Hubungan Paparan Asap Rokok pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Prematur di RSUP H. Adam Malik, Medan

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi dan Epidemiologi Kelahiran Prematur

Menurut World Health Organization, kelahiran prematur adalah kelahiran bayi
kurang dari 37 minggu usia kehamilan sejak hari pertama periode menstruasi
(Carlo, 2011). Menurut Beck et al. (2010), kelahiran prematur didefinisikan
sebagai bayi yang lahir kurang dari 37 minggu komplit atau 259 hari masa gestasi,
hal tersebut yang menentukan angka mortalitas dan morbiditas neonatus dan
memiliki konsekuensi jangka panjang untuk kesehatan.
Di Amerika Serikat, tingkat kelahiran prematur adalah 12-13%, sedangkan
di Eropa dan negara berkembang lainnya dilaporkan hanya sekitar 5-9%. Kejadian
bayi prematur meningkat di negara-negara industri seperti Amerika Serikat
meningkat dari 9,5% pada 1981 menjadi 12,7% pada 2005 (Goldenberg et al.,
2008).
Beck et al. (2010) menyatakan bahwa dari 12,9 juta kelahiran tahun 2005,

9,6% merupakan kelahiran prematur. Sekitar 11 juta (85%) kelahiran prematur
terbanyak di Afrika dan Asia, sedangkan 0,5 juta terjadi di Eropa dan Amerika
Utara (termasuk Meksiko) dan 0,9 juta di Amerika Latin dan Carribbia. Tingkat
kelahiran prematur tertinggi di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari
semua kelahiran), dan paling rendah di Eropa (6,2%).

2.2.

Klasifikasi Kelahiran Prematur

Kelahiran prematur merupakan penyebab angka morbiditas dan mortalitas di
negara berkembang. Berdasarkan usia kehamilan, kelahiran prematur dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: sebanyak 5% kelahiran prematur terjadi pada
usia kurang dari 28 minggu (extreme premature), 20% pada usia 32-33 minggu
(moderate premature), dan 60-70% pada usia 34-36 minggu (near premature)
(Goldenberg et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

5


Selain pengelompokkan di atas, prekursor obstetrik yang dapat memicu
kelahiran prematur adalah persalinan berdasarkan indikasi medis yang
menyebabkan harus dilakukannya sectio caesarea; persalinan prematur spontan
dengan membran yang masih intak; dan persalinan prematur karena ketuban
pecah dini. Sekitar 30-35% persalinan prematur karena indikasi, 40-45%
persalinan spontan, dan 25-30% akibat ketuban pecah dini (Goldenberg et al.,
2008).

2.2.1. Kelahiran Prematur atas Indikasi Medis
Ananth dan Vintzileos (2006) menggunakan data kelahiran Missouri dari tahun
1989 sampai 1997 untuk menganalisis faktor-faktor yang mengindikasikan
intervensi pada masa kehamilan kurang dari 35 minggu. Preeklampsia, fetal
distress, kecil usia kehamilan, dan abrusio plasenta adalah indikasi umum untuk
dilakukannya intervensi medis yang menyebabkan bayi lahir prematur. Penyebab
lainnya adalah hipertensi kronik, plasenta previa, perdarahan, diabetes, penyakit
ginjal, Rh isoimmunization, dan malformasi kongenital (Cunningham et al.,
2010).

2.2.2. Kelahiran Prematur Spontan

Goldenberg dan kolega menyatakan patogenesis dari kelahiran prematur spontan
diimplikasikan sebagai efek progesterone withdrawal, inisiasi oksitosin, dan
aktivasi dari desidua (Cunningham et al., 2010).
Teori progesterone withdrawal menjelaskan aksis adrenal fetus lebih
sensitif terhadap hormon adrenokortikotropik yang meningkatkan sekresi kortisol.
Kortisol fetus menstimulasi aktivitas 17 -hydroxylase plasenta yang menurunkan
sekresi progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Peningkatan rasio
estrogen/ progesteron menyebabkan terjadinya formasi prostaglandin. Hal
tersebutlah yang menginisiasi proses kelahiran. Karena oksitosin intravena
meningkatkan frekuensi dan intensitas kontraksi, oksitosin diasumsikan juga
memiliki peran dalam mengawali persalinan (Goldenberg et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

