Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemandirian Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Kemandirian
Menurut Chaplin (2004) dalam kamus Psikologi mengartikan kata autonomy
sebagai keadaan pengaturan diri, atau kebebasan individu manusia untuk memilih,
untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya
sendiri. Lerner (dalam Budiman, 2000) mengemukakan kemandirian (autonomy)
mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak
terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang
masih aktif. Seseorang lanjut usia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap
sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Kemandirian adalah
kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi
kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (Maryam, 2008).
Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan
lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi
dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan
hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak.
Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah


Universitas Sumatera Utara

terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan
hayat hidupnya.
Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat
mengurusi dirinya sendiri. Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya
siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau
tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka
menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat ciri-ciri sebagai berikut :
(1) dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas,
walau realitas tadi buruk (2) memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa
lebih puas untuk memberi daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang
dan cemas (5) berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan (6) menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari
depan (7) menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif (8) mempunyai daya kasih sayang yang besar.
2.1.2 Tingkat Kemandirian Lanjut Usia
Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya

fungsi luhur /pikun atau mengidap berbagai penyakit. Ketergantungan lanjut usia
yang tinggal di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita
(Herwanto, 2002). Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat
membantu atau merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai
dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya

Universitas Sumatera Utara

unsur “sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak
memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka mengharapkan bantuan
dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha.
Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan
lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi
dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan
hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak.
Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah
terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan
hayat hidupnya
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental.
Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari

WHO pada tahun 1959 (Hardywinoto, 1999) yang menyatakan bahwa mental yang
sehat (mental health) mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : (1) dapat menyesuaikan
diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk
(2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk memberi
daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
(5) berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan
(6) menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan
(7) mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
(8) mempunyai daya kasih sayang yang besar.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup.
Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000)
ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan
merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil dan mandi. Sedangkan
AKS instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti memasak, mencuci,
mengenakan pakaian dan menggunakan uang.
Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya

(self actualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan
dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri
bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang
mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap
pukulan-pukulan,

goncangan-goncangan

atau

frustasi

(2)

kemampuan

mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka
(5) aktif dan (6) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri
dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar
diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.

Setiati (2000) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi
dirinya sendiri. Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap
mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau tergantung
kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan
hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak atau cucu.

Universitas Sumatera Utara

Lanjut usia yang mandiri adalah lanjut usia yang kondisinya sehat dalam arti
luas masih mampu unutk menjalankan kehidupan pribadinya (Setiati, 2000).
Kemadirian pada lanjut usia meliputi kemampuan lanjut usia dalam melakukan
aktifitas sehari-hari, seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke toilet, berpindah
tempat, dapat mengontrol BAK atau BAB, serta dapat makan sendiri (Setiati, 2000).
Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, 2008).
2.1.3 Pengukuran Kemandirian Lanjut Usia
Pengkajian status fungsional adalah pengukuran untuk melihat kemampuan
lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) dan aktivitas instrumental

sehari-hari (IADLs) (Lueckenotte, 1998). ADLs adalah merupakan aktivitas pokok
dalam perawatan diri sedangkan IADLs adalah aktivitas yang lebih kompleks namun
mendasar bagi situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi (Tamher, 2009).
Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan
pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-harinya. Dari
hasil penelitian tentang gangguan status fungsional (baik fisik maupun psikososial)
pengkajian status fungsional merupakan indikator penting tentang adanya penyakit
pada lansia. ADL adalah merupakan aktifitas pokok (dasar) dalam perawatan diri.
Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan. Dengan
kata lain, besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari

Universitas Sumatera Utara

serta untuk menyusun rencana perawatan jangka panjang (Tamher, 2009). Indeks
Katz adalah instrumen untuk menilai status fungsional sebagai ukuran kemampuan
individu untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) secara mandiri. Dokter
dan perawat biasanya menggunakan instrumen ini untuk mendeteksi masalah dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) dan untuk merencanakan rehabilitasi yang
sesuai bagi individu.
Pengkajian ADL menggunakan indeks Katz (Wallace dan Shelkey, 2008)

berdasarkan pada evaluasi 6 pertanyaan seperti : makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur dan mengontrol buang air besar/buang air kecil.
Indeks Katz adalah instrumen yang menggambarkan tingkat kemampuan atau
ketergantungan individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.2 Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemandirian pada Lanjut Usia
Menurut Suhartini (2004) kemandirian lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu :
a. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan bagi penduduk lanjut usia sebagai faktor yang memengaruhi
kemandirian lanjut usia perlu diperhatikan meliputi keadaan kesehatan fisik dan
mental. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik
terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan mental meliputi penyesuaian terhadap
kondisi lanjut usia.

Universitas Sumatera Utara

(1) Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan mental lanjut usia.
Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,

panca indera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap
tertentu (Prasetyo, 1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri
kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa
serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem
pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang
sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran
kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus
dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan,
gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan
reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.
(2) Kesehatan Mental
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara
otomatis akan timbul kemunduran kemampuan mental. Salah satu penyebab


Universitas Sumatera Utara

menurunnya

kesehatan

mental

adalah

menurunnya

pendengaran.

Dengan

menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak
dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga
mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi mental ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.

Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif
dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian
lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian konstruktif, pada tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe
kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan

otonomi pada dirinya (3) Tipe kepribadian tergantung, pada tipe ini sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada
masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus
terbawa arus kedukaan (4) Tipe kepribadian bermusuhan, pada tipe ini setelah
memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe kepribadian kritik diri, tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau
cenderung membuat susah dirinya.

Universitas Sumatera Utara


a. Umur
Hubungan antara usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak
penyakit meningkat seiring dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh
menurunnya kemampuan lansia berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres
psikologik. Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan
pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada
penurunan berbagai fungsi tubuh (Pranarka, 2006). Kemandirian jika dilihat dari
gambaran usia maka memberikan gambaran tren yang makin menurun

seiring

dengan peningkatan umur. Hal ini menunjukkan keadaan secara alami terjadi bahwa
semakin meningkat usia, kecenderungan terjadi kemandirian semakin menurun
(Budijanto, 2008). Diperkirakan 20% dari lansia yang berusia 70 tahun keatas dan
50% lansia berusia 85 tahun keatas mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas
fisik sehari-hari. Prevalensi ketidakmandirian meningkat dengan meningkatnya usia
dan pada umumnya mulai timbul pada usia 70 tahun dan memerlukan bantuan pada
usia 80 tahun (Heikkinen, 2003).
b. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin mempunyai dampak sangat besar terhadap tingkat
kemandirian. Lajut usia, khususnya wanita yang tinggal sendiri di pedesaan tidak
mempunyai atau tidak cukup penghasilannya. Hal ini akan berdampak terhadap
kesehatan dan kemandiriannya. Walaupun wanita hidup lebih lama dari pria, akan
tetapi mereka cenderung mengalami disabilitas, mereka tampak lebih tua
dibandingkan pria pada usia yang sama (Handajani, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Demikian pula menurut Kind (1998) menyatakan bahwa wanita usia lebih dari
atau sama dengan 70 tahun cenderung mempunyai problem kesehatan yang lebih
tinggi dibanding laki-laki pada usia yang sama. Dalam kenyataannya, wanita yang
telah berusia lima puluhan atau lebih mengalami risiko patah tulang lebih banyak,
dibandingkan pria pada usia yang sama. Kejadian osteoporosis lebih tinggi pada
wanita daripada pria dan merupakan masalah kesehatan utama, khususnya pada
wanita masa pasca menopause (osteoporosis pasca menopause). Beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa sepertiga wanita pasca menopause akan menderita patah
tulang akibat osteoporosis (Myrnawati, 2003).
Wanita

mempunyai

risiko

1,4 kali lebih besar

untuk

mengalami

ketergantungan dibandingkan pria (Handajani, 2006). Wanita lebih mengalami
disabilitas dibandingkan laki-laki. Wanita mempunyai risiko mengalami kesulitan 2
kali lebih besar dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan aktivitas instrumental
sehari-hari dibandingkan dengan laki-laki (Siop, 2008).

2.3 Lanjut Usia
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2
dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Lanjut usia menurut Hardywinoto (2007) terdiri dari 3 kategori, yaitu
young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut:
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun

Universitas Sumatera Utara

b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun
Lanjut usia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.
Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60
tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia.
2.3.1 Proses Penuaan
Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses penuaan merupakan suatu proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis (Nugroho, 2000).
Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ
tubuh. Kemunduran yang sering terjadi oleh lanjut usia lebih dikenal dengan istilah
Geriatric Giants. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian, bahasa, ingatan,

Universitas Sumatera Utara

kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor pada lanjut usia
terkait dengan pertambahan usia (Depkes RI, 2005).
Menjadi tua merupakan suatu proses yang natural. Penuaan akan terjadi pada
semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran
pada waktu yang sama. Meski proses menjadi tua terjadi secara universal, tetapi tidak
seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab mengapa manusia menjadi tua pada
usia yang berbeda-beda (Hardywinoto, 1999).
Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti yang dikutip oleh
(Hardywinoto, 1999), menyebutkan bahwa bertambahnya umur harapan hidup
seseorang merupakan hasil dari perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi
modern, yaitu dengan ditemukannya teknik pengobatan terhadap penyakit ganas,
teknik serta alat-alat bedah modern dan alat diagnosis.
Untuk menghasilkan penduduk lanjut usia yang sehat tidaklah mudah dan
memerlukan kerjasama para pihak antara lain peran aktif dari lanjut usia dan
keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta perawatan diri lanjut usia itu
sendiri, masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati lanjut usia serta
profesi di bidang kesehatan yang menyangkut penyediaan dana, sarana serta sumber
daya manusia professional (Depkes RI, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan Fisik
1). Sel
Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan
intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun,
jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi
dan beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
(Nugroho, 2008).
2). Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler terjadi penebalan dan kaku pada katup jantung,
penurunan kemampuan jantung untuk memompakan darah sebanyak 1% setiap
tahunnya menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, hilangnya elastis
pembuluh darah sehingga efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi
berkurang dan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri dapat
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg yang akan mengakibatkan
pusing mendadak. Tekanan darah dapat naik yang di akibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho, 2000).
3). Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus (Nugroho, 2000)

Universitas Sumatera Utara

4). Pernafasan
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang
atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon
motorik dan reflek (Maryam, 2008).
Pada sistem pernafasan terjadi pengecilan saraf panca indra yang
mengakibatkan kurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf
penciuman dan perasa serta lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Hubungan
pernafasan menurun dan lambat berespon atau bereaksi khususnya terhadap stress
(Nugroho, 2000).
Menurunnya hubungan persarafan, berat otak pun menurun 10-20% (sel saraf
otak setiap orang berkurang setiap harinya). Respon dan waktu untuk bereaksi
lambat, khususnya terhadap stess. Saraf pancaindra mengecil, penglihatan berkurang,
pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Kurang sensitif
terhadap sentuhan (Nugroho, 2008).
5). Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulangtulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam, 2008). Pada sistem pendengaran
terjadi atrofi pada membran timpani dan penumpukan serumen yang dapat mengeras
karena peningkatan kreatin, sehingga hilangnya kemampuan daya pendengaran pada

Universitas Sumatera Utara

telinga dalam terutama terhadap suara-suara tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit
mengerti kata-kata (Nugroho, 2000).
6). Penglihatan
Pada sistem penglihatan sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap
sinar menghilang, terjadi kekeruhan pada lensa, menjadi katarak, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah bila menglihat gelap, terjadi
penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopi, sulit untuk
melihat dekat yang dapat di pengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapangan
pandang menurun, luas pandangan berkurang, daya untuk membedakan warna
menurun, terutama warna biru atau hijau (Nugroho, 2008). Respons terhadap sinar
menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang
menurun, dan katarak (Maryam, 2008).
7). Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (Osteoporosis), bungkuk
(Kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon
mengerut dan mengalami sclerosis (Maryam, 2008).
Pada sistem muskuloskeletal terjadi gangguan tulang, yakni mudah
mengalami demineralisasi. Kekuatan dan kestabilan tulang menurun, terutama pada
bagian vetebra, pergelangan. Insiden osteoforosis dan fraktur meningkat pada area
tulang tersebut. Kartilango yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak
dan haus. Kifosis, gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, terjadi

Universitas Sumatera Utara

gangguan berjalan, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang). Atrofi serabut otot, serabut otot menjadi kecil sehingga gerakan menjadi
lambat, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit
dipahami). Komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh
lemak, kolagen, dan jaringan parut) (Nugroho, 2008).
8). Gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik
menurun sehingga daya tahan absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil
serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi
hormon dan enzim (Maryam, 2008).
9). Vesika Urinaria
Otot–otot melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekuensi buang air seni meningkat. Prostate: Hipertrofi pada 75% lansia (Maryam,
2008)
10). Endokrin
Produksi hormon menurun. Pada kelenjar pituitary pertumbuhan hormon ada
tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah. Produksi dari ACTH, TSH,
FSH, LH dan Aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progesteron,
esterogen dan testosterone juga mengalami penurunan (Maryam, 2008).
11). Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan
telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularirasi menurun, rambut memutih (uban),

Universitas Sumatera Utara

kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk (Maryam, 2008).
Pada sistem integumen, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak dan permukaan kulit menjadi kusam, kasar, bersisi, timbul bercak pigmentasi
akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga
tampak bintik-bintik atau noda coklat, terjadi perubahan disekitar mata, tumbuhnya
kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis, jumlah dan fungsi kelenjar
keringat berkurang (Nugroho, 2008).
12). Belajar dan Memori
Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat)
menurun karena proses encoding menurun (Maryam, 2008). Lansia yang tidak
memiliki demensia atau gangguan alzaimer, masih memiliki kemampuan belajar yang
baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar sejak lahir sampai akhir hayat. Pelayanan
kesehatan lanjut usia yang bersifat promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif adalah
untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
b. Perubahan Mental
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan-perubahan mental yang terjadi pada
lanjut usia adalah perubahan pada sikap yang semakin egosentris, mudah curiga dan
bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Sikap umum yang di temukan pada
hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat
mungkin di hemat. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Ingin

Universitas Sumatera Utara

mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika meninggal pun,
mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor yang
memengaruhi perubahan mental: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan (herediter ) dan lingkungan
Perubahan mental ketika seseorang memasuki masa lansia akan memengaruhi
kesehatan badannya. Sikap hidup, perasaan, dan emosi akan memengaruhi perubahan
mental lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian orang
tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius akan selalu berambisi untuk lebih
mau ketika memasuki masa lansia akan cenderung gelisah, mudah stress, merasa di
remehkan, dan tidak siap tinggal dirumah. Sebaliknya jika kepribadian seseorang itu
tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak terburu-buru, orang tersebut
tidak menunjukkan perubahan mental yang negatif. Bahkan, mereka selalu
mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Pandangan seseorang
terhadap orang yang sudah lansia berbeda secara sosial. Sikap sosial yang kurang
baik ini sering menyebabkan lansia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pada budaya timur, ada tat nilai yang masih mengagungkan dan menghormati orang
tua. Orang tua dianggap sebagai orang yang bijaksana dan banyak pengalaman yang
selalu menjadi panutan. Perubahan mental pada lansia dapat dikurangi dengan sikap
positif “orang muda” yang tidak menilai lansia sebagai orang lusuh, lemah, siap
dibuang, dan menjadi beban orang lain (Maryam, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.4 Landasan Teori
Lanjut usia adalah orang yang telah mengalami proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan untuk hidup secara mandiri. Menurut para ahli
gerontologi faktor–faktor yang memengaruhi tingkat kemandirian lanjut usia sangat
kompleks, namun dapat dilihat dari tinjauan teoritis yang telah di jabarkan di atas,
maka kemandirian lanjut usia dipengaruhi oleh kondisi kesehatan yaitu kesehatan
fisik dan kesehatan mental (Suhartini, 2004) serta faktor lain : usia dan jenis kelamin
(Rinajumita, 2011).
Tingkat kemandirian lanjut usia dikaji menggunakan indeks Katz berdasarkan
pada evaluasi 6 pertanyaan seperti mandi, berpakaian, ke kamar kecil, perpindahan
tempat, kontinen (buang air besar/buang air kecil) dan makan (Wallace dan Shelkey,
2008). Indeks Katz adalah instrumen yang menggambarkan tingkat kemampuan atau
ketergantungan individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari dengan rentang 0-6
sebagai ukuran kemandirian lanjut usia.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disusun kerangka konsep sebagai berikut :

-

Usia

-

Jenis Kelamin

-

Kesehatan Fisik

-

Kesehatan Mental

KEMANDIRIAN LANJUT
USIA

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Hubungan Seksual Pada Lanjut Usia (Lansia) Wanita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013

6 71 92

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 17

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 10

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

1 2 6

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 24

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 18

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 11

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBANG 2 KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

0 0 15