Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep bunyi

(1)

PENGARUH PENDEKATAN CONTEKSTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

PADA KONSEP BUNYI

Disusun Oleh :

ANA SHOFIA ANDAYANI 105016300571

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ana Shofia Andayani, “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa pada konsep Bunyi”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Kota Tangerang Selatan pada bulan Januari 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Quasi Eksperimen. Pada penelitian ini sampel diambil sebanyak 60 orang dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes objektif bentuk pilihan ganda. Tes ini terdiri dari

empat pilihan (opsi) dan hasilnya diuji melalui satatistik uji “t”. Dari hasil perhitungan

diperoleh nilai thitung sebesar 4,87 sedangkan ttabel sebesar 1,98 pada taraf signifikansi 0,05 atau dapat diketahui thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha yang menyatakan terdapat pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa diterima atau disetujui. Hal ini menunjukan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar fisika pada konsep bunyi. Pada kelas VIIIdi SMP Negeri 1 Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil penelitian ini di simpulkan bahwa pendekatan CTL dapat dijadikan alternatife pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa


(6)

ABSTRACT

Ana Shofia Andayani, “The Effect of Contextual Approach Teaching and Learning (CTL) against Student Results on the concept of sound”. Thesis of Physics Departement, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The aim of this research is to know the Effect of The Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach Experimental Methods to Students Learning Outcomes. This research has been done in January 2010 at SMP Negeri 1 Tangerang City South. The research methodology was used Quasi Experiment method. To get the data, the research took 60 students as a sample by using Purpsive Sampling technique, after that the class was divided into two group, i.e. experiments and control classes. The instrumentation of this research used an objective multiple choice test. This test was consisted of four options, and the result of this test had been tested through t-test statistic. The calculation of tcount was 3,27 and ttable was 1,98, and 0,05 on the significant level or tcount > ttable . So we can conclude that there are significant Ha stating Contextual Teaching and Learning approach (CTL) through the experimental method of learning outcomes of students accepted or approved. This shows that the approach of Contextual Teaching and Learning (CTL) carry significant influence on the results of studying physics at the concept of sound. In class VIII at SMP Negeri 1 Tangerang City South. Based on the results of this study concluded that CTL can be an alternative approach of learning for teachers in an effort to improve student learning outcomes


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji atas keagungan Allah SWT, Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesempurnaan. Segala syukur atas kasih sayang dan bimbingan Allah yang telah memberikan kenikmatan dunia sebagai ladang untuk menghantarkan kepada kehidupan akhirat. Ampuni atas kelalaian dan keingkaran syahadah yang tidak mampu termanifestasi dalam kehidupan.

Allahumma shalli’ala Muhammad, semoga shalawat ini selalu tercurah untuk sebaik-baik mahluk ciptaan yang mewarisi kebenaran Ibrahim, tongkat penuntun Musa, kasih sayang Isa, kebenaran Daud, dan kearifan Sulaiman, yang menemani zaman memapah manusia menuju rumah kebahagiaan dengan sinar Al-Islam.

Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Ibu Dr. Zulfiani, S.Si, M.Pd , Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

4. Ibu Diah Mulhayatiah, M.Pd, Dosen Pembimbing II juga telah banyak memberikan pemikiran dan waktu sehingga tuntasnya skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen, atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Kepala Sekolah SMP Negri 1 Kota Tangerang Selatan dan guru bidang studi IPA Terpadu SMP Negri 1 Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Siswa kelas VII.1 dan VII.3 yang telah bersedia memberikan sedikit waktunya untuk menjadi sampel.


(8)

7. Teristimewa untuk Ayahanda Umar Sanusi dan Ibunda Hartini yang telah melimpahkan segenap kasih dan sayangnya yang tak terhingga. Teruntuk teruntuk adikku M. Iqbal Sidiq yang tak henti-hentinya selalu mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan semangat baru serta canda tawa dalam setiap waktu. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian. 8. Teman-teman seperjuangan Fisika angkatan 2005; Khutbah, S.Pd, Erlina Sofiani, S.Pd, Isti Nur Cahyani, S.Pd, Ari Nurhayati, S.Pd dan teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaannya yang menginspirasi untuk selalu menjadi lebih baik setiap harinya dan semua keceriaan selama kuliah, sampai jumpa dalam kesuksesan.

9. Sahabat-sahabat sepermainan ;Nur iksan, S.Pd, Sony Hidayat, S.Pd, Furkon Hakim, S.Pd, Khalimi, S.Pd, Dadang, S.Pd, A Dede S,Pd dan teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaannya yang menginspirasi untuk selalu membuatku menangis dan tersenyum.

10.Teman-teman teristimewa di rumah kost Blue Dormitory; Irma Aprianti, S.E, Uswatun Hasanah, S.Hum, Soraya Bunga Larasati S.Sos, Cindy Octarika, Nurrina Desiani, dan Yanti Aprilia. Terimakasih atas inspirasi kalian yang selalu membuatku tersenyum.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, muda-mudahan

bantuan, bimbingan, semangat, dan do’a yang telah diberikan menjadi pintu datangnya

ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, Juni 2011 Penyusun


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ……….. 5

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 6

A. Kajian Teori ... 6

1. Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 6


(10)

b. Pengertian CTL ... 7

c. Karakteristik Pembelajaran CTL ... 10

d. Manfaat CTL dalam Pembelajaran ... 10

e. Langlah-langkah Penerapan CTL ... 14

2. Metode Eksperimen ... 15

a. Pengertian Metode Eksperimen ... 15

b. Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen ... 19

3. Hasil Belajar ... 21

a. Pengertian Belajar ... 21

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 22

c. Hasil Belajar Sebagai Objek Penilaian ... 23

d. Pengukuran Hasil belajar ... 24

4. Bunyi ... 28

B.Kajian Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 32

D. Pengajuan Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

C. Desain Penelitian ... 35

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 36

F. Prosedur Penelitian ... 36

G. Instrumen Penelitian ... 38

H. Uji Coba instrumen ... 40

I. Teknik Analisis Data ... 43


(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Data ... 49

1. Deskripsi data Pretest Eksperimen dan Kontrol ... 49

2. Deskripsi data Posttest Eksperimen dan Kontrol ... 51

3. Deskripsi Normal Gain Eksperimen dan Kontrol ... 52

B. Analisis Data ... 53

1. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 53

2. Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 53

3. Uji Hipotesis ... 54

a. Hipotesis Hasil Pretest Eksperimen dan Kontrol... 54

b. Hipotesis Hasil Posttest Eksperimen dan Kontrol ... 56

c. Uji Normal Gain Eksperimen dan Kontrol ... 57

C. Interpretasi Hasil Penellitian ... 57

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nonrandomized Control Group Pretest Posttest Design...34