6

Penyebab lain yang cukup penting dalam menginduksi proses persalinan
adalah aktivasi proses inflamasi desidua. Meskipun begitu, aktivasi desidua
sepertinya diperantarai oleh sistem parakrin dari desidua-fetus itu sendiri
(mungkin melalui penurunan konsentrasi progesteron secara lokal). Pada

kebanyakan kasus persalinan preterm, aktivasi desidua meningkat pada
perdarahan intrauterin dan infeksi intrauterin (Cunningham et al., 2010;
Goldenberg et al., 2008).

2.2.3. Kelahiran Prematur karena Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini atau Premature Preterm Rupture of Membranes (PPROM)
merupakan akibat beberapa mekanisme, termasuk infeksi intraamniotik. Namun,
penyebab pastinya belum diketahui pasti. Faktor risiko PPROM sama dengan
kelahiran prematur spontan, walaupun infeksi dan paparan rokok berperan penting
dalam hal tersebut (Goldenberg et al., 2008).

2.3.

Patogenesis Kelahiran Prematur

Etiopatogenesis kelahiran prematur diasumsikan mencakup proses-proses berikut:
infeksi, iskemia uteroplasenta, gangguan metabolisme hormon, gangguan
toleransi ibu terhadap fetusnya (teori janin sebagai allograft), alergi, distensi
uterus berlebihan, dan inkompetensi serviks. Dasar proses patogenik kelahiran
prematur adalah inflamasi/ peradangan. Beberapa penelitian telah membuktikan

adanya hubungan mekanisme yang telah disebutkan memicu proses inflamasi
(persalinan prematur) (Koucky et al., 2009).
2.3.1. Infeksi
Menurut Koucky et al. (2009) patogenesis kelahiran prematur secara khusus
berhubungan dengan sitokin, matriks metalloprotein, dan prostaglandin. Efek
pemicu utamanya terlihat pada pattern recognition receptors

PRR. Reseptor ini

memiliki kemampuan mengidentifikasi struktur molekul tertentu, umumnya
mayoritas mikroorganisme. Selain itu, reseptor tersebut juga berikatan dengan
sinyal

berbahaya

dari

jaringan

yang


rusak

produk

stres

oksidatif

Universitas Sumatera Utara

7

(kemungkinkan berasal dari jalur noninfeksi). Kelompok terpenting diwakili oleh
Toll-like receptor (TLR). Ikatan ligan pada PRR/TLR menghasilkan aktivasi
nuclear kappa B factor, yang stimulasinya berhubungan dengan stimulasi sitokin,
matriks metalloproteinase, dan faktor pertumbuhan transkipsi gen. Beberapa
sitokin ini memiliki efek pro atau anti-Inflamasi, misalnya interleukin-6 dan -8
atau interleukin-10. Pada beberapa interleukin, fungsinya berubah secara dinamis
selama inflamasi, misalnya TGF-transforming growth factor. Interleukin-10

dianggap sebagai kunci saat kehamilan (maintenance). TGF-beta 1 merupakan
sitokin yang menginisiasi fase inflamasi.

2.3.2. Iskemia Uteroplasenta
Masalah keterlibatan iskemia uteroplasenta dalam etiopatogenesis kelahiran
prematur relatif baru dipelajari. Berdasarkan penelitian, terdapat peningkatan
jumlah bukti mengenai hubungan trombofilia dengan kelahiran prematur. Secara
bawaan (mutasi trombofilik) atau didapat (sindrom antifosfolipid) kondisi
trombofilik, kita asumsikan aktivitas koagulasi berlebihan dengan efek potensial
pada mikrosirkulasi plasenta, disfungsi endotel terkait memicu kaskade proses
biokimia yang menyebabkan kelahiran prematur (Koucky et al., 2009).

