PENGARUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen di Kelas V Sekolah Dasar Kec. Rajagaluh Kab. Majalengka.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR………... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah……….. 6

C. Tujuan Penelitian……… 8

D. Hipotesis Penelitian .………. 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Definisi Operasional ... 10

BAB II STUDI LITERATUR A. Kemampuan Pemahaman Matematis ………... 12

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ……….... 15

C. Contextual Teaching and Learning ... 18


(2)

E. Teori Belajar yang Mendukung ... 25

F. Penelitian yang Relevan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian………... 29

B. Populasi dan Sampel ... 30

C. Instrumen Penelitian……….... 32

D. Prosedur Penelitian……….. 42

E. Teknik Analisis Data... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...……… 45

B. Pembahasan………. 65

C. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 72

B. Saran-Saran………. 73

DAFTAR PUSTAKA ………... 74


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 34

Tabel 3.2 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas ... 36

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Nilai Validitas Soal Pemahaman ... 36

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Nilai Validitas Soal Komunikasi ... 36

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Daya Pembeda ... 38

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda Soal Pemahaman ... 38

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda Soal Komunikasi ... 38

Tabel 3.8 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 39

Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Nilai Indeks Kesukaran Soal Pemahaman 40 Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Nilai Indeks Kesukaran Soal Komunikasi 40 Tabel 3.11 Rekapitulasi Hasil Uji Coba ... 40

Tabel 4.1 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Pemahaman ...………... 46

Tabel 4.2 Output Normalitas Distribusi Tes Awal Kemampuan Pemahaman ... 47

Tabel 4.3 Output Uji-t Tes Awal Kemampuan Pemahaman ... 48

Tabel 4.4 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Pemahaman ...……... 49 Tabel 4.5 Output Normalitas Distribusi Tes Akhir Kemampuan


(4)

Tabel 4.6 Output Uji-t Tes Akhir Kemampuan Pemahaman ... 51

Tabel 4.7 Output Normalitas Gain Kemampuan Pemahaman ... 53

Tabel 4.8 Output Uji-t Gain Kemampuan Pemahaman ... 54

Tabel 4.9 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi ...………... 55

Tabel 4.10 Output Normalitas Distribusi Tes Awal Kemampuan Komunikasi ... 56

Tabel 4.11 Output Uji Mann Whitney Tes Awal (Pretest) Kemampuan Komunikasi ... 57

Tabel 4.12 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi ...……...…………. 58

Tabel 4.13 Output Normalitas Distribusi Tes Akhir Kemampuan Pemahaman ... 59

Tabel 4.14 Output Uji Mann Whitney Tes Awal (Pretest) Kemampuan Komunikasi ... 60

Tabel 4.15 Output Uji Normalitas Gain Kemampuan Komunikasi ... 61

Tabel 4.16 Output Uji-t Kemampuan Komunikasi ... 63

Tabel 4.17 Data Hasil Aktivitas Guru ... 64

Tabel 4.16 Data Hasil Aktivitas Siswa ... 65

Tabel C.1.1 Data Hasil Uji Coba Kemampuan Pemahaman ... 139

Tabel C.1.2 Data Hasil Uji Coba Kemampuan Komunikasi ... 140


(5)

Tabel C.2.2 Reliabilitas Soal Kemampuan Komunikasi ... 143

Tabel C.3.1 Validitas Butir Nomor 1 ... 145

Tabel C.3.2 Validitas Butir Nomor 2 ... 146

Tabel C.3.3 Validitas Butir Nomor 3 ... 147

Tabel C.3.4 Validitas Butir Nomor 4 ... 148

Tabel C.3.5 Validitas Butir Nomor 5 ... 149

Tabel C.3.6 Validitas Butir Nomor 6 ... 150

Tabel C.3.7 Validitas Butir Nomor 7 ... 151

Tabel C.3.8 Validitas Butir Nomor 8 ... 152

Tabel C.3.9 Validitas Butir Nomor 9 ... 153

Tabel C.4.1 Daya Pembeda Soal Kemampuan Pemahaman ... 154

Tabel C.4.2 Daya Pembeda Soal Kemampuan Komunikasi ... 155

Tabel C.5.1 Indeks Kesukaran Soal Kemampuan Pemahaman ... 156

Tabel C.5.2 Indeks Kesukaran Soal Kemampuan Komunikasi ... 157

Tabel D.1.1 Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman (Eksperimen) .. 158

Tabel D.1.2 Data Hasil Tes Kemampuan Pemahamani (Kontrol) ... 159

Tabel D.2.1 Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi (Eksperimen) ... 160

Tabel D.2.2 Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi (Kontrol) ... 161

Tabel D.3.1 Data Skala Aktivitas Guru Pertemuan 1 ... 162

Tabel D.3.2 Data Skala Aktivitas Guru Pertemuan 2 ... 164


(6)

Tabel D.4.1 Data Skala Aktivitas Siswa Pertemuan 1 ... 170

Tabel D.4.2 Data Skala Aktivitas Siswa Pertemuan 2 ... 171

Tabel D.4.2 Data Skala Aktivitas Siswa Pertemuan 3 ... 172

Tabel D.4.2 Data Skala Aktivitas Siswa Pertemuan 4 ... 173

Tabel E.1.1 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Pemahaman ...……... 174

