DOCRPIJM 969b9037eb BAB VBAB V OK FINAL

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

BAB V KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

5.1 Potensi Pendanaan APBD

  Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

  Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

  Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

  Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

  

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah

  diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

  dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan

  terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan criteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

  Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

  

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah

  meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

  a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjamanyang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha

  dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

  Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

  a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  

8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi

  Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan criteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut: a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:

  • Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; - Tingkat kerawanan air minum.

  b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

  • kerawanan sanitasi; - cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati.

  Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi:

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya

5.1.1 Komponen Penerimaan Pendapatan

  Komponen Penerimaan Pendapatan merupakan penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Penerimaan Pendapatan terdiri atas : a)

  Pendapatan Asli Daerah (PAD);

  b) Dana Perimbangan;

c) Pendapatan lainnya yang sah.

  Berikut akan dijelaskan satu persatu subkomponen Pendapatan dan gambaran umum tentang subkomponen Pendapatan di daerah pada umumnya

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan. PAD bersumber dari :

1. Pajak Daerah, antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di atas Air, Pajak Balik

  Nama, Pajak Bahan Bakar, Pajak Pengambilan Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Galian Golongan C, Pajak Parkir, dan

  Pajak lain-lainm Pajak-pajak Daerah ini diatur oleh UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 65/2001 tentang Pajak Daerah.

  2. Retribusi Daerah, antara lain: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Persampahan, Retribusi Biaya Cetak Kartu, Retribusi Pemakaman, Retribusi Parkir di Tepi Jalan, Retribusi pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemadam Kebakaran, dan lain-lain. Retribusi ini diatur oleh UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah.

  3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain hasil deviden BUMD; dan 4.

  Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain : hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar, komisi, potongan, dan lain-lain yang sah. Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pemerintah Propinsi dan Kota yang merupakan prasyarat dalam system Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan itu maka daerah hendaknya memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk menggali dan mengembangkan keuangan sendiri.

B. Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas : 1.

  Dana Bagi Hasil terbagi atas Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. BHP antara lain: Pajak Bumi Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan Badan maupun Pribadi; sedangkan BHBP atara lain : kehutanan, pertambangan umum, perikanan, penambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

  2. Dana Alokasi Umum (DAU) dibagikan berdasarkan “Celah Fiskal” yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal ditambah Alokasi Dasar.

  3. Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi, penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, dan bencana alam.

  5.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja

  Komponen pengeluaran belanja terdiri dari: 1.

  Belanja Operasi 2. Belanja Modal 3. Transfer ke Desa/Kelurahan 4. Belanja Tak Terduga

  5.1.3 Komponen Pembiayaan

  Komponen Pembiayaan (Financing) merupakan komponen yang baru dalam Sistem Keuangan Daerah. Istilah Pembiayaan berbeda dengan Pendanaan (Funding). Pendanaan diartikan sebagai dana atau uang dan digunakan sebagai kata umum, sedangkan Pembiayaan diartikan sebagai penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali. Contoh konkritnya, di dalam SAP-D yang lama, apabila daerah memperoleh pinjaman, pinjaman tersebut diakui sebagai Penerimaan Pendapatan. Selanjutnya, Penerimaan Pendapatan dari Pinjaman ini tidak mempunyai konsekuensi atau dicatat pembayaran kembali; sedangkan di dalam SAP-D yang baru, apabila daerah memperoleh Pinjaman, maka diterima sebagai Penerimaan Pembiayaan yang perlu dibayar kembali. Demikian pula bila daerah memberi pinjaman, maka dikeluarkan sebagai Pengeluaran Pinjaman karena akan diterima kembali.

  Profil APBD Kabupaten Minahasa Utara

  Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tercermin dalam pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan, seperti yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Dengan demikian prinsip yang digunakan adalah money follows functions, artinya bahwa besarnya distribusi keuangan Didasarkan oleh distribusi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sehingga secara umum, hubungan antara pusat dan daerah tercermin dalam aspek perencanaan (planning) dan penganggaran (budgeting) untuk semua aktivitas di setiap level pemerintahan sesuai dengan kewenangan, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing. Pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 didasarkan atas 4 (empat) prinsip, yaitu: a.

  Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN; b.

  Urusan yang merupakan tugas Pemda sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD; c.

  Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka Tugas Pembantuan, dibiayai oleh Pemerintah Pusat atas beban APBN atau oleh Pemerintah Daerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan; dan d.

  Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, Pemerintah Pusat memberikan sejumlah bantuan.

  5.1.4 Keuangan Daerah

  Pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pembangunan. Sejalan dengan terus berjalannya sistim penyelenggaraan otonomi daerah yang menuntut lebih tertibnya pengelolaan keuangan daerah untuk mencapai hasil-hasil pembangunan yang diharapkan, kebijakan keuangan daerah harus dilaksanakan dengan lebih berhati-hati dan akurat. Melalui pengelolaan keuangan daerah yang tertata dengan baik dapat diketahui dengan segera kinerja keuangan daerah, kegiatan apa saja yang sudah terealisasi, apa hasilnya, bagaimana manfaatnya bagi masyarakat dalam jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu, sistem ini juga membantu proses penghitungan untuk pembuatan laporan pertanggungjawaban anggaran oleh pemerintah daerah dapat dilakasanakan dalam waktu yang singkat. Gambaran umum kondisi keuangan daerah yang dibutuhkan untuk analisis Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPI2-JM) meliputi minimal selama 5 tahun terakhir.

  5.1.5 Struktur APBD Kabupaten Minahasa Utara

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah. Adapun perkembangan penerimaan dan prosentase penerimaan Pemerintah Daerah untuk membiayai Pembangunan sebagian besar dari Pendapatan yang berasal dari Pemberian Pemerintah, Namun kontribusi penerimaan yang berasal dari PAD menunjukan adanya peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan. Permasalahan-permasalahan yang dihadopi oleh Pemerintah Kabupeten Minahasa Utara dalam rangka peningkatan sumber-sumber pendapatan daerah antara lain:

  1. Masih terbatasnya sumber- sumber pendapatan asli daerah.

  2. Masih besarnya rasio ketergantungan pendapatan dengan dana perimbangan baik dari pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi.

  3. Masih adanya potensi dan objek pajak dan retribusi daerah maupun lain-lain penghasilan yang sah belum optimal diintensifkan. Oleh karena itu Kapasitas Keuangan Daerah akan menentukan kemampuan Pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsi meningkatkan makro ekonomi daerah dan pelayanan masyarakat. Kemampuan pemerintah dapat diukur penerimaan pendapatan daerah, penerimaan pendapatan daerah dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan peningkatan, namun demikian kontribusi PAD terhadap penerimaan masih relatif kecil dibanding dengan sumber penerimaan dari dana perimbangan. Kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan usaha dan kerja keras, agar komposisi perimbangan pecan PAD dan pendapatan dari pusat mencapai titik keseimbangan (equilibrium) yang memadai.

5.1.6 Pendapatan Asli Daerah

  Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pembiayaan program pembangunan di Kabupeten Minahasa Utara sangatlah penting. Hal itu sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Dalam rangka peningkatan PAD, Pemerintah Kabupeten Minahasa Utara telah secara maksimal berupaya melalui serangkaian kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak dan Retribusi, eksplorasi sumber daya, serta upaya investasi swasta. Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pemerintah Propinsi dan Kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Dengan itu maka daerah hendaknya memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk menggali dan mengembangkan keuangan sendiri.

  • Trend perkembangan Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan realisasi anggaran APBD Kabupeten Minahasa Utara tahun 2006 hingga tahun 2010, terlihat PAD Kabupeten Minahasa Utara menyumbangkan antara 1% hingga lebih 3% dengan rata-rata proporsi PAD sebesar 2,40% terhadap total penerimaan Kabupeten Minahasa Utara.

