KEBERHASILAN CABANG OLAHRAGA YANG MEMBUAT PROGRAM LATIHAN DAN YANG TIDAK MEMBUAT PROGRAM LATIHAN TERHADAP HASIL TES KEMAMPUAN FISIK ATLET PELATKAB KARAWANG MENUJU PORDA 2014.

(1)

KEBERHASILAN CABANG OLAHRAGA YANG MEMBUAT PROGRAM LATIHAN DAN YANG TIDAK MEMBUAT PROGRAM

LATIHAN TERHADAP HASIL TES KEMAMPUAN FISIK ATLET PELATKAB KARAWANG MENUJU PORDA 2014

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Olahraga

Oleh

MAYLANA SUDHARMA NIM 0907822

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh Tim pembimbing

PEMBIMBING I,

Dr. Dikdik Zafar Sidik, M.Pd NIP. 196812181994021001

PEMBIMBING II,

Prof. Dr. H. JS. Husdarta, M.Pd NIP. 194506121973031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga, Sekolah Pascasarjana UPI

Prof. Dr. H. Adang Suherman, M.A NIP. 196306181988031002


(3)

ABSTRAK

Maylana Sudharma. (2013). Keberhasilan Cabang Olahraga Yang Membuat

Program Latihan dan Yang Tidak Membuat Program Latihan Terhadap Hasil Tes Kemampuan Fisik Atlet Pelatkab Karawang Menuju PORDA 2014. Program

Studi Pendidikan Olahraga - Sekolah Pascasarjana - Universitas Pendidikan Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah cabang olahraga yang membuat program latihan lebih baik dibandingkan dengan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet pelatkab Karawang menuju Porda 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah ex-post

facto. Sampel adalah atlet Pelatkab PORDA Kab. Karawang yang terdiri atas 49

orang, yaitu 28 orang diambil dari 3 (tiga) cabor yang membuat program latihan dan 21 orang diambil dari 3 (tiga) cabor yang tidak membuat program latihan. Dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data diperoleh dari hasil tes kemampuan fisik atlet yang telah dilaksanakan oleh KONI Kab. Karawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, cabang olahraga yang membuat program latihan lebih baik dibandingkan dengan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet Pelatkab Karawang menuju Pekan Olahraga Daerah 2014 dengan nilai t = 2,291 dan p = 0,026 < 0,05. Hasil penelitian tersebut penulis rekomendasikan agar semua cabang olahraga khususnya pada Pelatkab PORDA Karawang dapat membuat dan menerapkan program latihan sesuai konsep periodisasi dan prinsip-prinsip latihan, guna pencapaian kualitas fisik yang lebih baik sehingga prestasi yang diinginkan dapat tercapai.


(4)

ABSTRACT

Maylana Sudharma. (2013). Keberhasilan Cabang Olahraga Yang Membuat

Program Latihan dan Yang Tidak Membuat Program Latihan Terhadap Hasil Tes Kemampuan Fisik Atlet Pelatkab Karawang Menuju PORDA 2014. Program

Studi Pendidikan Olahraga - Sekolah Pascasarjana - Universitas Pendidikan Indonesia.

The purpose of this research was to asses physical parameters test difference between sports training which used training program and sports training which did not use training program during preparation of PORDA Karawang. This research employed ex-post facto method. Samples for this research were 49 athletes of pelatkab PORDA Kab. Karawang. The samples were divided into two groups (28 athletes who conducting sports training which used training program (3 sports) and 21 athletes who conducting sports training which did not use training program

(3 sports). Data was collected by using athlete’s physical ability test of KONI

Kab. Karawang. The physical test parameter was different base on each sport characteristics and needs. Techniques of data analysis used t test.

Result of this research indicated significant difference on physical parameter test between athletes who conducting sports training which used training program and athletes who conducting sports training which did not use training program during Pelatda Karawang for Pekan Olahraga Daerah 2014. This conclusion was obtained because significance value of t test (0.026) was smaller than α (0.05), with t =

2,291.

This research recommends that all sports during Pelatkab PORDA Kab. Karawang should prepare and actualize training program (periodization) in order to achieve better performance.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 10

A. Hakekat Kemampuan Fisik ... 10

B. Hakekat Tes Parameter Fisik ... 20

C. Hakekat Latihan... 22

D. Hakekat Program Latihan... 43

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 48

F. Anggapan Dasar ... 51

G. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

A. Metode Penelitian ... 56

B. Populasi dan Sampel ... 61

C. Desain Penelitian ... 65

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 66

E. Instrumen ... 67


(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90

A. Hasil Penelitian ... 90

B. Pembahasan ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 108

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 111


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu bentuk gerak manusia yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan adalah olahraga. Masyarakat luas menyadari bahwa olahraga dapat menyehatkan dan meningkatkan kebugaran jasmani seseorang. Manfaat kegunaan olahraga menurut Lutan (1988:4) : “olahraga merupakan salah satu dari puncak kreasi manusia dan melalui olahraga manusia menyempurnakan fisik dan psikisnya”. Dari pendapat diatas dapat dimaknai bahwa dengan olahraga manusia dapat berkreasi, membentuk tubuh/jasmani, dan dapat membentuk jiwa yang memiliki mental kuat.

Kegiatan olahraga dapat dijadikan sarana untuk memberikan pengaruh yang baik dalam rangka pembentukan fisik dan kepribadian atau watak pada seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Dault dalam Cholik dan Maksum (2007: 16) “olahraga merupakan wahana peningkatan kualitas hidup manusia baik yang menyangkut kesehatan fisik, mental, emosional dan sosial”. Oleh karena itu setiap orang hendaknya membiasakan diri melakukan olahraga secara sadar tanpa ada paksaan dari orang lain.

Kegiatan olahraga yang dilakukan masyarakat dapat dikelompokan menjadi olahraga rekreasi, prestasi dan pendidikan. Mengenai pengelompokan jenis olahraga Lutan (1988:9) mengatakan bahwa : “kegiatan olahraga ... yaitu olahraga kompetitif, olahraga profesional, olahraga rekreatif, olahraga pendidikan”. Sedangkan Santoso (2004:28) membagi olahraga itu berdasarkan


(8)

2

sifat dan tujuannya yaitu : “olahraga prestasi, olahraga rekreasi, olahraga kesehatan, olahraga pendidikan”.

Perkembangan olahraga dewasa ini semakin pesat dan memperlihatkan gejala yang sangat kompleks, karena kegiatan olahraga ini tidak berdiri sendiri, melainkan berinteraksi dengan berbagai faktor seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Upaya untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam pengertian penampilan dan prestasi, membutuhkan penguasaan keterampilan yang tinggi. Hal itu hanya bisa dicapai melalui kegiatan berlatih.

Pencapaian prestasi bukan satu-satunya tujuan yang ingin dicapai setiap atlet dalam kegiatan olahraga. Perkembangan fisik, psikis, dan sosial atlet merupakan aspek yang tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam proses latihan. Oleh karena itu pelatih perlu memperhatikan berbagai faktor yang menjadi dasar dan prinsip dalam latihan, agar atlet tidak menjadi korban ambisi berprestasi yang berlebihan sehingga dapat mengorbankan sisi kehidupan yang lain.

Mengingat atlet yang menjadi subjek dalam proses latihan adalah manusia, maka pelatih tidak dapat dengan begitu saja melaksanakan proses latihan tanpa memiliki kompetensi dasar yang baik agar tidak menjadi korban dalam proses latihan yang berlangsung. Untuk itu perlu pemahaman yang baik dan komprehensip tentang prinsip-prinsip dasar latihan dan bagaimana melaksanakan latihan secara sistematis dan terprogram.

Prinsip dan sistematika serta program yang baik dalam melakukan proses latihan inilah yang memungkinkan berbagai pencapaian prestasi terbaik dan pemecahan rekor dapat terjadi dari tahun ke tahun. Sebaliknya, gagalnya pelatih


(9)

menjalankan tugas dengan mengabaikan hal tersebut di atas akan mengakibatkan atlet mengalami kemandegan prestasi atau keluar dari kegiatan olahraganya yang disebabkan oleh cedera, atau kebosanan yang tidak dapat diatasi, serta berbagai masalah psikologis lainnya. Dengan demikian melatih bukanlah tugas yang ringan dan dapat dilakukan secara serampangan bermodalkan kemauan dan pengalaman saja. Oleh karena itu pembekalan tentang berbagai kompetensi keilmuan yang mendukung diperlukan untuk memberi bekal yang baik bagi pelatih yang memenuhi persyaratan.

Peningkatan efisiensi dan efektivitas proses berlatih membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan. Penelitian dari bidang olahraga menghasilkan struktur ilmu keolahragaan yang kini makin berkembang, ini merupakan gejala olahraga modern yang membutuhkan pendekatan ilmiah, dan struktur ilmu keolahragaan sebagai himpunan pengetahuan yang sistematis tentang olahraga.

Seluruh kegiatan yang dikelola organisasi itu nampak jelas karakteristiknya yang utama yakni perjuangan untuk mencapai prestasi atau pencapaian gelar juara. Kegiatan olahraga kompetitif yang menekankan pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya telah berkembang menjadi suatu kegiatan yang terorganisir, dengan struktur organisasinya yang berfungsi untuk mengelola kegiatan olahraga tersebut.

