Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dikutip Notoatmodjo (2012) seorang ahli
psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain
perilaku,
yakni
kognitif
(cognitive),
afektif
(affective),
dan
psikomotor
(psychomotor). Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya,
reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya
digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),
dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati
melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya
dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni
dalam bentuk pegetahuan, motivasi dan persepsi.
Menurut Lawrence Green (1993) dalam Notoatmodjo (2014), bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor
perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
dibentuk dari 3 faktor :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
2.1.2 Perilaku Kesehatan
Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun
tidak langsung yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014) perilaku adalah
keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang
diperlukan. Menurut Benjamin Bloom dikutip Notoatmodjo (2014), perilaku ada 3
domain : perilaku, sikap dan tindakan.
Menurut Roger dikutip Notoatmodjo (2014), menjelaskan bahwa sebelum
orang menghadapi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek).
b. Interest (dimana orang tersebut adanya ketertarikan).
c. Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut).
d. Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru).
e. Adoption (dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
terhadap stimulus).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Faktor yang Memengaruhi Perilaku
a. Faktor Genetik: Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia
dilahirkan.
b. Faktor Eksogen: Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktorfaktor yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.
c. Proses Belajar: Bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan
dalam rangkat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2014).
2.1.4
Bentuk Perilaku
a. Perilaku Pasif: Perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan
tidak bisa diamati. Contoh : berfikir dan bernafas
b. Perilaku Aktif: Perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan
dapat diamati secara langsung (Kholid, A. 2012)
2.1.5 Pembagian Perilaku ke dalam 3 Domain (Kewarasan)
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior)
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
Universitas Sumatera Utara
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.
c. Praktik/practice
Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahuinya (Priyoto, 2015)
2.1.6
Beberapa Teori Perubahan Perilaku
Teori Determinan Terbentuknya Perilaku yaitu:
1. Teori Lawrence Green
Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
-
Faktor predisposisi: yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan
keyakinan dan nilai-nilai
-
Faktor pendukung: yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya:
Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.
-
Faktor pendoron: yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari perilaku
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori WHO
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah :
1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan)
2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain
3. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu
4. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap
positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu
tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan
mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh
suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang
5. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh Sumber-sumber daya
(resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya
6. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
Universitas Sumatera Utara
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang
lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan
umat manusia (Notoatmodjo, 2014)
3. Teori “PRECED-PROCEED” (1991)
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green (Kholid.A, 2012), yang dirintis
sejak tahun 1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang
dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing
Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah merupakan
arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi
pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari
individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia
berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak (Notoatmodjo, 2014).
4. Teori “THOUGHTS AND FEELING”
Tim kerja dari organisasi kesehatan dunia atau WHO (1984) menganalisis
bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya
empat alasan pokok (Notoatmodjo, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk
pegetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian
seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal
ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7
Bentuk Perubahan Perilaku (Priyoto, 2015)
Adapun perubahan perilaku terdiri dari:
a. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.
b. Perubahan Rencana (Planed Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam
masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk
menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda
2.1.8
Strategi Perubahan Perilaku (Notoadmodjo, 2014)
Strategi perubahan perilaku yaitu:
1. Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan
Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau
melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan
Undang- Undang.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemberian Informasi
Dengan memberikan informasi-informasi penyuluhan dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya
akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Diskusi Partisipasi
Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah.
Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif
berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi
partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan
pesan-pesan kesehatan
2.1.9
Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung/ suatu kondisi
yang memungkinkan (Priyoto, 2015).
Menurut Priyoto (2015), Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided response)
Dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
Universitas Sumatera Utara
3. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek
tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
2.1.10 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku
Menurut Teori Green (1980), WHO (1984), dan Teori Caplan (1976), perilaku
dipengaruhi oleh faktor :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposisng factors)
a. Umur
Umur diartikan dengan masa hidup seseorang atau sejak dilahirkan atau
diadakan. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi dan Wawan, 2010).
b. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
Universitas Sumatera Utara
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Secara teori pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara
rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih
dalam bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia
bertindak sembarangan. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Adapun faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan bahan yang akan
dipelajari. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan dan kehendak
atau kemauan. Dengan meningkatkan dan mengoptimalkan faktor intrinsik yang
ada dalam diri dan faktor ekstrinsik diharapkan pengetahuan ibu akan meningkat
(Notoatmojo, 2014).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan terjadi setelah
orang melakukan penginderaan melalui, panca indera, penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2014). Menurut Arikunto
Universitas Sumatera Utara
(2010), tahap penilaian perilaku adalah sebagai berikut dapat menggunakan
pertanyaan–pertanyaan seputar pengetahuan dari pada ibu.
Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan pancaindera
yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan
pengetahuan dan ketrampilan.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan
subyek penelitian atau responden, untuk mengetahui secara kualitas tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu:
1. Tingkat pengetahuan baik
2. Tingkat pengetahuan cukup
3.