Tabel E.1.2 Output Normalitas Distribusi Tes Awal Kemampuan Pemahaman ... 174

Tabel E.1.3 Output Uji-t Tes Awal Kemampuan Pemahaman ... 175

Tabel E.1.4 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Pemahaman ...……... 176

Tabel E.1.5 Output Normalitas Distribusi Tes Akhir Kemampuan Pemahaman ... 176

Tabel E.1.6 Output Uji-t Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis ... 177

Tabel E.1.7 Output Uji Normalitas Gain Kemampuan Pemahaman .... 178

Tabel E.1.8 Output Uji-t Gain Kemampuan Pemahaman ... 179

Tabel E.2.1 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi ...………... 180

Tabel E.2.2 Output Normalitas Distribusi Tes Awal Kemampuan Komunikasi ... 180 Tabel E.2.3 Output Homogenitas Tes Awal Kemampuan Komunikasi 181


(7)

Tabel E.2.4 Output Uji Mann Whitney Tes Awal Kemampuan

Komunikasi ... 181

Tabel E.2.5 Output Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi ...……... 182

Tabel E.2.6 Output Normalitas Distribusi Tes Akhir Kemampuan Komunikasi ... 183

Tabel E.2.7 Output Homogenitas Tes Akhir Kemampuan Komunikasi .. 183

Tabel E.2.8 Output Uji Mann Whitey Tes Akhir Kemampuan Komunikasi ... 184

Tabel E.2.9 Output Uji Normalitas Gain Kemampuan Komunikasi ... 185

Tabel E.2.10 Output Uji-t Gain Kemampuan Komunikasi ... 185

Tabel E.3.1 Data Hasil Aktivitas Guru ... 187


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A: Bahan Ajar

A.1 RPP Kelas Eksperimen ... 79

A.2. RPP Kelas Konvensional ... 98

A.3 Lembar Kerja Siswa ... 114

Lampiran B Instrumen Penelitian B.1 Kisi-Kisi Uji Instrumen ... 126

B.2 Soal Uji Coba Instrumen ... 130

B.3 Soal Tes Awal dan Tes Akhir ... 133

B.4 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 136

B.5 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 138

Lampiran C: Analisis Data Hasil Uji Coba C.1 Data Hasil Uji Coba ... 139

C.2 Reliabilitas ... 141

C.3 Validitas ... 145

C.4 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 154

C.5 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 156


(9)

D.1 Data Hasil Tes Pemahaman Matematis ... 158

D.2 Data Hasil Tes Komunikasi Matematis ... 160

D.3 Data Aktivitas Guru ... 162

D.4 Data Aktivitas Siswa ... 170

Lampiran E Analisis Data Hasil Penelitian E.1 Analisis Data Tes Pemahaman Matematis... 174

E.2 Analisis Data Tes Komunikasi Matematis ... 180

E.3 Analisis Data Aktivitas Guru dan Siswa ... 187

Lampiran F Dokumentasi Penelitian ... 189

Lampiran G Surat Perizinan ... 196


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang sangat penting dan mendasar. Hal ini dikemukakan oleh Sudjana (1987: 67) “Pendidikan merupakan bagian dari kelengkapan kebutuhan manusia yang yang sangat penting dalam hidup dan kehidupannya, karena pendidikan pada hakikatnya adalah usaha

membudayakan manusia atau memanusiakan manusia”. Oleh karena itu

keberhasilan pendidikan merupakan suatu hal yang menjadi tujuan bersama dalam rangka pembentukan suatu tatanan kehidupan yang dinamis dan berbudaya.

Kegiatan pengajaran disekolah adalah bagian dari kegiatan pendidikan untuk membimbing siswa menuju keadaan yang lebih baik. Salah satu yang diajarkan disekolah adalah bidang studi matematika. Pada umumnya siswa berpendapat bahwa pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang sukar dan menakutkan.

Beragam pula persepsi dan pandangan lain yang muncul terhadap matematika. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing orang ketika belajar matematika sebagai ilmu yang abstrak, penuh teori serta membosankan. Bahkan tidak sedikit orang menganggap matematika bagaikan hantu disiang bolong sehingga harus dijauhi dan dihindari.

Matematika merupakan bidang studi yang banyak memberikan sumbangan terhadap berbagai sektor dan berbagai kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai


(12)

dengan pendapat Ruseffendi (2005: 527) yang menyatakan, „Matematika diajarkan di sekolah karena matematika dapat membantu bidang studi lain, seperti ilmu pengetahun alam, arsitektur, kedokteran, geografi, ekonomi, bisnis, pendidikan manajemen, dan psikologi‟.

Matematika pada dasarnya ilmu abstrak dan bersistem deduktif aksiomatik, yang dimulai dengan unsur-unsur yang tidak terdefinisi. Hal ini berarti matematika merupakan aktivitas mental, maka kegiatan berpikir matematika tidak dapat dilepaskan dengan kegiatan kognitif (Akib, 2003: 1). Sementara menurut Ruseffendi (2005: 260), “Matematika timbul karena p ikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”.

