Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1. Suku Bangsa Banjar Sebagai Kelompok Etnik Pertama di Desa Sei
Nagalawan
Suku bangsa Banjar adalah suku bangsa asli yang berasal dari pulau
Kalimantan. Di Desa Sei Nagalawan suku bangsa Banjar menjadi suku bangsa
yang pertama kali mendiami wilayah ini, khususnya di Dusun III tempat dimana
pengelolaan hutan mangrove berada. Suku bangsa Banjar awalnya bermigrasi ke
Kabupaten Langkat, dan menciptakan kelompok masyarakat Banjar di sana.
Seiring berjalannya waktu suku bangsa Banjar yang sudah mendiami wilayah
Langkat kemudian menyebar ke berbagai daerah di Sumatera Utara yang pada
akhirnya sampai ke wilayah Desa Sei Nagalawan (Atika, 2004:13).
Suku bangsa Banjar terus berkembang di wilayah Desa Sei Nagalawan.
Menurut informan, suku bangsa Banjar yang mendiami wilayah Desa Sei
Nagalawan khususnya yang berada di Dusun III saat ini mencapai 80 %. Data
diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu informan yakni Pak Iwan:
“suku Banjar di sini banyak dek, kami yang di Dusun III ini
merupakan Dusun yang paling dekat sama muara. Suku yang
paling banyak di sini ya suku Banjar dek, 80% lah suku Banjar
di Dusun III Desa Sei Nagalawan ini dek” (Hasil wawancara

dengan salah satu pengelola tempat wisata, 05 Juni 2016)
Suku bangsa Banjar yang mendiami wilayah Desa Sei Nagalawan menurut
informan sedikit berbeda dengan suku bangsa Banjar yang berada di daerah
Kalimantan. Suku bangsa Banjar yang berasal dari Kalimantan lalu bermigrasi ke

32
Universitas Sumatera Utara

daerah Sumatera Utara mengalami pencampuran dengan suku bangsa-suku bangsa
yang terdapat di wilayah baru tempat dimana suku bangsa Banjar sekarang
tinggal. Menurut informan suku bangsa Banjar yang tinggal di wilayah Desa Sei
Nagalawan berbeda dengan suku bangsa Banjar yang berada di Kalimantan dalam
hal bahasa. Berikut hasil wawancara dengan Pak Iwan:
“...bahasa masyarakat Banjar yang sudah tinggal di Desa Sei
Nagalawan ini sudah beda dek dengan bahasa suku Banjar
yang tinggal di Kalimantan sana. Kalau disini bahasa kami
sudah Banjar kasar, sedangkan di sana bahasa banjar yang
halus. Misalnya kalau bahasa indonesia nya antara kata
“kamu” dengan “kau”...” (Hasil wawancara dengan salah satu
pengelola tempat wisata, 05 Juni 2016)


Di samping ada perbedaan antara suku bangsa Banjar yang tinggal di Desa
Sei Nagalawan dengan suku bangsa Banjar yang terdapat di daerah Kalimantan,
terdapat juga persamaan diantara keduanya. Persamaan ini terdapat pada acara
makan-makan yang mereka lakukan sebelum bulan puasa tiba. Makan-makan
dilakukan selama 1 bulan sebelum memasuki bulan puasa tiba. Setiap hari selama
1 bulan penuh diadakan makan-makan bersama di mesjid-mesjid yang terdapat di
Desa. Makan-makan dihadiri juga di luar suku bangsa Banjar. Kegiatan makanmakan sebelum bulan puasa ini juga dilakukan suku bangsa Banjar yang tinggal di
daerah Kalimantan.
Di Desa Sei Nagalawan selain suku bangsa Banjar, terdapat beberapa suku
bangsa lain yang juga mendiami wilayah Desa Sei Nagalawan

seperti suku

bangsa Jawa, Melayu, Batak Toba, Mandailing, dan suku bangsa Karo.
Banyaknya suku bangsa yang mendiami wilayah Sei Nagalawan membuat
keanekaragaman suku bangsa dapat ditemui di Desa Sei Nagalawan. Kendati

33
Universitas Sumatera Utara


banyak suku bangsa terdapat di wilayah Desa, hubungan bermasyarakat di Desa
Sei Nagalawan untuk sehari-harinya dapat dikatakan harmonis. Keharmonisan
diantara suku bangsa dapat dilihat ketika ada gotong royong di Desa, mereka
saling bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan seperti membersihkan jalan,
membersihkan selokan dan juga membersihkan mesjid. Suku bangsa-suku bangsa
yang terdapat di wilayah Sei Nagalawan saling berinteraksi setiap harinya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berikut tabel komposisi Suku bangsa yang terdapat di Desa Sei
Nagalawan.
No Orang Bangsa
Jumlah
1 Melayu
868
2 Jawa
803
3 Banjar
692
4 Mandailing
79

5 Minang
42
6 Batak Toba
476
7 Karo
20
8 Tionghua
20
9 Arab
4
Sumber: Data BPS Serdang Bedagai 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat bagaimana komposisi suku bangsa yang
terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan. Suku bangsa yang paling banyak
berdiam di wilayah Desa Sei Nagalawan ialah suku bangsa Melayu, yang
mencapai 868 jiwa, disusul oleh suku bangsa Jawa sebanyak 803 jiwa kemudian
suku bangsa Banjar sebanyak 692 jiwa. Untuk suku bangsa Batak Toba yang
mendiami Desa Sei Nagalawan sendiri mencapai 476 jiwa. Selain suku bangsa
Melayu, Banjar, Jawa, dan Batak Toba, di Desa Sei Nagalawan juga terdapat suku
bangsa-suku bangsa yang lain yakni suku bangsa Karo sebanyak 20 jiwa, suku


34
Universitas Sumatera Utara

bangsa Mandailing 79 jiwa, suku bangsa minang 42 jiwa, suku bangsa Tionghua
20 jiwa dan yang terakhir suku bangsa Arab sebanyak 4 jiwa.
Dari banyaknya suku bangsa-suku bangsa yang terdapat di wilayah Desa
Sei Nagalawan dapat dilihat Desa Sei Nagalawan ini merupakan daerah yang
multikulturalisme. Di Desa Sei Nagalawan tidak terdapat banyak konflik yang
terjadi. Untuk kehidupan sehari-hari seperti perwiritan, suku bangsa-suku bangsa
tadi bergabung menjadi sebuah kelompok masyarakat yang mengatas namakan
Desa Sei Nagalawan.

2.2. Kondisi Fisik dan Pembagian Wilayah Desa Sei Nagalawan
Nama Desa Sei Nagalawan menurut informan merupakan penggabungan
diantara dua Desa yang dahulunya sudah ada yakni Desa Nipah dan Desa
Nagalawan. Kedua Desa inilah yang kemudian bergabung menjadi satu. Proses
bergabungnya kedua Desa terjadi pada tahun 1949 tepatnya saat pemerintahan
Desa dipegang atau dipimpin oleh Penghulu Saman. Penggabungan antara dua
Desa membuat nama Desa juga di gabungkan. Nama Sei sendiri diartikan sebagai
sungai, sehingga ketika dua nama Desa digabungkan menjadi Desa Sei

Nagalawan. Untuk Dusun III juga disebut sebagai kampoeng nipah, nipah
merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh disekitaran sungai yang terdapat
di Desa Sei Nagalawan (Atika, 2000:15).
Wilayah Desa menjadi lebih luas karena sudah bergabungnya dua Desa.
Desa Sei Nagalawan dibagi menjadi 3 Dusun. Di samping banyak suku bangsasuku bangsa yang tinggal diam di wilayah Desa Sei Nagalawan, Desa Sei

35
Universitas Sumatera Utara

Nagalawan juga mempunyai kekayaan lain yang dimiliki yaitu Sumber Daya
Alam (SDA) pesisir dan laut yang indah. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)
pada wilayah Desa Sei Nagalawan dapat dilihat dengan banyaknya tempat wisata
yang mengandalkan wisata pesisir atau pantainya. Kekayaan Sumber Daya Alam
(SDA) yang dimiliki wilayah Sei Nagalawan membuat penambahan pendapatan
pada masyarakat yang ada disekitaran Desa. Pendapatan tambahan yang diperoleh
masyarakat di wilayah Sei Nagalawan didapat dari hasil pemanfaatan Sumber
Daya Alam (SDA) yang dimiliki seperti adanya wisata yang dibangun oleh
masyarakat sekitar wilayah pesisir Desa Sei Nagalawan.