Tingkat pengetahuan kurang (Dewi dan Wawan, 2011).
c. Pendidikan
Pendidikan
berarti
bimbingan
yang
diberikan
seseorang
terhadap
perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal menunjuang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra dalam
Dewi dan Wawan (2011), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
Universitas Sumatera Utara
d. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri
individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983 dikutip
Maulana, 2014). Sikap ibu ini dipengarui oleh beberapa
faktor-faktor, yang
menjelaskan bahwa sikap ini memiliki tiga komponen pokok (Allport, 1954 dalam
Maulana, 2014) :
1. Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kencenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh,dalam
penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting, beranjak dari pengetahuan ibu baik yang didapat dari pengalaman orang lain,
media elektronik atau cetak yang semakin modern memungkinkan informasi
kesehatan cepat tersampaikan dan ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya
diberikan makanan pendamping sesui dengan waktu yang tepat. Metode yang
digunakan untuk mengukur sikap antara lain obseevasi,kuesioner dan wawancara,
pengukuran sikap dilakukan dengan tahapan
1. Tentukan sikap apa yang akan diukur.
2. Tentukan hal-hal apa yang menujukan adanya sikap tersebut.
3. Tentukan metode pengukuranya.
Universitas Sumatera Utara
4. Buat instrumen pengukuranya.
Pengukuran sikap tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan melalui
beberapa perbuatan nyata yang mencerminkan sikap pendapat, persepsi seseorang
tentang gejala atau masalah yang ada dimasyarakat .
Skor jawaban tentang sikap (Hidayat, 2011)
Pernyataan positif
Nilai
Pernyataan negatif
Nilai
Sangat setuju
:4
Sangat setuju
:1
Setuju
:3
Setuju
:2
Tidak setuju
:2
Tidak setuju
:3
Sangat tidak setuju
:1
Sangat tidak setuju
:4
2. Faktor Pendukung
a. Sumber informasi
Sumber informasi banyak didapatkan dari keterpaparan Media. Media pada
hakikatnya adalah alat bantu yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan
bahan, materi, atau pesan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena
berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses promosi agar
pesan-pesandapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan
tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak
(booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video,
slide, film strip), dan media papan (billboard) (Notoatmodjo, 2014).
Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu yang
digunakan oleh petugas dalam menyampaikan bahan, materi, atau pesan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan
memperagakan sesuatu di dalam proses promosi kesehatan agar pesan-pesan
kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan
tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak
(booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video,
slide, film strip), dan media papan (billboard) (Notoatmodjo, 2014).
3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Referensi itu dapat berupa dari guru, tokoh masyarakat, sosial keluarga (Priyoto,
2015).
4. Dukungan Suami
Dukungan suami merupakan dukungan yang diberikan suami dalam
pengambilan keputusan terhadap ibu untuk membawa bayinya untuk mendapatkan
imunisasi dasar. Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan
dan dukungan kepada istri sebelum pihak lain turut memberikannya. Dukungan
suami akan memberikan rasa aman, nyaman, dan membuat ibu bayi merasa semangat
membawa bayinya untuk memperoleh imunisasi dasar di tempat pelayanan
kesehatan. Dukungan suami dalam memantau kesehatan bayi sangat dibutuhkan
untuk kelengkapan imunisasi dasar bayi. Dukungan suami merupakan dorongan,
motivasi terhadap istri, baik secara moral maupun material. (Bobak, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Caplan dalam Friedman (1998) bahwa komponen dukungan suami,
yaitu :
1. Dukungan informasional
Suami berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi munculnya suatu
stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang
khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, saran,
petunjuk dan pemberian informasi. Untuk keluarga yang mempunyai bayi diberi
informasi jadwal imunisasi yang ada di lingkungannya.
2. Dukungan emosional
Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta
membantu penguasaan terhadap emosi, diantaranya menjaga hubungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan perasaanya.
3. Dukungan instrumental
Suami merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya keteraturan menjalani terapi, kesehatan penderita dalam hal kebutuhan
makan dan minum, istirahat, dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini
juga mencakup bantuan langsung, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami
stres.
Universitas Sumatera Utara
4. Dukungan penghargaan
Suami bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat (penghargaan)
serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga, diantaranya adalah
memberikan penghargaan dan perhatian saat ibu membawa bayinya mendapatkan
Imunisasi Dasar.
2.2 Imunisasi
2.2.1 Pengertian
a. Imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan individu agar
terhindar dari penyakit tertentu (Lisnawati, 2011).
b. Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukan antigen
lemah agar merangsang antibody keluar sehingga tubuh dapat resistensi
terhadap penyakit tertentu (Proverawati dan Andhini, 2010)
c. Imunisasi dasar merupakan imunisasi awal untuk mencapai pada kekebalan di
atas ambang perlindungan (imunisasi pada bayi) yang meliputi BCG,HB0,
DPT/HB 3 kali, Polio 4 kali, dan Campak 1 kali (Proverawati dan Andhini,
2010)
2.2.2
Tujuan Imunisasi
a. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan
kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering
Universitas Sumatera Utara
terjangkit. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
(Proverawati dan Andhini, 2010).
b. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
populasi, atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti
imunisasi cacar (Ranuk, dkk dalam Lisnawati, 2011).
2.2.3
Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini, 2010, manfaat imunisasi adalah sebagai
berikut :
1. Bagi Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
atau kematian.
2. Bagi Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
masa kanak – kanak yang nyaman.
3. Bagi Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan Negara.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Jenis Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010), Imunisasi dibagai atas 2 macam yaitu:
1. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan
terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur – unsur vaksin, yaitu:
a. Vaksin dapat berupa organism yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin
yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa
seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen –
komponen organism dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organism yang dijadikan vaksin.
b. Pengawet, stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar
vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah
tumbuhnya mikroba. Bahan – bahan yang digunakan seperti air raksa atau
antibiotik yang biasa digunakan.
c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum,
bahn kultur sel.
d. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem
imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat
Universitas Sumatera Utara
melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka
semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.
2. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian
zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di dapat bayi dari ibu melalui
plasenta) atau binatang (bias ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan
ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain
adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibody dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibody terhadap campak.