Berkaitan dengan ilmu matematika tersebut diatas Wahyudin (2010: 1) mengatakan bahwa:

“Saat ini program matematika sekolah dasar yang efektif hendaknya mempertimbangkan cakupan objektif yang lebih dari sekedar berhitung. Tentu saja, kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk kehidupan keseharian harus diajarkan, tetapi ini semua tidak lebih ataupun kurang penting daripada pembangunan pemahaman-pemahaman yang membebaskan anak dari penghafalan semata. Program matematika kini hendaknya juga berusaha memberikan fondasi yang memadai bagi studi lanjutan dan terbuka terhadap perspektif kultural dan historis mengenai peran matematika dalam masyarakat.”

Salah satu cara untuk tujuan tersebut antara lain adalah meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Peningkatan kualitas pembelajaran matematika bukanlah hanya terbatas pada peningkatan nilai hasil belajarnya saja melainkan peningkatan kemampuan kognitif dan cara berpikir seseorang. Seperti kemampuan untuk dapat memahami dan kemampuan untuk mengkomunikasikan serta dapat mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam


(13)

KTSP 2006 ditegaskan bahwa pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk memepersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Pada KTSP 2006 (Depdiknas, 2006: 30) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang ide atau gagasan matematika yang dimiliki semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi.

Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna. Para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas pada pemahaman materi yang disampaikan saja, tetapi siswa pun dapat mengaitkan pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain. Dengan pemahaman yang


(14)

dimiliki siswa diharapkan tumbuh kemampuannya untuk mengkomunikasikan konsep yang telah dipahami dengan baik dan benar

Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang, kemampuan pemahaman matematis siswa juga perlu ditingkatkan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (Nirmala, 2009: 4) bahwa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi diperlukan pemahaman matematik (mathematical knowledge), yaitu pemahaman terhadap konsep, prinsip, dan strategi penyelesaian.

Apabila dilihat dari uraian di atas jelas bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa merupakan hal yang perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut dapat terwujud apabila model dan pendekatan dalam pembelajaran matematika dapat dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat menggali kemampuan yang dimiliki siswa yang pada akhirnya akan melibatkan siswa dalam proses peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Artinya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa selanjutnya akan terus meningkat apabila terus diasah melalui pendekatan salah satu metode pembelajaran.

Salah satu alternatif pembelajaran yang dimaksud adalah Contextual

Teaching and Learning (CTL). Dengan menggunakan CTL, siswa diharapkan

memiliki keterampilan menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam soal-soal. Melalui pembelajaran ini juga, siswa dihadapkan pada masalah kontekstual yang mengantar siswa mengenal objek matematika, melibatkan siswa melakukan proses matematika secara aktif.


(15)

Tiga prinsip ilmiah dalam CTL yang dikemukakan Johnson (2008: 68) diantaranya :

1. Prinsip saling kebergantungan

Prinsip kesaling bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik yang lainnya, dengan siswa-siswi, dengan masyarakat dan juga dengan bumi. Prinsip kesalingbergantungan juga memungkinkan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok. Dengan bekerja sama para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana dan mencari pemecahan masalah.

2. Prinsip diferensiasi

Prinsip diferensiasi mengungkapkan bahwa segala sesuatu di dunia ini tidaklah sama dan serupa. Terdapat banyak sekali keanekaragaman yang menjadi suatu pola hubungan yang indah. Begitu pula dalam proses pembelajaran, siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda, pemikiran yang berbeda yang dapat menghasilkan keanekaragaman pemikiran. Sehingga menimbulkan hal-hal atau pengetahuan baru.

3. Prinsip pengaturan diri

Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Sasaran utamanya adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karier dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya


(16)

Pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsip tersebut diharapkan mampu menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa serta membuat pembelajaran menjadi bermakna. Selain itu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstualpun diharapkan dapat melatih kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, serta dapat menghubungkan serta menggunakan ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil pengajaran di sekolah kedalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis termotivasi untuk meneliti kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang berjudul

“Penggaruh Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar”.

B.Rumusan dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional?

b. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?


(17)

c. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional?

d. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

e. Bagaimanakah gambaran aktivitas guru dan siswa dalam Contextual

Teaching and Learning?

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:

a. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa Sekolah Dasar yang memperoleh Contextual Teaching and Learning (CTL) dan pembelajaran konvensional.

b. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar. c. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bangun datar.

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(18)

1. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh Contextual Teaching and Learning (CTL) dan pembelajaran konvensional.

2. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual Teaching and Learning (CTL) dan pembelajaran konvensional.

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mengajukan sejumlah hipotesis sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh Contextual

Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual

Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang


(19)

5. Guru dan siswa merespon secara positif setiap tahapan pembelajaran dalam

Contextual Teaching and Learning .

E.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Siswa

Penerapan Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis.

b. Bagi Guru

Penerapan Contextual Teaching and Learning dapat dijadikan salah satu cara yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. c. Bagi Sekolah

Contextual Teaching and Learning dapat menjadi salah satu cara yang dapat

diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk menindaklanjuti suatu penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas.


(20)

F. Definisi Operasional

Untuk lebih memperjelas masalah ini, akan dijelaskan konsep-konsep pokok yang digunakan secara operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan menginterpretasikan gagasan atau konsep, menemukan contoh dari sebuah konsep, mengklasifikasikan objek-objek matematika, membuat ringkasan sederhana mengenai sifat-sifat bangun datar, memprediksi bangun datar yang dapat dibentuk berdasarkan sifat-sifat yang diketahui, membandingkan dua buah bangun datar, menyatakan kembali konsep matematika dengan bahasanya sendiri.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk menyatakan ide matematika secara tertulis dengan bahasanya sendiri; dan kemampuan siswa untuk memahami, menginterpretasi dan menilai ide matematis yang disajikan dalam bentuk gambar.

3. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang

menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang mengaitkan antara konsep abstrak (pengetahuan) dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari dimana dalam penilaiannya berupa penilaian autentik yang tidak hanya sekedar dilihat dari hasil belajar semata.

4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru di sekolah tempat penelitian. Pembelajaran konvensional adalah suatu pendekatan dengan guru sebagai pusat dalam pembelajaran dan mendominasi dalam semua kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa cenderung pasif karena


(21)

harus mendengarkan uraian guru dalam mengajar. Metode yang digunakan adalah metode ekspositori. Guru menyampaikan materi dan memberi contoh soal beserta penyelesaiannya. Kemudian siswa mencatat materi yang disampaikan oleh guru, mengajukan pertanyaan jika ada penjelasan guru yang kurang dimengerti, dan mengerjakan soal-soal latihan yang berkaitan dengan materi tersebut.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikembangkan, penelitian ini akan melihat perbedaan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa Sekolah Dasar (SD) yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

2. Desain Penelitian

Studi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi eksperimen tentang implementasi pembelajaran matematika dengan Contextual Teaching

and Learning (CTL). Desain pembelajaran disusun dalam bentuk eksperimen

kontrol pretes dan postes. Sedangkan unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan siswa dan kategori pembelajaran. Sedangkan pembelajaran dibedakan atas dua pendekatan yaitu Contextual Teaching and

Learning (CTL) dan konvensional. Dari masing-masing unit penelitian ini akan

diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis.


(23)

Dengan demikian, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok pretest-postest (Ruseffendi, 2005: 50), yaitu:

A O X O A O O Keterangan:

A : Pengambilan sampel dilakukan secara acak menurut kelas O : Pretest dan Postest Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis

X : Perlakuan pembelajaran matematika menggunakan Contextual

Teaching and Learning (CTL)

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka tahun pelajaran 2011/2012. Populasi ditetapkan demikian dengan asumsi bahwa pada tingkatan ini, kondisi aktivitas siswa cukup stabil, tidak terganggu oleh aktivitas ujian akhir sekolah, termasuk kelas pada level tinggi sehingga memiliki pengetahuan, pengalaman, dan prasyarat pembelajaran yang cukup. Dengan demikian, para siswa diyakini lebih mampu mengikuti pelajaran serta permasalahan-permasalahan yang disajikan dibandingkan dengan kelas-kelas sebelumnya, tanpa adanya peran guru yang dominan dalam pembelajaran. Hal tersebut tentunya sangat membantu terhadap lancarnya penelitian, sehingga


(24)

dampak dari penelitian akan lebih nampak. Asumsi lainnya adalah para siswa di kelas lima memiliki kemampuan matematis yang relatif lebih homogen, dimana para siswa sudah memiliki bekal yang cukup untuk mengembangkan tingkat kemampuan matematis dari materi-materi pelajaran di kelas sebelumnya yang banyak menjadi prasyarat dalam pembelajaran di kelas lima.

2. Sampel

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subjek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian, dan prosedur perijinan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penentuan sampel penelitian didasarkan pada kriteria; (1) letaknya berdekatan dan mudah dijangkau, (2) memiliki prosedur administratif yang relatif lebih mudah, (3) memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif lengkap, (4) rata-rata kemampuan siswa berada pada level sedang berdasarkan data dari kantor dinas setempat. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel populasi, karena hanya terdapat dua kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Alasan pembatasan ini terkait dengan efektifitas pelaksanaan penelitian, dimana karakteristik dari penelitian ini sangat tergantung pada subjek penelitian yang diambil.


(25)

C.Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah tes kemampuan pamahaman matematis, tes kemampuan komunikasi matematis dan lembar observasi.

Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pembuatan instrumen, tahap penyaringan dan tahap uji coba instrumen (untuk tes kemampuan pemahaman dan tes komunikasi matematik). Sebelum soal diujicobakan, peneliti mendiskusikan terlebih dahulu dengan rekan-rekan S2 angkatan 2010, dosen PGSD, guru SD di kecamatan Rajagaluh, kemudian dikonsultasikan kepada pembimbing. Setelah itu instrumen tes kemampuan pemahaman, dan tes kemampuan komunikasi matematik ini di ujicobakan di luar kelas subjek penelitian. Kelas yang menjadi tempat uji coba instrumen yaitu kelas VI SDN Singawada II, karena materi tersebut belum diajarkan di kelas V.

Uji coba intrumen dilakukan untuk melihat reliabilitas tes, validitas butir tes, , daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran butir tes. Selanjutnya data hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis.

1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Tes kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman pada materi Bangun Datar


(26)

2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman pada materi bangun datar.

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus dinilai reliabilitas, validitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Untuk mendapatkan reliabilitas, validitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka soal tersebut diujicobakan pada kelas lain yang sudah mendapatkan materi yang diujicobakan. Pengukuran validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes tersebut diuraikan berikut ini:

a. Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur evaluasi dimaksudkan sebagai alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten). Hasil pengukuran yang harus tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Tidak dipengaruhi oleh pelaku, situasi dan kondisi.