Untuk mencapai prestasi seorang atlet harus melakukan latihan. Latihan merupakan serangkaian proses persiapan dalam menghadapi pertandingan. Lebih jelas lagi mengenai latihan, Harsono (1988:101) mengemukakan bahwa : “latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara


(10)

4

berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”.

Supaya latihan berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan tercapai sesuai dengan target yang diinginkan, latihan tersebut harus dibuat programnya. Mengenai anjuran pembuatan program latihan, Harsono (2004:7) mengemukakan: “Agar persiapan dan latihan dapat dilakukan secara efektif, pelatih harus menyusun suatu program untuk mengembangkan atlet dalam aspek-aspek teknik, taktik, kondisi fisik dan kondisi faaliah tubuhnya, termasuk aspek psikologisnya”. Program latihan merupakan alat atau pegangan yang penting bagi pelatih untuk dijadikan pedoman dalam merencanakan latihan. Sesuai yang dikemukakan Harsono (2004:9) yaitu : “Program latihan tahunan (PLT) merupakan alat atau pegangan yang penting bagi pelatih untuk dijadikan pedoman dalam merencanakan latihan selama satu tahun ( atau untuk suatu program jangka waktu yang lama)”. Sedangkan Bompa (1994:67): “Since a training plan is a methodical, scientific strategy for improving performance, planning is the most important tool in attempting to design a well-organized training program”. Agar program yang dibuat menjadi fungsional dan bermanfaat bagi pembinaan atlet, maka perencanaan Program Latihan Tahunan harus didasarkan pada konsep periodisasi dan prinsip-prinsip latihan, (Harsono, 2004:9). Dan program latihan yang baik menurut Bompa (1994:67) adalah:”An effective training program is well designed, based on scientific knowledge, incorporates the principles of periodization”.


(11)

Dalam proses pembuatan program latihan seorang pelatih untuk membantu atlet dalam mencapai prestasi yang tinggi harus memperhatikan prinsip-prinsip, aspek-aspek, dan norma-norma latihan. Ketiga faktor itulah yang harus diracik atau diramu oleh seorang pelatih untuk diaplikasikan dalam program latihan. Tinggi rendahnya prestasi atlet banyak tergantung dari tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan pelatih. (Harsono, 1988).

Masih banyak para pelatih yang tidak membuat dan merancang program latihan dengan baik, dan masih banyak para pelatih yang melatih tanpa program latihan yang terencana, sehingga apa yang dilatihkan tidak direncanakan melainkan spontanitas pada saat di lapangan, padahal pelatih adalah seorang administrator yang baik sehingga segala sesuatunya harus direncanakan dengan baik. Dalam artikel(http:// www. acefitness. org/fitfacts/fitfacts_display. aspx? Itemid =2624) menjelaskan bahwa, “Perodized training will ensure that you continued to make measurable progress, which will keep you energized and interested in reaching yoar goals”.

Berikut ini hasil penelitian yang mendukung bahwa dengan perencanaan program latihan yang sesuai dengan periodisasi dan prinsip-prinsip latihan hasilnya lebih baik. Hong-Sun Song, Dong-Ho Park, & Dong-Sik Jung (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “The Effect of Periodized Strength Training Application on the Korea National Team” mengemukakan bahwa“These results indicated that swimmer specific periodized strength training may enhanced muscular functions and performance in elite swimmer”. Kemudian mereka pun menambahkan pernyataannya,


(12)

6

It can be proposed that the training period should be structured in microcycle and the exercise intensity and volume should be controlled matching the goals of training and and application of periodized strength training program was considered being effective for maximizing the training effect during competition.

Hasil penelitian lain adalah dalam sebuah artikel http://www. acefitness. org/fitfacts/fitfacts_display.aspx?itemid=2624 menjelaskan hasil penelitian yang dilakukan di Human Performance Laboratory at Ball State University (2001) menunjukan bahwa “a periodized strength training program can produce better results than a non periodized program”.

Dengan mengamati hasil-hasil penelitian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa program latihan yang dapat meningkatkan prestasi/penampilan atletnya baik itu teknik, fisik, mental, dan taktik adalah program latihan yang di buat sesuai dengan prinsip periodisasi dan prinsip-prinsip latihan. Selain itu melatih dengan menggunakan pengetahuan atau keilmuan merupakan proses pelatihan yang perlu didukung oleh berbagai kajian ilmu kepelatihan, tidak kurang dari 12 macam ilmu yang perlu di fahami oleh seorang pelatih untuk memahami dan menjadi seorang pelatih.

Kenyataan yang terjadi di Kabupaten Karawang dalam menghadapi Pekan Olahraga Daerah (PORDA) 2014, ada pelatih yang membuat program latihan dengan memperhatikan prinsip, aspek, dan norma latihan, berdasarkan kajian-kajian keilmuan yang mendukung dalam proses pelatihan (Program Latihan Model Periodisasi), dan ada pelatih yang tidak membuat program latihan secara tertulis, hanya mengandalkan ingatan dan pengalaman dalam proses pelatihannya sehingga kelompok pelatih ini tidak menyerahkan program latihan yang diminta


(13)

oleh pihak KONI Karawang. Sehingga Penulis bermaksud mengungkap keberhasilan pelaksanaan program latihan yang diberikan para pelatih pada atletnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis mengajukan judul “Keberhasilan Cabang Olahraga Yang Membuat Program Latihan dan Yang Tidak Membuat Program Latihan Terhadap Hasil Tes Kemampuan Fisik Atlet Pelatkab Karawang Menuju PORDA 2014”.

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

Dari hasil survey awal di lokasi penelitian, peneliti mendapatkan informasi yang bahwa belum seluruh pelatih cabang olahraga pelatkab karawang menuju PORDA 2014 membuat program latihan. Ini tercermin dari data-data yang terdapat di KONI Kabupaten Karawang, yang seharusnya setiap cabang olahraga membuat dan menyerahkan program latihannya sesuai instruksi KONI kabupaten Karawang, masih terdapat cabang olahraga yang belum menyerahkannya, ini dapat dua kemungkinan antara memang belum membuat atau tidak membuat karena tidak terbiasa atau tidak paham dalam pembuatan program latihan. Padahal program latihan merupakan pedoman atau pegangan pelatih dalam melaksanakan latihan untuk membantu mencapai prestasi atlet yang telah ditetapkan.

Untuk mencapai prestasi seorang atlet harus melakukan latihan, supaya latihan berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan tercapai sesuai dengan target yang diinginkan, latihan tersebut harus dibuatkan programnya. Karena program


(14)

8

latihan merupakan pedoman yang sangat penting bagi pelatih dalam merencanakan latihannya di lapangan.

Dalam penilitian ini peneliti ingin mengetahui keberhasilan cabang olahraga yang membuat program latihan dan yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet Pelatkab Karawang menuju PORDA 2014. Program latihan yang baik adalah program latihan yang sesuai dengan prinsip periodisasi dan prinsip-prinsip latihan, yang dapat membantu atlet meningkatkan kemampuannya.

Bertolak dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan rumusan masalah seperti yang dijabarkan di atas, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : “Apakah cabang olahraga yang membuat program latihan lebih baik dibandingkan dengan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet Pelatkab Karawang menuju Porda 2014”.

C. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

Ingin mengetahui apakah cabang olahraga yang membuat program latihan lebih baik dibandingkan dengan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet Pelatkab Karawang menuju Porda 2014.


(15)

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini penting sekali untuk dilakukan karena memiliki manfaat yang cukup besar, baik dari segi pengembangan keilmuan atau aspek teori maupun kegunaan yang bersifat praktis.

Dari segi manfaat secara teori, penelitian ini berguna untuk semakin menguatkan ilmu kepelatihan terutama dalam hal pembuatan program latihan yang didasarkan pada konsep periodisasi latihan yang menerapkan prinsip-prinsip serta norma-norma beban latihan.

Berdasarkan kegunaan praktis, penelitian ini akan membantu bagi para pelatih akan pentingnya pembuatan program latihan yang baik berdasarkan pada konsep periodisasi, sehingga pelatih bisa merancang program latihan yang baik dan mampu membantu atlet mencapai prestasi puncak pada waktu yang telah di rencanakan. Terutama bagi para pelatih cabang olahraga pelatkab Karawang dalam mempersiapkan atletnya menuju Pekan Olahraga Daerah tahun 2014, tentunya ingin memperbaiki prestasi yang telah dicapai pada Pekan Olahraga Daerah sebelumnya.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan, menggambarkan dan menyimpulkan data guna memecahkan suatu masalah melalui cara-cara tertentu yang sesuai dengan prosedur penelitian.