2.2.5
Lima Imunisasi Dasar
Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia, edisi ke lima (2014) ada lima jenis
imunisasi yaitu:
1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG)
a. Fungsi
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan TBC. Tuberkulosis
disebabkan olehsekelompok bakteria bernama Mycobacterium tuberculosis complex.
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya
percikan udara yang mengandung bakteri tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang
berbagai organ tubuh seperti paru-paru, kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal,
Universitas Sumatera Utara
hati, atau selaput otak (Proverawati dan Andhini, 2010). Menurut Nufareni, 2003
dikutip oleh Proverawati dan Andhini (2010) mengatakan bahwa imunisasi BCG
tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi resiko TB berat seperti meningitis TB
atau TB miliar.
b. Jadwal pemberian
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir sampai
usia 12 bulan,tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2
bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila imunisasi ini berhasil, maka
setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka
suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya
dilakukan dip aha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak
menderita demam (Lisnawati, 2011).
c. Kemasan
Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap 1
ampul vaksin dengan 4 ml pelarut (Proverawati dan Andhini, 2010).
d. Cara pemberian dan dosis
Vaksin BCG merupakan bakteri Tuberculosis Bacillus yang telah dilemahkan.
Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan vaksin BCG harus
dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang
dewasa. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya
diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang
dewasa jika sudah melalui tes tuberculin dengan hasil negative. Imunisasi BCG
Universitas Sumatera Utara
disuntikan secara intracutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam
lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan (Proverawati dan Andhini, 2010).
e. Kontra indikasi
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi: seorang anak menderita
penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkolosis dan sebagainya.
Serta tidak boleh diberikan pada anak yang sedang menderita TBC (Proverawati dan
Andhini, 2010).
f. Efek samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada
imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 12 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan
yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan.
Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak atau leher. Pembesaran
kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam (Proverawati dan
Andhini, 2010).
2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis danTetanus)
1. Fungsi
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu Difteri,
Pertusis, Tetanus.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
Diphtheria. Difteria bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran
Universitas Sumatera Utara
napas bagian atas. Penularannya bisA karena kontak langsung dengan penderita
melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang
terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti
demam lebih kurang 380C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat
pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas
dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena
pembengkakan kelenjar di leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada
pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Difteri disebabkan
oleh bakteri yang ditemukan di hidung, tenggorokan, dan mulut (Proverawati dan
Andhini, 2010).
Pertusis merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella Pertusis. Sering dikenal dengan Batuk Seratus Hari atau Batuk rejan.
Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan
tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi
melalui udara (batuk/ bersin). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan
imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi
berumur dua bulan dengan selang penyuntikan (Lisnawati, 2011).
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium
Tetani (Proverawati dan Andhini, 2010). Gejala tetanus umumnya diawali dengan
kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismuus atau kejang mulut) bersamaan
dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau
Universitas Sumatera Utara
punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Infeksi Clostridium Tetaniyang memproduksi toksin yang disebut dengan
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf disekitar area luka dan
dibawa ke system syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan
pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14
hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala
yang mulai timbul pada dua minggu pertama kehidupan (Lisnawati, 2011). Masa
inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bias satu hari sampai beberapa
bulan. Hal ini tergantung pada cirri, letak dan kedalaman luka. Rata – rata masa
inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada
umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat,
akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Cara pencegahan
dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid bersama – sama diphtheria toxoid
dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Lisnawati, 2011).
2. Kemasan
Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus dalam bentuk kemasan tunggal bagi
tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (Difteri dan Tetanus) dan kombinasi ketiganya
atau dikenal dengan vaksin tripel (Proverawati dan Andhini, 2010).
3. Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuscular.
Suntikan diberikan melalui injeksi intramuscular. Suntikan diberikan pada paha
Universitas Sumatera Utara
tengah luar atau subcutan dalam dengan dosis 0,5 CC. Pemberian vaksin DPT
dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 4 bulan dengan interval 4
minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibody dalam
tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga
diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 8090%, daya proteksi tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih
rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk
terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan (Proverawati dan
Andhini, 2010).
4. Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek sampingan ringan dan berat, efek
ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam
sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan selama kurang lebih
empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan shock (Proverawati
dan Andhini, 2010).
4. Imunisasi Polio
Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit
polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3. Semua tipe
dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe I dapat diisolasi dari hamper semua
kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling
sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated
disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus
Universitas Sumatera Utara
paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah
manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent
infection) terutama anak-anak (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).
Penularan terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus lebih mudah
dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari secret
tenggorokan. Di daerah denga sanitasi lingkungan yang baik penularan lebih sering
terjadi melalui secret faring dari pada melalui rute orofecal. Cara pencegahan dengan
memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif
memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan
terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis
OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi dari ancaman poliomyelitis,diperkirakan
seumur hidup. Dosis ke empat akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV.
Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang – orang
disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai
penularan polio (Proverawati dan Andhini, 2010).
5. Imunisasi Campak
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular
lewat udara melalui system pernapasan, terutama percikan ludah seseorang penderita.
Penyebab penyakit campak adalah virus yang termasuk ke dalam genus Morbilivirus
dan keluarga Paramyxoviridae. Masa inkubasi berkisar antara 10 hingga 12 hari,
kadang-kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam gejala
conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta gejala
Universitas Sumatera Utara
radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian atas
(Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).
Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu (Depkes RI,
2005) :
a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk,
fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctive dan coryza.
Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas
sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut.
b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di
mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang.
c. Stadium Konvalesen.
Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
campak yang menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang
dilemahkan.
6. Imunisasi Hepatitis B
Penyakit Hepatitis
adalah penyakit peradangan atau infeksi liver pada
manusia, yang disebabkan oleh virus. Sedangkan Hepatitis B adalah penyakit liver
(hati) kronik hingga akut, umumnya kroni-subklinik dan sembuh sendiri (self
limited). Penularan penyakit ini dapat melalui ibu ke bayi dalam kandungan (vertical
transmission), jarum suntik yang tidak steril dan hubungan seksual. Masa inkubasi
biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan
waktu selama 2 minggu untuk bias mendeteksi HBsAg dalam darah, dan pernah
Universitas Sumatera Utara
dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi
ke lima, 2014).
2.2.6
Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi
Dalam Pedoman Imunisasi Di Indonesia, ada terdapat jadwal Program
Imunisasi Nasional tahun 2014.
1. Jadwal Program Imunisasi Nasional 2014
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Umur
Antigen
0 Bulan (Lahir)
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
9 Bulan
HB 0 (Unijet)
BCG
DPT 1 / HB 1
DPT 2 / HB 2 Polio 3
DPT 3 / HB 3
CAMPAK
Polio 1
Polio 2
Polio 4
2. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin
Vaksin
BCG 0,05 ml
HB 0
Polio
DPT / HB
Campak
Dosis
Pemberian
Intra Cutan (sub kutan)
0,5 ml
Intra Muscular (otot)
2 tetes
Oral (mulut)
0,5 ml
Intra Muscular (otot)
0,5 ml
Intra Cutan (sub kutan)
Universitas Sumatera Utara
2.2.7 Kontraindikasi Imunisasi
Kontraindikasi imunisasi adalah :
a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi
mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih
dari 380C merupakan kontraindikasi pemberian DPT, Hepatitis B-1 dan Campak.
b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala
AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi
yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi
ketika bayi sudah sehat (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.3 Planing of Action (POA)
Tabel 2.3. Planing Of Action (Rencana Kegiatan)
No.
1
2.
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Tempat
Peneliti menhimbau bidan
danpara kader bagaimana
cara memandu para ibu
yang memiliki bayi(9-12
bulan)
dalam
mengisi
kuesioner yang akan diisi.
Peneliti beserta Bidan Desa
dan para kader mengundang
ibu yang mempunyai bayi
(9-12 bulan) untuk datang
ke Puskesmas dengan
membawabayinya
dalam kegiatan
pemeriksaan bayi sehat dan
pemberian
makanan
tambahan bayi sprt bubur
kacang hijau
Ibu memiliki
bayi(9-12
bulan)di
Puskesmas
Pangkalan
Susu.
Ibu
yang
memiliki
bayi (9-12
di
bulan)
Puskesmas
Pangkalan
Susu Kab.
Langkat
10-30 menit
Puskesmas
Pangkalan
Susu
Kabupaten
Langkat.
60-180
menit
Puskesmas
Pangkalan
Susu
Kabupaten
Langkat.
Tanggung
Jawab
Peneliti
Bidan Desa
Peneliti
Bidan Desa
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. (Lanjutan)
No.
3.
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Setelah
dilakukan
pemeriksaan
bayi
sehat,Peneliti, Bidan Desa
dan para Kader memandu
ibu yang memiliki bayi (912 bulan) untuk mengisi
kuesioner yang hendak diisi
oleh ibu
Ibu
yang
memiliki
bayi (9-12
di
bulan)
Puskesmas
Pangkalan
Susu Kab.
Langkat
60-180
menit
Tempat
Puskesmas
Pangkalan
Susu
Kabupaten
Langkat.
Tanggung
Jawab
Peneliti
Bidan Desa
2.4. Landasan Teori
Teori L.Green (1980)
Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Persepsi
4. Kepercayaan dan nilai/norma
5. Spesifik demografi
a. Umur
b. Pendidikan
c. Pekerjaan
d. Paritas
Teori Caplan (1976)
Dukungan Keluarga berfungsi:
a. Dukungan informasional
b. Dukungan penghargaan
c. Dukungan instrumental
d. Dukungan emosional
Faktor Pemungkin atau Pendukung:
PERILAKU
1. Sumber Informasi
2. Status Ekonomi
Faktor Pendorong atau Penguat:
1. Tokoh masyarakat
2. Guru
3. Petugas kesehatan
4. Pemimpin
5. Pemegang keputusan
Teori WHO (1984)
Pengetahuan
Kepercayaan
Sikap
Orang penting sebagai
referensi
5. Sumber-sumber daya
1.
2.
3.
4.
Gambar 2.1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku
Sumber : Teori L Green (1980), Teori WHO (1984), Teori Caplan (1976) dalam buku
Ilmu Perilaku Kesehatan Notoatmodjo (2014) dan Keperawatan Keluarga Teori dan
Praktik Friedman (1998)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
-
Bold (yang diteliti)
-
Dalam kasus penelitian ini variabel yang tidak di teliti menurut pendapat
peneliti kurang mempunyai kemaknaan terhadap statistik pada perilaku
-
Peneliti belum menemukan variabel tersebut pada penelitian orang lain yang
bisa digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan.