Gambar 2.1: Peta wilayah Desa Sei Nagalawan Sumber: Dokumentasi KSU

Muara Baimbai (Wisnu, 2015:23)
Wilayah Desa Sei Nagalawan di bagi menjadi 3 bagian yakni Dusun I,
Dusun II, dan Dusun III. Wilayah Desa Sei Nagalawan memiliki total luas 871
hektar. Luas wilayah yang dimiliki Desa Sei Nagalawan sendiri tidak hanya
terdapat perumahan penduduk saja tetapi terdapat pertanian, perkebunan, dan
perindustrian yang berdiri di wilayah Desa Sei Nagalawan.
36
Universitas Sumatera Utara

Desa Sei Nagalawan merupakan salah satu Desa yang terletak di
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Sei Nagalawan juga
merupakan Desa yang letaknya paling jauh dari ibu kota Kecamatan, jarak yang
ditempuh dari Desa Sei Nagalawan menuju ibu kota kecamatan Perbaungan
berkisar 15 km yang dapat ditempuh melalui jalur darat hampir 30 menit. Jalan
menuju Desa Sei Nagalawan saat ini dapat dikatakan sangat rusak. Rusaknya jalan
ini diperparah lagi dengan banyaknya truk-truk dari perusahaan-perusahaan yang
terdapat di Desa Sei Nagalawan baik perusahaan perkebunan maupun
perindustrian. Truk-truk yang beratnya berton-ton melewati jalan masuk ke Desa
Sei Nagalawan menuju jalan besar lintas Sumatera. Akibatnya bagi masyarakat
yang ingin menuju dan keluar dari Desa Sei Nagalawan akan merasakan debu

yang sangat tebal dan juga jalan-jalan yang berlubang.
Untuk menuju Desa Sei Nagalawan dapat melalui simpang Desa Sei
Buloh-Jalinsum masuk ke dalam jalan besar pantai kelang indah menuju Desa Sei
Nagalawan. Sepanjang perjalanan menuju Desa Sei Nagalawan pengunjung akan
menikmati perkebunan sawit, bentangan sawah yang sangat luas, dan juga aliran
sungai tempat para nelayan menyandarkan perahunya setelah selesai melaut.
Berdasarkan data yang diperoleh wilayah Desa Sei Nagalawan untuk
wilayah pertaniannya saja (untuk pertanian padi) mencapai 497 hektar. Hal ini
dapat mengidentifikasi bahwa Desa Sei Nagalawan merupakan Desa penghasil
Padi buat masyarakat khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai (Atika, 2004:43).
Sementara sisa luas wilayah Desa Sei Nagalawan digunakan untuk perkebunan
dan juga mendirikan pemukiman. Perkebunan sawit yang terdapat disepanjang

37
Universitas Sumatera Utara

jalan menuju Desa Sei Nagalawan merupakan perkebunan lama milik PTPN 2
yakni perkebunan Rambutan (Atika, 2000:28). 21

Gambar 2.2 Citra Wilayah Pesisir Desa Sei Naga Lawan Kecamatan

Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2012
Sumber: Google Earth, 2014

Wilayah Desa Sei Nagalawan merupakan Desa yang paling dekat dengan
bibir pantai yang menghadap langsung dengan Selat Malaka dibagian sisi sebelah
Utaranya, untuk sebelah Selatan Desa Sei Nagalawan berbatasan dengan Desa
Lubuk Bayas, sementara sisi sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk
Mengkudu, sedangkan satu sisi lagi yakni sebelah Barat Desa Sei Nagalawan
berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin.
21

Dapat juga dilihat di Nagalawan.blogspot.com/Swasembada-padi-nagalawan

38
Universitas Sumatera Utara

Dari ketiga Dusun yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat
3 agama yang dianut oleh masyarakat yang tinggal diam di wilayah Desa Sei
Nagalawan. Ketiga agama yang banyak dianut masyarakat Desa Sei Nagalawan
ialah Islam, Protestan, dan Katolik. Ketiga agama tersebar di 3 Dusun yang berada

pada wilayah Desa Sei Nagalawan.
Konsep agama menurut Parsudi Suparlan (2000:56) merupakan suatu aturan
yang mengatur tentang hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan
manusia, maupun manusia dengan lingkungannya. Dalam sebuah agama tentu
memiliki unsur-unsur yang terkandungnya dan dimiliki oleh setiap agama. Berikut
unsur-unsur yang terkandung di dalam agama/religi:
a. Emosi keyakinan: Emosi keyakinan merupakan suatu perasaan yang
mendorong manusia untuk berperilaku keagamaan.
b. Sistem keyakinan: Sistem keyakinan sendiri merupakan sebuah pemikiran
yang dipercaya dalam diri seseorang.
c. Upacara
d. Peralatan dan pelaksanaan
e. Umat
Keyakinan pada masyarakat maupun individu bebas untuk memilih sesuai
hati nuraninya. Kebebasan memilih agama sudah tercantum dalam Undangundang Dasar 1945 sehingga tidak ada Paksaan untuk memeluk agama tertentu.
Wilayah Desa Sei Nagalawan di samping mempunyai kekayaan budaya, dan
kekayaan Sumber Daya Alamnya, Desa Sei Nagalawan juga mempunyai agama

39
Universitas Sumatera Utara


yang beraneka ragam. Berikut ini tabel agar mempermudah mengetahui komposisi
penduduk berdasarkan agamanya.

Katolik; 75
Protestan; 218

Budha; 0

Hindu; 0
Konghucu; 0

Islam; 2712

Pada tabel di atas dapat dilihat adanya 3 agama yang terdapat di wilayah
Desa Sei Nagalawan yakni Islam, Protestan, dan juga Katolik. Sementara untuk
Budha, Hindhu, dan juga Konghucu tidak ada satupun penganutnya. Untuk
masyarakat yang beragama Islam di wilayah Desa Sei Nagalawan sebanyak 2712
orang, sedangkan untuk yang bergama Protestan terdapat sebanyak 218 orang, dan
yang paling sedikit masyarakat yang beragama Katolik sebanyak 75 orang.