Metode merupakan cara yang ditempuh dalam melakukan sebuah penelitian. Ketepatan dalam menggunakan sebuah metode akan memberikan hasil yang optimal terhadap hasil dari penelitian. Metode penelitian digunakan sebagai upaya untuk memperoleh data, dengan tujuan memperoleh jawaban dari permasalahan penelitian. Sugiyono (2009:2) berpendapat: “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Penggunaan metode penelitian disesuaikan dengan kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan penelitian. Tidak semua metode akan cocok digunakan untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Oleh karena itu pemilihan metode harus tepat guna. Penggunaan metode harus dilihat dari efektivitas, efesiensi dan relevansinya.

Metode dikatakan efektif apabila selama pelaksanaannya dapat terlihat adanya perubahan positif ke arah yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan. Sedangkan suatu metode dikatakan efisien apabila penggunaan


(17)

waktu, fasilitas, biaya dan tenaga dapat dilaksanakan sehemat mungkin, namun dapat mencapai hasil yang maksimal. Metode dikatakan relevan apabila tidak adanya penyimpangan waktu penggunaan hasil pengolahan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Ada beberapa jenis metode penelitian yang sering digunakan orang untuk mengadakan penelitian suatu permasalahan, seperti metode historis, deskriptif, eksperimen dan ex post facto yang sering disebut juga kausal komparatif. Untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis yang penulis ajukan, maka penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode ex post facto.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini dengan melihat pertimbangan yang ada adalah dengan metode penelitian Ex Post Facto. Sukardi (2003:174) menjelaskan mengenai Ex Post Facto bahwa “ penelitian Ex

post Facto merupakan penelitian di mana rangkaian variabel-variabel bebas telah terjadi, ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variabel terikat”.

Ciri utama dalam penelitian ex post facto dapat dijelaskan oleh Natsir (1999:73)

sebagai berikut “sifat penelitian ex post facto yaitu tidak ada kontrol terhadap

variabel.Variabel dilihat sebagaimana adanya”. Hal ini lebih lanjut diterangkan Arikunto (2002:237) yaitu, ”pada penelitian ini, peneliti tidak memulai prosesnya dari awal, tetapi langsung mengambil hasil”.

Perlakuan pada penelitian ex post facto telah terjadi sebelum peneliti melakukannya. Peneliti tidak melakukan kontrol terhadap perlakuan tersebut. Dalam hal ini peneliti hanya mengambil data mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variable bebas yang diteliti.


(18)

58

Furchan (2002:383) menguraikan bahwa, penelitian ex post facto adalah penelitian yang dilakukan sesudah perbedaan-perbedaan dalam variable bebas terjadi karena perkembangan suatu kejadian secara alami. Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang variabel-variabel bebasnya telah terjadi. Perlakuan atau treatment tidak dilakukan pada saat penelitian berlangsung, sehingga penelitian ini biasanya dipisahkan dengan penelitian eksperimen. Peneliti ingin melacak kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu. Peneliti dalam ex post facto tidak dapat melakukan manipulasi atau treatment terhadap variable-variabel bebasnya, hal ini menunjukan bahwa perubahan dalam variabel-variabelnya sudah terjadi.

Kerlinger (1964:360) mendefinisikan metode penelitian ex post facto sebagai:

That research in which the independent variable or variable have already occurred and in which the researcher starts with the observation of a dependent variable or variables in retrospect for their possible relations to, and effects on, the dependent variable or variables.

Menurut Kringler tersebut bahwa, penelitian ex post facto merupakan suatu penelitian dimana variabel atau variabel bebas tersebut telah terjadi, dan yang mana peneliti memulai dengan mengobservasi hubungan yang terlihat, atau adanya dampak terhadap suatu variabel atau variabel terikat.

Sukardi (2003:174) menjelaskan mengenai Ex Post Facto bahwa “ penelitian

Ex post Facto merupakan penelitian di mana rangkaian variabel-variabel bebas

telah terjadi, ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variabel

terikat”. Ciri utama dalam penelitian ex post facto dapat dijelaskan oleh Natsir (1999:73) sebagai berikut “sifat penelitian ex post facto yaitu tidak ada kontrol


(19)

terhadap variabel. Variabel dilihat sebagaimana adanya”. Hal ini lebih lanjut diterangkan Arikunto (2002:237) yaitu, ”pada penelitian ini, peneliti tidak memulai prosesnya dari awal, tetapi langsung mengambil hasil”.

Perlakuan pada penelitian ex post facto telah terjadi sebelum peneliti melakukannya. Peneliti tidak melakukan kontrol terhadap perlakuan tersebut. Dalam hal ini peneliti hanya mengambil data mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variable bebas yang diteliti.

Dalam penelitian ini metode yang paling cocok dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu menggunakan metode penelitian ex post facto. Metode yang digunakan ini lebih mentitik beratkan pada penelitian komparatif. Mengenai hal

ini, Nasir (1999:68) menyatakan “Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat,

dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya atau pun munculnya suatu fenomena tertentu”. Sukardi (2003:174) menjelaskan bahwa “penelitian ex-post facto merupakan penelitian, di mana rangkaian variabel-variabel bebas telah

terjadi, ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variabel terikat”. Variabel dilihat sebagaimana adanya”. Lebih lanjut mengenai penelitian ex post

facto, Arikunto (2002:237) mengemukakan bahwa “Pada penelitian ini, peneliti

tidak memulai prosesnya dari awal, tetapi langsung mengambil hasil”. Hal yang sama diungkapkan oleh Sukardi (2003:165) bahwa “…..karena sesuai dengan arti

ex post facto, yaitu dari apa dikerjakan setelah kenyataan, maka penelitian ini


(20)

60

Selanjutnya Sukhia, Metrota, P.V. dan Metrota, R.N. (1966) dalam Mulyana (2010:97) mengatakan:

This method is based on mill `s canon of agreement and disagreement which states that causes of a given observed effect may be ascertained by noting elements which are invariable present when the result is present and which is invariably absent when the result is absent”.

Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa metode kausal komparatif berdasarkan pada aturan-aturan dari suatu perjanjian dan perbedaan paham dalam suatu keadaan, di mana menyebabkan suatu efek yang diamati diberikan mungkin dengan penambahan dengan cara mencatat unsur-unsur yang diperoleh ketika hasilnya tidak berubah-ubah serta tanpa alternatif kosong walau yang diraih hasilnya kosong/tidak tampak.

Dalam metode penelitian ex post facto terdapat kelemahan dan keunggulan.

Furchan (1982;383-384) mengatakan bahwa terdapat kelemahan dan keunggulan

dalam melaksanakan penelitian ex post facto, yaitu antara lain : 1. Kelemahan :

a) Tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas.

b) Kenyataan bahwa faktor penyebab bukanlah faktor tunggal, melainkan kombinasi dan interaksi anatar berbagai faktor dalam kondisi tertentu untuk menghasilkan efek yang disaksikan, menyebabkannya sangat kompleks. c) Suatu gejala mungkin tidak hanya merupakan akibat dari sebab-sebab ganda,

tetapi dapat pula disebabkan oleh suatu sebab pada kejadian tertentu dan oleh lain sebab pada kejadian lain.

d) Apabila saling hubungan antara dua variabel telah ditemukan, mungkin sukar untuk menentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.

e) Kenyataan bahwa dua atau lebih faktor saling berhubungan, tidaklah mesti memberi implikasi adanya hubungan sebab akibat.

f) Menggolongkan subjek-subjek kedalam kategori dikotomi (misalnya golongan pandai dan golongan bodoh) untuk tujuan perbandingan, menimbulkan persoalan-persoalan, karena kategori-kategori itu sifatnya kabur, bervariasi, dan tak mantap.


(21)

g) Studi komparatif dalam situasi alami tidak memungkinkan pemilihan subjek secara terkontrol.

2. Keunggulan :

a) Apabila tidak selalu mungkin untuk memilih, mengontrol, dan memanipulasi faktor-faktor yang perlu untuk menyelidiki hubungan sebab akibat secra langsung.

b) Apabila pengontrolan terhadap semua variabel kecuali variabel bebas sangat tidak realistik dan dibuat-buat, yang mencegah interaksi normal dengan lain-lain variabel yang berpengaruh.

c) Apabila kontrol di laboratorium untuk berbagai tujuan penelitian adalah tidak praktis, terlalu mahal, atau dipandang dari segi etika diragukan atau dipertanyakan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek/obyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:80). Yang dapat menjadi populasi dalam obyek penelitian bukan hanya orang akan tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek dalam penelitian. Dengan demikian yang dapat menjadi populasi penelitian adalah mencakup segala sesuatu yang akan dijadikan subyek/obyek penelitian yang akan diteliti.

Populasi merupakan bagian terpenting dari sebuah penelitian. Ketelitian dalam menentukan jumlah dari suatu populasi dan sampel sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian.

Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau objek yang mempunyai sifat-sifat umum. Mengenai populasi Suharsimi (2002:102)


(22)

62

Populasi pada penelitian ini adalah semua atlet Pelatkab Karawang yang dipersiapkan untuk PORDA 2014, yang berjumlah 476 atlet dari 35 cabang olahraga.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi. Sampel menurut Arikunto

(2002:104) adalah “Sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”.