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Pendidikan
3. Sikap
Tindakan ibu dalam pemberian
imunisasi dasar pada bayi
(9-12 Bulan)
Dukungan Suami
1. Dukungan informasional
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan emosional
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 bulan)
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dikutip Notoatmodjo (2012) seorang ahli
psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain
perilaku,
yakni
kognitif
(cognitive),
afektif
(affective),
dan
psikomotor
(psychomotor). Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya,
reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya
digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),
dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati
melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya
dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni
dalam bentuk pegetahuan, motivasi dan persepsi.
Menurut Lawrence Green (1993) dalam Notoatmodjo (2014), bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor
perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
dibentuk dari 3 faktor :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
2.1.2 Perilaku Kesehatan
Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun
tidak langsung yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014) perilaku adalah
keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang
diperlukan. Menurut Benjamin Bloom dikutip Notoatmodjo (2014), perilaku ada 3
domain : perilaku, sikap dan tindakan.
Menurut Roger dikutip Notoatmodjo (2014), menjelaskan bahwa sebelum
orang menghadapi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek).
b. Interest (dimana orang tersebut adanya ketertarikan).
c. Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut).
d. Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru).
e. Adoption (dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
terhadap stimulus).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Faktor yang Memengaruhi Perilaku
a. Faktor Genetik: Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia
dilahirkan.
b. Faktor Eksogen: Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktorfaktor yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.
c. Proses Belajar: Bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan
dalam rangkat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2014).
2.1.4
Bentuk Perilaku
a. Perilaku Pasif: Perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan
tidak bisa diamati. Contoh : berfikir dan bernafas
b. Perilaku Aktif: Perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan
dapat diamati secara langsung (Kholid, A. 2012)
2.1.5 Pembagian Perilaku ke dalam 3 Domain (Kewarasan)
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior)
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
Universitas Sumatera Utara
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.
c. Praktik/practice
Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahuinya (Priyoto, 2015)
2.1.6
Beberapa Teori Perubahan Perilaku
Teori Determinan Terbentuknya Perilaku yaitu:
1. Teori Lawrence Green
Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
-
Faktor predisposisi: yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan
keyakinan dan nilai-nilai
-
Faktor pendukung: yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya:
Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.
-
Faktor pendoron: yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari perilaku
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori WHO
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah :
1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan)
2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain
3. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu
4. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap
positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu
tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan
mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh
suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang
5. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh Sumber-sumber daya
(resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya
6. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
Universitas Sumatera Utara
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang
lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan
umat manusia (Notoatmodjo, 2014)
3. Teori “PRECED-PROCEED” (1991)
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green (Kholid.A, 2012), yang dirintis
sejak tahun 1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang
dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing
Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah merupakan
arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi
pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari
individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia
berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak (Notoatmodjo, 2014).
4. Teori “THOUGHTS AND FEELING”
Tim kerja dari organisasi kesehatan dunia atau WHO (1984) menganalisis
bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya
empat alasan pokok (Notoatmodjo, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk
pegetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian
seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal
ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7
Bentuk Perubahan Perilaku (Priyoto, 2015)
Adapun perubahan perilaku terdiri dari:
a. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.
b. Perubahan Rencana (Planed Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam
masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk
menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda
2.1.8
Strategi Perubahan Perilaku (Notoadmodjo, 2014)
Strategi perubahan perilaku yaitu:
1. Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan
Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau
melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan
Undang- Undang.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemberian Informasi
Dengan memberikan informasi-informasi penyuluhan dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya
akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Diskusi Partisipasi
Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah.
Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif
berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi
partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan
pesan-pesan kesehatan
2.1.9
Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung/ suatu kondisi
yang memungkinkan (Priyoto, 2015).
Menurut Priyoto (2015), Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided response)
Dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
Universitas Sumatera Utara
3. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek
tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
2.1.10 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku
Menurut Teori Green (1980), WHO (1984), dan Teori Caplan (1976), perilaku
dipengaruhi oleh faktor :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposisng factors)
a. Umur
Umur diartikan dengan masa hidup seseorang atau sejak dilahirkan atau
diadakan. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi dan Wawan, 2010).
b. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
Universitas Sumatera Utara
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Secara teori pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara
rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih
dalam bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia
bertindak sembarangan. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Adapun faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan bahan yang akan
dipelajari. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan dan kehendak
atau kemauan. Dengan meningkatkan dan mengoptimalkan faktor intrinsik yang
ada dalam diri dan faktor ekstrinsik diharapkan pengetahuan ibu akan meningkat
(Notoatmojo, 2014).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan terjadi setelah
orang melakukan penginderaan melalui, panca indera, penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2014). Menurut Arikunto
Universitas Sumatera Utara
(2010), tahap penilaian perilaku adalah sebagai berikut dapat menggunakan
pertanyaan–pertanyaan seputar pengetahuan dari pada ibu.
Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan pancaindera
yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan
pengetahuan dan ketrampilan.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan
subyek penelitian atau responden, untuk mengetahui secara kualitas tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu:
1. Tingkat pengetahuan baik
2. Tingkat pengetahuan cukup
3.
