggal 10 Desember 2013 dari: http://angkotday.info/

Anonim. (2013). Polres Cilacap Gelar Operasi Gabungan-Razia 35 Sopir Bus dan Angkot. Aspirasi. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari: http://tabloidaspirasi.com/polres-cilacap-gelar-operasi-gabungan-razia-35-sopir-bus-dan-angkot.html

Badan Pusat Statistik kota Bandung. (2013). Kota Bandung dalam Angka 2013, Bandung: BPS. Diakses tanggal 12 Desember 2013 dari : http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angka-2013 Chang, W. (2009). Religious Attendance and Subjective Well-Being in an

Eastern-Culture Country: Empirical Evidence from Taiwan. Marburg Journal of Religion, 14 (1), 1-30

Compton,W.C. (2005). Introduction to Positive Psikologi. Belmont, CA: Thomson Wadsworth.

Creswell, J, W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among Five Approaches Second Edition. California: Sage Publications, inc.

Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Alih Bahasa: Achmad F. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Diener, E. (1984). Subjective Well-Being. Psychological Bulletin, 95 (3), 542-575

Diener, E. (2006). Guidelines for National Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. Quality of Life, 1, 151-157.

Diener, E. (2009). Assessing Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.


(3)

Suci Saka Rahayu, 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

113

Diener, E. (2009). The Science of Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.


(4)

113

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2009). Subjective well-being: The science of happiness and life satisfaction. In S. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds. ),

Handbook of positive psychology. Oxford: Oxford University Press.

Eddington, N., & Shuman, R. (2006). Subjective Well-Being (Happiness). CA: Continuing Psychology Education

Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The Science of Subjective Well Being. New York: The Guilford Pres.

Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting Blessings Versus Burdens, An Experimental Investigation of Gratitude and Subjective Well-Being in Daily Life. Journal of Personality and Social Psychology, 84 (2), 377–389

Eurobarometer. (2011). Eurobarometer Qualitative Studies Well-Being Aggregate Report September 2011. European Commission.

Froh, J. J., Yurkewicz, C., & Kashdan, T, B. (2009). Gratitute and Subjective Well-Being in Early Adolescence: Examining Gender Differences. Journal of Adolescence, 32, 633-650

Hisyamudin, F. (2013). Pertengahan Puasa Penumpang Masih Sepi.

Inilahkoran.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari: http://m.inilah.com/read/detail/2012900/pertengahan-puasa-penumpang-angkot-masih-sepi

Hurlock, E.B. (1974). Personality Development. New York: Mc.Graw Hill Book Company.

Klavert, I. (2007). Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Angkutan Kota Di Kota Semarang Ditinjau dari Persepsi Terhadap Penegakan Hukum Lalu Lintas. Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang: tidak diterbitkan.

Kobanter Baru. (2013). Laporan Pertanggung Jawaban Kobanter Baru tahun 2013. Bandung: Kobanter baru

Maemuna, M. A., & Kasnawi, T. (2011). Perilaku Pengemudi Angkutan Umum (Pete-Pete) Terhadap Penerapan Eco Drive di Makassar, Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar: tidak diterbitkan.

Moleong, L. J. (2013). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Neve, J. E. D., Diener, E., Tay. L., & Xuereb, C. (2013). The Objective Benefits of Subjective Well-Being. London: Center for Economic Performance.


(5)

114

Page, K. (2005). Subjective Well-being in the Workplace. Tesis. Deakin University, Melbourne: tidak diterbitkan.

Pemerintah Kota Bandung. (2012). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16.

Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan, Bandung. Diterima dari: http://www.bandung.go.id/

Risantoro, P. D. (2007). Coping Terhadap Stres Pada Sopir Angkutan Kota Semarang. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang: tidak diterbitkan.

Rudiono, P. (2000). Kehidupan Sopir Angkutan Kota Mikrolet M-20: Studi Kasus Koperasi Mikrolet Purimas Jaya. Abstrak Tesis

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2010). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction, Seventh Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Schimmack, U. (2008). The Structure of Subjective Well-Being. In Eid, M., & Larsen, J. R. (Eds). The Science of Subjective Well Being. New York: The Guilford Press.

Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart and Winston

Seligman, M. E. P. (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. Alih Bahasa: Eva Yulia Nukman. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif, Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Suprani, B. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Tidak diterbitkan.

Taylor. S, E., Peplau. L, A., & Sears. D, O. (2009). Psikologi Sosial (edisi kedua belas). Jakarta: Kencana

Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and Validation of Brief Measures of Positive and Negative Affect: The PANAS Scales.


(6)

115

Wiramihardja, S. A. (2012). Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika Aditama