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 38

Tabel 3.3 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 40

Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Kesukaran ... 41

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda Instrumen ... 42

Tabel 3.6 Kriteria N- Gain ... ... .47

Tabel 4.1 Kategorisasi N-Gain Kelompok Kontroldan Eksperimen ... 52

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Kai kuadrat ... 53

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Posttest ... 54

Tabel 4.4 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Pretest ... 55

Tabel 4.5 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Posttest ... 56


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 33

Gambar 3.2 Tahapan dalam Prosedur Penelitian ... 37

Gambar 4.1 Diagram Batang Nilai Rata-Rata Pretest Kedua Kelompok ... 49


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Perangkat Pembelajaran ... 64

Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 64

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 80

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 93

Lampiran B Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitiaan ... 104

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 104

Lampiran B.2 Analisis Butir Soal Instrumen Tes uji validitas ... 118

Lampiran B.3 Analisis Butir Soal Instrumen Tes uji Reabilitas ... 121

Lampiran B.4 Analisis Butir Soal Instrumen Tes Taraf kesukaran ... 124

Lampiran B.5 Analisis Butir Soal Instrumen Tes Daya pembeda ... 126

Lampiran B.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 128

Lampiran B.7 Soal Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar Yang Dipakai Dalam Penelitian ... .129

Lampiran B.8 Kunci Jawaban Instrumen Tes Hasil Belajar Yang Dipakai Dalam Penelitian……….133

Lampiran C Uji Analisis Data ... 134

Lampiran C.1 Data Nilai Pretest – Posttest ... 134

Lampiran C.2 Distribusi Data Skor Pretest Kelas Eksperimen... 135

Lampiran C.3 Distribusi Data Skor Pretest Kelas Kontrol ... 141

Lampiran C.4 Distribusi Data Skor Posttest Kelas Eksperimen ... 147

Lampiran C.5 Distribusi Data Skor Posttest Kelas Kontrol ... 153

Lampiran C.6 Uji Homogenitas ... 159

Lampiran C.7 Uji Hipotesis ... 163

Lampiran C.8 Uji N- Gain kelas kontrol ... 169

Lampiran C.9 Uji N-Gain kelas eksperimen ... 171


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan karena untuk menghadapi tantangan dunia pada era globalisasi yang penuh dengan persaingan. Tidak menutup kemungkinan bila sebuah negara tidak mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi akan tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Rendahnya kualitas SDM dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan dapat diartikan sebagai kurang berhasilnya suatu proses belajar mengajar di suatu lingkungan pendidikan tersebut. Penyebabnya adalah proses pembelajaran yang tidak berlangsung dengan baik.

Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta- fakta yang harus dihapal yang menjadikan siswa tidak mengetahui konsep yang mereka pelajari dalam proses belajar mengajar. Selain itu kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, yang selajutnya akan membentuk siswa menjadi obyek dan pendengar setia di dalam kelas yang mengakibatkan siswa tidak mampu mengembangkan potensi, bakat serta kemampuannya dalam diri mereka.1 Kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar bagi guru dalam menjalankan proses belajar mengajar. Sehingga menjadikan siswa jenuh dan tidak adanya motivasi dalam belajar di kelas. Proses belajar mengajar inilah yang berlangsung terus menerus dalam sistem pembelajaran yang pada akhirnya menjadikan hasil belajar siswa terus menurun. Khususnya dalam pelajaran IPA yang membutuhkan banyak penalaran konsep dan pengalaman juga keterlibatan siswa dalam belajar.

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

1

Direktorat tenaga kependidikan ,Pembelajaran Kontekstual disajikan dalam materi pelatihan dan penguatan pengawas sekolah, 2010, h.2


(16)

berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi merupakan proses penemuan.2 Melalui proses pembelajaran IPA diharapkan siswa memahami fenomena yang terjadi di alam sekitar, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu produk yang bermanfaat. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkankompetensi agar menjelajahi alam sekitar secara alamiah.3

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mengkaji tentang berbagai fenomena alam dan memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan sains dan teknologi dan konsep hidup yang harmonis dengan alam.4

Sampai saat ini setiap belajar IPA fisika, dalam benak siswa pasti yang akan dipelajari adalah rumus-rumus rumit serta hitungan sulit yang memusingkan kepala. Hal ini menjadi momok menakutkan yang selalu menghantui setiap siswa pada pelajaran fisika. Akhirnya itu berdampak besar bagi hasil belajar siswa. Untuk itu perlu ditanamkan kepada siswa bahwa penekanan dalam belajar IPA fisika adalah memahami konsep, sedangkan rumus adalah penurunan dari konsep tersebut. Oleh karena itu guru-guru fisika perlu memiliki strategi dan penguasaan yang baik tentang berbagai metode dan pendekatan dalam proses pembelajaran fisika.

Dalam proses belajar fisika contohnya dalam konsep bunyi, dimana meteri tersebut seharusnya dilakukan percobaan untuk membuktikan konsepsi awal siswa yang mereka telah temukan dalam kehidupan sehari-hari, bukan dengan menghapal perangkat fakta-fakta yang mengakibatkan siswa kurang memahami konsep dalam pembelajaran fisika. Selain itu konsep bunyi juga banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat membangun pemahaman siswa melalui pengalaman mereka. Untuk dapat menggali potensi penalaran siswa seorang guru membutuhkan sebuah metode dan pendekatan yang mengantarkan siswa memperoleh hasil yang maksimal dalam proses belajar mengajar.

Untuk itu diperlukan strategi belajar “baru” yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksikan

2Ahmad suganda, Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar”, dalam

Modul pembelajara Telaah Kurikulum,H.1

3

Ibid.,h.1

4


(17)

pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui landasan filosofi kontruktivisme, CTL siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan “menghapal”. Contekstual Teaching and Learning ini berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Peserta didik ditempatkan sebagai subyek belajar yang memiliki karakteristik, gaya belajar dan minat terhadap berbagai hal yang apaila digali potensinya akan dapet berkembang kreatif dan inovatif.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), merupakan pendekatan belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 5 Dengan konsep itu belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status mereka, dan bagaimana mencapainya. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti.