  Dengan jumlah penerimaan PAD tersebut, maka kebutuhan pembangunan dan pengembangan infrastruktur Kabupeten Minahasa Utara tidak dapat sepenuhnya mengandalkan PAD. Oleh karena itu perlu disusun strategi untuk menetapkan program-program pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang dapat dibiayai melalui komponen anggaran PAD ini. Dengan kata lain dari komponen PAD akan dapat dihitung kekuatan pendanaan internal Kabupeten Minahasa Utara, sehingga dapat dengan jelas dan obyektif program apa saja yang dapat didanai serta besarnya bantuan pendanaan yang dibutuhkan (baik melalui dana perimbangan ataupun melalui mekanisme penyaluran pendanaan lainnya).

  Salah satu prinsip dari Otonomi Daerah sebenarnya adalah semakin tingginya kemampuan Pemerintah Daerah untuk membiayai kegiatan pelayanan dan pembangunan di wilayahnya. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pendanaan Lainnya Kabupeten Minahasa Utara dari tahun 2011 s.d 2015 adalah seperti tabel berikut:

Tabel 5.1 PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN MINAHASA UTARA 2011 - 2015

  ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI URAIAN 2011 2012 2013 2014 2015

  

PENDAPATAN 482,959,390,476 490,709,689,721 542,403,435,771 542,683,298,121 584,385,630,821 589,388,340,723 646,889,321,701 664,013,622,605 714,544,764,989 395,970,532,940

  

1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 14,338,188,285 16,170,419,227 18,975,761,465 25,280,972,741 32,739,397,946 36,090,808,546 41,800,761,210 49,283,471,770 45,004,063,800 25,453,901,397

Pendapatan Pajak 4,799,097,016 5,724,087,578 8,182,435,000 10,710,695,408 10,691,313,997 11,256,896,212 18,025,000,000 20,657,981,106 20,925,000,000 10,778,450,831 Daerah Hasil Retribusi Daerah 3,769,281,795 2,887,140,079 3,758,412,900 4,657,328,991 10,644,254,395 11,750,512,282 10,967,315,883 8,514,091,490 7,852,500,000 4,238,708,519 Hasil Pengelolaan 90,000,000 104,630,439 305,850,902 456,350,902 120,000,000 866,348,446 748,000,000 748,650,256 60,000,000 687,312,587 Kekayaan Daerah yang Lain-lain Pendapatan

  5,679,809,474 7,454,561,131 6,729,062,663 9,456,597,440 11,283,829,554 12,217,051,606 12,060,445,327 19,362,748,918 16,166,563,800 9,749,429,460 Asli Daerah yang Sah

  

2 Dana Perimbangan 374,407,395,932 376,762,177,769 446,285,752,047 451,725,793,095 482,592,033,600 480,381,552,545 522,000,638,591 531,069,077,154 553,732,336,000 319,248,313,959

Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan 19,120,435,932 21,687,472,769 30,709,383,047 36,149,424,095 35,233,376,600 33,022,895,545 28,265,694,591 37,334,133,154 39,914,807,000 18,657,089,959 Pajak Dana Alokasi Umum 307,575,480,000 307,363,305,000 354,982,999,000 354,982,999,000 395,558,587,000 395,558,587,000 425,937,354,000 425,937,354,000 439,777,199,000 256,536,695,000 Dana Alokasi Khusus 47,711,480,000 47,711,400,000 60,593,370,000 60,593,370,000 51,800,070,000 51,800,070,000 67,797,590,000 67,797,590,000 74,040,330,000 44,054,529,000

LAIN-LAIN PENDAPATAN

  

3 94,213,886,259 98,197,669,470 64,141,922,259 65,675,532,285 69,043,199,275 72,915,985,632 82,787,137,000 83,661,073,681 116,819,365,189 50,268,319,584

DAERAH YANG SAH Dana Bagi Hasil Pajak dan Provinsi dan

  11,976,838,259 15,335,439,360 13,949,838,259 15,483,448,285 18,404,199,275 21,281,358,632 32,590,000,000 32,432,336,681 26,668,119,189 11,535,342,584 Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan

  82,237,048,000 82,862,230,110 50,192,084,000 50,192,084,000 50,639,000,000 51,634,627,000 50,197,137,000 51,228,737,000 90,151,246,000 38,732,977,000 Otonomi Khusus

Sumber : LKPJ AMJ Kepala Daerah Kabupaten Minahasa Utara 2015

  11

Tabel 5.2 MATRIKS POTENSI PENDANAAN APBD KAB/KOTA BIDANG CIPTA KARYA

  Realisasi Proyeksi SEKTOR

  2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Pengembangan Kawasan 2,206,571 3,469,500 Permukiman

  Penataan Bangunan dan Lingkungan Pengembangan SPAM 2,897,411 7,316,229 2,549,458 2,560,593 2,571,778 2,583,011 2,594,293 Pengembangan PLP

  528,000 1,559,809 1,590,291 1,621,368 1,653,052 1,685,356 Total Belanja APBD Kab/Kota 2,206,571 6,366,911 7,844,229 4,109,267 4,150,884 4,193,146 4,236,063 4,279,649 Bidang Cipta Karya

  

Sumber : Kab/Kota dan Hasil Analisis

  12

Tabel 5.3 MATRIKS POTENSI PENDANAAN APBD PROVINSI BIDANG CIPTA KARYA

  Realisasi Proyeksi SEKTOR 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

  Pengembangan Kawasan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Pengembangan SPAM 14,387 4,993 Pengembangan PLP 200,000 1,454,288 1,546,923 1,595,430 1,645,458 1,697,055 Total Belanja APBD Prov

  214,387 1,459,281 1,546,923 1,595,430 1,645,458 1,697,055 Bidang Cipta Karya

  Sumber : Renja Dinas PU Prov SULUT dan Hasil Analisis

  13 Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) diarahkan untuk mengoptimalisasi sumber-sumber pendapatan melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah, optimalisasi aset dan kekayaan pemerintah Kota dengan menganut prinsip: 1.

  Potensial artinya lebih menitik beratkan pada potensinya daripada jumlah atau jenis pungutan yang banyak;

2. Tidak memberatkan masyarakat; 3.

  Tidak merusak lingkungan; 4. Mudah diterapkan/diaplikasikan, mudah dilaksanakan; 5. Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarip dan materinya.

  Melakukan investasi pemerintah daerah pada sekfor-sektor ekonomi unggulan atau ekonomi masyarakat yang mempunyai daya ungkit ekonomi besar (seperti pembangunan pasar dan peningkatan pelayanan air minum, melalui retribusi), sehingga memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan Daerah pada satu sisi dan kesejahteraan masyarakat pada sisi lainnya. Investasi dilakukan dengan sistem bagi hasil misalnya.

5.2 Potensi Pendanaan APBN

  Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta

  5.2.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Tabel 5.4 MATRIKS POTENSI PENDANAAN APBN BIDANG CIPTA KARYA

  Realisasi Proyeksi SEKTOR

  2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Pengembangan Kawasan 2,206,571 3,431,970 29,090,317 2,751,750 2,220,000 2,207,806 800,000 2,183,620 2,171,626 Permukiman

  Penataan Bangunan dan 1,081,250 999,658 135,504 134,867 133,603 132,975 Lingkungan 11,493,654 12,723,000 14,274,923 6,774,599 12,567,991 12,588,712 12,630,257 12,651,081 Pengembangan SPAM 531,250 1,120,450 1,874,000 1,890,694 7,975,000 1,924,529 1,941,673 Pengembangan PLP Total Belanja APBN Bidang

  13,700,225 16,154,970 44,977,740 11,646,457 16,797,495 16,822,079 8,775,000 16,872,009 16,897,355 Cipta Karya

Sumber : e-monitoring dan Hasil Analisis

  16 Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi.

  

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum

  kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

  

Tabel 5. 5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya 3 Tahun Terakhir

  Jenis DAK Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 (1) (2) (3) (4)

  DAK Air 1.147.806.364 1.041.170.000 1.112.340.000 Minum DAK Sanitasi 959.960.000 1.026.420.000 1.335.600.000

  Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta

  Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No.67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen PPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.