Teknik pengambilan dan pemilihan sampel, Syaodih (2008:253) menjelaskan bahwa salah satu cara pengambilan sampel adalah harus representatif, sampel yang diambil diharapkan dapat mewakili populasi, semakin besar sampel yang diambil mendekati populasi maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan sebaliknya bila terlalu sedikit sampel menjauh populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah mempergunakan teknik Purposive Sampling. Sampel ditentukan berdasarkan tujuan dari penelitian.

Purposive Sampling ini termasuk kedalam bagian non probability Sampling.

Hal tersebut didukung oleh Fraenkel dan Wallen (1993:87) mengemukakan bahwa, “Purposive Sampling is different from convenience sampling that

researchers do not simply study who ever is available, but use their judgment to select a sample which they believe, based on prior information, will provide the

data they need.”

Sampel ditentukan dengan cara purposive. Mengenai purposive sampling

Sugiyono (2007:300) mengemukakan bahwa, “purposive sampling adalah tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.” Ciri-ciri sampel


(23)

purposive dikemukakan Lincoln dan Guba (1985) dalam Sugiyono (2007:301) yaitu, 1) Emergent sampling design/ sementara, 2) Serial selection of sample

units/ menggelinding seperti bola salju (snow ball), 3) Continuous adjustment of

„focusing‟ of the sample/ disesuaikan dengan kebutuhan, 4) Selection to the point of redundancy/ dipilih sampai jenuh.

Fraenkel dan Wallen (1993:87), menjelaskan bahwa purposive sampling terdiri atas dua bentuk, yaitu “

On occasion, based on previous knowledge of a population and the specific purpose of the research, investigators use personal judgment to select a sample. Researchers assume they can use their knowledge of the population to judge whether or not a particular sample will be representative.

Bentuk pertama adalah dengan menentukan sampel dari populasi secara spesifik menggunakan judgment dari peneliti berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya mengenai populasi berdasarkan fakta ataupun tidak mengenai karakteristik populasi. Mengenai bentuk yang kedua Fraenkel dan Wallen

(1993:88) mengemukakan, “There is the second form of purposive sampling in which it is not expected that the persons chosen are themselves representative of the population, but rather that they possess the necessary information about the population.” Bentuk kedua ini peneliti memilih sampel dengan harapan tidak

terjadi pemilihan yang tidak representative dengan populasi, yaitu dengan cara mencari informasi mengenai populasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menentukan sampel dengan cara mencari informasi mengenai populasi yang sesuai dengan kebutuhan dalam


(24)

64

membuat suatu kriteria khusus untuk menentukan orang-orang yang termasuk ke dalam populasi tersebut adalah atlet laki-laki dan mengikuti tes kemampuan fisik yang diselenggarakan KONI Karawang.

Penulis melakukan observasi langsung melalui pendataan dan wawancara langsung dengan pengurus dan anggota yang aktif didapatkan populasi anggota aktif sesuai kriteria yang penulis tentukan sebesar 49 orang. Dalam penentuan jumlah sampel, penulis mengambil kesimpulan dari pendapat yang dikemukakan oleh Syaodih (2008:261) yaitu:

…secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel (n) sebanyak 30 individu telah dipandang cukup besar, sedang dalam penelitian Kausal-Komparatif dan eksperimental 15 individu untuk setiap kelompok yang dibandingkan dipandang sudah cukup memadai, sedang untuk kelompok-kelompok sampel berkisar antara 20 sampai 50 individu.

Mengenai jumlah sampel Fraenkel (2007:104) menegaskan bahwa:

For experimental and causal-comparatif studies, we recommand a minimum of 30 individual per group, although sometimess experimental studies with only 15 individual in each group can be defended if they very tightly controlled; studies using only 15 subject per group should probably be replicated however, before too much is made of any findings.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa, jumlah sampel untuk penelitian eksperimen dan kausal komparatif minimal 30 orang dalam setiap kelompok, meskipun terkadang 15 orang juga sudah dianggap mencukupi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka penulis menentukan jumlah sampel yang diambil sebanyak 49 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling. Jumlah tersebut berdasarkan hasil pengkategorian sampel yang sesuai dengan data yang ada dan pertimbangan penulis.


(25)

C. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain penelitian The Basic

Causal Comparative Design, atau dengan kata lain menitik beratkan pada

penelitian komparatif. Adapun yang menjadi latar belakang pengambilan The

Basic Causal Comparative Design didasarkan atas beberapa keterbatasan

penelitian yang penulis lakukan yaitu:

1. Kelompok sampel yang diambil tidak memungkinkan untuk dilakukan perlakuan, kalaupun bisa diberikan perlakukan akan sulit terkontrol. 2. Waktu dan fasilitas penelitian yang terbatas.

3. Finansial yang terbatas.

Melihat kondisi tersebut, maka penulis mengambil desain penelitian The

Basic Causal Comparative Design dengan pertimbangan berdasarkan pendapat Fraenkel & Wallen (1993:321) menyatakan “the basic causal comparative design involves selecting two or more groups that differ on a particular variable or variables”.

Pada desain ini, sampel dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok cabang olahraga yang membuat program latihan dan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan. Untuk memperjelas tentang desain penelitian The

Basic Causal Comparative Design yang dimaksud dapat dilihat pada gambar


(26)

66

C O

-C O

Gambar 3.1

The Basic Causal Comparative Design

(Fraenkel & Wallen, 1993:321) Keterangan:

C = Cabor yang membuat Program Latihan -C= Cabor yang tidak membuat Program Latihan O= Hasil Tes Kemampuan Fisik

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu variabel bebas / independen (X) dan variabel terikat / dependen (Y). Variabel bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi. Sedangkan variabel terikat (Y) adalah variabel yang timbul akibat variabel bebas atau respon dari variabel bebas atau lebih dikenal variabel yang dipengaruhi.

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah, maka variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas / independen (X) : Kelompok cabang olahraga yang membuat Program latihan dan yang tidak membuat program latihan 2. Variabel terikat / dependen (Y) : Kemampuan fisik


(27)

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Latihan

Latihan adalah proses dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang, dan kian hari kian menambah beban latihannya sesuai dengan aturan. (Harsono, 1988).

2. Program Latihan

Program latihan adalah suatu petunjuk / pedoman yang mengikat secara tertulis berisi cara-cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan di masa mendatang yang telah ditetapkan. (Marrow, 1982).

3. Periodisasi

Periodisasi adalah proses membagi-bagi program latihan tahunan ke dalam beberapa tahap latihan (Phase of training). (Harsono, 2004:18)

4. Kemampuan Fisik

Kemampuan Fisik adalah semua kemampuan jasmani yang menentukan prestasi yang realisasinya dilakukan melalui kesanggupan pribadi (kemampuan dan motivasi). (Pesurnay & Zafar Sidik, 2007).

E. Instrumen

Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah instrument kemampuan fisik yang terdiri dari kekuatan, dayatahan, power, kelincahan, kecepatan dan keseimbangan. Seperti yang dikemukakan oleh Jackson dan

Baumgartner (2001:194) “Common physical abilities include strength, endurance, power, agility, balance, flexibility, and basic movement patterns that involve


(28)

68

sprinting, jumping, and throwing”. Variabel-variabel yang akan diteliti sebagai landasan untuk memperoleh data penelitian ini meliputi pengukuran parameter fisik untuk atlet Pelatda Karawang menuju PORDA 2014 (Dikdik, 2010) yang secara garis besar kemampuan fisik tersebut yaitu:

1. Tes Kemampuan Kelenturan (Fleksibilitas), yang terdiri beberapa pilihan sesuai dengan rekomendasi, seperti :

a. Statis Aktif

i. Sit and Reach, atau ii. Split Sit and Reach

2. Tes kemampuan Kecepatan Gerak

a. Speed (acceleration / Kecepatan Akselerasi) i. 20m Dash Sprint, atau

ii. 50m Dash Sprint (@10m) b. Agility (Kelincahan / Ketangkasan)

i. Arrowhead Agility, ii. Shuttle run, atau iii. Zigzag run

3. Tes Kemampuan Kekuatan a. Kekuatan Kecepatan (Power)

i. Standing Broad Jump, ii. Vertical Jump,

iii. Triple Hop, atau iv. Medicine Ball Throw


(29)

b. Daya Tahan Kekuatan (Str. Endurance) i. Sit Up 1 menit

ii. Push Up 1 menit iii. Pull Up 1 menit iv. Wall Sit Test

c. Daya tahan kekuatan Kecepatan (Pwr. Endurance) i. 10 Hop / 15 Second Hop, atau

ii. 10 Medicine Ball Throw 4. Tes Kemampuan Daya Tahan

a. Daya Tahan An aerobik

i. Speed Endurance : 300 m sprint ii. Agility Endurance : 10m x 10 shuttle b. Daya Tahan Aerobik (VO2max)

i. Balke Run, ii. Bleep / Beep test, iii. 2400 meter Run, atau iv. Walking Rockport 1 mile

PERALATAN DAN PERLENGKAPAN YANG DIGUNAKAN 1. Tes Kemampuan Kelenturan :

a. Ukuran sentimeter yang terpasang pada bangku ukuran b. Format hasil data pengukuran

2. Tes Kemampuan Kecepatan Gerak :


(30)

70

c. Corong sebagai marka d. Stopwatch

e. Kapur putih untuk tanda arah gerak lari f. Format hasil data pengukuran

3. Tes Kemampuan Kekuatan :

a. Meteran untuk ukuran jarak raihan lompatan dan atau lemparan b. Kapur putih

c. Stopwatch d. Matras

e. Format hasil data pengukuran f. Palang tunggal

4. Tes Kemampuan Daya Tahan :

a. Lintasan 400 meter (tanda jarak setiap 10 meter) b. Software Bleep Test

c. Cones d. Stopwatch

e. Format hasil data pengukuran.