Dalam pendekatan Contekstual Teaching and Learning siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran karena siswa diberikan kesempatan berpikir aktif dan berpartisipasi dalam mengembangkan penalarannya terhadap materi yang sedang dihadapinya. Dengan demikian pendekatan Contekstual Teaching and Learning ini diharapkan dapat memotivasi siswa dalam belajar fisika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran fisika untuk itu pulalah penulis melakukan penelitian dengan judul:

“PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA KONSEP BUNYI”

B. Identifikasi Masalah

5

Agus Suprijono, CoopertiveLearningTeori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), h. 79-80


(18)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam hal ini penulis mangidentifikasi masalah sabagai berikut:

1. Ketakutan siswa terhadap pelajaran fisika yang menyebabkan kurangnya motivasi siswa belajar fisika.

2. Umumnya siswa cenderung hanya menghafal tanpa memahami konsep fisika itu sendiri

3. Dalam proses belajar mengajar siswa tidak ikut serta secara aktif melalui pemahaman mereka.

C.Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan masalah dalam penelitian ini maka dibuat pambatasan masalah sebagai berikut:

1. Contekstual Teaching and Learning meliputi 7 komponen yaitu konstruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan Authentic Assesment.

2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen.

3. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif yang di ukur adalah jenjang berpikir ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), dan analisis (C4)

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana pengaruh pendekatan Contekstual Teaching and Learning terhadap hasil

belajar siswa pada konsep Bunyi?” E.Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan Contekstual Teaching and Learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep Bunyi.


(19)

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa : Memberikan pengalaman belajar bermakna dan berkesan

2. Bagi guru : memberikan informasi dan memberikan masukan sebagai alternatif kegiatan yang menekankan pada pendekatan CTL

3. Bagi peneliti : meningkatkan kekayaan intelektual tentang strategi yang digunakan dalam pembelajaran fisika khususnya pendekatan CTL dan memberikan pengalaman meneliti


(20)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

1. Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Landasan Filosofis CTL

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi harus merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya6. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

sendiri. Pengetahuan bukanlah hasil dari “pemberian” dari orang lain seperti guru ,

tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu7. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan-aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengertahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya.

Menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menyadari dan menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru

6

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:Bumi Aksara, 2007), cet.2, h.41

7

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta::Kencana,2010), cet 7,h257


(21)

dapat menjadi anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut8.

b. Pengertian CTL

CTL adalah singkatan dari Contextual Teaching and learning. Konteks berasal dari kata kerja latin contexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata

konteks merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan” yang

berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya (Webster’s New World Dictionary).9 Teaching adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang bertindak secara profesional; Learning adalah refleksi sistem kepribadian siswa yang menunjukkan prilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan.10 Sesuai dengan kedua definisi ini, dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti, yakni membantu siswa menemukan makna (pengetahuan). Pada dasarnya siswa memiliki responsi potensiality (potensi diri) yang bersifat kodrati. Keinginan untuk menemukan makna adalah sangat mendasar bagi manusia. Tugas utama pendidik adalah memperdayakan potensi diri ini sehingga siswa terlatih menangkap makna dan materi yang diajarkan. Ada beberapa pengertian mengenai CTL yang diberikan oleh beberapa para ahli, disini ditampilkan lima pengertian yang berbeda.

Pertama, pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara

8

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Beroriantasi Konstruktivistik (Jakarta :Prestasi Pustaka, 2007),h.13

9

Elain B. Johnson, Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung:Mizan Learning Center, 2006), h. 83

10


(22)

menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.11 Kelebihan konsep belajar ini yaitu hasil pembelajaran diharapkan alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Kedua, CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.12

Ketiga, CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.13

Keempat, pendekatan kontekstual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National school-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001). 14

Kelima, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif15

11

Agus Suprijono, CoopertiveLearningTeori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), h. 79-80

12

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), h. 255

13 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional”Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan”, (Bandung:Rosdakarya, 2005), cet 2 h. 102

14

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 101

15

Nurdin, Implementasi Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Meningkatkan Hasil Belajar, Jurnal Administrasi Pendidikan Vol. IX No. 1 (April, 2009), h. 109


(23)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, CTL menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana siswa belajar.

Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam konteks diluar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata, baik secara mandiri maupun secara kelompok.

c. Karakreristik Pembelajaran CTL

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran yang dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).


(24)

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).16

d. Manfaat CTL dalam Proses Pembelajaran

Manfaat CTL dalam proses pembelajaran, konsep akan lebih bermakna bagi siswa jika pengetahuan baru siswa diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi, berkomunikasi dengan orang lain dan menghubungkan konsep dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan tujuh komponen dalam CTL yaitu:

1) Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor tersebut sama pentingnya, dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Lebih jauh Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:

a) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. b) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu

untuk pengetahuan.

c) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

16


(25)

Asumsi itu yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman17.

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkannya18. Menemukan akan melalui proses siklus inquiry yaitu observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan. Langkah-langkah kegiatan inquiry adalah sebagai berikut:

a) Merumuskan masalah.

b) Mengamati atau melakukan observasi.

c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya.

d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.

3) Bertanya

Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, dan aspek penting dari pengetahuan.menggunakan pertanyaan dalam pembelajaran berbasis inkuiri sangatlah mendasar. Guru menggunakan pertanyaan untuk menuntun siswa berpikir dan membuat penilaian secara kontinyu terhadap pemahaman siswa. Pengetahuan yang dimiliki seseorang

selalu bermula dari “bertanya” . Pertanyaan dapat digunakan untuk berbagai

17

Wina Sanjaya,op cit, h.264 18

Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning/CTL dan penerapannya dalam KBK (Malang :2004, Universitas Negeri Malang)edisi ke 2(revisi), cet 1 , h 43


(26)

macam tujuan, berbagai macam bentuk dan berbagai macam jawaban yang ditimbulkannya19.

4) Masyarakat Belajar

Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar dapat dipaeroleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan antter mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu20. Kerja sama dapat menghilangkan hambatan mental dan cara pandang yang sempit. Jadi akan lebih mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain dan membangunpersetujuan bersama. Dengan bekerja sama, para anggota kelompok akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap anggota, mempercayai ornag lain, mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan21.

5) Pemodelan

Sebuah proses pembelajaran, keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Permodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswa belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan para siswanya untuk belajar. Permodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar22.

6) Refleksi

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas dalam konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang

19

Ibid, h. 45 20

Ibid, h.47 21

Elain B. Johnson, op cit, h. 164 22


(27)

dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

Realisasi dari refleksi dapat berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperolehnya pada hari itu, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi dan hasil karya.

