ANALISIS DESKRIPTIF ILMU SOSIAL DASAR TE
Analisis Deskriptif Ilmu Sosial Dasar Terhadap Anomali
Perilaku KPop Fans
Aditya Pradana
Prodi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Abstrak —
Berkembangnya budaya Korea
Selatan ke berbagai penjuru dunia telah
membuat banyak akademisi tertarik untuk
membuat berbagai studi terkait dengan hal
tersebut. Budaya musik Korea (KPop) menjadi
salah satu yang paling diminati dalam fenomena
hallyu. Adanya KPop memunculkan fans secara
global diseluruh dunia, dimana fans pada
umumnya memiliki perilaku yang cenderung
seragam. Namun, melalui penelitian ini
diidentifikasi terdapat empat perilaku anomali
yang dilakukan fans KPop, diantaranya ; fans
fanatik, sasaeng fans, pairing member, dan
fansfiction. Metode penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif terhadap data kualitatif,
yang didapatkan dari observasi, wawancara,
serta studi literatur. Hasil dari penelitian berupa
analisa ilmu sosial dasar secara deksriptif,
disertai studi kasus penulis serta penelitian lain
dalam mengkaitkan fenomena perilaku anomali
fans.
Kata Kunci— KPop Fans, Perilaku Anomali,
Ilmu Sosial Dasar
I. PENDAHULUAN
Fenomena globalisasi berdampak pada
tersebarnya nilai dan budaya suatu negara, yang
kemudian menjadi budaya dunia atau wolrd
culture [1]. Korea Selatan telah berhasil
menyebarkan produk budaya populernya ke
dunia internasional. Proses penyebaran budaya
Pop Korea secara global dikenal dengan istilah
korean wave atau Hallyu, dengan media massa
dan media sosial sebagai penggerak utamanya
[2].
Data Korean Tourism Organization
menyebutkan sebagian besar peminat hallyu
tertarik oleh budaya musik KPop (53,3%),
dengan responden terbanyak berumur 20
tahunan (49 %), seperti yang dapat dilihat
dalam gambar 1. Bahkan penonton video KPop
di situs youtube tercatat telah mencapai 2,3
miliar yang tersebar di 235 negara pada Januari,
2012.
Gambar 1. Diagram Peminatan Budaya Korea
Sumber : Korean Tourism Organization
Konsumsi budaya KPop telah melahirkan fans
di seluruh dunia. KPop mampu membentuk
sebuah dunia baru, menghasilkan nilai baru, dan
juga melahirkan trend baru yang diikuti oleh
banyak orang [3]. Para fans memiliki berbagai
perilaku dalam mengidolakan idolanya. Dari
analisa dan observasi, KPop Fans di identifikasi
memiliki beberapa perilaku anomali. Perilaku
tersebut kemudian menjadi hal biasa dalam
komunitas penggemar KPop. Diantaranya
adalah adanya fans fanatik, sasaeng fans,
perilaku pairing member, dan fansfiction.
Perilaku fans fanatik biasanya banyak ditemui
diberbagai kasus, tidak hanya KPop. Namun,
ketiga perilaku anomali lain sejauh ini baru
teridentifikasi di kalangan KPop fans.
II.
KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah
yang dipergunakan dalam mendeskripsikan
permasalahan, diantaranya ;
Fanatisme berarti pengabdian luar biasa
untuk sebuah subjek, di mana "pengabdian"
terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi,
dan melampaui rata-rata biasa yang biasa
[4]. Fanatik cenderung bersikeras terhadap
ide-ide yang menganggap diri sendiri atau
kelompok mereka benar, mengabaikan
semua
fakta
atau
argumen
yang
bertentangan dengan keyakinan [5].
Sasaeng Fans merupakan sebutan untuk
penggemar yang sangat terobsesi kepada
idolanya, bukan hanya kegiatan diatas
panggung tetapi tertarik pada kehidupan
pribadi sang idola mereka sampai rela
melakukan apapun. Sasaeng dalam bahasa
Korea berasal dari huruf “sa”, yang berarti
pribadi dan “saeng” yang berarti kehidupan,
mengarah pada fans dengan segala
obsesinya tentang idola mereka [6].
Pairing member merupakan perilaku
menjodohkan idola dengan idola lainnya,
biasanya dilakukan oleh para fans. Pairing
member cenderung dilakukan kepada
member (anggota grup) dengan member
lain dalam satu grup, biasanya boyband.
Fanfiction merupakan karya fiksi yang
ditulis oleh penggemar (fans), dengan
menjadikan personel boyband atau girlband
sebagai tokoh dalam ceritanya [7]. Situs
fanfiction adalah situs yang memuat
kumpulan cerita yang bukan ditulis oleh
penulis professional melainkan ditulis oleh
seorang penggemar [8].
III. METODOLOGI
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
kualitatif berbentuk studi kasus. Pendekatan ini
hanya menggambarkan, meringkas kondisi atau
situasi [2]. Lokasi penelitian dilakukan di
Yogyakarta, selama bulan November hingga
Desember 2014. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode observasi, wawancara,
dan studi literatur. Data primer didapatkan dari
hasil observasi yang di fokuskan pada berbagai
posting yang dilakukan administrator website
KPop Fans, komentar para fans di website serta
grup KPop Fans, baik di facebook dan twitter.
Selain itu, dilakukan pula wawancara
mendalam baik secara langsung maupun
melalui media sosial, seperti dalam salah satu
grup KPop Fans UGM, yaitu KPop ‘14. Subjek
wawancara penelitian adalah remaja usia 18-19
tahun sebanyak tiga orang informan dari
Fakultas MIPA, UGM dan satu informan dari
salah satu sekolah menengah atas di Yogyakarta.
Seluruh informan merupakan KPop Fans, yang
dalam penelitian ini kemudian di sebut
informan A, B, dan C (FMIPA, UGM), serta
infroman D (SMA). Data sekunder didapatkan
dari studi literatur berbagai buku sebagai
kerangka teori, serta beberapa penelitian terkait
fans sebagai bahan acuan dan pembanding atas
fenomena yang di kaji. Analisis yang digunakan
adalah analisa deksriptif yang berarti
menjelaskan keterkaitan antar fenomena
berbasis satu disiplin ilmu, yaitu ilmu sosial
dasar.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
FANS FANATIK
Salah satu perilaku anomali KPop Fans adalah
memiliki fanatisme yang terkadang berlebihan,
walaupun tidak seluruh fans bersikap demikian.
Mereka
dipandang
sebagai
penyebab
menguatnya perilaku kelompok yang tidak
jarang dapat menimbulkan perilaku agresi [4].
Dari hasil observasi peneliti diketahui bahwa
terdapat banyak hal yang mengindikasikan
fanatisme KPop fans, diantaranya dalam
penggunaan bahasa, percakapan sehari-hari,
gaya berpenampilan, hingga dalam berbagai
penyelengaraan event yang terkait dengan KPop.