DESKRIPSI PELAKSANAAN

A. TES KEMAMPUAN KELENTURAN:

Prosedur Tes Kelenturan Sit and Reach:

a.Testee duduk menghadap alat ukur dengan melunjurkan kedua tungkai ke depan dengan posisi rapat,


(31)

c.Kedua jari-jari tangan disatukan pada posisi telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri atau sebaliknya, sehingga kedua jari tengan saling mendekat,

d.Kemudian, kedua lengan dilunjurkan ke depan menuju arah ukuran secara maksimal sampai lengan tidak mampu dilunjurkan lagi dan ditahan sesaat untuk dapat dilihat hasil berapa sentimeter yang diraih,

e.Skor angka sentimeter dicatat berdasarkan jarak dari titik nol (awal) sampai dengan titik akhir lunjuran tangan,

f. Testee dapat melakukan tes ini 2 kali kesempatan dan dipilih yang terbaik (jangkauan terjauh).

Gambar 3.2. Sit and Reach

(sumber : Mackenzie, 2005:76) Prosedur Tes Kelenturan Split Sit and Reach:

a. Testee duduk menghadap alat ukur dengan melunjurkan kedua tungkai ke depan dengan posisi rapat

b. Hasil lunjuran kedua kaki dicatat sebagai titik nol

c. Kemudian, kedua tungkai dibuka selebar mungkin dengan tidak merubah posisi duduk tetap rapat di dinding


(32)

72

d. Kedua jari-jari tangan disatukan pada posisi telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri atau sebaliknya, sehingga kedua jari tengah saling mendekat

e. Kemudian, kedua lengan dilunjurkan ke depan menuju arah ukuran secara maksimal sampai lengan tidak mampu dilunjurkan lagi dan ditahan sesaat untuk dapat dilihat hasil sentimeter yang diraih

f. Skor angka sentimeter dicatat berdasarkan jarak dari titik nol (awal) sampai dengan titik akhir lunjuran tangan

g. Testee dapat melakukan tes ini 2 kali kesempatan dan dipilih yang terbaik (jangkauan terjauh)

Table 3.1

Standar Kemampuan Kelenturan :

Putera Puteri

Cm Inches Cm Inches

Super > - 27 >-10,5 >-30 >-11,5

Excellent -17 to -27 -6,5 to -10,5 -21 to -30 -8,0 to -11,5 Good -6 to -16 -2,5 to -6,0 -11 to -20 -4,5 to -7,5

Fair 0 to -5 0 to -2,0 -1 to -10 0,5 to -4,0

Poor -20 to -9 -7,5 to -3,5 -15 to -8 -6,0 to -3,0


(33)

B. TES KEMAMPUAN KECEPATAN GERAK

1. Tes Speed (lari cepat 20 meter)

 Testee berdiri (standing start) di belakang garis “start”

 Tanpa aba-aba, testee lari secepat mungkin sampai melewati garis “finish”

 Testee melakukan 2 pengulangan Pengukuran (Waktu) :

 Waktu berjalan (start) setelah testee bergerak (gerakan awal anggota badan : lengan/tungkai) dan waktu berhenti setelah togok melewati garis akhir

 Dari 2 kali pengulangan diambil waktu terbaik (dalam satuan detik, 100 desimal)

2. Tes Agility

a. Tes Arrowhead (tes lari kepala panah) Pengetesan dan pengukuran :

 Testee berdiri (standing start) di belakang garis “start”

 Tanpa aba-aba, testee lari secepat mungkin menuju tanda “A” dan belok

ke “D” atau “C” dan kemudian menuju “B”, hingga akhirnya menuju garis

akhir sampai melewati garis “finish”.  Testee melakukan 2 kali pengulangan Pengukuran (waktu) :

 Waktu berjalan (start) setelah testee bergerak (gerakan awal anggota badan) dan waktu berhenti setelah togok melewati garis akhir


(34)

74

 Dari 2 kali pengulangan diambil waktu perbedaan (dalam satuan detik, 100 desimal) Contoh : hasil tes 5,32 detik

 Guna kepentingan analisa, sebaiknya pelatih mencatat waktu setiap poin perubahan arah.

b. Tes Zigzag

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee melakukan start tanpa aba-aba menuju tanda berikutnya sesuai petunjuk mengikuti arah yang sudah ditentukan sampai kembali ke garis finish

 Pencatatan waktu sama dengantes kelincahan lainnya

 Testee diberikan 2 kali kesempatan

 Tester (pelatih) harus mampu juga mendata waktu untuk setiap marka agar dapat dianalisa lebih rinci kelebihan dan kelemahan atletnya.

Gambar 3.3 Zigzag Test


(35)

c. Tes Shuttle Run Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee melakukan start tanpa aba-aba menuju shuttle berikutnya dan kembali ke shuttle semula untuk kemudian melakukan 4 kali pembalikan sampai akhirnya finish di tempat yang sama

 Testee diberikan 2 kali kesempatan

 Tester (pelatih) harus mampu juga mendata waktu untuk setiap pembalikan agar dapat dianalisa lebih rinci kelebihan dan kelemahan atletnya.

C. TES KEMAMPUAN KEKUATAN

a. Kemampuan Kekuatan Kecepatan (power)

i. Vertical Jump

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee bersiap-siap di tempat tes dengan memberikan tanda pada jari-jari tangan yang akan digunakan untuk mencapai raihan

 Testee menjulurkan lengan ke tempat ukuran sebagai tanda raihan awal

 Testee kemudian melakukan lompatan ke atas tanpa awalan dengan menjulurkan dan menempelkan jari tangan setinggi mungkin

 Tester mencatat hasil raihan dan waktu lompatan saat lepas landas sampai dengan jarak raihan


(36)

76

 Testee melakukan kesempatan ke dua setelah semua mendapatkan kesempatan.

Gambar 3.4 Vertical Jump

(sumber : Mackenzie, 2005:128) Table 3.2

Standar Kemampuan Vertical Jump :

Putera Putri

Inches Cm Inches Cm

Super > 28 > 70 > 24 > 60

Excellent 24 – 28 61 – 70 20-24 51 -60

Good 20 -24 51 – 60 16 – 20 41 – 50

Average 16 – 20 41 – 50 12 – 16 31 – 4o

Fair 12 – 16 31 – 40 8 – 12 21 – 30

Poor 8 – 12 21 – 30 4 – 8 11 – 20


(37)

ii. Standing Broad Jump

Pengetesan dan Pengukuran :

 Hampir sama dengan tes vertical jump hanya arahnya ke depan. Table 3.3

Standar Kemampuan Standing Broad Jump :

RATING

Putera Putri

Cm Inches Cm Inches

Excellent > 250 > 8’2.5” > 200 > 6’6.5” Very Good 241-250 7’11”-8’2.5” 191-200 6’3”-6’6.5” Above average 231-240 7’7”-7’10.5” 181-190 5’11.5”-6’2.5”

Average 221-230 7’3”-7’6.5” 171-180 5’7.5”-5’11”

Below average 211-200 6’11”-7’2.5” 161-170 5’3.5”-5’7”

Poor 191-210 6’3”-6’10” 141-160 4’7.5”-5’2.5”

Very poor < 191 6’3” < 141 <4’7.5”

iii. Standing Triple Hop

Pengetesan dan Pengukuran :

 Hampir sama dengan tes Standing Broad Jump hanya dengan 3 kali lompat kaki yang sama (hop).

Table 3.4

Standar Kemampuan Triple Hop : KATEGORI

Sangat baik >95% dari 5,4 x tinggi badan Baik 80% - 94% dari 5,4 x tinggi badan


(38)

78

Cukup 70% - 79% dari 5,4 x tinggi badan Kurang <695 darii 5,4 x tinggi badan

iv. Medicine Ball Throw

1. Overhead Throw Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee duduk dan bola medis diayun ke belakang untuk kemudian bersiap-siap untuk dilemparkan ke depan melalui atas kepala

 Tester mencatat hasil lemparan bola medis dan mencatat waktu tempuh saat bola medis lepas dari genggaman sampai dengan jatuh

 Test melakukan 2 kali kesempatan 2. Chest Pass Throw

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee duduk dan bola medis ditarik ke dada untuk kemudian bersiap-siap dilemparkan ke depan melalui dada

 Tester mencatat hasil lemparan bola medis dan mencatat waktu tempuh saat bola medis lepas dari genggaman sampai dengan jatuh

 Testee melakukan 2 kali kesempatan b. Kemampuan Daya tahan Kekuatan

i. Sit Up 1 menit

Pengetesan dan Pengukuran :


(39)

 Kedua tangan berpegangan di simpan di belakang kepala

 Sikap awal berbaring

 Ketika waktu mulai maka kemudian badan diangkat sampai menjadi sikap duduk, sampai batas siku menyentuh lutut dan kemudian kembali ke posisi awal (terhitung 1 hitungan)

 Tester mencatat jumlah repetisi selama 1 menit

 Sebaiknya tester selalu memantau setiap 10 detik untuk memastikan kemampuan pengulangan (repetisi) setiap 10 detik

 Ketika waktu habis maka testee berhenti melakukan gerakan. Table 3.5

Standar Kemampuan Sit Up : 1 minute Sit Up Test (putra).