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assesment)

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa23. Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama, dan menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Kerena tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian autentik mengharuskan penggunaan strategi-strategi tersebut, maka para siswa bias menunjukan penguasaannya terhadap tujuan pembelajaran dan kedalaman pemahamannya. Penilaian autentik mengajak siswa menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan bermakna24.

e. Langkah-langkah Penerapan CTL

Pembelajaran CTL, seorang guru berperan dalam memilih, menciptakan dan menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal dan psikologi untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar, siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal dengan kerangka berfikir yang dimilikinya.

Seorang guru dalam melaksanakan kegiatan CTL di kelas, harus memperhatikan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

1) Guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

23

Ibid, h.53 24


(28)

3) Guru membagi kelompok. 4) Melakukan percobaan. 5) Diskusi kelompok.

6) Hasil diskusi dipresentasikan. 7) Menerangkan konsep.

8) Menyimpulkan. 9) Penugasan.

Dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran di atas diharapkan akan lebih mempermudah dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL. 2. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan salah satu cara mengajar dengan melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian pengamatannya disampaikan di kelas dan dievaluasi oleh guru.25 Penggunaan teknik mengajar ini bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri bagaimana jawaban atas persoalan yang dihadapi dengan mengadakan percobaan sendiri, juga melatih berfikir siswa secara ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa metode eksperimen merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dengan demikian diharapkan dengan metode ini siswa akan termotivasi dan memiliki minat yang tinggi dalam belajar, sehingga diperoleh hasil belajar yang memuaskan.

Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.26 Menurut Mulyasa metode eksperimen merupakan suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan peserta didik bekerja dengan benda-benda, bahan-bahan dan peralatan laboratorium, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.27 Metode eksperimen akan berhasil digunakan untuk

25

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta, 2008), Cet 7 h. 80 26

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 84

27


(29)

mengubah pengetahuan siswa jika mereka melaksanakan tugas-tugas kecil dalam eksperimen. Banyak tugas akan membantu siswa menyusun kembali pengetahuannya dengan menghabiskan sedikit waktu dengan berinteraksi dengan alat-alat, intruksi dan cara kerja serta menghabiskan lebih banyak waktu berdiskusi dan merenung. Kegiatan eksperimen penting dilakukan secara terus menerus untuk mengembangkan pengetahuan siswa dan membandingkan apa yang mereka temukan serta mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata sehingga proses pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

Kegiatan laboratorium akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap fenomena alam, serta menantang untuk berfikir kritis dalam mencari alternatif pemecahan tersebut suatu masalah-masalah. Melatih ketekunan siswa lewat pengamatan, pengumpulan data, analisis data serta mengembangkan daya temu siswa dalam membangkitkan ide-ide, gagasan-gagasan pemikiran di dalam menginterpretasikan masalah-masalah, sehingga siswa tertantang untuk mengembangkan suatu bentuk-bentuk eksperimen baru.

Keberhasilan dalam kegiatan laboratorium akan memberikan perasaan senang secara intrinsik, yang pada akhirnya akan meningkatkan minat belajar siswa. Peningkatan minat belajar siswa dan sikap ilmiah akan bermuara pada peningkatan proses belajar dan kebermaknaan hasil belajar siswa. Metode eksperimen merupakan metode pembelajaran yang berupaya mengaktifkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif (keterampilan berfikir) siswa akan berkembang jika guru mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk belajar melalui kegiatan yang direncanakan. Sementara aspek afektif biasanya dihubungkan dengan percaya diri siswa. Percaya diri akan timbul sedikit demi sedikit karena lingkungan setempat. Artinya karena dalam metode eksperimen pembelajaran terpusat pada siswa dan siswa akan banyak aktif sehingga mereka merasa bahwa mereka bisa dan bisa. Sedangkan aspek psikomotor yaitu menjadikan siswa terampil dalam penggunaan alat, bahan serta penyusunan alat. Dengan demikian diharapkan hasil belajar akan lebih bermakna karena mengaktifkan berbagai aspek yang ada.


(30)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan eksperimen adalah sebagai berikut:

a) Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan dan peralatan yang akan digunakan. b) Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen.

c) Sebelum diadakan eksperimen siswa terlebih dahulu diberikan penjelasan dan petunjuk-petunjuk seperlunya.

d) Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu mengerjakan percobaan-percobaan yang telah direncanakan dan bila hasilnya belum memuaskan dapat dilakukan eksperimen ulangan untuk membuktikan kebenarannya.

e) Setiap kelompok atau individu dapat melaporkan hasil percobaannya secara tertulis.28

Agar penggunaan teknik eksperimen itu efisien dan efektif, pelaksana perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Dalam ekperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.

b) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.

c) Siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu.

d) Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu. e) Perlu dimengerti juga bahwa tidak semua masalah bisa dieksperimenkan,

seperti masalah yang mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu

28


(31)

alat, sehingga masalah itu tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.29

Prosedur pelaksanaan metode ekperimen atau langkah-langkah yang perlu dipersiapkan guru dalam menggunakan metode eksperimen adalah sebagai berikut:

a) Tetapkan tujuan eksperimen.

b) Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan. c) Persiapkan tempat eksperimen.

d) Pertimbangkan jumlah peserta didik sesuai dengan alat–alat yang tersedia. e) Perhatikan keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau

menghindarkan resiko yang merugikan atau berbahaya.

f) Perhatikan disiplin atau tata tertib, terutama dalam menjaga peralatan dan bahan yang akan digunakan.

g) Berikan penjelasan tentang apa yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk yang dilarang dan yang membahayakan.30

b. Kelebihan dan kelemahan metode eksperimen

Metode eksperimen mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:

1) Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.

2) Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris (menjelajahi) tentang sains dan teknologi; suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuan.

3) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya, yang diharapkan dapat membawa manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.

29

Roetiyah N.K, op.cit h. 80 30


(32)

4) Hasil-hasil percobaan yang berharga yang ditemukan dari metode ini dapat memanfaatkan alam yang kaya ini untuk kemakmuran manusia.31

Selain mempunyai kelebihan, metode mengajar dengan eksperimen juga mempunyai kelemahan, antara lain:

1) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang sains dan teknologi.

2) Pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal.

3) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.

4) Hasil percobaan hanyalah usaha untuk mendekati kebenaran, bukanlah berupa kebenaran mutlak.

5) Dalam kehidupan tidak semua hal dapat dijadikan materi percobaan dan harus dicobakan. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan terbatasnya biaya, fasilitas, waktu atau karena merupakan sesuatu yang perlu diterima secara langsung kebenarannya karena menyangkut nilai, moral dan keagamaan atau ketuhanan.

6) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian.

7) Sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan dan bahan mutakhir. Sering terjadi siswa lebih dahulu mengenal dan menggunakan alat dan bahan tertentu daripada guru.32

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan berproses yang merupakan unsusr yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil arau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat

31

S Syaiful Bahri Djamarah, et all, op. cit, h. 84-85 32


(33)

bergantung pana proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumahatau keluarganya sendiri. 33 Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.34 Salah satu ciri bahwa seseorang dikatakan sudah atau telah belajar ialah adanya suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang tersebut. Perubahan itu menyangkut perubahan dalam pengetahuan dan keterampilan atau juga perubahan dalam sikap.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.35 Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.36 Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Definisi dari belajar di atas mengandung pengertian bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang secara keseluruhan atas apa yang didapat dari suatu pengalamannya baik dari suatu penglihatan, pengamatan ataupun meniru dari seseorang yang ia anggap paling baik.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan serangkaian kegiatan dalam mencapai perubahan tingkah laku, pengetahuan,

33

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta:Kisi Brother’s,

2006), h. 76 34

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 10-11

35

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke 4, h. 2

36


(34)

kepribadian, keterampilan yang diakibatkan oleh terjadinya interaksi antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan kelompok dan seseorang dengan lingkungannya sebagai hasil dari pengalaman.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: faktor yang datangnya dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang datangnya dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut: 1) Faktor jasmani (fisiologis), baik yang bersifat bawaan ataupun yang

diperolehnya, contohnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan lain sebagainya.

2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperolehnya. Faktor ini terdiri atas faktor:

a)Faktor intelektif yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan, bakat dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dan pernah dimiliki.

b)Faktor non intelektif adalah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosional dan penyesuaian diri. 3) Faktor kematangan fisik maupun psikis

Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a) Faktor sosial yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.

b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim. d) Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.

Faktor-faktor tersebut di atas saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar siswa.37

37


(35)

c. Hasil Belajar sebagai Objek Penilaian

Proses belajar mengajar terdiri dari empat unsur utama yakni tujuan, bahan, metode dan alat penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dalam kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

d. Pengukuran Hasil Belajar 1. Pengukuran Ranah Kognitif

Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagi konsep fungsi dan prinsip utama. Konsep kunci dan


(36)

prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hapalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental. Pada ranah ini terdapat enam jenjang berpikir mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan (knowledge), (2) pengetahuan (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis) dan (5) evaluasi (evaluation). Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom menjadi: (1) Remember, (2) understand, (3) apply, (4) analyze, (5) evaluate, dan (6) create.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk dikategorikan lebih terinci secara hierarkis kedalam enam jenjang kemampuan yakni hapalan/ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintetis (C5) dan evaluasi (C6).38

2. Pengukuran Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang yang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kogntif semata-mata. Tipe belajar hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama, demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.

38

Ahmad Sofyan, et all., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h 15


(37)

Ranah afektif ini dirinci oleh Kathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian atau penerimaan (receiving), (2) tanggapan (responding), (3) penilaian atau penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian (organization) dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization by a value or vale complex). Tujuan-tujuan instruksional yang termasuk domain afektif diklasifikasikan oleh David Kathwohl ke dalam jenjang secara hierarkis, yaitu: "Receiving" meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. "Responding" meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. "Valuing" meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. "Organization" meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. "Characterization" mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi.39

Kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu:

a) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dll. Tipe ini contohnya kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

39


(38)

d) Organisasi, yakni pengembangaan diri dari nilai ke dalam suatu sistem dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.40

Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan internalisasi nilai. 3. Pengukuran Ranah Psikomotor

Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah ssiswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.41

Proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe belajar hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tak perlu lagi diberikan penilaian. Tipe hasil belajar ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan

40

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h 30

41


(39)

bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu secara garis besarnya berasal dari faktor internal (diri siswa sendiri) dan eksternal (dari luar siswa sendiri). Adapun faktor yang datang dari diri sendiri bisa diakibatkan oleh kemampuan dan keinginan yang kurang atau boleh dibilang mempunyai IQ yang pas-pasan sehingga dapat menyebabkan penurunan dalam belajarnya. Sedangkan faktor yang dari luar diri siswa yaitu bisa disebabkan oleh keadaan keluarganya ataupun lingkungannya yang kurang mendukung dalam proses belajarnya.

4. BUNYI

Bunyi termasuk salah satu jenis gelombang yang dapat dirasakan oleh indra pendengaran. Benda yang bergetar menimbulkan bunyi. Benda tersebut dinamakan sumber bunyi. Sumber bunyi yang bergetar akan menggetarkan molekul-molekul udara yang ada disekitarnya. Selanjutnya, molekul-molekul udara yang bergetar akan menjalarkan getarannya ke molekul-molekul udara di dekatnya. Demikian seterusnya, sampai molekul-molekul udara yang ada di sekitar telinga kita ikut bergetar sehingga kita dapat mendengar bunyi.

Bunyi memiliki cepat rambat yang bergantung pada mediumnya. Makin tinggi suhu suatu medium,pada umumnya makin besar cepat rambat bunyi pada medium tersebut. Hal ini dikarenakan makin tinggi suhu, makin cepat getaran partikel-partikel dalam medium tersebut. Akibatnya proses perpindahan makin cepat. Selain itu, makin keras medium umumnya makin besar cepat rambat bunyi dalam medium tersebut.penyebabnya adalah makin kera medium maka makin kuat gaya kohesi antar partikel.

Bunyi yang ditimbulkan oleh benda bergetar akan mengeluarkan bunyi pada frekuensi tertentu. Bunyi yang kita dengar umumnya gabungan dari berbagai macam frekuensi. Frekuensi yang dihasilkan oleh sumber bunyi berlainan. Ada


(40)

sumber bunyi yang menghasilkan frekuensi yang tinggi juga ada yang menghasilkan frekuensi yang rendah.

Telinga manusia normal umumnya hanya dapat mendengar bunyi dengan frekuensi antara 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bunyi yang berada dalam daerah jangkauan tersebut disebut bunyi audiosonik. Selain itu ada jenis bunyi infrasonik yaitu bunyi dengan jangkauan frekuensi dibawah 20 Hz. Bunyi infrasonik banyak dihasilkan oleh benda-benda yang berukuran besar seperti gempa bumi. Bunyi yang frekuensinya diatas 20.000 Hz dinamakan bunyi ultrasonik. Bunyi jenis ini dapat di dengar oleh hewan contohnya kelelawar.

Untuk frekuensi yang sama, ada bunyi yang terdengar keras dan ada yang terdengar lemah. Kuat dan lemahnya bunyi ini bergantuk pada amlitudo atau simpangan gelombang. Makin besar amplitude bunyi maka makin kuat bunyi tersebut.