Tingkat pengetahuan kurang (Dewi dan Wawan, 2011).
c. Pendidikan
Pendidikan
berarti
bimbingan
yang
diberikan
seseorang
terhadap
perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal menunjuang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra dalam
Dewi dan Wawan (2011), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
Universitas Sumatera Utara
d. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri
individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983 dikutip
Maulana, 2014). Sikap ibu ini dipengarui oleh beberapa
faktor-faktor, yang
menjelaskan bahwa sikap ini memiliki tiga komponen pokok (Allport, 1954 dalam
Maulana, 2014) :
1. Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kencenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh,dalam
penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting, beranjak dari pengetahuan ibu baik yang didapat dari pengalaman orang lain,
media elektronik atau cetak yang semakin modern memungkinkan informasi
kesehatan cepat tersampaikan dan ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya
diberikan makanan pendamping sesui dengan waktu yang tepat. Metode yang
digunakan untuk mengukur sikap antara lain obseevasi,kuesioner dan wawancara,
pengukuran sikap dilakukan dengan tahapan
1. Tentukan sikap apa yang akan diukur.
2. Tentukan hal-hal apa yang menujukan adanya sikap tersebut.
3. Tentukan metode pengukuranya.
Universitas Sumatera Utara
4. Buat instrumen pengukuranya.
Pengukuran sikap tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan melalui
beberapa perbuatan nyata yang mencerminkan sikap pendapat, persepsi seseorang
tentang gejala atau masalah yang ada dimasyarakat .
Skor jawaban tentang sikap (Hidayat, 2011)
Pernyataan positif
Nilai
Pernyataan negatif
Nilai
Sangat setuju
:4
Sangat setuju
:1
Setuju
:3
Setuju
:2
Tidak setuju
:2
Tidak setuju
:3
Sangat tidak setuju
:1
Sangat tidak setuju
:4
2. Faktor Pendukung
a. Sumber informasi
Sumber informasi banyak didapatkan dari keterpaparan Media. Media pada
hakikatnya adalah alat bantu yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan
bahan, materi, atau pesan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena
berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses promosi agar
pesan-pesandapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan
tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak
(booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video,
slide, film strip), dan media papan (billboard) (Notoatmodjo, 2014).
Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu yang
digunakan oleh petugas dalam menyampaikan bahan, materi, atau pesan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan
memperagakan sesuatu di dalam proses promosi kesehatan agar pesan-pesan
kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan
tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak
(booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video,
slide, film strip), dan media papan (billboard) (Notoatmodjo, 2014).
3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Referensi itu dapat berupa dari guru, tokoh masyarakat, sosial keluarga (Priyoto,
2015).
4. Dukungan Suami
Dukungan suami merupakan dukungan yang diberikan suami dalam
pengambilan keputusan terhadap ibu untuk membawa bayinya untuk mendapatkan
imunisasi dasar. Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan
dan dukungan kepada istri sebelum pihak lain turut memberikannya. Dukungan
suami akan memberikan rasa aman, nyaman, dan membuat ibu bayi merasa semangat
membawa bayinya untuk memperoleh imunisasi dasar di tempat pelayanan
kesehatan. Dukungan suami dalam memantau kesehatan bayi sangat dibutuhkan
untuk kelengkapan imunisasi dasar bayi. Dukungan suami merupakan dorongan,
motivasi terhadap istri, baik secara moral maupun material. (Bobak, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Caplan dalam Friedman (1998) bahwa komponen dukungan suami,
yaitu :
1. Dukungan informasional
Suami berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi munculnya suatu
stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang
khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, saran,
petunjuk dan pemberian informasi. Untuk keluarga yang mempunyai bayi diberi
informasi jadwal imunisasi yang ada di lingkungannya.
2. Dukungan emosional
Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta
membantu penguasaan terhadap emosi, diantaranya menjaga hubungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan perasaanya.
3. Dukungan instrumental
Suami merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya keteraturan menjalani terapi, kesehatan penderita dalam hal kebutuhan
makan dan minum, istirahat, dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini
juga mencakup bantuan langsung, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami
stres.
Universitas Sumatera Utara
4. Dukungan penghargaan
Suami bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat (penghargaan)
serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga, diantaranya adalah
memberikan penghargaan dan perhatian saat ibu membawa bayinya mendapatkan
Imunisasi Dasar.
2.2 Imunisasi
2.2.1 Pengertian
a. Imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan individu agar
terhindar dari penyakit tertentu (Lisnawati, 2011).
b. Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukan antigen
lemah agar merangsang antibody keluar sehingga tubuh dapat resistensi
terhadap penyakit tertentu (Proverawati dan Andhini, 2010)
c. Imunisasi dasar merupakan imunisasi awal untuk mencapai pada kekebalan di
atas ambang perlindungan (imunisasi pada bayi) yang meliputi BCG,HB0,
DPT/HB 3 kali, Polio 4 kali, dan Campak 1 kali (Proverawati dan Andhini,
2010)
2.2.2
Tujuan Imunisasi
a. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan
kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering
Universitas Sumatera Utara
terjangkit. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
(Proverawati dan Andhini, 2010).
b. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
populasi, atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti
imunisasi cacar (Ranuk, dkk dalam Lisnawati, 2011).
2.2.3
Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini, 2010, manfaat imunisasi adalah sebagai
berikut :
1. Bagi Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
atau kematian.
2. Bagi Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
masa kanak – kanak yang nyaman.
3. Bagi Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan Negara.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Jenis Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010), Imunisasi dibagai atas 2 macam yaitu:
1. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan
terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur – unsur vaksin, yaitu:
a. Vaksin dapat berupa organism yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin
yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa
seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen –
komponen organism dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organism yang dijadikan vaksin.
b. Pengawet, stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar
vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah
tumbuhnya mikroba. Bahan – bahan yang digunakan seperti air raksa atau
antibiotik yang biasa digunakan.
c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum,
bahn kultur sel.
d. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem
imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat
Universitas Sumatera Utara
melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka
semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.
2. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian
zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di dapat bayi dari ibu melalui
plasenta) atau binatang (bias ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan
ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain
adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibody dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibody terhadap campak.
2.2.5
Lima Imunisasi Dasar
Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia, edisi ke lima (2014) ada lima jenis
imunisasi yaitu:
1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG)
a. Fungsi
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan TBC. Tuberkulosis
disebabkan olehsekelompok bakteria bernama Mycobacterium tuberculosis complex.
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya
percikan udara yang mengandung bakteri tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang
berbagai organ tubuh seperti paru-paru, kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal,
Universitas Sumatera Utara
hati, atau selaput otak (Proverawati dan Andhini, 2010). Menurut Nufareni, 2003
dikutip oleh Proverawati dan Andhini (2010) mengatakan bahwa imunisasi BCG
tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi resiko TB berat seperti meningitis TB
atau TB miliar.
b. Jadwal pemberian
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir sampai
usia 12 bulan,tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2
bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila imunisasi ini berhasil, maka
setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka
suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya
dilakukan dip aha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak
menderita demam (Lisnawati, 2011).
c. Kemasan
Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap 1
ampul vaksin dengan 4 ml pelarut (Proverawati dan Andhini, 2010).
d. Cara pemberian dan dosis
Vaksin BCG merupakan bakteri Tuberculosis Bacillus yang telah dilemahkan.
Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan vaksin BCG harus
dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang
dewasa. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya
diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang
dewasa jika sudah melalui tes tuberculin dengan hasil negative. Imunisasi BCG
Universitas Sumatera Utara
disuntikan secara intracutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam
lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan (Proverawati dan Andhini, 2010).
e. Kontra indikasi
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi: seorang anak menderita
penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkolosis dan sebagainya.
Serta tidak boleh diberikan pada anak yang sedang menderita TBC (Proverawati dan
Andhini, 2010).
f. Efek samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada
imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 12 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan
yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan.
Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak atau leher. Pembesaran
kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam (Proverawati dan
Andhini, 2010).
2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis danTetanus)
1. Fungsi
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu Difteri,
Pertusis, Tetanus.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
Diphtheria. Difteria bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran
Universitas Sumatera Utara
napas bagian atas. Penularannya bisA karena kontak langsung dengan penderita
melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang
terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti
demam lebih kurang 380C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat
pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas
dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena
pembengkakan kelenjar di leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada
pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Difteri disebabkan
oleh bakteri yang ditemukan di hidung, tenggorokan, dan mulut (Proverawati dan
Andhini, 2010).
Pertusis merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella Pertusis. Sering dikenal dengan Batuk Seratus Hari atau Batuk rejan.
Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan
tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi
melalui udara (batuk/ bersin). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan
imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi
berumur dua bulan dengan selang penyuntikan (Lisnawati, 2011).
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium
Tetani (Proverawati dan Andhini, 2010). Gejala tetanus umumnya diawali dengan
kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismuus atau kejang mulut) bersamaan
dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau
Universitas Sumatera Utara
punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Infeksi Clostridium Tetaniyang memproduksi toksin yang disebut dengan
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf disekitar area luka dan
dibawa ke system syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan
pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14
hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala
yang mulai timbul pada dua minggu pertama kehidupan (Lisnawati, 2011). Masa
inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bias satu hari sampai beberapa
bulan. Hal ini tergantung pada cirri, letak dan kedalaman luka. Rata – rata masa
inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada
umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat,
akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Cara pencegahan
dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid bersama – sama diphtheria toxoid
dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Lisnawati, 2011).
2. Kemasan
Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus dalam bentuk kemasan tunggal bagi
tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (Difteri dan Tetanus) dan kombinasi ketiganya
atau dikenal dengan vaksin tripel (Proverawati dan Andhini, 2010).
3. Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuscular.
Suntikan diberikan melalui injeksi intramuscular. Suntikan diberikan pada paha
Universitas Sumatera Utara
tengah luar atau subcutan dalam dengan dosis 0,5 CC. Pemberian vaksin DPT
dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 4 bulan dengan interval 4
minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibody dalam
tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga
diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 8090%, daya proteksi tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih
rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk
terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan (Proverawati dan
Andhini, 2010).
4. Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek sampingan ringan dan berat, efek
ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam
sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan selama kurang lebih
empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan shock (Proverawati
dan Andhini, 2010).
4. Imunisasi Polio
Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit
polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3. Semua tipe
dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe I dapat diisolasi dari hamper semua
kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling
sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated
disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus
Universitas Sumatera Utara
paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah
manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent
infection) terutama anak-anak (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).
Penularan terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus lebih mudah
dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari secret
tenggorokan. Di daerah denga sanitasi lingkungan yang baik penularan lebih sering
terjadi melalui secret faring dari pada melalui rute orofecal. Cara pencegahan dengan
memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif
memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan
terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis
OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi dari ancaman poliomyelitis,diperkirakan
seumur hidup. Dosis ke empat akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV.
Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang – orang
disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai
penularan polio (Proverawati dan Andhini, 2010).
5. Imunisasi Campak
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular
lewat udara melalui system pernapasan, terutama percikan ludah seseorang penderita.
Penyebab penyakit campak adalah virus yang termasuk ke dalam genus Morbilivirus
dan keluarga Paramyxoviridae. Masa inkubasi berkisar antara 10 hingga 12 hari,
kadang-kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam gejala
conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta gejala
Universitas Sumatera Utara
radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian atas
(Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).
Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu (Depkes RI,
2005) :
a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk,
fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctive dan coryza.
Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas
sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut.
b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di
mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang.
c. Stadium Konvalesen.
Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
campak yang menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang
dilemahkan.
6. Imunisasi Hepatitis B
Penyakit Hepatitis
adalah penyakit peradangan atau infeksi liver pada
manusia, yang disebabkan oleh virus. Sedangkan Hepatitis B adalah penyakit liver
(hati) kronik hingga akut, umumnya kroni-subklinik dan sembuh sendiri (self
limited). Penularan penyakit ini dapat melalui ibu ke bayi dalam kandungan (vertical
transmission), jarum suntik yang tidak steril dan hubungan seksual. Masa inkubasi
biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan
waktu selama 2 minggu untuk bias mendeteksi HBsAg dalam darah, dan pernah
Universitas Sumatera Utara
dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi
ke lima, 2014).
2.2.6
Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi
Dalam Pedoman Imunisasi Di Indonesia, ada terdapat jadwal Program
Imunisasi Nasional tahun 2014.
1. Jadwal Program Imunisasi Nasional 2014
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Umur
Antigen
0 Bulan (Lahir)
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
9 Bulan
HB 0 (Unijet)
BCG
DPT 1 / HB 1
DPT 2 / HB 2 Polio 3
DPT 3 / HB 3
CAMPAK
Polio 1
Polio 2
Polio 4
2. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin
Vaksin
BCG 0,05 ml
HB 0
Polio
DPT / HB
Campak
Dosis
Pemberian
Intra Cutan (sub kutan)
0,5 ml
Intra Muscular (otot)
2 tetes
Oral (mulut)
0,5 ml
Intra Muscular (otot)
0,5 ml
Intra Cutan (sub kutan)
Universitas Sumatera Utara
2.2.7 Kontraindikasi Imunisasi
Kontraindikasi imunisasi adalah :
a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi
mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih
dari 380C merupakan kontraindikasi pemberian DPT, Hepatitis B-1 dan Campak.
b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala
AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi
yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi
ketika bayi sudah sehat (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.3 Planing of Action (POA)
Tabel 2.3. Planing Of Action (Rencana Kegiatan)
No.
1
2.
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Tempat
Peneliti menhimbau bidan
danpara kader bagaimana
cara memandu para ibu
yang memiliki bayi(9-12
bulan)
dalam
mengisi
kuesioner yang akan diisi.
Peneliti beserta Bidan Desa
dan para kader mengundang
ibu yang mempunyai bayi
(9-12 bulan) untuk datang
ke Puskesmas dengan
membawabayinya
dalam kegiatan
pemeriksaan bayi sehat dan
pemberian
makanan
tambahan bayi sprt bubur
kacang hijau
Ibu memiliki
bayi(9-12
bulan)di
Puskesmas
Pangkalan
Susu.
Ibu
yang
memiliki
bayi (9-12
di
bulan)
Puskesmas
Pangkalan
Susu Kab.
Langkat
10-30 menit
Puskesmas
Pangkalan
Susu
Kabupaten
Langkat.
60-180
menit
Puskesmas
Pangkalan
Susu
Kabupaten
Langkat.
Tanggung
Jawab
Peneliti
Bidan Desa
Peneliti
Bidan Desa
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. (Lanjutan)
No.
3.
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Setelah
dilakukan
pemeriksaan
bayi
sehat,Peneliti, Bidan Desa
dan para Kader memandu
ibu yang memiliki bayi (912 bulan) untuk mengisi
kuesioner yang hendak diisi
oleh ibu
Ibu
yang
memiliki
bayi (9-12
di
bulan)
Puskesmas
Pangkalan
Susu Kab.
Langkat
60-180
menit
Tempat
Puskesmas
Pangkalan
Susu
Kabupaten
Langkat.
Tanggung
Jawab
Peneliti
Bidan Desa
2.4. Landasan Teori
Teori L.Green (1980)
Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Persepsi
4. Kepercayaan dan nilai/norma
5. Spesifik demografi
a. Umur
b. Pendidikan
c. Pekerjaan
d. Paritas
Teori Caplan (1976)
Dukungan Keluarga berfungsi:
a. Dukungan informasional
b. Dukungan penghargaan
c. Dukungan instrumental
d. Dukungan emosional
Faktor Pemungkin atau Pendukung:
PERILAKU
1. Sumber Informasi
2. Status Ekonomi
Faktor Pendorong atau Penguat:
1. Tokoh masyarakat
2. Guru
3. Petugas kesehatan
4. Pemimpin
5. Pemegang keputusan
Teori WHO (1984)
Pengetahuan
Kepercayaan
Sikap
Orang penting sebagai
referensi
5. Sumber-sumber daya
1.
2.
3.
4.
Gambar 2.1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku
Sumber : Teori L Green (1980), Teori WHO (1984), Teori Caplan (1976) dalam buku
Ilmu Perilaku Kesehatan Notoatmodjo (2014) dan Keperawatan Keluarga Teori dan
Praktik Friedman (1998)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
-
Bold (yang diteliti)
-
Dalam kasus penelitian ini variabel yang tidak di teliti menurut pendapat
peneliti kurang mempunyai kemaknaan terhadap statistik pada perilaku
-
Peneliti belum menemukan variabel tersebut pada penelitian orang lain yang
bisa digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan.
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Pendidikan
3. Sikap
Tindakan ibu dalam pemberian
imunisasi dasar pada bayi
(9-12 Bulan)
Dukungan Suami
1. Dukungan informasional
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan emosional
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 bulan)
Universitas Sumatera Utara