USIA 18 - 25 26 – 35 36 - 45 46 – 55 56 - 65 65+ Excellent >49 >49 >41 >35 >31 >28

Good 44-49 44-49 35-41 29-35 25-31 22-28

Above average 39-43 39-43 30-34 25-38 21-24 19-21

Average 35-38 35-38 27-29 22-24 17-20 15-18

Below average 31-34 31-14 23-26 18-21 13-16 11-14

Poor 25-30 25-30 17-22 13-17 9-12 7-10


(40)

80

1 minute Sit Up (puteri)

USIA 18 - 25 26 – 35 36 - 45 46 – 55 56 - 65 65+ Excellent >43 >39 >33 >27 >24 >23

Good 37-43 33-39 27-33 22-27 18-24 17-23

Above average 33-36 29-32 23-26 18-21 13-17 14-16

Average 29-32 25-28 19-22 14-17 10-12 11-13

Below average 25-28 21-24 15-18 10-13 7-9 5-10

Poor 18-24 13-20 7-14 5-9 3-6 2-4

Very poor <18 <13 <7 <5 <3 <2

ii. Push Up 1 menit

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee berbaring telungkup dam menempatkan kedua lengan di samping dada

 Sikap awal telungkup

 Ketika waktu mulai maka kemudian badan diangkat sampai sikap siku tegak lurus dan kemudian kembali ke posisi awal (terhitung 1 hitungan)

 mencatat jumlah repetisi selama 1 menit

 Ketika waktu habis maka testee berhenti melakukan gerakan.

 Sebaiknya tester selalu memantau setiap 10 detik untuk memastikan kemampuan pengulangan (repetisi) setiap 10 detik.


(41)

 Ketika waktu habis maka testee berhenti melakukan gerakan.

Gambar 3.5 Push Up (full body) (sumber : Mackenzie, 2005:137)

Gambar 3.6 Push Ups (modifikasi) (sumber : Mackenzie, 2005:138

Table 3.6

Standar Kemampuan Push Up : Push Up (full body)

Age Excellent Good Average Fair Poor

20 – 29 >54 45 – 54 35 – 44 20 – 34 <20 30 – 39 >44 35 – 44 25 – 34 15 – 24 <15 40 – 49 >39 30 – 39 20 – 29 12 – 19 <12 50 – 59 >34 25 – 34 15 – 24 8 – 14 <8

60 + >29 20 – 29 10 – 19 5 – 9 <5

Push Up Modifikasi

Age Excellent Good Average Fair Poor

20 – 29 >48 34 –38 17 – 33 6 – 16 <6 30 – 39 >39 20 – 39 12 – 24 4 – 11 <4


(42)

82

40 – 49 >34 20 – 34 8 – 19 3 – 7 <3 50 – 59 >29 15 – 29 6 – 14 2 – 5 <2

60 + >19 5 – 19 3 – 4 1 – 2 <1

iii. Pull Ups

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee berdiri di bawah palang tunggal

 Kedua tangan memegang palang dengan telapak tangan menghadap ke belakang

 Setelah posisi siap, testee melakukan gerakan berirama naik turun. Ketika naik/mengangkat badan maka dagu harus melewati palang (chin ups) dan ketika turun kedua siku harus lurus.

 Testee melakukan pengulangan gerakan selama 1 menit

 Tester mencatat hasil gerakan yang benar sesuai dengan ketentuan

 Tester juga harus mampu mencatat jumlah gerakan untuk setiap 10 atau 20 detiknya, agar dapat mengetahui proses kejadiannya


(43)

Gambar 3.7 Pull Ups/chin Ups (sumber : Mackenzie, 2005:130)

Tabel 3.7

Standar Kemampuan Pull Up

JK Excellent Above average Average Below average Poor

Male >13 9 – 13 6 – 8 3 – 5 <3

Female >6 5 – 6 3 – 4 1 – 2 0

iv. Wall Sit Test

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee berdiri senyaman mungkin dengan posisi kaki selebar bahu

 Kemudian punggung ditempelkan ke dinding secara perlahan-lahan sampai lutut membentuk sudut 90°

 Setelah posisi tepat dengan cara mengangkat salah satu kaki (lepas landas) maka waktu mulai bergerak


(44)

84

Gambar 3.8 Wall Sit

(sumber : Mackenzie, 2005:161) Table 3.8

Standar Kemampuan Wall Sit :

RATING Males (seconds) Female (seconds)

Excellent >100 >60

Good 75 – 100 45 – 60

Average 50 – 75 35 – 45

Below average 25 – 50 20 – 35

Very poor <25 <20

c. Kemampuan Daya Tahan Kekuatan Kecepatan (PE)

i. 10 Hop / 15 second Hop

Pengetesan dan Pengukuran

 Pelaksanaan tesnya sama dengan Standing Triple Hop, hanya melakukan sebanyak 10 Hop dan dicatat waktu tempuhnya selain jarak yang dapat ditempuh. (untuk tes dengan 15 detik hop, tester mencatat berapa jarak yang dapat ditempuh dan berapa kali tester mampu melakukan lompatan hop)


(45)

 Tester hanya diberikan kesempatan 1 kali.

ii. 10 Medicine Ball Throw

a. Tes Overhead Throw Pengetesan dan Pengukuran :

 Sama ketika tes untuk power, perbedaannya adalah jumlah melakukan repetisinya adalah 10 kali lemparan tanpa berhenti secepat dan sekuat mungkin

 Testee hanya diberi satu kali kesempatan

 Tester mencatat berapa waktu yang dicapai

 Untuk kebutuhan analisa maka tester (pelatih) harus mampu mendata waktu setiap pengulangan dari 10 kali lemparan, sehingga dapat mengetahui kemampuan ketahanan powernya.

b. Test Chest Pass Throw Pengetesan dan Pengukuran:

Sama seperti ketika melakukan overhead throw.

D. TES KEMAMPUAN DAYA TAHAN a. Tes Daya Tahan Anaerobik

i. Speed Endurance : 300 meter Sprint Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee melakukan start berdiri pada titik jarak 0 menuju 300 meter

 Testee melakukan lari secepat-cepatnya tanpa berhenti


(46)

86

 Kester menempatkan tanda-tanda pada setiap 100 m, guna melengkapi kebutuhan analisa agar dapat diketahui kelebihan dan kelemahan atlet pada setiap bagian jarak lari

 Waktu dicatat per 100 desimal (contoh :45,55 detik) ii. Agility Endurance : 10m x 10 Shuttle

Pengetesan dan Pengukuran :

 Pelaksanaan tes sama seperti tes kelincahan jarak pendek

 Testee melakukan gerakan secepat mungkin

 Kesempatan diberikan 1 kali

 Tester juga mencatat waktu untuk setiap shuttle pembalikan agar dapat menganalisa kelebihan dan kelemahan atlet dalam mempertahankan gerak kelincahan.

b. Daya Tahan Aerobik (V02 max) i. Balke Run

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee melakukan lari selama 15 menit untuk mendapatkan jumlah putaran semaksimal mungkin

 Hasil yang dicatat adalah jumlah keliling dan jarak tempuh

 Tester berusaha mencatat data waktu testee (atlet) untuk setiap kelilingnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi atlet dalam menyelesaikan tugas prestasinya


(47)

ii. Bleep/Beep Run

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee berlari mengikuti irama yang dimunculkan dari alat audio (kaset/cd)

 Testee melakukan lari semampunya, sampai kemudian dia melakukan 2 kali kesalahan (keterlambatan dalam mengikuti irama), sehingga ia harus diberhentikan

 Tester mencata hasil yang dicapai oleh testee (atlet) berhenti pada level ke berapa dan step/shuttle ke berapa ?

iii. 2400 meter Run

Pengetesan dan Pengukuran :

 Sama ketika melakukan tes Balke, hanya ditentukan jarak yang harus ditempuh (2400 m/ 6 keliling)

 Tester mencatat waktu yang ditempuh untuk jarak tes

 Tester juga harus mencatat waktu untuk setiap putarannya agar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan atlet ketika menyelesaikan tugas.

iv. Walking Rockport (1 mile/1609 m)

Pengetesan dan Pengukuran :

 Testee melakukan jalan cepat (tidak boleh lari) menempuh jarak 1 mile

 Tester mencatat hasil waktu yang diperoleh dalam menempuh jarak tes. Selain waktu tempuh, tester harus mendata : Denyut nadi akhir setelah usai jalan (sesegera mungkin), mencantumkan jenis kelamin, berat badan dan usia. Data ini dibutuhkan untuk mengolah ke dalam rumus yang telah


(48)

88

ditentukan, yaitu : VO2 max = 139.168 - ( 0.388 x age) - ( 0.077 x weight in lb ) - ( 3.265 x walk time in minutes )-( 0.156 x heart rate )

Catatan : untuk putera ditambah 6,318

F. Teknik Analisis

Pengolahan dan analisis data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mengetahui makna dari data yang diperoleh dalam rangka memperoleh jawaban pertanyaan penelitian. Data yang ada diolah dan selanjutnya dianalisis dengan membandingkannya pada kriteria atau norma dan ketentuan yang ada.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. Pengujian normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bentuk distribusi data yang diperoleh sebagai sarat awal untuk pengujian parametrik selanjutnya. Uji normalitas ini juga dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi syarat penarikan kesimpulan yang bersifat baku dan handal untuk digeneralisasikan. Yang merupakan tujuan penting dari uji normalitas adalah apakah sampel yang diambil itu berdistribusi normal atau tidak.