Gelombang bunyi dapat mengalami pemantulan yaitu gema dan gaung. Gema adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli sedangkan gaung adalah bunyi pantulan yang sebagian terdengar bersamaan dengan bunyi asli sehingga bunyi asli menjadi tidak jelas.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Kana Hidayah Sadono dalam hasil penelitiannya yang berjudul

“Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Pada Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Statistik Dan Statistika Di Sma Muhammadiyah I Yogyakarta” dalam jurnal penelitian BAPEDA kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Matematika SMA pokok bahasan Statistik dan Statistika berdasarkan KBK dengan pendekatan CTL lebih efektif dari segi waktu maupun ketercapaian kompetensi siswa, bermakna, dan disukai para siswa. Dari hasil belajar yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan antar siklus untuk aspek kognitif sebesar 3,29% dan aspek afektif sebesar 2,22% untuk kriteria A (baik) yang disertai penurunan sebesar 2,22% untuk kriteria B (cukup). Sedangkan pada aspek psikomotorik, terjadi penurunan sebesar 2,23% untuk kriteria A


(41)

(baik) dengan disertai kenaikan sebesar 2,23% untuk kriteria B (cukup). Selain itu, khusus aspek kognitif, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan rata-rata nilai sebesar 14,73 dibandingkan tahun pelajaran 2002/2003 dan sebesar 10,68 dibandingkan tahun pelajaran 2003/2004. Pada pembelajaran ini siswa sangat berminat, sifat individual dan sosial seimbang, kreativitas siswa tersalurkan dengan baik, guru dan siswa sama-sama aktif dan kreatif, dan lebih bermakna. Respons siswa sangat positif dan mengharapkan digunakannya model ini untuk kegiatan pembelajaran selanjutnya.42

Ika Nurul Fattakhul Janah dalam penelitiannya yang berjudul “ upaya meningkatkan hasil belajar fisika materi pokok kalor denga pendekatan CTL (Cintekstual Teaching and Learning) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tulis tahun pelajaran 2005/2006”. Mahasiswi jurusan fisika Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitian ini diperoleh pada siklus I rata-rata niLai tes siswa 66,88 dan ketuntasan belajar klasikal 85%, siklus II nilai rata-rata siswa76,88 dengan ketintasan klasikal 90%. Hasil belajar efektif siswa pada siklus I secara klasikal mencapai ketuntasan 97,5%, pada siklus II seluruh siswa telah mencapai ketuntasan dan dinyatakan tuntas 100%. Hasil elajar psikomotorik pada siklus I siswa secara klasikal mencapai ketuntasan 72,5%. Pada siklis II 77,5%. Hasil analisis kuasioner siswa rerata skor kelas pada siklus I sebesar 37,98, tergolong positif/tinggi dan pada siklus II, rerata skor kelas sebesar 38,33, tergolong sangat positif/sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa materi pokok kalor pada kelas VIII E SMPN I Tulis. 43

Penelitian Farida (2009) yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Hasil Belajar pada Konsep Pencemaran Lingkungan Bernuansa Nilai” hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa rata-rata posttest kelas eksperimen adalah sebesar 75,12 dan kelas kontrol adalah 60,05 serta hasil uji t diperoleh thit 5,43 dan ttab sebesar 1,91, maka dapat

42

Kana Hidayah Sadono, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Pada Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Statistik Dan Statistika Di Sma Muhammadiyah I Yogyakarta.(jurnal penelitian BAPEDA kota Yogyakarta)

43

Fattkhul jannah,upaya peningkatan hasil belajar fisika materi pokok kalor dengan pendekatan Contekstual teaching and Learning pada siswa kelas VII SMP Negri 1 tulis, (skripsi UNS, Semarang, 2006 )


(42)

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh hasil biologi siswa yang diajar dengan CTL dengan siswa yang diajar dengan konvensional.44

Penelitian Rahmawati (2009) yang berjudul “ Efektifitas Pembelajaran dengan

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Pengelolaan Lingkungan Terintegrasi Nilai. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar kelas eksperimen sebesar 57% dan kelas control sebesar 45%. Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan, hal ini menunjukkan kelas eksperimen lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan kelas kontrol. Hal ini didukung dengan hasil perhitungan uji-t yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. 45

Bettye P. Smith dalam jurnal penelitiannya yang berhudul “contextual teaching and learning practices in the family and consumer sciences curriculum”. Penelitian yang dilakukan melalui survey pada guru di Georgia .Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran kontekstual dan praktek belajar berlangsung secara teratur . hal ini terutama terjadi pada siswa yang terlibat aktif dalam praktek-praktek, pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupa nyata, dan belajar satu sama lain.46

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting, karena dengan pendidikan manusia bisa mendapat ilmu pengetahuan, mendapatkan tata cara bersosialisasi sehingga ia dapat mempelajari misteri-misteri yang terjadi di alam dan meningkatkan kualitas hidupnya sejajar dengan manusia lainnya di dunia.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

44

Ida Farida, Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Hasil Belajar pada Konsep Pencemaran LingkunganBernuansaNilai, (Skripsi UIN Jakarta, 2009)

45

Lina Rahmawati, Efektifitas Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Pengelolaan Lingkungan Terintegrasi Nilai,

(Skripsi UIN Jakarta, 2009)

46

Bettye P. Smith “contextual teaching and learning practices in the family and consumer sciences curriculum”. (Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006)


(43)

dalam interaksi dengan lingkungannya. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ada dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada pada dalam diri siswa dan faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar diri siswa. Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran adalah hal yang paling utama dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar.

Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka, sedangkan Metode eksperimen merupakan salah satu cara mengajar dengan melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian pengamatannya disampaikan di kelas dan dievaluasi oleh guru.

Seorang siswa apabila terlibat secara aktif di dalam proses pembelajaran, maka hal tersebut akan menambah wawasan dan pengetahuan pada diri siswa tentang materi yang dipelajari, selain itu siswa bisa menghubungkan antara materi yang telah dipelajari dengan melakukan eksperimen. Apabila pada diri siswa sudah paham dan mengerti tentang konsep materi yang akan dipelajari maka hal tersebut bisa meningkatkan hasil belajarnya.


(44)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini sampai terbukti kebenarannya melalui data yang telah terkumpul dan telah diuji.

Contekstual Teaching and Learning (CTL) berpengaruh pada hasil belajar fisika siswa SMP pada konsep bunyi.