Berkenaan dengan evaluasi, suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Istilah relatif tetap disini tidak dimaksudkan tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan.

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas digunakan rumus Cronbach Alpha seperti berikut:

� 11 = 1 1− �

2


(27)

Keterangan:

11 = reliabilitas

n = banyak butir soal (item)

�2= jumlah varians skor tiap item

2= varians skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi J.P. Guilford (dalam Suherman, 2003: 139) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Klasifikasi Interpretasi Koefisisen Reliabilitas Reliabilitas Interpretasi

11 ≤ 0,20 Sangat Rendah

0,20 ≤ 11< 0,40 Rendah

0,40≤�ꅶ�11<0,70 Sedang

0,70 ≤ 11< 0,90 Tinggi

0,90 ≤ 11< 1,00 Sangat Tinggi

Dari hasil perhitungan, diperoleh koefisien reabilitas untuk soal pemahaman matematis adalah 0,68. Berdasarkan klasifikasi koefisien korelasi pada Tabel 3.1, dapat disimpulkan bahwa soal dalam instumen penelitian ini diinterpretasikan sebagai soal yang reliabilitasnya sedang

Sedangkan koefisien realibilitas untuk soal komunikasi matematis adalah 0,70. Berdasarkan klasifikasi interpretasi koefisien reliabilitas pada Tabel 3.1 dapat disimpulkan bahwa soal dalam instrument penelitian ini diinterpretasikan sebagai soal yang reliabilitasnya tinggi.


(28)

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2 halaman 138-141.

b. Validitas

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu.

Cara menentukan tingkat (indeks) validitas ialah dengan menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi (baik), sehingga hasil evaluasi yang digunakan sebagai kriterium itu telah mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.

Cara mencari koefisien validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus korelasi produk moment memakai angka kasar (raw score) :

= �฀� −

22 22 ………. (Suherman, 2003: 120)

Keterangan:

= koefisien korelasi antara variebel x dan variable y

= rerata harian

= hasil tes N = banyak subjek


(29)

Selanjutnya untuk mengetahui tinggi, sedang atau redahnya validitas instrument, maka nilai koefisien (r) yang diperoleh diinterpretasikan terlebih dahulu. Klasifikasi interpretasi koefisien korelasi menurut Guilford (Ruseffendi, 2005: 160) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 3.2

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas Validitas Interpretasi < 0,00

0,00 ≤ < 0,20 0,20 ≤ < 0,40 0,40 ≤ < 0,70 0,70 ≤ < 0,90 0,90 ≤ < 1,00

Tidak valid Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Dari hasil perhitungan, didapat nilai validitas butir dari soal yang di uji cobakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan Nilai Validitas Soal Pemahaman No. Soal Validitas Interpretasi

1 0,75 Tinggi

2 0,55 Sedang

3 0,60 Sedang

4 0,78 Tinggi

5 0,35 Rendah

6 0,58 Sedang

7 0,74 Tinggi

Tabel 3.4

Hasil Perhitungan Nilai Validitas Soal Komunikasi Matematis No. Soal Validitas Interpretasi

8 0.95 Sangat Tinggi


(30)

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.3 halaman 142-150.

c. Daya Pembeda

Daya Pembeda (DP) dari butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawaban dengan benar dengan testi yang menjawab dengan salah. Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman, 2003:159)

Cara menentukan daya pembeda untuk tes tipe uraian adalah sebagai berikut:

��= − ………...…. (Suherman, 2003:160)

Keterangan:

DP = Daya Pembeda

= Rata-rata nilai kelompok atas

= Rata-rata nilai kelompok bawah b = bobot nilai

Klasifikasi interpretasi daya pembeda tiap butir soal dalam Suherman (2003: 161) adalah sebagai berikut:


(31)

Tabel 3.5

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Daya Pembeda Daya Pembeda Interpretasi

00 , 0

DP Sangat Jelek

20 , 0 00

,

0 DP Jelek

40 , 0 20

,

0 DP Cukup

70 , 0 40

,

0 DP Baik

00 , 1 70

,

0 DP Sangat Baik

Dari hasil perhitungan, didapat nilai daya pembeda dari soal yang di uji cobakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda Soal Pemahaman No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,67 Baik

2 0,58 Baik

3 0,33 Cukup

4 0,67 Baik

5 0,42 Baik

6 0,42 Baik

7 0,56 Baik

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda Soal Komunikasi Matematis No. Soal Validitas Interpretasi

8 0,61 Baik

9 042 Baik

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.4 halaman 151 - 152.


(32)

d. Indeks Kesukaran Butir Soal

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran (IK). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran mendekati 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah.

Rumus untuk menentukan indeks kesukaran tes tipe uraian adalah sebagai berikut:

�� = ……….. (Suherman, 2003: 170) Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran = rata-rata

= bobot nilai

Klasifikasi indeks kesukaran butir soal berdasarkan (Suherman, 2003: 170) yaitu :

Tabel 3.8

Kriteria Indeks Kesukaran

IK (Indeks Kesukaran) Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah


(33)

Dari hasil perhitungan, didapat nilai indeks kesukaran dari soal yang di uji cobakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan Nilai Indeks Kesukaran Soal Pemahaman No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,83 Mudah

2 0,58 Sdang

3 0,61 Sedang

4 0,32 Sedang

5 0,85 Mudah

6 0,71 Mudah

7 0,68 Sedang

Tabel 3.10

Hasil Perhitungan Nilai Indeks Kesukaran Soal Komunikasi Matematis No. Soal Validitas Interpretasi

8 0,25 Sukar

9 0,80 Mudah

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.5 halaman 153-154.