2.3. Pertanian Sebagai Mata Pencaharian Terbanyak di Desa Sei Nagalawan,
dan di Dusun III Nelayan Merupakan Mata Pencaharian Utama.
Penduduk masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan dalam bekerja
mimiliki berbagai macam sektor dalam bekerja. Dengan keadaan Sumber Daya
Alamnya yang berlimpa ruah masyarakat di wilayah Sei Nagalawan banyak

40
Universitas Sumatera Utara

bekerja di bidang-bidang agraris yakni bidang pekerjaan yang memanfaatkan
Sumber Daya Alam yang terdapat di wilayah Desa. Sektor utama yang paling
banyak yakni sektor pertanian padi. Lahan-lahan kosong sangat luas yang
akhirnya dibuat menjadi sawah untuk pertanian padi banyak terdapat di wilayah
Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
Lahan-lahan yang tidak produktif tersebut diubah oleh masyarakat di wilayah
Desa Sei Nagalawan menjadi lahan yang dapat mempunyai nilai ekonomis.
Pertanian sawah di wilayah Desa Sei Nagalawan sangat baik. Petani
menggunakan irigasi untuk mengelolah sawah yang ada. Dengan adanya irigasi
tersebut membuat petani lebih mudah dalam melakukan proses pengairan sawah.
Sawah pertanian padi dapat dilihat di sepanjang jalan dari wilayah Desa Sei
Buloh maupun dari Desa Lubuk Bayas dan juga Desa Nagakisar ketika
pengunjung akan menuju wilayah Desa Sei Nagalawan.
Di samping sektor pertanian, banyak masyarakat di wilayah Desa Sei
Nagalawan juga bekerja pada sektor buruh. Banyaknya masyarakat yang bekerja
pada sektor buruh di wilayah Desa Sei Nagalawan ini tidak terlepas karena adanya
sebuah perusahan asing yang berdiri di wilayah tersebut. Perusahaan tersebut
merupakan perusahaan asing yang dimiliki oleh seorang warga berkebangsaan
Swiss, perusahaan itu bernama PT. Aquafarm Nusantara.
PT.Aquafarm Nusantara sendiri merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang perikanan yakni menghasilkan daging fillet ikan nila (Oreochromis
niloticus). Banyak masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan maupun daerah

lainnya yang bekerja di perusahaan PT.Aquafarm Nusantara. Untuk area kerja

41
Universitas Sumatera Utara

Serdang Bedagai PT. Aquafarm Nusantara melakukan pembibitan (Hatchery)
ikan Nila, proses pengolahan fillet ikan (Processing Plant), dan juga membuat
Pakan ikan terapung (Feed Mill). Sementara untuk proses pembesaran (Grow Out)
berada di wilayah Danau Toba, Sumatera Utara.
Banyaknya sektor-sektor pekerjaan yang terdapat pada perusahaan PT.
Aquafarm Nusantara membuat banyak masyarakat tertarik untuk bekerja
diperusahaan tersebut. Dengan berdirinya perusahaan besar seperti PT. Aquafarm
Nusantara ini sedikit tidaknya menambah perekonomian masyarakat yang terdapat
di wilayah Desa Sei Nagalawan. Banyak masyarakat yang bekerja di PT.
Aquafarm Nusantara untuk menambah pendapatan keuangan mereka. Untuk lebih
jelas lagi mengenai sektor-sektor mata pencaharian apa-apa saja yang terdapat
pada masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan.

Berikut ini tabel komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian:

Komposisi Penduduk Menurut Mata
Pencaharian (Dalam Satuan Jiwa)
PNS
0%

Lainnya
37%

Buruh
11%

Karyawan
10%
Wiraswasta
10%
Jasa
3%
Tani
20%

Nelayan
9%

Sumber: BPS Serdang Bedagai, 2014

42
Universitas Sumatera Utara

Pada tabel di atas terlihat bagaimana komposisi penduduk masyarakat di
wilayah Desa Sei Nagalawan dalam bekerja. Terdapat lebih dari 7 sektor mata
pencaharian yang terdapat pada masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan. Mata
pencaharian yang paling banyak dapat dilihat dari tabel di atas yakni petani
sebanyak 20%. Petani paling banyak terdapat di wilayah Sei Nagalawan karena
banyaknya lahan-lahan kosong yang kemudian dibuat menjadi pertanian sawah.
Mata pencaharian berikutnya yakni buruh sebanyak 11% yang banyak bekerja di
PT. Aquafarm Nusantara yang berdiri di wilayah tersebut. Selanjutnya ada yang
bekerja pada bidang jasa sebesar 3%, wiraswasta sebanyak 10%, dan juga
karyawan sebesar 10 %. Sementara untuk masyarakat di wilayah Sei Nagalawan
yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak sampai 1%.
Komposisi Nelayan yang sebesar 9% sendiri mempunyai keunikan
tersendiri. Keunikan ini terjadi karena hampir seluruh masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai nelayan ini tinggal atau mendiami Dusun III. Dusun III ini
merupakan Dusun yang paling dekat dengan bibir pantai untuk menuju laut.

2.4. Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa Sei Nagalawan merupakan daerah pemerintahan paling
bawah dari sistem pemerintahan yang terdapat di Indonesia. Di setiap daerah yang
di bawah naungan Kabupaten, pemerintahan Desa merupakan bagian paling
bawah, sedangkan pada Kotamadya pemerintahan Desa tidak ada. Diseluruh
wilayah Indonesia terdapat juga nama selain pemerintahan Desa yang posisinya
sejajar dengan pemerintahan Desa, seperti pada daerah di wilayah Nanggroe Aceh

43
Universitas Sumatera Utara

Darussalam dimana nama pemerintahan yang paling bawah disebut dengan
“Gampoeng”, sedangkan untuk di daerah Sumatera Barat nama pemerintahan
paling bawahnya disebut dengan “Nagari”.
Pemerintah pusat Indonesia dalam perjalanannya membuat peraturan
untuk menggeneralisasikan semua daerah pemerintah tingkat bawah dengan nama
Desa. Nama pemerintahan Desa sendiri merupakan nama yang dipakai untuk
menyebut nama pemerintahan tingkat bawah di wilayah pulau Jawa. Namun saat
peraturan itu direalisasikan untuk seluruh wilayah di Indonesia banyak pro kontra
yang memandangnya karena menurut beberapa wilayah sudah ada nama tersendiri
yang didalamnya terdapat adat dari masyarakat yang mendiami wilayah tersebut
(Nurdin, 2009:16).
Sedangkan untuk wilayah Sei Nagalawan ini tetap disebut dengan nama
Desa Sei Nagalawan. Dalam pemerintahannya Desa Sei Nagalawan dipimpin oleh
seorang penghulu/kepala Desa. Untuk proses pemilihan pemimpin kepala Desa
dilakukan dengan pemungutan suara. Sementara untuk masa jabatan sekali
periode yakni selama lima tahun. Desa Sei Nagalawan sudah mempunyai kepala
Desa/penghulu sejak tahun 1940, berikut daftar nama kepala Desa yang pernah
menjabat:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama
Saman (1940 – 1952)
Muhammad (1952 – 1957)
Tuganal (1957 – 1971)
Siab (1971 – 1972)
Tuganal (1972 – 1987)
Umar (1987 – 2006)
Ishaq (Januari 2006 – Juli 2006)
Sahrum (Juli 2006 – 2011)
Japar Siddik (2011 – Sekarang)
44
Universitas Sumatera Utara

Sumber: Data Kepala Desa 2015

Tabel di atas memperlihatkan bagaimana alur pemerintahan di Desa Sei
Nagalawan sejak tahun 1940. Sejak tahun 1940 Desa Sei Nagalawan sudah
mempunyai penghulu/kepala Desa sebanyak 9 orang. Untuk Desa Sei Nagalawan
pada tahun ini dalam pemilihan kepala Desa serentak diseluruh Kabupaten
Serdang Bedagai tidak melakukan pemilihan kepala Desa sehingga sampai
sekarang saat melakukan penelitian, pemerintahan Desa masih dipegang oleh
penghulu/kepala Desa yang lama.

2.5. Sarana dan Prasarana
Di wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat beberapa sarana maupun
prasarana yang dimiliki. Sarana komunikasi yang biasa digunakan oleh
masyarakat yang mendiami wilayah Desa Sei Nagalawan antara lain telepon
rumah, telepon genggam, maupun alat komunikasi lainnya yang menggunakan
jaringan telekomunikasi. Karena tempatnya yang terlalu jauh dari kota, daerah
wilayah Sei Nagalawan untuk kecepatan komunikasinya tidak terlalu bagus. Di
wilayah Desa Sei Nagalawan sinyal untuk alat komunikasi yang didapat hanya
mampu untuk mengirim Short Message Service (SMS) dan juga untuk menelpon
biasa saja. tetapi untuk video call atau layanan di atas 3G hal itu belum
mendapatkan layanan yang maksimal.
Untuk sarana ibadah yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan
terdapat 3 tipe tempat ibadah yakni mesjid, surau atau musholah, dan juga gereja.

45
Universitas Sumatera Utara

Untuk jumlahnya masing-masing mesjid berjumlah 3 unit, surau atau musholah
berjumlah 2 unit dan gereja 2 unit. Semua tempat ibadah yang terdapat di wilayah
Sei Nagalawan ini berdiri sudah sejak lama.
Sarana kemudian yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yakni
sarana kesehatan. Untuk sarana kesehatan di wilayah Desa Sei Nagalawan tidak
ada berupa rumah sakit maupun yang lebih kecil seperti puskesmas. Di wilayah
Desa Sei Nagalawan yang terdapat hanya beberapa tenaga medis tanpa ada sarana
tempat untuk kesehatan. Tenaga medis yang terdapat diantaranya bidan 2 orang
dan dukun bayi 1 orang.
Untuk masyarakat yang tinggal di wilayah Desa Sei Nagalawan apabila
mengalami sakit yang ringan biasanya hanya berobat dirumah dengan bantuan
bidan Desa atau mereka yang mengerti tentang penyembuhan penyakit yang
sedang dialami pasien. Sedangkan untuk masyarakat yang mengalami sakit berat
maka mereka harus keluar dari Desa agar mendapatkan fasilitas kesehatan yang
lebih baik.
Sarana selanjutnya yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yaitu
sarana pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan untuk masyarakat khususnya
anak-anak yang tinggal di wilayah Desa Sei Nagalawan ini, karena pendidikan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang mana pada akhirnya berimbas
dengan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Desa Sei Nagalawan.
Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Sei Nagalawan antara lain ada
Taman Kanak-kanak (TK) yang berjumlah satu buah dan juga Sekolah Dasar
(SD) Negeri yang juga terdapat di Desa Sei Nagalawan ini berjumlah satu buah.

46
Universitas Sumatera Utara

Sementara untuk mereka yang ingin melanjutkan sekolah ketingkat pertama
(SMP/MTs) di Desa Sei Nagalawan tidak terdapat, sehingga mereka yang ingin
melanjutkan harus pergi keluar dari Desa Sei Nagalawan. Hal yang sama juga
dilakukan apabila mereka ingin melanjutkan ketigkat Sekolah Menengah Atas
(SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang di dalam Desa Sei
Nagalawan tidak terdapat sarana pendidikannya.
Untuk meningkatkan perekonomian tentu harus tahu juga sarana
transportasi yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan. Sarana transportasi
yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan tidak ada angkutan umum,
masyakat dalam kehidupan sehari-hari biasa menggunakan sepeda motor sendiri
maupun ojek yang terdapat di Desa Sei Nagalawan. Jarak yang jauh antara kota
Kecamatan dengan Desa Sei Nagalawan tentu harus disikapi dengan adanya
transportasi yang membuat mudah untuk masyarakat maupun pengunjung yang
masuk dan keluar dari Desa Sei Nagalawan.

2.6. Potensi Pariwisata-pariwisata yang berada di Wilayah Desa Sei
Nagalawan
Di Desa Sei Nagalawan banyak terdapat tempat wisata pantai. Masingmasing tempat wisata menawarkan keunggulan produk wisatanya sendiri. Berikut
ini potensi-potensi tempat wisata yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan:

47
Universitas Sumatera Utara

1. Pantai Klang
Pantai klang merupakan salah satu tempat wisata yang terdapat di pesisir
wilayah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai. Pantai klang memanfaatkan daerah pesisir di Sei Nagalawan sebagai
objek wisata pantai. Pantai ini banyak dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun
masyarakat di luar daerah karena tempatnya yang sejuk dan juga banyak terdapat
pepohonan di dekat pantainya.

2. Ekowisata Mangrove Kampoeng Nipah
Tempat wisata kedua yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yakni
adanya wisata hutan mangrove yang dikelolah oleh masyarakat daerah setempat.
Tempat wisata ekowisata mangrove merupakan tempat wisata yang pertama kali
didapat ketika pengunjung memasuki kawasan pesisir di wilayah Desa Sei
Nagalawan.
Ekowisata mangrove menawarkan kepada pengunjung hutan mangrove
yang sudah besar-besar beserta hasil olahan produk yang dibuat dari mangrove
mereka sendiri. Bagi para pelajar yang ingin belajar atau studi tentang mangrove,
tempat wisata ini dapat menjadi alternatif wisata edukasi mangrove.

3. Pantai Tengah yang berganti nama menjadi Romance Bay (Pantai Romantis)
Tempat wisata ini merupakan tempat wisata yang baru tahun 2015
mengadakan lounching untuk nama tempat wisata yang baru. Awalnya nama
tempat wisata ini bernama pantai tengah, dinamakan pantai tengah karena letak

48
Universitas Sumatera Utara

posisi tempat wisata ini berada di tengah-tengah antara tempat wisata mangrove
dan juga pantai klang.
Tahun 2015 pantai tengah ini berganti nama menjadi pantai romantis
dengan menggunakan konsep kelambu-kelambu. Pantai romantis ini banyak
dikunjungin oleh anak-anak muda karena konsep yang ditawarkan dalam wisata
ini merupakan jiwa-jiwa para anak muda jaman sekarang.

2.7. Potensi Kerajinan Berbahan Purun
Tanaman purun banyak tumbuh di pesisir sungai yang terdapat di wilayah
Sei Nagalawan. Banyaknya tanaman purun yang tumbuh subur di Sei Nagalawan
membuat ibu-ibu yang biasanya hanya menunggu suami pulang melaut dirumah
berinisiatif untuk membuat tanaman purun menjadi sebuah kerajinan yang dapat
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman purun sendiri merupakan sebuah
tanaman atau rumput yang tumbuh liar di rawa dan pesawahan yang mengalami
pasang surut.
Tanaman atau rumput liar yang banyak tumbuh disulap kelompok ibu-ibu
menjadi sebuah kerajinan tikar maupun kerajinan topi dan bentuk-bentuk lainnya.
Tikar purun sendiri merupakan anyaman batang purun yang disusun menjadi alas
untuk duduk yang besarnya atau lebarnya berkisar 2 sampai 3 meter persegi.
Selain tikar banyak lagi bentuk-bentuk kerajinan purun yang dapat dibuat oleh
ibu-ibu di Desa Sei Nagalawan.

49
Universitas Sumatera Utara

2.8. Potensi Perikanan dan Kelautan
Desa Sei Nagalawan merupakan wilayah yang terletak di daerah pesisir.
Desa Sei Nagalawan sendiri jugalah daerah yang paling jauh dari Ibu Kota
Kecamatan Perbaungan. Untuk mata pencaharian masyarakatnya sendiri yang
terkhusus di Dusun III yang merupakan wilayah yang paling dekat dengan pesisir,
banyak laki-lakinya yang berprofesi sebagai nelayan yang memanfaatkan hasil
laut untuk memenuhi kehidupannya.
Untuk perikanannya sendiri wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat
budidaya ikan air tawar, maupun sawah yang dijadikan kolam untuk budidaya
ikan. Selain budidaya ikan air tawar di kolam air tenang, terdapat juga budidaya
ikan di air deras yang terdapat di sungai, dan tak lupa pulak terdapat kolam
pancing di daerah Sei Nagalawan.

2.9. Sejarah Kelompok
Pada masyarakat yang tinggal diam di wilayah Desa Sei Nagalawan
khusunya di Dusun III terdapat beberapa kelompok masyarakat yang dibuat ketika
ada bantuan yang diberikan baik dari Lembaga Swadya Masyarakat (LSM)/ Non
Goverment Organization (NGO) maupun dari pemerintah. Kelompok-kelompok

dibuat karena salah satu syarat yang harus ada untuk mendapatkan bantuan ialah
sebuah kelompok. bantuan yang diberikan antara lain bibit mangrove, lahan
pertanian, dan juga bibit ikan. Berikut ini nama-nama kelompok yang terdapat di
Dusun III Desa Sei Nagalawan beserta dengan uraian singkatnya.

50
Universitas Sumatera Utara

2.9.1. Muara Baimbai
Muara Baimbai merupakan nama gabungan dari dua kelompok yakni
kelompok laki-laki “kayu baimbai” dan juga kelompok perempuan „muara
tanjung”. Muara baimbai saat ini sudah berbentuk menjadi badan koperasi
sehingga mempunyai badan hukumnya. Kayu Baimbai merupakan nama
kelompok yang dipakai ketika awal mula berdirinya kelompok laki-laki pada
masyarakat nelayan di Kampoeng Nipah Sei Nagalawan. Kelompok nelayan ini
didirikan oleh seorang warga masyarakat nelayan bernama Pak Sutrisno. Latar
belakang kenapa kelompok ini dibuat yakni untuk membebaskan keterikatan
antara nelayan dengan toke. Keterikatan itu terjadi karena banyak nelayan yang
tidak memiliki alat tangkap maupun perahu sendiri yang pada akhirnya tokelah
yang memfasilitasi atau membantu nelayan-nelayan yang tidak memiliki alat
tangkap maupun perahu sendiri. Keterikatan yang dialami nelayan kepada toke ini
membuat hasil tangkapan yang diperoleh nelayan harus dijual kepada toke yang
sebelumnya sudah membantu dia dalam penyediaan alat tangkap maupun perahu.
Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada toke dengan harga yang ditentukan
oleh tokenya sendiri. Hal ini membuat nelayan tidak dapat berbuat apa-apa dalam
menentukan harga jualnya.
Banyak cara yang dilakukan kelompok untuk dapat melepaskan anggotaanggota yang masih terikat dengan toke. Cara pertama yang dilakukan kelompok
yakni dengan “infaq sotong”. Infaq sotong di sini maksudnya yakni setiap anggota
yang tergabung dalam kelompok setelah pulang melaut menyisihkan 3 ekor

51
Universitas Sumatera Utara

sotong untuk kas kelompok. Uang kas kelompok yang terkumpul kemudian
digunakan untuk membebaskan anggota yang terikat dengan Toke.
Tahun 2010 kelompok nelayan yang sudah didirikan ini mendapatkan
bantuan dari program pemerintah yakni PNPM Mandiri. Program yang didapat
kelompok dari pemerintah ini kemudian digunakan untuk membebaskan anggotaanggota kelompok yang masih terikat dengan toke. Setelah semua anggota mulai
terlepas dari keterikatan dengan toke, anggota-anggota sudah mempunyai perahu,
jaring, penangkap gurita, dan jaring kepiting sendiri.
Setelah terlepas dari toke, anggota-anggota dapat menjual hasil
tangkapannya melalui kelompok sendiri yang kemudian dijual langsung kepada
toke besar. Kelompok sendiri berjalan tidak semulus yang dibayangkan. Dalam
perjalanannya ada beberapa anggota yang keluar masuk karena tidak dapat
terlepas dari toke. Beberapa anggota masih tergantung dengan toke karena ia
sudah terbiasa dengan bantuan yang diterima oleh toke seperti alat tangkap.
Dalam perjalanannya kelompok nelayan laki-laki memiliki beberapa
kegiatan yang dilakukan didalamnya seperti infaq sotong yang sudah dijelaskan
sebelumnya, ada juga yang namanya absensi nelayan, selisih harga, Simpanan
Hasil Usaha (SHU) dan konservasi mangrove. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan
untuk memudahkan anggota dalam menjual hasil tangkap, tabungan anggota, dan
juga untuk membuat uang kas kelompok yang semua itu akhirnya untuk
kesejahteraan para anggota yang tergabung didalamnya.
Absensi nelayan maksudnya yaitu setiap anggota yang melaut membayar
uang sebesar 5 rbu, 10 rbu, 15 rbu, bahkan ada yang membayar 20 rbu. Uang yang

52
Universitas Sumatera Utara

dikumpulkan ke kelompok ini nantinya akan dipakai untuk merehap perahu, alat
tangkap, maupun kebutuhan melaut lainnya. Tetapi, jika tidak ada keperluan maka
uang tersebut pun tidak diambil dan menjadi tabungan buatnya yang dapat
diambil di waktu tertentu.
Kemudian ada yang namanya selisih harga. Selisih harga di sini
maksudnya yaitu seperti harga hasil tangkapan yang dijual anggota kepada
kelompok sebesar Rp.80.000, tetapi kelompok membayar kepada anggota hanya
sebesar Rp.78.000. Sisa Rp.2.000 ini yang dinamakan selisih harga yang
kemudian dibuat menjadi tabungan untuk masing-masing anggota. Tabungan ini
nantinya akan diumumkan setiap bulannya kepada seluruh anggota.
Selanjutnya yakni Simpanan Hasil Usaha. Maksud dari Simpanan Hasil
Usaha (SHU) ini yaitu hasil tangkapan yang sudah dibeli kelompok kemudian
dijual ke toke besar. Misalnya kelompok membeli hasil tangkap anggotanya
sebesar Rp.80.000, kemudian kelompok menjual hasil tangkapan anggota kepada
toke besar menjadi Rp.100.000. Sisa sebesar Rp.20.000 digunakan kelompok
untuk mengisi uang kas kelompok. uang ini digunakan untuk biaya operasional
kelompok.
Kegiatan yang terakhir yakni konservasi hutan mangrove. Konservasi
hutan mangrove sendiri mulai dilakukan rutin sejak tahun 2004 sampai sekarang.
Konservasi hutan mangrove dilakukan kelompok laki-laki dan juga kelompok
perempuan. Kegiatan ini dilakukan karena mulai tersadar akan pentingnya
ekosistem mangrove yang didalamnya terdapat berbagai macam manfaat. Sub ini
akan dijelaskan pada bab berikutnya. Uraian singkat di atas merupakan ulasan

53
Universitas Sumatera Utara

tentang kelompok laki-laki. Di samping kelompok laki-laki, terdapat juga
kelompok perempuan yang tidak lain merupakan istri-istri dari suami yang masuk
ke dalam anggota kelompok nelayan. Kelompok perempuan sendiri diketuai oleh
istri dari ketua kelompok laki-laki yakni Buk Jumiati.
Kegiatan kelompok perempuan perempuan sangat berbeda dengan
kegiatan yang dilakukan pada kelompok laki-laki. Kelompok laki-laki dalam
melakukan kegiatannya berorientasi pada hasil tangkap, sedangkan kegiatan
kelompok perempuan awalnya hanya sebatas jual beli sembako. Kelompok
perempuan yang diketuai Bu Jumiati ini diberi nama Muara Tanjung. Kelompok
ini didirikan pada tanggal 1 Oktober 2005. Kelompok ini mempunyai kegiatan
lain yang di bawakan oleh Lembaga Swadya Masyarakat (LSM), Non
Government Organization (NGO) maupun program pemerintah yang kemudian di
buat pelatihan untuk ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Muara Tanjung.
Pelatihan yang didapatnya antara lain pembuatan anyaman tikur purun, topi, dan
bentuk anyaman lainnya.
Kemudian kelompok Muara Tanjung ini sendiri juga mendapatkan
pelatihan tentang pembuatan sirup dan kerupuk melalui bahan baku mangrove.
Berjalannya waktu ilmu yang didapat dalam pengelolaan sirup dan kerupuk itu
mengalami modifikasi dikit demi sedikit yang akhirnya dapat dilihat hasilnya
sekarang ini yang dibuat oleh kelompok Muara Tanjung.
Selain kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan oleh kelompok perempuan
ini. Kegiatan yang terdapat dalam kelompok Muara Tanjung ini ada yang
namanya Credit Union (CU). CU ini merupakan kegiatan simpan pinjam yang

54
Universitas Sumatera Utara

dapat digunakan oleh masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan kelompok
Muara Tanjung.
Pada tahun 2012 kelompok-kelompok ini diberikan saran oleh pemerintah
untuk membuat koperasi agar ada badan hukumnya. Kelompok laki-laki dan
perempuan yang sudah tergabung menjadi satu akhirnya membentuk sebuah
koperasi yang bernama Muara Baimbai (gabungan antara nama Kayu Baimbai
dan Muara Tanjung). Koperasi ini sendiri dalam menjalankan fungsinya terdapat
4 macam jenis usaha:
1. Hasil Tangkap Nelayan
2. Pengelolaan ibu-ibu berbahan dasar mangrove
3. Simpan Pinjam (yang dulunya Credit Union)
4. Wisata Mangrove

2.9.2. Kelompok Maju Bersama
Kelompok Maju Bersama ketika awal dibentuk karena terdapat sebuah
bantuan dari sebuah LSM yang sama seperti kelompok Muara Baimbai tentang
bibit mangrove. Untuk mendapatkan bantuan bibit pohon mangrove masyarakat di
wilayah Sei Nagalawan membuat sebuah kelompok. Kelompok tersebut dibuat
karena ada persyaratan yang harus dimiliki masyarakat kalau ingin mendapatkan
bantuan bibit pohon mangrove. Salah satu kelompok masyarakat di Desa Sei
Nagalawan dibuat dengan nama Maju Bersama yang diketuai oleh seseorang yang
sudah lama berkecimpung di dalam salah satu organisasi kepemudaan yakni

55
Universitas Sumatera Utara

Pemuda Pancasila dan juga merupakan seorang kontraktor di wilayah Perbaungan
bernama Pak Saiful.
Kelompok maju bersama ketika awal dibentuk hanya berkisar belasan
orang dengan sebagian besar anggotanya saat ini yang berjumlah 60-an sudah
banyak yang tidak pergi melaut lagi. Banyak anggota dari kelompok maju
bersama yang tidak melaut dikarenakan ada sebagian yang sudah bekerja di
perusahaan sebagai buruh, dan juga tentu sebagai pengelola tempat wisata pantai
romantis.
Kelompok Maju Bersama tidak memiliki banyak kegiatan seperti
kelompok Muara Baimbai. Kelompok Maju Bersama dalam perjalanannya
mengalami pasang surut dengan anggotanya yang tidak menentu. Kelompok Maju
Bersama mulai membuat kegiatan kelompok ketika melihat kelompok Muara
Baimbai sangat maju dengan program-program yang dibuat oleh mereka.
Kelompok Maju Bersama kemudian mulai membuat kegiatan pengolahan
mangrove menjadi beranekaragam jenis makanan baik kerupuk, sirup, maupun
dodol.

2.10. Sejarah Mangrove Kampoeng Nipah
Awal mula luas lahan mangrove yang dikelola di kampoeng Nipah
berkisar 7 ha. Luas mangrove yang 7 ha didapat tidak begitu saja terjadi, tahun
2006 kelompok konservasi mangrove (Muara Baimbai) medapatkan SK dari Desa
yang didalamnya berisi tentang luas lahan yang dikelola oleh kelompok seluas 2
ha, tetapi terdapat catatan di dalam yang menyatakan kelompok boleh menanam

56
Universitas Sumatera Utara

di lahan-lahan yang masih kosong. Dengan mengacu pada SK Desa Sei
Nagalawan Nomor :6/8/03/SN/2006 tentang Perlindungan Hutan Bakau,
kelompok terus-menerus menanam mangrove

yang lama-kelamaan luas

mangrovenya pun semakin bertambah yang pada akhirnya menjadi 7 ha.
Penanaman mangrove sendiri sebenarnya sudah dimulai atau dirintis sejak
tahun 2004 yang digerakkan oleh sepasang suami istri yang bernama Pak Sutrisno
dan Bu Jumiati. Mereka berdua yang sehari-harinya di panggil Pak Tris dan Bu
Jum mulai menanam lahan-lahan yang kosong di daerah-daerah pesisir. Ketika
awal-awal suami istri ini menanam mangrove banyak cibiran maupun hinaan yang
dilontarkan oleh masyarakat yang melihat pekerjaan mereka. Kurangnya
pengetahuan yang ada pada masyarakat membuat mereka berpikir apa yang
dikerjakan Pak Sutrisno dan Bu Jumiati tidak ada manfaatnya. Masyarakat masih
berpikir menanam mangrove merupakan pekerjaan yang tabu atau sia-sia tidak
ada hasil yang didapat.
Pak Tris dan Bu Jum lama-kelamaan mulai mengajak masyarakat yang
lain untuk ikut serta menanam mangrove. Pak Tris dan Bu Jum kemudian berpikir
untuk membuat sebuah kelompok nelayan laki-laki dan juga kelompok
perempuan. Kelompok itu diketuai oleh Pak Tris, sedangkan kelompok
perempuan diketuai oleh Bu Jum. Kegiatan kelompok nelayan laki-laki awalnya
hanya seputar hasil tangkap nelayan seedangkan kelompok perempuan hanya
seputar jual-beli sembako.
Kelompok laki-laki diberi nama Kayuh Baimbai sedangkan kelompok
perempuan diberi nama Muara Tanjung. Kelompok ini mengadakan pertemuan

57
Universitas Sumatera Utara

setiap bulannya dan membahas permasalahan-permasalahan yang anggota hadapi.
Dalam pertemuan ini setiap anggota mengutarakan ide-ide atau gagasan-gagasan
keinginan mereka.
Sekitar tahun 92-an masuk sebuah Lembaga Swadya Masyarakat
(LSM)/Non Government Organization (NGO) bernama Wadah Pengembangan
Alternatif Pedesaan (WPAP) 22. LSM/NGO ini mengadakan pelatihan kepada
kelompok-kelompok yang sudah dibentuk sebelumnya. Pada

kelompok

perempuan dibuat pelatihan pembuatan tikar purun dan juga topi purun.
Sedangkankan pada kelompok laki-laki terdapat advokasi nelayan dalam
permasalahan Trawl23.
Ada sebuah program dari WPAP yang menjadi titik masuk dalam
pengelolaan mangrove yakni “Mina Bakau”. Dalam program Mina Bakau ini
NGO WPAP menyewa sebuah lahan dan membagikannya kepada anggotaanggota kelompok untuk ditanami mangrove dan diberi bibit ikan. Tetapi waktu
itu banyak masyarakat yang belum mengerti apa manfaat dari mangrove sehingga
banyak anggota yang tidak menanam mangrove di lahan yang telah dibagikan
untuk mereka. Luas lahan yang disewa NGO WPAP untuk masyarakat seluas 8
rante24.
Berawal dari mendirikan remaja mesjid Pak Tris mulai mengorganisir
masyarakat yang tinggal diam di daerah pesisr. Pak Tris kemudian mulai ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan NGO WPAP dan mengikuti pengkaderan anggota
22

Sebuah Lembaga Swadya yang bergerak dalam pengembangan masyarakat di Desa-Desa
tertinggal dengan seorang tokoh didalamnya yang bernama Pak Sudarno.
23
T awl e asal da i ahasa pe a is t ole da juga ahasa I gg is t aili g ya g a ti ya sa a
yakni ta ik , sehi gga T awl ada ya g e ga tika se agai ja i g ta ik Fi i ,
24
(1 rante 20x20 m).

58
Universitas Sumatera Utara

didalamnya. Setelah beberapa kali mengikuti kegiatan NGO WPAP, Pak Tris
kemudian masuk ke dalam kepengurusan NGO WPAP dengan menjabat sebagai
koordinator program.
Menurut Pak Tris pengetahuan tentang hubungan mangrove dengan
nelayan, maupun nelayan dengan toke sudah tertanam dipikiran anggota ketika
masa orang-orang tua mereka dan di modifikasi dengan pikiran-pikiran kelompok
Pak Tris yang merupakan generasi kedua setelah orang tua mereka sampai
sekarang ini. Bedanya kalau dahulu pihak luar yang ingin merubah kesejahteraan
masyarakat nelayan di sana, sedangkan kalau sekarang dalam masyarakat
sendirilah yang ingin merasakan perubahan. Sampai sekarang ini yang
mengorganisir kelompok sebagian besar merupakan tokoh-tokoh yang dahulunya
ikut serta dalam pengkaderan WPAP seperti Pak Tris, Bu Jum, dan juga Pak
Saini.
Pengetahuan Pak Tris tentang pengelolaan mangrove tidak didapatnya
dalam dunia formal yakni sekolah. Pak Tris mendapatkan pengetahuan itu semua
di dalam NGO/LSM yang banyak membahas tentang hutan mangrove. Tahun
1994-1997 Pak Tris mengikutin pendidikan kader yang mana didalamnya Pak Tris
mendapatkan banyak sekali ilmu, ilmu ini lah yang nantinya akan Pak Tris
sampaikan ketika adanya pertemuan bulanan kelompok nelayan yang dibuatnya.
Ketika Pak Tris masuk dalam kepengurusan WPAP, terdapat banyak
program yang dilakukan untuk proses pengkaderan anggota. Dalam proses
pengkaderan anggota banyak ilmu yang didapat Pak Tris. Salah satu proses
pengkaderan yang pernah diikutin Pak Tris yaitu K2PSDM (Kelompok Kerja

59
Universitas Sumatera Utara

Peningkatan Sumber Daya Manusia)25. Kelompok ini dibangun oleh banyak LSM
kecil yang terdapat di berbagai daerah di Sumatera Utara. Setiap LSM kecil
mewakilkan 2 orang kadernya untuk ikut serta dalam program K2PSDM.
Dalam perkembangannya Pak Tris setelah menikah tahun 2002 kembali ke
daerah Sei Nagalawan dan tinggal disana. Beliau kembali melaut untuk
mencukupin kebutuhan sehari-harinya. Setiap harinya ia melakukan kegiatan yang
sama dan merasa hidupnya tidak ada perkembangan. Akhirnya ia mengumpulkan
kawan-kawan ketika berada di LSM untuk membuat sebuah kelompok nelayan
yang bernama Kayuh Baimbai dan kelompok perempuan bernama Muara
Tanjung.
Ketika awal-awal pendirian kelompok, kegiatan yang dibuat kelompok
masih tetap lancar dilakukan setiap harinya. Tetapi dalam perkembangannya
kelompok laki-laki mengalami pemandekan atau kevakuman, sedangkan
kelompok perempuan masih terus berlangsung sampai sekarang setelah terbentuk
koperasi. Kelompok laki-laki mengalami kemandekan menurut Pak Tris karena
pada waktu itu kelompok laki-laki masih tergantung pada pola pikir yang selalu
ke warung, dalam sehari seseorang dapat nongkrong di warung sebanyak 4 kali.
Hal ini membuat tidak adanya interaksi yang terjadi dalam sebuah kelompok yang
akhirnya membuat kelompok tersebut tidak berjalan semestinya. Sedangkan
kelompok perempuan masih terus berlangsung sampai sekarang karena adanya
interaksi yang sering terjadi diantara mereka. Kelompok perempuan masih sering
berjumpa untuk membicarakan agenda kelompok mereka.
25

Salah satu program LSM WPAP yang berkerjasama dengan LSM P3MN (bergerak dalam bidang
peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan) yang didalamnya terdapat tokoh bernama Pak
Leo.

60
Universitas Sumatera Utara

Salah satu hal yang membuat kelompok Pak Tris bertahan sampai
sekarang ini yaitu adanya rasa kekeluargaan, terjadi ikatan emosional diantara
mereka yang tergabung dalam kelompok ini. Ada 3 hal yang mereka anut dalam
pengelolaan kelompok ini yaitu Keterbukaan, Kebersamaan, dan Keikhlasan.
Berikut hasil wawancara dengan Pak Tris;
“untuk membuat kelompok sampai seperti saat ini tidak mudah
dek, kami dulu diantara anggota masih banyak yang saling
curiga, tidak percaya, apalagi waktu membahas soal dana pasti
banyak yang menanyakan kemana saja dananya dipakai. Tapi
kelompok saat ini sudah diantara anggota kelompok sudah
saling mempercayai karena kami di sini mempunyai 3 prinsip
yakni Keterbukaan, Kebersamaan, Keikhlasan. Ke-3 itu lah
yang kami praktekkan di kelompok sampai saat ini” (Hasil
wawancara tanggal 14 Maret 2016)

Setelah program Mina Bakau berlangsung, Pak Tris mulai mengajak
anggota-anggota kelompok untuk menanam mangrove di lahan-lahan kritis.
Lahan-lahan kritis ini merupakan lahan mangrove yang sudah rusak karena
adanya pembuatan tambak udang besar-besaran di tahun 80-an. Setelah musim
tambak udang selesai sekitar tahun 90-an banyak lahan-lahan di pesisir pantai
yang sudah tidak ada mangrovenya lagi. Lahan-lahan inilah yang dipakai
kelompok untuk ditanami mangrove.
Bibit-bibit mangrove yang dipakai diambil kelompok dari daerah Langkat
karena pada waktu itu mangrove yang terdapat di pesisir Sei Nagalawan sudah
tinggal sedikit yang merupakan sisa tahun 1993. Perlu waktu 2 hari 2 malam
untuk sampai ke daerah Langkat dengan menaiki perahu untuk membeli bibit
disana dan membawanya ke daerah pesisir Sei Nagalawan.

61
Universitas Sumatera Utara

Banyak lembaga-lembaga yang ikut serta dalam proses pengelolaan
mangrove pada saat itu diantaranya JALA (Jaringan Advokasi Nelayan Sumatera
Utara)26, yayasan KeKar (Kekuatan Ekonomi Rakat) yang memberi bibit
mangrove, bebek, dan mengadakan pelatihan bagaimana beternak, P3MN (Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Nelayan) 27 yang mengadakan
pelatihan kepada kelompok, mangement, pengetahuan mangrove, penanaman
mangrove dan pemberian bibit.
Tahun

2009

kelompok

mulai

mempromosikan

keluar

dengan

memperkenalkan hutan mangrovenya kepada pemerintah setempat. Pada tahun
2009

juga

kelompok

sudah

mulai

mendesain

wisata

mangrove

dan

menyebarluaskan informasi ini kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
atau dinas pemerintahan setempat. Setelah memperkenalkan wisata mangrove ini
kepada pemerintah dan mengundangnya untuk melihat ketika kelompok
melakukan penanaman mangrove. Akhirnya pemerintah memberikan bibit
mangrove yang banyak tersimpan di kantor tadinya kepada kelompok Pak Tris.
Ketika waktu itu kelompok Pak Tris berpikir dalam pengelolaan wisata
mangrove memerlukan dukungan dari pemerintah, karena yang diolahnya
merupakan kegiatan formal yang bakalan ada ikut serta pemerintah didalamnya.

26

Lembaga Swadya Masyarakat JALA di bentuk oleh beberapa orang termasuk ketua kelompok
muara baimbai untuk mengadvokasi kegiatan-kegiatan nelayan. Di dalam LSM terdapat banyak
tokoh seperti Pak Edi Suhartono, Kak Aida, dan Bang Saruhum.
27
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Nelayan (P3MN) adalah Organisasi Non
Pemerintah yang didirikan oleh sejumlah aktivis di Sumatera Utara pada tanggal 12 Juli 1996.
LSM ini memperjuangkan nelayan sebagai bagian penting dalam pembangunan bangsa dengan
Visi Te wujud ya pe gelolaa pesisi da laut ya g e asis pada asya akat da li gku ga .
Te wujud ya asya akat elaya t adisio al ya g a di i da k itis . “alah satu tokoh ya g
terdapat didalamnya yakni Pak Leo yang sampai sekarang masih banyak digunakan kelompok
muara baimbai sebagai trainer untuk guide.

62
Universitas Sumatera Utara

Sehingga kelompok Pak Tris mencoba untuk membina hubungan yang baik
dengan dinas-dinas terkait dan membina kerja sama. Salah satu dinas yang bekerja
sama dengan kelompok yakni Balai Mangrove.
Tahun 2011 kelompok muara baimbai mulai mendesain bagaimana wisata
mangrove yang akan dibuat. Ketika tahun 2011 terdapat sebuah perlombaan yang
diadakan oleh British Council28. Pak Tris sendiri diberi tahukan informasi tentang
perlombaan tersebut dari temannya yang berada di Medan. Kelompok ini lolos
untuk tahap berikutnya tetapi karena keterlambatan informasi yang diterima
kelompok ini gagal untuk ikut tahap berikutnya.
Periode berikutnya kelompok muara baimbai mengikuti lagi dan lolos
tahap demi tahap dengan pemaparan proposal yang dipersentasikan oleh Pak Tris
di Jakarta. Setelah masuk 12 besar, wisata mangrove yang didirikan kelompok
Pak Tris dikunjungin oleh panitia perlombaan dan akhirnya setelah pengumuman
kelompok ini pun menang dan berhak mendapatkan uang sebesar 100 juta.
Uang yang didapat ketika memenangkan perlombaan itu dipakai untuk
membangun aula dan juga pondok-pondok di sepanjang pesisir wisata mangrove
yang kelompok buat. Setelah itu mulailah kelompok mempromosikan wisata
mangrove ke dinas-dinas maupun ke sekolah-sekolah. Kelompok ini menawarkan
wisata yang berbeda dengan tempat wisata-wisata lainnya. Di wisata mangrove
diberikan juga tentang edukasi mangrove bagaimana manfaat mangrove,
sejarahnya, dan banyak ilmu lainnya seputaran pengetahuan tentang mangrove.
28

British Council adalah organisasi internasional asal Inggris yang menawarkan kesempatan
pendidikan dan hubungan budaya. British Council hadir di Indonesia semenjak tahun 1948 dan
melakukan perubahan yang lebih baik di bidang bahasa Inggris, Seni, pendidikan, dan
kemasyarakatan.

63
Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 2011 mulai gencarnya wisata mangrove ini di promosikan ke
masyarakat luas dengan bekerja sama dengan travel. Awalnya keuntungan
kelompok diperoleh dari guide dan penyediaan makanan dari wisatawan yang
dibawak oleh pihak travel tadi. Pada tahun 2014 mulai lah berlaku pengutipan
tiket masuk tempat wisata.
Wisata mangrove ini dikelola secara kolektif tidak perorangan. Untuk
pembagian kerja sendiri sudah dibagi setiap harinya, untuk gaji laki-laki di bagi
setiap harinya, sedangkan gaji perempuan akan dibagi ketika lebaran idul fitri mau
tiba. Di sekitaran pesisir pantai timur sumatera yang berada di Kabupaten Serdang
Bedagai terdapat 14 macam lokasi wisata yang ada dan salah satunya wisata
mangrove yang terdapat di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai. Wisata mangrove sendiri masuk kedalam 5 besar
penghasil Pendapatan Daerah dari tempat wisata. Dengan umur tempat wisata
yang belum terlalu lama wisata mangrove dianggap berhasil dalam peningkatan
pendapatan daerah.
Dengan keberhasilan yang dicapai wisata mangrove banyak pengusaha
objek wisata yang mulai belajar dari keberhasilan tempat wisata ini. Para
pengusaha datang ke wisata mangrove dan belajar bagaimana membuat konsep
wisata maupun management yang baik.

2.11. Keanekaragaman Mangrove di Kawasan Ekowisata
Tumbuhan mangrove dapat banyak dijumpain di pesisir wilayah Desa Sei
Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Mangrove

64
Universitas Sumatera Utara

menjadi instrumen penting atau dapat dikatakan menjadi faktor utama
berkembangnya ekowisata yang terdapat di Desa Sei Nagalawan. Tumbuhan
mangrove menjadi icon tersendiri untuk Desa Sei Nagalawan karena
keberadaannya yang banyak dijumpai di sepanjang aliran sungai maupun pesisir
pantai yang menghadap Selat Malaka.
Mangrove yang tumbuh subur di Desa Sei Nagalawan merupakan
mangrove yang tumbuh dari hasil budidaya sehingga tidak terlepas dari adanya
campur tangan manusia. Masyarakat di Desa Sei Nagalawan dalam memperoleh
pengetahuan tentang mangrove tidak didapat dari bangku sekolah melainkan dari
orang-orang yang pernah ikut serta dalam kegiatan pengelolaan mangrove yang
diadakan oleh NGO maupun LSM. Pengetahuan yang didapat terus-menerus
dipraktekkan dalam lapangan dengan menanami mangrove di pesisir pantai
maupun di sepanjang aliran sungai yang mangrovenya rusak karena terkena abrasi
maupun penebangan liar yang kayunya dibuat menjadi arang. Bibit mangrove
ditanam

Dokumen yang terkait

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

20 256 138

Studi Kelayakan Pengolahan Kerupuk Mangrove, Kasus : Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

20 378 75

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

3 41 146

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 16

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 31

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

1 1 2

BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN 2.1 Sekilas Tentang Desa Sei Nagalawan - Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

0 0 15

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

1 1 17

MANGROVE Kasus: Desa Sei Nagalawan Dusun III Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai SKRIPSI

0 1 12