2. Pengujian homogenitas

Kemudian pengujian homogenitas data untuk mengetahui data berasal dari populasi yang homogen atau tidak, yang nantinya sebagai dasar pemilihan rumus untuk uji hipotesis.


(49)

3. Uji hipotesis

Dalam uji hipotesis ini, banyak faktor yang menentukan seperti jumlah sampel, standar deviasi, varians yang diperoleh dan juga metode yang digunakan. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas maka dilakukan inferensi dengan menggunakan metode statistik parametrik uji t.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang dijelaskan pada bab iv, penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

Cabang olahraga yang membuat program latihan lebih baik dibandingkan dengan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet Pelatkab Karawang menuju Porda 2014.

B. Saran

Hasil dari penelitian yang dilakukan selain diperoleh kesimpulan, penulis juga memberikan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi pelatih

Bagi para pelatih cabang olahraga, khususnya di lingkungan KONI Kab. Karawang penulis memberikan saran agar dalam rangka persiapan menjelang PORDA Tahun 2014 dapat menyusun program latihan yang disusun sesuai dengan konsep periodisasi latihan yang baik. Sesuai hasil penelitian bahwa cabang olahraga yang telah membuat dan menjalankan program latihan dengan penggunaan periodisasi memiliki hasil tes kemampuan fisik lebih baik dibandingkan dengan yang tidak membuat program latihan. Hal ini agar dalam melaksanakan program latihan


(51)

dapat memberikan hasil yang optimal terutama dalam meraih prestasi pada PORDA Jawa Barat Tahun 2014 nanti.

2. Bagi atlet

Atlet sebagai pelaksana program latihan yang dibuat oleh pelatih disarankan agar dapat melaksanakannya dengan baik dan penuh tanggungjawab. Atlet diharapkan dapat selalu berkomunikasi dengan pelatih dalam perencanaan dan pelaksanaan program latihan. Kesadaran atlet dalam berlatih terutama dalam meningkatkan kondisi fisik sangatlah diperlukan. Pada kenyataanya latihan fisik memang menjadi salah satu yang sangat membosankan dan kurang disukai atlet. Namun untuk meraih target prestasi yang diinginkan, latihan seberat apapun harus dapat dilaksanakan oleh atlet.

3. Bagi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)

Bagi KONI Kab. Karawang diharapkan dapat selalu memberikan dukungan kepada atlet dan pelatih baik dari sisi moril maupun materil. Dukungan berupa pemberian pengetahuan mengenai pentingnya menyusun program latihan yang sesuai terhadap semua pelatih dan atlet juga sangat diperlukan. Hal ini karena belum semua pelatih dan atlet faham dan mengetahui mengenai pembuatan program latihan yang sesuai denga prinsip periodisasi latihan yang baik dan benar. Pelatihan kepada para pelatih mengenai perencanaan program latihan harus lebih sering dilaksanakan agar target perolehan prestasi yang telah dibuat pada pelaksanaan PORDA Tahun 2014 dapat tercapai. Selain itu KONI juga harus sering melakukan pemantauan dan


(52)

107

melakukan evaluasi terhadap hasil latihan yang telah dilaksanakan oleh setiap cabang olahraga.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji pengaruh latihan dengan program periodisasi diharapkan dapat meneliti dengan metode penelitian yang lebih baik lagi. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode ex post facto, di mana peneliti tidak memantau secara langsung terhadap pelaksanaan program latihan sehingga masih memiliki beberapa kelemahan. Metode eksperimen dirasa akan memberikan kejelasan yang lebih baik mengenai pengaruh program latihan yang sesuai dengan konsep periodisasi latihan terhadap kemampuan fisik atlet. Selain dari metode, peneliti selanjutnya juga dapat menambah variable penelitianya itu terhadap masa otot, dan komposisi tubuh.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Yogyakarta

Baumgartner, T. A. & Jackson, A. S. (2001). Measurement for Evaluation. USA: Wim. C Brown Communication, Inc.

Bompa, T. O. (1993). Periodization of Strength: the new wave in strength

training. Toronto, ON: Veritas Publishing Inc,

Bompa, T. O. (1994). Theory and Methodology of Training. Kendal/Hunt Publishing, Iowa

Bompa, T. O. (1999). Periodization Training for Sports. Champaign, IL: Human Kinetics

Bompa, T. O. (1999). Periodization: Theory and Methodology of Training, 4 th

ed. Champaign, Illinois: Human Kinetics

Bompa, T. O. dan Gregory, H. G. (2009). Periodization: Theory and Methodology

of Training. Champaign, IL: Human Kinetics

Dikdik. (2010). Buku Pedoman Pelaksanaan Tes Parameter Atlet Pelatda. KONI Karawang, 2010.

Freeman, William. H. (1989). Peak When It Counts. Tafnews Press, USA

Fraenkel, JR,. Wallen, NE. (1993). How To Design and Evaluate Research in

Education. USA: McGraw Hill, Inc.

Furchan, Arief. (1982). Pengantar Penelitian Pendidikan. Surabaya, Usaha Nasional

Giriwijoyo, S. (1992). Ilmu Faal Olahraga. Bandung

Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Tambak Kusuma, Jakarta.

Harsono. (2004). Perencanaan Program Latihan. FPOK UPI. Herbreger. (1977). Rudern. Berlin: Sportverlag


(54)

109

Hong-Sun Song, Dong-Ho Park, & Dong-Sik Jung.The effect of Periodized

Strength Training Application On the Korea National Team. International

Journal Of Applied Sport Sciens, 2009, Vol. 21,no.2, 122 -145

Kraemer, W. et al. (2003). Physiological changes with periodized resistance

Training in Women Tennis Players.Journal of Medicine & Science in

Sports & Exercise. 35, (1), 157-168.

Kerlinger, F. M. ( 1964 ). Foundation Of Behavioral Research. New York : Holt, Rinehart, &Winstron.

Lutan. (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud, Dirjen dikti. Jakarta

Lankor. (2007). Teori Kepelatihan Dasar. Jakarta: Menpora

Mackenzie, B. (2003). The World Sport Science : Training Work Book. London : Electric Word plc.

Mackenzie, B. (2005). The World Sport Science : Training Work Book Level 2. London : Peak Performance Publishing.

Mackenzie, B. (2005). The Nine Key Elements of Fitness. London : Electric Word plc.

Mackenzie, B. (2005). 101 Performance Evaluation Tests. London : Electric Word plc.

Nasir, M. (1999). Metode Penelitian. Penerbit Galia Indonesia. Jakarta.

PLPG, Panitia. (2009). Bahan Ajar PLPG: Pendalaman Materi Penjas. Bandung, UPI

Pyke, F. S. (1991). Better Coaching; Edvanced Coach Manual. Melbourne: Australian Coaching Council Incorporated.

Pesurnay, P. L., dan Sidik, D. Z. (2007). Teori Latihan Kondisi Fisik Olahraga. Disampaikan pada Pelatihan Fisik Sepak Bola se-Jawa Barat.

Pesurnay, P. L. dan Sidik, D. Z. (2007). Materi Penataran Pelatihan Fisik Tingkat Propinsi se-Indonesia. Bandung: FPOK, UPI


(55)

Prestes, J. et al (2009). Comparison of Linear and Reverse Linear Periodization

Effect on Maximal Strength and Body Composition. Journal of Strength and

Conditioning Research, 23 (1), 266-274.

Radcliffe, J. C, dan Farentinos, R. C. (1999). High Powered Plyometrics. Australia: Humankinetics.