Berdasarkan data yang telah diuji cobakan, maka rekapitulasi hasil uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.11:

Tabel 3.11

Rekapitulasi Hasil Uji Coba

Kemampuan No. Soal

Reliabilitas Validitas Daya Pembeda Indeks Kesukaran

Keterangan Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

Pemahaman 1

0,68 Sedang

0,75 Tinggi 0,67 Baik 0,83 Mudah

2 0,55 Sedang 0,58 Baik 0,58 Sedang

3 0,60 Sedang 0,33 Cukup 0,61 Sedang

4 0,78 Tinggi 0,67 Baik 0,32 Sedang

5 0,35 Rendah 0,42 Baik 0,85 Mudah Direvisi

6 0,58 Sedang 0,42 Baik 0,71 Mudah

7 0,74 Tinggi 0,56 Baik 0,68 Sedang

Komunikasi 8 0,70 Sedang 0,98

Sangat

Tinggi 0,61 Baik 0,25 Sukar


(34)

Berdasarkan Tabel 3.11 diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa soal yang direvisi setelah dilakukan uji coba instrumen. Adapun soal-soal yang direvisi tersebut adalah:

 Soal no 5, karena memiliki validitas rendah. Namun soal ini masih bisa dipakai karena daya pembeda dan indeks kesukarannya baik. Sehingga, soal ini hanya direvisi dengan menggabungkan isikonten pertanyaan pada soal no. 2, sehingga diharapkan siswa dapat lebih mengerti pertanyaan yang diajukan.

3. Lembar Observasi

Salah satu alat pengumpul data dalam penelitian dalam penelitian ini adalah observasi atau pengamatan. Nasution (Sugiyono, 2005:64) mengemukakan

bahwa: “Organisasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang

diperoleh melalui observer”.

Senada dengan pendapat Nasution, Marshall dalam Sugiyono (2005: 64)

juga mengemukakan bahwa: “melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku

dan makna dari perilaku tersebut”.

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa observasi merupakan langkah yang strategis dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat menentukan keberhasilan penelitian.

Lembar observasi dalam penelitian ini untuk mengobservasi aktivitas guru dan siswa dalam pelaksanaan Contextual Teaching and Learning. Observasi dapat


(35)

dilakukan oleh guru secara langsung, namun jika terlalu menyita waktu dan mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu maka observasi dapat dilakukan oleh teman sejawat atau alat perekam.

D.Prosedur Penelitian

Untuk memperoleh gambaran langkah-langkah dari penelitia ini, maka prosedur yang dilakukan dapat diperlihatkan pada bagan prosedur penelitian berikut:

Pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pelaksanaan Pembelajaran Biasa (Konvensional)

Postes

Kesimpulan Studi Kepustakaan

Rancangan Pembelajaran Biasa (Konvensional)

Penyusunan Rancangan Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan

Penyusun uji coba, revisi, dan pengesahan instrumen

Analisis Data Pretes

Pengolahan Data Penentuan subjek penelitian

Observasi dan angket sikap siswa


(36)

E. Teknik Analisis Data

Dari instrumen penelitian yang disebutkan di atas, maka data yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Selanjutnya data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis sesuai dengan jenisnya.

Data-data diperoleh dalam bentuk data hasil pretest dan postes. Data hasil

pretest dan postest diolah dengan software SPSS versi 17.0 for windows.

Pengolahan data kuantitatif diarahkan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini.

Untuk menguji hipotesis-hipotesis di atas, data hasil pretest dan postest diolah dengan secara statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk memenuhi perhitungan statistik parametris. Jika data yang diolah ternyata berdistribusi normal, maka uji statistik selanjutnya adalah uji statistik parametris. Sebaliknya, jika data yang diolah tidak memenuhi distribusi normal, maka uji statistik selanjutnya adalah uji statistik nonparametris. Pengujian normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk pada program SPSS versi 17.0 for window.

b. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata (Uji t)

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual

Teaching and Learning (CTL) bila dibandingkan dengan pembelajaran


(37)

Jika data tang diolah berdistribus normal, maka digunakan uji-t. Namun, jika data tidak berrdistribusi normal, maka digunakan uji Mann Whitney.

c. Menghitung Indeks Gain yang Ternormalisasi

Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah nilai yang diperoleh siswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pada tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Untuk melihat peningkatan hasil pretes dan postes akan digunakan gain gabungan. Adapun rumus untuk mencari data gain menurut Meltzer (Arikunto, 2000: 29) sebagai berikut :

� � � = � � − � �

� � − � �

(Presentasi kenaikan= Indeks Gain X 100 %)

Dari data gain tersebut dilakukan uji normalitas dan uji perbedaan rata-rata. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) bila dibandingkan dengan


(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh Contextual

Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual

Teaching and Learning (CTL) tidak berbeda dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

5. Contextual Teaching and Learning yang diterapkan dalam penelitian ini dapat

dilaksanakan dengan baik oleh guru dan siswa merespon secara positif setiap aktivitas dalam pembelajaran.