2.3.3. Gangguan Metabolisme Hormon
Kontraktilitas uterus berubah selama kehamilan dan setelah melahirkan. Inisiasi
melahirkan berhubungan dengan ekspresi gen contraction associated protein
(CAP), penting untuk perkembangan kontraktilitas uterus. Ekspresi gen tersebut
memproduksi protein penting

Connexin-43


pembentuk utama gap junctions

dan reseptor-reseptor. Ia juga bagian struktur dari kanal ion. Regulasi aktivitas
uterus pada masa kehamilan

memastikan relaksasi dari ketegangan otot uterus

masih dipelajari hingga saat ini. Agen terpenting dalam pengaturan ini adalah
progesteron, relaksin, prostasiklin (PGI2), nitrogen (I) oksida, dan corticotrophinreleasing hormone (CRH). Aktivitas agen tersebut menyebabkan elevasi cAMP
intraseluler yang kemudian akan menginhibisi pelepasan ion kalsium dari deposit
intraseluler dan menginhibisi myosin kinase. Namun, aktivitas uterus normal

Universitas Sumatera Utara

8

terjadi, maka hal ini disebut kontraksi Braxton-Hik yang merupakan tanda
melahirkan (Koucky et al., 2009).

2.3.4. Gangguan Toleransi Ibu terhadap Fetusnya

Menurut Koucky et al. (2009) mekanisme penting toleransi ibu terhadap janinnya
dikarenakan keseimbangan antara downregulation dan upregulation antigen
utama MHC (Major Histocompatibility Complex). Ketika gen kelas I HLA-A dan
B antigen mengalami downregulation oleh tropoblas, gen kelas HLA-G antigen
melindungi janin terhadap respon imun ibu yang diekspresikan selama masa
kehamilan. Tidak adekuatnya identifikasi antigen janin oleh ibu menyebabkan
gagalnya pemeliharaan kehamilan.

2.3.5. Alergi
Uterus kaya akan sel mast

salah satu sel yang bereaksi terhadap proses alergi.

Sel mast tersebut akan mengalami degranulasi yang menginduksi aktivitas uterus,
khususnya karena pelepasan prostaglandin. Kehadiran eosinofil juga mendukung
respon imun abnormal/ alergi sebagai salah satu cara yang menyebabkan
kelahiran prematur (Koucky et al., 2009).

2.3.6. Distensi Uterus Berlebihan
Distensi


uterus

berlebihan

disebabkan

oleh

gangguan

rahim

bawaan,

polihidramnion, dan kehamilan multipel. Ketegangan intrauterin relatif konstan
selama kehamilan, meskipun rahim tetap berkembang. Fenomena ini terjadi
karena aktivitas dari progesteron dan endogenous myometrial relaxing agent ,
khususnya nitrogen dioksida. Distensi tersebut menyebabkan peningkatan
kontraksi miometrium, penghasilan prostaglandin, dan ekspresi protein gap

junctions, terutama connexin-43. Sama halnya dengan ekspansi amniochorial
yang berlebihan dalam kerusakan chorions secara mekanik berpotensi
menghasilkan PROM (Koucky et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara

9

2.3.7. Inkompetensi Serviks
Kurangnya kemampuan penutupan serviks terjadi dalam berbagai bentuk pada
wanita hamil. Penyebab bawaan termasuk langka seperti hipoplasia dan eksposur
dietilstilbesterol serviks (DES) ibu. Sedangkan kelainan yang didapat umumnya
dikarenakan operasi serviks sebelumnya. Mekanisme lain yang berpotensi ialah
infeksi intrauterin (Koucky et al., 2009).

2.4.

Faktor Risiko Bayi Prematur

Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya persalinan prematur (Mochtar, 2008). Selain itu, menurut
Carlo (2011) persalinan prematur juga merupakan interaksi kompleks dari
beberapa faktor seperti fetus, plasenta, uterus, dan faktor maternal (ibu).
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan prematur
adalah sebagai berikut: (Mochtar, 2008)
a. Janin dan Plasenta


Perdarahan pada trimester awal



Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa
previa)



Ketuban pecah dini (KPD)



Pertumbuhan janin terhambat



Cacat bawaan janin



Kehamilan ganda/ gemeli



Polihidramnion

b. Ibu


Penyakit berat pada ibu



Diabetes mellitus



Preeklampsia/ hipertensi



Infeksi saluran kemih/ genital/ intrauterin



Penyakit infeksi dengan demam



Stress psikologik

Universitas Sumatera Utara

10

2.5.