Belajar

Faktor Internal

Melakukan Eksperimen

Hasil Belajar Penerimaan dan

Penguasaan Konsep

Meningkatkan Keterlibatan Siswa

Menghubungkan Pikiran dan

Tindakan

Mengaktifkan Siswa

Faktor Eksternal

CTL Melalui Metode Eksperimen


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan dan akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2010/2011 pada bulan Januari.

B. Metode Penelitian

. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu. Metode eksperimen semu berbeda dengan eksperimen sejati, penempatan subjek pada kelompok yang dibandingan dalam metode eksperimen semu tidak dilakukan secara acak. Pada metode eksperimen semu, individu subjek sudah berada dalam kelompok yang dibandingkan sebelum adanya penelitian yang tidak dimaksudkan untuk tujuan eksperimen, misalnya siswa yang berada dalam kelas.47

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu Nonrandomized Control Group Pretest-Postest Design, dimana dalam rancangan ini dilibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian ini terlihat pada tabel berikut:48

Tabel 3.1

Nonrandomized Control Group Pretest Posttest Design

Kelompok Tes Awal Perlakuan (X) Tes Akhir

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

47

Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), h. 117.

48


(46)

keterangan:

O1: Pretest yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan

X1: Perlakuan berupa Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui metode eksperimen

X2: Perlakuan berupa metode Demonstrasi

O2: Posttest yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan

D. Populasi dan Sampel penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.49 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.50 Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP yang terdiri dari dua kelas yang masing-masing berjumlah 30 orang.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan atau purposive sample yang dilakukan dengan cara mengambil subjek tidak didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. 51

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Tahap persiapan sebelum penelitian

49

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), h. 130

50

Suharsimi Arikunto, Ibid h. 131 51


(47)

Langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian adalah pengurusan surat ijin penelitian dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, langkah selanjutnya meliputi:

a) Menetapkan materi dan alokasi waktu

b) Menyusun RPP sesuai dengan pokok materi yang telah ditentukan c) Menyusun instrumen penelitian

d) Melakukan koordinasi dengan pihak sekolah yang akan diteliti e) Menentukan sampel penelitian.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian merupakan tahap yang kedua setelah tahap persiapan, tahap pelaksanaan meliputi:

a) Menguji coba instrumen penelitian

b) Mengolah dan menganalisis data uji coba instrumen

c) Memberi pretest pada kelas yang telah ditentukan sampelnya, yaitu sampel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

d) Menyampaikan pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching Learning pada kelas eksperimen

e) Memberikan posttest untuk kedua kelompok. 3. Tahap penyelesaian penelitian

Tahap penyelesaian penelitian merupakan tahap terakhir, tahap ini meliputi: a) Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian

b) Menguji hipotesis penelitian.

Langkah-langkah pada setiap tahap dalam prosedur penelitian dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut ini:


(48)

Gambar 3.1. Tahap dalam Prosedur Penelitian

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar fisika siswa yang berupa tes pencapaian (achievement test) terdiri dari tes obyektif bentuk pilihan ganda

Tahap Persiapan Sebelum Penelitian

Survei tempat penelitian dan uji coba instrumen

Penyusunan instrumen penelitian dan RPP

Uji coba instumen

Analisis data hasil uji coba instrumen Tahap Persiapan Sebelum

Penelitian

Tes awal (pretest)

Kegiatan belajar mengajar

Tes akhir (posttest)

Tahap akhir penelitian

KBM kelas eksperimen dengan pendekatan CTL

metode eksperimen

KBM kelas kontrol Secara konvensional

Analisis data hasil penelitian


(49)

sebanyak 40 soal, dengan penskoran jika benar diberi skor 1 dan jika salah diberi skor 0. Tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen sama dengan tes yang diberikan kepada kelompok kontrol. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif yang meliputi pengetahuan atau ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3), dan analisis (C4).

Sebelum dibuat instrumen, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal untuk menentukan ruang lingkup dan tekanan tes yang setepat-tepatnya sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal.52

Sebelum digunakan untuk penelitian instrumen, instrumen terdiri dari 40 soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan kepada siswa di kelas lain yang tidak termasuk kelompok kontrol ataupun kelompok eksperimen guna mengukur validitas dan reliabilitas.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kompetensi

Dasar

Indikator Pembelajaran

Aspek Kognitif

Soal

C1 C2 C3 C4

Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari Membedakan infrasonik, audiosonik dan ultrasonik 1*, 2, 3 5*, 6*, 7*, 9, 12*

8*, 10 11*, 23 12 Memaparkan karakteristik gelombang bunyi dan gejala resonansi 4, 13, 14*, 15* 16*, 18*, 19,24 17*, 20*, 21, 22*, 25*, 26 15 Memberikan contoh 27*, 28,

33*, 30,

32*, 31*, 36, 14 52

Safari, Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penelitian Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Depdiknas, 2004), h.23.


(50)

pemantulan dan dampak pemantulan dalam kehidupan sehari-hari

29* 34*,

35*

37, 38*, 39*, 40 *

∑ Soal 10 10 10 10 40

Presentase Soal 25% 25% 25% 25% 100%

Keterangan:*soal yang digunakan dalam penelitian H. Uji Coba Instrumen Penelitian

Sejumlah tes dikatakan baik sebagai alat ukur jika memenuhi prasyarat tes yaitu memiliki validitas dan reabilitas yang baik. Dalam penelitian ini pengujian validitas yang digunakan adalah validitas isi, sebuah tes dikatakan validitas isi apabila tes tersebut mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi dan isi pelajaran yang diberikan.

1. Uji validitas butir soal

Pengujian validitas butir soal dengan menggunakan korelasi point biserial

keterangan:

phi

= koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

    ruhsiswa jumlahselu nar iswayangbe banyaknyas p

q = proporsi siswa yang menjawab salah

q p t t p S M M pbi  


(51)

(q = 1 - p)53 2. Uji Reliabilitas

Perhitungan reabilitas menggunakan korelasi product Moment yaitu sebagai berikut:

Interpretasi mengenai derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh digunakan tabel 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3

Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen

Interval Koefisien Kriteria

0,00-0,199 sangat rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat kuat54

3. Taraf kesukaran

Pengujian terhadap derajat kesukaran tiap soal menggunakan rumus:

s

J

   keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar Js = jumlah seluruh siswa peserta tes55

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

53

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) h. 79 54

Sugiono, Statistika untuk penelitian, (Bandung:CV alfabeta,2008)h.228 55


(1)

 

9017

,

0

)

3916

,

0

(

)

30

,

2

(

)

6749

,

111

0666

,

112

(

)