(39)

Pada setiap proses belajar mengajar yang dilakukan, harus diupayakan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat terwujud apabila semua fasilitas pembelajaran terutama menyangkut model dan bentuk tugas yang diterapkan dalam pembelajaran matematika dapat dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa dalam mengembangkan kemampuannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan saran yang mudah-mudahan dapat menjadi bahan masukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Karena peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual Teaching and Learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, maka penerapan Contextual Teaching and Learning dapat dijadikan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran matematika.

2. Sampel dalam penelitian ini hanya berasal dari satu level sekolah, maka untuk penelitian selanjutnya dapat mengambil dari level rendah, sedang, dan tinggi, sehingga dapat lebih mengeneralisasikan hasil penelitian ini.

3. Media pembelajaran dalam penelitian ini tidak dibuat oleh sebuah tim yang ahli, tetapi dikembangkan sendiri oleh penulis sehingga ada beberapa hal yang masih kurang dikuasai oleh penulis sebagai pengembang media pembelajaran, maka untuk peneliti selanjutnya lebih mempersiapkan media pembelajaran dengan baik.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, I. (2003). Pembelajaran Matematika dalam Perspektif Budaya Lokal. Makalah. Makasar: UNM.

Anderson, L.W. & David R.K. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and

assessing: a revision of Bloom's taxonomy of educational objectives. New

York: Longman.

Anderson, L.W. & David R.K. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,

Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Asikin, M. (2002). ”Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui

Pembelajaran Matematiak Realistik”. Jurnal Matematika atau

Pembelajarannya (Proseding Konferensi Nasional Matematika XI). 7, (Edisi khusus), (492-496).

Bruner, J. (1977). The Process of Education. Cambridge: Harvard University Press.

Burden, P. R., & Byrd, D. M. (1996). Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Cai, J., Lane, S. & Jakabacsin, M.S. (1996b). “The Role of Open-Ended Task and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students Mathematical Reasoning

and Communication”. Dalam Comunication in Mathematics, K-12 and

Beyond. 1996, Year Book. NCTM.

Creswell, J.W. (1998). Resesarch Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

Creswell, J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa SD Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi. UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah


(41)

Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual

Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui

Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Tesis. UPI

Bandung: Tidak Diterbitkan

Gall, M.D. & Joyce P.G. (2003). Educational Resesarch: An Introduction. Boston Pearson Education.

Gunter, M. A., Estes, T. H. & Schwab, J. H. (1990). Instruction: A models

approach. Boston: Allyn and Bacon.

Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap hasil

Belajar Matematika Sekolah Dasar. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa pada

Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung:

Tidak Dipublikasikan.

Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud.

Isjoni, dkk. (2007). Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah Production.

Johnson, E. B. (2008). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan

Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Pengantar: Prof. Dr.

A. Chaedar Alwasilah. Bandung: Mizan Learning Center.

Joyce, B., & Weil, M. (1980). Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.

Bandung: Refika Aditama


(42)

Lincoln, Y.S. & Guba E.D. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publication.

Ma, X. (1997). Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics

and Achievmentin Matheatics: A Meta-Analisis. Journal For Research in

Mathematics Education

Mallarangan 15. (2009). Meruntuhkan Mitos Matematika “Menakutkan” Menjadi

“Menyenagkan”. [online]. Tersedia: http:// xfruits.com/apakabarpsbg/

mobile/. [Posted on Januari 19, 2009].

Manshur. (2011). Implementasi Pembelajaran Matematika Kontekstual untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Sikap Siswa terhadap Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung: Tidak

Dipublikasikan.

Marpaung, Y. (2000). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika di SD. Proceding Konverensi Nasional X Matematika. ITB, 17-20 Juli 2000. Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Mulyasa, E. (2004). Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Rosda Karya

Nasution, S. (1999). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: P.T. Bumi Aksara. NCTM. (1989). Curiculum and Evaluation Standart for School Mathematics.

Reston, VA: NCTM.

Nirmala. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemacahan

Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Nurhadi & Senduk. (2003). Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo Patton, M.Q. (2009). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Piaget, J. (1951). The Child’s Conception of The World. Saage: Littlefield


(43)

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan

Generalisasi Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbalik.

Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rauf, S.A. (2004). Pembalajaran Kontekstualdalam Upaya Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SLPTN 1 Toli-Toli Sulawesi Tengah. Tesis. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan

Ruseffendi, E.T. (2005). Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Ruseffendi, E.T. (2005a). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang-Bidang

Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu

Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfa Beta.

Santoso, S. (2001). SPSS Versi 10. Jakarta: Gramedia

Senjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta: Jakarta.

Sudjana, N. (1987). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman & Sukjaya. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusuma

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI.

Suherman, E. & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusum

Sukmadinata, N.S (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Susetyo, B. (2010). Statistika untk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama


(44)

Tim Pengembang MKDK Kurikulum & Pembelajaran. (2002). Kurikulum

Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

Tim Redaksi FOKUSMEDIA. (2006). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2006.