Dalam penelitian studi kasus website :
www.asianfansclub.wordpress.com oleh Aulia
Dwi Nastiti, 2010 dijelaskan bahwa interaksi
sesama fans banyak ditemukan melalui
penggunaan bahasa korea [9]. Misalnya ;
“Saranghae” yang berarti “Aku cinta kamu”,
“Oppa” yang berarti sebutan kakak laki-laki,
“Figthing” merupakan istilah “Semangat “ yang
sangat populer dikalangan remaja Korea Selatan,
dan sebagainya. Hal ini dipahami lebih lanjut
dengan melihat komentar fans seperti dalam
gambar 2., para fans mengomentari fakta terkait
postingan kebiasaan dan rahasia member salah
satu boyband Korea, yaitu Super Junior.
menganggap idola mereka selayaknya pasangan
mereka sendiri. Hasil wawancara dengan
informan A (salah satu orang yang berkomentar)
menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa apa
yang dilakukan mereka merupakan hal biasa
yang dilakukan antar fans untuk saling
berinteraksi, selain itu hal ini juga dilakukan
untuk
menimbulkan
kepuasan
dalam
berinteraksi. Sementara, kaitan isi komentar
terhadap idola mereka yang juga sesama pria,
dianggap sebagai suatu yang wajar yang
dilakukan para fans.
Gambar 2. Sebagian Posting dan Komentar dalam
Website asian fans club
Sumber : Aulia Dwi Nastiti, 2010
Hasil observasi dalam penelitian ini terkait
percakapan para KPop Fans juga menunjukan
perilaku anomali akibat fanatisme berlebihan.
Dalam percakapan fans ( subjek termasuk salah
satu informan), memperlihatkan isu yang
dibahas adalah hal tidak wajar. Kedua fans yang
saling berinteraksi melalui media sosial
(facebook) adalah pria, dan dalam hal ini
mengidolakan salah satu personil boyband EXO
yaitu Chanyeol. Percakapan yang penulis dapat
perlihatkan ditampilkan dalam gambar 3.
Dalam percakapan dapat dipahami bahwa kedua
fans beragumen memperebutkan idola mereka
(dalam hal ini Chanyeol, EXO). Mereka
Gambar 3. Sebagian Percakapan Facebook KPop Fans
Sumber : Dokumentasi Penulis
Selain berinteraksi dengan sesama fans,
kebanyakan mereka juga menduplikasi gaya
berpenampilan idola. Hasil wawancara dengan
keempat informan membuktikan bahwa mereka
mengikuti berbagai trend Korea, terutama
seperti persis yang dikenakan idola mereka,
misalnya terkait gaya rambut, gaya berpakaian,
serta penggunaan berbagai aksesori. Hingga
banyak diantara mereka yang harus membeli
pakaian di toko online overseas ( luar negeri)
dengan biaya yang tidak murah.
Kaitannya dengan ilmu sosial dasar,
permasalahan tersebut dapat dipandang melalui
teori Interaksionis Simbolik oleh George
Herbert. Para fans saling berkomunikasi atau
berinteraksi melalui simbol-simbol, seperti ;
bahasa korea, penggunaan subjek atau topik
pembicaraan berkaitan dengan idola mereka,
serta berpenampilan ala korea. Hal ini untuk
menunjukan simbol sebagai seorang penggemar
Kpop. Selain itu dapat dipahami sebagai alasan
manusia bertindak berdasarkan makna atas
simbol
yang
dijumpai,
sebagaimana
diasumsikan oleh Blumer dalam Asumsi
Sederhana
Interaksionis
Simbolik
[10].
Berkaitan dengan sikap fanatik, dalam hal ini
dianggap
sebagai
konsekuensi
atas
kemajemukan sosial atau heterogenitas dunia,
karena sikap fanatik tidak akan muncul jika
tidak ada pertemuan dua kelompok sosial, yaitu
fans dan idolanya. Fanatisme cenderung
merusak persepsi individu, seperti; seorang fans
fanatik boy band Korea, pasti akan merasa
bahwa idolanya selalu benar, dan jika ada yang
menyalahkan maupun mengkritik, pasti fans
merasa tidak terima dan melakukan aksi
menentang karena merasa idolanya dihina.
Dilihat berdasarkan paradigma realitas
sosial, perilaku fans fanatik (fanatisme)
merupakan penekanan terhadap ego yang lebih
kuat dari pada id dan super ego dalam diri
seseorang seperti yang dijelaskan oleh Freud
dalam teori yang mengkaji di tingkat individu.
Ego merupakan diferensiasi naluri bawaan
akibat kontak dengan dunia luar. Ego seseorang
dipengaruhi oleh kontruksi lingkungan,
pandangan orang lain (ikut-ikutan), dan sesuatu
yang melatar belakangi kehidupan orang
tersebut [10]. Awalnya, fans fanatik K-Pop
muncul karena adanya lingkungan yang
mendukung akses informasi. Kemudian hal
tersebut mendorong individu dapat melihat dan
meniru apapun yang dilakukan idolanya, mulai
dari bahasa, budaya, cara berpakain, dan
sebagainya.
Sementara, secara sosio-psikologis seseorang
yang fanatik dianggap tidak mampu memahami
apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak paham
terhadap masalah orang atau kelompok lain,
serta tidak mengerti paham atau filsafat selain
yang mereka yakini [11]. Sehingga, bagi
mereka apa yang dilakukan adalah suatu hal
yang wajar, kemudian hal ini memunculkan
komunitas KPop Fans yang dapat diibaratkan
sebagai suatu subkultur baru dalam masyarakat.
SASAENG FANS
Sasaeng fans ditemukan di Korea Selatan,
karena fans di sanalah yang memiliki akses
untuk mengikuti berbagai aktivitas idolanya
dengan leluasa. Menurut data OneKPop,
Sasaeng fans didominasi perempuan berusia
13-22 tahun dan memiliki tujuan hidup untuk
memastikan mereka diakui oleh para idola
dengan cara apapun. Kebanyakan sasaeng fans
diketahui melakukan tindakan ekstrim dengan
menguntit dan melanggar hak privasi idola
mereka serta tindakan lain yang tidak masuk
akal. Setelah mereka melakukan tindakan,
mereka akan mempostingnya di internet dan
membuat sasaeng fans lain iri. Pemberitaan oleh
OneKPop, menyebutkan bahwa sasaeng fans
akan mencuri jika mereka kekurangan uang
untuk membayar transportasi, sehingga mereka
dapat mengikuti kegiatan idolanya kemanapun.
Selain itu mereka juga senang mencuri barangbarang yang dimiliki oleh idolanya. Bahkan
yang terparah adalah melakukan tindakan
kriminal terhadap idolanya atau menyakiti
dirinya sendiri.
Perilaku sasaeng fans berawal dari rasa suka
terhadap sang idola dan berakhir dengan rasa
kepemilikan yang kuat, apa yang mereka
lakukan hanya untuk membuat dirinya sendiri
merasa puas tanpa memikirkan kerugian yang
diterima oleh sang idola akibat perilakunya.
Sebenarnya kerugian bukan hanya diterima oleh
sang idola, seorang sasaeng fans juga
mengalami kerugian waktu karena harus
mengikuti
idolanya
sampai
melupakan
kewajibannya untuk sekolah atau bekerja dan
membuat mereka merugi secara finansial karena
harus mengikuti apa yang dilakukan idolanya.
Dalam penelitian ini telah diobservasi
beberapa perilaku sasaeng fans melalui media
sosial dan website terkait, termasuk grup
sasaeng fans. Melalui website OneKPop
ditemukan
banyak
perilaku
sasaeng,
diantaranya; perilaku sasaeng fans yang
berdemo
menolak
pernikahan
idolanya
( Sungmin- Member Super Junior), selain itu
ada fans yang diketahui melalui CCTV sedang
merekam Tao (Member EXO) saat mandi di
hotel. Terdapat pula sasaeng yang rela menulis
surat disertai tetesan darahnya sendiri, surat
tersebut dikirim ke G-Dragon (Member
Bigbang). Sebelum mengirim, sang fans juga
memposting surat tersebut terlebih dahulu
melalui akun media sosialnya, seperti yang
terdapat dalam gambar 4. Tidak kalah serius,
dari observasi seperti dalam gambar 5.,
diketahui bahwa salah satu sasaeng fans
berhasil mengambil underwear salah satu
member EXO, yaitu Do Kyungsoo. Dalam
tulisan di akunnya, sang fans menjual barang
tersebut dengan harga 10 USD, serta berniat
mengambil celana dalam member lainnya.
Gambar 4. Sasaeng Fans yang Menulis Surat Berdarah
Sumber : www.OneKPop.com (Diakses Rabu, 26
November 2014 pukul 19:35 WIB).
Gambar 5. Sasaeng Fans yang Memposting Foto Barang
Curiannya
Sumber : Dokumentasi Penulis
Berdasarkan analisis ilmu sosial dasar, maka
perilaku sasaeng fans yang berusaha
menunjukan kehebatannya melalui simbol foto
yang diunggah ke internet merupakan
perwujudan Interaksionis Simbolis antar
sasaeng fans. Dalam hal ini, sasaeng yang
mengambil barang dari sang idola, untuk
dipamerkan juga dapat diartikan sebagai
tindakan rasionalitas menurut sasaeng itu
sendiri, dimana tindakan tersebut selalu
dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan
berkaitan dengan peningkatan citra satu sasaeng
dimata sasaeng lainnya. Selanjutnya, proses
integrasi antara saseng fans dengan idolanya
diawali konflik akibat perbedaan pandangan,
hal ini sesuai dengan pemaparan teori konflik
oleh Mark. Bahkan kebanyakan idola memilih
untuk tidak menjumpai para sasaeng, sebagian
diantaranya harus dibawa ke psikiater guna
menyembuhkan sindrom ketakutan akibat selalu
diikuti sasaeng fans. Perbedaan pemahaman,
antara kedua pihak membuat proses interaksi
dibarengi dengan serangkaian konflik.
PAIRING MEMBER
Pairing member merupakan kebiasaan fans di
Korea menjodohkan idolanya dengan idola lain.
Perilaku pairing kebanyakan dilakukan antar
member laki-laki. Pairing member laki-laki dan
wanita dilakukan hanya dibeberapa kasus saja.
Para fans (wanita) dalam hal ini lebih rela jika
idolanya (laki-laki) dijodohkan dengan sesama
laki-laki ketimbang wanita. Dalam penelitian
ini, melalui wawancara dengan informan B,C,
dan D yang kesemuanya adalah wanita, maka
diketahui beberapa alasan mengapa mereka
menyukai
perilaku
pairing
member,
diantaranya ;
Pairing member dianggap sebagai FANS
SERVICES, yang harus didapatkan oleh
para fans dari setiap idola. Maka hal ini
pula yang menyebakan para artis Korea
dengan percaya diri melakukan berbagai
hal romantis, seperti berpelukan bahkan
berciuman di berbagai acara televisi Korea
dan saat melakukan perform di panggung.
Bagi informan B dan C, pairing member
merupakan hal wajar dan mereka sangat
setuju jika pairing dilakukan sesama jenis.
Mereka menganggap para boyband
selayaknya suami mereka.
Bagi informan D, pairing member hanya
dinikmatinya sebagai hiburan. Informan
tidak menganggap serius hal yang
dilakukan oleh idolanya, namun sebagian
besar
teman
sesama
KPop
fans,
menganggap itu sangat menyenangkan.
Dari wawancara dengan ketiga informan
diketahui pula bahwa pairing memiliki sistem
tersendiri. Tiap member dalam satu grup
memiliki pasangan masing-masing, misalnya ;
Kyumin Couple (Kyuhyun dan Sungmin) dalam
Superjunior, Jungjin (Jungkook dan Sungjin)
Couple dalam BTS, Leobin (Leo dan Hongbin)
dalam VIXX dan lain sebagainya. Dari
observasi terhadap acara reality show korea di
youtube, dapat dilihat fenomena pairing
member juga dilakukan dalam berbagai hal,
misalnya ; dalam siaran TV atau radio, dalam
game ( pepero stick dan card kissing game),
hingga saat di panggung. Fenomena tersebut
salah satunya dapat dilihat dalam gambar 6.
Gambar 6. Adegan pairing member Jungjin Couple
dalam reality show
Sumber : www.OneKPop.com (Diakses Rabu, 26
November 2014 pukul 19:30 WIB).
Berdasarkan analisis Ilmu Sosial Dasar,
diketahui bahwa para fans memiliki paradigma
tersendiri dalam menanggapi suatu kebiasaan.
Perilaku individu yang cenderung menyukai
pairing terutama yang sesama jenis mengarah
pada dukungan mereka atas perilaku
homoseksual di kalangan masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang
secara sistem menyimpang dari norma kolektif.
Fenomena ini semakin booming di Korea
Selatan, hal ini mendukung studi berjudul
“South
Korea
Opinion
:
Justifable
Homosexuality.”,
didalamnya
dipaparkan
perbedaan proporsi kesetujuan masyarakat
terhadap perilaku homoseksual dari tahun 1981
hingga 2014. Hasil menunjukan ada penurunan
penolakan terhadap homoseksual dan ada
anggapan bahwa masyarakat Korea semakin
toleran terhadap hal tersebut [12]. Hasil studi
tersebut dapat dilihat dalam gambar 7.
Gambar 7. Grafik Justifikasi Homoseksual Dalam Opini
Masyarakat Korea Selatan
Sumber : Petter Fairfax, 2014
FANS FICTION
Dalam kasus fansfiction, kebanyakan penulis
membuat pasangan sesama jenis. Karena, untuk
fans K-pop sendiri ada paham bahwa idol
adalah milik para fans sehingga para fans tidak
akan rela jika idol dipasangkan dengan lawan
jenis. Tindakan yang dilakukan para Kpop fans
dalam menulis fansfiction seringkali untuk
memenuhi kesenangan individu karena fans
dapat membuat idol menjadi apapun dalam
tulisan mereka [8]. Fansfiction biasanya ditulis
dan diunggah dalam suatu forum yang dibuat
oleh sesama penggemar. Beberapa fansfiction
bahkan sudah dibukukan. Melalui observasi
media sosial dalam penelitian ini diketahui
bahwa selain untuk memenuhi kesenangan,
fansfiction dilakukan pula untuk kebutuhan
akan penghargaan melalui komentar fans lain
terhadap tulisan pembuat fansfiction. Lalu,
kebutuhan untuk mencari identitas serta
kebutuhan akan pemenuhan diri para fans.
Penelitian oleh Putri Selvia, 2013
membuktikan bahwa sebagian besar individu
yang terlibat dalam fansfiction adalah remaja
dan wanita. Dari delapan informan yang di
wawancarai dalam penelitian tersebut, tujuh
diantaranya mengetahui fansfiction dari teman,
satu diantaranya dari sang kakak. Beberapa
fansfiction tidak hanya sebatas kisah antara dua
tokoh sesama jenis, namun tidak jarang juga
terdapat unsur seks, cerita semacam ini dikenal
sebagai korean idol rated fanfiction. Setelah
membaca korean idol rated fanfiction, dari
penelitian tersebut diketahui para pembacanya
mengaku mendapat pengetahuan mengenai
seksualitas dan juga reproduksi ( lima
informan). Ada pula pembaca yang mengaku
mendapat kepuasan seksual (tiga informan). Hal
tersebut merupakan tindakan yang dapat
membawa emosi baik pada pembaca maupun
penulis [13].
Sementara dari wawancara dalam penelitian
ini, didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan penelitian lain. Empat informan
mengaku sering membaca fansfiction. Informan
A ( pria) dan C (wanita) merupakan pembuat
fansfiction bergenre sesama jenis. Keempat
informan menyatakan bahwa dengan membaca
fansfiction pengetahuan seksualitas mereka
bertambah, bahkan ada yang membuat mereka
berfantasi terhadap sang idola saat membacanya.
Hasil observasi terhadap website fansfiction
juga membuktikan bahwa sebagian genre
bertemakan seksualitas. Hal ini dapat dilihat
dari teks yang digunakan, alur cerita, serta judul
seperti dalam gambar 8.
Gambar 8. Teks berisi tema seksualitas dalam bacaan
fansfiction
Sumber : www.KPopFanfic.wordpress.com (Diakses
Rabu, 26 November 2014 pukul 19:25 WIB).
Dari wawancara juga diketahui supaya
menarik pembaca dan menambah banyak “like”
dalam fanspagenya maka diperlukan desain
cover yang bagus untuk tiap fansfiction. Cover
mencakup judul dan gambar tokoh, sehingga
dapat menimbulkan lebih banyak imajinasi dan
bayangan terhadap cerita, seperti dalam gambar
9. Keempat informan juga menjelaskan bahwa
mereka mengetahui fansfiction dari teman
sesama fans.
Dalam analisis ilmu sosial dasar, tindakan
fans membaca fansfiction dapat dipahami
melalui Teori Tindakan oleh Weber [14].
Dalam hal ini, tindakan fans dibagi menjadi dua
tipe, yaitu ;
Tindakan rasionalitas nilai, dimana dalam
tindakan ini pembaca selalu menyandarkan
tindakannya yang rasional pada suatu
keyakinan terhadap suatu nilai tertentu (ada
alasan rasional dibalik setiap tindakan).
Tindakan rasional instrumental, dimana
dalam tindakan ini pembaca tidak hanya
sekedar menilai cara yang baik untuk
mencapai tujuannya tapi juga menentukan
nilai dan tujuan sendiri.
Dalam kaitannya dengan alasan fans tersebut
membaca korean idol rated fanfiction disaat usia
mereka belum mencukupi untuk membaca bacaan
untuk orang dewasa, mereka memiliki alasan
yang bervariasi mengenai hal tersebut. Sementara,
peran teman dalam introduksi fansfiction kepada
para informan dapat dijelaskan sebagai proses
sosialisasi antar individu dengan segala daya
imitasi dan identitasnya [10]. Hal ini pula yang
akan menentukan pribadi seseorang fans dengan
berbagai tindakan serta perilakunya. Tindakan
sosialisasi berbagai hal berkaitan dengan
reproduksi ( sekdsalitas), menjadikan fansfiction
dapat dianggap sebagai agen tersendiri dalam
menyelenggarakan fungsi reproduksi, layaknya
keluarga terkait pengetahuan seksualitas. Namun,
hal ini perlu seleksi lebih lanjut dan internalisasi
lebih dalam oleh tiap individu ( pembacanya).
Gambar 9. Variasi cover fansfiction dengan berbagai
macam genre
Sumber : www.KPopFanfic.wordpress.com (Diakses
Rabu, 26 November 2014 pukul 19:45 WIB).
V. KESIMPULAN
Budaya K-pop mampu membentuk sebuah
dunia baru , sebuah komunitas baru layaknya
masyarakat yang dalam hal ini dianggap
sebagai subkultur yang menghasilkan nilai-nilai
baru serta melahirkan trend baru yang diikuti
oleh banyak orang. Dalam suatu komunitas
maka berlaku nilai-nilai dan orientasi nilai yang
bersifat kolektif, sehingga berbagai anomali
perilaku seperti ; fans fanatik, sasaeng fans,
pairing member, dan fansfiction merupakan
bagian dari komunitas yang sudah dianggap
sebagai perilaku dan nilai yang wajar. Hal
tersebut juga dilakukan sebagai upaya saling
berinteraksi dan bersosialisasi antar fans, dalam
rangka internalisasi fans ke dalam suatu
komunitas baru.
REFERENSI
[1] Puspitasari, Wulan dan Yosafat Hermawan.
(2013). The Lifestyle Of The K-Pop Lovers
(Korean Culture) In Expressing Their Life
Case Study Of The K-Pop Lovers In
Surakarta. Surakarta, Indonesia : FKIP
UNS. Halaman 2-3.
[2] Ayu, Sella Pertiwi. (2013). Konformitas dan
Fanatisme Pada Remaja Korean Wave
(Penelitian pada Komunitas Super Junior
Fans Club ELF “Ever Lasting Friend”) di
Samarinda. Samarinda, Indonesia :
UNMUL. Dalam eJournal Psikologi,
Volume 1, Nomor 2, 2013: 157-166.
[3] Cheonsa, Choi. 2011. Hallyu: Korean Wave.
Klaten, Indonesia : Cable Book, Halaman
9-11.
[4] Chung, E., Beverland, M.B., Farrelly. F.,
dan et al. (2008). Exploring Consumer
Fanaticism: Extraordinary Devotion in The
Consumption Context. California, USA :
California University. Dalam Journal of
Advances in Consumer Research. 35 (4), pp
333-340.
[5] Sears, David. O., Freedman, Jonathan, L.,
dan Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial
Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Halaman 35-36.
[6] Wijayanti, Ardiani. A. (2012). Hallyu:
Youngstres Fanaticism of Korean Pop
Culture (Study of Hallyu Fans Yogyakarta
City. Yogyakarta, Indonesia : UNY. Dalam
Journal of Sociology. 3 (3), pp 1-24.
[7] Hasby, Fadhilah. (2013). Fanbase Boyband
Korea : Identifikasi Aktivitas Penggemar
Indonesia. Jakarta, Indonesia : UI. Dalam
Journal and Prosiding The 5th International
Conference on Indonesian Studies :
Ethnicity and Globalization, pp 161-163.
[8] Selvia, Putri. (2012). Korean Idol Rated
Fanfiction
(Studi
Deskriptif
tentang
Kecenderungan Tindakan Sosial Remaja
Usia Sekolah Menengah Atas Pembaca
Korean Idol Rated Fanfiction di Surabaya
dalam hal Perilaku Seksualnya). (skripsi).
Surabaya, Indonesia : UNAIR. Halaman 3 - 5
dan 10-12.
[9] Dwi, Aulia Nastiti. (2010). Analisis
Interaksi Sosial Fans KPop Berbasis Web,
(skripsi). Jakarta, Indonesia : UI.
Halaman 4-5.
[10] Munandar, M. Soelaeman. (1989). Ilmu
Sosial Dasar - Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung, Indonesia : Refika
Aditama. Halaman 19-20, 27-28 dan 111112.
[11] Rakhmat, Jalaludin. (2005). Psikologi
Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.
Halaman 23.
[12] Fairfax, Petter. (2014). “South Korea
Opinion : Justifable Homosexuality.”.
Seoul, Korea Selatan : KJournalisme
Press, pp. 8-10.
[13] Nursanti, Meivita Ika. (2013). Analisis
Deskriptif Penggemar K-pop sebagi
Audiens Media dalam Mengonsumsi dan
Memaknai Teks Budaya, (skripsi)
Semarang, Indonesia : UNDIP. Halaman
13-16.
[14] Ulfianti, S. (2012). Fanatisme Remaja
Indonesia, Surabaya, Indonesia, dalam
Korean Wave. Jurnal Korean Wave. 1(1),
pp 1-4.
Perilaku KPop Fans
Aditya Pradana
Prodi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Abstrak —
Berkembangnya budaya Korea
Selatan ke berbagai penjuru dunia telah
membuat banyak akademisi tertarik untuk
membuat berbagai studi terkait dengan hal
tersebut. Budaya musik Korea (KPop) menjadi
salah satu yang paling diminati dalam fenomena
hallyu. Adanya KPop memunculkan fans secara
global diseluruh dunia, dimana fans pada
umumnya memiliki perilaku yang cenderung
seragam. Namun, melalui penelitian ini
diidentifikasi terdapat empat perilaku anomali
yang dilakukan fans KPop, diantaranya ; fans
fanatik, sasaeng fans, pairing member, dan
fansfiction. Metode penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif terhadap data kualitatif,
yang didapatkan dari observasi, wawancara,
serta studi literatur. Hasil dari penelitian berupa
analisa ilmu sosial dasar secara deksriptif,
disertai studi kasus penulis serta penelitian lain
dalam mengkaitkan fenomena perilaku anomali
fans.
Kata Kunci— KPop Fans, Perilaku Anomali,
Ilmu Sosial Dasar
I. PENDAHULUAN
Fenomena globalisasi berdampak pada
tersebarnya nilai dan budaya suatu negara, yang
kemudian menjadi budaya dunia atau wolrd
culture [1]. Korea Selatan telah berhasil
menyebarkan produk budaya populernya ke
dunia internasional. Proses penyebaran budaya
Pop Korea secara global dikenal dengan istilah
korean wave atau Hallyu, dengan media massa
dan media sosial sebagai penggerak utamanya
[2].
Data Korean Tourism Organization
menyebutkan sebagian besar peminat hallyu
tertarik oleh budaya musik KPop (53,3%),
dengan responden terbanyak berumur 20
tahunan (49 %), seperti yang dapat dilihat
dalam gambar 1. Bahkan penonton video KPop
di situs youtube tercatat telah mencapai 2,3
miliar yang tersebar di 235 negara pada Januari,
2012.
Gambar 1. Diagram Peminatan Budaya Korea
Sumber : Korean Tourism Organization
Konsumsi budaya KPop telah melahirkan fans
di seluruh dunia. KPop mampu membentuk
sebuah dunia baru, menghasilkan nilai baru, dan
juga melahirkan trend baru yang diikuti oleh
banyak orang [3]. Para fans memiliki berbagai
perilaku dalam mengidolakan idolanya. Dari
analisa dan observasi, KPop Fans di identifikasi
memiliki beberapa perilaku anomali. Perilaku
tersebut kemudian menjadi hal biasa dalam
komunitas penggemar KPop. Diantaranya
adalah adanya fans fanatik, sasaeng fans,
perilaku pairing member, dan fansfiction.
Perilaku fans fanatik biasanya banyak ditemui
diberbagai kasus, tidak hanya KPop. Namun,
ketiga perilaku anomali lain sejauh ini baru
teridentifikasi di kalangan KPop fans.
II.
KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah
yang dipergunakan dalam mendeskripsikan
permasalahan, diantaranya ;
Fanatisme berarti pengabdian luar biasa
untuk sebuah subjek, di mana "pengabdian"
terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi,
dan melampaui rata-rata biasa yang biasa
[4]. Fanatik cenderung bersikeras terhadap
ide-ide yang menganggap diri sendiri atau
kelompok mereka benar, mengabaikan
semua
fakta
atau
argumen
yang
bertentangan dengan keyakinan [5].
Sasaeng Fans merupakan sebutan untuk
penggemar yang sangat terobsesi kepada
idolanya, bukan hanya kegiatan diatas
panggung tetapi tertarik pada kehidupan
pribadi sang idola mereka sampai rela
melakukan apapun. Sasaeng dalam bahasa
Korea berasal dari huruf “sa”, yang berarti
pribadi dan “saeng” yang berarti kehidupan,
mengarah pada fans dengan segala
obsesinya tentang idola mereka [6].
Pairing member merupakan perilaku
menjodohkan idola dengan idola lainnya,
biasanya dilakukan oleh para fans. Pairing
member cenderung dilakukan kepada
member (anggota grup) dengan member
lain dalam satu grup, biasanya boyband.
Fanfiction merupakan karya fiksi yang
ditulis oleh penggemar (fans), dengan
menjadikan personel boyband atau girlband
sebagai tokoh dalam ceritanya [7]. Situs
fanfiction adalah situs yang memuat
kumpulan cerita yang bukan ditulis oleh
penulis professional melainkan ditulis oleh
seorang penggemar [8].
III. METODOLOGI
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
kualitatif berbentuk studi kasus. Pendekatan ini
hanya menggambarkan, meringkas kondisi atau
situasi [2]. Lokasi penelitian dilakukan di
Yogyakarta, selama bulan November hingga
Desember 2014. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode observasi, wawancara,
dan studi literatur. Data primer didapatkan dari
hasil observasi yang di fokuskan pada berbagai
posting yang dilakukan administrator website
KPop Fans, komentar para fans di website serta
grup KPop Fans, baik di facebook dan twitter.
Selain itu, dilakukan pula wawancara
mendalam baik secara langsung maupun
melalui media sosial, seperti dalam salah satu
grup KPop Fans UGM, yaitu KPop ‘14. Subjek
wawancara penelitian adalah remaja usia 18-19
tahun sebanyak tiga orang informan dari
Fakultas MIPA, UGM dan satu informan dari
salah satu sekolah menengah atas di Yogyakarta.
Seluruh informan merupakan KPop Fans, yang
dalam penelitian ini kemudian di sebut
informan A, B, dan C (FMIPA, UGM), serta
infroman D (SMA). Data sekunder didapatkan
dari studi literatur berbagai buku sebagai
kerangka teori, serta beberapa penelitian terkait
fans sebagai bahan acuan dan pembanding atas
fenomena yang di kaji. Analisis yang digunakan
adalah analisa deksriptif yang berarti
menjelaskan keterkaitan antar fenomena
berbasis satu disiplin ilmu, yaitu ilmu sosial
dasar.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
FANS FANATIK
Salah satu perilaku anomali KPop Fans adalah
memiliki fanatisme yang terkadang berlebihan,
walaupun tidak seluruh fans bersikap demikian.
Mereka
dipandang
sebagai
penyebab
menguatnya perilaku kelompok yang tidak
jarang dapat menimbulkan perilaku agresi [4].
Dari hasil observasi peneliti diketahui bahwa
terdapat banyak hal yang mengindikasikan
fanatisme KPop fans, diantaranya dalam
penggunaan bahasa, percakapan sehari-hari,
gaya berpenampilan, hingga dalam berbagai
penyelengaraan event yang terkait dengan KPop.
Dalam penelitian studi kasus website :
www.asianfansclub.wordpress.com oleh Aulia
Dwi Nastiti, 2010 dijelaskan bahwa interaksi
sesama fans banyak ditemukan melalui
penggunaan bahasa korea [9]. Misalnya ;
“Saranghae” yang berarti “Aku cinta kamu”,
“Oppa” yang berarti sebutan kakak laki-laki,
“Figthing” merupakan istilah “Semangat “ yang
sangat populer dikalangan remaja Korea Selatan,
dan sebagainya. Hal ini dipahami lebih lanjut
dengan melihat komentar fans seperti dalam
gambar 2., para fans mengomentari fakta terkait
postingan kebiasaan dan rahasia member salah
satu boyband Korea, yaitu Super Junior.
menganggap idola mereka selayaknya pasangan
mereka sendiri. Hasil wawancara dengan
informan A (salah satu orang yang berkomentar)
menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa apa
yang dilakukan mereka merupakan hal biasa
yang dilakukan antar fans untuk saling
berinteraksi, selain itu hal ini juga dilakukan
untuk
menimbulkan
kepuasan
dalam
berinteraksi. Sementara, kaitan isi komentar
terhadap idola mereka yang juga sesama pria,
dianggap sebagai suatu yang wajar yang
dilakukan para fans.
Gambar 2. Sebagian Posting dan Komentar dalam
Website asian fans club
Sumber : Aulia Dwi Nastiti, 2010
Hasil observasi dalam penelitian ini terkait
percakapan para KPop Fans juga menunjukan
perilaku anomali akibat fanatisme berlebihan.
Dalam percakapan fans ( subjek termasuk salah
satu informan), memperlihatkan isu yang
dibahas adalah hal tidak wajar. Kedua fans yang
saling berinteraksi melalui media sosial
(facebook) adalah pria, dan dalam hal ini
mengidolakan salah satu personil boyband EXO
yaitu Chanyeol. Percakapan yang penulis dapat
perlihatkan ditampilkan dalam gambar 3.
Dalam percakapan dapat dipahami bahwa kedua
fans beragumen memperebutkan idola mereka
(dalam hal ini Chanyeol, EXO). Mereka
Gambar 3. Sebagian Percakapan Facebook KPop Fans
Sumber : Dokumentasi Penulis
Selain berinteraksi dengan sesama fans,
kebanyakan mereka juga menduplikasi gaya
berpenampilan idola. Hasil wawancara dengan
keempat informan membuktikan bahwa mereka
mengikuti berbagai trend Korea, terutama
seperti persis yang dikenakan idola mereka,
misalnya terkait gaya rambut, gaya berpakaian,
serta penggunaan berbagai aksesori. Hingga
banyak diantara mereka yang harus membeli
pakaian di toko online overseas ( luar negeri)
dengan biaya yang tidak murah.
Kaitannya dengan ilmu sosial dasar,
permasalahan tersebut dapat dipandang melalui
teori Interaksionis Simbolik oleh George
Herbert. Para fans saling berkomunikasi atau
berinteraksi melalui simbol-simbol, seperti ;
bahasa korea, penggunaan subjek atau topik
pembicaraan berkaitan dengan idola mereka,
serta berpenampilan ala korea. Hal ini untuk
menunjukan simbol sebagai seorang penggemar
Kpop. Selain itu dapat dipahami sebagai alasan
manusia bertindak berdasarkan makna atas
simbol
yang
dijumpai,
sebagaimana
diasumsikan oleh Blumer dalam Asumsi
Sederhana
Interaksionis
Simbolik
[10].
Berkaitan dengan sikap fanatik, dalam hal ini
dianggap
sebagai
konsekuensi
atas
kemajemukan sosial atau heterogenitas dunia,
karena sikap fanatik tidak akan muncul jika
tidak ada pertemuan dua kelompok sosial, yaitu
fans dan idolanya. Fanatisme cenderung
merusak persepsi individu, seperti; seorang fans
fanatik boy band Korea, pasti akan merasa
bahwa idolanya selalu benar, dan jika ada yang
menyalahkan maupun mengkritik, pasti fans
merasa tidak terima dan melakukan aksi
menentang karena merasa idolanya dihina.
Dilihat berdasarkan paradigma realitas
sosial, perilaku fans fanatik (fanatisme)
merupakan penekanan terhadap ego yang lebih
kuat dari pada id dan super ego dalam diri
seseorang seperti yang dijelaskan oleh Freud
dalam teori yang mengkaji di tingkat individu.
Ego merupakan diferensiasi naluri bawaan
akibat kontak dengan dunia luar. Ego seseorang
dipengaruhi oleh kontruksi lingkungan,
pandangan orang lain (ikut-ikutan), dan sesuatu
yang melatar belakangi kehidupan orang
tersebut [10]. Awalnya, fans fanatik K-Pop
muncul karena adanya lingkungan yang
mendukung akses informasi. Kemudian hal
tersebut mendorong individu dapat melihat dan
meniru apapun yang dilakukan idolanya, mulai
dari bahasa, budaya, cara berpakain, dan
sebagainya.
Sementara, secara sosio-psikologis seseorang
yang fanatik dianggap tidak mampu memahami
apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak paham
terhadap masalah orang atau kelompok lain,
serta tidak mengerti paham atau filsafat selain
yang mereka yakini [11]. Sehingga, bagi
mereka apa yang dilakukan adalah suatu hal
yang wajar, kemudian hal ini memunculkan
komunitas KPop Fans yang dapat diibaratkan
sebagai suatu subkultur baru dalam masyarakat.
SASAENG FANS
Sasaeng fans ditemukan di Korea Selatan,
karena fans di sanalah yang memiliki akses
untuk mengikuti berbagai aktivitas idolanya
dengan leluasa. Menurut data OneKPop,
Sasaeng fans didominasi perempuan berusia
13-22 tahun dan memiliki tujuan hidup untuk
memastikan mereka diakui oleh para idola
dengan cara apapun. Kebanyakan sasaeng fans
diketahui melakukan tindakan ekstrim dengan
menguntit dan melanggar hak privasi idola
mereka serta tindakan lain yang tidak masuk
akal. Setelah mereka melakukan tindakan,
mereka akan mempostingnya di internet dan
membuat sasaeng fans lain iri. Pemberitaan oleh
OneKPop, menyebutkan bahwa sasaeng fans
akan mencuri jika mereka kekurangan uang
untuk membayar transportasi, sehingga mereka
dapat mengikuti kegiatan idolanya kemanapun.
Selain itu mereka juga senang mencuri barangbarang yang dimiliki oleh idolanya. Bahkan
yang terparah adalah melakukan tindakan
kriminal terhadap idolanya atau menyakiti
dirinya sendiri.
Perilaku sasaeng fans berawal dari rasa suka
terhadap sang idola dan berakhir dengan rasa
kepemilikan yang kuat, apa yang mereka
lakukan hanya untuk membuat dirinya sendiri
merasa puas tanpa memikirkan kerugian yang
diterima oleh sang idola akibat perilakunya.
Sebenarnya kerugian bukan hanya diterima oleh
sang idola, seorang sasaeng fans juga
mengalami kerugian waktu karena harus
mengikuti
idolanya
sampai
melupakan
kewajibannya untuk sekolah atau bekerja dan
membuat mereka merugi secara finansial karena
harus mengikuti apa yang dilakukan idolanya.
Dalam penelitian ini telah diobservasi
beberapa perilaku sasaeng fans melalui media
sosial dan website terkait, termasuk grup
sasaeng fans. Melalui website OneKPop
ditemukan
banyak
perilaku
sasaeng,
diantaranya; perilaku sasaeng fans yang
berdemo
menolak
pernikahan
idolanya
( Sungmin- Member Super Junior), selain itu
ada fans yang diketahui melalui CCTV sedang
merekam Tao (Member EXO) saat mandi di
hotel. Terdapat pula sasaeng yang rela menulis
surat disertai tetesan darahnya sendiri, surat
tersebut dikirim ke G-Dragon (Member
Bigbang). Sebelum mengirim, sang fans juga
memposting surat tersebut terlebih dahulu
melalui akun media sosialnya, seperti yang
terdapat dalam gambar 4. Tidak kalah serius,
dari observasi seperti dalam gambar 5.,
diketahui bahwa salah satu sasaeng fans
berhasil mengambil underwear salah satu
member EXO, yaitu Do Kyungsoo. Dalam
tulisan di akunnya, sang fans menjual barang
tersebut dengan harga 10 USD, serta berniat
mengambil celana dalam member lainnya.
Gambar 4. Sasaeng Fans yang Menulis Surat Berdarah
Sumber : www.OneKPop.com (Diakses Rabu, 26
November 2014 pukul 19:35 WIB).
Gambar 5. Sasaeng Fans yang Memposting Foto Barang
Curiannya
Sumber : Dokumentasi Penulis
Berdasarkan analisis ilmu sosial dasar, maka
perilaku sasaeng fans yang berusaha
menunjukan kehebatannya melalui simbol foto
yang diunggah ke internet merupakan
perwujudan Interaksionis Simbolis antar
sasaeng fans. Dalam hal ini, sasaeng yang
mengambil barang dari sang idola, untuk
dipamerkan juga dapat diartikan sebagai
tindakan rasionalitas menurut sasaeng itu
sendiri, dimana tindakan tersebut selalu
dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan
berkaitan dengan peningkatan citra satu sasaeng
dimata sasaeng lainnya. Selanjutnya, proses
integrasi antara saseng fans dengan idolanya
diawali konflik akibat perbedaan pandangan,
hal ini sesuai dengan pemaparan teori konflik
oleh Mark. Bahkan kebanyakan idola memilih
untuk tidak menjumpai para sasaeng, sebagian
diantaranya harus dibawa ke psikiater guna
menyembuhkan sindrom ketakutan akibat selalu
diikuti sasaeng fans. Perbedaan pemahaman,
antara kedua pihak membuat proses interaksi
dibarengi dengan serangkaian konflik.
PAIRING MEMBER
Pairing member merupakan kebiasaan fans di
Korea menjodohkan idolanya dengan idola lain.
Perilaku pairing kebanyakan dilakukan antar
member laki-laki. Pairing member laki-laki dan
wanita dilakukan hanya dibeberapa kasus saja.
Para fans (wanita) dalam hal ini lebih rela jika
idolanya (laki-laki) dijodohkan dengan sesama
laki-laki ketimbang wanita. Dalam penelitian
ini, melalui wawancara dengan informan B,C,
dan D yang kesemuanya adalah wanita, maka
diketahui beberapa alasan mengapa mereka
menyukai
perilaku
pairing
member,
diantaranya ;
Pairing member dianggap sebagai FANS
SERVICES, yang harus didapatkan oleh
para fans dari setiap idola. Maka hal ini
pula yang menyebakan para artis Korea
dengan percaya diri melakukan berbagai
hal romantis, seperti berpelukan bahkan
berciuman di berbagai acara televisi Korea
dan saat melakukan perform di panggung.
Bagi informan B dan C, pairing member
merupakan hal wajar dan mereka sangat
setuju jika pairing dilakukan sesama jenis.
Mereka menganggap para boyband
selayaknya suami mereka.
Bagi informan D, pairing member hanya
dinikmatinya sebagai hiburan. Informan
tidak menganggap serius hal yang
dilakukan oleh idolanya, namun sebagian
besar
teman
sesama
KPop
fans,
menganggap itu sangat menyenangkan.
Dari wawancara dengan ketiga informan
diketahui pula bahwa pairing memiliki sistem
tersendiri. Tiap member dalam satu grup
memiliki pasangan masing-masing, misalnya ;
Kyumin Couple (Kyuhyun dan Sungmin) dalam
Superjunior, Jungjin (Jungkook dan Sungjin)
Couple dalam BTS, Leobin (Leo dan Hongbin)
dalam VIXX dan lain sebagainya. Dari
observasi terhadap acara reality show korea di
youtube, dapat dilihat fenomena pairing
member juga dilakukan dalam berbagai hal,
misalnya ; dalam siaran TV atau radio, dalam
game ( pepero stick dan card kissing game),
hingga saat di panggung. Fenomena tersebut
salah satunya dapat dilihat dalam gambar 6.
Gambar 6. Adegan pairing member Jungjin Couple
dalam reality show
Sumber : www.OneKPop.com (Diakses Rabu, 26
November 2014 pukul 19:30 WIB).
Berdasarkan analisis Ilmu Sosial Dasar,
diketahui bahwa para fans memiliki paradigma
tersendiri dalam menanggapi suatu kebiasaan.
Perilaku individu yang cenderung menyukai
pairing terutama yang sesama jenis mengarah
pada dukungan mereka atas perilaku
homoseksual di kalangan masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang
secara sistem menyimpang dari norma kolektif.
Fenomena ini semakin booming di Korea
Selatan, hal ini mendukung studi berjudul
“South
Korea
Opinion
:
Justifable
Homosexuality.”,
didalamnya
dipaparkan
perbedaan proporsi kesetujuan masyarakat
terhadap perilaku homoseksual dari tahun 1981
hingga 2014. Hasil menunjukan ada penurunan
penolakan terhadap homoseksual dan ada
anggapan bahwa masyarakat Korea semakin
toleran terhadap hal tersebut [12]. Hasil studi
tersebut dapat dilihat dalam gambar 7.
Gambar 7. Grafik Justifikasi Homoseksual Dalam Opini
Masyarakat Korea Selatan
Sumber : Petter Fairfax, 2014
FANS FICTION
Dalam kasus fansfiction, kebanyakan penulis
membuat pasangan sesama jenis. Karena, untuk
fans K-pop sendiri ada paham bahwa idol
adalah milik para fans sehingga para fans tidak
akan rela jika idol dipasangkan dengan lawan
jenis. Tindakan yang dilakukan para Kpop fans
dalam menulis fansfiction seringkali untuk
memenuhi kesenangan individu karena fans
dapat membuat idol menjadi apapun dalam
tulisan mereka [8]. Fansfiction biasanya ditulis
dan diunggah dalam suatu forum yang dibuat
oleh sesama penggemar. Beberapa fansfiction
bahkan sudah dibukukan. Melalui observasi
media sosial dalam penelitian ini diketahui
bahwa selain untuk memenuhi kesenangan,
fansfiction dilakukan pula untuk kebutuhan
akan penghargaan melalui komentar fans lain
terhadap tulisan pembuat fansfiction. Lalu,
kebutuhan untuk mencari identitas serta
kebutuhan akan pemenuhan diri para fans.
Penelitian oleh Putri Selvia, 2013
membuktikan bahwa sebagian besar individu
yang terlibat dalam fansfiction adalah remaja
dan wanita. Dari delapan informan yang di
wawancarai dalam penelitian tersebut, tujuh
diantaranya mengetahui fansfiction dari teman,
satu diantaranya dari sang kakak. Beberapa
fansfiction tidak hanya sebatas kisah antara dua
tokoh sesama jenis, namun tidak jarang juga
terdapat unsur seks, cerita semacam ini dikenal
sebagai korean idol rated fanfiction. Setelah
membaca korean idol rated fanfiction, dari
penelitian tersebut diketahui para pembacanya
mengaku mendapat pengetahuan mengenai
seksualitas dan juga reproduksi ( lima
informan). Ada pula pembaca yang mengaku
mendapat kepuasan seksual (tiga informan). Hal
tersebut merupakan tindakan yang dapat
membawa emosi baik pada pembaca maupun
penulis [13].
Sementara dari wawancara dalam penelitian
ini, didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan penelitian lain. Empat informan
mengaku sering membaca fansfiction. Informan
A ( pria) dan C (wanita) merupakan pembuat
fansfiction bergenre sesama jenis. Keempat
informan menyatakan bahwa dengan membaca
fansfiction pengetahuan seksualitas mereka
bertambah, bahkan ada yang membuat mereka
berfantasi terhadap sang idola saat membacanya.
Hasil observasi terhadap website fansfiction
juga membuktikan bahwa sebagian genre
bertemakan seksualitas. Hal ini dapat dilihat
dari teks yang digunakan, alur cerita, serta judul
seperti dalam gambar 8.
Gambar 8. Teks berisi tema seksualitas dalam bacaan
fansfiction
Sumber : www.KPopFanfic.wordpress.com (Diakses
Rabu, 26 November 2014 pukul 19:25 WIB).
Dari wawancara juga diketahui supaya
menarik pembaca dan menambah banyak “like”
dalam fanspagenya maka diperlukan desain
cover yang bagus untuk tiap fansfiction. Cover
mencakup judul dan gambar tokoh, sehingga
dapat menimbulkan lebih banyak imajinasi dan
bayangan terhadap cerita, seperti dalam gambar
9. Keempat informan juga menjelaskan bahwa
mereka mengetahui fansfiction dari teman
sesama fans.
Dalam analisis ilmu sosial dasar, tindakan
fans membaca fansfiction dapat dipahami
melalui Teori Tindakan oleh Weber [14].
Dalam hal ini, tindakan fans dibagi menjadi dua
tipe, yaitu ;
Tindakan rasionalitas nilai, dimana dalam
tindakan ini pembaca selalu menyandarkan
tindakannya yang rasional pada suatu
keyakinan terhadap suatu nilai tertentu (ada
alasan rasional dibalik setiap tindakan).
Tindakan rasional instrumental, dimana
dalam tindakan ini pembaca tidak hanya
sekedar menilai cara yang baik untuk
mencapai tujuannya tapi juga menentukan
nilai dan tujuan sendiri.
Dalam kaitannya dengan alasan fans tersebut
membaca korean idol rated fanfiction disaat usia
mereka belum mencukupi untuk membaca bacaan
untuk orang dewasa, mereka memiliki alasan
yang bervariasi mengenai hal tersebut. Sementara,
peran teman dalam introduksi fansfiction kepada
para informan dapat dijelaskan sebagai proses
sosialisasi antar individu dengan segala daya
imitasi dan identitasnya [10]. Hal ini pula yang
akan menentukan pribadi seseorang fans dengan
berbagai tindakan serta perilakunya. Tindakan
sosialisasi berbagai hal berkaitan dengan
reproduksi ( sekdsalitas), menjadikan fansfiction
dapat dianggap sebagai agen tersendiri dalam
menyelenggarakan fungsi reproduksi, layaknya
keluarga terkait pengetahuan seksualitas. Namun,
hal ini perlu seleksi lebih lanjut dan internalisasi
lebih dalam oleh tiap individu ( pembacanya).
Gambar 9. Variasi cover fansfiction dengan berbagai
macam genre
Sumber : www.KPopFanfic.wordpress.com (Diakses
Rabu, 26 November 2014 pukul 19:45 WIB).
V. KESIMPULAN
Budaya K-pop mampu membentuk sebuah
dunia baru , sebuah komunitas baru layaknya
masyarakat yang dalam hal ini dianggap
sebagai subkultur yang menghasilkan nilai-nilai
baru serta melahirkan trend baru yang diikuti
oleh banyak orang. Dalam suatu komunitas
maka berlaku nilai-nilai dan orientasi nilai yang
bersifat kolektif, sehingga berbagai anomali
perilaku seperti ; fans fanatik, sasaeng fans,
pairing member, dan fansfiction merupakan
bagian dari komunitas yang sudah dianggap
sebagai perilaku dan nilai yang wajar. Hal
tersebut juga dilakukan sebagai upaya saling
berinteraksi dan bersosialisasi antar fans, dalam
rangka internalisasi fans ke dalam suatu
komunitas baru.
REFERENSI
[1] Puspitasari, Wulan dan Yosafat Hermawan.
(2013). The Lifestyle Of The K-Pop Lovers
(Korean Culture) In Expressing Their Life
Case Study Of The K-Pop Lovers In
Surakarta. Surakarta, Indonesia : FKIP
UNS. Halaman 2-3.
[2] Ayu, Sella Pertiwi. (2013). Konformitas dan
Fanatisme Pada Remaja Korean Wave
(Penelitian pada Komunitas Super Junior
Fans Club ELF “Ever Lasting Friend”) di
Samarinda. Samarinda, Indonesia :
UNMUL. Dalam eJournal Psikologi,
Volume 1, Nomor 2, 2013: 157-166.
[3] Cheonsa, Choi. 2011. Hallyu: Korean Wave.
Klaten, Indonesia : Cable Book, Halaman
9-11.
[4] Chung, E., Beverland, M.B., Farrelly. F.,
dan et al. (2008). Exploring Consumer
Fanaticism: Extraordinary Devotion in The
Consumption Context. California, USA :
California University. Dalam Journal of
Advances in Consumer Research. 35 (4), pp
333-340.
[5] Sears, David. O., Freedman, Jonathan, L.,
dan Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial
Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Halaman 35-36.
[6] Wijayanti, Ardiani. A. (2012). Hallyu:
Youngstres Fanaticism of Korean Pop
Culture (Study of Hallyu Fans Yogyakarta
City. Yogyakarta, Indonesia : UNY. Dalam
Journal of Sociology. 3 (3), pp 1-24.
[7] Hasby, Fadhilah. (2013). Fanbase Boyband
Korea : Identifikasi Aktivitas Penggemar
Indonesia. Jakarta, Indonesia : UI. Dalam
Journal and Prosiding The 5th International
Conference on Indonesian Studies :
Ethnicity and Globalization, pp 161-163.
[8] Selvia, Putri. (2012). Korean Idol Rated
Fanfiction
(Studi
Deskriptif
tentang
Kecenderungan Tindakan Sosial Remaja
Usia Sekolah Menengah Atas Pembaca
Korean Idol Rated Fanfiction di Surabaya
dalam hal Perilaku Seksualnya). (skripsi).
Surabaya, Indonesia : UNAIR. Halaman 3 - 5
dan 10-12.
[9] Dwi, Aulia Nastiti. (2010). Analisis
Interaksi Sosial Fans KPop Berbasis Web,
(skripsi). Jakarta, Indonesia : UI.
Halaman 4-5.
[10] Munandar, M. Soelaeman. (1989). Ilmu
Sosial Dasar - Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung, Indonesia : Refika
Aditama. Halaman 19-20, 27-28 dan 111112.
[11] Rakhmat, Jalaludin. (2005). Psikologi
Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.
Halaman 23.
[12] Fairfax, Petter. (2014). “South Korea
Opinion : Justifable Homosexuality.”.
Seoul, Korea Selatan : KJournalisme
Press, pp. 8-10.
[13] Nursanti, Meivita Ika. (2013). Analisis
Deskriptif Penggemar K-pop sebagi
Audiens Media dalam Mengonsumsi dan
Memaknai Teks Budaya, (skripsi)
Semarang, Indonesia : UNDIP. Halaman
13-16.
[14] Ulfianti, S. (2012). Fanatisme Remaja
Indonesia, Surabaya, Indonesia, dalam
Korean Wave. Jurnal Korean Wave. 1(1),
pp 1-4.