Singh, H. (1984). Sport Training: General Theory and Methodes. Patiala, India: Netaji Subhas National Institute of Sports, Patiala

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Suherman, A. (2002) Penelitian Korelasional dan Komparasi dalam Kurikulum

dan Pengajaran. Bandung. PPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukhia, Metrota, P. V. and Metrota, R.N. (1996). Manas: a journal of human

resources development, Volume 7-13 [30 Sep 2008]

Santosa dan Dikdik. (2012). Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: PT. Rosda Karya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Tarigan, B. (2009). Optimalisasi Pendidikan Jasmani Dan Olahraga

Berlandaskan Ilmu Faal Olahraga : Sebuah Analisis Krisis. Bandung:

FPOK, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI Press

http://www.acefitness.org/fitfacts/fitfacts_display.aspx?itemid=2624 Tn. Periodization. (online). Tersedia:


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang dijelaskan pada bab iv, penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

Cabang olahraga yang membuat program latihan lebih baik dibandingkan dengan cabang olahraga yang tidak membuat program latihan terhadap hasil tes kemampuan fisik atlet Pelatkab Karawang menuju Porda 2014.

B. Saran

Hasil dari penelitian yang dilakukan selain diperoleh kesimpulan, penulis juga memberikan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi pelatih

Bagi para pelatih cabang olahraga, khususnya di lingkungan KONI Kab. Karawang penulis memberikan saran agar dalam rangka persiapan menjelang PORDA Tahun 2014 dapat menyusun program latihan yang disusun sesuai dengan konsep periodisasi latihan yang baik. Sesuai hasil penelitian bahwa cabang olahraga yang telah membuat dan menjalankan program latihan dengan penggunaan periodisasi memiliki hasil tes kemampuan fisik lebih baik dibandingkan dengan yang tidak membuat program latihan. Hal ini agar dalam melaksanakan program latihan


(2)

Maylana Sudharma, 2013

Keberhasilan Cabang Olahraga Yang Membuat Program Latihan dan Yang Tidak Membuat Program Latihan Terhadap Hasil Tes Kemampuan Fisik Atlet Pelatkab Karawang Menuju PORDA 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dapat memberikan hasil yang optimal terutama dalam meraih prestasi pada PORDA Jawa Barat Tahun 2014 nanti.

2. Bagi atlet

Atlet sebagai pelaksana program latihan yang dibuat oleh pelatih disarankan agar dapat melaksanakannya dengan baik dan penuh tanggungjawab. Atlet diharapkan dapat selalu berkomunikasi dengan pelatih dalam perencanaan dan pelaksanaan program latihan. Kesadaran atlet dalam berlatih terutama dalam meningkatkan kondisi fisik sangatlah diperlukan. Pada kenyataanya latihan fisik memang menjadi salah satu yang sangat membosankan dan kurang disukai atlet. Namun untuk meraih target prestasi yang diinginkan, latihan seberat apapun harus dapat dilaksanakan oleh atlet.

3. Bagi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)

Bagi KONI Kab. Karawang diharapkan dapat selalu memberikan dukungan kepada atlet dan pelatih baik dari sisi moril maupun materil. Dukungan berupa pemberian pengetahuan mengenai pentingnya menyusun program latihan yang sesuai terhadap semua pelatih dan atlet juga sangat diperlukan. Hal ini karena belum semua pelatih dan atlet faham dan mengetahui mengenai pembuatan program latihan yang sesuai denga prinsip periodisasi latihan yang baik dan benar. Pelatihan kepada para pelatih mengenai perencanaan program latihan harus lebih sering dilaksanakan agar target perolehan prestasi yang telah dibuat pada pelaksanaan PORDA Tahun 2014 dapat tercapai. Selain itu KONI juga harus sering melakukan pemantauan dan


(3)

107

melakukan evaluasi terhadap hasil latihan yang telah dilaksanakan oleh setiap cabang olahraga.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji pengaruh latihan dengan program periodisasi diharapkan dapat meneliti dengan metode penelitian yang lebih baik lagi. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode ex post facto, di mana peneliti tidak memantau secara langsung terhadap pelaksanaan program latihan sehingga masih memiliki beberapa kelemahan. Metode eksperimen dirasa akan memberikan kejelasan yang lebih baik mengenai pengaruh program latihan yang sesuai dengan konsep periodisasi latihan terhadap kemampuan fisik atlet. Selain dari metode, peneliti selanjutnya juga dapat menambah variable penelitianya itu terhadap masa otot, dan komposisi tubuh.


(4)

Maylana Sudharma, 2013

Keberhasilan Cabang Olahraga Yang Membuat Program Latihan dan Yang Tidak Membuat Program Latihan Terhadap Hasil Tes Kemampuan Fisik Atlet Pelatkab Karawang Menuju PORDA 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Yogyakarta

Baumgartner, T. A. & Jackson, A. S. (2001). Measurement for Evaluation. USA: Wim. C Brown Communication, Inc.

Bompa, T. O. (1993). Periodization of Strength: the new wave in strength

training. Toronto, ON: Veritas Publishing Inc,

Bompa, T. O. (1994). Theory and Methodology of Training. Kendal/Hunt Publishing, Iowa

Bompa, T. O. (1999). Periodization Training for Sports. Champaign, IL: Human Kinetics

Bompa, T. O. (1999). Periodization: Theory and Methodology of Training, 4 th

ed. Champaign, Illinois: Human Kinetics

Bompa, T. O. dan Gregory, H. G. (2009). Periodization: Theory and Methodology

of Training. Champaign, IL: Human Kinetics

Dikdik. (2010). Buku Pedoman Pelaksanaan Tes Parameter Atlet Pelatda. KONI Karawang, 2010.

Freeman, William. H. (1989). Peak When It Counts. Tafnews Press, USA

Fraenkel, JR,. Wallen, NE. (1993). How To Design and Evaluate Research in

Education. USA: McGraw Hill, Inc.

Furchan, Arief. (1982). Pengantar Penelitian Pendidikan. Surabaya, Usaha Nasional

Giriwijoyo, S. (1992). Ilmu Faal Olahraga. Bandung

Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Tambak Kusuma, Jakarta.

Harsono. (2004). Perencanaan Program Latihan. FPOK UPI. Herbreger. (1977). Rudern. Berlin: Sportverlag


(5)

109

Hong-Sun Song, Dong-Ho Park, & Dong-Sik Jung.The effect of Periodized

Strength Training Application On the Korea National Team. International

Journal Of Applied Sport Sciens, 2009, Vol. 21,no.2, 122 -145

Kraemer, W. et al. (2003). Physiological changes with periodized resistance

Training in Women Tennis Players.Journal of Medicine & Science in

Sports & Exercise. 35, (1), 157-168.

Kerlinger, F. M. ( 1964 ). Foundation Of Behavioral Research. New York : Holt, Rinehart, &Winstron.

Lutan. (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud, Dirjen dikti. Jakarta

Lankor. (2007). Teori Kepelatihan Dasar. Jakarta: Menpora

Mackenzie, B. (2003). The World Sport Science : Training Work Book. London : Electric Word plc.

Mackenzie, B. (2005). The World Sport Science : Training Work Book Level 2. London : Peak Performance Publishing.

Mackenzie, B. (2005). The Nine Key Elements of Fitness. London : Electric Word plc.

Mackenzie, B. (2005). 101 Performance Evaluation Tests. London : Electric Word plc.

Nasir, M. (1999). Metode Penelitian. Penerbit Galia Indonesia. Jakarta.

PLPG, Panitia. (2009). Bahan Ajar PLPG: Pendalaman Materi Penjas. Bandung, UPI

Pyke, F. S. (1991). Better Coaching; Edvanced Coach Manual. Melbourne: Australian Coaching Council Incorporated.

Pesurnay, P. L., dan Sidik, D. Z. (2007). Teori Latihan Kondisi Fisik Olahraga. Disampaikan pada Pelatihan Fisik Sepak Bola se-Jawa Barat.

Pesurnay, P. L. dan Sidik, D. Z. (2007). Materi Penataran Pelatihan Fisik Tingkat Propinsi se-Indonesia. Bandung: FPOK, UPI


(6)

Maylana Sudharma, 2013

Keberhasilan Cabang Olahraga Yang Membuat Program Latihan dan Yang Tidak Membuat Program Latihan Terhadap Hasil Tes Kemampuan Fisik Atlet Pelatkab Karawang Menuju PORDA 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Prestes, J. et al (2009). Comparison of Linear and Reverse Linear Periodization

Effect on Maximal Strength and Body Composition. Journal of Strength and

Conditioning Research, 23 (1), 266-274.

Radcliffe, J. C, dan Farentinos, R. C. (1999). High Powered Plyometrics. Australia: Humankinetics.

Singh, H. (1984). Sport Training: General Theory and Methodes. Patiala, India: Netaji Subhas National Institute of Sports, Patiala

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Suherman, A. (2002) Penelitian Korelasional dan Komparasi dalam Kurikulum

dan Pengajaran. Bandung. PPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukhia, Metrota, P. V. and Metrota, R.N. (1996). Manas: a journal of human

resources development, Volume 7-13 [30 Sep 2008]

Santosa dan Dikdik. (2012). Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: PT. Rosda Karya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Tarigan, B. (2009). Optimalisasi Pendidikan Jasmani Dan Olahraga

Berlandaskan Ilmu Faal Olahraga : Sebuah Analisis Krisis. Bandung:

FPOK, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI Press

http://www.acefitness.org/fitfacts/fitfacts_display.aspx?itemid=2624 Tn. Periodization. (online). Tersedia: