STUDI TENTANG ETIKA MURID KEPADA GURU DALAM KISAH NABI MUSA A.S DAN NABI KHIDIR A.S SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

STUDI TENTANG ETIKA MURID KEPADA GURU

DALAM KISAH NABI MUSA A.S

DAN NABI KHIDIR A.S

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

  

Oleh:

AHMAD ZIDNI ANWAR MUSYADDAD

NIM 11113297

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2017

  

STUDI TENTANG ETIKA MURID KEPADA GURU DALAM

KISAH NABI MUSA A.S

DAN NABI KHIDIR A.S

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

  

Oleh:

AHMAD ZIDNI ANWAR MUSYADDAD

NIM 11113297

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2017

  

MOTTO

يبِويْ سَلسَ يتُولَّلا يىلَّلسَصيُّ بِ لَّنا يسَا سَ يسَا سَ يمٍو تُ يْ سَ يسَ يْ يبِولَّلا يسَ يْ سَ يتُ يْ بِ سَ يسَا سَ يمٍ بِا سَ ي بِ سَ يسَ يْ يسَ يْ سَقَ

  

يٌلتُجسَرسَويِّقسَحيْا ي بِفيبِوبِتسَكسَلسَىيىسَلسَ يسَطِّلتُ سَفي الَ سَ يتُولَّلا يتُه سَتآيٌلتُجسَريبِ يْ سَقَتسَنيْقَث ي بِفي لَّلَبِإيسَ سَ سَ ي سَلَيسَملَّلسَ سَو

سَهتُ ِّلسَ تُقَيسَوي سَهبِ ي بِضيْقسَقَييسَ تُهسَقَفيسَةسَ يْكبِحيْا يتُولَّلا يتُه سَتآ

Qais bin Abu Hazim berkata; aku mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata;

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh mendengki kecuali

terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia

pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan

hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain.”

(Bukhari - 71)

  

PERSEMBAHAN

  Dengan penuh rasa syukur dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

  1. Kepada Abah KH. Mahasin Munir yang pertama kali telah mengenalkan penulis kepada Allah swt., dan selalu memberikan motivasi-motivasi yang bisa mendongkrak semangat penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi ini.

  2. Kepada Ibu Hj. Siti Mahmudah yang senantiasa tanpa henti-hentinya mendoakan penulis, dan tiada bosan memberikan nasehat dan pengarahan sehingga penulis bisa menjadi manusia yang beriman dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt.

  3. Kepada para masyayikh yang selalu mendoakan dan memberikan ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat mengetahui perintah-perintah Allah yang harus dilaksanakan dan larangan Allah yang harus ditinggalkan.

  4. Kepada keluarga tercinta kakak dan adik yaitu keluarga pandawa lima (Mas Rosyid, Mas Anton, Mas Adib, dan Dik Wafa) yang selalu menginspirasi bagi penulis.

  5. Kepada teman-teman di Ponpes Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening yang selalu memberikan pengalaman baru dan kesan bahagia.

  6. Kepada teman-teman PAI seperjuangan angkatan 2012 dan 2013 yang memberikan pahit dan manis pelajaran kehidupan.

  7. Kepada jeng Sifan yang selalu terbuka untuk mengajarkan ilmunya kepada penulis terutama dalam penyelesaian skripsi ini.

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam juga tidak lupa penulis haturkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad saw. yaitu satu-satunya Nabi yang dapat memberikan safaat kelak di hari kiamat.

  Dengan izin dari Allah swt. proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini telah penulis lalui dengan baik. Dalam penulisan ini juga tidak terlepas dari dukungan dan motivasi dari berbagai pihak, maka dari itu tentunya banyak pihak yang penulis libatkan, sehingga penulis mengucapkan banyak terima kasih, khususnya kepada:

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga yang telah menyetujui skripsi ini.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

  3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI.

  4. Bapak H. M. Yusuf Khumaini, S.HI. MH. selaku dosen Pembimbing Akademik.

  5. Bapak H. Achmad Maimun, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah ikhlas memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

  6. Bapak ibu dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  7. Bapak dan ibu serta keluarga ku yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang tiada henti untuk keberhasilan studi penulis.

  8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

  Kepada mereka semua penulis tidak bisa memberikan balasan apa-apa. Hanya untaian kata terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis haturkan, semoga Allah swt. senantiasa membalas amal kebaikan mereka semua dengan balasan yang lebih banyak dan lebih baik atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

  Akhirnya, dengan berakhirnya analisis ini, penulis berharap semoga tulisan ini bisa mempunyai nilai guna dan kemanfaatan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

  Salatiga, 23 Agustus 2017 Penulis, Ahmad Zidni Anwar Musyaddad NIM. 11112167

  

ABSTRAK

  Musyaddad, Ahmad Zidni Anwar. 2017. Studi tentang Etika Murid Kepada Guru dalam

  Kisah Nabi Musa A.S dan Nabi Khidir A.S. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.Pembimbing: H. Achmad Maimun, M. Ag.

  Kata Kunci: Etika, Murid, Guru, Kisah, Nabi Musa A.S, Nabi Khidir A.S

  Penelitian ini tentang etika murid teradap guru yang terdapat pada kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as. dalam Al-Q ur‟an surat Al-Kahfi ayat 66-82, bahwa seorang murid harus memiliki etika yang baik agar guru merasa senang terhadap sifat murid. Terkadang ada beberapa murid yang saat ini tidak tahu bagaimana ia harus bersikap kepada gurunya karena bagaimanapun juga ia telah mengajar dan memberikan ilmu kepadanya. Banyak kejadian akhir-akhir ini beberapa murid kurang memiliki etika yang baik terhadap guru, baik itu dilakukan secara langsung dihadapan gurunya atau dengan cara tidak langsung. Sehingga dalam rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.

  Bagaimana etika seorang murid kepada guru dalam Kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as.

  2. Bagaimana relevansinya dalam pendidikan Islam.

  Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan metode library research, karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data- data yang berhubungan dengan objek penelitian, juga mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun sekunder yang dicari dari sumber kepustakaan. Dalam penarikan kesimpulan penulis menggunakan metode analisis

  maudhu‟i. Analisis maudhu‟i

  adalah merumuskan tema masalah yang akan dibahas menghimpun menyusun dan menelaah ayat-ayat Al-Q ur‟an, kemudian melengkapinya dengan hadits yang relevan.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kisah perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as. terdapat etika-etika yang harus bisa ditiru oleh murid agar tidak pernah terjadi hal-hal yang bisa membuat murid menjadi kesal terhadap guru dan mencurahkan kekesalannya itu kepada siapapun. Etika yang terdapat dalam kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as. antara lain adalah tawadhu

  ‟, tidak merasa lebih tahu dari gurunya, tidak mempunyai hasrat ingin mengungguli ilmu guru, mengakui kualitas ilmu guru sehingga ia butuh terhadap ilmu dari guru, dan hendaknya tidak memotong pembicaraan saat menyampaikan materi sebelum dipersilahkan.

  DAFTAR ISI

  LEMBAR SAMPUL ................................................................................... i LEMBAR BERLOGO ................................................................................ ii LEMBAR JUDUL SKRIPSI ...................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iv PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................. vi MOTTO ................................................................................................... ... vii PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii KATA PENGANTAR ................................................................................ ix ABSTRAK .................................................................................................. xi DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ...............................................................

  B.

  4 Rumusan Masalah .........................................................................

  C.

  5 Tujuan Penelitian ..........................................................................

  D.

  5 Manfaat Penelitian .......................................................................

  E.

  6 Kajian Terdahulu ..........................................................................

  F.

  8 Metode Penelitian .........................................................................

  G.

  Sistematika Penulisan ................................................................... 10

  BAB II KOMPILASI AYAT A. Surat Al-Kahfi ..............................................................................

  38 8. Ayat ke 82 ................................................................................

  Pengertian Guru ................................................................

  Guru ......................................................................................... 52 a.

  Tugas dan Kewajiban Murid/Pelajar ................................ 48 3.

  Pengertian Murid .............................................................. 47 b.

  46 2. Murid ........................................................................................ 47 a.

  Ruang Lingkup Etika ........................................................

  Pengertian Etika ................................................................ 44 b.

  44 1. Etika ......................................................................................... 44 a.

  40 C. Kajian Konseptual tentang Etika ................................... ...............

  34 7. Ayat ke 80-81 ...........................................................................

  12 1. Pengertian Surat Al-Kahfi ........................................................

  30 6. Ayat ke 78-79 ...........................................................................

  28 5. Ayat ke 76-77 ...........................................................................

  23 4. Ayat ke 74-75 ...........................................................................

  19 3. Ayat ke 72-73 ...........................................................................

  15 2. Ayat ke 69-70 ...........................................................................

  15 1. Ayat ke 66-68 ...........................................................................

  14 B. Kompilasi Surat Al-Kahfi Ayat 66-82 ..........................................

  13 3. Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi ......................................

  12 2. Keutamaan Surat Al-Kahfi .......................................................

  52

  b.

  53 Kode Etik Guru .................................................................

  4. Etika Murid terhadap Guru ...................................................... 54

  BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH A.

  56 Asbabun Nuzul .............................................................................

  B.

  72 Munasabah ....................................................................................

  1.

  72 Pengertian Munasabah ...........................................................

  2.

  74 Munasabah Surat Al-Kahfi ....................................................

  a.

  74 Munasabah Ayat dengan Ayat ..........................................

  b.

  88 Munasabah Surat dengan Surat .........................................

  BAB IV PEMBAHASAN A. Etika Murid kepada Guru dalam Kisah Nabi Musa A.S dan Nabi Khidir A.S .......................................................................................................

  97 1.

  97 Tawadhu‟ ...............................................................................

  2.

  101 Tidak Merasa Lebih Tahu dari Gurunya ...............................

  3.

  108 Tidak Memiliki Hasrat Ingin Mengungguli Ilmu Gurunya ...

  4.

  113 Mengakui Kualitas Ilmu Gurunya .........................................

  5. Tidak Memotong Pembicaraan Guru saat Menjelaskan Materi Sebelum Dipersilahkan ......................................................................... 118 B.

  118 Relevansinya dalam Lingkungan Pendidikan ...............................

  BAB V PENUTUP A.

  126 Kesimpulan ...................................................................................

  B.

  127 Saran-saran ...................................................................................

  1.

  127 Untuk Murid .............................................................................

  2.

  127 Untuk guru ...............................................................................

  3.

  128 Untuk Penulis ........................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 129 LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN 1.

  Riwayat Hidup Penulis 2. Nota Pembimbing Skripsi 3. Lembar Konsultasi 4. Daftar Nilai SKK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana dapat diketahui bahwa jika memperhatikan isi Al- Q

  ur‟an dan Hadits, maka terdapatlah beberapa perintah yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu.

  Menuntut ilmu adalah suatu usaha atau bentuk proses yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku dari yang tidak baik ke arah yang lebih baik (Idauniq, 2012 : 2). Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadits Nabi Muhammad saw. yaitu:

  يتُ يْ يتُر بِثسَكي سَنسَقَثلَّ سَ يسَن سَ يْ سَلتُ يتُ يْ يتُصيْفسَ ي سَنسَقَثلَّ سَ يمٍر لَّ سَ يتُ يْ يتُ سَشبِىي سَنسَقَثلَّ سَ يمٍر بِ يْنبِ يسَا سَ ي مٍ بِا سَ يبِ يْ يبِ سَ سَ ييْ سَ يسَ يبِر بِ يبِ يْ يبِ لَّ سَحتُ ييْ سَ يىسَلسَ يٌةسَضيبِرسَفيبِميْلبِ يْا يتُبسَلسَطيسَملَّلسَ سَويبِويْ سَلسَ يتُولَّلا يىلَّلسَصيبِولَّلا يتُا تُ سَريسَا سَ يسَرسَىيْ سَجيْا يبِريبِا سَنسَخيْا يبِ ِّلسَقتُ سَكيبِوبِليْىسَ يبِريْ سَغيسَ يْنبِ يبِميْلبِ يْا يتُعبِض سَوسَويمٍمبِليْ تُ يِّلتُك يسَبسَىلَّلا سَويسَ تُايْ ُّلا سَو

  Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinzhir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi" (Ibnumajah-220).

  Dari hadits ini dapat diperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemaslahatan dan jalan kemanfaatan. Dan orang yang berilmu, berpengetahuan luas, maupun orang yang mencapai kesuksesan tentunya tidak akan bisa didapatkan tanpa sebuah usaha ataupun pembelajaran.

  Dalam proses belajar saat ini, nilai tidak hanya berdasarkan kemampuan akademiknya saja tetapi juga berdasarkan sikap dan tingkah laku siswa tersebut terhadap gurunya. Banyak dari siswa yang saat ini tidak tahu bagaimana ia seharusnya bersikap terhadap gurunya. Terkadang beberapa dari sikap dan perkataan mereka dianggap kurang sopan, namun mereka tidak menyadari hal tersebut. Di sini pendidikan hendaknya berlaku bagaimana merubah pengetahuan atau ilmu yang mereka dapat itu menjadi tingkah laku dan bagaimana mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Etika itu harus diajarkan sejak dini agar para murid tahu siapa dirinya dan kepada siapa saja mereka harus hormat.

  Memperhatikan realitas belakangan ini, bahwa ada beberapa murid yang kurang memiliki adab pada gurunya. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada yang diam-diam memaki gurunya, dan ada pula yang secara terang-terangan menunjukkan sikap yang kurang sopan dihadapan seorang guru. Bahkan jejaring sosial seperti facebook, bbm dan twitter sering kali dijadikan sebagai media untuk menumpahkan kekesalan atau kekecewaan terhadap guru, malah ada yang mencaci maki guru lewat status- statusnya di jejaring sosial yang dia miliki. Padahal Rasulullah saw. telah bersabda :

  ي سَنبِ بِاي سَ بِايتُفبِريْ سَقَيسَوي سَ بِريْ بِغسَصييْمسَ يْرسَقَييسَوي سَ بِريْ بِ سَكيلَّلبِجتُيييْمسَاييْ سَ يسَ لَّنبِ يسَ يْ سَا يتُولَّقسَ

  Artinya: Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulama kami. (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami) Dalam agama Islam tentu sudah banyak pedoman-pedoman untuk memperbaiki etika, salah satunya dalam Al-Qu r‟an, sementara itu belum banyak peneliti yang mengupas tentang bagaimana cara mengubah etika murid yang buruk menjadi lebih baik seperti yang dicontohkan dalam Al- Q ur‟an. Sehingga, penulis terpanggil untuk memberikan penjelasan tentang adab seorang siswa kepada gurunya.

  Ilmu sangatlah penting untuk dimiliki bagi setiap orang, karena pentingnya itulah Rasululla h bersabda “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China.

  ” Guru merupakan orang yang sangat berjasa dalam menyalurkan ilmu kepada murid-muridnya, dan murid mempunyai hak bertanya tentang apa yang belum ia ketahui. Allah telah berfirman dalam kitab suci Al-Qur,an dalam surat An-Nahl ayat 43 seperti di bawah ini:

         

  Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (Depag RI, 2010: 272). Guru adalah orang yang harus dihormati, karena guru adalah dokter rohani untuk kebaikan dunia dan akhirat, guru ketika mendidik sangatlah sulit, diantaranya: mendidik akhlak, mengajarkan ilmu yang bermanfaat serta memberikan nasihat-nasihat yang baik. Hal itu dilakukan tidak lain agar murid-muridnya bahagia seperti orang tua yang membahagiakan anaknya dan mengharapkan masa depan yang baik dalam berpendidikan.

  Oleh karena itu murid harus memiliki adab yang baik kepada guru, agar ilmu yang didapat bisa diterima dengan mudah dan barokah, meskipun guru itu sendiri tidak menuntut hal itu dari muridnya. Guru tidak berharap dihormati, tapi justru murid lah yang harus mengerti balas budi dengan cara menghormati guru.

  Berdasarkan latar belakang di atas mengingat pentingnya etika dalam lingkungan pendidikan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka penulis mengambil judul: STUDI TENTANG ETIKA

  SEORANG MURID KEPADA GURU DALAM KISAH NABI MUSA A.S DAN NABI KHIDIR A.S.

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana etika seorang murid kepada guru dalam kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as.?

2. Bagaimana relevansinya dalam pendidikan Islam ? C.

   Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui bagaimana etika seorang murid kepada guru dalam kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as.

  2. Mengetahui relevansi dalam pendidikan Islam.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoritis Dari penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pendidikan etika yang harus senantiasa ditanamkan oleh seorang murid seperti yang terkandung dalam Al-Q ur‟an.

  Dalam perbuatan ataupun perilaku yang manusia lakukan itu bisa jadi dilandaskan pada moral, etika seperti menghargai pendapat orang lain, ataupun akhlak atau muncul secara alami seperti duduk, tidur, makan, apalagi ketika berada dalam lingkungan pendidikan yang mana etika itu sangat penting bagi seorang murid (Drajat, 2014 : 4). Seorang murid perlu memahami sebuah etika dan dia harus menyadari bahwa dia sedang berposisi sebagai seorang murid ketika melaksanakan pembelajaran. Etika yang dilaksanakan dengan baik oleh masing-masing murid juga akan menjaga akhlak yang baik dan kesopan santunan dalam lingkup pendidikan.

  2. Manfaat praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk dijadikan pertimbangan berpikir dan bertindak. Secara khusus dapat dipergunakan sebagai berikut: a.

  Bermanfaat bagi peserta didik dalam mengimplementasikan etikanya kepada guru di lingkungan pendidikan.

  b.

  Bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

E. Kajian Terdahulu

  Dari pengamatan penulis terdapat analisis-analisis yang relevan terhadap judul penelitian yang berkaitan dengan pembahasan etika murid kepada guru, antara lain:

  Skripsi Maulia Rahmawati (2016) yang berjudul Analisis Nilai-Nilai Akhlak dalam Al-

  Qur‟an Surat An Nahl Ayat 90-91. Hasil dari peneletian ini adalah bahwa islam dalam menetapkan nilai-nilai akhlak tidak hanya pada teorinya saja, melainkan menuntut umatnya untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Penerapannya dalam kehidupan salah satunya berawal dari sebuah pendidikan. Sebagaimana telah dapat diketahui bahwa pendidikan itu merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka hal yang harus ditempuh bahkan merupakan kewajiban adalah menuntut ilmu atau mendapatkan pendidikan lah jalan yang relevan untuk merubah akhlak dan etika menjadi lebih baik. Seseorang yang dapat menerapkan akhlak- akhlak dalam surat An Nahl ayat 90-91 merupakan mereka yang memperoleh pendidikan dan pengajaran akhlak-akhlak tersebut, sehingga mereka mengetahui mana akhlak yang harus ditingkatkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mana akhlak yang harus ditinggalkan untuk berinteraksi dengan baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah, dalam hal ini adalah murid dan guru.

  Berlanjut ke penelitian skripsi Khifdhotul Kholifah (2017) yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al- Qur‟an Surat Ali Imron

  Ayat 159-160. Hasil dari penelitian ini adalah pendidikan akhlak merupakan perpaduan antara pengertian pendidikan dan akhlak. Maksudnya yaitu pendidikan akhlak adalah bimbingan, asuhan dan pertolongan dari orang dewasa atau pendidik untuk membawa anak didik kepada tingkat kedewasaan yang mampu menerapkan dan membiasakan diri dengan sifat- sifat yang terpuji dan menghindari sifat yang tercela seperti sikap yang tidak sopan kepada guru atau pendidik. Kemudian salah satu faktor yang bisa merubah akhlak murid menjadi baik adalah contoh daripada yang diterapkan oleh guru, karena akhlak sangat berkaitan dengan kebiasaan, maka sebagai pihak pendidik atau guru harus berakhlakul karimah sebagai teladan bagi para muridnya.

  Dari kedua uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa skripsi yang penulis angkat mempunyai persamaan dan perbedaan dengan melihat penelitian yang sudah ada. Letak persamaannya dapat dilihat pada objek yang diteliti, yakni sama-sama mempunyai gambaran dan upaya untuk menciptakan etika murid yang baik terhadap guru dalam lingkungan pendidikan yang nantinya bisa diterapkan juga di lingkungan masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan perbedaannya terdapat pada fokus penelitian, pada penelitian di atas yang banyak memberikan kontribusi dalam pencapaian etika yang baik adalah sang guru sebagai contoh akhlakul karimah, sementara yang penulis teliti adalah bagaimana etika yang baik yang harus dimiliki dan diterapkan oleh murid itu sendiri kepada guru.

F. Metode Penelitian

  Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik untuk sampai tujuan penelitian. Teknik tersebut meliputi:

  1. Jenis penelitian.

  Jenis penelitian ini tergolong penelitian pustaka (library

  research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka

  (Hadi, 1983: 3). Di mana data-data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berbagai tulisan yang temanya sama dengan judul yang penulis angkat.

  Adapun sumber data yang digunakan penulis adalah: a. Sumber data primer.

  Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan penelitian.

  b. Sumber data sekunder.

  Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber- sumber data primer. Sumber data sekunder diambil dengan cara mencari, menganalisis buku-buku, internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

  2. Teknik pengumpulan data.

  Untuk memperoleh data dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, ledger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi, 1993: 234).

  Metode ini penulis gunakan untuk mencari data dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku tafsir Al-Q ur‟an dan Hadist serta buku-buku yang berkaitan dengan tema pembahasan.

  Kemudian hasil dari data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan yang terdapat dalam kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as. tentang etika seorang murid terhadap guru.

  3. Metode analisis.

  a.

  Analisis maudhu‟i Analisis maudhu‟i adalah “Merumuskan tema masalah yang akan dibahas menghimpun menyusun dan menelaah ayat- ayat Al-Q ur‟an. Kemudian melengkapi dengan hadist yang relevan serta menyusun kesimpulan sebagai jawaban Al-Q ur‟an atas masalah- masalah yang dibahas” (Al-Aridl, 1992: 88).

  Metode ini penulis gunakan untuk membahas kisah Nabi Musa as. yang berguru dengan Nabi Khidir as. dan berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Q ur‟an yang lain dari berbagai surat yang berkaitan dengan tema yang dibahas, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

  b. Analisis deduksi.

  Metode deduksi adalah “Berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu kejadian khusus” (Hadi, 1981: 36). Penerapan metode ini misalnya penulis gunakan untuk mencari fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian akan ditarik kesimpulan agar bisa lebih memahami permasalahan yang ada. Teknik ini digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari suatu yang umum menjadi khusus, berdasarkan data yang telah diperoleh, penulis menganalisis etika seorang murid secara umum, kemudian menggolongkannya secara khusus sesuai kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as .

G. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan dalam memahami isi dan kajian skripsi ini, maka penulis memaparkan sistematika yang terbagi menjadi lima bab yakni sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kajian terdahulu dan sistematika penulisan skripsi.

  BAB II : KOMPILASI AYAT DAN KONSEPTUAL TENTANG ETIKA Pada bab ini dikemukakan tentang etika murid yang meliputi: pengertian etika, ruang lingkup etika, etika murid kepada guru, serta kompilasi ayat.

  BAB III : ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH Dalam bab ini akan diuraikan mengenai asbanun nuzul terjadinya kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as., yakni ayat yang berhubungan dengan etika murid kepada guru serta munasabah ayat.

  BAB IV : PEMBAHASAN Pada bab ini akan dikaji mengenai etika seorang murid kepada guru yang terdapat dalam kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as. serta relevansinya di lingkungan pendidikan.

BAB V : PENUTUP Merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan penulisan dari pembahasan skripsi dan saran. BAB II KOMPILASI AYAT A. Surat Al-Kahfi

1. Pengertian Surat Al-Kahfi

  Surat ini dinamakan Al-Kahfi yang secara harfiah yaitu gua. Nama ini diambil dari kisah sekelompok pemuda yang menyingkir dari gangguan penguasa pada zamannya, lalu mereka beristirahat di gua dan tertidur di dalamnya selama tiga ratus tahun lebih. Nama ini juga sudah ada sejak jaman Rasulullah saw. bahkan beliau sendiri juga menamai surat ini dengan sebutan yang sama

  . Beliau bersabda: “Siapa yang menghafal 10 ayat petama dari surat Al-Kahfi maka dia akan terpelihara dari fitnah ad- Dajjal.” (HR. Muslim dan Abu Daud melalui Abu ad-Darda). Adapun riwayat-riwayat yang lain ada yang menamainya dengan surah Ashab Al- Kahf.

  Surat ini merupakan wahyu Al- Qur‟an yang ke 68 yaitu turun sesudah surah Al-Ghasyiyah dan sebelum surat Asy-Syura. Dalam surat

  Al-Kahfi ini terdapat 110 ayat, yang menurut ulama, kesemuanya turun sekaligus sebelum Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Namun mengenai surat ini juga ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa ada ayat yang tidak turun secara bersamaan sekaligus yaitu ayat pertama sampai ayat kedelapan. Ada juga yang mengatakan ayat 28 dan 29, ada pula yang mengatakan ayat 107 sampai ayat 110. Ayat-ayat yang tidak turun secara bersamaan itu dinilai oleh banyak ulama bukan pada tempatnya.

  Sayyid Quthub menegaskan bahwa unsur pokok pembahasan yang tertera pada surat ini adalah pada awal surat terdapat kisah Ashab Al-Kahf, kemudian setelah itu ada kisah Nabi Adam as. dan iblis. Pada pertengahan surat terdapat kisah Nabi Musa as. dengan seorang hamba Allah yang saleh (Nabi Khidir as). Dan pada akhir suratnya terdapat kisah Dzurqarnain. Adapun sebagian besar dari ayat-ayat yang tidak tertampung dalam surat-surat di atas adalah ayat yang membahas komentar tentang kisah-kisah tersebut, yaitu membahas tentang gambaran hari kiamat, benang merah, dan tema utama yang menghubungkan kisah-kisah ini adalah pelurusan tentang akidah tauhid dan kepercayaan yang benar (Shihab, 2002: 224).

2. Keutamaan Surat Al-Kahfi

  Dalam Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadits, menjelaskan tentang keutamaan surat Al-Kahfi seperti di bawah ini:

  ييْ سَ يسَقسَحيْ بِإي بِ سَ ييْ سَ يسَةسَ سَثيْ سَخي تُ سَ ي سَ سَرسَقَ يْخسَ يىسَ يْحسَييتُ يْ يىسَ يْحسَيي سَنسَقَثلَّ سَ يو يسَا سَ يبِا سَرسَقَ يْا يٌط تُ يْرسَ يٌسسَرسَقَفيتُهسَ يْنبِ سَوي بِفيْهسَكيْا يسَةسَر تُ يتُ سَريْقسَقَييٌلتُجسَريسَن سَك يتُوتُ سَرسَقَفيسَلسَ سَجسَوي تُ يْ سَتسَويتُروتُ سَتييْ سَلسَ سَجسَفيٌةسَ سَحسَ يتُويْتلَّشسَغسَقَتسَقَفيبِ يْ سَقَنسَطسَشبِ يسَرسَكسَلسَفيسَملَّلسَ سَويبِويْ سَلسَ يتُولَّلا يىلَّلسَصيلَّ بِ لَّنا يىسَتسَ يسَحسَ يْصسَ ي لَّ سَلسَقَفي سَهيْقَنبِ يتُربِفيْنسَقَي يبِنآيْرتُقيْلبِاييْ سَالَّ سَقَنسَقَتيتُةسَن بِكلَّ ا يسَ يْلبِتيسَا سَقسَقَفيتُوسَايسَ بِاسَ

  Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Abu Ishaq dari Al Baraa` ia berkata; Ada seorang laki-laki membaca surat Al Kahfi, sementara di sampingnya terdapat seekor kuda yang terikat dengan dua tali ikatan. Tiba-tiba ia dinaungi oleh gumpalan awan. Awan tersebut kemudian berputar-putar dan mendekat, hingga kuda itu pun lari. Ketika pagi, laki-laki itu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menuturkan hal itu kepada beliau, maka beliau pun bersabda: "Itulah As sakinah (ketenangan) yang turun bagi (pembaca) Al Qur`an ” (Muslim-1325).

3. Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi

  Di dalam hadits banyak yang membahas mengenai keutamaan dan manfaat bagi seseorang yang mengamalkan surat Al-Kahfi. Di antaranya dari Ibnu Umar

  radhiyallahu „anhuma, dalam kitab at-Targhib wa al-

  Tarhib juz 1 halaman 298 berkata: Rasulullah saw. bersabda:

  ي بِ يْحسَتييْ بِ يٌريْ تُقَ يتُوسَايسَعسَطسَ يبِةسَ تُ تُجيْا يبِ يْ سَقَيي بِفي بِفيْهسَكيْا يسَةسَريْ تُ يسَ سَرسَقَ ييْ سَ يسَ يْ سَقَ ي سَ يتُوسَايسَربِفتُغسَويبِةسَ سَ بِقايْ يسَ يْ سَقَييتُوسَايتُايْ بِضتُييبِا سَ لَّ ا يبِن سَنسَ يىسَابِإيبِوبِ سَ سَ يبِ يْ سَقَتسَ يْ تُجيْا

  “Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari jum‟at maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosan ya antara dua jum‟at.”

  Dan terdapat juga banyak pemahaman yang mengatakan bahwasanya ketika membaca Al- Qur‟an yang disertai sekaligus dengan pemahamannya, kemudian ia mengamalkan isi kandungannya itu dalam kehidupan sehari-hari maka hal ini merupakan salah satu kunci rahasia untuk bisa mendapatkan berkah dari Al-

  Qur‟an (Faqih, 2005: 6).

B. Kompilasi Surat Al-Kahfi Ayat 66-82 1. Ayat 66-68

  

         

         

         

  Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali- kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (Depag RI, 2010:301).

a) Penjelasan Ayat 66-68

  Ketika Nabi Musa as. berhasil menemukan hamba yang saleh yang diisyaratkan oleh Allah, maka beliau berkata, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?

  ” Dan hamba yang saleh itu pun berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku

  .” Hamba yang saleh menegaskan bahwa ketika Nabi Musa as. mengikutinya maka sesungguhnya beliau sudah tahu bahwa Nabi Musa as. tidak akan sabar menempuh perjalanan bersamanya. Kemudian dipertegas lagi ucapan hamba yang saleh itu dengan berkata, “Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu yang mana engkau sendiri belum mempunyai pengetahuan batiniyah yang cukup tentang apa yang kau lihat dan alami ketika melakukan perjalanan denganku.” Kata ( اربخ ) khubran di sini berarti pengetahuan yang mendalam. Dari kata ( ريبخ ) khabir, yaitu pakar yang sangat dalam pengetahuannya. Dalam kisah ini Nabi Musa as. memiliki ilmu lahiriah dan setiap kali menilai sesuatu hanya berdasarkan lahiriahnya saja. Namun pada setiap sisi lahiriah pasti ada sisi batiniyahnya juga, yang berperan penting dalam munculnya hal-hal yang bersifat lahiriah. Dari sifat inilah yang membuat Nabi Musa as. tidak sabar dalam perjalanannya bersama hamba yang saleh, karena tingkah laku yang ditunjukkan oleh hamba yang saleh dalam perjalanannya dalam setiap peristiwa yang terjadi adalah menyimpang dari hukum-hukum syariat dan merupakan sifat batiniah.

  Kata ( كعبّتأ ) كعبتأ )

  attabi‟uka berasal dari kata ( atba‟uka dari kata

  ( عبت )

  ث ) tabi‟a yaitu mengikuti. Penambahan huruf ( ta‟ pada attabi‟uka mengandung makna kesungguhan dalam upaya mengikuti.

  Ucapan Nabi Musa as. ini memang sangat halus, beliau dalam keingin belajarannya kepada hamba yang saleh, tidak ada sama sekali faktor paksaan ataupun permintaan yang mendesak kepada hamba yang saleh itu, beliau hanya mengungkapkannya dalam sebuah pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu.” Pengajaran ini dinilai juga oleh Nabi Musa as. sebagai petunjuk bagi dirinya. Di sini digambarkan bahwa Nabi Musa as. tidak meragukan lagi atas keluasan ilmu hamba yang saleh itu dan beliau hanya berharap hamba yang saleh itu mau mengajarkan sebagian ilmu dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Hamba yang saleh juga termasuk orang yang penuh dengan tata krama karena dalam menanggapi pertanyaan Nabi Musa as. yang hendak mengikutinya beliau tidak langsung menolak, akan tetapi dengan komunikasi yang halus dan menyampaikan alasan yang logis tidak menyinggung perasaan, yaitu menyampaikan bahwa Nabi Musa as. tidak akan sabar bersamanya.

  Thahir Ibn „Asyur memahami bahwa jawaban hamba yang saleh itu bukan berarti memberi tahu kepada Nabi Musa as. atas ketidaksanggupannya melainkan hanya untuk berhati-hati sebelum memulai perjalanan yang penuh dengan keterkejutan. Karena kalau hamba yang saleh itu menyampaikan kepada Nabi Musa as. atas ketidaksanggupannya maka tidak akan terjadi dialog yang menghasilkan syarat dalam keikutsertaan dan Nabi Musa as. tidak akan menjawab insyaAllah dia akan sabar.

  Ucapan hamba yang saleh itu memberi acuan bahwasannya sebagai seorang pendidik seharusnya menuntun, mengarahkan dan menjelaskan rintangan-rintangan yang akan dihadapi oleh seorang anak didik dalam belajar dan seorang pendidik seharusnya tidak mengajarkan suatu ilmu kepada anak didik jika mengetahuinya bahwa kemampuan itu belum akan mampu diterima olehnya (Shihab, 2002: 245).

b) Kandungan Ayat 66-68

  Ketika Nabi Musa as. bertemu dengan hamba yang saleh (Nabi Khidir as), lalu dihadapan beliau ada seekor burung yang mengambil air dari laut dengan paruhnya dan meneteskan air dari paruh burung itu ke tanah, kemudian hamba yang saleh itu berkata kepada Nabi Musa as., apakah kamu tahu wahai Musa apa rahasia dibalik burung yang meneteskan air dari paruhnya ke tanah itu. Sesungguhnya ia mengajarkan kepada kita bahwa ilmu Allah dibandingkan makhluk- Nya itu tiada bandingannya, hanya bagaikan satu tetes air dari paruh burung yang jatuh ke tanah dengan luasnya air di lautan. Maka tidak ada yang patut disombongkan di dunia ini. Nabi Musa as. berkata kepada hamba yang saleh, bolehkah aku mengikutimu agar aku mendapatkan ilmu pengetahuan dari ilmu Allah yang telah diajarkan kepadamu?

  Pengetahuan yang dimaksud oleh Nabi Musa as. tentunnya pengetahuan yang bisa mengajarkan kebaikan bagi manusia, bukan yang membawa kesia-siaan dan kedzaliman. Kemudian jawaban dari hamba yang saleh untuk Nabi Musa as. adalah menjelaskan bahwa Nabi Musa as. tidak akan sabar menimba ilmu dengannya karena ilmu yang dikuasai oleh Nabi Musa as. adalah ilmu lahiriah saja sedangkan ilmu yang akan diterapkan oleh hamba yang saleh tersebut dalam perjalanan nanti adalah ilmu batiniyah. Oleh karena itu melaksanakan kesabaran yang harus dipegang akan sulit diterima oleh Nabi Musa as.

  Hamba yang saleh melanjutkan perkataannya, bagaimana mungkin engkau akan sabar terhadap suatu tindakan yang engkau anggap itu salah dan menyimpang dari syariat sedangkan engkau belum tahu sisi batiniah dan hakikat dari kejadian tersebut (Faqih, 2005: 131).

2. Ayat 69-70

  

          

         

  

  Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun." Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu" (Depag RI, 2010:301)

a) Penjelasan Ayat 69-70 Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Nabi Musa as.

  berkomentar tentang jawaban yang diberikan oleh hamba yang saleh sebagaimana terbaca pada ayat yang lalu dengan berkata, “InsyaAllah engkau akan mendapatiku sebagai seorang yang penyabar dan aku tidak akan mementangmu dalam sesuatu urusanpun.

  ” Dan hamba yang saleh kemudian berkata jika engkau benar-benar ingin mengkutiku maka jangan tanyakan sesuatu hal pun kepadaku tentang perbuatan yang aku lakukan selama dalam perjalanan sampai pada saatnya nanti aku akan menjelaskannya sendiri kepadamu. Inilah syarat yang ditetapkan oleh hamba yang saleh itu dalam keikutsertaan Nabi Musa as. terhadapnya (Shihab, 2009: 346).

  Perlu diketahui bahwa ketika Nabi Musa as. dalam mengucapkan janji akan kesabarannya itu tidak terlepas dari tuntunan syariat, dan Nabi Musa as. dalam hal ini meyakini bahwa hamba yang saleh itu pastinya mengikuti tuntunan Allah. Atas dasar inilah yang membuat Nabi Musa as. mempunyai keinginan yang cukup kuat untuk berguru dengan hamba yang saleh itu.