Bandung: FOKUSMEDIA.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematisa

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Wahana Komputer. (2009). Seri Panduan Praktis: SPSS untuk Pengolahan Data

Statistik. Yogyakarta: Andi

Wahyudin. (2010). Pembelajaran Matematika dan Pemecahan Masalah. Bandung: Mandiri

Wahyudin. (2010). Materi Pembelajaran Matematika Kelas Rendah. Bandung: Mandiri

Winataputra, U.S. (2003). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Wragg, EC. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo. Yuniarti, Y. (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Inkuiri. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan


(1)

Pada setiap proses belajar mengajar yang dilakukan, harus diupayakan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat terwujud apabila semua fasilitas pembelajaran terutama menyangkut model dan bentuk tugas yang diterapkan dalam pembelajaran matematika dapat dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa dalam mengembangkan kemampuannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan saran yang mudah-mudahan dapat menjadi bahan masukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Karena peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Contextual Teaching and Learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, maka penerapan Contextual Teaching and Learning dapat dijadikan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran matematika.

2. Sampel dalam penelitian ini hanya berasal dari satu level sekolah, maka untuk penelitian selanjutnya dapat mengambil dari level rendah, sedang, dan tinggi, sehingga dapat lebih mengeneralisasikan hasil penelitian ini.

3. Media pembelajaran dalam penelitian ini tidak dibuat oleh sebuah tim yang ahli, tetapi dikembangkan sendiri oleh penulis sehingga ada beberapa hal yang masih kurang dikuasai oleh penulis sebagai pengembang media pembelajaran, maka untuk peneliti selanjutnya lebih mempersiapkan media pembelajaran dengan baik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, I. (2003). Pembelajaran Matematika dalam Perspektif Budaya Lokal. Makalah. Makasar: UNM.

Anderson, L.W. & David R.K. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: a revision of Bloom's taxonomy of educational objectives. New York: Longman.

Anderson, L.W. & David R.K. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Asikin, M. (2002). ”Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui

Pembelajaran Matematiak Realistik”. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya (Proseding Konferensi Nasional Matematika XI). 7, (Edisi khusus), (492-496).

Bruner, J. (1977). The Process of Education. Cambridge: Harvard University Press.

Burden, P. R., & Byrd, D. M. (1996). Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Cai, J., Lane, S. & Jakabacsin, M.S. (1996b). “The Role of Open-Ended Task and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students Mathematical Reasoning

and Communication”. Dalam Comunication in Mathematics, K-12 and

Beyond. 1996, Year Book. NCTM.

Creswell, J.W. (1998). Resesarch Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

Creswell, J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa SD Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.


(3)

Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Tesis. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Gall, M.D. & Joyce P.G. (2003). Educational Resesarch: An Introduction. Boston Pearson Education.

Gunter, M. A., Estes, T. H. & Schwab, J. H. (1990). Instruction: A models approach. Boston: Allyn and Bacon.

Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan. Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan. Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa pada

Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud.

Isjoni, dkk. (2007). Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah Production.

Johnson, E. B. (2008). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Pengantar: Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah. Bandung: Mizan Learning Center.

Joyce, B., & Weil, M. (1980). Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.

Bandung: Refika Aditama


(4)

Lincoln, Y.S. & Guba E.D. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publication.

Ma, X. (1997). Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievmentin Matheatics: A Meta-Analisis. Journal For Research in Mathematics Education

Mallarangan 15. (2009). Meruntuhkan Mitos Matematika “Menakutkan” Menjadi

“Menyenagkan”. [online]. Tersedia: http:// xfruits.com/apakabarpsbg/

mobile/. [Posted on Januari 19, 2009].

Manshur. (2011). Implementasi Pembelajaran Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Sikap Siswa terhadap Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Marpaung, Y. (2000). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika di SD. Proceding Konverensi Nasional X Matematika. ITB, 17-20 Juli 2000. Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Mulyasa, E. (2004). Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Rosda Karya

Nasution, S. (1999). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: P.T. Bumi Aksara. NCTM. (1989). Curiculum and Evaluation Standart for School Mathematics.

Reston, VA: NCTM.

Nirmala. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemacahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Nurhadi & Senduk. (2003). Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo Patton, M.Q. (2009). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Piaget, J. (1951). The Child’s Conception of The World. Saage: Littlefield


(5)

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rauf, S.A. (2004). Pembalajaran Kontekstualdalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SLPTN 1 Toli-Toli Sulawesi Tengah. Tesis. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan Ruseffendi, E.T. (2005). Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Ruseffendi, E.T. (2005a). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang-Bidang Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfa Beta. Santoso, S. (2001). SPSS Versi 10. Jakarta: Gramedia

Senjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta: Jakarta.

Sudjana, N. (1987). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman & Sukjaya. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusuma

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI.

Suherman, E. & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusum

Sukmadinata, N.S (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Susetyo, B. (2010). Statistika untk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama


(6)

Tim Pengembang MKDK Kurikulum & Pembelajaran. (2002). Kurikulum Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

Tim Redaksi FOKUSMEDIA. (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2006. Bandung: FOKUSMEDIA.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematisa (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahana Komputer. (2009). Seri Panduan Praktis: SPSS untuk Pengolahan Data

Statistik. Yogyakarta: Andi

Wahyudin. (2010). Pembelajaran Matematika dan Pemecahan Masalah. Bandung: Mandiri

Wahyudin. (2010). Materi Pembelajaran Matematika Kelas Rendah. Bandung: Mandiri

Winataputra, U.S. (2003). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Wragg, EC. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo. Yuniarti, Y. (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Inkuiri. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan