Kompleksitas Dinamis Imigran dalam Relas

Kompleksitas Dinamis Imigran
dalam Relasi Politik Antar-Negara
Kasus pada relasi politik negara Jerman dan Turki

Oleh:
Dr. (cand) Tomi Setiawan

Dinamika Keimigrasian Kontemporer
 Pada akhir abad ke-20 semua negara-negara maju
telah menjadi negara tujuan dari para imigran
 Imigran selalu menimbulkan kekhawatiran bagi negaranegara berdaulat.
 Beberapa masalah yang mungkin muncul adalah:
 imigran dapat menolak untuk ber-asimilasi,

 Imigran dapat menurunkan standar hidup seluruh
penduduk.
 Tingkat kejahatan dapat meningkat dari imigran,

 Imigran mungkin mengambil pekerjaan jauh lebih besar
dari warga asli


 Setelah Perang Dunia II, dan terutama setelah
pemisahan Jerman Timur dan Barat oleh Tembok Berlin
(pada tahun 1961), di jerman barat terjadi peningkatan
kekurangan tenaga kerja, terutama di pekerjaan kelas
bawah.

 Di Jerman Barat diperkenalkan program pekerja tamu
(Gastarbeiter) untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja,
dan sebagian besar pekerja yang berimigrasi ke Jerman
adalah orang Turki.

Motif orang Turki untuk Bermigrasi
 Kondisi ekonomi, biasanya migrasi dari negara dengan
standar ekonomi rendah ke negara ekonomi tinggi untuk
keuntungan finansial (perbaikan ekonomi).
 Faktor-faktor politik, seperti tekanan hak asasi manusia,
penganiayaan, dan janji kebebasan di negara baru.

 Kontak sosial dari negara tujuan serta tekanan keluarga
dan teman-teman untuk berimigrasi dari negara asal ke

negara tujuan.

Reformasi Kewarganegaraan Jerman
 Sampai tahun 1999, kewarganegaraan Jerman hanya
didasarkan pada garis keturunan Jerman (ius soli) (Akturk,
2007).
 Tahun 1999 Politisi Jerman Liberal mereformasi hukum
imigrasi. Dan hasilnya adalah “Reformasi
Kewarganegaraan 1999”, ini diangap sebagai
kemenangan bagi imigran dan kaum progresif.
 Banyak orang Jerman merasa terancam akibat
meningkatnya jumlah imigran Turki yang mengalir ke
negara itu dan berganti kewarganegaraannya.

Relasi Politik Antar-Negara
 Posisi geopolitik Turki pada saat ‘Perang Dingin’ adalah
menentukan.

 Fase berikutnya, Turki dievaluasi ulang, Dan pada tahun
1987, ketika Turki meminta untuk keanggotaan penuh

MEE, ternyata permohonannya diabaikan.

 Terdapat resistensi yang kuat terhadap masuknya Turki ke
Uni Eropa terutama di Prancis dan Jerman.
 Turki dianggap sebagai 'jembatan’, suatu penciptaan
resmi dalam arti arti menghubungkan dua entitas yang
solid, tetapi tidak merupakan bagian dari keduanya
(Tekin, 2005)

Posisi Geopolitik Turki

Sumber: http://www.trumanlibrary.org/teacher/europe1a.jpg

“The Copenhagen Criteria"
 Stabilitas negara dalam menjamin
demokrasi, supremasi hukum, hak asasi
manusia dan menghormati dan
perlindungan kaum minoritas,

 Berfungsinya keberadaan ekonomi pasar serta kapasitas

untuk mengatasi tekanan kompetitif dan kekuatan pasar
dalam Uni Eropa

 Kemampuan untuk mengambil kewajiban keanggotaan
termasuk kepatuhan terhadap tujuan politik, ekonomi dan
moneter dari Uni Eropa.

Negara-negara
Anggota UE

 Sampai dengan Tahun
2013 Turki tidak
dianggap memenuhi
persyaratan (the
copenhagen criteria)
untuk menjadi anggota
Uni Eropa

Sumber: http://eeas.europa.eu/delegations/eu


 Bagi kaum konservatif, 3 (Tiga) argumen perbedaan mendasar
yang mencegah Turki masuk ke Uni Eropa sebagai anggota penuh
adalah: Geografi, Sejarah, dan Agama.
 Turki secara geografis tidak termasuk dalam batas-batas Eropa,
tetapi atau lebih tepatnya, bagian dari Timur Tengah atau Asia
Bara

 Turki tidak berarti sepenuhnya Barat dalam sejarah dan budaya,
tetapi juga memiliki banyak perbedaan dari beberapa negara
tetangganya sesama Muslim.
 Beberapa negara eropa khawatir bahwa mayoritas Islam akan
membentuk pemerintahan, yang meyakinkan mereka untuk
mengadopsi undang-undang sesuai dengan Syariah, seorang
fundamentalis, tradisional, dan pengadopsian hukum Islam.

Imigran dalam Pandangan Penduduk
Asli (kasus etnis Jerman terhadap imigran Turki)
 Schoen (2006) melakukan analisis kuantitatif pemilihan
federal Jerman tahun 2005 untuk menentukan apakah
sikap masyarakat terhadap Turki sebagai calon anggota

Uni Eropa.

 Kesimpulannya bahwa rata-rata pemilih Jerman khawatir
tentang apa yang mereka lihat terhadap politisi yang
memiliki arah masuknya Turki ke Uni Eropa
 Bukti lain menunjukkan bahwa Jerman menentang
masuknya Turki ke Uni Eropa, dan etnis Jerman di Jerman
juga memegang sikap negatif terhadap imigran Turki
(Schoen, 2006)

Imigran dalam Pandangan Penduduk
Asli (Lanjutan.....)
 Pekerja (buruh) rendah dari etnis Jerman merasa marah
terhadap imigran Turki yang mengisi pekerjaan “kerah
biru”, dan mereka pada dasarnya menganggap telah
"mencuri" pekerjaan ini dari etnis Jerman.

 Individu dengan pendidikan tinggi cenderung hanyut di
spektrum politik, dan ini menghasilkan lebih banyak
dukungan pada imigran, dibandingkan dengan

penduduk berpendidikan rendah.

Imigran dalam Pandangan Penduduk
Asli (Lanjutan.....)
 Orang Jerman yang lebih tua cenderung untuk
mengingat pada saat ada sedikit imigran atau bahkan
mengingat program Gastarbeiter asli. Ini bisa
berhubungan dengan sikap negatif terhadap imigran.

 Orang Jerman lebih muda, di sisi lain, tampaknya lebih
liberal dan toleran dari orang tua dan kakek-nenek
mereka

Imigran dalam Pandangan Penduduk
Asli (Lanjutan.....)
 Berdasarkan gender, perempuan memiliki tingkat yang
lebih tinggi untuk dukungan pada imigran, sementara
laki-laki memiliki permusuhan yang lebih besar.
 Status sosial ekonomi responden memainkan sedikit
atau tidak ada hubungan dalam memprediksi sikap

orang Jerman rata-rata terhadap imigran.
 Pada agama, hasilnya menunjukan, ateis, agnostik,
atau mereka yang tidak mengaitkan dengan agama
apapun, secara umum lebih dominan untuk tidak
bersedia membantu imigran.

Penutup
 Penting bagi para ilmuwan sosial untuk terus belajar dinamika
yang kompleks antara kebangsaan, geografi, etnis, dan
bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi hubungan dalam
dan di luar negara-negara berdaulat.

 Ada sedikit kemungkinan bahwa Turki, atau negara Islam
lainnya, akan masuk ke Uni Eropa dalam waktu dekat. Bahkan
mungkin disertai dengan ledakan populasi imigran Muslim.

 Minoritas ini tidak dapat diabaikan dan akan memiliki kekuatan
untuk membentuk kebijakan melalui tekanan yang demokratis.
 Eropa Asli tidak harus berjuang melawan kebencian dengan
kebencian, tetapi sebaliknya, harus membuka jalan bagi

peningkatan hubungan antara semua kelompok etnis.
 Eropa sedang mengalami krisis identitas diri, disatu sisi
mempertahankan ‘nilai-nilai Barat’, sekaligus menghormati
orang lain/ imigran, sampai mereka akan bisa beradaptasi.