30

,

2

(

10

ln

2 2 2

2 2

x

x

dkxLogSi

B

7. Menentukan nilai X2tabel titik kritis

2tabel untuk (dk) = k-1 = 2-1 = 1 dengan α = 0,05

maka didapat

2tabel = 3,8414

Dari penghitungan didapat:

hitung

2

= 0,9017 dan

2tabel = 3,841

Ternyata,

2hitung <

2tabel atau 0,9017 < 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa kedua


(2)

Lampiran C.8

UJI NORMAL GAIN

pretest skor

ideal skor

pretest skor

posttest skor

Gain N

  

Eksperimen

No Pretest Posstest N-Gain Kategori

1 28 76 0.67 sedang

2 20 72 0.65 sedang

3 24 80 0.74 tinggi

4 44 72 0.50 sedang

5 32 64 0.47 sedang

6 24 60 0.47 sedang

7 24 80 0.74 tinggi

8 28 76 0.67 sedang

9 28 64 0.50 sedang

10 32 56 0.35 sedang

11 44 80 0.64 sedang

12 36 76 0.63 sedang

13 36 80 0.69 sedang

14 32 80 0.71 tinggi

15 32 60 0.41 sedang

16 32 52 0.29 rendah

17 44 80 0.64 sedang

18 44 56 0.21 rendah

19 28 80 0.72 tinggi

20 24 72 0.63 sedang

21 36 64 0.44 sedang

22 40 60 0.33 sedang

23 40 76 0.60 sedang

24 44 60 0.29 rendah

25 44 64 0.36 sedang

26 44 76 0.57 sedang

27 16 72 0.67 sedang

28 28 64 0.50 sedang

29 24 76 0.68 sedang

30 32 68 0.53 sedang

Skor Terbesar = 0,74 Skor Terkecil = 0,21

Rentang (R) = Skor Terbesar – Skor Terkecil = 0,74 – 0,21


(3)

Banyak Kelas (BK) = 1 + 3,3 Log 30 = 1 + 3,3 (1,47) = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6

Panjang Kelas (i) = 0,08

6 53 , 0

BK R

Tabel Distribusi Frekuensi Kelas

f

Nilai Tengah

(xi) f.xi f.xi2

0,20-0,29 3 0.245

0.735

0.1800 8

0,30-0,39 3 0.345

1.035

0.3570 8

0,40-0,49 4 0.445 1.78 0.7921

0,50-0,59 5 0.545

2.725

1.4851 3

0,60-0,69 10 0.645

6.45

4.1602 5

0,70-0,79 5 0.745

3.725

2.7751 3

Jumlah (∑) 30 2.97

16.45

9.7497 5 a. Rata-Rata (x)

54 , 0 30

45 , 16

 

n fx

x i (termasuk kategori sedang)

b. Simpangan Standar (Standar Deviasi)

158 , 0 025 , 0 29

729 , 0 1

30 30

45 , 16 749 , 9 1

2 2

2

 

 

 

  

fi fi fixi fixi

S


(4)

Lampiran C.9

UJI NORMAL GAIN

pretest skor

ideal skor

pretest skor

posttest skor

Gain N

  

Eksperimen

No Pretest Posstest N-Gain Kategori

1 32 64 0.47 sedang

2 16 64 0.57 sedang

3 20 80 0.75 tinggi

4 32 92 0.88 tinggi

5 20 80 0.75 tinggi

6 28 88 0.83 tinggi

7 20 80 0.75 tinggi

8 24 88 0.84 tinggi

9 16 80 0.76 tinggi

10 20 80 0.75 tinggi

11 12 76 0.73 tinggi

12 40 72 0.53 sedang

13 44 76 0.57 sedang

14 40 88 0.80 tinggi

15 32 80 0.71 tinggi

16 40 88 0.80 tinggi

17 44 92 0.86 tinggi

18 36 84 0.75 tinggi

19 40 92 0.87 tinggi

20 40 68 0.47 sedang

21 44 92 0.86 tinggi

22 32 92 0.88 tinggi

23 36 68 0.50 sedang

24 44 92 0.86 tinggi

25 40 68 0.47 sedang

26 32 68 0.53 sedang

27 24 72 0.63 sedang

28 44 84 0.71 tinggi

29 28 60 0.44 sedang

30 44 92 0.86 tinggi

Skor Terbesar = 0,88 Skor Terkecil = 0,44


(5)

= 0,88 – 0,44 = 0,44

Banyak Kelas (BK) = 1 + 3,3 Log 30 = 1 + 3,3 (1,47) = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6

Panjang Kelas (i) = 0,07

6 44 , 0

BK R

Tabel Distribusi Frekuensi Kelas

f

Nilai

Tengah (xi) f.xi f.xi2

0,31-0,40 0 0.355 0 0

0,41-0,50 5 0.455 2.275 1.03513

0,51-0,60 4 0.555 2.22 1.2321

0,61-0,70 1 0.655 0.655 0.42903

0,71-0,80 11 0.755 8.305 6.27028

0,81-0,90 9 0.855 7.695 6.57923

Jumlah (∑) 30 3.63 21.15 15.5458 c. Rata-Rata (x)

71 , 0 30

15 , 21

 

n fx

x i (termasuk kategori tinggi)

d. Simpangan Standar (Standar Deviasi)

 

15 , 0 022 , 0 29

635 , 0 1

30 30 21 335 , 15 1

2 2

2

 

 

 

  

fi fi fixi fixi

S


(6)

Lampiran C.10 Uji-t

2 1

2 1

1 1

n n S

x x t

g

 

Dimana :

2 1 1

2 1

2 2 2 2 1 1

 

  

n n

S n S n Sg

15 , 0 024 , 0 58

392 , 1 2

30 30

025 , 0 1 30 023 , 0 1

30

 

   

 

g

S

Sehingga:

2 , 4 25 , 0 15 , 0

16 , 0 30

1 30

1 55 , 0 71 ,

0

    

g

S t

ttabel untuk (dk) = (n1-1) + (n2-1) = 58 dengan α = 0,05 didapat ttabel = 1,982

Dari hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa thitung sebesar 4,2 dan ttabel =

1,982. Ternyata memenuhi kriteria pengujian ttabel < thitung atau 1,982 < 4,2. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara normal gain kelompok eksperimen dengan normal gain kelompok kontrol.


Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

1 33 61

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Peningkatan hasil belajar siswa pada konsep sumber energi gerak melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL): penelitian tindakan kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok

2 3 135

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Pengaruh penggunaan metode CTL (Contextual Teaching And Learning) terhadap hasil belajar siswa pada konsep gerak dan energi

1 21 183

Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid

0 7 173

Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid

0 10 0

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141