Kelainan bentuk uterus dan serviks



Riwayat persalinan prematur/ abortus berulang



Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)



Pemakaian obat narkotik



Trauma



Perokok berat



Kelainan imunologi/ kelainan resus

Epidemiologi Merokok

Merokok merupakan metode penggunaan tembakau yang paling populer. Secara
global, penggunaan tembakau menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun
dan apabila gaya hidup seperti ini terus berlanjut, diperkirakan rokok
menyebabkan kematian lebih dari 8 juta kematian pada tahun 2030. Merokok
merupakan penyebab kematian di Amerika Serikat yang dapat dicegah,
bertanggung jawab terhadap seperlima atau setengah juta kematian setiap tahun.
Paparan asap rokok juga dipertimbangkan menjadi penyebab 49.000 kematian per
tahun. Merokok dan penggunaan tembakau pada orang muda cukup signifikan,
sekitar 60% orang mulai merokok pada usia di bawah 18 tahun ketika merokok
pertama kali (Patel et al., 2010).

2.6.

Jenis Asap Rokok

Tembakau yang dibakar menghasilkan sekitar 7.000 substansi kimia dalam bentuk
uap cair gas dan partikel-partikel. Proses merokok menghasilkan 3 jenis asap yang
berbeda. Yang pertama adalah mainstream smoke, yaitu asap yang secara
langsung dihirup ke dalam paru-paru melalui rokok yang dibakar. Kedua ialah
exhaled mainstream smoke, asap yang dikeluarkan oleh perokok dari paru-paru
mereka. Ketiga adalah sidestream smoke, asap yang berasal dari ujung rokok yang
membara (Scollo dan Winstanley, 2012). Sedangkan menurut Patel et al. (2010)
asap rokok merupakan hasil pembakaran tembakau yang tidak sempurna. Asap
rokok dapat dijelaskan sebagai mainstream smoke yaitu asap yang dihirup
langsung oleh perokok melalui mulut langsung ke paru-paru, komposisinya

Universitas Sumatera Utara

11

sekitar 45% dari total asap rokok. Selain itu, sidestream smoke merupakan asap
rokok yang berasal dari tembakau yang membara dan asap tersebut berdifusi
melalui kertas pembungkus rokoknya dan lepas selama proses merokok,
komposisinya sekitar 55% dari total asap rokok.

Gambar 2.1. Jenis asap yang dihasilkan dari proses merokok
Sumber: Patel et al., 2010

2.7.

Klasifikasi Perokok

Perokok dapat dibagi mejadi beberapa jenis, yaitu perokok aktif, perokok pasif
(secondhand smoke), dan perokok yang terpapar dari perokok pasif (thirdhand
smoke). Perokok aktif adalah orang yang merokok secara langsung dan menghirup
asapnya ke dalam paru-paru. Perokok pasif (secondhand smoke) adalah istilah
umum yang digunakan untuk mendeskripsikan orang secara tidak langsung/
involunter menghisap asap yang dikeluarkan perokok aktif. Sedangkan thirdhand
smoke merujuk pada paparan senyawa kimia yang mengendap dari secondhand
smoke atau sumber lain seperti pakaian yang sudah terpapar asap, kulit, debu yang
masuk ke dalam rumah (Scollo dan Winstanley, 2012).

Universitas Sumatera Utara

12

2.8.

Komposisi Zat/Senyawa dalam Rokok

Asap rokok merupakan campuran substansi kimia yang kompleks, beberapa dari
senyawa tersebut mempunyai efek proinflammasi, sitotoksik, dan karsinogenik.
Merokok dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase gas dan fase partikulat (tar). Fase
tersebut berisi ribuan komponen kimia yang bertanggung jawab terhadap
kesehatan (Kamholz, 2004).

2.8.1. Nikotin
Nikotin yang struktur kimianya menyerupai neurotransmitter asetilkolin bekerja
pada reseptor stereospesifik nikotin kolinergik (nAChRs) di otak dan organ lain.
Nikotin memiliki efek secara langsung maupun tidak langsung pada sistem
endokrin. Awal fase stimulasi sistem saraf pusat oleh nikotin biasanya diikuti
dengan fase depresi sistem saraf pusat. Aktivitas nikotin pada nAChRs
menstimulasi pelepasan berbagai neurotransmitter dan hormon meliputi
asetilkolin, norepineprin, dopamin, vasopressin, serotonin, dan beta-endorpin.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan
penurunan level monoamin oksidase (MAO) di otak. Namun, diperkirakan
penurunan MAO disebabkan oleh bahan lain yang terkandung dalam asap selain
dari nikotin. Penurunan MAO-A dan MAO-B di otak menghasilkan level
dopamin yang lebih tinggi di otak. Nikotin meningkatkan level dopamin melalui
aksinya di mesolimbik. Nikotin di sistem saraf pusat menyebabkan peningkatan
kewaspadaan, meningkatkan memori, konsentrasi, dan menurunkan kecemasan
(Patel et al., 2010).

2.8.2. Karbon Monoksida
Karbon monoksida merupakan komponen penting dari fase gas. Ia dapat
bergabung dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin, yang dalam
darah kadarnya akan meningkat 3-10 kali lipat pada perokok dibandingkan
dengan

bukan

perokok

(Kamholz,

2004).

Luasnya

pembentukan

karboksihemoglobin tergantung pada kedalaman inhalasi dan fungsi paru selain
jenis dan jumlah rokok yang dihisap. Adanya ikatan karboksihemoglobin

Universitas Sumatera Utara

13

mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen oleh eritrosit sehingga sering
menginduksi sebuah kompensasi eritrositosis dengan peningkatan hematokrit.
Eritrositosis meningkatkan viskositas darah dan mengganggu aliran melalui
kapiler (Powell, 1998).

2.8.3. Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), seperti benzo[a]pyrene dan nikotin
turunan nitrosamin, berhubungan dengan sejumlah besar mutasi (G-to-T
transversion) pada gen p53 yang menyebabkan kanker paru. Zat yang bersifat
karsinogenik ini berasosiasi dengan penurunan kapasitas perbaikan DNA, yang
juga meningkatkan risiko non-small cell lung cancer (Kamholz, 2004). PAH
dibentuk oleh pembakaran tidak sempurna dari bahan atau material yang
mengandung karbon, dan PAH muncul sebagai komponen penting polusi
lingkungan (US. Department of Health and Human Services, 2010).

2.8.4. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida merupakan radikal bebas, salah satu yang banyak dihirup oleh
perokok. Radikal bebas yang diabsorpsi mengkatalisis oksidasi low density
lipoprotein (LDL) yang memicu aktivasi endotel, makrofag, dan perkembangan
arterosklerosis di percabangan arteri (Powel, 1998).

2.8.5. Logam dan Metaloid
Logam dan metaloid juga substansi yang banyak dalam tembakau. Mereka biasa
disebut dengan heavy metal . Substansi ini biasanya ditemukan pada logam
murni atau logam alami yang secara kimia berikatan dengan element lain dan
dapat berubah secara signifikan (US. Department of Health and Human Services,
2010).

2.8.6. Senyawa Lain
Beberapa senyawa yang terkandung dalam asap rokok selanjutnya dapat dilihat
dari tabel berikut: (Powel, 1998)

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 2.1.

Beberapa senyawa kimia yang ditemukan pada mainstream smoke
dan sidestream smoke
Mainstream smoke
Sidestream smoke
(Asap Utama)
(Asap Sampingan)
Karbon monoksida
Karbon monoksida
Nitrogen oksida
Nitrogen oksida
Hidrogen sianida
Hidrogen sianida
Ammonia
Ammonia
Asetaldehid
Asetaldehid
Akrolein
Akrolein
Benzene
Benzene
Benzathracene
Benzathracene
Benzapyrene
Benzapyrene
Toluena
Fenol
Cresol
Acrylamide
Nitrosonornicotin
Nitrosonornicotin
Nitrosoanatabine

2.9.

Dampak Rokok bagi Kesehatan

Penggunaan rokok telah dikenal sebagai penyebab kesakitan dan masalah
kesehatan global (Bloch et al., 2008). Rokok juga memiliki efek terhadap
berbagai sistem dalam tubuh kita.

2.9.1. Sistem Serebrovaskuler
Sawar darah otak (blood brain barrier) berfungsi mempertahankan homeostasis
otak.

Sawar ini selektif terhadap berbagai substansi yang masuk ke otak,

melindungi pengaruh eksogen maupun sistemik. Sawar darah otak secara dinamis
merespon gangguan hemodinamik (misalnya, iskemia fokal) melalui pelepasan
radikal bebas dan sitokin-sitokin. Hal ini juga memainkan peran penting dalam
melindungi saraf terhadap neurotoksisitas. Disfungsi sawar darah otak terlibat
dalam patogenesis dan perkembangan sejumlah gangguan neurologis (termasuk
stroke, sklerosis multipel, alzheimer, demensia, epilepsi, dan sebagainya). Asap
rokok terbukti menyebabkan vasodilatasi serebrovaskular melalui aktivasi sistem
simpatis. Nikotin mengaktivasi reseptor nikotin, yang memicu pelepasan

Universitas Sumatera Utara

15

asetilkolin dari endotel pembuluh darah melalui aktivasi endothelial nitric oxide
synthase (eNOS). NO adalah salah satu major endothelium-derived relaxing
factors, yang berperan aktif dalam mengatur tonus mikrovaskular dan aliran
daarah serebri dalam keadaan normal maupun patologis. NO juga meningkatkan
permeabilitas sawar darah otak yang menyebabkan terganggunya homeostasis
otak. Selain itu, paparan nikotin merusak fungsi sawar darah dengan menurunkan
ekspresi ZO1, yang merupakan komponen penting tight junction pada sawar darah
otak (Mazzone et al., 2010).

2.9.2. Sistem Kardiovaskular
Merokok merupakan faktor predisposisi beberapa sindrom arterosklerotik klinis
yang berbeda, termasuk angina stabil, sindrom koroner akut, kematian mendadak,
dan stroke. Berdasarkan penelitian epidemiologi, paparan asap rokok baik aktif
maupun pasif merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas penting terhadap
penyakit kardiovaskular. Paparan asap rokok memicu terjadinya disfungsi endotel,
atherogenesis,

dan

trombosis

multipel

di

pembuluh

darah.

Meskipun

mekanismenya belum pasti, radikal bebas yang dimediasi oleh stres oksidatif
tampaknya memainkan peran pada penyakit kardiovaskular

penyakit athero-

trombitik (Ambrose dan Barua, 2004).

2.9.3. Sistem Respirasi
Lapisan epitel saluran pernapasan bagian atas bertindak sebagai garis pertahanan
pertama terhadap agen invasif (polutan, alergen, mikroorganisme). Hal itu
menyebabkan gejala klinis pada saluran napas bagian atas. Agius dan rekan rekan
menunjukkan bahwa kotinin, metabolit toksik dari nikotin, memiliki kemampuan
signifikan dalam menurunkan silia sel epitel secara in vitro. Asap rokok juga
dapat menyebabkan perubahan mekanisme produksi mukus. Paparan kronis
terhadap asap rokok menyebabkan perubahan metaplastik pada mukosa saluran
pernapasan dengan penambahan jumlah serta ukuran sel goblet. Sehingga
konsekuensinya akan terjadi peningkatan sekresi mukus. Selain perubahan fungsi,
perubahan struktural epitel juga terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan asap

Universitas Sumatera Utara

16

rokok menyebabkan penurunan viabilitas sel dan menginduksi proses apoptosis
pada hair cell respiration (Tamashiro et al., 2009).

2.9.4. Sistem Reproduksi
Profesional di bidang kesehatan telah lama mempertimbangkan paparan asap
rokok memiliki dampak terhadap reproduksi, mempengaruhi beberapa aspek
seperti fertilitas, perkembangan anak, dan pregnancy outcome. Sekitar 10%
pasangan yang merokok mengalami infertilitas dan 10-20% wanita yang merokok
juga mengalami keguguran atau still birth, dan beberapa komplikasi selama
kehamilan seperti kehamilan ektopiks, serta kelahiran prematur (US. Department
of Health and Human Services, 2010).
Penelitian secara in vitro telah membuktikan bahwa konsentrasi kadmium
yang tinggi dapat menginhibisi ekspresi dari gen pembelahan rantai Sitokrom
P450, aktivitas aromatase, dan beberapa studi klinis mengonfirmasikan bahwa
asap rokok memiliki efek antiestrogen pada wanita. Penjelasan lain yang mungkin
adalah rendahnya level estradiol pada perokok yang dikarenakan peningkatan 2hidroksilasi. Tingginya konversi katekoestrogen bisa mengurangi ketersediaan
estradiol. Kotinin, metabolit utama nikotin, juga berhubungan dengan inhibisi
fungsi sel granulosa-luteal melalui efek antimitosis dan efek apoptosis, menjadi
penentu kemungkinan insuffisiensi luteal. Selain itu, stress oksidatif dikaitkan
dengan sejumlah kelainan fisiologis dan struktural pada sperma manusia.
Kapasitas fertilisasi berkurang karena kegagalan mengusir sisa sitoplasma
spermatozoon, berkurangnya kematangan membran dan aktivitas acrosin, dan
peningkatan kelainan struktural di bagian ekor sperma (Soares, 2009).

2.10. Paparan Asap Rokok dengan Kelahiran Bayi Prematur
Efek paparan asap rokok pada wanita hamil berhubungan dengan meningkatnya
risiko abortus spontan, bayi berat lahir rendah, bayi prematur, kematian neonatus,
dan sindroma bayi mati mendadak (Puig et al., 2012).
Rokok dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur sebanyak 2 kali.
Terdapat lebih dari 3.000 jenis bahan kimia yang terdapat dalam rokok dan

Universitas Sumatera Utara

17

efeknya secara biologis masih perlu diteliti. Bagaimanapun, nikotin dan karbon
monoksida yang terdapat dalam rokok merupakan vasokonstriktor kuat yang
menyebabkan kerusakan plasenta dan menurunkan aliran darah uteroplasenta.
Merokok juga berhubungan dengan respon inflamasi sistemik dan meningkatkan
kelahiran prematur spontan melalui jalur tersebut (Goldenberg et al., 2008).
Level karbon monoksida perokok lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak merokok, hal itu meningkatkan kebutuhan oksigen dalam tubuh. Ikatan
hemoglobin dengan oksigen pada perokok biasanya lebih sedikit dibandingkan
dengan nonperokok. Rokok menginduksi hipoksemia kronik yang diperkirakan
menjadi penyebab perluasan plasenta. Hal tersebut meningkatkan risiko plasenta
mencapai serviks. Level asam askorbat plasma yang rendah juga merupakan
faktor predisposisi terlepasnya plasenta lebih awal (Amasha dan Jaradeh, 2012).
Merokok berhubungan dengan kurangnya asam askorbat, zinc atau copper,
yang memiliki dampak dalam penurunan jumlah kolagen III dan elastin, juga
mengganggu integritas membran amniotik. Asap rokok meningkatkan produksi
platelet activating factor dan prostaglandin E2, yang menyebabkan jaringan
miometrium berkontraksi (Burguet et al., 2004).
Menurut Morris et al. (2001) dalam Burguet et al. (2004) perokok
memiliki risiko 2-3 kali terkena bakterial vaginosis yang merupakan salah satu
penyebab kelahiran prematur. Selain itu, Smart et al. (2004) dalam Burguet et al.
(2004) juga menyatakan perokok meningkatkan risiko tersebut melalui efek pada
flora vagina ataupun melalui deplesi sel langerhans yang menghasilkan supresi
imun lokal. Perubahan pada profil sitokin servikal berhubungan dengan
peningkatan risiko kelahiran prematur.

Universitas Sumatera Utara